29
BAB I PENDAHULUAN Vitiligo merupakan gangguan pada kulit dan selaput mukosa yang ditandai dengan makula depigmentasi atau patch yang terjadi kerusakan selektif melanocytes sekunder. Vitiligo dapat muncul pada usia berapapun. Dilaporkan dapat muncul sekitar 0,5% sampai 1% dari populasi, dan 50% muncul sebelum usia 20 tahun. Prevalensi penyakit ini sama antara laki-laki maupun perempuan, dan tidak ada perbedaan tingkat kejadian berdasarkan jenis kulit atau ras. Vitiligo dapat menjadi penyakit psikologis yang merusak, terutama pada individu berkulit gelap. 1,2 Vitiligo dapat ditransmisikan secara genetik. Patogenesis penyakit ini masih dalam perdebatan dan telah dikaitkan dengan penyebab autoimun, stres oksidatif, dan/ atau gangguan simpatik neurogenik. Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari30% dari penderita vitiligomempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar identik. 3,4 Vitiligo dapat dibagi menjadi dua klasifikasi: nonsegmental (NSV) dan segmental (SV). 1,3 Tidak adanya melanosit pada lapisan kulit, merupakan tanda khas penyakit ini. Gambaran ruam vitiligo dapat berupa makula 1

Lapsus Vitiligo

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapsus Vitiligo

BAB I

PENDAHULUAN

Vitiligo merupakan gangguan pada kulit dan selaput mukosa yang ditandai

dengan makula depigmentasi atau patch yang terjadi kerusakan selektif

melanocytes sekunder. Vitiligo dapat muncul pada usia berapapun. Dilaporkan

dapat muncul sekitar 0,5% sampai 1% dari populasi, dan 50% muncul sebelum

usia 20 tahun. Prevalensi penyakit ini sama antara laki-laki maupun perempuan,

dan tidak ada perbedaan tingkat kejadian berdasarkan jenis kulit atau ras. Vitiligo

dapat menjadi penyakit psikologis yang merusak, terutama pada individu berkulit

gelap.1,2

Vitiligo dapat ditransmisikan secara genetik. Patogenesis penyakit ini masih

dalam perdebatan dan telah dikaitkan dengan penyebab autoimun, stres oksidatif,

dan/ atau gangguan simpatik neurogenik. Berdasarkan laporan, didapatkan lebih

dari30% dari penderita vitiligomempunyai penyakit yang sama pada orangtua,

saudara, atau anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi

pada kembar identik.3,4 Vitiligo dapat dibagi menjadi dua klasifikasi:

nonsegmental (NSV) dan segmental (SV). 1,3

Tidak adanya melanosit pada lapisan kulit, merupakan tanda khas penyakit

ini. Gambaran ruam vitiligo dapat berupa makula depigmentasi baik lokal hingga

universal. Untuk menegakkan diagnosis vitiligo, diperlukan anamnesis dan

pemeriksaan klinis, pemeriksaan woodlamp dan pemeriksaan laboratorium

histopatologi.1,2,3

Terapi vitiligo sendiri sampai saat ini masih kurang memuaskan. Tabir surya

dan kosmetik covermask bisa menjadi pilihan terapi yang murah dan

mudahserta dapat digunakan oleh pasien sendiri dibanding dengan terapi lainnya.

Kortikosteroid topikal juga dapat menjadi terapi inisial untuk vitiligo.1,3

Pada kesempatan ini penulis akan menguraikan secara ringkas tentang

Vitiligo disertai dengan pembahasan mengenai satu kasus Vitiligo di RS Indera.

1

Page 2: Lapsus Vitiligo

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Vitiligo adalah gangguan depigmentasi idiopatik didapat yang ditandai dengan

gambaran makula putih tidak bersisik, hasil dari hancurnya melanosit kulit

secara selektif. Gambaran histologi pada lesi vitiligo, berupa bercak-bercak

putih, memperlihatkan akan hilangnya melanosit dan melanin dari lapisan

kulit. 1,2

Gambar 2.1. Melanosit pada histologi jaringan kulit normal.2

2.2 Epidemiologi

Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi mencapai 1%3. Survey

epidemiologi pada kepulauan Bornholm di Denmark menemukan prevalensi

vitiligo mencapai 0,38%. Kemungkinan bahwa angka ini juga berlaku untuk

negara-negara lain di utara-barat Eropa. 1,2

Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa

muda, dengan puncak onsetnya (50% kasus) pada usia 10-30 tahun, tetapi

kelainan ini dapat terjadi pada semua usia.Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan

perbandingan laki-laki sama dengan perempuan. Pernah dilaporkan bahwa

vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi

2

Page 3: Lapsus Vitiligo

perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan

oleh karena masalah kosmetik. 3,4

2.3 Etiopatogenesis

Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga

ini adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secarapoligenikatau secara

autosomal dominan.Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari30% dari

penderita vitiligomempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau

anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar

identik3,4.

Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun,

beberapa faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada

seseorang : 1,2

1. Faktor mekanis. Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma

fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan

kimiawi.

2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A. Pada 7-15% penderita

vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UVA dan ternyata 70%

lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan.

3. Faktor emosi / psikis. Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo

berkembang setelah mendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang

berat.

4. Faktor hormonal. Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada

penggunaan kontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.

Masih sedikit yang diketahui tentang patogenesis vitiligo, sehingga

patofisiologi penyakit ini masih menjadi teka-teki. Sampai saat ini terdapat 3

hipotesis utama tentang mekanismepenghancuranmelanositpadavitiligo, yang

masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan, yaitu: 1,2,3

1. Hipotesis autoimun, menyatakan bahwa melanosit yang terpilih

dihancurkan oleh limfosit tertentu yang telah diaktifkan. Namun, mekanisme

pengaktifan limfosit tersebut belum diketahui secara pasti. Teori ini juga

berdasarkan adanya temuan klinis terhadap hubungan antara vitiligo terhadap

3

Page 4: Lapsus Vitiligo

gangguan autoimun. Autoantibodi organ spesifik untukt iroid, sel parietal

lambung, dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan pada serum dengan

vitiligo dibandingkan dengan populasi umum. Antibodi terhadap melanosit

orang normal dapat dideteksi dengan menggunakan tes immunoprecipitation

spesifik yang memiliki pengaruh sitolisis. Didapati profil sel-T yang abnormal

pada pasien vitiligo dengan penurunan sel T-helper.

2. Hipotesis neurogenik, didasarkan pada interaksi dari melanosit dan sel

saraf. Hipotesis ini menyatakan bahwa adanya pelepasan mediator kimiawi

tertentu yang berasal dari akhiran saraf yang akan menyebabkan menurunnya

produksi melanin. Namun, studi baru pada penanda neuropeptida dan saraf

pada vitiligo menunjukkan bahwa neuropeptida Y mungkin memiliki peran

dalam proses terjadinya vitiligo.

3. Hipotesis neurogenik, menyatakan bahwa melanosit dihancurkan oleh zat-

zat beracun yang dibentuk sebagai bagian dari biosintesis melanin yang alami.

Penghancuran ini merupakan mekanisme proteksi alami untuk menyingkirkan

prekursor melanin yang beracun. Hipotesis ini berdasarkan temuan klinis dari

vitiligo dan penelitan eksperimen terhadap depigmentasi kulit oleh senyawa

kimia yang memilik efek mematikan pada fungsi melanosit. Senyawa ini juga

dapat menghasilkan leukoderma yang dibedakan dengan vitiligo idiopatik.

Sementara itu, mekanisme langsung terjadinya makula putih disebabkan

penghancuran melanosit yang progresif oleh sel-T sitotoksi, lainnya ditentukan

secara genetis melalui perubahan sitobiologika dan sitokin yang terlibat.

2.4 Gambaran Klinis

Vitiligo merupakan anomali pigmentasi kulit didapat. Kulit vitiligo

menunjukan gejala depigmentasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh warna

kulit normal atau oleh hiperpigmentasi. Pada vitiligo, ditemukan makula

dengan gambaran putih pucat dengan tepi yang tajam. 4,5

Progres dari penyakit ini bisa merupakan suatu pengembangan bertahap

dari makula lama atau pengembangan dari makula baru. Trichrome vitiligo

(tiga warna: putih,coklat muda,coklat tua) mewakili tahapan yang berbeda

dalam evolusi vitiligo3,6.

4

Page 5: Lapsus Vitiligo

Tangan, pergelangan tangan, lutut, leher dan daerah sekitar lubang

(misalnya mulut) merupakan daerah-daerah yang sering ditemukan vitiligo5,6.

Kadang dapat juga ditemukan gambaran rambut yang memutih atau uban

prematur. Gambaran rambut putih pada vitiligo, dianalogikan dengan makula

putih, disebut dengan poliosis3,7,8.

Gambar 5.1. gambaran vitiligo pada wajah 9

2.5 Klasifikasi

Bermacam-macam klasifikasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Koga membagi

vitiligo dalam 2 golongan yaitu7:

1. Vitiligo dengan distribusi sesuai dermatom.

2. Vitiligo dengan distribusi tidak sesuai dermatom.

Gambar 6.1. gambaran vitiligo bentuk fokal pada daerah lutut3.

Berdasarkan lokalisasi dan distribusinya, Nordlund membagi menjadi7:

1. Tipe lokalisata, yang terdiri atas:

5

Page 6: Lapsus Vitiligo

a) Bentuk fokal : terdapat satu atau lebih makula pada satu daerah dan tidak

segmental.

b) Bentuk segmental : terdapat satu atau lebih makula dalam satu atau lebih

daerah dermatom dan selalu unilateral.

c) Bentuk mukosal : lesi hanya terdapat pada selaput lendir (genital dan

mulut).

2. Tipe generalisata, yang terdiri atas:

a) Bentuk akrofasial : lesi terdàpat pada bagian distal ekstremitas dan muka.

b) Bentuk vulgaris : lesi tersebar tanpa pola khusus.

c) Bentuk mixed : lesi campuran segmental dan vulgaris atau akrofasial

3. Bentuk universalis : lesi yang luas meliputi seluruh atau hampir seluruh

tubuh.10

Gambar 6.2. Gambaran vitiligo universalis3

Gambar 6.3. Gambaran lokasi predileksi vitiligo3

6

Page 7: Lapsus Vitiligo

2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis,

serta ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik serta pemeriksaan dengan lampu

Wood. Biasanya, diagnosis vitiligo dapat dibuat dengan mudah pada pemeriksaan

klinis pasien, dengan ditemukannya gambaran bercak “kapur putih”, bilateral

(biasanya simetris), makula berbatas tajam pada lokasi yang khas. Pada

pemeriksaan dengan lampu wood, lesi vitiligo tampak putih berkilau dan hal ini

berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya. 11

Dalam kasus-kasus tertentu, pemeriksaan histopatologik diperlukan untuk

melihat ada tidaknya melanosit dan granul melanin di epidermis3. Kelainan kulit

pada vitiligo juga dapat kita temukan pada pemeriksaan dengan mikroskop

elektron. Pada pemeriksaan ini terlihat hilangnya melanosit, dan melanosom pada

keratinosit, juga terdapat perubahan dalam keratinosit: spongiosis, eksositosis,

basilar vacuopathy, dan apoptosis. Beberapa penulis menjumpai infiltrat

limfositik di epidermis3.

Gambar 7.1.Perbandingan melanosit normal (A) dan melanosit vitiligo(B)

menggunakan immunocytochemistry. (C) analisis Western blot menegaskan

bahwa ekspresi Bcl-2 berkurang dalam dua baris melanosit vitiligo dibandingkan

dengan empat baris melanosit kontrol6.

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis vitiligo sering dikaburkan dengan beberapa penyakit, seperti:11

7

Page 8: Lapsus Vitiligo

1. Pityriasis alba (berukuran kecil, tepi yang tidak berbatas tegas, dan warna

yang tidak terlalu putih )

2. Pityriasis versicolor (sisik halus dengan warna fluoresensi kuning –

kehijauan di bawah lampu Wood, KOH positif)

3. Hipopigmentasi Pasca Inflamasi (makula tidak terlalu putih, biasanya

riwayat psoriasis atau eksim pada yang sama daerah makula)

4. Nevus anemikus (tidak ada perubahan dengan wood lamp, tidak ada eritema

setelah digosok).

5. Piebaldisme (kongenital, putih, stabil, garis berpigmen pada punggung, pola

khas dengan makula hiperpigmentasi besar ditengah daerah hypomelanotik).

2.8 Penatalaksanaan

Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo.

Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit.

Seluruh pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan

tidak semua terapi dapat sesuai dengan masing-masing penderita. 1,3,5

Tabir surya

Sunscreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari berlebih pada

kulit dan hal ini dapat mengurangi kerusakan akibat sinar matahari dan dapat

mencegah terjadinya fenomena Koebner. Selain itu sunscreen juga dapat

mengurangi tanning dari kulit yang sehat dan dengan demikian mengurangi

kekontrasan antara kulit yang sehat dengan kulit yang terkena vitiligo3.

Kosmetik

Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal menggunakan

covermask kosmetik sebagai pilihan terapi. Area dengan lesi leukoderma,

khususnya pada wajah, leher, atau tangan dapat ditutup dengan make-up

konvensional, produk-produk self tanning, atau pengecatan topikal lain. Pilihan

untuk menggunakan kosmetik cukup menguntungkan pasien dikarenakan

biayanya yang murah, efek samping yang kecil, dan mudah digunakan3,9.

Repigmentasi

1. Glukokortikoid topikal, sebagai awal pengobatan diberikan secara

intermiten (4 minggu pemakaian, 2 minggu tidak) glukokortikoid topikal kelas

8

Page 9: Lapsus Vitiligo

I cukup praktis, sederhana, dan aman untuk pemberian pada makula tunggal

atau multipel. Jika dalam 2 bulan tidak ada respon, mungkin saja terapi tidak

berjalan efektif. Perlu dilakukan pemantauan tanda-tanda awal atrofi akibat

penggunaan kortikostreoid3. Pada beberapa penderita vitiligo, terapi dengan

kortikosteroid poten tinggi, misalnya betametason valerat 0,1% atau klobetasol

propionat 0,05% efektif menimbulkan pigmen1.

2. Topikal inhibitor Kalsineurin. Tacrolimus dan pimecrolimus efektif untuk

repigmentasi vitiligo tetapi hanya didaerah yang terpapar sinar matahari. Obat

ini dilaporkan paling efektif bila dikombinasikan dengan UVB atau terapi

laserexcimer3. Terdapat juga hasil penelitian yang menunjukkan bahwa

pimecrolimus 1% topikal sama efektifnya dengan klobetasol propionat dalam

memulihkan kulit akibat vitiligo10.

3. Topikal fotokemoterapi. Menggunakan topikal 8-methoxypsoralen (8-

MOP) dan UVA. Prosedur ini diindikasikan untuk makula berukuran kecil dan

hanya dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Hampir sama dengan

psoralen oral, mungkin diperlukan ≥15 kali terapi untuk inisiasi respon dan ≥

100 kali terapi untuk menyelesaikannya3.

4. Foto kemoterapi sistemik. PUVA oral lebih praktis digunakan untuk

vitiligo yang luas. PUVA oral dapat dilakukan bersamaan menggunakan sinar

matahari (di musim panas atau di daerah yang sepanjang tahun disinari oleh

matahari) dan 5-methoxypsoralen (5-MOP) (tersedia di Eropa) atau sinar UVA

buatandengan 5-MOP atau 8-MOP. Adanya respon baik dari terapi dengan

PUVA ini ditandai oleh munculnya folikuler kecil yang berpigmen diatas lesi

vitiligo. Foto kemoterapi PUVA oral dengan 8-MOP atau 5-MOP

keefektifannya mencapai 85% untuk>70% pasien dengan vitiligo dikepala,

leher, lengan atas, kaki, dan di badan.3

5. UVB Narrow-band (311nm). Efektivitas terapi ini hampir sama dengan

PUVA, namun tidak memerlukan psoralen. UVB adalah terapi pilihan untuk

anak <6 tahun3.

6. Laser Excimer (308nm). Terapi ini cukup efektif. Namun, sama seperti

pada PUVA, proses repigmentasi tergolong lambat. Terapi jenis ini sangat

efektif untuk vitiligo yang terdapat di wajah3.

9

Page 10: Lapsus Vitiligo

Gambar 9.1. Gambar repigmentasi vitiligo. Tampak pola repigmentasi folikular

setelah diberikan terapi PUVA3.

7. Immunomudulator sistemik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pada

anak-anak dengan vitiligo, betamethason telah diganti dengan oral

methylprednisolon dan dikombinasikan dengan topikal ointment fluticasone

pada lesi vitiligo. Tingkat keberhasilannya pada > 90% orang dewasa dan >

65% anak-anak dengan vitiligo adalah dari tingkatan baik sampai sangat baik11.

8. Topikal analog Vitamin D. Analog vitamin D, khususnya Calcipotriol,

telah digunakan untuk terapi tunggal atau dikombinasikan dengan topikal

steroid pada managemen vitiligo. Efek Vitamn D3 ini mampu menumbuhkan

dan mendiferensiasikan melanosit dan keratinosit kembali. Ini telah dibuktikan

pada suatu demonstrasi mengenai reseptor untuk 1-alpha dihydroxyvitamin D3

pada melanosit. Dipercaya bahwa reseptor ini mengatur stimulasi dari

melanogenesis. Analog vitamin ini juga biasa dikombinasikan dengan sinar

UV (termasuk NB-UVB) dan topikal steroid11.

9. Topikal 5-Fluorouracil. Topikal 5-Fluorouracil digunakan untuk

menginduksi repigmentasi pada lesi dengan vitiligo dengan memperbesar

stimulasi migrasi dari folicular melanosit ke epidermis selama proses

epitelisasi. Bentuk topikal terapi ini bisa dikombinasikan dengan titik

dermabrasi dari lesi vitiligo untuk meningkatkan respon dari repigmentasi.

Didapatkan respon repigmentasi mencapai 73,3% dengan menggunakan

kombinasi ini setelah terapi selama 6 bulan12.11

Minigrafting

Teknik pembedahan dengan metode Minigrafting (Autolog Thin

Thierschgrafting, Suction Blister grafts,autologous minipunch grafts,

10

Page 11: Lapsus Vitiligo

transplantation of cultured autologous melanocytes)cukup efektif untuk

mengatasi vitiligo dengan makula segmental yang stabil dan sulit diatasi3.

Depigmentasi

Tujuan dari depigmentasi adalah "kesatuan" warna kulit pada pasien dengan

vitiligo yang luas atau pasien dengan terapi PUVA yang gagal, yang tidak

dapat menggunakan PUVA, atau pasien yang menolak pilihan terapi PUVA3.

Bleaching, Pemutihan kulit normal dengan krimmonobenzyl ether dari

hydroquinone (MBEH) 20% ini bersifat permanen, artinya proses bleaching

(pemutihan) ini tidak reversible. Tingkat keberhasilan terapi ini >90%. Tahap

Akhir warna depigmentasi dengan MBEH adalah chalkwhite (kapur putih),

seperti pada makula vitiligo3. Monobenzon tersedia dalam bentuk cream 20%,

dioleskan 2 kali sehari selama 2 sampai 3 bulan pada daerah kulit yang masih

berpigmen. Terapi biasanya dianggap selesai setelah 10 bulan pemberian9.

Gambar 9.2. Algoritma penatalaksanaan vitiligo11.

2.10 Prognosis

Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan, tetapi prognosisnya

masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran dan kepatuhan

penderita terhadap pengobatan yang diberikan2.

11

Page 12: Lapsus Vitiligo

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : I Made Astika

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 43 tahun

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Alamat : Tohpati

Tanggal pemeriksaan : 18 November 2013

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis)

Keluhan utama : Perubahan warna kulit pada wajah, ujung kedua tangan dan

kaki

Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke RS Indera dengan keluhan perubahan warna kulit pada wajah,

ujung kedua tangan dan kaki sejak 7 tahun yang lalu dan menjalani pengobatan di

RS Indera sejak 1 tahun terakhir. Awalnya perubahan warna kulit muncul pertama

kali di ujung jari tangan kanan berupa titik putih dengan ukuran kurang lebih 1 cm

x 1 cm yang lama kelamaan meluas keseluruh ujung-ujung jari kedua tangan dan

kaki. Sejak 4 tahun yang lalu muncul perubahan warna kulit pada sekitar mulut.

Keluhan gatal, sakit, perih disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengalami keluhan ini sejak tahun 2006 dan membaik dengan pengobatan.

Pasien tidak memiliki riwayat rhinitis alergi ataupun asma. Riwayat anemia,

diabetes mellitus, kerontokan rambut, hipertensi, alergi makanan dan alergi lain

disangkal pasien.

Riwayat keluarga

Menurut pasien tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

seperti pasien.

12

Page 13: Lapsus Vitiligo

Riwayat sosial

Pasien bekerja sebagai buruh pabrik pemintalan benang. Pasien mengatakan

bahwa dia sehari-hari tidak menggunakan sarung tangan dan alas kaki saat

bekerja.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Baik

Status general

Kepala : Normochepali

Mata : anemia (-/-), ikterus (-/-)

THT : kesan tenang

Thorax : dalam batas normal

Abd : dalam batas normal

Extremitas : sesuai dengan status dermatologis

Status dermatologis

Lokasi : Dorsum manus et pedis dextra et sinistra, Nasolabialis

Effloresensi : Makula depigmentasi, bentuk geografika, jumlah multiple, ukuran

bervariasi, batas tegas, susunan konfluens, distribusi simetris.

Gambar 3. Vitiligo pada pasien

3.4 Diagnosis Banding

1. Hipomelanositosis

2. Nevus depigmentosa

13

Page 14: Lapsus Vitiligo

3.5 Diagnosis Kerja

1. Vitiligo Akrofasial

3.6 Resume

Pasien laki-laki, usia 43 tahun, datang ke RS Indera dengan keluhan perubahan

warna kulit pada wajah, ujung kedua tangan dan kaki sejak 7 tahun yang lalu dan

menjalani pengobatan di RS Indera sejak 1 tahun terakhir. Awalnya perubahan

warna kulit muncul pertama kali di ujung jari tangan kanan berupa titik putih yang

meluas keseluruh ujung-ujung jari kedua tangan dan kaki. Sejak 4 tahun yang lalu

muncul perubahan warna kulit pada sekitar mulut.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan status vital dan status generalis dalam

batas normal. Dari pemeriksaan status dermatologisnya dimana lokasinya pada

kedua punggung kaki dan tangan serta wajah didapatkan efloresensi berupa

Makula depigmentasi, bentuk geografika, jumlah multiple, ukuran bervariasi,

batas tegas, susunan konfluens, distribusi simetris. Beberapa tampak erosi,

ditutupi krusta kecoklatan.

3.7 Penatalaksanaan

Fototerapi dengan psoralen + Narrow band UVB

KIE

1. Menghindari bahan-bahan yang mungkin dapat menyebabkan timbulnya

keluhan tersebut.

2. Memberikan pengertian kepada keluarga penderita tentang penyakitnya,

jenis penyakitnya, penyebab penyakitnya dan prognosis

3. Mengikuti pengobatan oleh dokter dengan tepat

4. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar

5. Menyarankan untuk kontrol kembali ke poliklinik kulit dan kelamin 2 kali

dalam seminggu untuk fototerapi.

14

Page 15: Lapsus Vitiligo

BAB IV

PEMBAHASAN

Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan adanya makula

putih yang meluas, mengenai seluruh tubuh yang mengandung sel melanosit.

Angka kejadian vitiligo antara 0,1-8,8% di dunia, terbanyak mengenai umur

sebelum 20 tahun. Adanya pengaruh faktor genetik ditandai dengan angka insiden

5% dari anak dengan vitiligo salah satu dari orang tua nya menderita vitiligo,

sedangkan riwayat keluarga bervariasi antara 20-40%.1,2 Pada kasus ditemukan

adanya makula depigmentasi, bentuk geografika, jumlah multiple, ukuran

bervariasi, batas tegas, susunan konfluens, distribusi simetris, hal ini sesuai

dengan gambaran vitiligo. Riwayat keluarga pasien tidak dijumpai adanya

anggota keluarga yang menderita vitiligo. Pasien ini mulai muncul bercak putih

pertama kali umur 36 tahun, hal ini tidak sesuai dengan data epidemiologi

kejadian vitiligo.

Penyebab vitiligo sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti.

Beberapa faktor yang diduga sebagai pencetusnya adalah krisis emosi dan trauma

fisik.1,3 Pada pasien ini melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan

adanya trauma fisik. Pasien merupakan seorang buruh pemintal benang dengan

penghasilan yang kurang mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, hal ini dapat

menjadi faktor pemicu krisis emosi.

Beberapa patogenesis yang digunakan untuk menjelaskan vitiligo

diantaranya hipotesis autoimun, hipotesis neurohumoral, autositotoksik dan

pajanan terhadap bahan kimiawi.4,5 Hipotesis autoimun diketahui dari adanya

penyakit autoimun lain yang diderita pasien melalui pemeriksaan serum antaralain

Thiroiditis Hashimoto, anemia pernisiosa dan hipoparatiroid melanosit. 4,5 Pada

pasien ini melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya tanda

dan gejala yang menjurus pada penyakit-penyakit tersebut. Hipotesis

neurohumoral menyebutkan oleh karena melanosit terbentuk dari neuralcrest,

maka diduga faktor neural mempengaruhi sehingga pada beberapa lesi ada

gngguan keringat dan pembuluh darah terhadap respon transmiter saraf. 4,5 Pada

kasus, tidak dijumpai adanya gangguan keringat. Pajanan terhadap bahan kimiawi

15

Page 16: Lapsus Vitiligo

diduga sebagai patogenesis, dimana pajanan Mono Benzil Eter Hidrokinon dalam

sarung tangan atau detergen yang mengandung fenol.4,5 Oleh karena pasien

merupakan seorang buruh pemintal benang yang sering menggunakan sarung

tangan dan kontak dengan bahan kimia, hal ini dapat menjadi patogenesis

munculnya vitiligo.

Gambaran klinis pada pasien dengan vitiligo dapat dijumpai adanya

makula berwarna putih dengan diameter beberapa millimeter sampai beberapa

sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis

yang lain. Kadang-kadang terlihat makula hipomelanotik selain makula

apigmentasi. Daerah yang terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas

jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan

tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris atau asimetris. Pada area yang

terkena trauma dapat muncul vitiligo. Mukosa jarang terkena, kadang-kadang

mengenai genital eksterna, putting susu, bibir dan ginggiva.7,8 Pada pasien

predileksi terjadinya sesuai dengan teori yakni pada bagian ekstensor tulang

terutama diatas jari, sekitar mulut dan hidung. Pada daerah tersebut didapatkan

makula depigmentasi, bentuk geografika, jumlah multiple, ukuran bervariasi,

batas tegas, susunan konfluens, distribusi simetris.

Ada dua bentuk vitiligo, yaitu lokalisata yang dapat dibagi fokal (satu atau

lebih makula pada satu area, tetapi tidak segmental), segmental (satu atau lebih

makula pada satu area, dengan distribusi menurut dermatom, misalnya satu

tungkai), mucosal (hanya terdapat pada membrane mukosa); dan generalisata

yang dibagi menjadi akrofasial (depigmentasi hanya terjadi di bagian distal

ekstremitas dan muka), vulgaris (makula tanpa pola tertentu di banyak tempat),

Campuran (depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan

vitiligo total).9 Pada pasien terklasifikasi sebagai vitiligo generalisata tipe

akrofasial karena pada pasien ini didapatkan suatu makula depigmentasi pada

bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, sekitar mulut dan hidung.

Diagnosis vitiligo ditegakkan melalui anamesis, pemeriksaan fisik dan

dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Dari anamnesis,

faktor risiko vitiligo seperti riwayat penyakit kelainan tiroid, allopesia areata,

diabetes mellitus, dan anemia disangkal. pemeriksaan didapatkan gambaran klinis

16

Page 17: Lapsus Vitiligo

yang muncul sesuai dengan vitiligo. Kemungkinan faktor pencetusnya antaralain

faktor stress dan pajanan bahan kimiawi. Riwayat inflamasi, iritasi atau ruam kulit

sebelum bercak putih disangkal. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan

penunjang apapun seperti menurut teori dimana pasien dengan vitiligo dilakukan

pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan DL, UL, FL, LFT serta

pemeriksaan lain yang berhubungan dengan penyakit yang berkaitan (DM, tiroid,

penyakit autoimun dan genetik) dan lampu wood.4,5

Penatalaksanaan pasien dengan vitiligo diberikan medikamentosa topikal,

sistemik dan fototerapi. Adapun pengobatan topikal yang diberikan adalah

kortikosteroid lemah – sedang atau psoralen 1-5% (likuid atau cream) atau liquor

carbonas detergen 3 – 5 % atau kombinasi obat-obat tersebut. Dianjurkan pada

penderita untuk menggunakan kamuflase agar kelainan tersebut tertutup dengan

cover mask. Pengobatan sistemik diberikan bila lesi luas dengan psoralen 10-60

mg per hari selama 2 – 9 bulan. Fototerapi dilakukan apabila pemberian obat-obat

tersebut tidak berhasil yang menggunakan gabungan antara psoralen dengan UVA

atau narrow-band UVB.11 Sebelumnya pasien telah diberikan terapi topikal

selama 1 tahun dan tidak membaik, tetapi pasien lupa nama obatnya. Sejak 1

tahun yang lalu pasien mulai melakukan fototerapi dengan narrow-band UVB

selama 40 detik serta diberikan kortikosteroid dan asam salisilat topikal. Pada saat

ini pasien telah melakukan fototerapi yang ke 146 selama 10 menit.

17

Page 18: Lapsus Vitiligo

BAB V

KESIMPULAN

Vitiligo merupakan penyakit yang masih belum diketahui penyebabnya secara

pasti. Namun, beberapa faktor diduga bisa menjadi pencetus untuk penyakit ini.

Begitu juga, telah banyak hipotesis yang diungkapkan oleh para peneliti untuk

menyingkap misteri dibalik perjalanan penyakit ini.

Tidak adanya melanosit pada lapisan kulit, merupakan tanda khas penyakit

ini. Gambaran ruam vitiligo dapat berupa makula hipopigmentasi yang lokal

sampai universal. Daerah tangan, pergelangan tangan, lutut, leher dan daerah

sekitar lubang (misalnya mulut) adalah daerah-daerah predileksi dari vitiligo.

Setelah anamnesis dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan woodlamp dan

pemeriksaan laboratorium histopatologi dapat menjadi penunjang untuk

menegakkan diagnosis vitiligo.

Terapi vitiligo sendiri sampai saat ini masih kurang memuaskan. Tabir surya

dan kosmetik covermask bisa menjadi pilihan terapi yang murah dan mudah serta

dapat digunakan oleh pasien sendiri dibanding dengan terapi lainnya.

Kortikosteroid topikal juga dapat menjadi terapi inisial untuk vitiligo. Tindakan

pembedahan Minirafting pada vitiligo dapat menjadi pilihan terapi apabila terapi

lain memang tidak berhasil. Khusus untuk vitiligo dengan luas permukaanya lebih

dari 50% dan pengobatan psoralen tidak berhasil, dapat dipilih terapi

depigmentasi agar seluruh kulit memiliki warna yang seragam.

Prognosis vitiligo masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran

dan kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan.

18

Page 19: Lapsus Vitiligo

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Edisi 5. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

296-298.

2. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of

Clinical Dermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical: Newyork. 335-341.

3. Rook A, Wilkinson DS, Ebling FJG. 1998. Textbook of Dermatology. 6th ed.

Blackwell Science: Malden. 1802-1805.

4. Gawkrodger DJ. 2003. Dermatology an Ilustrated Colour Text. 3rd ed.

Churchill Livingstone: London. 70.

5. Boissy RE, Manga P. 2004. Review On the Etiology of Contact/Occupational

Vitiligo. Pigment Cell Res. 17: 208–214.

6. Moretti S. 2003. Vitiligo. Orphanet Encyclopedia.

http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-vitiligo.pdf.

7. Shimizu H. 2007. Shimizu's Textbook of Dermatology. Hokkaido University

Press: Japan. 9.

8. James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrews’ Disease of The Skin.

10th ed. Saunders Elsevier: Philadelpia. 860-862.

9. Coskun B, Saral Y, Turgut D. 2005. Topical 0.05% clobetasol propionate

versus 1% pimecrolimus ointment in vitiligo.Eur J Dermatol. 15 (2): 88-91.

21

10. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. 2008.

Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. Mc Graw Hill:New

York. 616-622.

11. Majid I. 2010. Vitiligo Management : an Update. BJMP. 3(3): a332.

19