52
[LBM IV TRAUMA KAPITIS] KELOMPOK III BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus trauma kapitis banyak dijumpai di samping trauma tulang, oleh karena bila penderita jatuh pada kecelakaan lalu lintas, sering kepala terkena lebih dahulu. Di Surabaya, frekuensi trauma kapitis meningkat dengan 18 % setiap tahunnya, sehingga secara kumulatif dalam lima tahun frekuensi dapat mencapai 100 %. Trauma kapitis merupakan keadaan gawat darurat, sehingga harus segera ditangani. Pada trauma kapitis gangguan yang timbul dapat mengenai kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak, dan pembuluh darah. Banyak pasien korban kecelakaan yang mendatangi unit gawat darurat, dengan kondisi cedera kepala, dengan rata- rata 300 : 100.000 dari populasi pertahunnya membutuhkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit, dan 9 : 100.000 dari populasi mengalami kematian,halini terhitung dari 5000 pasien setiapt ahunnya yang didata di Inggris. Sebagian dari kasus kematian ini tidak dapat terelakkan, tetapi sebagian kasus dapat dicegah. Penyebab yang paling utama dari cedera kepala adalah, kecelakaan lalulintas, jatuh, perkelahian, kecelakaan kerja, baik di rumah maupun pada saat olah raga. Frekuensi penyebab 1

Lbm IV Trauma Kapitis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kasus trauma kapitis banyak dijumpai di samping trauma tulang, oleh karena bila

penderita jatuh pada kecelakaan lalu lintas, sering kepala terkena lebih dahulu. Di

Surabaya, frekuensi trauma kapitis meningkat dengan 18 % setiap tahunnya, sehingga

secara kumulatif dalam lima tahun frekuensi dapat mencapai 100 %.

Trauma kapitis merupakan keadaan gawat darurat, sehingga harus segera

ditangani. Pada trauma kapitis gangguan yang timbul dapat mengenai kulit dan jaringan

subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak, dan pembuluh darah.

Banyak pasien korban kecelakaan yang mendatangi unit gawat darurat, dengan

kondisi cedera kepala, dengan rata-rata 300 : 100.000 dari populasi pertahunnya

membutuhkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit, dan 9 : 100.000 dari populasi

mengalami kematian,halini terhitung dari 5000 pasien setiapt ahunnya yang didata di

Inggris. Sebagian dari kasus kematian ini tidak dapat terelakkan, tetapi sebagian kasus

dapat dicegah.

Penyebab yang paling utama dari cedera kepala adalah, kecelakaan lalulintas,

jatuh, perkelahian, kecelakaan kerja, baik di rumah maupun pada saat olah raga.

Frekuensi penyebab terjadinya cedera kepala sangatlah bervariasi, bergantung juga dari

usia pada masing-masing tempat di banyak negara.

Di banyak negara, kegiatan preventif (pencegahan) dan punitif (pemberian

hukuman) dalam pengukuran ambang batas alkohol, serta penggunaan sabuk pengaman,

dan ketersediaan airbag, dan juga penggunaan helm keselamatan, telah menurunkan

jumlah angka kejadian. Sekali cedera kepala terjadi, tidak ada yang dapat mengelakkan

kerusakan akibat benturan. Tujuan dari manajemen Cedera kepala adalah untuk

meminimalisirkan kerusakan yang terjadi yang akan mengarah ke komplikasi sekunder.

1

Page 2: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Skenario

Seorang laki-laki usia 19 tahun dibawa ke IGD Puskesmas setelah menabrak bus

yang parker di pinggir jalan. Pasien naik motor berkecepatan tinggi dan tidak memakai

helm. Dari pemeriksaaan didapatkan pasien tidak membuka mata walaupun sudah

dicubit, suara tidak jelas dan terjadi dekortikasi. TD 110/60 mmHg, nadi 98x/menit,

suhu aksila 36,7C, respirasi 22x/menit. Pemeriksaan neurologis sederhana apa yang

Anda lakukan pada kasus diatas?

Kemudian pasien di rujuk ke RS dan dilakukan CT Scan kepala dan di dapatkan

gambaran cresent shape.

2.2. Terminology

2.2.1. Dekortikasi

Adalah tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat

diberi rangsang nyeri

2.3. Keyword

2.3.1. Laki-laki 19 tahun

2.3.2. Menabrak bus yang parkir di pinggir jalan

2.3.3. Naik motor kecepatan tinggi dan tidak memakai helm

2.3.4. Pemeriksaan :

Tidak membuka mata walaupun sudah dicubit

Suara tidak jelas

Terjadi dekortikasi

TD 110/60 mmHg

Nadi 98x/menit

Suhu 36,7C

RR 22x/menit

2.4. Identifikasi Masalah

2.4.1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kepala?

2.4.2. Menjelaskan tanda-tanda peningkatan TIK?

2

Page 3: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

2.4.3. Menjelaskan definisi cedera kepala?

2.4.4. Menjelaskan manifestasi cedera kepala?

2.4.5. Apa saja klasifikasi cedera kepala?

2.4.6. Menjelaskan patofisiologi ccedera kepala?

2.4.7. Menjelaskan GCS?

2.4.8. Berapa GCS pada skenario?

2.4.9. Bagaimana penatalaksanaan awal pada skenario?

2.5. Brainstorming

2.5.1.Anatomi dan Fisiologi Kepala

ANATOMI

Anatomi kepala terdiri dari :

Kulit kelapa (scalp)

Tulang tengkorak

Meningen

Otak

Cairan serebrospinalis

Tentorium

A. Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan (SCALP) yaitu :

Skin

Connective tissue atau sub kutan

Aponeorosis galea

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

Perikranium

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi

perdarahan akibat laserasi pembuluh kulit kepala akan menyebabkan banyak

kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.

B. Tulang tengkorak

3

Page 4: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Tulang tengkorak terdiri dari kubah atau kalvaria dan basis kranii.

Kalvaria di regio temporalis tipis, namum dilapisi oleh otot temporalis.

Sedangkan basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian

dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi atau dan deselerasi. Rongga

tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu :

Fossa anterior

Fossa media

Fossa posterior

Fossa anterior adalah tempat dari lobus frontalis, fossa media adalah

tempat lobus temporalis, sedangkan fosa posterior adalah ruang bagian bawah

batang otak dan serebelum.

C. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan yaitu duramater, arakhnoid, piamater. Duramater adalah selaput yang

keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan

dalam dan kranium. Karena tidak melekat erat pada selaput arakhnoid di

bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (subdura) yang terletak antara

duramater dan arakhnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.

4

Page 5: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada

permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut

“Bridging Veins”, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan

subdural. Pada beberapa tempat tertentu duramater membelah menjadi 2 lapis

membentuk sinus venosus besar yang mengalirkan darah vena dari otak. Sinus

sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus

sigmoideus. Sinus sigmoideus umumnya lebih dominan di sebelah kanan.

Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.

Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam

dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat

menybabkan laserasi pada arteri-arteri ini dapat menyebabkan perdarahan

epidural. Arteri yang paling sering mengalami cidera adalah arteri meningea

media yang terletak di fosa temporalis (fosa media).

Dibawah duramater terdapat selaput arakhnoid yang tipis dan tembus

pandang, setelah itu terdapat lapisan piamater yang melekat erat pada

permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang

subarakhnoid. Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh cidera

kepala.

D. Otak

5

Page 6: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum dan batang otak.

Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan hemisfer kiri yang dipisahkan oleh

falks serebri (lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada

hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia atau disebut hemisfer

dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan

pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).

Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Pada

lobus temporal untuk mengatur fungsi memori tertentu. Sedangkan lobus

parietalis untuk proses penglihatan

Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons, dan medula oblongata.

Mesensefalon dan pons bagian ayas berisi sistem aktivasi retikular yang

berfungsi untuk kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat

pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medula spinalis di

bawahnya. Jika ada lesi kecil saja pada batang otak akan dapat menyebabkan

defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi

koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior.

E. Cairan serebrospinalis

CSS dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan produksi

20ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui voramen monro menuju

ventrikel III, kemudian ke akuaduktus silvii menuju ventrikel IV, selanjutnya

CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subarakhnoid yang

berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi

ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus

sagitalis superior. Jika terdapat darah dala CSS dapat menyumbat granulasio

arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan

intrakranial atau hidrochepalus komunikan post trauma.

6

Page 7: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

F. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang

supratentorial yang terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media dan

ruang infratentorial yang berisi fosa kranii posterior. Mesensefalon (midbrain)

menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak (pons dan medula

oblongata) dan berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut

insisura tentorial. Nervus okulomotorius (N.III) berjalan sepanjang tepi

tentorium, dan saraf ini dapat tertekan bila terjadi herniasi lobus temporal,

yang umumnya diakibatkan oleh adanya masa supratentorial atau edema otak.

Serabut-serabut parasimpatik berfungsi melakukan konstriksi pupil mata

berjalan pada sepanjang permukaan nervus okulomotorius. Jika paralisis pada

serabut ini menyebabkan penekanan nervus III akan mengakibatkan dilatasi

pupil oleh karena tidak ada hambatan aktivitas serabut simpatik

FISIOLOGI

A. Tekanan Intrakranial

Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat menyebabkan

kenaikan tekanan intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial dapat

menurunkan perfusi otak dan menyebabkan ataupun memperberat iskemia.

Tekanan intrakranial normal pada keadaan istirahat sebesar 10mmHg. Jika

7

Page 8: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

tekanan intrakranial lebih tinggi dari 20 mmHg akan mengakibatkan hasil yang

buruk.

B. Doktrin Monro-Kellie

Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian

dinamika TIK. Konsep utamanya volume intrakranial harus selalu konstan.

Bila ada massa seperti hematoma, kompensasi intrakranial mengeluarkan darah

vena dari ruang intrakranial dengan volume yang sama, TIK akan tetap normal.

Namun jika mekanisme kompensasi ini sudah terlampaui, maka kenaikan

jumlah massa yang sedikit saja akan menyebabkan tekanan intrakranial yang

tajam atau fase dekompensasi.

C. Aliran Darah ke Otak (ADO)

ADO normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55ml/100gr

jaringan otak permenit. Pada anak usia 1 tahun hampir sama dengan ADO

orang dewasa, tetapi pada usia 5 tahun ADO bisa mencapai 90ml/100gr/menit,

dan secara gradual menurun sebesar ADO dewasa. Cidera otak berat sampai

koma dapat menurunkan 50% dari ADO dalam 6-12 jam pertama sejak trauma.

ADO biasanya akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada

penderita koma, ADO tetap berada di bawah normal sampai beberapa hari atau

minggu setelah trauma. ADO yang terlampau rendah tidak dapat mencukupi

kebutuhan metabolisme otak segera setelah trauma, sehingga akan

mengakibatkan iskemi otak fokal ataupun menyeluruh. Jadi untuk

mempertahankan ADO tetap konstan, pembuluh darah prekapiler otak

memiliki kemampuan untuk berkonstriksi atau dilatasi sebagai respon terhadap

perubahan kadar PO2 atau PCO2 darah atau disebut autoregulasi kimiawi. Pada

cidera otak berat dapat mengganggu kedua mekanisme autoregulasi tersebut.

Konsekuensinya adalah terjadi penurunan ADO karena trauma akan

mengakibatkan iskemi dan infark otak. Iskemi dengan mudah diperberat oleh

adanya hipotensi, hipoksia, atau hipokapnia karena hipoventilasi yang agresif.

Oleh karena itu semua tindakan ditujukan untuk meningkatkan aliran darah dan

8

Page 9: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

perfusi otak dengan cara menurunkan volume intravaskuler, mempertahankan

tekanan arteri rata-rata dan mengembalikan oksigenasi.

2.5.2.Tanda-tanda peningkatan TIK

TIK yang normal: 5-15 mmHg

TIK Ringan : 15 – 25 mmHg

TIK sedang : 25-40 mmHg

TIK berat : > 40 mmHg

       Manifestasi klinis peningkatan ICP bervariasi, banyak, dan dapat tidak

jelas. Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator yang paling

sensitif dari semua tanda peningkatan tekanan intrakranial.

a. Nyeri Kepala

Nyeri kepala akibat peregangan dura dan pembuluh darah; papiledema

akibat tekanan dan pembengkakan diskus optikus. Nyeri kepala pada tumor

otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering pada anak-

anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama

tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan

dari serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan

intrakranium. Juga lonjakan tekanan intrakranium sejenak karena batuk,

mengejan atau berbangkis akan memperberat nyeri kepala. Pada anak

kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya

nyeri kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai

dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala

terasa dibagian belakang dan leher.

b.  Muntah

Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan

biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor

di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan

sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk

sementara waktu.

c.  Kejang

9

Page 10: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan

merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak

15%. Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor.

Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih

lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala kejang

lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang

ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer,

batang otak dan difossa posterior.

d.  Papil edem

Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi

intrakranial. Udem papilla nervus optikus merupakan tanda yang paling

menyakinkan. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi

vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan kawan-

kawan, mengemukakan bahwa papil edem ditemukan pada 80% anak

dengan tumor otak.

e.  Gejala lain yang ditemukan:

o False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons

ekstensor yang bilateral, kelainan mental dan gangguan endokrin.

o Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi

tumor.

o Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi. Proses

desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yang merupakan

ruang yang tertutup, akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapat

menimbulkan perdarahan setempat. Pada umumnya dapat dikatakan

bahwa tumor di fosa kranii posterior lebih cepat menimbulkan gejala-

gejala yang mencerminkan tekanan intrakranial yang meninggi.

Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif menimbulkan

gangguan kesadaran dan manisfestasi disfungsi batang otak yang

dinamakan (a) sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke

lateral, (b) sindrom kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak

dan (c) herniasi serebelum di foramen magnum.

10

Page 11: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

o Tanda kelainan neurologik, seperti diplopia, pupil mata anisokor, dan

gangguan sensorik maupuan motorik merupakan tanda tekanan

intracranial meninggi.(10)

o Kaku kuduk timbul akibat rangsangan selaput otak, sedangkan kenaikan

tekanan darah dan penurunan nadi dapat juga terjadi.

2.5.3.Definisi Cedera Kepala

Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa

tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.

Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok

usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.

Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak

dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius

diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil

kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).

2.5.4.Manifestasi Cedera Kepala

1. Nyeri yang menetap atau setempat.

2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.

3. Fraktur dasar tengkorak : hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah

terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea

serebro spiral (cairan cerebros piral keluar dari telinga), minorea serebrospiral

(les keluar dari hidung).

4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.

5. Penurunan kesadaran.

6. Pusing / berkunang-kunang.

7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler

8. Peningkatan TIK

9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas

10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

11

Page 12: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

2.5.5.Klasifikasi Cedera Kepala

Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:

1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi

kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut

kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio

atau temotom (sekitar 55% ).

2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang

kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur

tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).

3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24

jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau

edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai

berikut :

- Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak

tulang tengkorak.

- Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan

disertai edema cerebra.

Pembagian Cedera Kepala

1. Simple Head Injury

Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

Ada riwayat trauma kapitis

Tidak pingsan

Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi

obat simptomatik dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri

Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang

berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak

disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala,

vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.

12

Page 13: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau

terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri

mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan

sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia

ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis.

Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG,

pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari

untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi

bertahap.

3. Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-

perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang

kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus.

Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi

kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta

pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat

berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang

batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible

terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak

tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama

blockade reversible berlangsung.

Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan

“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa

refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran

puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain

syndrome”.

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme

yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi

pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis.

Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi

13

Page 14: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual,

muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat

letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi

dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan

perawatan 7-10 hari.

4. Laceratio Cerebri

Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai

dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya

perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral.

Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.

Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang

disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama

pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung

disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

5. Fracture Basis Cranii

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media

dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa

mana yang terkena.

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

Epistaksis

Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis

kranii. Komplikasi :

14

Page 15: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Gangguan pendengaran

Parese N.VII perifer

Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi

terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk

mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang

berlangsung lebih dari 6 hari.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya berdasarkan derajat kesadaran GCS

Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan

Commotio Cerebri

o Skor GCS 13-15

o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10

menit

o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan neurologist.

Cedera Kepala Sedang (CKS)

o Skor GCS 9-12

o Ada pingsan lebih dari 10 menit

o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

Cedera Kepala Berat (CKB)

o Skor GCS <8

o Gejalanya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

2.5.6.Patofisiologi Cedera Kepala

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa

dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya

15

Page 16: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi

kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan

fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar

metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan

koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,

sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala

permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan

oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi

penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan

asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /

menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas

atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan

otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,

fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,

dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan

berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh

darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan

coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada

orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada

coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena

sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan.

Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan .;

1. Rear end Impact

keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil. Otak pertama

kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada

16

Page 17: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian

depan.

2. Backward/forward motion of head

Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan

otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang

tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara

mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan

tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat

otak bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah

menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya

dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh

darah otak karena terjadi penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai

darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga

bila terjadi pergerakan kepala ke depan.

Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi 2 :

1. Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan

dengan kejadian cedera, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini

umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan

kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani

proses penyembuhan yang optimal

2. Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih

merupakan fenomena metabolik.Pada penderita cedera kepala berat,

pencegahan cedera kepala skunder dapat mempengaruhi tingkat

kesembuhan/keluaran penderita.Penyebab cedera kepala skunder antara lain;

penyebab sistemik (hipotensi, hipoksemia, hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan

hiponatremia) dan penyebab intracranial (tekanan intrakranial meningkat,

hematoma, edema, pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan

infeksi)

Aspek patologis

Aspek patologis dari cedera kepala antara lain; hematoma epidural

(perdarahan yangterjadi antara tulang tengkorak dan dura mater), perdarahan

17

Page 18: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

subdural (perdarahan yang terjadi antara dura mater dan arakhnoidea), higroma

subdural (penimbunan cairan antara dura mater dan arakhnoidea), perdarahan

subarakhnoidal cederatik (perdarahan yangterjadi di dalam ruangan antara

arakhnoidea dan permukaan otak), hematoma serebri (massa darah yang

mendesak jaringan di sekitarnya akibat robekan sebuah arteri), edema otak

(tertimbunnya cairan secara berlebihan didalam jaringan otak), kongesti otak

(pembengkakan otak yang tampak terutama berupa sulsi dan ventrikel yang

menyempit), cedera otak fokal (kontusio, laserasio, hemoragia dan hematoma

serebri setempat), lesi nervi kranialis dan lesi sekunder pada cedera otak.

2.5.7.Glasgow Coma Seale (GCS)

Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk

menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya

sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian

terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu,

yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap

penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.

Jenis Pemeriksaan Nilai

Respon buka mata (Eye Opening, E)

Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang)

Respon terhadap suara (suruh buka mata)

Respon terhadap nyeri (dicubit)

Tidak ada respon (meski dicubit)

4

3

2

1

Respon verbal (V)

Berorientasi baik

Berbicara mengacau (bingung)

Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak

jelas dan non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)

Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)

5

4

3

2

18

Page 19: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

 Tidak ada suara 1

Respon motorik terbaik (M)

Ikut perintah

Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi

rangsang nyeri)

Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)

Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi

kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)

Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi

di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi

rangsang nyeri)

Tidak ada (flasid)

6

5

4

3

2

1

Interpretasi atau hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS

disajikan dalam simbol E…V…M…

Selanjutnya nilai tiap-tiap pemeriksaan dijumlahkan, nilai GCS yang

tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Biasanya,

pasien dengan nilai GCS dibawah 5 ialah pasien emergensi yang sulit

dipertahankan keselamatannya. Berdasarkan buku Advanced Trauma Life

Support, GCS berguna untuk menentukan derajat trauma/cedera kepala (trauma

capitis).

Derajat cedera kepala berdasarkan GCS: 

GCS : 14-15 = CKR (cedera kepala ringan)

GCS : 9-13   = CKS  (cedera kepala sedang)

GCS : 3-8     = CKB (cedera kepala berat)

2.5.8.Glasgow Coma Seale (GCS) pada skenario

Pasien pada skenario memiliki nilai GCS 6. Dimana dilihat dari respon

membuka matanya tidak membuka mata walaupun sudah dicubit nilainya 1, dari

verbal Suara tidak jelas nilainya 2, pada motorik terjadi dekortikasi nilainya 3.

19

Page 20: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Jadi total nilai pada scenario adalah 6 dan masuk dalam klasifikasi cedera

kepala berat (CKB).

2.5.9.Penatalaksanaan awal pada skenario

PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL

1. Menilai jalan nafas (A) : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;

lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn

memasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera

orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.

2. Menilai pernafasan (B) ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika

tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan

atasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang

oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas

pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2

>95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka

pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi

3. Menilai sirkulasi (C) ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua

perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra

abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah

pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloid sedangkan

larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.

4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus

diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt

diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin

15mg/kgBB

5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB

6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang

belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru

dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal

7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :

20

Page 21: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis

lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan

larutan ini tdk menambah edema cerebri

- Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia

darah

- Lakukan CT scan

Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :

1. Hematoma epidural

2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel

3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak

4. Edema cerebri

5. Pergeseran garis tengah

6. Fraktur kranium

8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi

lakukan :

- Elevasi kepala 30

- Hiperventilasi

- Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan

dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6

jam sampai maksimal 48 jam I

- Pasang kateter foley

- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural

besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)

2.6. Learning Objective

2.6.1. Menjelaskan diagnosis cedera kepala?

2.6.2. Menjelaskan penatalaksaan cedera kepala?

2.6.3. Menjelaskan terapi medikamentosa pada cedera kepala?

21

Page 22: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

2.6.4. Menjelaskan pemeriksaan penunjang cedera kepala?

2.6.5. Menjelaskan komplikasi cedera kepala?

2.6.6. Menjelaskan prognosa cedera kepala?

2.7. Pembahasan Learning Objective

2.7.1.Diagnosis cedera kepala

DIAGNOSIS Anamnesis

Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan

lalu lintas, kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada

orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari

tangga, jatuh di kamar mandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan

kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga

kadang-kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya, jatuh kemudian

tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh.

Anamnesis lebih rinci tentang:

a. Sifat kecelakaan.

b. Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.

c. Ada tidaknya benturan kepala langsung.

d. Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat

diperiksa.

Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak

sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk

mengetahui kemungkinan adanya amnesia retrograd. Muntah dapat

disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu dalam

keadaan pingsan (hilang / turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan

bingung / disorientasi (kesadaran berubah)

Indikasi Rawat Inap :

1. Perubahan kesadaran saat diperiksa.

2. Fraktur tulang tengkorak.

3. Terdapat defisit neurologik.

22

Page 23: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

4. Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak, riwayat

minum alkohol, pasien tidak kooperatif.

5. Adanya faktor sosial seperti :

a. Kurangnya pengawasan orang tua/keluarga bila dipulangkan.

b. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.

c. Sulitnya transportasi ke rumah sakit.

Pasien yang diperbolehkan pulang harus dipesan agar segera

kembali ke rumah sakit bila timbul gejala sebagai berikut :

1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan. Penderita harus dibangunkan

tiap 2 jam selama periode tidur.

2. Disorientasi, kacau, perubahan tingkah laku

3. Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.

4. Rasa lemah atau rasa baal pada lengan atau tungkai, kelumpuhan,

penglihatan kabur.

5. Kejang, pingsan.

6. Keluar darah/cairan dari hidung atau telinga

7. Salah satu pupil lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola

mata, melihat dobel, atau gangguan penglihatan lain

8. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat atau pola nafas

yang tidak biasa

2.7.2.penatalaksaan cedera kepala

Penatalaksanaan cidera otak ringan

Penatalaksanaan cidera kepala ringan

Observasi atau dirawat di RS

- CT scan tidak ada

- CT scan abnormal

- Semua luka tembus

- Riwayat hilang kesadaran

23

Page 24: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

- Kesadaran menurun

- Sakit kepala sedang-berat

- Intoksikasi alkohol atau obat-obatan

- Kebocoran liquor

- Tidak ada keluarga di rumah

- GCS < 15

- Defisit neurologis fokal

Dipulangkan dari RS

- Tidak menenuhi kriteria rawat

Penatalaksaan cedera otak sedang

Penatalaksanaan cedera otak sedang

Definisi : penderita tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih

dapat menuruti perintah

GCS 9-13

Pemeriksaan awal :

- DL

- CT scan

- Observasi

Setelah dirawat :

- Pemeriksaan neurologis periodik’CT scan ulang bila kondisi

pasien memburuk

Penatalaksanaan awal cedera otak berat

24

Page 25: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Penatalaksanaan awal cedera otak berat

Definisi : penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana

Kesadaran menurun GCS 3-8

Pemeriksaan :

- ABCDE

- Primary survey dan resusitasi

- Secondary survey

- Re evaluasi neurologis

- Respon buka mata

- Respon motorik

- Respon verbal

- Reflek cahaya pupil

- Obat-obatan

- manitol

- hiperventilasi sedang (PCO2 < 35 mmHg)

- antikonvulsan

Penatalaksanaan non operatif

A. Primary survey dan resusitasi

Cidera otak sering diperburuk akibat cidera otak sekunder. Penderita

cidera otak berat dengan hipotensi mempunyai mortalitas 2 kali lebih banyak

dibanding penderita tanpa hipotensi.

a. Airway dan Breathing

Terhentinya pernafasan sementara sering terjadi pada cidera otak

dan dapat mengakibatkan gangguan sekunder. Intubasi endotrakeal dini

harus segera dilakukan pada penderita koma. Dilakukan ventilasi dengan

oksigen 100%.

b. Sirkulasi

25

Page 26: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Hipotensi biasanya disebabkan oleh cidera otak itu sendiri kecuali

pada stadium terminal dimana medula oblongata sudah mengalami

gangguan. Perdarahan intrakranial tidak dapat menyebabkan syok

hemoragik. Pada penderita dengan hipotensi harus segera dilakukan

stabilisasi untuk mencapai euvolemia.Pemberian cairan untuk mengganti

volume yang hilang.

B. Secondary Survey

Pemeriksaan neurologis serial harus selalu dilakuakn untuk deteksi

dini adanya gangguan neurologis. Termasuk dalam pemeriksaan ini adalah

pemeriksaan :

a. GCS

b. Refleks pupil

Tanda awal dari herniasi lobus temporalis adalah dilatasi ringan pupil dan

refleks cahaya melambat. Tanda awal dari herniasi central chepalic

adalah miosis bilateral.

c. Gerak bola mata :

Oculocephalic (dolls eyes)

Oculovestibular (Calorics)

d. Pemeriksaan motorik

e. Pemeriksaan sensorik

Penatalaksanaan Operatif

1. Luka kulit kepala

Hal yang terpenting adalah membersihkan luka sebelum melakukan

penjahitan. Debridement yang tidak adekuat akan menyebabkan infeksi luka

kepala. Perdarahan dari luka kulit kepala dapat diatasi dengan penekanan,

kauterisasi atau ligasi pembuluh darah besar. Jahit, pasang klips atau staples.

Inspeksi, apakah ada fraktur tengkorak atau benda asing.

26

Page 27: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

2. Fraktur impresi tengkorak

Fraktur depresi yang tidak signifikan dapat ditolong dengan menutup

kulit kepala yang laserasi.

3. Lesi massa intrakranial

Dilakukan kraniotomi dan atau burrhole. Kraniotomi biasanya

dimaksudkan suatu tindakan yang lebi besar daripada sekedar membuat

lubang bor. Burrhole pada kranium untuk eksplorasi atau evakuasi hematom

(SDH kronis atau higroma)

Tehnik Operasi

1. Kraniotomi atau Trepanasi

Trepanasi / kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala

yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Secara

sementara membuat bone flap dan disingkirkan dari kepala supaya biasa

dilakukan pengeluaran dari bekuan darah SDH atau EDH.Bone flap didapat

dengan mengebor empat titik pada cranium dan membuat garis linear yang

menghubungkan empat titik tersebut sehingga terbentuk bone flap.

2. Burrhole

Tindakan pembedahan yang ditujukan langsung pada tempat lesi atau

tempat adanya bekuan darah EDH dan mengeluarkan bekuan darah tersebut

dengan hanya membuat satu lubang pada tempat lesi.

2.7.3. terapi medikamentosa pada cedera kepala

Tujuan utama perawatan intensif adalah untuk mencegah terjadinya

kerusakan sekunder terhadap otak yang telah mengalami cedera. Prinsip dasarnya

adalah bila sel saraf diberikan suasana yang optimal untuk pemulihan, maka

diharapkan dapat berfungsi normal kembali.

1. Cairan intravena

Bertujuan untuk resusitasi, agar penderita tetap dalam keadaan

normovolemi. Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat

menyebabkan hiperglikemi yang berakibat buruk pada cidera otak. Cairan

27

Page 28: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan garam fisiologi yaitu

Ringer’s Laktat.

2. Hiperventilasi

Hiperventilasi dilakukan dengan menurunkan PCO2 dan akan

menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak. Hiperventilasi yang

berlangsung terlalu lama dan agresif dapat menyebabkan iskemia otak

akibat terjadinya vasokontriksi serebri berat sehingga menimbulkan

gangguan perfusi otak. PCO2 dipertahankan pada 35 mmHg atau lebuh.

Hiperventilasi dalam waktu singkat (PCO2 antara 25-30 mmHg).

3. Manitol

Manitol digunakan untuk menurunkan TIK yang meningkat. Dosis

yang dipakai 1g/kgBB diberikan secara bolus intravena. Indikasi karena

pemakaian manitol adalah deteriosasi neurologis yang akut, seperti

terjadinya dilatasi pupil, hemiparesis atau kehilangan kesadaran. Manitol

menurunkan tekanan atau volume cairan cerebrospinal dengan cara

meninggikan tekanan osmotik plasma. Dengan cara ini, air dari cairan otak

akan berdifusi kembali ke plasma dan ke dalam ruangan ekstrasel.

4. Furosemid atau Lasix

Obat ini diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK. Dosis

yang adalah 0,3-0,5 mg/kgBB secara intravena. Pemberiannya bersamaan

dengan manitol karena mempunyai efek sinergis dan memperpanjang efek

osmotik serum manitol.

5. Barbiturat

Bermanfaat untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap obat-

obat lain. Namun barbiturat ini tidak dianjurkan pada fase akut resusitasi.

6. Antikonvulsan

Epilepsi pasca trauma terjadi 5% dengan cidera otak tertutup dan

15% pada cidera kepala berat. Fenitoin bermanfaat untuk mengurangi

terjadinya kejang dalam minggu pertama. Untuk dosis awal adalah 1g secara

intravena dengan kecepatan pemberian 50mg/menit. Dosis pemeliharaan

biasanya 100mg/8 jam. Pada pasien dengan kejam lama, pemberian

28

Page 29: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

diazepam atau lorazepam sebagai tambahan fenitoin sampai kejang berhenti.

Karena dapat menyebabkan cidera otak sekunder.

2.7.4.Pemeriksaan penunjang cedera kepala

Foto Rontgen tengkorak (AP Lateral) biasanya dilakukan pada keadaan:

defisit neurologik fokal, liquorrhoe, dugaan trauma tembus/fraktur impresi,

hematoma luas di daerah kepala.

Perdarahan intrakranial dapat dideteksi melalui pemeriksaan arterografi

karotis atau CT Scan kepala yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih

sederhana dan tidak invasif, dan hasilnya lebih akurat. Meskipun demikian

pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap rumah sakit. CT Scan juga dapat

dilakukan pada keadaan: perburukan kesadaran, dugaan fraktur basis kranii dan

kejang.

Pemeriksaan CT SCAN sangat mutlak pada kasus trauma kepala untuk

menentukan adanya kelainan intracranial terutama pada cedera kepala berat

( Severe, glasgow coma score 8 ( Normal 15 ).

Beberapa indikasi perlunya tindakan pemeriksaan CT SCAN pada kasus

trauma adalah :

a. Menurut New Orland :

* Sakit kepala.

* Muntah.

* Umur lebih 60 tahun.

* Adanya intoksikasi alcohol.

* Amnesia retrograde.

* Kejang.

* Adanya cedera di area clavicula ke superior.

b. Menurut The Cranadian CT Head :

* GCS ( Glasgow Coma Score ) < 15 setelah 2 jam kejadian.

* Adanya dugaan open / depressed fracture.

* Muntah – muntah ( > 2 kali ).

* Umur > 65 tahun.

29

Page 30: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

* Bukti fisik adanya fraktur di basal skull.

Tujuan utama dari pemeriksaan imajing pada kasus trauma kepala adalah

unutuk menentukan adanya cedera intracranial yang membahayakan keselamatan

jiwa pasien bila tidak segera dilakukan tindakan secepatnya(Cyto).

BEBERAPA GAMBARAN CT SCAN PADA TRAUMA KEPAL

INTRAKRANIAL

1.    FRAKTUR

Fraktur pada trauma kepala jenisnya bisa :

Linier non displacement

Depressed ( adanya displacement dari fragment)

Diastatic fractures (fraktur yang melibatkan sutura)

2.    EPIDURAL HEMATOMA

Epidural hematoma adalah kumpulan massa darah akibat robeknya

middle meningeal arteri antara skull dan dura di regio temporal , yang sangat

kuat hubungannya dengan fraktur linear. Kadang juga terjadi akibat robeknya

vena dan tipikalnya terjadi di region posterior fosa atau dekat daerah occipital

lobe. 

Gambaran Epidural pada CT tampak sebagai bentuk bi convex dan

adanya pemisahan jaringan otak dengan skull. Pendarahan akut tampak

hyperdens, subakut tampak isodense, kronis tampak hypodens.

3.    SUB DURAL HEMATOMA

Subdural hematoma adalah kumpulan perdarahan vena yang

berlokasi antara dura mater dan arachnoid membrane (subdural space).

Biasanya terjadi akibat kepala berbenturan dengan benda tak bergerak

menyebabkan robeknya vena antara cerebral cortex dan vena dura.

30

Page 31: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

Gambaran subdural pada CT tampak sebagai bentuk bulan sabit

mengikuti kontur dari kranium bagian dalam. Pendarahan akut tampak

hyperdens, subakut tampak isodense, kronis tampak hypodens

4.    SUB ARACHNOID HEMMORAGE

Subarachnoid hemmorage (SAH) terjadi karena keluarnya darah ke

subarachnoid space, umumnya basal cistens dan jalur cerebral spinal fluid.

Penyebab utama SAH ialah trauma, selain itu bisa juga dikarenakan rupturnya

saccular (berry) aneurysm dan arteriovenous malformation (AVM)

Gambaran pada CT menunjukkan gambaran hyperdens/perdarahan

akut yang ada di subarachnoid space.

2.7.5.Komplikasi cedera kepala

Jangka pendek :

1. Hematom Epidural

o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater

o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya

o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri

kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa

jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif

seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat,

tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit,

lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks

cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.

o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)

o Interval lucid

o Peningkatan TIK

o Gejala lateralisasi → hemiparese

o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati

hematoma subkutan

31

Page 32: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil

melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-

tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon

meninggi dan refleks patologik positif.

o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks

o LCS : jernih

o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan

pengikatan pembuluh darah.

2. Hematom subdural

o Letak : di bawah duramater

o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins

dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri

o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama

o Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma

o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian

o Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.

Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan

parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar

sesuai lengkung tulang tengkorak)

Isodens → terlihat dari midline yang bergeser

o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam

otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan

subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.

3. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal,

terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma

kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja.

Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian,

perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan

32

Page 33: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai

dengan fungsi bagian otak yang terkena.

4. Oedema serebri

Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama

pingsannya, mungkin hingga berjam-jam.Gejala-gejalanya berupa

commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi

mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada.

Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.

TIK meningkat

Cephalgia memberat

Kesadaran menurun

Jangka Panjang :

1. Gangguan neurologis

Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan

gangguan N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese

2. Sindrom pasca trauma

Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido

menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa,

gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan

intelegensia, menarik diri, dan depresi.

2.7.6.Prognosa cedera kepala

Prognosis ditetapkan berdasarkan keadaan kesadaran pada saat pasien

masuk semua penderita mendapat terapi agresif menurut konsultasi dari ahli

bedah saraf. Terutama pada anak-anak yang mempunyai daya pemulihan yang

baik. Penderita usia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan yang lebi rendah

untuk pemulihan dari cedera kepala. Pasien dengan GCS yang rendah pada 6-24

jam setelah trauma, prognosisnya lebih buruk daripada pasien dengan GCS 15.

33

Page 34: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa

tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.

Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia

produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.

Trauma kapitis merupakan keadaan gawat darurat, sehingga harus segera

ditangani. Pada trauma kapitis gangguan yang timbul dapat mengenai kulit dan jaringan

subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak, dan pembuluh darah.

Sekali cedera kepala terjadi, tidak ada yang dapat mengelakkan kerusakan akibat

benturan. Tujuan dari manajemen Cedera kepala adalah untuk meminimalisirkan

kerusakan yang terjadi yang akan mengarah ke komplikasi sekunder.

Teknik penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan skala yang dipakai

untuk menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya

sampai keadaan koma, dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang

ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon

motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total

poin tertinggi bernilai 15.

34

Page 35: Lbm IV Trauma Kapitis

[ ] KELOMPOK III

DAFTAR PUSTAKA

Syamsuhidaya R, De Jong W. Buku-Ajar Ilmu Bedah, Ed.-2. Jakarta: EGC;

2005.

Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta,

2004

Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press,

Yogyakarta, 2005

Konsensus Nasional. Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta. 2006.

Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, dian Rakyat,

Jakarta, 2004

35