LBM 2 MODUL MUSKULOSKELETAL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

free

Citation preview

STEP 1 1. HipestasiBerkurang kepekaan kulit terhadap sentuhan 2. Reflek FisologiAktivitas motorik spontan spesifik merupakan jawaban reseptor yang adekuat terhadap reseptor saraf tidak disadari (fungsi tubuh)3. Reflek PatologisReflek terhadap rangsangan abnormalitas tubuh4. Pemeriksaan Sensorik dan motorik Pemeriksaan dilakukan dengan tujuan mengetahui kepekaan tubuh menanggapi rangsangan, biasaya menggunakan palu reflek dan dipengaruioleh beberapa faktorSensorik (pemeriksaan saraf)Motorik (otot)

STEP 21. Mengapa bisa hipestasi pada pasien?2. Mengapa kedua lengan dan tungkai mengalami kelemahan?3. Mengapa laki-laki tersebut dapat terjadi penurunan reflek fisiologis?4. Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?5. Apakah etiologi kasus diatas?6. Apakah diagnosis dan dd skenario diatas?7. Apasajakah macam-macam reflek fisiologis dan patologis?8. Bagaimanakah penatalaksaannya?9. Apasaja macam-macam motorik neuron dan kasus initermasuk apa? 10. Bagaimanakah patogenesis dari kelainan pada skenario?11. Apasajakah faktor-faktor yang memperberat keadaan?12. Bagaimanakah derajat dari kontraksi otot?STEP 3 1. Mengapa kedua lengan dan tungkai mengalami kelemahan? Aktivitas berat berhenti atropi Cedera tidak menggunakan tungkai jangka lama kelemahan tonus otot dan alat gerak kelumpuhan Cedera luka infeksi masuk Penghambatan aliran darah suplai oksigen berkurang *Klasifikasi umn (bagian ekstremitas atas) dan lmn (ekstremitas bawah)

kontraksi otot yang kuat dan lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Sebagian besar kelelahan otot itu diakibatkan oleh ketibakmampuan proses kontraksi dan metabolisme serabut-serabut otot untuk terus memberikan hasil kerja yang sama. Tapi percobaan2 juga telah menunjukkan bahwa transmisi sinyal saraf melalui taut neuromuskular dapat berkurang setidaknya dlm jumlah kecil setelah aktivitas otot yang lama dan intensif, sehingga mengurangi kontraksi otot lebih lanjut. Hambatan aliran darah yang menuju otot yang sedang berkontraksi menyebebkan kelelahan otot yang hampir sempurna selama 2menit karena kehilangan suplai makanan, terutama kehilangan oksigen.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall

Kerusakan myelin pada GBS menyebabkan adanya gangguan fungsi saraf perifer, yakni motorik, sensorik, dan otonom. Manifestasi klinis yang utama adalah kelemahan motorik yang bervariasi, dimulai dari ataksia sampai paralisis motorik total yang melibatkan otot-otot pernafasan sehingga menimbulkan kematian. Awalnya pasien menyadari adanya kelemahan pada tungkainya, seperti halnya kaki karet, yakni kaki yang cenderung tertekuk (buckle), dengan atau tanpa disestesia (kesemutan atau kebas). Umumnya keterlibatan otot distal dimulai terlebih dahulu (paralisis asendens Landry),1 meskipun dapat pula dimulai dari lengan. Seiring perkembangan penyakit, dalam periode jam sampai hari, terjadi kelemahan otot-otot leher, batang tubuh (trunk), interkostal, dan saraf kranialis. Pola simetris sering dijumpai, namun tidak absolut. Kelemahan otot bulbar menyebabkan disfagia orofaringeal, yakni kesulitan menelan dengan disertai oleh drooling dan/atau terbukanya jalan nafas, serta kesulitan bernafas. Kelemahan otot wajah juga sering terjadi pada GBS, baik unilateral ataupun bilateral; sedangkan abnormalitas gerak mata jarang, kecuali pada varian Miller Fisher. Gangguan sensorik merupakan gejala yang cukup penting dan bervariasi pada GBS. Hilangnya sensibilitas dalam atau proprioseptif (raba-tekan-getar) lebih berat daripada sensibilitas superfisial (raba nyeri dan suhu).1 Sensasi nyeri merupakan gejala yang sering muncul pada GBS, yakni rasa nyeri tusuk dalam (deep aching pain) pada otot-otot yang lemah, namun nyeri ini terbatas dan harus segera diatasi dengan analgesik standar. dan arefleksia. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu umumnya ringan; bahkan Disfungsi kandung kencing dapat terjadi pada kasus berat, namun sifatnya transien; bila gejalanya berat, harus dicurigai adanya penyakit medulla spinalis. Tidak dijumpai demam pada GBS; jika ada, perlu dicurigai penyebab lainnya. Pada kasus berat, didapati hilangnya fungsi otonom, dengan manifestasi fluktuasi tekanan darah, hipotensi ortostatik, dan aritmia jantung.

dr Widodo Judarwanto SpA, Children Allergy clinic dan Picky Eaters Clinic Jakarta.https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-syndrome-gbs-patofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/

2. Mengapa bisa hipestasi pada pasien? Kelainan saraf karena antigen sehingga tidak dapat menyampaikan impuls Virus poliomielitis predileksi sel sel kornu anterior sumsum tulang belakang dan batang otak kerusakan sel-sel saraf Potensi aksi gangguan tdk membuka dhp reseptor -> RES tdk keluar tdk berikatan dengan troponin c tidak terjadi ikatan miosin dan aktin 3. Mengapa laki-laki tersebut dapat terjadi penurunan reflek fisiologis? Reflek fisiologi = lengkung reflek (neuron efeeren, radik dorsal, kornu anterior, kornu posterio, radiks ventarl, neuron aferen )terganggu Kerusakan LMN hiporeflek atau areflek*Derajat refleks 0 areflek1 hiporeflek2 normal3 hipereflek 4 hipereflek + klonus4. Apakah diagnosis dan dd skenario diatas? SGB ( Sindrom Guillain Barre) Karena manifestasi skenario tanpa kelemahan dan tidak disertai demamLMN reflek patologis (-) Miastenia gravisKelemana otot = Autoimun neuromuskular tidak berfungsi *tanda- tanda = kelopak mata normal dan abnormal (layu) , tidak ada demam dan menyerang usia 20 40 tahun, kerusakan dimana? Polio myelitisVirus polio miellitisInfeksi sehingga ada deman 1-3 hari , yang diserang kornu anterior dan medula spinallis (motorik), *virus masuk melewati apa? Kelumpuhan ekstremitas Stroke Chikungunya, parasitnya apa? Bakteri bisa tidak?

SGB DefinisiAdalah suatu demielinasi polioneuropati akut, dengan gambaran utama yaitu paralisis motorik asendens secara primer, dengan berbagai gangguan fungsi sensorik.Price,Sylvia A., Lorraine M.Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol.2 ed.6. Jakarta:EGC. EtiologiAkibat tersering dari penyakit ini adalah kejadian pencetus (virus atau proses inflamasi) merubah sel pada sistem syaraf, sehingga sistem imun mengenali sistem tersebut sebagai sel asing. Price,Sylvia A., Lorraine M.Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol.2 ed.6. Jakarta:EGC. PatogenesisAkibat tersering dari penyakit ini adalah kejadian pencetus (virus atau proses inflamasi) merubah sel pada sistem syaraf, sehingga sistem imun mengenali sistem tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T yang tersensitasi dan makrofag akan menyerang myelin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit B untuk menghasilkan antibodi yang menyerang bagian tertentu dari selubung myelin, menyebabkan kerusakan myelin, Akibatnya adalah cedera demielinasi ringan hingga berat yang mengganggu kondisi impuls dalam syaraf perifer yang terserang. Perubahan patologi mengikuti pola yang tetap : infiltrasi limfosit terjadi pada ruang perivaskular yang berdekatan denan syaraf tersebut dan menjadi focus degenerasi myelin. Pada beberapa kasus, akson syaraf memperlihatkan bukti degenerasi wellerian yang menunjukkan beberapa lesi akson proksimal yang menyebabkan degenerasi akson dan mielindistal di dalamnya. Sel kornu anterior medulla spinalis dan nucleus motorik syaraf kranialis dapat juga terkena sebagai perluasan inflamasi secara prksimal dari akson syaraf perifer.Apabila sel syaraf tubuh tidak rusak, dapat terjadi regenerasisyaraf perifer dengan pemulihan fungsi motorik, Namun, bila sel tubuh neuron motorik bagian bawah mati akibat respon peradangan agresif, maka regenerasi syaraf tidak terjadi, atrofi pada otot terserang, dan penyembuhan tidak sempurna.Price,Sylvia A., Lorraine M.Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol.2 ed.6. Jakarta:EGC. PatofisiologiAkibat tersering dari penyakit ini adalah kejadian pencetus (virus atau proses inflamasi) merubah sel pada sistem syaraf, sehingga sistem imun mengenali sistem tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T yang tersensitasi dan makrofag akan menyerang myelin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit B untuk menghasilkan antibodi yang menyerang bagian tertentu dari selubung myelin, menyebabkan kerusakan myelin, Akibatnya adalah cedera demielinasi ringan hingga berat yang mengganggu kondisi impuls dalam syaraf perifer yang terserang. Perubahan patologi mengikuti pola yang tetap : infiltrasi limfosit terjadi pada ruang perivaskular yang berdekatan denan syaraf tersebut dan menjadi focus degenerasi myelin. Pada beberapa kasus, akson syaraf memperlihatkan bukti degenerasi wellerian yang menunjukkan beberapa lesi akson proksimal yang menyebabkan degenerasi akson dan mielindistal di dalamnya. Sel kornu anterior medulla spinalis dan nucleus motorik syaraf kranialis dapat juga terkena sebagai perluasan inflamasi secara prksimal dari akson syaraf perifer.Apabila sel syaraf tubuh tidak rusak, dapat terjadi regenerasisyaraf perifer dengan pemulihan fungsi motorik, Namun, bila sel tubuh neuron motorik bagian bawah mati akibat respon peradangan agresif, maka regenerasi syaraf tidak terjadi, atrofi pada otot terserang, dan penyembuhan tidak sempurna.Price,Sylvia A., Lorraine M.Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol.2 ed.6. Jakarta:EGC.GBS harus dibedakan dari kondisi medis lainnya dengan gejala kelemahan motorik subakut lainnya, antara lain sebagai berikut:1. Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas; selain itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.2. Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski3. Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.4. Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang terinfeksi.13 Gejala dimulai dengan diplopia13 disertai dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.5. Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit.6. Porfiria intermiten akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak, namun pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum asam aminolevulinik delta.7. Neuropati akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS.8. Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hamper sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks tendon akan menghilang.9. Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.10. Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.

dr Widodo Judarwanto SpA, Children Allergy clinic dan Picky Eaters Clinic Jakarta.https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-syndrome-gbs-patofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/

5. Apakah etiologi kasus diatas?*SGB EtiologiBeberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:1. Infeksi2. Vaksinasi3. Pembedahan4. Penyakit sistematik: Keganasan Systemic lupus erythematosus Tiroiditis Penyakit Addison (Japardi Iskandar.2002.Sindroma Guillai- Barre.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf. diakses tanggal 18 Juli 2010)

6. Bagaimanakah patogenesis dari kelainan pada skenario? Patogenesis/patofisiologiImunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus. (Japardi Iskandar.2002.Sindroma Guillai- Barre.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf. diakses tanggal 18 Juli 2010)

7. Apasajakah macam-macam reflek fisiologis dan patologis? Refleks fisologis Reflek tendo patella Reflek tendo Achilles Reflek Biceps, triceps, Radialis, UlnarisREFLEK PATOLOGIS Refleks babinsky (telapak kaki lateral, posterior anterior (+) fleksi ibu jari abduksi lateral ke 4 jari lainnya Reflek Cadhoks (maeolus lateral digores posteror anterior Reflek Tromer (pada jari tengan dicolek Refles hoffmen (pada tangan kuku tengah digores fleksi jari tengah Refleks oppenhain (os. Tibia digores) Refleks Gordon (Betis ditekan flekasi ibu hari dan abduksi lateral 4 ibu jari Reflek Schafer ( Ditekan pada bagian tendo achilles) Reflek Gonda (fleksi maksimal jari ke 4 pada kaki) Reflek Rossolimo (pengetukan jari ke 4 dengan Reflek Mendelbechthrew (pengetukan pada dorsum pedis)

a. Refleks superficial Refleks dinding perut :Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medialRespon : kontraksi dinding perut

Refleks cremasterCara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawahRespon : elevasi testes ipsilateral Refleks glutealCara : goresan atau tusukan pada daerah glutealRespon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

b. Refleks tendon / periosteum Refleks Biceps (BPR):Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.Respon : fleksi lengan pada sendi siku

Refleks Triceps (TPR)Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasiRespon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

Refleks Periosto radialisCara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasiRespon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis

Refleks PeriostoulnarisCara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus

Refleks Patela (KPR)Cara : ketukan pada tendon patellaRespon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

Refleks Achilles (APR)Cara : ketukan pada tendon achillesRespon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

Refleks Klonus lututCara : pegang dan dorong os patella ke arah distalRespon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung

Refleks Klonus kakiCara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung

c. Refleks patologis BabinskyCara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anteriorRespon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya ChadockCara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anteriorRespon : seperti babinsky

OppenheimCara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distalRespon : seperti babinsky

GordonCara : penekanan betis secara kerasRespon : seperti babinsky

SchaeferCara : memencet tendon achilles secara kerasRespon : seperti babinsky

GondaCara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4Respon : seperti babinsky

StranskyCara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5Respon : seperti babinsky

RossolimoCara : pengetukan pada telapak kakiRespon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal

Mendel-BeckhterewCara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideumRespon : seperti rossolimo

HoffmanCara : goresan pada kuku jari tengah pasienRespon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi

TrommerCara : colekan pada ujung jari tengah pasienRespon : seperti hoffman

LeriCara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atasRespon : tidak terjadi fleksi di sendi siku

MayerCara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tanganRespon : tidak terjadi oposisi ibu jarid. Refleks primitif Sucking refleksCara : sentuhan pada bibirRespon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu

Snout refleksCara : ketukan pada bibir atasRespon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung Grasps refleksCara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasienRespon : tangan pasien mengepal

Palmo-mental refleksCara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenarRespon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC

8. Apasaja macam-macam motorik neuron dan kasus ini termasuk apa? UMN Upper motor neuron (ssp)Respon fisologis (+)Tonus otot (+)Stroke, meningitis LMN Lower motor neuron (sistem saraf perifer)Polio Tonus otot (-)*batas-batasnya

9. Apasajakah faktor-faktor yang memperberat keadaan?SGB 10. Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan? ua. Derajat reflek 0 areflek 1 hiporeflek 2 normal 3 hipereflek 4 hipereflek + klonus (gerakan berulang)b. Pemeriksaan c. Cairan serebrospinal (CSS) Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit mononuclear/mmd. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG) Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.e. EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.f. Pemeriksaan darah Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala.g. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.h. Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.i. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).j. Pemeriksaan patologi anatomi, umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.

11. Bagaimanakah penatalaksaannya?Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda tanda vital. 1) Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebab paralisa yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi dan vasoaktive juga harus disiapkan . 1,4)Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa diberikan medikamentosa. 1)Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa steroid. 1) Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan.4,12)Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE 1,4,12)Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg. 1,3, 4,7,12)Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot setelah paralisa. 4,6,12)Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk mencegah terjadinya trombosis .11)

Sindroma Guillain-Barre (SGB) dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien diatasi di unit intensif care. Pasien yang mengalami masalah pernapasan memerlukan ventilator yang kadang-kadang dalam waktu yang lama. Plasmaferesis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksi antibiotik kedalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada pasien dan demielinasi. Diperlukan pemantauan EKG kontinu untuk kemungkinan perubahan kecepatan atau ritme jantung. Disritmia jantung dihubungkan dengan keadaan abnormal autonom yang diobati dengan propanolol untuk mencegah takikardi dan hipertensi. Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode bradikardi selama penghisapan endotrakheal dan terapi fisik.

12. Bagaimanakah derajat dari kontraksi otot?0 Tidak dapat gerak1 gerakan sedikit2 menggeser3 mengangkat tapi jatuh4 melawan gravitasi tidak jatuh diberi tahanan jatuh5 normal *Jenis- jenis ototOtot lurik:

Di dekatnya ada persarafan, volunteer, filamen aktin dan myosin teratur sehingga membentuk gurat-gurat melintang yang teratur, pita I terang, pita A gelap, inti di perifer, epimisium (keseluruhan otot rangka)-perimisium(berkas serat otot rangka)-endomisium(serat otot), motor end plate(taut neuromuskular):tempat impuls dipindahkan dari akson ke serat otot rangka.Ujung terminal akson: vesikel yang mengandung transmitter asetilkolin. Impuls akson terminal vesikel sinaps menyatu reseptor asetilkolin serat otot terangsang kontraksi. (Eroschenko Victor P.2003.Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Otot polos:

Satu inti dipusat, organ visceral dan pembuluh darah, tersusun melingkar, mengendalikan tekanan dengan mengubah diameter pembuluh, involunter.(Eroschenko Victor P.2003.Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Otot jantung:

Di dalam dinding dan septa jantung, gurat-gurat melintang, saraf otonom dan hormone, ritmis, involunteer, satu atau dua inti di tengah, ujung terminal serat-serat otot membentuk diskus interkalaris (tautan end to end), diskus interkalaris mengikat dan menggabungkan semua serat otot jantung penyebaran cepat stimuli kontraksi seluruh muskulatur jantung.(Eroschenko Victor P.2003.Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)