42
1. Kenapa ditemukan ada demam tidak terlalu tinggi, mual muntah dan urin berwarna seperti teh ? Primary Care Medicine: Office Evaluation and Management of the Adult Patient Ada berbagai sumber masukan ke pusat muntah:

Lbm 2 Enterohepatk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SGD entero

Citation preview

1. Kenapa ditemukan ada demam tidak terlalu tinggi, mual muntah dan urin berwarna seperti teh ?

Primary Care Medicine: Office Evaluation and Management of the Adult Patient

Ada berbagai sumber masukan ke pusat muntah:

Zona memicu chemoreceptor dasar ventrikel keempat telah banyak dopamin D2reseptor 5-HT3reseptor serotonin, reseptor opioid, reseptor asetilkolin dan reseptor untuk zat P. rangsangan dari reseptor yang berbeda yang terlibat dalam berbeda jalur menuju emesis, di jalur umum akhir substansi p tampaknya menjadi terlibat.

Sistem vestibular yang mengirimkan informasi ke otak melalui saraf kranial VIII (vestibulocochlear saraf). Ini memainkan peran besar dalam mabuk dan kaya muscarinic reseptor dan reseptor1H histamin.

Saraf kranial X (vagus saraf), yang diaktifkan bila faring jengkel, menuju refleks muntah.

Vagal dan enterik sistem saraf masukan yang mengirimkan informasi mengenai keadaan sistem pencernaan. Iritasi mukosa GI oleh kemoterapi, radiasi, distention, atau gastroenteritis infeksi akut mengaktifkan reseptor 5-HT3input ini.

CNS menengahi muntah timbul dari gangguan kejiwaan dan stres dari otak lebih tinggi pusat.

Despopoulos & Silbernagl. 2003. Color Atlas Of Physiology Chapter 9. Elsevier: Philadelpia

Pathophysiology Mual

Ada sejumlah emesis aktivator yang tergantung lokasi anatomis

Emesis aktifator yang beredar dalam darah yang bisa berupa: cytokine obat2an dan toxin yang akan diintrepretasi dalam daerah postrema

Saraf2 cranial akan memicu emesis apa bila Gag Komplex diaktifkan dengan rangsangan pada oesophagus

Apa bila sudah diaktifasi, akan segera dilakukan koordinasikan diantara nucleus tractus solitarius, dorsal vagal dan phrenic nuclei,and medullary nuclei

Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Ed, 2008

Pathophysiology, the biological basis for Disease in Adults and Children 5th Ed, 2006

Mual : Saat terjadi peradangan lambung/ada rangsangan tubuh merangsang pengeluaran zat (vas aktif) permeabilitas kapilier pembuluh darah naik menyebabkan lambung menjadi edema (bengkak) dan merangsang reseptor tegangan dan merangsang hypothalamus untuk mual.

Muntah adalah pengusiran paksa gastrointestinal isi melalui kerongkongan dan mulut. Ini terjadi ketika reseptor dirangsang yang berkontribusi impuls ke pusat muntah di otak. Muntah terjadi setelah adanya rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah (vomiting center, VC) atau pada zona pemicu kemoreceptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ) yang berada di sistim syaraf pusat (central nervous system). Pusat-pusat koordinasi muntah ini dapat diaktifkan oleh berbagai cara. Pusat muntah(postrema) menerima input dari : 1. Peregangan atau irritan reseptor di dalam perut (lambung berlebihan menanggapi distensi atau mencerna iritasi atau emetics)2. Chemoreceptor pemicu di lantai keempat ventrikel otak (menanggapi kenaikan ICP)3. Reseptor mekanis di tenggorokan4. Vestibular aparat (bertanggung jawab atas perjalanan / motion sickness)Muntah yang terjadi karena stress fisiologis, berlangsung karena adanya sinyal yang dikirimkan melalui lapisan otak luar dan limbic system ke pusat muntah (VC). Muntah yang berhubungan dengan gerakan terjadi jika VC distimulasi melalui sistim pengaturan otot (vestibular atau vestibulocerebellar system) dari labirin yang terdapat pada telingan bagian dalam. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal (jaringan syaraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ. Ujung syaraf dan syaraf-syaraf yang ada didalam saluran pencernaan merupakan penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung dan tertundanya proses pengosongan lambung.Ketika pusat muntah (VC) distimulasi, maka motor dari cascade akan bereaksi menyebabkan muntah. Kontraksi non peristaltic didalam usus halus meningkat, gallbladder berkontraksi dan sebagian isi dari usus dua belas jari masuk kedalam lambung. Kondisi ini diikuti dengan melambatnya gerakan peristaltik yang akan mendorong masuknya isi usus halus dan sekresi pankreas kedalam lambung dan menekan aktivitas lambung. Sementara itu, otot-otot pernapasan akan berkontraksi untuk melawan celah suara yang tertutup, sehingga terjadi pembesaran kerongkongan. Pada saat otot perut (abdominal) berkontraksi, isi lambung akan didorong masuk kedalam kerongkongan. Relaksasi dari otot-otot perut memungkinkan isi kerongkongan masuk kembali kedalam lambung. Siklus dari muntah-muntah berlangsung cepat sampai semua isi lambung yang masuk ke kerongkongan dikeluarkan semua. Pada kondisi muntah juga terjadi peningkatan pro-duksi air ludah, peningkatan kecepatan pernapasan dan detak jantung serta pelebaran pupil mata.

(mekanisme : Lambung memberikan sinyal ke zona kemoreseptor oleh system syaraf aferen en s. simpatis kontraksi antiperistaltik makanan kembali ke duodenum en lambung setelah masuk ke usus banyak terkumpul makanan di lambung mengganggu kerja lambung en duodenum duodenum teregang kontraksi kuat diafragma en otot dinding abdominal tekanan di dalam lambung tinggi terjadi bernafas yang dalam en naiknya tulang lidah serta laring untuk menarik sfingter esophagus bagian atas supaya terbuka Sfingter bagian bawah berelaksasi en pengeluaran isi lambung melalui esophagus makanan keluar)

Pusat mual di formasio retikularis medulla oblongata.

Dari pusat muntah, impuls motorik mentransmisikan melalui jalur saraf kranialis V, VII, IX, X, XII ke GIT (Gastrointestinal Tractus) bagian atas melalui saraf vagus dan simpatis ke GIT yang lebih bawah, dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen.

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).

Mekanisme Demam

Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNF (Tumor Necrosis Factor ), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh

(Ganong, 2002).

Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNF, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006)

2. Apa hubungan kebiasaan mahasiswa suka makan dijalan dengan keluhannya ?

As HAV is abundantly excreted in faeces, and can survive in the environment for prolonged periods of time, it

is typically acquired by ingestion of faeces-contaminated food or water. Direct person-to-person spread is

common under poor hygienic conditions.22

Occasionally, HAV is also acquired through sexual contact (anal-oral) and blood transfusions.22

Stability

HAV has no lipid envelope and is stable when excreted from the infected liver to the bile to enter the

gastrointestinal tract. It has been found to survive in experimentally contaminated fresh water, seawater,

wastewater, soils, marine sediment, live oysters, and creme-filled cookies.

HAV is extremely resistant to degradation by environmental conditions, a property that allows its

maintenance and spread within populations.18, 22, 39, 40

HAV is resistant to: thermal denaturation (survives at 70C for up to 10 min)

acid treatment (pH 1 for 2 h at room temperature), 20% ether, chloroform,

dichlorodifluoromethane, and trichlorotrifluoroethane

perchloracetic acid (300 mg/l for 15 min at 20C)

detergent inactivation (survives at 37C for 30 min in 1% SDS)

storage at 20C for years

HAV is inactivated by: heating to 85C for 1 min

autoclaving (121C for 20 min)

ultraviolet radiation (1.1 W at a depth of 0.9 cm for 1 min)

formalin (8% for 1 min at 25C)

-propriolactone (0.03% for 72 h at 4C)

potassium permanganate (30 mg/l for 5 min)

iodine (3 mg/l for 5 min)

chlorine (free residual chlorine concentration of 2.0 to 2.5 mg/l for 15 min)

chlorine-containing compounds (3 to 10 mg/l sodium hypochlorite at 20C for 5 to

15 min)

shellfish from contaminated areas should be heated to 90C for 4 min or steamed

for 90 sec

HAV is primarily transmitted by the fecal-oral route, either by person-to-person contact or by ingestion of contaminated food or water. Asymptomatic and nonjaundiced HAV-in fected persons, especially children, are an important source of

HAV transmission [12]

Transmission due to contamination of food at the point of sale or service

Transmission due to contamination of food during growing, harvesting, processing, or distribution.

Transmission due to exposure to contaminated water.

Waterborne outbreaks of hepatitis A are unusual in developed countries. Water treatment processes and dilution within mu nicipal water systems are apparently sufcient to render HAV

noninfectious, although no studies have demonstrated which specic treatment processes are the most effective. Outbreaks of hepatitis A among persons who use small private or com

munity wells or swimming pools have been reported, and con tamination by adjacent septic systems has been implicated as the source of contamination [4953]. Although the potential

for hepatitis A outbreaks after ooding-related sewage contamination of potable water sources is recognized, no such incidents have been reported in the United States in several decades

Hepatitis A Transmitted by Food

Anthony E. Fiore

Division of Viral Hepatitis, Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta

http://www.cdc.gov/hepatitis/PDFs/fiore_ha_transmitted_by_food.pdf

3. Mengapa ditemukan nyeri tekan kuadran atas, hepatomegaly, sclera ikterik pada pasien ?

Three pathogenetic forms of jaundice are recognized clinically (Fig. 13-1):

& Prehepatic hemolytic jaundice: Bilirubin is predominantly in an unconjugated form.

& Hepatic jaundice: Bilirubin is partially in a conjugated and partially in an unconjugated form.

& Posthepatic obstructive jaundice: Bilirubin is mostly in a conjugated form.

Secara klinis hiperbilirubinemia terlihat sebagai gejala kuning atau ikterus, yaitu pigmentasi kuning pada kulit dan sklera. Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilrubin serum melebihi 34 hingga 43 mol/L (2,0 hingga 2,5 mg/dL), atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal; namun demikian, gejala ini dapat terdeteksi dengan kadar bilirubin yang lebih rendah pada pasien yang kulitnya putih dan yang menderita anemia berat. Sebaliknya, gejala ikterus sering tidak terlihat jelas pada orang-orang yang kulitnya gelap atau yang menderita edema. Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap, yang terjadi akibat ekskresi bilirubin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukuronid. Pada ikterus yang mencolok, kulit dapat berwarna kehijauan karena oksidasi sebagian bilirubin yang beredar menjadi biliverdin. Efek ini sering terlihat pada kondisi dengan hiperbilirubinemia terkonjugasi berlangsung lama tau berat seperti sirosis. Gejala lain dapat muncul tergantung pada penyebabnya, misalnya:

1. peradangan hati (hepatitis) bisa menyebabkan hilangnya nafsu makan, mual muntah, dan demam 32. Penyumbatan empedu bisa menyebabkan gejala kolestasis

Sumber : Horrison Ilmu Penyakit Dalam

MEKANISME PATOFISIOLOGIK KONDISI IKTERUS.

Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :

1.Pembentukan bilirubin secara berlebihanPeproduksi bilirubin beban hepatosit > tdk semuanya ditangkap

2.Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hatiGgn Uptake+ transport bilirubin .Dlm plasma bilirubin terikat oleh albumin .Albumin rendah perberat ikterus .

contoh pada neonatus

3. Gangguan konjugasi bilirubinGgn proses konjugasi dlm hepatosit akibat berkurangnya enzim gluksidase.

Contoh : Sindroma Gilbert, Crigler-Najjar

Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.

Ggn ekskresi bilirubin, dr hepatosit sampai sal empedu

Contoh : Hepatoseluler & penyakit obstruksi sal empedu

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.

Patofisiologi vol 1, Sylvia & Wilson, EGC

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1 EdisiIV)

Ikterus (jaundice) adalah diskolorasi kuning pd kulit dan sklera mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian SDM.

(Patofisiologi, elizabeth J. Corwin, BSN, PhD)

ikterus : bila bilirubin bebas atu dikonjungasu tertimbun di dalam darah, sehingga kulit, sklera, dan membrana mukosa berubah menjadi kuning. Dan biasanya dapat dideteksi bila bilirubin plasma total lebih dari 2 mg/dL

Fisiologi Kedokteran. Ganong. EGC

Ikterus : gejala kuning karena pigmen empedu yang dapat terlihat pada plasma, kulit, selaput lendir penderita. Sering gejala ikterus merupakan satu-satunya manifestasi penyakit hati.

Patologi. FKUI

Sedangkan warna mata yang kuning terjadi karena adanya B yang meningkat dan larut dalam mukosa di sklera mata (dinding sel tersusun atas lemak) atau kadar B yang berlebih sehingga akhirnya keluar dari pembuluh darah masuk ke ekstrasel (jaringan ikat dan jaringan longgar mata).

SUMBER : Baron D.N., 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik Edisi4. Jakarta : EGC

Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

Derajat

Daerah ikterus

Perkiraan kadar bilirubin

I

Kepala dan leher

5 mg%

II

Sampai badan atas (atas umbilikalis)

9 mg%

III

Sampai badan bawah (bawah umbilicus) hingga tungkai atas (atas lutut)

11,4mg%

IV

Lengan, tungkai bawah lutut

12,4mg%

V

Telapak tangan dan kaki

16mg%

Sumber : patofisiologi Sylvia-wilson. Vol 1

Sedangkan warna urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya peningkatan bilirubin dan urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke pembuluh darah menuju ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukkan urin normal tapi karena kadarnya yang meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang akhirnya urin menjadi merah kecoklatan

Sumber : patofisiologi Sylvia-wilson. Vol 1

Ruptur kanalikulus dapat menyebabkan ekstravasasi empedu ke dalam sinusoid, yang cepat difagositosis oleh sel kupffer.

SUMBER : Patologi Anatomi, Robin Kumar

ikterus hemolitik / prehepatik

ditemukan pada penyakit yang disertai dengan hemolisis eritrosit, misal :

anemia hemolitik didapat

sickle cell anemia

malaria

thalasemia

keracunan, dsb

pada penyakit ini terdapat bilirubin indireck yang meningkat akibat pembentukan yang berlebihan sehingga sel hati tidak dapat mengolahnya

ikterus hepatoseluler / parenchym/hepatal

ditemukan pada penyakit yang disertai dengan kerusakan hati, misal :

hepatitis virus

penyakit weil

keracunanm, dll

yang meninggi adalah B1 dan B2; B1 meninggi karena fungsi sel hati terganggu; B2 meninggi akibat glukuronil transferase dan UDPGA (uridine diiphosphoglucuronic acid) yang keluar dari sel hati mati

ikterus obstruktif / posthepatik/posthepatal

biasanya disebabkan oleh batu, radang atau neoplasma, misal :

batu dalam duktus choledochus

cholangitis

tumor saluran empedu, dsb

Patologi. FKUI

Ikterus pra hepatic

Penyebab utama pra hepatic adalah hemolitik misalnya terjadi akibat destruksi eritrosit scr autoimun.

Dalam keadaan ini terdapat produksi bilirubin yg berlebihan dr Hb yg dilepaskan oleh eritrosit .Krn bilirubin yg berlebihan tersebut tidak terkonjugasi dan tidak dapat diekresi dlm urine, shg pada ikterus pra hepatic warna urine masih normal.

Ikterus intra hepatic

kelainan hepatic dg gambaran ikterus antara lain :

hepatitis virus acute

hepatitis alcoholic

cedera hepar krn obat obatan

pd kehamilan : kolestasis intrahepatic dan perlemakan hepar acute

sirosis dekomperasi

dalam keadaan ini terdapat timbunan bilirubin dlm hepar (kolestasis intrahepatic), bilirubin yg berlebihan ini terutama dlm bentuk bilirubin terkonjugasi yg larut dlm air dan diekresi dlm urine menyebabkan berwarna gelap

Ikterus post hepatic

seperti juga pd penyebab intrahepatic, beberapa diantara penyebab post hepatic mempengaruhi scr langsung pengaliran biliaris , misalanya sirosis biliaris primer

obstruksi biliaris mmenyebabkan pigmen empedu berkurang

Patologi, edisi 2 J.E.Underwood)

Macam icterus ?

Prehepatik : pembentukan bilirubin albumin plasma rendah

Intrahepatic : masalah pada konjugasi

Post hepatic : masalah pada ekskresi bilirubin

Fisiologis : asimptomatik

Patologis : peningkatan bilirubin, ada obstruksi

Kenikterik : bisa tiba-tiba mati

4. Apa saja factor predisposisi dalam scenario ?

5. DD dari scenario ?

Pathogenesis of HAV Infection

The degree of hepatic injury during HAV infection depends upon the host's immune response to the virus and is considered a biphasic process.10In the first non-cytopathic phase, viral replication occurs exclusively within the cytoplasm of the hepatocyte. This is followed by a second cytopathic phase, characterized by florid portal zone infiltration, necrosis and erosion of the limiting plate. Hepatocellular damage and destruction is not the result of a direct cytopathic effect by HAV but a process mediated by HLA-restricted, HAV-specific, CD8+ T-lymphocytes and natural killer (NK) cells. Interferon- appears to have a key role in promoting clearance of infected hepatocytes. An excessive host response, reflected by a marked reduction in HAV RNA during acute infection, is associated with severe hepatitis and a possible fulminant course.

Manson's Tropical Diseases, Twenty-Third Edition

Jeremy Farrar,Peter J. Hotez,Thomas Junghanss,Gagandeep Kang,David Lalloo, andNicholas J. White

Hepatitis A

DEFINITION AND ETIOLOGY

Hepatitis A virus (HAV) is a cause of acute liver inflammation or hepatitis. It can cause relapsing signs and symptoms but not a chronic infection. The virus is a 27-nm-diameter nonenveloped RNA virus. It belongs to the family Picornaviridae and the genus Hepatovirus, and it has characteristics of the enteroviruses.1 Viral transmission occurs in a fecal-oral fashion. The genome is a positive-strand RNA, 7474 nucleotides long, 7.5 kb in length, that encodes a polyprotein with structural and nonstructural components. Viral replication and assembly occur in the hepatocyte cytoplasm of humans and nonhuman primates, the exclusive natural hosts. The virus is then secreted into the bile and serum.2

PREVALENCE

HAV is found throughout the world and is the most common cause of symptomatic acute hepatitis in the United States (annual incidence, 9.1/100,000), occurring largely as sporadic rather than epidemic cases. This figure has been declining since vaccines have become available and given to high-risk persons. The virus is more prevalent in areas with poor sanitary conditions. The most common source of hepatitis A is direct person-to-person exposure and, to a lesser extent, direct fecal contamination of food or water. Consumption of raw or partially cooked shellfish raised in contaminated waterways is an uncommon but possible source of hepatitis A.3 Vertical transmission from mother to fetus and transmission from blood or blood products have been described on rare occasions. High-risk groups for acquiring HAV infection include travelers to developing nations, children in daycare centers, sewage workers, cleaning personnel, male homosexuals, intravenous drug users, hemop

I[hiliacs given plasma products, and persons in institutions. No identifiable source is found in 42% of all cases.4

PATHOPHYSIOLOGY

HAV is not directly cytopathic to the hepatocyte. Injury to the liver is secondary to the hosts immune response. Replication of HAV occurs exclusively within the cytoplasm of the hepatocyte. Human leukocyte antigen (HLA)-restricted, HAV-specific CD8+ T lymphocytes and natural killer cells mediate hepatocellular damage and destruction of infected hepatocytes. Interferon gamma appears to have a central role in promoting the clearance of infected hepatocytes.5,6

SIGNS AND SYMPTOMS

The clinical manifestations of HAV infection are widely variable, depending on the host response. They range from silent infection and spontaneous resolution to fulminant hepatic failure. The incubation period of HAV ranges from 15 to 49 days (mean, 25 days). The prodromal phase is characterized by nonspecific symptoms, such as fatigue, weakness, anorexia, nausea, vomiting, abdominal pain, and, less commonly, fever. Headache, arthralgias, myalgias, rash, or diarrhea can follow. Jaundice begins within 1 to 2 weeks from the onset of the prodrome. It occurs in 70% of adults infected with HAV, with or without pruritus, and in a far smaller proportion of children. Mild hepatomegaly, splenomegaly, and cervical lymphadenopathy are found in 85%, 15%, and 14% of infected patients, respectively.

The host is infective from 14 to 21 days before the onset of jaundice to 7 to 8 days after jaundice has resolved.7 The host serum and saliva are not nearly as infectious as stool, and urine does not transmit the virus. Anti-HAV antibody (immunoglobulin M [IgM], followed by immunoglobulin G [IgG]) appears shortly before the onset of symptoms and rises to high titers 3 to 4 months after exposure. IgM-specific anti-HAV persists for 4 to 12 months, and IgG-specific anti-HAV persists for life (Fig. 1). Extrahepatic manifestations are uncommon and include a leukocytoclastic vasculitis, glomerulonephritis, arthritis, immune complex disease, toxic epidermal necrolysis, myocarditis, optic neuritis, transverse myelitis, polyneuritis, thrombocytopenia, aplastic anemia, and red cell aplasia.8

DIAGNOSIS

Detecting IgM anti-HAV in the serum of a patient with the clinical and biochemical features of acute hepatitis usually confirms the diagnosis of acute hepatitis A.9 Figure 1 outlines the immune response to HAV infection. HAV antigen can be detected in the stool or body fluids, but there is no commercially available assay. Detecting viral RNA is highly specific but expensive and is rarely used to confirm the diagnosis. Liver biopsy is not indicated. Testing for anti-HAV IgG is not helpful in the diagnosis but is a means of assessing immunity to hepatitis A. When detected in the serum, this IgG remains positive for years.

TREATMENT AND PREVENTION

Acute hepatitis A is usually a self-limited infection. Complete recovery is seen in most patients, and chronic disease does not occur. In rare cases, infection is complicated by fulminant disease, and fatalities occur. Treatment is mainly supportive. Attempts should be made to prevent transmission of the virus within the household and to close contacts. Boiling contaminated water for 20 minutes or exposing the virus to chlorine, formalin, or ultraviolet light reduces the risk of infection.10

A safe and effective hepatitis A vaccine is available and is recommended for patients at high risk of acquiring hepatitis A. Patients with chronic liver disease are more likely to develop severe or fulminant liver disease when infected with HAV and should be vaccinated. Hepatitis A vaccine is also recommended for patients with chronic immunodeficiency, those on dialysis, and those on chronic immunosuppressive therapies.

Two formulations of the HAV vaccine are available in the United States; both consist of inactivated hepatitis A antigen purified from cell culture. Havrix is recommended as two injections 6 to 12 months apart in an adult dose of 1440 U of enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA; 1.0 mL) and a pediatric dose (ages 2-18 years) of 720 U (0.5 mL). A dose of 360 U administered three times over a 6-month period is an acceptable regimen for children. Travelers to high-risk areas should receive the first dose of vaccine at least 4 weeks before anticipated exposure. Vaqta is recommended for administration as two injections at least 6 months apart in an adult dose of 50 U (1.0 mL) and a pediatric dose (2 to 17 years) of 25 U (0.5 mL). Protection lasts for approximately 15 years.

Hepatitis A vaccines have an excellent safety record, with serious complications in less than 0.1% of recipients. Vaccines used are highly immunogenic, and seroconversion rates after the HAV vaccine is given are higher than 90% but lower in patients with chronic liver disease (possibly as low as 50%). At least 50% of patients who are vaccinated after transplantation have titers below the protective level 2 years after receiving the vaccination. Patients with liver disease should therefore be vaccinated as early in their illness as possible. Follow-up testing for anti-HAV antibody and booster inoculations are not currently recommended. Pooled human immune globulin, 2 mL/kg in adults and 0.02 mL/kg in children, given intramuscularly, is recommended for postexposure prophylaxis.9

These recommendations for the prevention of hepatitis A are advocated by the Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

OUTCOMES

The course of hepatitis A infection is benign in most of those infected. It is occasionally severe, or fulminant, in adults, particularly in those

with chronic liver disease. Jaundice usually resolves in less than 2 weeks, and full recovery usually occurs in 2 months. The illness occasionally persists for several weeks or months, but it never leads to a chronic infection, chronic hepatitis, or cirrhosis. A chronic relapsing hepatitis has been noted to last for as long as 1 year. Hepatitis A can cause a cholestatic hepatitis that usually responds to a short course of prednisolone, 30 mg daily. Pregnancy does not affect the severity or outcome of acute hepatitis A infection. In the rare case of fulminant hepatitis, patients should be evaluated early for possible liver transplantation.11

com

Hepatitis B

EPIDEMIOLOGY

Liver disease related to hepatitis B remains an important public health concern and a major cause of morbidity and mortality. It also presents a common challenging problem for practicing physicians.

Hepatitis B is found throughout the world, but its prevalence varies greatly; it is especially high in Asia, sub-Saharan Africa, and the South Pacific, as well as in specific populations in South America, the Middle East, and the Arctic.1 Prevalence in the United States varies, based on the population makeup, including the extent of the immigrant population from endemic areas, and on risk factors and behavior, such as the prevalence of intravenous drug use and homosexual practices. Public health agencies estimate that there are about 1.25 million people infected in the United States, but 2 billion people infected worldwide, with approximately 5% of the worlds population (or 350 million people) being carriers of chronic hepatitis B.2 In a typical year, 70,000 Americans become infected with chronic hepatitis B virus (HBV), and approximately 5000 patients with chronic hepatitis B die of complications caused by the disease. Worldwide, chronic hepatitis B is the tenth leading cause of death.

Hepatitis B was first discovered in 1963 by Dr. Baruch Blumberg and colleagues, who identified a protein (the Australia antigen that reacted to antibodies from patients with hemophilia and leukemia. The association of this protein with infectious hepatitis was discovered 3 years later by several investigators, and the virus was specifically seen by electron microscopy in 1970.3

HBV is a double-stranded hepatotropic DNA virus belonging to the family Hepadnaviridae. The virus infects only humans and some

1. What is hepatitis acute et cause bacterial? (S. Thypi, pneumoccocus, phatogenesis)

Hepatitis A : akut, oral fecal , inkubasi 2-6 minggu , ada demam yang tidak terlalu tinggi

Hepatitis B : kronis , lewat darah, inkubasi 4-26 minggu

Hepatitis C : kronis , lewat darah, inkubasi 2-6 minggu

Hepatitis D : kronis , lewat darah, tiba-tiba parah, inkubasi 1-90 hari

Hepatitis E : akut, oral fecal, inkubasi 15-60 hari

Hepatitis F/G :

Dari ikteriknya : anemia hemolitik

6. Bagaimana pathogenesisnya ?

7. Mengapa disarankan pemeriksaan enzim transaminase ?

Adanya enzim-enzim pelaku detoksifikasi pada hati menyebabkan enzim-enzim tersebut dapat digunakan sebagai parameter kerusakan hati. Dua macam enzim aminotransferase yang sering digunakan dalam diagnosis klinik kerusakan sel hati adalah Aspartat Aminotransferase (AST) yang disebut SGOT (Serum Glutamic Oxaloasetic Transaminase) dan Alanin Aminotransferase (ALT) yang juga disebut SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase ) (Meyes et al. 1991). Transaminase atau aminotransferase adalah sekelompok enzim yang bekerja sebagai katalisator dalam proses pemindahan gugus amino dari suatu asam alfa amino kepada suatu asam alfa keto (Sadikin 2002). Transaminase termasuk enzim plasma non fungsional dengan tidak melakukan fungsi fisiologik di dalam darah. Kehadiran transaminase dalam plasma pada kadar di atas nilai normal memberi dugaan suatu peningkatan kecepatan kerusakan jaringan (Meyes et al. 1991).Jaringan hati mengandung lebih banyak SGPT daripada SGOT (Meyes et al. 1991). SGPT paling banyak ditemukan dalam hati, sehingga untuk mendeteksi penyakit hati, SGPT dianggap lebih spesifik dibanding SGOT. Peningkatan kadar SGOT dan SGPT akan terjadi jika adanya pelepasan enzim secara intraseluler ke dalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan hati secara akut (Wibowo et al. 2008 ).

Selain itu kenaikan SGOT bisa bermakna kelainan non hepatik atau kelainan hati yang didominasi kerusakan mitokondria. Hal ini terjadi karena SGOT berada dalam sitosol dan mitokondria. Selain di hati, SGOT terdapat juga di jantung, otot rangka, otak dan ginjal. Peningkatan kedua enzim selular ini terjadi akibat pelepasan ke dalam serum ketika jaringan mengalami kerusakan. Pada kerusakan hati yang disebabkan oleh keracunan atau infeksi, kenaikan aktivitas SGOT dan SGPT dapat mencapai 20-100x harga batas normal tertinggi. Umumnya pada kerusakan hati yang menonjol ialah kenaikan aktivitas SGPT (Sadikin 2002).

Harga normal :

SGOT 40 U Karmen ( 17 mU/cc )

SGPT 35 U Karmen ( 13 mU/cc )

Rasio = SGOT normal = 1,15

SGPT

IPD JILID 1

Tes fungsi hati atau lebih dikenal denganliver panelatauliver function testadalah sekelompok tes darah yang mengukur enzim atau protein tertentu di dalam darah anda. Tes fungsi hati umumnya digunakan untuk membantu mendeteksi, menilai dan memantau penyakit atau kerusakan hati.

Biasanya jika untuk memantau kondisi hati, tes ini dilakukan secara berkala. Atau dilakukan juga ketika Anda memiliki risiko perlukaan hati, ketika Anda memiliki penyakit hati, atau muncul gejala-gejala tertentu sepertijaundice(ikterus).

Untuk tes ini diperlukan contoh darah yang diambil dari pembuluh balik (vena) umumnya pada lengan pasien. Dan sebelum tes dilakukan, tidak diperlukan persiapan khusus, kecuali tes dilakukan bersamaan dengan tes lain yang mungkin memerlukan persiapan khusus.Tes fungsi hati, seperti yang disampaikan sebelumnya, mengukur enzim, protein dan unsur yang dihasilkan atau dilepaskan oleh hati dan dipengaruhi oleh kerusakan hati. Beberapa dihasilkan oleh sel-sel hati yang rusak dan beberapa mencerminkan kemampuan hati yang menurun dalam melakukan satu atau beberapa fungsinya. Ketika dilakukan bersamaan, tes ini memberikan dokter gambaran kondisi kesehatan hati, suatu indikasi keparahan akan kerusakan hati, perubahan status hati dalam selang waktu tertentu, dan merupakan batu loncatan untuk tes diagnosis selanjutnya.

Tes ini biasanya berisi beberapa tes yang dilakukan bersamaan pada contoh darah yang diambil. Ini bisa meliputi:

Alanine Aminotransferase(ALT) suatu enzim yang utamanya ditemukan di hati, paling baik untuk memeriksa hepatitis. Dulu disebut sebagai SGPT (Serum Glutamic Pyruvate Transaminase). Enzim ini berada di dalam sel hati/hepatosit. Jika sel rusak, maka enzim ini akan dilepaskan ke dalam aliran darah.

Alkaline Phosphatase(ALP) suatu enzim yang terkait dengan saluran empedu; seringkali meningkat jika terjadi sumbatan.

Aspartate Aminotransferase(AST) enzim ditemukan di hati dan di beberapa tempat lain di tubuh seperti jantung dan otot. Dulu disebut sebagai SGOT (Serum Glutamic Oxoloacetic Transaminase), dilepaskan pada kerusakan sel-sel parenkim hati, umumnya meningkat pada infeksi akut.

Bilirubin biasanya dua tes bilirubin digunakan bersamaan (apalagi pada jaundice): Bilirubin total mengukur semua kadar bilirubin dalam darah; Bilirubin direk untuk mengukur bentuk yang terkonjugasi.

Albumin mengukur protein yang dibuat oleh hati dan memberitahukan apakah hati membuat protein ini dalam jumlah cukup atau tidak.

Protein total mengukur semua protein (termasuk albumin) dalam darah, termasuk antibodi guna memerangi infeksi.

Tergantung pada pertimbangan dokter, beberapa tes tambahan mungkin diperlukan untuk melengkapi seperti GGT (gamma-glutamyl transferase), LDH (lactic acid dehydrogenase) dan PT (prothrombine time).

Tabel berikut menunjukkan beberapa kombinasi hasil yang mungkin ditemukan pada beberapa tipe kondisi/penyakit hati tertentu.

Jenis Kondisi

Bilirubin

ALT & AST

ALP

Albumin

PT

Kerusakan hati akut (infeksi, racun, obat)

Normal atau meningkat biasanya setelah peningkatan ALT & AST

Biasanya sangat meningkat; ALT umumnya lebih tinggi daripada AST

Normal atau hanya meningkat sedikit

Normal

Biasanya normal

Penyakit hati kronis

Normal atau meningkat

Sedikit meningkat

Normal atau sedikit meningkat

Normal

Normal

Hepatitis alkoholik

Normal atau meningkat

AST biasanya dua kali kadar ALT

Normal atau lumayan meningkat

Normal

Normal

Sirosis

Bisa jadi meningkat tapi hanya pada kondisi yang sudah berlanjut

AST biasanya lebih tinggi dari ALT, namun kadarnya biasanya lebih rendah daripada penyakit alkoholik

Normal atau meningkat

Biasanya menurun

Biasanya memanjang

Obstruksi duktus biliaris, kolestasis

Normal atau meningkat; meningkat pada obstruksi penuh

Normal hingga lumayan meningkat

Meningkat, sering lebih tinggi 4 kali dari nilai normal

Biasanya normal, namun jika berlangsung kronis, kadar dapat menurun

no

Autoimmune

Normal atau meningkat

Lumayan meningkat

Normal atau sedikit meningkat

Normal atau turun

Normal

Enzim transaminase : SGOT SGPT dikeluarkan sel-sel hepar . SGOT dan SGPT di plasma meningkat

SGOT katalisator ubah asam amino jadi asam alfa ketoglutarat : 37 U/l laki-laki ; 31 U/l perempuan

SGPT : 42 U/l laki-laki; 32 U/I perempuan

SGOT SGPT naik pada awal minggu 1

SGOT SGPT meningkat ada fisiologis : tubuh butuh produksi lebih . patologis

8. Alur diagnosis, Pemeriksaan penunjang selain pemeriksaan enzim ?

9. Mengapa diberikan terapi vitamin dan diet ? vitaminnya apa saja ?

Why is there no treatment for the acute disease?

Hepatitis A is a viral disease, and as such, antibiotics are of no value in the treatment of the infection.

Antiviral agents, as well as corticosteroids, have no effect in the management of the acute disease.18

The administration of immune globulins (IG) may help preventing or improving the clinical manifestations of

the disease if given within 2 weeks of infection, but it is of no help in the acute phase of hepatitis A.18, 39

Therapy can only be supportive and aimed at maintaining comfort and adequate nutritional balance.18

Complete recovery without therapy is generally the rule

http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/HepatitisA_whocdscsredc2000_7.pdf

10. Bagaimana terapi farmakologis dan non farmakologisnya ?

Farmakologis :

Non farmakologis :

11. Bagaimana Fisiologi penjalaran impuls saraf yang berkaitan dengan kasus hepatits ?

12. HEPATITIS ACUTE

13.

HEPATITIS A

DEFINISI KASUS HEPATITIS A

ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico/.../7468

http://eprints.undip.ac.id/44531/3/Dhaneswara_Adhyatama_W_22010110120016_Bab2KTI.pdf