47
LAPORAN KASUS POLIP NASI DEXTRA DAN RHINOSINUSITIS MAXILARIS BILATERAL Oleh Dimas Pambudi Prakoso H1A011018 PEMBIMBING : dr. I Gusti Ayu Trisna Aryani, Sp.THT-KL DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT MATARAM

Lapsus Polip Dan Sinusitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Polip gann

Citation preview

Page 1: Lapsus Polip Dan Sinusitis

LAPORAN KASUS

POLIP NASI DEXTRA DAN

RHINOSINUSITIS MAXILARIS BILATERAL

Oleh

Dimas Pambudi Prakoso

H1A011018

PEMBIMBING :

dr. I Gusti Ayu Trisna Aryani, Sp.THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MATARAM

2015

Page 2: Lapsus Polip Dan Sinusitis

BAB I

PENDAHULUAN

Polip nasi dan rhinosinusitis merupakan salah satu jenis penyakit telinga, hidung dan

tenggorok (THT) yang sudah umum didengar di masyarakat. Angka kejadian kedua penyakit

inipun masih cukup tinggi dalam masyarakat.

Sebagian orang sering menyebut polip sebagai daging tumbuh dalam hidung, sebagian orang

juga menamainya tumor hidung. Polip nasi sebenarnya adalah suatu pertumbuhan dari selaput

lendir hidung yang bersifat jinak.

Sementara Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering ditemukan dalam

praktek dokter sehari–hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan

tersering di seluruh dunia.1

Polip nasi terutama ditemukan pada usia dewasa dan lebih sering pada laki-laki, dimana

rasio antar laki-laki dengan perempuan yang terkena polip nasi adalah 3:1. Penyakit ini

ditemukan pada seluruh kelompok ras. Sedangkan angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dari

1000 orang, dan sinusitis kronis lebih jarang kira-kira 1 dari 1000 orang. Dewasa lebih sering

terserang sinusitis dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran napas atas

pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis sehingga diagnosis yang seringkali

muncul adalah rhinosinusitis. Di US dilaporkan bahwa lebih dari 30 juta pasien menderita

sinusitis.2,7

Polip hidung dan sinusitis bukan penyakit yang murni berdiri sendiri.Pembentukannya

sangat terkait erat dengan berbagai problem THT lainnya seperti rinitis alergi, asma, radang

kronis pada mukosa hidung, kista fibrosis, intoleransi pada aspirin.

Hidung dan sinus dalam keadaan fisiologis steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau

tersumbat oleh penyebab tertentu maka akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk

perkembangan organisme patogen. 1

Page 3: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa polip nasi dan sinusitis

merupakan penyakit yang penting untuk diketahui oleh praktisi kesehatan. Oleh karena itu kasus

ini dipilih dengan tujuan agar lebih memahami diagnosis, dan penatalaksanaan polip nasi dan

sinusitis.1

Page 4: Lapsus Polip Dan Sinusitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIDUNG

2.1.1 Anatomi Hidung

Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung

dengan perdarahan dan persarafannya, serta fisiologi hidung.

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari

atas ke bawah:3,4

1. pangkal hidung (bridge)

2. dorsum nasi

3. puncak hidung

4. ala nasi

5. kolumela

6. lubang hidung

Gambar 2.1 Hidung bagian luar 5

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh

kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan

menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:3,4

1. tulang hidung (os nasalis)

2. prosesus frontalis os maksila

3. prosesus nasalis os frontalis

Sementara itu, kerangka tulang rawan terdiri atas beberapa pasang tulang rawan

yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:3,4

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3. Kartilago alar minor

4. Tepi anterior kartilago septum

Page 5: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Gambar 2.2. Kerangka hidung3

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang,

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.

Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang

belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan

nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares

anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.3,4

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior

dan superior.3,4,5

Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang

dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina prependikularis os ethmoid,vomer,

krista nasalis os maksila, krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago

septum (lamina kuadrangularis) & kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada

bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi

pula oleh mukosa hidung.3,4

Prosesus nasalis os frontalis

Page 6: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Gambar 2.3 Dinding medial hidung

Bagian depan hidung dinding hidung lateral licin, yang disebut agar nasi dan

dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral

hidung.3,4

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Konka superior, konka media, konka

inferior dan konka supreme. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha

inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka

superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya

rudimenter. 3,4

Gambar 2.4 Dinding lateral rongga hidung

Page 7: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan

labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari

labirin etmoid.3

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Berdasarkan letaknya, ada 3 meatus yaitu meatus inferior, medius dan

superior. Meatus inferior terletak di anatara konka inferior dengan dasar hidung dan

dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus

nasolakrimalis.3,4

Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung.

Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus usinatus, hiatus semilunaris dan

infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung

dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. 3

Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior

merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding

superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang

memisahkan rongga terngkorak dan rongga hidung.3

Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. etmoid anterior dan

posterior yg merupakan cabang a. oftalmika (cabang dari a. karotid interna). Bagian

bwh rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maksilaris interna, yaitu a.

palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.

sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.3

Page 8: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Gambar 2.5 Perdarahan hidung

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.

sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior, a. palatina major, yang disebut

Pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superisial dan mudah

cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epitaksis, terutama anak-anak. 3

Vena-vena hidung berjalan berdampingan dengan arteri. Vena di vestibulum dan

struktur luar hidung bermuara ke v. oftalmika yg berhubungan dengan sinus kavernosus.

Vena-vena dihidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi

untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai intrakranial. 3

2.1.2 Fisiologi Hidung

Fungsi hidung adalah 3:

1. Sebagai jalan napas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran

udara ini berbentuk lengkungan atau arkus

Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan

yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi, di bagian depan aliran udara

memeceah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lain kembali ke

belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara

Page 9: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu, untuk mempersiapakan udara

yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara

mengatur kelembaban dan mengatur suhu.

Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir.

Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di

bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga

radiasi berlangsung optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung

kurang lebih 370C.

3. Penyaring dan Pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan

dilakukan oleh:

a) rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b) silia

c) palut lendir

d) enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, yang disebut

lysozyme.

Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar

akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir akan dialirkan ke nasofaring

oleh gerakan silia.

4. Indra Penghidu

Dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan

sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara

difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi Suara

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidng akan menebabkan resonansi berkurang atau hilang

sehinga terdengar suara sengau (rinolalia).

6. Membantu proses bicara

Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir

dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga mulut

tertutup dan hidung terbuka, palatu mole turun untuk aliran udara.

Page 10: Lapsus Polip Dan Sinusitis

7. Refleks Nasal

Mukosa hidung merpakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskular dan pernapasan. Misalnya, iritasi mukosa hidung menyebabkan

refleks bersin dan napas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar

liur, lambung, dan pankreas.

2.1 SINUS PARANASAL

2.1.1 Anatomi

Sinus paranasal adalah perluasan bagian respiratorik cavitas nasi yang berisi

udara ke dalam ossa cranii berikut: os frontal, os etmoid, os sfenoid, dan os maxilla.

Sinus paranasal mulai terbentuk pada fetus usia 3 sampai 4 bulan. Nama sinus-sinus

tersebut bersesuaian dengan nama tulang-tulang yang ditempatinya. Seluruh sinus

paranasal memiliki muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Drainase yang berasal dari

sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid anterior bermuara di meatus media sementara

sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid bermuara di meatus superior. 1,2

Gambar 2.1 Sinus Paranasal. A. Tampak anterior. B. Tampak lateral

Page 11: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Gambar 2.2 Meatus tempat muara sinus paranasalis.

a. Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya

mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk

piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa

kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding

medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita

dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris

melalui infundibulum etmoid.1

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1

1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu (P1 dan

P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,

Page 12: Lapsus Polip Dan Sinusitis

bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi

gigi geligi mudah naik ke atas dan menyebabkan sinusitis.

2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus sehingga drainase hanya

tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang

sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan

akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila

dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

b. Sinus Frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat

fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.

Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 6-10 tahun dan akan

mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri

biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan dipisahkan oleh sekat

yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu

sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalisnya tidak berkembang.1

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2

cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya

gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen

menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif

tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah

menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di

resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.1

c. Sinus etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan dianggap

paling penting karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada

orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian

posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tingginya 2,4 cm dan lebarnya

0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.1

Page 13: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Sinus etmoid berongga-rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang

tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara

konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi

menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid

posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior

ada bagian yang sempit disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus

frontal. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut

infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan

di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.1

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina

kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan

membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid dari

rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus

sfenoid.1

d. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.

Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya

adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi

dari 5 sampai 7,5 ml. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri

media dan kelenjar hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral

berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai

indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di

daerah pons.1

Kompleks Ostiomeatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-

muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini

rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteomeatal (KOM) terdiri dari infundibulum

Page 14: Lapsus Polip Dan Sinusitis

etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan

sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1

2.2.2 Fisiologi

Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus

paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi

apa- apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori

yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain1:

1) Sebagai pengatur kondisi udara

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak

didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung. Volume

pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali

bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus.

Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak

mukosa hidung.

2) Sebagai penahan suhu (thermal insulator)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan

fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah- ubah. Akan tetapi kenyataannya

sinus- sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.

3) Membantu Keseimbangan Kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.

Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan

pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak

bermakna.

4) Membantu Resonasi Suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara, akan tetapi ada yang berpendapat bahwa posisi sinus dan

ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula

Page 15: Lapsus Polip Dan Sinusitis

tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan- hewan tingkat

rendah.

5) Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara

Fungsi ini berjalan bila tidak ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

6) Membantu Produksi Mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan mukus yang dihasilkan oleh rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar

dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

POLIP NASI

2.1 Definisi

Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam rongga

hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat

timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia

lanjut.

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah adanya rhinitis alergi atau

penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan

para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui

dengan pasti.1,4

2.2 Etiologi

Polip hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri.Pembentukannya sangat

terkait erat dengan berbagai masalah THT lainnya seperti rinitis alergi, asthma, radang

kronis pada mukosa hidung-sinus paranasal, kista fibrosis, intoleransi pada aspirin 7

Penyebab pasti dari polip nasi ini masih belum diketahui, tetapi ada tiga factor

penting yang pada terjadinya polip yaitu:

Page 16: Lapsus Polip Dan Sinusitis

1. Adanya peradangan kronis dan berulang pada mukosa hidung dan sinus

2. Adanya ganggua keseimbangan vasomotor

3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstisial dan edema mukosa hidung.

Fenomena bernoli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui celah yang sempit

akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan

terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan

pembentukan polip.Fenomena ini menjelaskan penyebab polip kebanyakan berasal dari

area yang sempit di kompleks osteomeatal (KOM) di meatus medius 1,4,6

2.3Patofisiologi

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf

otonom serta predisposisi genetic.Menurut teori Barnstein, terjadi perubahan mukosa

hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama didaerah sempit

di kompleks ostiomeatal.Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitealisasi dan

pembentukan kelenjar baru.Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan

sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.1,4,7

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang mengakibatkan

dilepaskannya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan adanya edema dan

lama-kelamaan menjadi polip.1,4,7

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan

kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.1,4,7

2.4 Diagnosis polip nasi

1. Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari yang ringan

sampai yang berat, rinore dari yang jernih sampai purulen, hipoosmia atau

anosmia.Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri dihidung disertai sakit kepala

didaerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan

rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut,

suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Dapat

Page 17: Lapsus Polip Dan Sinusitis

menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi,

terutama pada penderita polip nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat

rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainya serta alergi

makanan.1,4,6

2. Pemeriksaan fisik

Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung

tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior

terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan

mudah digerakkan.

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund pada tahun 1997 1,4

a. Stadium 0: tidak ada polip

b. Stadium 1: polip masih terbatas dimeatus medius

c. Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak dirongga hidung tapi

belum memenuhi rongga hidung

d. Stadium 3: polip yang massif

3. Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru.

Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi

anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.

Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari

ostium asesorius sinus maksila.

4. Pemeriksaan radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, aldwell dan lateral) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan didalam sinus,

tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer sangat

bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah

ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks

osteomeatal. CT terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan

medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan

bedah terutama bedah endoskopi.

Gambaran polip jika dilihat secara makroskopis dan mikroskopis

Page 18: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Makroskopi

Secara makroskopi polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin,

berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat

tunggal atau multiple dan tidak sensitive (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa sakit).

Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan

sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna

polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya

dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteomeatal di meatus medius dan

sinus etmoid.Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal

tangkai polip dapat dilihat.

Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip

koana.Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip

antrokoana.Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid.

Mikroskopi

Secara mikroskopi tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal

yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab.Sel-selnya terdiri

dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag.Mukosa mengandung sel-sel

goblet, pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit.Polip yang sudah lama dapat

mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel

transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip

tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.Polip Eosinofilik mempunyai latar belakang alergi

dan Polip Neutrofilikbiasanya disebabkan infeksi atau gabungan keduanya.

2.5 Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-

keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.1

Page 19: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi

medikamentosa.Dapat diberikan topical atau sistemik.Polip tipe eosinofilik memberikan

respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal disbanding polip

tipe neutrofilik.7

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang

sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah.Dapat dilakukan ekstraksi polip

(polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi local, etmoidektomi

intra nasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell_Luc

untuk sinus maksila.Yang terbaik adalah apabila tersedia fasilitas endoskopi maka dapat

dilakukan fasilitas endoskopi maka dapat dilakukan tindakan BSEF.7

2.6 Komplikasi dan Prognosis

Sebuah polip kecil jarang menimbulkan komplikasi, namun polip yang berkukuran

besar atau polip kecel yang berkuran banyak dapat menakibatkan komplikasi berkit ini:1,6

1. Sinusitis akut atau kronis

2. Obstruksi jalan napas

3. Rinolalia

4. Gangguan penghidu

5. Perubahan struktur wajah

Page 20: Lapsus Polip Dan Sinusitis

SINUSITIS

2.2.3 Definisi

Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal, yang umumnya disertai

atau dipicu oleh peradangan pada cavum nasi (rhinitis), sehingga sering disebut sebagai

rhinosinusitis.1

2.2.4 Etiologi

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut

adalah streptococcus Pneumonia (30-50%), Hemophylus Influenzae (20-40%) dan

Moraxella Catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).

Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang

ada lebih condong ke arah bakteri gram negatif dan anaerob.1

2.2.5 Faktor Presdiposisi

Faktor predisposisi sinusitis antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis

terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan

anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostiomeatal,

infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia pada sindrom

Kartagener, dan fibrosis kistik. Pada anak-anak sering terkait dengan hipertrofi adenoid.1

Faktor yang juga berpengaruh adalah lingkungan yang berpolusi, udara dingin

dan kering serta kebiasaan merokok, yang menyebabkan perubahan mukosa dan

kerusakan silia. Selain itu juga faktor geografis dan sosioekonomi, terutama terhadap

kejadian sinusitis jamur. Rhinosinusitis kronis juga diduga berkaitan dengan

gastroesophageal reflux disease (GERD), laryngopharyngeal reflux (LPR), serta adanya

biofilm yang dihasilkan oleh mikroorganisme penyebab rhinosinusitis.1

Bakteri yang banyak ditemukan sebagai penyebab sinusitis antara lain

Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, bakteri anaerob, Branhamella

catarrhalis, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes. Pada sinusitis kronis, agen

infeksi yang cenderung terlibat adalah bakteri anaerob. Tidak jarang pula terjadi infeksi

campuran antara bakteri aerob dan anaerob.1 Bakteri anaerob juga terkadang ditemukan

sebagai penyebab sinusitis maksilaris, terkait dengan infeksi pada gigi premolar.

Sedangkan jamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis pada pasien dengan

Page 21: Lapsus Polip Dan Sinusitis

gangguan sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif yang mengancam jiwa. Jamur

yang menyebabkan infeksi antara lain adalah dari spesies Rhizopus, rhizomucor, Mucor,

Absidia, Cunninghamella, Aspergillus, dan Fusarium.6

2.2.6 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya

klirens mukosilier di dalam kompleks ostiomeatal (KOM). Mucus juga mengandung

substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh

terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.1

Organ-organ yang membentuk KOM terletak berdekatan dan bila terjadi edema

maka mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak bergerak dan

ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang

menyebabkan terjadinya transudasi yang mula-mula bersifat serosa. Kondisi ini dapat

dianggap sebagai rhinosinusitis non bacterial, dan biasanya sembuh dalam beberapa hari

tanpa pengobatan.1

Bila kondisi ini menetap, maka sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan

media yang baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.

Keadaan ini disebut sebagai rhinosinusitis akut bacterial dan membutuhkan terapi

antibiotic.1

Jika terapi tidak berhasil dan inflamasi berlanjut, maka akan terjadi hipoksia dan

bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai

siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik, yaitu

hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin

diperlukan tindakan operasi.1

2.2.7 Gejala dan Tanda

Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala

yang tak jelas biasanya reda dengan pemberian analgetika biasa seperti aspirin. Wajah

terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, seperti

sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan

menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari

Page 22: Lapsus Polip Dan Sinusitis

hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk inisiatif non-produktif seringkali ada.

Transluminasi berkurang bila sinus penuh cairan.7

Keluhan sinusitis kronis tidak khas, dapat berupa salah satu dari sakit kepala

kronis, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat

sumbatan kronik tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis)

dan yang paling penting adalah serangan asma yang sulit diobati. Pada anak, mukopus

yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.1

Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-

endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas

ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan

frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid).1

Pada rhinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada

pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius (Mangunkusumo, 2007).1

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos

posisi waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar

seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-

cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.1

2.2.8 Klasifikasi dan Diagnosis

Klasifikasi rhinosinusitis didasarkan pada durasi dan terlihat pada tabel 2.2.2

Tabel 2.2. Klasifikasi rhinosinusitis pada dewasa

Klasifikasi Durasi Anamnesis,

Pemeriksaan fisik

Catatan

Akut Kurang dari 4

minggu

Terdapat dua atau lebih

gejala dan tanda mayor;

satu gejala dan tanda

mayor ditambah dua

atau lebih gejala dan

tanda minor*; atau

sekret purulen dari nasal

Abaikan diagnosis ini jika tidak

dijumpai gejala dan tanda

gangguan pada hidung meskipun

dijumpai demam atau nyeri tekan

pada wajah. Pertimbangkan

rhinosinusitis bakteri akut jika

gejala memburuk setelah 5 hari

Page 23: Lapsus Polip Dan Sinusitis

pada pemeriksaan. atau gejala menetap sampai 10 hari

atau gejala tidak memperlihatkan

infeksi virus.

Subakut 4-12 minggu Sama Resolusi komplit didapatkan

setelah terapi adekuat.

Akut

berulang

Dalam setahun

mengalami 4 kali

atau lebih

serangan akut

dengan durasi

setiap episodenya

setidaknya selama

7 hari.

Sama —

Kronik 12 minggu atau

lebih

Sama Abaikan diagnosis ini jika tidak

dijumpai gejala dan tanda

gangguan pada hidung meskipun

dijumpai nyeri tekan pada wajah.

* Tanda Mayor: nyeri tekan/penuh pada wajah, hidung tersumbat/post nasal drip (dari anamnesis atau pemeriksaan

fisik), hiposmia/anosmia, demam (hanya pada rhinosinusitis akut). Tanda Minor: nyeri kepala, demam, halitosis,

lemah, sakit gigi, batuk, nyeri/rasa penuh di telinga.

2.2.9 Tatalaksana

Tujuan terapi sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah

komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsipnya adalah dengan

membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara

alami.1

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut

bacterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka

sumbatan ostium sinus. Antibiotic yang dipilih adalah golongan penisilin seperti

amoksisilin, dan jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta

laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin – asam klavulanat atau jenis sefalosporin

generasi kedua. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10 – 14 hari meskipun gejala

Page 24: Lapsus Polip Dan Sinusitis

klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronis diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman

gram negative dan anaerob.1

Selain dekongestan oral dan topical terapi lain dapat diberikan jika diperlukan

seperti analgetik, mukolitik, steroid oral atau topical, pencucian rongga hidung dengan

NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat

antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat

sebaiknya diberikan antihistamin generasi kedua. Irigasi sinus maksila atau Proetz

displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi

dapat dipertimbangkan pada kelainan alergi yang berat.1

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah banyak menurun sejak ditemukannya antibiotic.

Komplikasi biasana terjadi pada sinusitis akut atau sinusitis kronis eksaserbasi akut,

antara lain:1

a. Kelainan orbita

Disebabkan oleh sinusitis yang lokasinya berdekatan dengan mata, yang paling

sering adalah sinusitis etmoid, dan selanjutnya oleh sinusitis frontal dan maksila.

Penyebaran infeksi terjadi melalui trombflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang

dapat timbul adalah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita

dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.1

b. Kelainan intracranial

Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan

thrombosis sinus kavernosus.1

c. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-

anak. Pada oseteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula di

pipi.1

d. Kelainan paru

Kelainan para yang terjadi antara lain bronchitis kronis dan bronkiektasis.

Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sebagai sino-

Page 25: Lapsus Polip Dan Sinusitis

bronkhial. Selain itu sinusitis dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang

sulit dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.1

Page 26: Lapsus Polip Dan Sinusitis

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama pasien : A

Umur : 10 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Mumbu-Dompu

Tanggal Pemeriksaan : 2 Desember 2015

3.2. Anamnesis

- Keluhan utama : hidung sisi kanan terasa tersumbat dan susah bernapas

- Riwayat penyakit sekarang

Os datang dengan keluhan hidung sisi kanan terasa tersumbat dan susah bernapas.

Hidung tersumbat ini sudah dirasakan sejak 5 bulan yang lalu dan kini dirasakan semakin

memberat dan membuat pasien susah bernapas. Ibu pasien mengatakan hidung

dikeluhkan berbau tidak enak, batuk pilek (+) hilang timbul, pasien sering mengorok saat

tidur (+), os merasa kedua pipinya sedikit tebal dan nyeri. Keluhan nyeri kepala jarang

(+/-), badan terasa lemas (-).

- Riwayat penyakit dahulu

Ibu pasien mengaku os tidak pernah mengalami keluhan serupa.

- Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga os yang mengalami keluhan seperti os.

- Riwayat alergi

Tidak ada alergi menurut pengakuan ibu pasien

Page 27: Lapsus Polip Dan Sinusitis

- Riwayat pengobatan

Os mengaku belum pernah memeriksa dan mengobati keluhannya ini.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 21 x/menit

Temperatur : 36,4 oC

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Area Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

3. Liang telinga Serumen ( - ), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-)

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), sekret(-)

Page 28: Lapsus Polip Dan Sinusitis

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), kolesteatom (-),

cone of light (+)

MT intak

Cone of light (+)

Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), kolesteatom (-),

cone of light (-)

MT intak

Cone of light (+)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Hidung Bengkak , hiperemi

(-), nyeri tekan (-)

Bentuk (normal), hiperemi

(+), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi terdapat massa

lunakberwarna putih

kekuningan yang menutup

total vestibulum nasi,

permukaan rata, mengkilat.

Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Tidak dapat dievaluasi Edema mukosa(+),

hiperemis(+) ulkus (-)

kavum nasi sempit

Meatus nasi media Tidak dapat dievaluasi Mukosa edema, sekret (+)

warna putih,

Konka nasi inferior Tidak dapat dievaluasi Edema (+), mukosa

hiperemi (+)

Septum nasi Tidak dapat dievaluasi Deviasi (-), benda asing(-),

perdarahan (-), ulkus (-)

Page 29: Lapsus Polip Dan Sinusitis

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Tidak ada lubang atau tanda infeksi pada gigi rahang atas.

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (+)

Tonsila palatine Kanan Kiri

T1 T1

Fossa Tonsillaris hiperemi (-), detritus (-),

kripte melebar (-)

hiperemi (-),detritus (-), kripte

melebar (-)

massa lunakberwarna putih kekuningan Kavum nasi sempit ,

hiperemis (+),

Page 30: Lapsus Polip Dan Sinusitis

T1 T1

Pemeriksaan Penunjang

Rontgen Waters

Kesan: Sinusitis maxilaris bilateral

3.4. Assessment

Polip Nasi Dextra + Rhinosinusitis maksilaris bilateral

3.5. Planning

3.5.1. Diagnostik

Pemeriksaan darah lengkap dan rontgen toraks untuk kepentingan pre-op.

3.5.2. Terapi

1. Pro Polipektomi + irigasi sinus maxilaris

2. antibiotik diberikan untuk menghilangkan bakteri penyebab sinusitis

Amoksisilin 3 x 250 mg

3. Nasal Dekongestan di berikan dengan tujuan untuk menghilangkan pembengkakan dan

membuka sumbatan ostium sinus.

Pseudoefedrine HCl 3 x 60 mg

Hiperemia

Page 31: Lapsus Polip Dan Sinusitis

3.5.3. Edukasi

- Edukasi mengenai prosedur dan manfaat dari Polipektomi dan irigasi sinus.

- Istirahat cukup agar proses penyembuhan penyakit dapat cepat berjalan dengan baik.

- Menghindari hal-hal yang dapat mencetuskan pilek dan batuk seperti suhu dingin

serta segera berobat jika mengalami batuk dan pilek.

3.6. Prognosis

Dubia ad bonam

/

Page 32: Lapsus Polip Dan Sinusitis

BAB 4

PEMBAHASAN

Os datang dengan keluhan hidung sisi kanan terasa tersumbat dan susah bernapas. Hidung

tersumbat ini sudah dirasakan sejak 5 bulan yang lalu dan kini dirasakan semakin memberat dan

membuat pasien susah bernapas. Ibu pasien mengatakan hidung dikeluhkan berbau tidak enak,

batuk pilek (+) hilang timbul, pasien sering mengorok saat tidur (+), os merasa kedua pipinya

sedikit tebal dan nyeri. Keluhan nyeri kepala jarang (+/-), badan terasa lemas (-).

Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada pipi kiri-kanan (daerah sinus maksilaris).

Terdapat massa lunak berwarna putih kekuningan yang menutup total vestibulum nasi dextra,

permukaan rata, mengkilat. Diagnosis semakin jelas dengan melihat hasil Rontgen Waters yaitu

kesan sinusisitis maxilaris kiri-kanan.

Terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi untuk meredakan gejala, mengatasi

infeksi, dan polipektomi serta irigasi sinus. Untuk tujuan terapi mengatasi infeksi diberikan

antibiotik amoksisilin selama 14 hari.. Nasal Dekongestan di berikan dengan tujuan untuk

menghilangkan pembengkakan dan membuka sumbatan ostium sinus. Polipektomi dilakukan

untuk menghilangkan penyebab sumbatan dan .Irigasi sinus disarankan untuk drainase cairan di

dalam sinus maksilaris.

Page 33: Lapsus Polip Dan Sinusitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo, Endang. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu

kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2007.

2. Moore, Keith L. Head. Dalam Clinically Oriented Anatomy, 5 th edition. Philadelphia,

Lippincott William and Wilkins, 2006.

3. Soetjipto, Damayanti dan Endang Mangunkusumo. Sumbatan Hidung. Dalam : Soepardi

EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.

Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2006.

4. Hilger, Peter A. Hidung: Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Boies Buku Ajar

Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997

5. Saladin. 2003. Anatomy and Physiologi : The Unity and Form and Function, 3rd edition.

The McGrawHill Companies

6. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract.

Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill, 2005.

7. Mc Clay J. 2008, Nasal Polyp, Available from: http://www.emedicine.medscape.com

(Accessed: Maret 20,2011)