Upload
arya-wedana
View
106
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
perdarahan pasca persalinan
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan pasca persalinan atau HPP (Hemorrhagic postpartum) adalah
perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada
umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai
jumlah 500 ml tanpa menyebabkan adanya gangguan homeostasis. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml pervaginam dapat
dikategorikan sebagai perdarahan postpartum, atau lebih dari 1000 setelah persalinan
sesar (Prawirohardjo, 2008).
Kemampuan seorang wanita untuk mengkompensasi akibat perdarahan
tergantung pada status kesehatan sebelumnya. Berdasarkan waktu kejadiannya
perdarahan postpartum dibagi dua yakni perdarahan postpartum dini terjadi dalam 24
jam pertama setelah bayi lahir dan perdarahan postpartum lanjut terjadi setelah 24 jam
sejak bayi lahir (Campbell, 2006).
Di negara maju angka kematian ibu sudah jauh menurun, namun perdarahan
postpartum tetap menjadi penyebab utama kematian ibu di tempat lain. Hubungan
langsung antara kehamilan dengan angka kematian ibu di Amerika Serikat adalah
sekitar 7-10 wanita per 100.000 kelahiran hidup (ACOG, 2005). Statistik Nasional
menunjukkan bahwa sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post
partum. Di negara-negara industri, perdarahan post partum menduduki peringkat 3
dalam penyebab utama kematian ibu, bersama dengan emboli dan hipertensi. Di
negara berkembang, beberapa negara memiliki angka kematian ibu di lebih dari 1000
wanita per 100.000 kelahiran hidup. 25% dari kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan post partum, terhitung lebih dari 100.000 kematian maternal per tahun.
AmericanCollege of Obstetricians and Gynecologists memperkirakan 140.000
kematian ibuper tahun atau 1 wanita setiap 4 menit (ACOG, 2005).
Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi
penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam
setelah kelahiran bayi (Cunningham, 2005). Di negara berkembang lebih mungkin
dipengaruhi oleh tingkat manajemen yang diberikan untuk wanita hamil karena
kurangnya ketersediaan obat yang luas yang digunakan dalam manajemen aktif kala
III. Beberapa faktor resiko terjadinya perdarahan pasca persalinan antara yaitu Riwayat
1
perdarahan pasca persalinan sebelumnya ,solusio plasenta, terutama jika tidak
terdeteksi, plasenta previa , preeklamsia, regangan berlebihan pada uterus (gemelli,
polihidramnion), kelainan perdarahan sebelum kehamilan (Prawirohardjo, 2008).
1.2 Tujuan
Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas satu pasien dengan perdarahan
pasca persalinan di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang, sehingga diketahui:
Prosedur penegakan diagnosis perdarahan pasca persalinan yang benar.
Manajemen penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan serta prognosisnya
1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dokter muda mengenai perdarahan pasca persalinan dalam hal
pelaksanaan anamnesa dan diagnosis, penanganan awal serta merujuk yang benar
dan tepat.
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Reg : 1520225
Nama : Ny. R
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : 16 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah 1 kali
Lama menikah : 6 tahun
Suami : Tn. M
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Petugas Laboratorium
Pendidikan : 18 tahun
Kehamilan : P0010Ab200
Alamat : Jl. Joyo Tamansari RT 4/6 Malang
Tgl periksa : 11-07-2015 jam 20.25 WIB (UGD)
2.2 Subyektif
2.2.1 Keluhan utama
Perdarahan dari jalan lahir
2.2.2 Perjalanan Penyakit
Pada tanggal 10 Juli 2015 pukul 22.00 pasien mengeluh kenceng-kenceng,
namun pasien tetap berada di rumah. Pada tanggal 11 Juli 2015 pukul 03.00, pasien
mengeluh kenceng-kenceng semakin sering disertai keluarnya darah dari jalan lahir,
pasien lalu dibawa ke RS Melati Husada, dikarenakan kamar di RS Melati Husada
penuh, pasien kemudian dirujuk ke RS Hermina. Dalam perjalanan, bayi lahir spontan
dengan BB +/- 665 gram dan plasenta masih belum lahir. Pasien sampai di RS
Hermina pada pukul 04.00. Perdarahan yang terjadi makin banyak +/- 600 cc dan
plasenta masih belum terlepas, sehigga dilakukan kuretase di RS Hermina. Dalam
perawatan pasien mendapat transfusi WB 2 labu, PRC 2 labu, dan FFP 2 labu. Pasien
3
disarankan untuk dirujuk ke RSSA dikarenakan terkendala oleh masalah biaya dan
keluarga berunding. Pukul 17.30 pasien tiba di RSSA.
2.2.3 Riwayat Kehamilan/Persalinan
No At/P/I/Ab/E BBLCara
LahirPenolong L/P Umur H/M
1. Ab UK 3 bulan Kuret (+) SpOG - - -
2 Ab UK 3 bulan Kuret (+) SpOG - - -
3 I 665 gr SptBrojol - P 0 hari M
2.2.4 Riwayat Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi apapun hingga saat ini.
2.2.5 Riwayat Pernikahan
1 kali selama 6 tahun yang lalu.
2.2.6 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah sakit sampai menginap di fasilitas kesehatan
Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya
Riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, asma dan alergi
disangkal oleh pasien.
2.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan sakit keganasan disangkal.
Riwayat keluarga pasien memiliki penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit
jantung, asma, dan alergi disangkal oleh pasien.
2.2.8 Riwayat Pengobatan
Pasien menjalani ANC (Antenatal Care) sebanyak 6 kali di SpOG sebelum
partum
Pasien tidak mendapat pengobatan apapun
2.2.9 Riwayat Sosial
Pasien seorang guru, tinggal serumah dengan suami. Sanitasi, ventilasi, dan
kebersihan rumah baik.
2.3 Obyektif
4
2.3.1 Pemeriksaan Fisik
2.3.1.1 Status Generalis
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis
- Tinggi badan : 160 cm
- Berat badan : 65 kg
- BMI : 25 kg/m2
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 108x/menit, reguler
- RR : 20x/menit, dyspnea (-)
- Suhu rectal : 36,8 C
- Suhu axilla : 36,6 C
- Kepala dan leher : anemis - / -
icterus - / -
pembesaran kelenjar leher - / -
- Thorax : Jantung S1S2 tunggal, murmur (-)
Paru vv Rh - - Wh - -
vv - - - -
vv - - - -
- Abdomen : rounded, soefl, FU teraba 3 jari dibawah pusat,
bising usus (+) normal, meteorismus (-)
- Ekstremitas : edema (-), dalam batas normal
2.3.1.2 Status Ginekologi :
- Genitalia eksterna : v/v fluor (-), flux (+) min
- Inspekulo: v/v fluor (-), flux (+) min, tampak portio post partum tertutup,
varises (-), laserasi (-)
- VT : v/v fluor (-), flux (+) min, teraba portio postpartum tertutup, varises (-),
laserasi (-).
CUAF 16-18 minggu
AP : D/S : dbn, massa (-), nyeri (-)
CD : dbn, tidak menonjol
2.3.2 Pemeriksaan Penunjang
5
Laboratorium (11 - 07 - 2015 )
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 9,10 g/dL 11.4-15.1
Leukosit 16.510 /µL 4.7000 -11.300
Hematokrit 28,80 % 38-42
Trombosit 182. 103/µL 142-424
Faal hemostasisPPT dan APTT dalam
batas normal
SGOT/SGPT 24/14 U/L 0-32/0-33
Albumin 3,17 g/dL 3,5 – 5,5
Ureum/Creatinin 12,20/0,45 mg/dL 16.6-48.5/<1.2
GDS 74 mg/dL <200
Na/K/Cl 133/3,34/105 mmol/L 136-145/3,5-5/98-106
2.4 Assessment
P0010Ab200 post partum spontan brojol hari ke-0 + post kuretase a/i early HPP
e.c sisa plasenta
2.5 Planning
PDx : -
PTx : MRS intensif kaber
Diet TKTP
Head Elevasi 30o
IVFD :RL 500cc + drip oksitosin 20 IU 30 tpm
Inj. Cefazoline 3 x 1 gr IV (Skin test)
Inj Asam tranexamat 3x 500 mg IV
Terapi oral Asam Mefenamat 3x500 mg
Methergin 3x1 tab
Rob 1x1 tab
PMo :Observasi Vital Signs, keluhan subyektif, kontraksi uterus, fluxus
PEd : KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien dan keluarga tentang:
1. Kondisi pasien, prognosis
2. Prosedur tindakan medis yang akan dilakukan
3. Efek samping dan komplikasi dari tindakan yang dilakukan
2.6 Follow Up
6
Tanggal/
JamS O A P
11/07/2015
04.00
Pasien rujukan dari RSUD
Hermina dengan P0010
Ab200 hemorragic post
partum post kuretase
10-07-2015 jam 22.00
Pasien merasa kenceng-
kenceng.
11-07-2015 jam 03.00
Pasien mengeluh
kenceng-kenceng
semakin sering disertai
keluar darah dari jalan
lahir. Ke rumah sakit
hermina dan dalam
perjalanan bayi lahir
sepontan BB+660 Gram
plasenta keluar dari jalan
lahir.
04.00
Pasien sampai di RS
hermina terdapat
perdarahan +600 ml dan
dilakukan kuretase dan
pasien mendapatkan
cairan berisi oxytocin 2
labu. PRC 2 labu dan FFP
2 labu. Dikarenakan
masalah biaya dirujuk ke
RSSA
17.00 pasien tiba di RSSA
Riwayat keputihan, bau +
keruh, riwayat anyang-
KU: tampak sakit
sedang, GCS 456
TD: 110/70,
N: 108X/menit,
RR: 20x/menit,
Temp : 36,8 C
TB : 160 cm
K/L: an -/-, ict -/-
Tho:
C/ S1S2 tunggal M (-)
P/ Rh -/- Wh -/-
Abd:
TFU ~ 3 jari diatas
pusat, kontraksi uterus
lembek
GE:
- v/v flux (+),
- Insp: v/v flux (+),
- VT:
v/v flux (+), portio post
partum tertutup ,CUAF
~ 16-18 minggu,
APCD dbn
Clot (-)
Lab:
DL:
9,1/16.500/26,8/181.000
FH: 12,5/28,0
SE: 133/3,34/105
Alb : 3,17
OT/PT : 24/14
GDA : 74
Ur/Cr : 12,2/0,45
P0010Ab200
Post
PartumSpontan.
Hari ke-0
+ post kuretase
HPP early e.c
sisa plasenta
+ Anemia
PDx: -
PTx:
- MRS
- Diet TKTP
- Head elevation 30o
- IVFD RL double line:
I: IVFD RL 1000 cc
II: IVFD RL + OD 20
iu 30 tpm s/d 12 jam
PP
- Pasang DC
- Inj:
Cefazolin 3x1 gram
Asamtraneksamat
3x500 mg
- Metylergometrin 3x
1tab
- Asam mefenamat
3x500 mg
- SF 1x1
PMo:
- Vital Sign
- Keluhansubjektif
- Kontraksi uterus
KIE
7
anyangan disangkal
Riwayat persalinan lalu :
1. Abortus/3bulan/
20mgg/kuretase/spOG
2. Abortus/3bulan/
20mgg/kuretase/spOG
3. Imatur/660gram/-/
Perempuan/spontan
12/07/2015 Keluhan (-)
KU: tampak sakit
sedang, CM, GCS 456
TD: 110/70,
N: 88X/menit,
RR: 20x/menit,
Tax: 36,5oC
K/L: an -/-, ict -/-
Tho:
C/ S1S2 tunggal
murmur(-)
P/ Rh -/- Wh -/-
Abd:
TFU 3
P0010Ab200
Post
PartumSpontan.
Hari ke-1
+ early HPP e.c
sisa plasenta
PDx: -
PTx:
- Bedrest, pindah
ruang 4
- Diet TKTP
- Inj:
Cefazolin 3x1 gram IV
Kalnex 3x1 gram
Methergin3x1 gram
- Oral:
SF 2x1
Methergin 3x1
PMo:
- Vital Sign
- Keluhansubjektif
- Flux
KIE
13/07/2015 Keluhan (-) KU: baik, CM
TD: 110/70 mmHg
N: 80x/menit
RR:20x/menit
Tax: 36,6oC
K/L: an (-/-) ict (-/-)
Tho:
c/ S1S2 tunggal,
murmur (-)
p/ RH -I- Wh -I-
Abd: TFU 2
P0010Ab200
Post
Partus Spt.Bojol
hari ke-2
+post
kuretasePost
early HPP e.c
sisa plasenta
PDx: -
PTx:
- Bed rest pindah
ruang 4
- Diet TKTP
- Inj: Cefazolin 3x1
gram IV
Kalnex 3x1 gram
Methergin3x1 gram
- Oral:
SF: 2x1
Methergin 3x1
8
PMo:
- Vital Sign
- Keluhansubjektif
- Flux
KIE
9
BAB 3
PERMASALAHAN
3.1 Apa saja faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan pada pasien
ini?
3.2 Bagaimana penegakkan diagnosisperdarahan pasca persalinan pada
pasien ini?
3.3 Bagaimana manajemen penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan
pada pasien ini?
3.4 Bagaimana prognosis perdarahan pasca persalinan pada pasien ini?
10
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pemisahan Plasenta dan Aktivitas Uterus
Aktivitas biokimia yang mengawali terjadinya kelahiran plasenta dan
membrannya dimulai tepat sebelum mulainya kala 2 persalinan. Pelepasan
membran dimulai dari kala 1. Segera setelah bayi lahir, serabut otot uterus
melakukan kontraksi yang sangat kuat. Serabut otot memendek, ukuran dan
volume uterus menjadi berkurang yang disebut sebagai retraksi. Kejadian ini
difasilitasi oleh struktur spiral dari serabut otot uterus, sehingga penurunan
volume ini menyebabkan penurunan luas area perlekatan plasenta.
Menurut Brandt, kompresi plasenta menyebabkan aliran balik plasenta ke
sinus di desidua basalis. Sinus-sinus ini tertahan oleh kontraksi myometrium
yang kuat, sehingga aliran balik menjadi sistem dengan resistensi yang tinggi,
kemudian sinus menjadi membengkak dan ruptur. Darah dari sinus yang ruptur
menyobek septa-septa yang tipis pada lapisan desidua basalis, sehingga
plasenta dapat terlepas. Kontrol perdarahan pasca persalinan merupakan
kontraksi dan retraksi dari serabut myometrium yang mengelilingi arteri spiralis di
dasar plasenta (Khan, 2008).
Kontraktilitas uterus tergantung pada stimulasi hormonal dan listrik.
Terdapat dua hormon yang berkepentingan pada kontraktilitas uterus kala 3,
yang disebut sebagai oksitosin dan prostaglandin. 1) Oksitosin. Hormon yang
menyebabkan peningkatan kontraksi uterus dengan bekerja pada reseptor
oksitosin myometrium. Walaupun oksitosin sintetik digunakan sebagai agen
terapi untuk perdarahan pasca persalinan, namun peran fisiologisnya pada kala
3 belum terlalu jelas. 2) Prostaglandin, hormon stimulator yang poten pada
kontraktilitas myometrium, yang bekerja melalui siklus AMP yang dimediasi oleh
pelepasan kalsium. Prostaglandin yang mempengaruhi kontraktilitas myometrium
diproduksi di jaringan desidua, plasenta dan fetus. PGE2 dan PGF2α yang
bekerja pada kontraksi uterus muncul selama dan sampai 48 jam setelah
persalinan. Prostaglandin muncul dikarenakan nekrosis/kerusakan sel pada area
perlekatan plasenta atau dari jaringan plasenta (Khan, 2008).
11
4.2 Perdarahan Pasca Persalinan
4.2.1 Pengertian
Perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada umumnya bila
terdapat perdarahan yang melebihi normal, apalagi telah menyebabkan
perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat
dingin, sesak napas serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit) maka
penanganan harus segera dilakukan (Karkata, 2009).
Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan menunjukkan kenaikan
tekanan darah sebagai respons terhadap kehilangan darah yang terjadi dan
pada wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan normotensi dsetelah
perdarahan. Pada wanita hamil dengan eklampsia akan sangat peka terhadap
PPP, karena sebelumnya telah terjadi defisit cairan intravaskular dan ada
penumpukan cairan ekstravaskular, sehingga perdarahan yang sedikit akan
cepat mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu penanganan segera sebelum
terjadinya tanda-tanda syok (Karkata, 2009).
4.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab perdarahan pasca persalinan antara lain:
Atonia uteri 50-60%
Sisa plasenta 23-24%
Retensio plasenta 16-17%
Laserasi jalan lahir 4-5%
Kelainan darah 0,5-0,8% (Mochtar, 2011)
Beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya perdarahan
pasca persalinan, yaitu :
Umur. Menurut penelitian Pardosi (2005), bahwa ibu umur di bawah 20
tahun atau di atas 30 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan pasca
persalinan 3,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berumur 20 sampai
29 tahun. Penelitian lain dari Najah (2004) pada ibu usia di bawah 20
tahun dan di atas 35 tahun bermakna sebagai faktor risiko yang
mempengaruhi perdarahan pasca persalinan.
Pendidikan. Seorang dengan pendidikan yang tinggi akan dapat
mengambil keputusan yang lebih rasional, mau melakukan tindakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
12
Paritas. Pada paritas yang rendah (paritas 1) menyebabkan ketidaksiapan
ibu dalam menghadapi persalinan sedangkan semakin sering wanita
mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus
semakin melemah sehingga risiko besar untuk munculnya komplikasi
kehamilan.
Jarak antar kelahiran. Persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu
dekat menyebabkan kontraksi uterus menjadi kurang baik.
Riwayat persalinan buruk. Riwayat persalinan buruk dapat berupa
abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, section caesarea,
persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami
perdarahan antepartum dan postpartum.
Anemia (Hb < 11 g%). Ibu yang mengalami anemia berisiko 2,8 kali
terjadi perdarahan pasca persalinan primer dibanding yang tidak
mengalami anemia (Khan, 2008).
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pasca
persalinan pada kasus ini adalah adanya riwayat persalinan yang buruk, berupa
abortus sebanyak 2 kali masing-masing pada usia kehamilan 3 bulan dan juga
adanya riwayat dilakukanya kuretase.
4.2.3 Epidemiologi
Angka kematian maternal merupakan indikator yang mencerminkan
status kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan
persalinan. Kematian ibu di dunia disebabkan oleh perdarahan (25%), penyebab
tidak langsung (20%), infeksi (15%), aborsi yang tidak aman (13%), eklampsia
(12%), penyulit persalinan (8%) dan penyebab lain (7%) (WHO, 2010).
Penyebab kematian ibu dapat digolongkan atas faktor reproduksi,
komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan dan sosio-ekonomi. Penyebab
obstetrik langsung sebesar 90%, sebagian besar perdarahan (28%), eklampsia
(24%) dan infeksi (11%). Penyebab tak langsung kematian ibu berupa kondisi
kesehatan yang dideritanya Kurang Energi Kronis (KEK) 37%, anemia (Hb < 11 g
%) 40% dan penyakit kardiovaskuler (Gondo, 2007). Perdarahan pasca
persalinan yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam
pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-
88% dalam dua minggu setelah bayi lahir (Karkata, 2009).
13
4.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan saat terjadinya perdarahan pasca persalinan dapat dibagi
menjadi perdarahan pasca persalinan primer dan perdarahan pasca persalinan
sekunder. Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan
biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa
sebagian plasenta, dalam kasus yang jarang bisa karena inversio uteri.
Perdarahan pasca persalinansekunder terjadi setelah 24 jam persalinan,
biasanya oleh karena sisa plasenta (Karkata, 2009).
Berdasarkan waktunya, perdarahan pascapersalinan dibedakan atas
(Prawirohardjo, 2008) :
a. Perdarahan pascapersalinan primer/dini (Early Postpartum Hemorrhage),
Early Postpartum Hemorrhagemerupaka perdarahan ≥ 500 cc yang
terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan. Etiologi dari perdarahan
pascapersalinan dini biasanya disebabkan oleh atonia uteri, laserasi jalan
lahir, ruptura uteri , inversio uteri plasenta akreta atau gangguan koagulasi
herediter.
b. Perdarahan pascapersalinan sekunder/lambat (Late Postpartum
Hemorrhage)
Late Postpartum Hemorrhagemerupakan perdarahan sebanyak ≥
500 cc yang terjadi setelah 24 jam pascapersalinan. Etiologi dari
perdarahan pascapersalinan lambat biasanya disebabkan oleh sisa
plasenta atau subinvolusi dari placental bed.
Perdarahan pascapersalinan dini lebih sering terjadi, melibatkan
perdarahan yang masif, menimbulkan morbiditas dan penyebab tersering adalah
karena atonia uteri (Mochtar, 1998).
4.3 Sisa Plasenta
4.3.1 Definisi
Plasenta rest merupakan tertinggalnya bagian plasenta (satu atau lebih
lobus), sehingga uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan dapat
menimbulkan perdarahan pasca persalinan primer atau perdarahan pasca
persalinansekunder. Plasenta Rest adalah adanya sisa plasenta di dalam rahim
yang sudah lepas tapi belum keluar sehingga dapat menyebabkan perdarahan
yang banyak. Plasenta rest dapat disebabkan oleh karena atonia uteri, adanya
14
lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala
III dan hal-hal yang dapat menyebabkan terhalangnya plasenta keluar.
4.3.2 Fisiologi dan Tipe Plasenta
Plasenta berbentuk bundar atau oval, diameter 15-20cm, tebal 2-3cm,
berat 500-600 gram, biasanya plasenta akan berbentuk lengkap pada kehamilan
kira-kira 16 minggu, dimana ruang amnion telah mengisi seluruh rongga Rahim
(Reynold, 2001).
Letak plasenta yang normal umumnya pada corpus uteri bagian depan
atau belakang agak kearah fundus uteri. Plasenta terdiri atas tiga bagian yaitu :
1. Bagian janin (fetal portion)
Bagian janin terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili dari uri yang
matang terdiri atas :
• Vili korialis
• Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler
berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis. Pada sistole,
darah dipompa dengan tekanan 70-80mmHg kedalam ruang interviler
sampai lempeng korionik (chorionic plate) pangkal dari kotiledon-
kotiledon.Darah tersebut membanjiri vili korialis dan kembali perlahan
ke pembuluh darah balik (vena-vena) didesidua dengan tekanan
8mmHg.
• Pada bagian permukaan janin uri diliputi oleh amnion yang licin,
dibawah lapisan amnion ini berjalan cabang-cabang pembuluh darah
tali pusat. Tali pusat akan berinsersi pada uri bagian permukaan janin
2. Bagian maternal (maternal portion)
Bagian maternal terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari
beberapa lobus dan kotiledon (15-20buah). Desidua basalis pada uri yang
matang disebut lempeng korionik (basal) dimana sirkulasi utero-plasental
berjalan keruang-ruang intervili melalui tali pusat.
3. Tali pusat
Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan
janin. Panjangnya rata-rata 50-55 cm, sebesar jari (diameter 1- 2.5 cm),
strukturnya terdiri atas 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis serta jelly
wharton.
15
Plasenta memiliki beberapa tipe yang dibagi menurut bentuk dan
menurut pelekatan pada dinding rahim(Reynold, 2001)
1. Menurut bentuknya
Plasenta normal
Plasenta menbranasea (tipis)
Plasenta suksenturiata (satu lobus terpisah)
Plasenta spuria
Plasenta bilobus ( 2 lobus)
Plasenta trilobus (3 lobus)
a. Menurut pelekatan pada dinding rahim
Plasenta adhesiva (melekat)
Plasenta akreta(lebih melekat)
Plasenta inkreta (sampai ke otot polos)
Plasenta perkreta (sampai keserosa)
4.3.3 Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi
dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih
pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu,
miometrium menebal secara progresif dan kavum uteri mengecil sehingga
ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya
daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang
tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah
yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling
bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi
otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala 3 dengan menggunakan
pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang
mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4
fase, yaitu:
16
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta
bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil
darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya
fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat
implantasinya(Prawirohardjo, 2011).
4.3.4 Gejala Klinis
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10%
dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak
pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan
pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah
tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain
(Wiknjosastro, 2002).
4.3.5 Pencegahan
4.3.5.1 Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus
yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan
tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil
dengan melakukan perawatan antenatal yang baik. Menangani anemia dalam
kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat
17
perdarahan pasca persalinan sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit
(Mochtar, 1998).
4.3.5.2 Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,
golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di
bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk
persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat
sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan
resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan
saat persalinan (DeCherney & Nathan , 2003).
4.3.5.3 Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular
atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik.
Massase yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama
ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal
myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan
darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum
(DeCherney & Nathan , 2003).
4.3.5.4Kala 3 dan Kala 4
Uterotonika dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Studi
memperlihatkan penurunan insiden perdarahan pasca persalinanpada pasien
yang mendapat oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan
peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-
hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk
memastikan. Pemberian oksitosin selama kala tiga terbukti mengurangi volume
darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit
setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya
justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika
uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar
mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta
terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan
dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati (DeCherney & Nathan , 2003).
18
4.4 Penegakan Diagnosis
4.4.1 Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu cara penegakan diagnosis yang dilakukan
pertama kali. Di mana anamnesa yang baik dan benar dapat mengarahkan
diagnosis. Anamnesa pada kasus obstetri dan ginekologi memiliki prinsip yang
sama dengan anamnesa pada umumnya yaitu meliputi identitas, keluhan utama,
penyakit saat ini, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga, dan riwayat sosial. Pada kasus obstetri dan ginekologi, anamnesis di
titik beratkan pada riwayat perkawinan, kehamilan, siklus menstruasi, penyakit
yang pernah diderita khususnya penyakit obstetri dan ginekologi serta
pengobatan, riwayat KB, serta keluhan-keluhan seperti perdarahan dari jalan
lahir, keputihan (fluor albus), nyeri, maupun benjolan (Prawirohardjo, 2011).
Anamnesis dilakukan pada pasien ini dan didapatkan data seorang wanita
usia 28 tahun, menikah 1 kali selama 6 tahun. Riwayat kehamilan 3 kali dengan
abortus pada kehamilan pertama dan kedua, masing-masing terjadi pada usia
kehamilan 3 minggu sehingga dilakukan kuretase yang dibantu oleh
SpOG.Pasien datangdi RSSA pukul 17.30 atas rujukan dari RS Hermina karena
kekurangan biaya perawatan. Sebelumnya, pasien ini merupakan pasien rujukan
dari RS Melati Husada, pasien tidak dapat menjalani perawatan disana karena
kurangnya kamar. Pasien datang ke RS Melati Husada pada 11 juli 2015 pukul
03.00 dengan keluhan kencang-kencang yang mulai dirasakan sehari
sebelumnya (sekitar pukul 22.00) dirasa semakin sering disertai keluarnya darah
dari jalan lahir. Dalam perjalanan menuju RS Hermina, bayi lahir spontan dengan
BB +/- 665 gram dan plasenta masih belum lahir. Pukul 04.00 pasien sampai di
RS Hermina, Karena perdarahan makin banyak +/- 600 cc dan masih belum
lepas plasentanya, maka dilakukan kuretase. Dalam perawatan pasien mendapat
transfusi WB 2 labu, PRC 2 labu, dan FFP 2 labu.
Pasien tidak pernah sakit sampai menginap di fasilitas kesehatan. Riwayat
penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal
oleh pasien. Pasien menjalani perawatan antenatal sebelum partum sebanyak 6
kali di SpOG dan tidak mendapat pengobatan apapun. Pasien tidak menggunaka
kontrasepsi apapun.
19
4.4.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan fisik akan bermakna signifikan dalam menegakkan
diagnosis jika dilakukan sedini mungkin agar mengetahui tanda-tanda awal dari
perdarahan pasca persalinan.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan pasca
persalinan (Padhye, 2007).
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban: apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari: sisa plasenta dan
ketuban, robekan rahim, plasenta succenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang
pecah
Beberapa penyebab perdarahan pasca persalinan dapat disingkirkan
melalui penemuan pada saat dilakukan pemeriksaan fisik.
1. Tonus. Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa pengukuran ukuran dan
tonus uterus menggunakan tangan yang diletakkan di fundus dan palpasi
dinding anterior dari uterus. Adanya atonia uterus dan perdarahan
biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis perdarahan pasca
persalinan
2. Trauma. Adanya laserasi dan hematoma dapat menunjukkan adanya
trauma dari jalan lahir. Episiotomy meningkatkan hilangnya darah dan
risiko robekan sfingter ani, sehingga tindakan ini sebaiknya dihindari
kecuali jika keadaan urgensi. Hematom dapat menimbulkan perasaan
nyeri
3. Jaringan. Retensi plasenta (kegagalan lahirnya plasenta lebih dari 30
menit)
4. Thrombin. Sebagian kasus koagulopati ditemukan sebelum persalinan,
sehingga dapat dilakukan pencegahan perdarahan pasca persalinan.
Biasanya memerlukan pemeriksaan penunjang berupa hasil laboratorium
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan, pasien
tampak sakit sedang sedangkan status generalis lainya dalam batas normal.
Pemeriksaan status ginekologi, didapatkan flux (+) min, tampak portio post
partum tertutup, kontraksi uterus lembekCUAF 16-18 minggu dan TFU teraba 3
jari dibawah pusat.
20
4.4.3 Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis pada pasien dengan perdarahan pasca persalinan
cukup dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik, namun agar dapat mengetahui
penyebab dan menyingkirkan diagnosis banding, maka pemeriksaan penunjang
diperlukan.
4.4 Penatalaksanaan dan Perawatan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum
pasien. Pada pasien ini tampak anemis dengan keadaan sadar. Namun
terkadang bisa saja sampai terjadi syok berat hipovolemik. Tindakan pertama
yang harus dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya.
Pada umumnya dilakukan secara simultan hal-hal sebagai berikut
(Karkata, 2009):
• Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen
• Merangsang kontraksi uterus dengan cara:
- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara IM, IV,
atau SC
- Memberikan derivate prostaglandin F2α (carboprost tromethamine)
- Pemberian misoprostol 800-1000 µg per rektal
- Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal
- Kompresi aorta abdominalis
- Pemasangan tampon kondom
• Tindakan operatif dilakukan bila tindakan merangsang kontraksi uterus gagal
dengan alternative pembedahan sebagai berikut:
- Ligase arteri uterine atau arteria ovarika
- Operasi ransel B lynch
- Hiterektomi supravaginal
- Histerektomi total abdominal
Sebagai gambaran, pada gambar 1 menunjukkan algoritma manajemen
perdarahan pasca persalinan yang meliputi beberapa langkah untuk diagnosis
dan tatalaksana yang sesuai yang harus dijalankan secara simultan.
21
Gambar 4.1 Manajemen Perdarahan Pasca Persalinan (Anderson, 2007)
22
4.5 Prognosis
Perdarahan pasca persalinan masih merupakan ancaman yang tidak
terduga walaupun dengan pengawasan yang sebaik-baiknya. Menurut data yang
dihimpun dari sebuah penelitian, angka kematian ibu 7,9% (Mochtar, 2011).
Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dengan
keadaan umum yang sangat jelek dan anemis.Prognosis pada pasien ini tidak
buruk karena pasien sadar, meskipun tampak sakit sedang dan anemia. Namun
tindakan rujukan yang diberikan sudah tepat dilakukan.
23
BAB 5
PENUTUP
5.1.1 Kesimpulan
Perdarahan pasca persalinanmerupakan salah satu komplikasi persalinan
yang menjadi penyebab tertinggi kematian ibu dimana terjadi perdarahan
melebihi normal. Hal inidisebabkan oleh beberapa keadaan seperti atonia uteri,
retensio plasenta, laserasi, sisa plasenta, ruptur uteri, dan lain-lain. Prediksi
kejadian perdarahan pasca persalinan dapat dilihat dari faktor resiko dalam
kehamilan seperti umur, paritas, pendidikan, jarak melahirkan, dan riwayat
persalinan sebelumnya. Kematian ibu akibat perdarahan pasca persalinandapat
dicegah dengan penegakan diagnosis dan penatalaksanaan perdarahan pasca
persalinan yang cepat dan tepat.
Kasus Ny. R, usia 28 tahun. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang mengarahkan pada suatu diagnosis perdarahan
pasca persalinan. Pada penderita ini, selain diberikan obat-obatan, juga
dilakukan prosedur kuretase dalam penanganannya.
5.2 Saran
Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang kehamilan
dan faktor risiko tinggi dalam persalinan. Bila pasien mengerti tentang
faktor risiko dalam persalinan, kejadian perdarahan pasca persalinan
dapat dicegah dengan mengatur pola kehamilan, usia ibu, jarak
kehamilan dan menjaga kesehatan selama kehamilan
Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang perawatan
kehamilan (antenatal care) untuk memastikan kesejahteraan janin dan
kesehatan ibu dengan mengatur gaya hidup (makanan, aktivitas, stress,
olahraga, dsb)
Pentingnya ilmu dan ketrampilan dari dokter maupun tenaga kesehatan
lainnya dalam penegakan diagnosis dan penatalaksanaan perdarahan
pasca persalinan yang cepat dan tepat sehingga kematian ibu dapat
dicegah dengan sebaik-baiknya. Selain itu perlu ditunjang dengan fasilitas
kesehatan yang memadai dalam penanganan perdarahan pasca
persalinan yang komprehensif.
24
DAFTAR PUSTAKA
American College of Obstetricians and Gynaecologist.Early
PregnancyLoss.ACOG Technical Bulletin No. 212 American College
ofObstetricians and Gynaecologist, 2005.
Anderson, JM, Etches, D. 2007. Preventon and Management of Postpartum
Hemorrhage. Am Fam Physician; 76 (6): 875-882.
Campbell, Monga, 2006. Disorder of Early Pregnancy. In:InternationalStudent’s
Edition: Gynaecology By Ten Teachers.18th edition.UK :Hodder Arnorld,
89-93
Cunningham, Gant, et al, 2005. Abortus. In : Obstetri Williams.Edisi 21.Jakarta :
EGC, 950-965.
Gondo, HK. 2007. Penaganan Perdarahan Post Partum (Haemorhagi Post
Partum, HPP). Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Karkata MK. 2009. Perdarahan Pascapersalinan. Dalam: Saifudin AB,
Rachimdadhi T, Wiknjosastro GH, editor: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. H. 522-9.
Khan AH, Ashwani A, Javed T, et.al. 2008. Effect of femto to nano molar
concentrations of prostaglandin analogues on pregnant rat uterine
contractility. Eur J Pharmacol; 581(1-2): 185-90.
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid 1: Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi. Jakarta: EGC.
Padhye, SM. 2007. Ruptur uterus in primigravida: morbidity and mortality.
Kathmandu University Journal; 5: 492-496.
25
Prawirohardjo, S.,2008. Perdarahan pada Kehamilan Muda. In: Ilmu
Kebidanan.Edisi Keempat.Jakarta : P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 460-474.
Prawirohardjo,,S. 2011. Ilmu Kandungan. Ed.3. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Reynold, Lawrence P. (April 2001). "Angiogenesis in the Placenta" (pdf). Biology
of Reproduction 64(4): 1033. doi:10.1095/biolreprod64.4.1033.
Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri
Patologi Edisi2. Jakarta: EGC
WHO. 2010. Maternal mortality in 2008. Departement of Reproductive Health and
Research WHO.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam :
Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
DeCherney and Lauren Nathan , 2003. Current Obstretric & Gynecologic
Diagnosis & Tretment, Ninth edition : Alan H. by The McGraw-Hill
Companies, Inc.
.
26