49
BAB I PENDAHULUAN Perdarahan saluran cerna atas adalah masalah yang sangat sering kita jumpai. Derajatnya dapat bervariasi dari perdarahan samar yang tidak diketahui hingga perdarahan hebat yang mengancam nyawa. Ulkus peptikum (Tukak peptik) adalah salah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis. Ulkus peptikum mengacu pada ulkus gaster dan duodenal yang disebabkan oleh asam peptik. Ulkus peptikum adalah kecacatan pada mukosa gastrointestinal yang disebabkan karena sel epitel terkena pengaruh asam dan pepsin yang melebihi kemampuan mukosa melawan efek tersebut. Ulkus peptikum mempunyai sifat penetrasi, yang dimulai dari mukosa menembus lapisan yang lebih dalam. Penetrasi ke pembuluh darah dapat mengakibatkan perdarahan masif dan jika terjadi penetrasi ke seluruh dinding lambung akan mengakibatkan perforasi akut. 1,2 Ulkus peptikum dapat terjadi pada semua orang dan semua golongan umur. Di Indonesia, lebih banyak ditemukan pada orang-orang Tionghoa daripada orang jawa. Selain itu juga banyak dijumpai pada suku Tapanuli, rakyat Sulawesi. Daerah yang banyak dijumpai ulkus peptikum diantaranya Rusia, Jepang, dan Cili. Kejadian pada kaum pria dan wanita sangat bervariasi. Secara klinis ulkus duodeni lebih sering dijumpai daripada ulkus gaster. Pada beberapa negara 1

Lapsus Ulkus Peptikum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus ulkus peptikum

Citation preview

Page 1: Lapsus Ulkus Peptikum

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna atas adalah masalah yang sangat sering kita jumpai.

Derajatnya dapat bervariasi dari perdarahan samar yang tidak diketahui hingga

perdarahan hebat yang mengancam nyawa. Ulkus peptikum (Tukak peptik) adalah salah

satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis. Ulkus peptikum mengacu pada

ulkus gaster dan duodenal yang disebabkan oleh asam peptik. Ulkus peptikum adalah

kecacatan pada mukosa gastrointestinal yang disebabkan karena sel epitel terkena

pengaruh asam dan pepsin yang melebihi kemampuan mukosa melawan efek tersebut.

Ulkus peptikum mempunyai sifat penetrasi, yang dimulai dari mukosa menembus

lapisan yang lebih dalam. Penetrasi ke pembuluh darah dapat mengakibatkan

perdarahan masif dan jika terjadi penetrasi ke seluruh dinding lambung akan

mengakibatkan perforasi akut.1,2

Ulkus peptikum dapat terjadi pada semua orang dan semua golongan umur. Di

Indonesia, lebih banyak ditemukan pada orang-orang Tionghoa daripada orang jawa.

Selain itu juga banyak dijumpai pada suku Tapanuli, rakyat Sulawesi. Daerah yang

banyak dijumpai ulkus peptikum diantaranya Rusia, Jepang, dan Cili. Kejadian pada

kaum pria dan wanita sangat bervariasi. Secara klinis ulkus duodeni lebih sering

dijumpai daripada ulkus gaster. Pada beberapa negara seperti Jepang lebih banyak

dijumpai ulkus gaster. Orang astenik, tinggi kurus disebut tipe tukak (ulcer type), tetapi

kelainan pada lambung dapat juga dijumpai pada orang yang gemuk, pendek, dan

obesitas.1 Ulkus gaster tersebar di seluruh dunia dijumpai lebih banyak pada pria,

meningkat pada usia lanjut, dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada

dekade keenam.3

Ulkus peptikum merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam

klinik terutama pada kelompok umur di atas 45 tahun. Kelompok umur terbanyak

adalah 45-65 tahun, dengan kecenderungan makin tua umur prevalensi makin

meningkat dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2:1. Dari hasil penelitian

diketahui bahwa penyebab utama tukak peptik adalah H.pylori sehingga penyakit ini

disebut juga sebagai acid H.pylori disease, namun demikian peranan faktor-faktor lain

1

Page 2: Lapsus Ulkus Peptikum

dalam kejadian tukak peptik jelas ada sehingga tukak peptik dikatakan sebagai penyakit

multifaktor.3

Lambung dan duodenum dilindungi dari faktor iritan oleh lapisan mukus, epitel,

tetapi beberapa faktor iritan seperti makanan minuman dan obat anti inflamasi non

steroid (OAINS), alkohol, dan empedu yang dapat menimbulkan kecacatan lapisan

mukus dan terjadi difusi balik ion H+, sehingga timbul tukak peptik.3

Penatalaksanaan Ulkus peptikum dari waktu ke waktu semakin baik seiring

dengan ditemukannya faktor-faktor penyebab dan ditunjang dengan kemajuan di bidang

pemeriksaan penunjang serta farmasi yang berhasil menemukan dan mengembangkan

obat-obat yang sangat berpotensi untuk penanganan tukak peptik. Insiden dan

kekambuhan tukak peptik saat ini menurun sejak ditemukan H. Pylori sebagai penyebab

dan dilakukan terapi eradikasi.3

2

Page 3: Lapsus Ulkus Peptikum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi

Ulkus Peptikum adalah kecacatan yang terjadi pada mukosa, kadang-kadang sampai

lapisan muskularis mukosa dari traktus gastrointestinalis, berbatas tegas, diameter ≥

5mm, yang selalu berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung

HCL.1,3,4

2.2 Patogenesis

Ulkus diterangkan mempunyai hubungan dengan asam lambung. Ulkus peptikum

timbul ketika pengaruh asam dan pepsin pada lumen gastrointestinal melebihi

kemampuan mukosa melawan pengaruh tersebut. Infeksi Helicobacter pylori,

nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), dan asam adalah tiga faktor yang

paling penting dalam ulkus peptikum. Asam diperlukan untuk perkembangan ulkus

yang disebabkan oleh H.pylori atau NSAIDs. Asam sendiri tidak menimbulkan ulkus

kecuali terjadi hipersekretori.1,2 Ulkus peptikum terdapat dalam dua bentuk yaitu : ulkus

ventrikuli dimana daya tahan mukosa menurun dan ulkus duodeni dimana faktor asam

lambung yang meningkat.4 Tukak lambung terjadi karena kegagalan mekanisme

proteksi mukosa lambung, sedangkan tukak duodenum terjadi karena hipersekresi asam

lambung.5

2.3 Etiologi

Faktor-faktor agresif

1. Helicobacter pylori

H.pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana asam dalam

lambung/duodenum (antrum, korpus, dan bulbus), berbentuk kurva/S-shaped.

Bakteri ini ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Pada lambung terutama

terkonsentrasi dalam antrum, berada pada lapisan mukus pada permukaan epitel

yang sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel epitel.3

Tubuh akan memberikan respon untuk mengeliminasi H.pylori dengan

mobilisasi sel-sel PMN/limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan

mengeluarkan bermacam-macam mediator inflamasi atau sitokinin, seperti

3

Page 4: Lapsus Ulkus Peptikum

interleukin 8, gamma interferon alfa, tumor necrosis faktor, yang bersama reaksi

imun yang muncul justru mnyebabkan kerusakan sel-sel epitel gastroduodenal yang

lebih parah tetapi tidak dapat mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik.3

H.pylori mengeluarkan sitotoksin yang secara langsung dapat merusak sel

epitel mukosa gastroduodenal, seperti vacuolating cytotoxin (Vac A gen) yang

menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel, cytotoxin associated gen A (Cag A gen)

merupakan petanda virulensi H.pylori dan hampir selalu ditemukan pada tukak

peptik. H.pylori juga melepaskan bermacam-macam enzim, seperti urease, protease,

lipase, dan fosfolipase. Urease memecah urea dalam lambung menjadi amonia yang

toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase A2 menekan

sekresi mukus yang menyebabkan daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan

yang kaya lipid pada apikal sel epitel. Asam lambung dapat berdifusi balik melalui

kerusakan sel-sel epitel ini sehingga menyebabkan nekrosis yang lebih luas.3

H.pylori yang terkonsentrasi dalam antrum menyebabkan kerusakan sel D

yang mengeluarkan somatostatin, yang berfungsi membatasi produksi gastrin. Hal

ini menyebabkan produksi gastrin meningkat, yang nantinya merangsang sel-sel

parietal menghasilkan asam lambung yang berlebihan. Asam lambung masuk ke

duodenum sehingga keasaman meningkat. Asam lambung yang tinggi pada

duodenum menyebabkan gastrik metaplasia yang dapat menjadi tempat hidup

H.pylori dan sekaligus dapat memproduksi asam sehingga lebih menambah

keasaman dalam duodenum. Keasaman yang tinggi akan menekan mukus dan

bikarbonat sehingga menyebabkan daya tahan mukosa lebih menurun.3

2. Obat antiinflamasi non steroid (OAINS)

Pemakaian obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat (ASA)

secara kronik dan reguler dapat menyebabkan terjadinya risiko perdarahan

gastrointestinal 3 kali lipat. Pemakaian OAINS/ASA tidak hanya menyebabkan

kerusakan pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa

inflamasi, ulserasi, dan perforasi.3

Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa karena penggunaan OAINS/ASA

adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa. Selain itu, OAINS/ASA

menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) sehingga menekan produksi

prostaglandin/prostasiklin yang berperan memelihara keutuhan mukosa dengan

4

Page 5: Lapsus Ulkus Peptikum

mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan

bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa, serta sekresi basal asam

lambung.3,6

Beberapa faktor risiko yang memudahkan terjadinya tukak peptik pada

penggunaan OAINS adalah umur tua (60 tahun); riwayat adanya tukak peptik

sebelumnya; dispepsia kronik; intoleransi terhadap penggunaan OAINS

sebelumnya; jenis, dosis, dan lamanya penggunaan OAINS sebelumnya;

penggunaan secara bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan, dan penggunaan

2 jenis OAINS secara bersamaan; dan penyakit penyerta lainnya yang diderita oleh

pengguna OAINS.3

3. Beberapa faktor lingkungan dan penyakit lain

Merokok (tembakau, sigaret) meningkatkan kerentanan terhadap infeksi H.pylori

dengan menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan keadaan yang sesuai

dengan H.pylori; faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin;

beberapa penyakit tertentu seperti Zollinger Elison (kelainan pada non insulin

sekreting sel pankreas), mastositosis sistemik, penyakit Chron, dan

hiperparatiroidisme; faktor genetik; faktor kejiwaan pada orang yang psikisnya

sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, dan mempunyai ambisi besar

mengakibatkan mereka hidup tidak teratur; hormon wanita, berdasarkan statistik

bahwa wanita usia produktif jarang menderita ulkus peptikum jika dibandingkan

dengan pria pada usia yang sama, atau jika dibandingkan dengan wanita setelah

masa menopause.1,3

Faktor-faktor defensif

Gangguan pada satu atau beberapa faktor pertahanan mukosa, menyebabkan daya tahan

mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak oleh faktor agresif yang menyebabkan

terjadinya tukak peptik. Ada tiga faktor pertahanan yang berfungsi memelihara daya

tahan mukosa gastroduodenal, yaitu : 3

1. Faktor preepitel terdiri dari :

a. Mukus/bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam

lambung/pepsin.

5

Page 6: Lapsus Ulkus Peptikum

b. Mucoid cap, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin, yang

terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi.

c. Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan

hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus.

2. Faktor epitel

a. Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi

sel-sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan.

b. Pertahanan seluler, yaitu kemampuan untuk memelihara

electrical gradient dan mencegah pengasaman sel.

c. Kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat

ke dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam

keluar jaringan.

d. Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.

3. Faktor subepitel

a. Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen, dan

bikarbonat ke epitel sel.

b. Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang

merangsang reaksi inflamasi jaringan.

2.4 Klasifkasi Ulkus Peptikum

1. Waktu timbulnya

1.1 Ulkus Peptikum Akut

Pada ulkus peptikum akut biasanya ada penyebab yang mendahuluinya, seperti

misalnya luka bakar yang berat, operasi berat, dan gastritis erosiva akibat obat-

obatan. Ulkus biasanya multipel dan timbulnya secara mendadak. Ulkus sering

ditemukan pada duodenum dan lambung. Berbagai macam rangsangan stres

yang dapat menimbulkan ulkus peptik akut diantaranya ialah : syok, trauma,

kebakaran, pembedahan, perubahan udara yang mendadak, dan obat-obatan.

Sifat dari tukak peptik akut adalah cepat sembuh dan biasanya tanpa

meninggalkan bekas, dan kadang-kadang disertai perdarahan.1

1.2 Ulkus Peptikum Kronik

Gejala ulkus peptik kronis biasanya bersifat menahun. Adanya riwayat nyeri

ulu hati yang bersifat periodik, nyeri timbul berhubungan dengan makanan

6

Page 7: Lapsus Ulkus Peptikum

atau minuman yang dikonsumsi, dialami lebih dari 2 bulan dan mempunyai

masa penyembuhan yang lama. Secara patologis gambaran dari ulkus yang

kronik adalah berupa jaringan ikat pada tepi dan dasar dari ulkus.1

2 Letak Tukak

Pada bagian bawah esofagus, lambung, dan duodenum bagian atas (first portion of

duodenum). Ulkus yeyunum bisa ditemukan pada penderita yang mengalami

gastroyeyunostomi. Ulkus ileum bisa ditemukan pada penderita yang mengalami

gastroileostomi. Ulkus biasanya terdapat di dekat anastomose yang dapat disebut

pula ulkus marginalis atau stomal ulcer.

2.1 Ulkus esofagus

Ulkus ini jarang ditemukan dan bila ditemukan biasanya terdapat di bagian

distal esofagus. Kelainan yang menyertai atau mendahului, seperti hernia,

striktura, akalasia, dan tumor. Nyeri terletak di bagian bawah sternum atau

tepat di ulu hati yang menjalar ke manubrium sterni dan ke punggung di

daerah interskapuler, terutama saat makan atau minum. Nyeri akan bertambah

berat jika membungkukkan badan. Selain itu terdapat keluhan berupa panas di

dada dan ulu hati, mual dan muntah-muntah. Pada pemeriksaan jasmani tidak

ditemukan kelainan yang jelas.1

2.2 Ulkus lambung

Letak tukak terbanyak di angulus, antrum, prepilorus, dan jarang terjadi pada

korpus dan fundus. Keluhan berupa rasa nyeri di perut kiri atas atau

epigastrium yang ada hubungan dengan makanan, dan mulut terasa asam.

Nyeri bisa menjalar ke punggung kiri. Nyeri dirasakan setelah makan,

kemudian diikuti dengan rasa enak yang berakhir 30-90 menit, kemudian

diikuti dengan periode nyeri yaitu sampai lambung kosong selama 90 menit.

Jadi ritme nyeri pada tukak lambung adalah makan-nyeri-enak. Pada

pemeriksaan jasmani ditemukan nyeri tekan pada epigastrium antara umbilikus

dan prosesus sifoideus. 1,3

2.3 Ulkus duodeni

Letak tukak duodeni terbanyak di dinding anterior dan posterior dari bulbus

dan postbulber atau pars desendens duodeni di sebelah proksimal dari papila

vatereii. Jarang sekali ditemukan di distal papila vatereii. Nyeri, pedih, dan

7

Page 8: Lapsus Ulkus Peptikum

panas di perut kanan atas, terutama tengah malam saat tidur sehingga

terbangun. Rasa nyeri kadang-kadang menjalar ke perut kiri dan ke pinggang

kanan. Nyeri bisa dikurangi dengan makan, minum susu, dan minum obat

antasida (Hunger Pain Food Relief). Nyeri timbul saat pasien merasa lapar dan

terasa enak setelah makan 2-4 jam, kemudian timbul rasa nyeri sampai waktu

makan lagi. Jadi timbul triple ritme, makan-enak-nyeri. Pada pemeriksaan

jasmani ditemukan, nyeri tekan di perut kanan atas dekat umbilikus.1,3

2.4 Ulkus yeyunum

Tukak di yeyunum jarang terjadi, baru timbul setelah penderita mengalami

gastroyeyunostomi. Letak tukak terbanyak di distal, tidak lebih dari 3 cm dari

anastomose di dinding anterior. Keluhan umumnya berupa rasa nyeri, pedih,

dan panas di perut di sebelah kiri umbilikus, mual dan muntah-muntah, serta

mulut terasa asam. Kadang-kadang nyeri menjalar ke pinggang kiri.1,7

3. Kedalamam tukak1

3.1 Kerusakan jaringan hanya terbatas pada mukosa, dan disebut erosi.

3.2 Kerusakan jaringan atau ulserasi sampai submukosa.

3.3 Ulserasi meluas ke bagian yang lebih dalam yaitu pada sebagian dari lapisan

muskularis.

3.4 Ulkus menembus ke bagian yang lebih dalam, terutama sebagian lapisan

muskularis dan terjadi peradangan sampai lapisan serosa.

Modifikasi kriteria forrest untuk stratifikasi risiko ulkus peptikum8

Tipe 1 Perdarahan aktif 1a. Spurting

1b. Oozing

Tipe 2 Ulkus dengan perdarahan tidak aktif 2a. Non bleeding visible vessel

2b. Ulkus with surface clot

2c. Ulkus with red or dark blue spot

Tipe 3 Ulkus dengan dasar yang bersih

Tipe 1 dan 2 membutuhkan endoterapi dengan risiko perdarahan ulang 43-55%,

sedangkan tipe 2c dan 3 tidak memerlukan endoterapi karena risiko perdarahan ulang

hanya 5-10%.8

8

Page 9: Lapsus Ulkus Peptikum

2.5 Diagnosis Klinik

Anamnesis

Secara umum pasien tukak peptik biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu

sindroma klinik/kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual,

muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa panas seperti terbakar yang biasanya

timbul setelah makan atau minum yang asam, seperti ditusuk-tusuk, seperti diperas, atau

pedih, rasa penuh ulu hati, cepat merasa kenyang, dan serangan tukak hilang-timbul

secara periodik.1,3

Keluhan utama dalah nyeri di epigastrium, dimana sifatnya kronik bisa

bulanan/tahunan, periodik secara remisi dan eksaserbasi, ritmik-iramanya hunger pain

food relief pattern, kualitasnya steady and continue. Apabila keadaan memberat, maka

pola tersebut berubah dan nyeri dirasakan lebih berat serta lebih lama.4

Pada tukak duodeni rasa sakit timbul saat pasien merasa lapar atau 90 menit-3

jam setelah makan, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit

hilang setelah makan dan minum susu atau obat antasida (Hunger pain food relief), rasa

sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Hal ini menunjukkan adanya

peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis tukak duodenum. Rasa mual disertai

mulut asam merupakan keluhan pada penderita tukak di pilorus, atau duodenum. Rasa

sakit tukak gaster timbul setelah makan, dan rasa sakit tukak gaster dirasakan sebelah

kiri garis tengah perut. Muntah terutama timbul pada tukak yang masih aktif, sering

ditemukan pada penderita tukak lambung daripada tukak duodeni, terutama yang

letaknya di antrum atau pilorus.1,3

Riwayat minum alkohol, jamu-jamuan, atau obat-obatan yang ulserogenik.

Sepuluh persen dari tukak peptik, khususnya karena OAINS menimbulkan komplikasi

(perdarahan/perforasi) tanpa danya keluhan nyeri sebelumnya sehingga anamnesis

tentang penggunaan OAINS perlu ditanyakan pada pasien. Tinja berwarna seperti teer

(melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan tukak.3,5

Pada dispepsia kronik, untuk membedakan dispepsia fungsional dan dispepsia

organik, yaitu pada tukak peptik dapat ditemukan gejala peringatan (alarm symptom)

antara lain berupa : umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali, berat badan

menurun >10%, anoreksia/rasa cepat kenyang, riwayat tukak peptik sebelumnya,

muntah yang persisten, dan anemia yang tidak diketahui penyababnya.3

9

Page 10: Lapsus Ulkus Peptikum

Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila ditemukan

adanya riwayat pasien tukak dalam keluarga, rasa sakit klasik dengan keluhan yang

spesifik, faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS, perokok berat, dan alkohol,

adanya penyakit kronis seperti PPOK atau sirosis hati, dan adanya hasil positif H.pylori

dari serologi/IgG anti H.pylori.3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik hanya sedikit membantu diagnosa, kecuali bila sudah terjadi

komplikasi. Pada non komplikata jarang menimbulkan kelainan fisik. Rasa sakit/nyeri

ulu hati di kiri atau sebelah kanan garis tengah perut, terjadinya penurunan berat badan

merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai pada tukak peptik tanpa komplikasi.3

Pada non komplikata adanya “epigastric tenderness” yang berlokasi di

epigastrium antara umbilikus dan prosesus sifoideus. Timbulnya “diffuse superficial

tenderness” kemungkinan merupakan refleks viserosomatik. Semua serabut-serabut

nyeri dari traktus gastrointestinalis melalui saraf simpatis menuju ke spinal cord.

Persarafan di lambung dan duodenum oleh nervus splanknikus menuju ke segmen dari

spinal cord. Pada beberapa penderita, palpasi dalam disertai dengan penekanan

menimbulkan rasa nyeri yang bertambah hebat.3 Rasa nyeri bermula pada satu titik

(pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini kemungkinan diakibatkan

oleh penyakit yang bertambah berat atau mengalami komplikasi.1

Pada pasien dengan komplikasi obstruksi, pada pemeriksaan fisik ditemukan

penderita terlihat lemah, kurus, dan dehidrasi. Perut atas cembung dan kadang-kadang

terlihat peristaltik dari lambung.9

Pertama-tama harus dinilai status hemodinamika pasien, adakah syok atau tidak.

Bila syok segera ditanggulangi tanpa melakukan formalitas pemeriksaan fisik yang

sempurna. Periksa apakah ada stigmata penyakit hati kronik (tanda-tanda kegagalan faal

hati dan hipertensi portal). Pemeriksaan colok dubur (rectal toucher) juga perlu

dikerjakan.5

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk memperkuat diagnosis. Beberapa pemeriksaan

penunjang yang dilakukan yaitu :

1. Pemeriksaan radiologis (Barium meal)

10

Page 11: Lapsus Ulkus Peptikum

Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat digunakan dalam

menegakkan diagnosis tukak peptik, tetapi akhir-akhir ini lebih dianjurkan

pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan rontgen yang disertai dengan metoda kontras

ganda dapat memperlihatkan kelainan pada mukosa lambung. Pemeriksaan perlu

dilakukan dalam berbagai posisi, misalnya pada posisis telentang (supine) untuk

melihat dinding posterior, posisi tengkurap (prone) untuk melihat kelainan pada

dinding anterior, oblique ke kanan dan kiri.1,3

Jika terjadi komplikasi berupa perforasi maka pada foto polos abdomen

ditemukan daerah bebas udara antara hati dan diafragma. Pada obstruksi terlihat

gambaran lambung yang membesar, dengan sisa makanan. Daerah pilorus terlihat

menyempit, dan tidak ada/sedikit sekali bubur barium yang masuk duodenum. Pada

lambung bilokuler ditemukan penyempitan di bagian korpus. Pada daerah

penyempitan kadang-kadang terlihat dibagi dua, yaitu bagian bawah dan atas

stenosis.9

Lokasi tukak penting dalam menentukan sifatnya apakah benigna atau

maligna atau kemungkinan mengalami perubahaan menjadi malignitas. Pada

umumnya tukak yang jinak berlokasi di dinding kurvatura minor, atau di dinding

posterior dan anterior. Tukak yang berlokasi di kurvatura mayor sebagian besar

bersifat ganas.1

2. Pemeriksaan Endoskopi

Saat ini untuk diagnosis tukak peptik lebih dianjurkan pemeriksaan endoskopi

saluran cerna bagian atas. Di samping itu untuk memastikan diagnosa keganasan

tukak gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi brushing dengan

biopsi melalui endoskopi.3 Pada obstruksi ditemukan sisa makanan pada endoskopi.9

Gambaran khas pada tukak jinak adalah pada umumnya bulat atau oval,

tepinya teratur dengan dasar licin, daerah di sekitarnya membengkak dan hiperemi,

dan sering dijumpai lipatan yang radier (radiating fold) di sekitar tukak. Tukak yang

masih aktif, tampak jelas batasnya berbentuk bulat atau oval, dengan dasar licin

berisi nanah, tepi teratur dengan daerah di sekitarnya membengkak hiperemi.

Gambaran tukak gaster untuk keganasan adalah: Boorman I /polipoid, B-II/ulceratif,

B-III/infiltratif, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Biopsi dan endoskopi perlu

11

Page 12: Lapsus Ulkus Peptikum

dilakukan ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi, karena tingginya kejadian

keganasan pada tukak gaster (70%).1,3

3. Infeksi Helycobacter pylori dapat didiagnosis dengan test antibodi (tes serologi),

biopsi lambung pada pemeriksaan endoskopi, tes antigen tinja, dan tes napas urea

yang non invasif, yang dapat mengidentifikasikan produksi enzim bakteri dalam

lambung.

4. Hematologi

Hemoglobin, hematokrit, lekosit, eritrosit, trombosit, morfologi darah tepi, dan

golongan darah. Jika diperlukan periksa faal pembekuan.10

5. Biokimia darah

Uji faal hati yaitu transaminase, bilirubin, elektroforesa protein, kolesterol, dan

fosfatase alkali. Uji faal ginjal yaitu urea nitrogen dan kreatinin.10

6. Urine rutin

2.6 Komplikasi Ulkus Peptikum

Komplikasi tukak peptik yang sering terjadi adalah

1. Perdarahan

Perdarahan sering terjadi dan merupakan komplikasi yang terbanyak pada penderita

tukak peptik. Insiden meningkat pada usia lanjut (> 60 tahun) akibat adanya

penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS. Perdarahan dapat terjadi

secara kronis maupun akut. Perdarahan kronis umumnya bersifat perdarahan

tersembunyi (occult blood) di tinja, tidak banyak memberi keluhan dan akan

menimbulkan gejala anemi (anemia hipokromik atau anemia defisiensi Fe).

Sebaliknya jika perdarahan akut, maka akan terjadi hematemesis dan melena, dan

penderita akan mengalami syok. Tukak lambung sering menimbulkan hematemesis,

sedangkan tukak duodeni lebih sering menimbulkan melena.1,3,9

2. Perforasi

Insiden perforasi meningkat pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan

meningkatnya penggunaan OAINS. Perforasi tukak gaster biasanya ke lobus kiri

hati, dan dapat menimbulkan fistula gastrokolik. Penetrasi adalah suatu bentuk

perforasi yang tidak terbuka/tanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh

12

Page 13: Lapsus Ulkus Peptikum

omentum/organ perut di sekitar. Komplikasi ini sering terjadi, dan dibagi menjadi

tiga tahap, yaitu :1,3

a. Tahap I

Nyeri dirasakan sangat hebat dan perut terasa tegang, karena cairan lambung dan

makanan masuk dalam kavum peritonii, sehingga menimbulkan rangsangan

pada peritoneum. Selain itu penderita juga mengeluh nausea dan vomitus. Kulit

penderita menjadi dingin walaupun suhu normal, auskultasi di abdomen tidak

ditemukan bising usus, frekuensi inspirasi biasanya bertambah dangkal, terdapat

pernapasan kostal, nadi normal atau bertambah cepat, tekanan darah biasanya

normal tetapi jika tekanan darah sistol di bawah 100 mmHg, mempunyai

prognosa jelek.1,9

b. Tahap II

Tahap ini terjadi 2-6 jam setelah perforasi. Nyeri bertambah berat, menjalar ke

punggung dan bahu kanan. Dinding abdomen keras seperti papan (board like

abdominal rigidity), disertai dengan pernapasan kostal, makin cepat dan

dangkal. Suhu badan naik dengan tanda syok positif dan bising usus negatif.1,9

c. Tahap III

Pada tahap ini timbul peritonitis generalisata, yang terjadi 6-12 jam setelah

perforasi. Hal ini disebabkan karena invasi bakteri ke dalam kavum peritonii.

Keluhan bertambah berat, suhu bertambah naik, takikardi, dan pernapasan

bertambah cepat serta dangkal. Perasaan sangat nyeri dan nyeri tekan perut,

perut diam tanpa terdengar peristaltik usus merupakan tanda peritonitis.1,9

3. Obstruksi

Retensi lambung adalah komplikasi yang sering pada tukak peptik dan mungkin

disebabkan karena pilorospasme atau akibat terjadinya parut (cicatrix). Obstruksi

pilorus menyebabkan vomitus bertambah hebat, dan lama-kelamaan akan terjadi

dehidrasi dengan serum Na, K, dan Cl akan menurun, serta akan terjadi

hemokonsentrasi dan kadar urea dalam darah naik.1

4. Stenosis pilorus

Stenosis pilorus biasanya merupakan komplikasi dari tukak duodeni. Selain itu bisa

juga disebabkan oleh tukak lambung yang lokasinya dekat pilorus dan karsinoma

lambung stadium lanjut.1

13

Page 14: Lapsus Ulkus Peptikum

Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah

berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan,dan berat badan turun.

Serangan nyeri hebat mungkin timbul bersamaan dengan periode peristaltik

lambung. Lama kelamaan lambung semakin membesar, rasa nyeri berkurang, rasa

penuh di perut tetap ada yang disertai dengan rasa mual, dan keluhan muntah

berkurang. Badan lemah, dan kadang timbul konstipasi. 1,3

5. Penetrasi

Tukak yang terletak pada dinding posterior lambung dapat mengakibatkan

perlengketan dengan organ di sekitarnya, dan dari proses ulserasi dapat terjadi

penetrasi ke organ-organ tersebut, tanpa disertai keluarnya isi lambung ke dalam

kavum peritonii. Penetrasi biasanya terjadi ke hepar, pankreas, dan omentum minus.

Penetrasi tukak yang mengenai pankreas menyebabkan nyeri yang timbul tiba-tiba

dan menjalar ke punggung.1,3,9

6. Lambung bilokuler (lambung gelas jam = hour-glass stomach)

Keadaan ini disebabkan karena tukak lambung kronik yang berbentuk seperti pelana

pada kurvatura minor, dimana saat penyembuhan terjadi parut yang menimbulkan

korpus lambung mengalami konstruksi yang hebat, sehingga lambung terbagi

menjadi 2 bagian oleh segmen stenotik. Hal ini dapat juga terjadi peda tukak

penetrasi yang melengket pada pankreas atau hepar, atau pada dinding anterior

abdomen.1 Komplikasi ini jarang terjadi.9

2.7 Penatalaksanaan Ulkus Peptikum

Penatalaksanaan awal pada perdarahan saluran makanan bagian atas :

1. Resusitasi

Prioritas pertama adalah penilaian, pemantauan, dan menjaga kestabilan status

hemodinamika.10

a. Tanpa syok

- Perdarahan 500cc, dilakukan observasi tekanan darah-nadi-suhu-kesadaran.

Periksa hemoglobin/hematokrit secara berkala untuk evaluasi kemungkinan

transfusi.

- Perdarahan 500-1000cc, dilakukan evaluasi kemungkinan transfusi sambil

terpasang infus larutan kristaloid (Ringer Laktat).

14

Page 15: Lapsus Ulkus Peptikum

- Perdarahan masif (>1000cc, Hb<8 gr%), lakukan infus larutan kristaloid

dipercepat sambil menunggu darah untuk segera transfusi.

b. Keadaan syok

- Letakkan penderita pada posisi telentang tanpa bantal, kepala miring ke

samping, diberikan O2 melalui kateter hidung 5 liter/menit dan pasang kateter

foley untuk pemantauan produksi urin.

- Infus larutan kristaloid (Ringer Laktat) 1000cc dalam 1 jam.

- Bila tetap syok, infus diteruskan dengan plasma ekspander sambil menunggu

darah untuk segera ditransfusi. Jumlah transfusi tergantung pada respon

hemodinamik yaitu CVP stabil normal, tanda vital baik, diuresis cukup, Ht

>30%.

2. Kuras lambung

Sesudah resusitasi berhasil baik, pasang pipa nasogastrik untuk aspirasi isi lambung

dan kuras lambung dengan air es 150cc tiap 2, 4, atau 6 jam tergantung

perdarahannya.10

3. Pada perdarahan saluran makanan bagian atas masif/diduga perdarahan arteriil,

perlu segera diketahui sumber perdarahannya melalui pemeriksaan arteriografi

mesentrika selektif. Tindakan pembedahan/laparotomi eksplorative

dipertimbangkan pada kasus perdarahan masif untuk diagnostik dan terapi.10

4. Panendoskopi

Setelah hemodinamika stabil dan air kurasan berwarna merah muda jernih, secara

panendoskopi dapat dilihat sumber perdarahan yaitu perdarahan varises esofagei

atau perdarahan bukan berasal dari varises esofagei.10

Terapi tukak peptik akut pada umumnya serupa dengan tukak peptik kronik. Penderita

dengan keluhan yang berat dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit, serta perlu

beristirahat beberapa minggu. Penderita dengan keluhan ringan dan tanpa komplikasi

dapat berobat jalan. Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan (sakit/dispepsia),

menyembuhkan tukak, mencegah kekambuhan, dan mencegah komplikasi. Tukak gaster

dan tukak duodeni sedikit berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi

sama. Tukak gaster biasanya berukuran lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi

yang lebih lama. Secara garis besar pengelolaan tukak peptik adalah sebagai berikut :1,3

1. Terapi Konservatif

15

Page 16: Lapsus Ulkus Peptikum

a. Pengaturan diit

Pemberian makanan adalah segera sesudah hemodinamika stabil dan perasaan

mual sudah tidak ada lagi. Mula-mula diberikan diet cair kemudian menjadi diet

saring, diet lunak, dan akhirnya diet biasa.5 Dasar diet yang dilakukan adalah

makan sedikit berulang kali, dan makanan yang banyak mengandung susu dalam

porsi kecil. Makanan yang dikonsumsi harus lembek dan mudah dicerna, tidak

merangsang, dapat menetralisir asam HCl, serta hindari makanan pedas, asam,

dan beralkohol, kopi, teh, coklat, makanan yang berserat tinggi, makanan yang

mengandung lemak dan bumbu-bumbu berlebihan. Perut tidak boleh kosong

atau terlalu penuh.1,3,4

b. Tatacara hidup

Penderita tukak peptik terutama yang berat harus banyak istirahat, dan sebaiknya

dirawat di rumah sakit untuk mencegah timbulnya komplikasi. Penyembuhan

dengan rawat inap akan lebih cepat dengan bertambahnya jam istirahat,

berkurangnya refluks empedu, stress, dan penggunaan analgetik. Stress dan

kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit

tukak. Penderita yang memiliki kalainan psikis, emosional, perlu ketenangan

atau bila perlu dikonsulkan dengan ahli jiwa klinik. Sementara dapat diberikan

sedative atau penenang (tranquilizer). Obat ini bukan untuk mengobati tukak

peptik, dan hanya sebagai obat tambahan sehingga sebaiknya diberikan dalam

dosis rendah.1,3

c. Merokok

Merokok menghalangi penyembuhan tukak kronik, menghambat sekresi

bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks

duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus, dan meningkatkan kekambuhan

tukak. Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung. Sampai

saat ini, tidak ada bukti bahwa merokok merupakan predisposisi untuk

timbulnya tukak peptik. Merokok akan mengurangi nafsu makan dan

menghambat penyembuhan tukak peptik, dan dengan menghentikan merokok

akan menambah nafsu makan.1,3

d. Obat-obatan

16

Page 17: Lapsus Ulkus Peptikum

OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secar parenteral (supositoria dan injeksi)

tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan, dosis OAINS diturunkan atau

dikombinasi dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Saat ini sudah tersedia COX 2

inhibitor yang selektif untuk penyakit OA dan RA yang kurang menimbulkan

keluhan perut. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk penyakit kardiovaskular

belum menjamin tidak terjadi kerusakan mukosa lambung.3

e. Lain-lain

Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang asam,

coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa

lambung tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan sebaiknya jangan

dikonsumsi saat perut kosong.3

2. Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat dapat digunakan untuk mengobati tukak peptik, diantaranya

adalah : antasida, antikolinergik, prokinetik, obat golongan sitoprotektif, H2 reseptor

antagonis, dan omeprazol.

2.1 Antasida

Saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering digunakan untuk

menghilangkan rasa sakit atau dispepsia. Obat ini bekerja menetralisir asam.

Pemberian antasida yang mengandung aluminium-magnesium hidroksida 30-

120cc/jam untuk mempertahankan pH intragastrik minimal 4,5. 3,10

2.2 Obat penangkal kerusakan mukus (cyto protective)

a. Koloid bismuth

Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal

bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya terhadap pengaruh

asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin, merangsang sekresi

prostagladin, bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi

adalah neuro toksik. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama

dengan ARH2 serta adanya efek bakterisidal terhadap H.Pylori sehingga

kekambuhan berkurang.3

b. Sukralfat

Melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain

membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan

17

Page 18: Lapsus Ulkus Peptikum

mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Efek

samping konstipasi, tidak dianjurkan pada gagal ginjal kronik.3

c. Prostaglandin

Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung , menambah sekresi

mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa dan perbaikan

mukosa. Efek penekanan asam lambung kurang kuat dibandingkan ARH2.

Biasanya digunakan sebagai penangkal timbulnya tukak gaster pada pasien

yang mengguankan OAINS. PGE/misoprostol. Efek samping diare, mual,

muntah dan menimbulkan kontraksi otot uterus/perdarahan sehingga tidak

dianjurkan pada wanita yang akan hamil.3

2.3 H-2 reseptor antagonis

Obat golongan ini mempunyai satu persamaan, yaitu memiliki gugus imidazol

histamin yang dianggap penting sekali menghambat reseptor Histamin-2 yang

merupakan mediator untuk sekresi asam.

a. Cimetidin

Cimetidin mempunyai fungsi menghambat sekresi asam basal dan

nokturnal. Obat ini juga akan menghambat sekresi asam lambung, oleh

karena rangsangan makanan. Obat ini dapat juga digunakan untuk

pengobatan gastritis kronis dengan hipersekresi asam lambung dan tukak

peptik yang mengalami perdarahan.1

Dosis cimetidin yang dianjurkan sehari, 3 kali 200 mg, ditambah

200 mg sebelum tidur malam yang diberikan 4-6 minggu, kemudian

dilanjutkan 200 mg tiap malam. Adapula yang memberikan 400 mg sehari

2 kali, yang juga cukup efektif. Obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan

pada wanita hamil. Cimetidin 200-400 mg yang diberikan pada malam

hari, cukup efektif untuk mencegah kambuhnya kembali tukak peptik.1

b. Ranitidin

Ranitidin banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tukak peptik baik yang

akut maupun yang kronis, dan khasiatnya 4-10 kali cimetidin. Ranitidin

menghambat sekresi asam lambung baik dalam keadaan basal maupun

sebagai respon terhadap berbagai rangsangan. Sifat inhibitor terhadap

sekresi asam lambung tergolong kuat dengan masa kerja lama, sehingga

18

Page 19: Lapsus Ulkus Peptikum

cukup diberikan dua kali sehari. Ranitidin tidak mempengaruhi fungsi hati.

Sebagian besar ranitidin baik yang diberikan peroral maupun parenteral

secara intravena.1

Pemberian ranitidin dalam dosis terapi menunjukkan tidak terjadi

interaksi dengan obat lain. Ranitidin selain digunakan untuk mengobati

tukak peptik, juga digunakan untuk mengobati gastritis dengan

hipersekresi asam lambung. Ranitidin juga bermanfaat untuk pengobatan

kelainan lambung akibat pemberian obat antirematik (NSAID = Non

Steroid Anti Inflammatory Disease) baik dengan atau tanpa perdarahan.

Dosis peroral yang dianjurkan dua kali 100 mg, yang diberikan 4-6

minggu, untuk selanjutnya dilanjutkan 150 mg diberikan tiap malam.1

c. Roxatidin

Pemberian roxatidin asetat terbukti sangat kuat menghambat sekresi asam

lambung pada malam hari. Pengeluaran asam lambung basal juga

berkurang sekitar 90% setelah 3 jam pemberian peroral 50 mg roxatidin

asetat. Efektivitas roxatidin asetat setara dengan cimetidin dan ranitidin

dalam mempertahankan bebas tukak, tetapi dengan roxatidin hal ini dapat

dicapai dengan dosis rendah.1

Berdasarkan hasil penelitian obat ini lebih aman daripada cimetidin. Dosis

yang dianjurkan yaitu dua kali 75 mg sehari atau 150 mg yang diberikan

malam hari sebelum tidur. Pada tukak peptik sebaiknya diberikan selama

4-6 minggu dengan dosis 150 mg/hari, selanjutnya diberikan 75 mg tiap

malam hari untuk mencegah kekambuhan. Pada gangguan fungsi ginjal

sebaiknya dosis roxatidin dikurangi menjadi 75 mg/hari.1

d. Famotidin

Famotidin dapat diberikan pada penderita tukak peptik yang disertai sirosis

hati, dan juga pada gangguan faal ginjal yang ringan. Dosis yang

dianjurkan adalah 20 mg sehari atau 40 mg yang diberikan hanya sekali

sebelum tidur malam hari. Pada tukak peptik diberikan pengobatan selama

4-6 minggu, selanjutnya diberikan 20 mg tiap malam selama 4 minggu

guna mencegah kekambuhan. Penderita tukak peptik yang mengalami

perdarahan atau pada ”stress ulcer” dengan perdarahan sebaiknya

19

Page 20: Lapsus Ulkus Peptikum

diberikan famotidin 20 mg secara intravena dua kali sehari. Pemberian ini

selama 3-5 hari dan biasanya perdarahan akan berhenti, kemudian

dilanjutkan peroral. Penderita dengan gastritis dapat diberikan dosis lebih

rendah yaitu 20 mg tiap malam sebelum tidur.1

2.4 Proton Pump Inhibitor/PPI

Omeprazole merupakan obat antisekretorik yang poten dengan mekanisme

yang unik, yaitu bekerja di dalam sel parietal sendiri. Omeprazole merupakan

suatu inhibitor dari H+, K+-ATP ase yang memecah H+, K+-ATP menghasilkan

energi untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam

lumen lambung. Omeprazole mengontrol produksi asam, apapun jenis

rangsangannya.1,3

Omeprazole 20 mg sehari tiap pagi sebelum sarapan pagi, sangat efektif

untuk penyembuhan tukak peptik, dan hilangnya keluhan cukup cepat. Efek

samping yang mungkin timbul yaitu : sakit kepala, nausea, vomitus, diare,

lemas, nyeri epigastrik, dan banyak gas. Keluhan ini cepat menghilang jika

obat dihentikan.1,3

2.5 Tukak Peptik dengan kausa H.pylori

Untuk mencapai tujuan terapi, maka eradikasi H.pylori merupakan tujuan

utama. Walaupun terapi antibiotik cukup untuk terapi tukak peptik dengan H.

Pylori positif, namun kombinasi dengan obat Penghambat Proton Pump

dengan kombinasi 2 antibiotik (triple therapy) merupakan cara terbaik, yang

masing-masing diberikan 7-10 hari.3

a. PPI 2x1 (tergantung mg preparat yang digunakan)

Amoksisilin 2x1 gr/hari

Klaritromisin 2x500mg

b. PPI 2x1

Amoksisilin 2x1 gr/hari

Metronidazol 2x500mg

c. PPI 2x1

Klaritromisin 2x500mg/hari

Metronidazol 2x500mg

2.6 Tukak peptik dengan kausa H.pylori disertai penggunaan OAINS

20

Page 21: Lapsus Ulkus Peptikum

Eradikasi H.pylori sebagai tindakan utama tetap dilakukan dan bila mungkin

OAINS dihentikan atau diganti OAINS spesifik COX-2 inhibitor yang

mempunyai efek merugikan yang lebih kecil pada gastroduodenal. Pengobatan

yang dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan PPI untuk meningkatkan

pH lambung di atas 4.3

2.7 Tukak peptik dengan kausa OAINS

Penggunaan OAINS terutama yang terutama bekerja menghambat kerja COX-

1 akan meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal. Usaha pencegahan

dan meminimalkan efek samping OAINS yaitu:3

1. Penghentian pemakaian OAINS, walaupun biasanya tidak memungkinkan

pada penyakit artritis.

2. Penggunaan preparat OAINS yang terikat pada bahan lain, seperti Nitrit

Oxide.

3. Pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti H2

reseptor antagonis, PPI, atau prostaglandin untuk meningkatkan pH

lambung di atas 4.

3. Terapi endoskopi

Terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin atau etoksisklerol atau obat

fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau terapi laser atau

terapi koagulasi listrik atau bipolar probe.11

4. Obat-obat koagulansia yang dapat diberikan seperti tranexamic acid. Obat ini

bekerja agar darah beku yang terbentuk tidak terlepas lagi.12

5. Terapi Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan pada : 3

a. Elektip (tukak refrakter/gagal pengobatan)

b. Darurat (komplikasi : perdarahan, perforasi, stenosis pilorik)

c. Tukak gaster dengan sangkaan keganasan (corpus, fundus, 70% keganasan)

Jika terjadi perdarahan aktif/stigmata peradarahan atau terjadi perdarahan yang berulang

maka dilakukan terapi endoskopi atau pembedahan.10

21

Page 22: Lapsus Ulkus Peptikum

BAB III

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki, umur 63 tahun, Islam, suku Jawa datang ke RS Sanglah Denpasar

pada tanggal 5 November 2011. Penderita mengeluh nyeri ulu hati sejak 2 minggu

sebelum masuk rumah sakit tetapi memberat 4 hari SMRS. Nyeri didahului dengan rasa

tidak nyaman di ulu hati. Nyeri juga dirasakan sampai ke leher. Nyeri dirasakan seperti

perih dan panas disertai rasa penuh sesudah makan. Nyeri dirasakan terus-menerus dan

dirasakan semakin berat setelah makan sehingga membuat pasien tidak berani makan.

Tidak terdapat hal-hal yang dapat memperingan rasa nyeri. Nyeri ulu hati disertai rasa

mual tetapi pasien tidak sampai muntah. Mual seperti rasa enek yang dirasakan hilang

timbul. Mual sampai membuat penderita tidak ingin makan. Mual terasa berkurang bila

penderita minum teh hangat. Beberapa hari sebelum masuk rumah sakit penderita

mengeluh cepat merasakan kenyang padahal baru makan sedikit.

Penderita juga mengeluh buang air besar (BAB) warna hitam sejak 3 hari

SMRS. Berak hitam seperti aspal dengan konsistensi agak lembek. Penderita BAB dua

kali sehari dengan volume sebanyak 200cc setiap kali BAB. Feses tidak disertai lendir

maupun darah. Keluhan ini bersifat menetap serta tidak dipengaruhi oleh makanan yang

dikonsumsi. buang air kecil (BAK) normal 5-6 kali/hari, warna kuning dengan volume

± 1 gelas setiap kali BAK.

Selain itu penderita juga mengeluh badan terasa lemas, letih, dan lesu sejak 4

hari SMRS. Lemas terasa seperti tidak bertenaga sehingga mengganggu aktivitas sehari-

hari dan membuat penderita sulit berkonsentrasi. Lemas dirasakan terus menerus dan

tidak berkurang meskipun penderita sudah tidur serta tidak ada faktor yang dapat

memperingan rasa lemas. Penderita mengaku sehari-hari tidak ada ketegangan jiwa

maupun emosi berlebihan.

Penderita tidak pernah memiliki penyakit dengan keluhan serupa sebelumnya,

namun penderita mengeluh sering menderita pegal-pegal pada persendian sejak 6 bulan

yang lalu. Namun penderita tidak pernah memeriksakan diri ke dokter atau rumah sakit

untuk mengobati keluhan tersebut. Penderita mengkonsumsi obat rematik dan jamu

asam urat 2 kali dalam seminggu untuk mengurangi gejala ini. Riwayat penyakit

hipertensi disangkal karena penderita tidak pernah memeriksakan tekanan darahnya.

22

Page 23: Lapsus Ulkus Peptikum

Riwayat penyakit lain seperti maag, penyakit jantung, asma, dan ginjal disangkal oleh

penderita. Penderita tidak mempunyai riwayat penyakit hati maupun paru kronis

sebelumnya. Sampai saat ini penderita tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat-

obatan maupun minuman.

Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit jantung,

kencing manis, tekanan darah tinggi, dan penyakit sistemik lain juga disangkal.

Penderita adalah seorang buruh bangunan. Pekerjaan sehari-hari cukup berat dan

melelahkan. Penderita memiliki pola makan yang kurang sehat yaitu hanya minum kopi

untuk sarapan, dan baru makan siang pukul 14.00 setiap harinya. Penderita merokok

sebanyak 5 batang setiap harinya sejak usia 25 tahun. Selain itu, penderita rutin

mengkonsumsi jamu tradisional sejak berusia 30 tahun. Jamu yang diminum terdiri dari

berbagai jenis, tergantung kondisi kesehatan saat itu. Penderita juga memiliki kebiasaan

minum alkohol (anggur) yang dicampur dengan jamu tradisional untuk mengobati pegal

linu sejak 6 bulan SMRS. 4 hari SMRS penderita minum anggur tanpa dicampur jamu.

Sejak saat itu penderita merasa tidak enak pada ulu hati.

Pada pemeriksaan umum ditemukan, kesan sakit berat, kesadaran kompos

mentis, tinggi badan 171 cm, berat badan 60 kg, IMT 20,4 kg/m2, suhu badan 37,1oC,

tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 108 kali/menit. Tipe pernapasan vesikular, frekuensi

18X/menit dan teratur. Kulit kelihatan pucat, turgor normal. Pada pemeriksaan khusus

kepala diperoleh kepala normocephali; mata anemi +/+, refleks pupil +/+ isokor; lidah,

bibir,gigi, dan gusi dalam batas normal; THT dalam batas normal. Pemeriksaan leher

diperoleh kaku kuduk (-), kelenjar normal, PR ± 0 cm H20. Pada pemeriksaan thoraks

diperoleh thoraks simetris saat statis maupun dinamis, sela iga normal, spider nevi (-),

mamma normal. Pemeriksaan jantung S1S2 tunggal regular murmur (-) dan pada

pemeriksaan paru vesikular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, pada pemeriksaan khusus

abdomen diperoleh : inspeksi bentuk normal, pembuluh darah normal, denyutan

epigastrium (-); pada auskultasi diperoleh suara usus (+) normal; pada palpasi diperoleh

distensi (-), nyeri epigastrium (+), ascites (-), hepar dan lien tidak teraba; perkusi redup.

Rectal toucher (RT): tonus sfingter (+) normal, mukosa permukaan licin, massa (-),

faeses (+), melena (+), haemorrhoid (-); pemeriksaan kaki dan tangan diperoleh edema

(-), sendi-sendi normal, liver palmaris (-), perasaan di tangan dan kaki normal.

23

Page 24: Lapsus Ulkus Peptikum

Pemeriksaan EKG pada tanggal 5 November 2011 diperoleh hasil irama sinus,

laju jantung 98x/menit, axis normal.

Pada pemeriksaan rontgen thoraks PA diperoleh kesan normal dimana cor besar

dan bentuk normal, pulmo tidak tampak kelainan, sinus pleura kanan dan kiri tajam,

diafragma kanan dan kiri normal, dan tulang-tulang tidak tampak kelainan.

Pada pemeriksaan urine lengkap (5/11/2011) diperoleh hasil pH 6,5; leukosit

negatif; nitrit negatif; protein negatif; glukosa negatif, ketone 150 (++++); urobilinogen

1 (+); bilirubin negatif; erythrocyte 25 (++); specific gravity 1,015; warna kuning dan

bakteri (+).

Pada pemeriksaan EGD (Esofago Gastro Duodenoskopi) pada lambung

(antrum dan prepylorus) serta duodenum (bulbus) ditemukan ulserasi dan clot.

Pemeriksaan tersebut menunjang diagnosa ulkus peptikum (Forrest IIB).

Anjurannya terapi endoskopi dengan injeksi adrenalin.

Pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan beberapa kali diperoleh hasil

2011 5/11 6/21 8/11 rentang satuan

WBC 15,3 11,67 7,61 4,5-11,0 K/µL

NE% 74,7 68,1 74,9 43,0-65,0 %

LY% 15,1 19,0 8,53 20,5-45,5 %

MO% 5,36 5,8 8,93 4,0-10,0 %

EO% 4,26 5,0 5,69 0,9-4,9 %

RBC 1,16 2,02 2,80 4,60-6,20 M/µL

HGB 3,64 6,0 8,36 13,5-18,0 g/dL

HCT 10,8 17,6 25,2 40,0-54,0 %

MCV 92,9 87,2 90,1 80,0-94,0 fL

MCH 31,4 29,6 29,9 27,0-32,0 Pg

PLT 403 363 570 150-440 K/µL

Pemeriksaan Kimia

2011 5/11 6/11 Rentangan Satuan

FUNGSI HATI

ALB 1,6 4,0-5,7 g/dL

AST 30 14-50 IU/L

ALT 36 11-60 IU/L

FUNGSI GINJAL

BUN 18 5,0-23,0 mg/dL

24

Page 25: Lapsus Ulkus Peptikum

Creatinin 0,9 0,50-1,20 mg/dL

Uric 4,9 5,0 3,4-7,0 mg/dL

DIABETES

Glukosa 147 100 70-100 mg/dL

ELEKTROLIT

NA 134,7 135,6 135,0-147,0 mmol/L

K 3,82 4,01 3,50-5,50 mmol/L

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

penderita ini didiagnosis dengan :

- Ulkus Peptikum (ulkus ventrikuli dan duodeni) Forrest IIB

Melena

Anemia sedang N-N ec acute bleeding

- Hypoalbuminemia ec intake kurang

Planning pada pasien ini adalah pemeriksaan darah lengkap setiap 24 jam, BOF

dengan kontras, pemeriksaan serologi H. pylori, dan pemeriksaan albumin post

tranfusi dilakukan untuk melihat apakah telah terjadi perbaikan setelah transfuse .

Monitoring yang dilakukan pada kasus ini adalah tanda vital (tekanan darah,

nadi, frekuansi napas), keluhan, perdarahan, dan hemoglobin dan hematokrit. Prognosis

pada kasus ini dubius ad malam.

Penderita ini didiagnosis dengan ulkus peptikum (ulkus ventrikuli dan duodeni)

Forrest IIB dengan melena dan anemia sedang normokromik normositer ec acute

bleeding dan hypoalbuminemia ec intake kurang, karena dari anamnesis didapatkan

adanya keluhan nyeri ulu hati yang dirasakan sampai ke leher, mual tetapi pasien tidak

sampai muntah, cepat merasakan kenyang padahal baru makan sedikit, BAB warna

hitam seperti aspal dengan konsistensi agak lembek serta tidak dipengaruhi oleh

makanan yang dikonsumsi, badan lemas, letih, dan lesu, tidak ada ketegangan jiwa

maupun emosi berlebihan. Penderita tidak pernah memiliki penyakit dengan keluhan

serupa sebelumnya, menderita pegal pada persendian sejak 6 bulan, mengkonsumsi obat

rematik dan jamu asam urat 2 kali dalam seminggu untuk mengurangi gejala ini, hanya

minum kopi untuk sarapan dan baru makan siang pukul 14.00 setiap harinya, merokok

sebanyak 5 batang/hari sejak usia 25 tahun, mengkonsumsi jamu tradisional sejak

25

Page 26: Lapsus Ulkus Peptikum

berusia 30 tahun, kebiasaan minum alkohol (anggur) yang dicampur dengan jamu

tradisional.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 108

kali/menit, respirasi 18X/menit, kulit pucat, mata anemi +/+, pemeriksaan khusus

abdomen pada palpasi diperoleh nyeri epigastrium (+), rectal toucher (RT): tonus

sfingter (+) normal, mukosa permukaan licin, massa (-), faeses (+), melena (+),

haemorrhoid (-).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar hemoglobin

dengan kadar MCH normal MCV normal menunjukkan adanya anemia

normokromik normositer diakibatkan oleh perdarahan akut. Pada pemeriksaan

kimia ditemukan hipoalbumin dikarenakan karena masukan yang kurang. Pada

pemeriksaan EGD (Esofago Gastro Duodenoskopi) pada lambung (antrum dan

prepylorus) serta duodenum (bulbus) ditemukan ulserasi dan clot. Pemeriksaan

tersebut menunjang diagnosa ulkus peptikum (Forrest IIB).

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah masuk rumah sakit,

Omeperazole bolus 80 mg, omeperazole 64 mg drip dalam 500 cc Dex 5% 20 tetes/mnt

8 mg/jam selama 72 jam, pemasangan NGT, puasa yang secara bertahap diganti

dengan diet lunak, antasida 3 x CI, sukralfat 3 x CI, asam tranexamat 3 x 1 amp,

transfusi PRC 2 kolf/hari sampai dengan Hb lebih dari atau sama dengan 10, dan

transfusi albumin sampai dengan albumin ≥ 3g/dL.

IVFD yang dipilih Dextrose5% sebagai sumber kalori karena pasien

dipuasakan untuk sementara agar saluran cerna tidak bekerja terlalu berat dan

pasien juga mengalami perdarahan yang cukup.

Omeperazole bolus 80 mg dilanjutkan omeperazole 64 mg drip. Omeprazole

merupakan suatu inhibitor dari H+, K+-ATP ase dan mengontrol produksi asam, apapun

jenis rangsangannya. Pengobatan ini dapat menurunkan perdarahan ulang dan

kebutuhan operasi.

Pemasangan NGT untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari

saluran cerna, disamping melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah

dan untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau belum.

Puasa yang secara bertahap diganti dengan diet lunak. Pemberian makanan

adalah segera sesudah hemodinamika stabil dan perasaan mual sudah tidak ada lagi.

26

Page 27: Lapsus Ulkus Peptikum

Mula-mula diberikan diet cair kemudian menjadi diet saring, diet lunak, dan akhirnya

diet biasa. Makanan yang dikonsumsi harus lembek dan mudah dicerna, tidak

merangsang, dapat menetralisir asam HCl, serta hindari makanan pedas, asam, dan

beralkohol, kopi, teh, coklat, makanan yang berserat tinggi, makanan yang mengandung

lemak dan bumbu-bumbu berlebihan.

Antasida 3 x CI menghilangkan rasa sakit atau dispepsia. Obat ini bekerja

menetralisir asam dan mempertahankan pH intragastrik minimal 4,5.

Sukralfat 3 x CI melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek

lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus,

meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal.

Asam tranexamat 3 x 1 amp merupakan obat koagulan dan anti fibrinolitik agar

darah beku yang terbentuk tidak terlepas lagi.

Transfusi PRC 2 kolf/hari dilakukan karena penderita mengalami perdarahan

dan hemoglobin serta hematokrit penderita turun <10 mg/dL.

Penderita ini juga diberikan trasfusi albumin karena kadar albumin pasien

ini 1,6 g/dl. Sehingga diharapkan dapat memperbaiki keadaan hipoalbuminemia

dengan segera.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada penderita ini

antara lain pemeriksaan darah lengkap setiap 24 jam untuk mengetahui perubahan

hemoglobin dan hematokrit setelah diberikan transfusi, BOF dengan kontras ganda

dapat memperlihatkan kelainan pada mukosa saluran pencernaan dan untuk mengetahui

apakah terjadi komplikasi tukak peptik, dan pemeriksaan serologi H. pylori untuk

mengetahui apakah terjadi infeksi H. pylori. Pemeriksaan albumin post tranfusi

dilakukan untuk melihat apakah telah terjadi perbaikan setelah transfuse.

Monitoring yang dilakukan pada kasus ini adalah tanda vital (tekanan darah,

nadi, frekuansi napas), keluhan, perdarahan, dan hemoglobin dan hematokrit. Prognosis

pada kasus ini dubius ad malam karena faktor usia tua, adanya melena, adanya anemia,

dan kemungkinan perdarahan berulang 43-55%.

27

Page 28: Lapsus Ulkus Peptikum

BAB IV

RINGKASAN

Ulkus peptikum (tukak peptik) mengacu pada kecacatan mukosa gaster dan

duodenal yang disebabkan oleh pengaruh asam dan pepsin yang melebihi kemampuan

mukosa melawan pengaruh tersebut.

Infeksi H. pylori, obat ulserogenik seperti OAINS, dan asam adalah faktor yang

paling penting pada ulkus peptik. Asam diperlukan untuk perkembangan ulkus yang

disebabkan oleh H. pylori atau OAINS, tetapi asam sendiri secara umum tidak

menimbulkan ulkus kecuali dalam keadaan hipersekretori. Pengguanaan OAINS dan

infeksi H. pylori secara umum dianggap sebagai faktor risiko independen untuk ulkus

peptik. Beberapa data menunjukkan infeksi H. pylori meningkatkan risiko ulkus peptik

selama terapi OAINS.

Gejala dispepsia dimana nyeri epigastrik sebagai gejala kardinal dari ulkus

peptik. Keluhan ini tidak sensitif atau spesifik sebagai kriteria diagnostik. Pada

pemeriksaan fisik biasanya ditemukan nyeri pada daerah epigastrium. Endoskopi

saluran cerna bagian atas direkomendasikan sebagai pemeriksaan yang menunjukkan

kehadiran ulkus peptik pada pasien dispepsia. Selama pemeriksaan endoskopi spesimen

biopsi harus diambil dari spesimen ulkus gaster untuk membedakan kelainan yang

bersifat jinak atau ganas. Spesimen biopsi tidak diambil secara rutin pada ulkus

duodenum. Setelah pemeriksaan endoskopi, roentgen kontras barium diperlukan untuk

pasien tertentu dengan ulkus yang mengalami komplikasi untuk melihat anatomi

gastroduodenanum.

Penatalaksanaan dilakukan secara suportif, medikamentosa, endoskopi atau

pembedahan. Beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada

penderita ini antara lain pemeriksaan darah lengkap setiap 24 jam, BOF dengan

kontras ganda, pemeriksaan serologi H. pylori untuk mengetahui apakah terjadi infeksi

H. pylori dan pemeriksaan albumin post tranfusi.

Prognosis ditentukan oleh tipe ulkus yaitu ulkus yang besar, perdarahan

yang menetap walau telah diterapi endoskopi, dan perdarahan berulang. Selain itu

keadaan pasien juga menentukan seperti adanya syok, melena, banyaknya darah

28

Page 29: Lapsus Ulkus Peptikum

segar pada muntahan atau aspirat lambung, sepsis, anemia, dan adanya penyakit

lain seperti jantung, liver dan ginjal.

29

Page 30: Lapsus Ulkus Peptikum

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadi S. Gastroenterologi.edisi ke-7. P.T. Alumni. Bandung. 2002.

2. Adi P. Pathogenesis and Diagnosis of Peptic Ulcer Disease. In : Update in

Gastroentero-Hepatology. Editors Wibawa IDN, Purwadi N, dan Somia IKA.

Sudema 2. Surabaya, Denpasar, Malang. 2006.

3. Tarigan P. Tukak Gaster. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editors Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dan Setiati S. Pusat Penerbitan, Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.

4. Wibawa DN, Astera WM. Ulkus Peptikum. In : Pedoman Diagnosis dan Terapi

Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar. Lab/SMF Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah sakit umum Pusat. Denpasar.

1994.

5. Ulkus Peptikum. In : Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam indonesia. Editors Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP,

Nafrialdi, dan Mansjoer A. PB PAPDI. Jakarta. 2006.

6. Rani AA. The Role of Muco-protector in the management of Peptic Ulcer Disease.

In : Update in Gastroentero-Hepatology. Editors Wibawa IDN, Purwadi N, dan

Somia IKA. Sudema 2. Surabaya, Denpasar, Malang. 2006.

7. Akil HAM. Tukak Duodenum. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editors Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dan Setiati S. Pusat Penerbitan,

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta. 2006.

8. Achmad H. Update Management in Upper GI Bleeding : Focus on Non Variceal

Bleeding. In : Update in Gastroentero-Hepatology. Editors Wibawa IDN, Purwadi

N, dan Somia IKA. Sudema 2. Surabaya, Denpasar, Malang. 2006.

9. Abdurachman HSA, Hanafi B. Perdarahan Saluran Makanan Bagian Atas. In :

Gawat Darurat di Bidang Gastroenterologi. Editors Hadi S, Karnadihrdjo W, dan

Donhuijsen W. Tim Gastroenterologi Fakultas Kedokteran UNPAD/RS Hasan

Sadikin. Bandung. 1990.

10. Abdurachman HSA, Hanafi B. Perdarahan Saluran Makanan Bagian Atas. In :

Gawat Darurat di Bidang Gastroenterologi. Editors Hadi S, Karnadihrdjo W, dan

30

Page 31: Lapsus Ulkus Peptikum

Donhuijsen W. Tim Gastroenterologi Fakultas Kedokteran UNPAD/RS Hasan

Sadikin. Bandung. 1990.

11. Ulkus Peptikum. In : Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam indonesia. Editors Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP,

Nafrialdi, dan Mansjoer A. PB PAPDI. Jakarta. 2006

12. Simadibrata R. Hematemesis-Melena. In : Gastroenterologi Hepatologi. Editors

Sulaiman HA, Daldiyono, Akbar HN, dan Rani AA. CV Infomedika. Jakarta.1990.

31