Author
masludi-s-sopriyadi
View
285
Download
9
Embed Size (px)
1. Anatomi dan fisologi menelan
Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian dari faring
yang terletak paling kranial, tepatnya di belakang cavum nasi. Ke anterior
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi,
sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Pada dinding
lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakhius dimana orifisium ini dibatasi
superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan
menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran.
Ke arah postero-superior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang
merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring
Aliran limfe nasofaring
Ruang nasofaring diisi oleh sebagian besar jaringan limfoid yang merupakan
Waldeyer’s ring yaitu adenoid, jaringan limfoid di dalam fossa Rosenmuller, sekitar
orifisium tuba eustakius, dan masa jaringan limfoid yang lebih kecil yang tersebar di
seluruh mukosa. Jaringan limfoid ini mengalirkan getah bening ke kelenjar di
parafaring, yaitu kelenjar Runviere, atau langsung ke kelenjar leher yang terletak
dalam
2. Apakah ada hubungan antara pekerjaan dan berbagai keluhan yang dialami pasien?
3. Mengapa pada px ditemukan benjolan di leher kanan sebesar telur puyuh?
Neoplasma jaringan lunak adalah neoplasma pada jaringan lemak, fibrous, otot, dan
lainnya. Semua neoplasma jaringan lunak memiliki konsistensi lunak atau kenyal.
Pada kasus, konsistensi keras, sehingga kemungkinan terkuat adalah limfadenopati.
Untuk menentukan secara pastinya, perlu pemeriksaan fisik.
Limfadenopati bisa karena limfadenitis, neoplasma primer atau neoplasma sekunder.
Secara umum, limfadenitis memberikan gambaran klinis berupa demam, nyeri tekan
dan tanda radang. Oleh karena tidak ditemukan gejala tersebut pada penderita,
limfadenitis dapat disingkirkan.
Neoplasma jaringan limfoid primer adalah neoplasma yang berasal dari jaringan
limfoid itu sendiri, sedang neoplasma sekunder berasal dari neoplasma jaringan lain
sebagai bentuk metastasis.
Pada kasus, dengan gejala epistaksis, telinga terasa penuh, hidung tersumbat,
pandangan mulai kabur, kepala pusing, secara anatomis mengarah pada karsinoma
nasofaring. Seperti sudah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa karsinoma
nasofaring dibagi menjadi 4 kategori.
Oleh karena tumor pada nasofaring relatif bersifat anaplastik dan banyak terdapat
kelenjar limfe, maka karsinoma nasofaring dapat menyebar ke kelenjar limfe leher
(neoplasma sekunder). Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai di
kelenjar limfe leher dan tertahan disana karena memang kelenjar ini merupakan
pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak langsung ke bagian tubuh yang lebih
jauh.
4. Mengapa benjolannya kenyal, mudah digerakkan dan warnanya sama dengan kulit
sekitar?
Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar
menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini
dirasakan tanpa nyeri oleh karenanya sering diabaikan oleh penderita. Selanjutnya
sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di
bawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan seperti terjadi pada
pasien pada kasus di atas. Keadaan ini merupakan gejala lebih lanjut lagi. pembesaran
kelenjar getah bening tanpa rasa nyeri
5. Mengapa ada keluhan sakit kepala, diplopia, telinga terasa penuh, hidung buntu dan
epistaksis? Ada hubungan dengan benjolan di leher tidak?
Pada kasus, dengan gejala epistaksis, telinga terasa penuh, hidung tersumbat,
pandangan mulai kabur, kepala pusing, secara anatomis mengarah pada karsinoma
nasofaring. bahwa karsinoma nasofaring dibagi menjadi 4 kategori.
a. Gejala yang disebabkan oleh tumor primer seperti sumbatan hidung, epistaksis,
gangguan pendengaran, tinitus akibat sumbatan tuba eustakius.
b. Gejala neurologik akibat perluasan ke intrakaranium, sehingga menimbulkan
kompresi pada saraf otak II, III, IV, V, dan VI yang termasuk sindrom
petrosfenoidal.
c. Gajala neurologik yang termasuk sindrom parafaring akibat perluasan ke ruang
parafaring sehingga menekan saraf otak IX, X, XI, dan XII
d. Pembengkakan kelenjar getah bening leher (limfadenopati) dan atau metastasis ke
hati, paru-paru, tulang, ginjal, dan limpa
6. Pemeriksaan apa lagi yang dibutuhkan?Bagaimana caranya?
7. Mengapa dilakukan nasopharingoskop dan biopsi?
8. Mengapa ada benjolan di fossa rosenmuleri?
9. DD?
Ca nasopharing
Neoplasma jar lunak/Stroma
Limfadenopati
Ca laring
Angiofibroma
Abses subamandibula
Ca nasopharing
Definisi
Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelialyang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas,
belakangdan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring
Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada
epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring)
Histopatologi
WHO (1991) dibagi 2 tipe:
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Etiologi
yaitu disebabkan :
a. Kemungkinan besar Epstein Barr virus (EBV), suatu DNA herpes tipe virus.
b. Faktor genetik menentukan kerentanan terhadap karsinoma nasofaring
Manifestasi klinis
1. Gejala Dini.
a. Gejala telinga
- Rasa penuh pada telinga
- Tinitus
- Gangguan pendengaran
b. Gejala hidung
- Epistaksis
- Hidung tersumbat
c. Gejala mata dan saraf
- Diplopia
- Gerakan bola mata terbatas9,12
2. Gejala lanjut
- servikal
- Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
- Gejala akibat metastase jauh.2,3,10
Secara garis besar gejala karsinoma nasofaring digolongkan menjadi 4 kategori :
a) Gejala yang disebabkan oleh tumor primer seperti sumbatan hidung, epistaksis,
gangguan pendengaran, tinitus akibat sumbatan tuba eustakius.
b) Gejala neurologik akibat perluasan ke intrakaranium, sehingga menimbulkan
kompresi pada saraf otak II, III, IV, V, dan VI yang termasuk sindrom
petrosfenoidal.
c) Gajala neurologik yang termasuk sindrom parafaring akibat perluasan ke ruang
parafaring sehingga menekan saraf otak IX, X, XI, dan XII
d) Pembengkakan kelenjar getah bening leher (limfadenopati) dan atau metastasis ke
hati, paru-paru, tulang, ginjal, dan limpa
Stadium
T0 Tak ada kanker di lokasi primer
T1 Tumor terletak/terbatas di daerah nasofaring
T2 Tumor meluas ke jaringan lunak oraofaring dan atau ke kavum nasi.
T2a Tanpa perluasan ke ruang parafaring
T2b Dengan perluasan ke parafaring
T3 Tumor menyeberang struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 Tumor meluas ke intrakranial, dan/atau melibatkan syaraf kranial, hipofaring,
fossa infratemporal atau orbita.
Limfonodi regional (N) :
N0 Tidak ada metastasis ke limfonodi regional
N1 Metastasis unilateral dengan nodus < 6 cm diatas fossa supraklavikula
N2 Metastasis bilateral dengan nodus < 6 cm, diatas fossa supraklavikula
N3 Metastasis nodus : N3a > 6 cm
N3b meluas sampai ke fossa supraklavikula
Metastasis jauh (M) :
M0 Tak ada metastasis jauh
M1 Metastasis jauh
Pembagian stadium berdasarkan klasifikasi TNMnya disusun sebagai berikut seperti pada
tabel 2 berikut ini :
Tabel 2 Stadium KNF
T1 T2a T2b T3 T4
N0 I IIA IIB III IVA
N1 IIB IIB IIB III IVA
N2 III III III III IVA
N3 IVB IVB IVB IVB IVB
M1 IVB IVB IVB IVB IVB
Patofisiologi
Diagnosis
Gold standarnya adalah biopsi (kapan di biopsi?Segera setelah terdeteksi benjolan)
Apa lagi? Anamnesis, pf, pp
Terapi
Penatalaksanaan
1. Radioterapi
2. Kemoterapi
3. Operasi
diseksi leher radikal (jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi) dan nasofaringektomi (paliatif
pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu)
4. Imunoterapi
Prognosis
AKH kecil, hanya 10 tahun setelah kemoradiasi
ANGIOFIBROMA NASOFARING
tumor jinak nasofaring, secara histologis jinak, secara klinis bersifat ganas, karena
mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya. Kaya
pembuluh darah
- terjadi hanya pada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja. (7-21 tahun)
Etiologi
Belum jelas. berbagai macam teori banyak diajukan.
- teori jaringan asal, tempat perlekatan spesifik angiofibroma di dinding posterolateral
atap rongga hidung.
- Faktor ketidakseimbangan hormonal (pertumbuhan yang abnormal dari kondrokartilago
embrional, dimana hormon testosteron berperan dalam terbentuknya hamartomatous
nidus dari jaringan konka inferior yang seharusnya tidak terdapat di nasofaring)
- trauma, inflamasi, infeksi, alergi, dan herediter.
Histopatologi
memiliki lobulus-lobulus, firm, tidak berkapsul, biasanya berwarna merah muda-keabuan
atau ungu-kemerahan. mikroskopis, memiliki pembuluh darah yang berdinding tipis
dengan diameter beragam bergantung dari stroma jaringan ikat yang matang. jaringan
ikat sembab dengan diantaranya didapatkan pembuluh-pembuluh darah lebar, yang
sangat bervariasi dalam besar, bentuk, serta distribusinya. Pada beberapa tempat tampak
adanya pembuluh-pembuluh darah kapiler yang saling berhubungan.
Gejala Klinis
epistaksis yang hebat, pembengkakan wajah, proptosis, dan gejala okular (diplopia
dengan atau tanpa gangguan lapangan pandang)
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Bentuk muka (“frog face”), mata menonjol.
Rinoskopi anterior, didapatkan tumor di bagian belakang rongga hidung.
Fenomena palatum negative.
Rinoskopi posterior, didapatkan tumor di nasofaring merah kebiruan.
Pemeriksaan Tambahan
Ct scan, angiografi, MRI, untuk mengetahui perluasan tumor.
Biopsi tidak dianjurkan mengingat bahaya perdarahan.
Tumor akan tumbuh ekspansif
o Ke lateral : Menutup ostium tuba Eustchius, terjadi oklusi tuba, otitis media.
o Ke anterior : Masuk ke rongga hidung menimbulkan buntu hidung unilateral /
bilateral. Menimbulkan “frog face”. Masuk ke orbita, menyebabkan protrusion bulbi.
o Ke bawah : Mendesak palatum mole, menyebabkan bombans. Masuk ke orofaring,
hipofaring, menyebabkan gangguan menelan dan sesak nafas..
o Ke atas : Mendesak dasar tengkorak, masuk ke rongga tengkorak.
Penatalaksanaan
Terapi Bedah
1. Rhinotomi lateral, transpalatal, transmaksilla, atau melalui spenoethmoidal
digunakan untuk tumor-tumor kecil (Fisch stadium I atau II).
2. Melalui infratemporal fossa digunakan untuk tumor yang sudah melebar ke lateral.
3. Melalui Midfacial degloving, dengan atau tanpa osteotomi LeFort, improves
posterior access to the tumor (gambar 2).
Terapi Hormon: Penghambat reseptor testosteron flutamide
Radioterapi
TUMOR SINONASAL
- keganasan paling banyak terjadi pada sinus maksilaris, diikuti etmoidalis, sfenoidalis,
dan sinus frontalis
- tumor ganas sinonasal yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul
oleh karsinoma yang berdeferensiasi, dan tumor kelenjar.
- 10,1% dari seluruh tumor ganas THT. Rasio penderita laki-laki banding wanita sebesar
2:15.
Etiologi
belum diketahui, diduga beberapa zat hasil industri antara lain nikel, debu kayu, kulit,
formaldehid, kromium, minyak isopropil, dan lain-lain.
Faktor Risiko
tukang kayu, tukang sepatu dan boot, serta pembuat furnitur.
Klasifikasi
1. Tumor Jinak
tersering papiloma skuamosa. Makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler,
padat dan tidak mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau fungiform dan
yang kedua endofitik disebut papiloma inverted. (dibahas di bawah)
2. Tumor Ganas
Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%). Sinus maksila
tersering terkena (65-80%), sinus etmoid (15-25%), hidung sendiri (24%),
3. Invasi Sekunder
antara lain pituitary adenomas, chordomas, karsinoma nasofaring, meningioma, tumor
odontogenik, neoplasma skeleton kraniofasial jinak dan ganas, tumor orbita
Gejala Klinis
1. Gejala nasal
obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekret sering bercampur darah atau terjadi
epistaksis. Tumor yang besar mendesak tulang hidung deformitas hidung. Khas
pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.
2. Gejala orbital
diplopia, protosis, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.
3. Gejala oral
ulkus di palatum /prosesus alveolaris. (mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi
geligi goyah.
4. Gejala fasial
penonjolan pipi, nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus.
5. Gejala intrakranial
sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea,
Terapi
pembedahan radikal diikuti dengan radioterapi postoperatif.
INVERTED PAPILOMA
tumor jinak, tetapi terdapat hiperplasi epitel yang tumbuh dan masuk ke dalam
jaringan stroma di bawahnya untuk kemudian membentuk kripte, dengan membrana
basalis yang tetap utuh.
mampu merusak jaringan sekitar, cenderung kambuh lagi dan dapat menjadi ganas .
Etiologi
belum jelas, terdapat bermacam-macam teori, antara lain: infeksi kronis, virus, polip
HPV 6, 11,16, and 18.
Faktor Resiko
laki-laki: wanita = 3:1. Riwayat sinusitis sebelumnya
Histologi
mirip dengan polip. variasi warna dari merah sampai merah muda pucat. Lebih vaskular
dibandingkan polip.
Gejala Klinis
mirip dengan gejala tumor jinak hidung dan sinus paranasal,
masa tumor mirip dengan polip hidung, tetapi biasanya unilateral.
obstruksi nasal disertai gejala seperti epistaksis, nyeri di hidung, rhinorrhea, proptosis,
dan epifora. Di literature lain disebutkan nyeri pada wajah, diplopia, suara bindeng, facial
pruritus, dan anosmia.
Penatalaksanaan
Tindakan bedah (rhinotomy lateral dengan maxilektomi medial, lateral osteotomy dari
tulang nasal serta midfacial degloving)
Radioterapi (adjuvan)
AMANDAL
TONSILITIS AKUT
Keradangan akut pada tonsil
Biasanya pada anak-anak >> 5 th s.d 10 th
Etiologi
- Streptokokus B hemolitikus group A
- Streptokokus non hemolitikus
- Virus
Anamnesis
- Nyeri menelan hebat anak tidak mau makan
- Tenggorokan terasa kering
- Otalgia nyeri alih
- Panas tinggi kejang
- Nyeri kepala & malaise
Pemeriksaan
- “Plummy voice” suara terdengar spt berisi makanan
- Ptialismus
- Tonsil merah udem dg detritus
- Palatum mole
- Arkus anterior udem & hiperemi
- Arkus posterior
- Pembesaran kelenjar regional yugolodigastrikus & nyeri tekan
Komplikasi
Lokal
- Abses / infiltrat peritonsiler
- Abses parafaring
- Adenitis servikal supuratifa
- Otitis media akut
Sistemik :
- Ginjal : GNA, nefritis
- Persendian : artritis
- Jantung : endokarditis
- Vaskuler : plebitis
Terapi
- Simptomatis
- Istirahat
- Makanan lunak
- Obat kumur
- Analgetika / antipiretik
- Antibiotika : pada penderita dg daya tahan menurun golongan penisilin (5-10 hari)
TONSILITIS KRONIS
Etiologi
Seperti tonsilitis akut
Anamnesis
- Ringan tanpa keluhan sakit tenggorok
- Hebat eksaserbasi akut
- Rasa ada benda asing
- bau mulut
Pemeriksaan
Gambaran klinis bervariasi tergentung bentuk infeksi
- Tonsil hipertropi: tonsil membesar, jaringan parut (+), kripte melebar & eksudat
purulen diantara kripte
- Tonsil atropi : tonsil kecil membentuk lekukan dg tepi hiperemis
- Sekret purulen tipis
- Didapatkan pembesaran kelenjar submandibula tanpa nyeri tekan
- Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dg infeksi kronis / berulang
Komplikasi
seperti tonsilitis akut
Terapi
tonsilektomi
Indikasi Mutlak
1. Corpulmonal karena obstruksi jalan nafas menahun
2. Hipertropi tonsil (adenoid) dg sindroma sleep apneu
3. Hipertropi gangguan makan dg penurunan berat badan yg cepat
4. Biopsi karena curiga keganasan
5. Post abses peritonsiler yg berulang atau abses yg meluas ke jaringan sekitar
Indikasi Relatif
1. Serangan berulang (4-5x /th) walau pemberian terapi sudah adekuat
2. Tonsilitis dg karier a.l : difteri, strep B hemolitikus
3. Hiperplasia tonsil & obstruksi fungsional Hiperplasia & obstruksi yg menetap
setelah infeksi mononukleosis
4. Riwayat demam rematik jantung yg berhubungan dg tonsilitis yg berulang
5. Tonsilitis kronis menetap respon penatalaksanaan medis tidak berhasil
6. Hipertropi tonsil dan adenoid
7. Tonsilitis kronis yg berhubungan dg adenopatia servikal persisten
ADENOIDITIS AKUT
Keradangan akut pada adenoid pada bayi & anak
Etiologi
Streptokokus hemolitikus (50%), Virus
Gambaran Klinis
- Panas badan tinggi kejang
- Hidung buntu bayi menyusu tidak tenang
- Rhinoskopi anterior (kalau terlihat): adenoid udem & hiperemi kadang tertutup sekret
- Biasanya bersama-sama tonsilitis akut
Terapi
- Simptomatis: analgetika / antipiretika
- antibiotika
Komplikasi
- OMA
- Infeksi saluran nafas bawah
ADENOIDITIS KRONIK ADENOID HIPERTROPI
Keradangan berulang / iritasi pada adenoid akibat a/l : rinitis kronis, sinusitis kronis
post nasal drip
Gejala
- Obstruksi nasi shg berakibat : Rinolalia oklusa
- adenoid face
- Nafsu makan menurun
- Sering pilek
- Sering sakit kepala
- Pendengaran berkurang
- Batuk yg sukar sembuh
- Aproseksia nasalis (sukar konsentrasi)
- Rinoskopi anterior : palatum mole penomen (-) / terbatas
Terapi
Adenoidektomi
Indikasi Adenoidektomi
- Obstruksi jalan nafas kronis Nasofaring purulen kronis walaupun dg terapi adekuat
- Otitis media serosa
- Otitis media supuratifa akut yg rekuren penatalaksanaan medis (-)
- Otitis media supuratifa kronik
- Curiga keganasan nasofaring
FARINGITIS
SPESIFIK
FARINGITIS
LUETIKA
ATROFI
KRONIS
NON SPESIFIK
AKUT
HIPERPLASTIK
FARINGITIS AKUT, KRONIS HIPERPLASTIK DAN ATROFI
AKUT HIPERPLASTIK ATROFI
Penyebab Streptococcus β
hemoliticus, S viridan, S
piogenes. Virus influenza,
adenovirus, ECHO
Predisposisi: rinitis kronis,
sinusitis, iritasi kronis
(rokok, alkohol), hidung
sumbat nafas lwt mulut
Rinitis atrofi
Gejala Nyeri tenggorok, disfagia,
demam, mual, kel limfa
leher >>,
Faring hiperemi, edem
Dind posterior bergranula
Tenggorok gatal dan kering
Batuk bereak
Tenggorok kering dan tebal
Mulut berbau
Mukosa faring ditutupi
lendir kental, bila diangkat
mukosa kering
Terapi Analgetik
Antibiotik
Kaustik (Nitrat argenti,
elektrokauter)
Obat kumur, obat batuk
Obati rinitis atrofi
Obat kumur, hiegene mulut
TB
FARINGITIS LUETIKA DAN TUBERKULOSA
LUETIKA T Pallidum TB
Gejala Primer: bercak keputihan rongga mulut –
faring, ulkus, kel mandibula >> nyeri(-)
Sekunder: eritema
Tertier: guma
Nyeri hebat tenggorok, otalgia,
kel servikal >>
BTA (+)
Terapi Penisilin dosis tinggi Terapi TB
SERAK - SESAK
Obstruksi Laring
Keadaan darurat
Anak-anak mudah terjadi karena
1. Adanya jaringan ikat kendor è udem >> Umur < 1 th è udem 1mm è lumen
mengecil sp 50%, sedangkan dewasa 20%
2. Lumen glotis kecil
3. Tulang rawan & trakea lunak
Gejala
1. Stridor inspiratoar
2. Sesak nafas
3. Retraksi waktu inspirasi
4. Gelisah
5. Pucat è sianosis (hipoksia)
4 Stadium Jackson
Stadium I
• Retraksi supra sternal
• Stridor inspiratoar
• Penderita tampak tenang
Stadium II
• Stridor inspiratoar
• Retraksi supra sternal
• Retraksi epigastrial
• Mulai gelisah
Stadium III
• Stridor inspiratoar
• Retraksi suprasternal
• Retraksi supra klavikula
• Retraksi infra klavikula
• Retraksi epigastreal
• Retraksi interkostal
• Gelisah & sesak
Stadium IV
• Seperti stadium III tetapi lebih berat
• Sangat gelisah è berusaha nafas
• Tampak ketakutan
• Sianosis
• Setelah gelisah è tenang è sianosis è kesadaran menurun
LARINGITIS AKUT (NON SPESIFIK)
Penyebab
• Banyak bicara :
– Bicara keras (teriak)
– Penyalahgunaan suara = “vokal abuse”
• Faktor eksogen :
– Asap rokok
– Debu
– alkohol
• Faktor endogen : iritasi post nasal drip
Gejala
• Suara parau è afoni
• Tenggorokan gatal, kering è sakit waktu bicara
• Subfibril
• Korda vokalis merah dan udem
Terapi
• Self limiting disease
• Vokal rest
• antibiotika
LARINGITIS KRONIK SPESIFIK
1. Laringitis TBC
2. Laringitis luetika
3. Laringits G O
4. Laringitis AIDS
Terapi sesuai etiologi