Lapsus Peb Aktif

Embed Size (px)

Citation preview

SMF/Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

LAPORAN KASUS

PRE EKLAMPSIA BERAT

CININTA A. SAVITRI 05.48840.00241.09

PEMBIMBING: dr. Novia Fransiska, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada SMF/Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda 2012

1

DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................... Daftar Isi....................................................................................................................

1 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 3 1.2 Tujuan ................................................................................................................. 4 BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Anamnesis ........................................................................................................... 5 2.2 Pemeriksaan Fisik ............................................................................................... 6 2.3 Diagnosis ............................................................................................................. 7 2.4 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 7 2.5 Penatalaksanaan .................................................................................................. 8 2.6 Follow Up ........................................................................................................... 9 2.7 Laporan Persalinan .............................................................................................. 10 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi ................................................................................................................ 3.2 Epidemiologi ....................................................................................................... 3.3 Faktor Resiko ...................................................................................................... 3.4 Etiologi ................................................................................................................ 3.5 Patogenesis .......................................................................................................... 3.6 Gambaran Klinis ................................................................................................. 3.7 Diagnosis ............................................................................................................. 3.8 Penatalaksanaan .................................................................................................. 3.9 Komplikasi ..........................................................................................................

11 11 11 12 14 16 17 18 20

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Diagnosis ............................................................................................................. 23 4.2 Penatalaksanaan .................................................................................................. 24 4.3 Prognosis ............................................................................................................. 25 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 26 5.2 Saran ................................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 27

2

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta

penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain. Frekuensi preeklamsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial-ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%. Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia. Di Indonesia, preeklamsia-eklamsia masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50%. Oleh karena itu, diagnosa dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia serta penanganannya, perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak yang mana angka kematian ibu di Indonesia menurut Survey Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2002/2003 mencapai 307/100.000. Perlu ditekankan bahwa sindroma

preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan. Tanpa disadari,

3

dalam waktu singkat dapat timbul preeklampsia berat, bahkan eklampsia. Dengan pengetahuan ini, menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.

I.2 Tujuan Mengetahui pengertian, cara mendiagnosis, preeklamsia berat. serta penatalaksanaan

4

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesa a) Identitas Pasien Nama Usia Agama Suku Pendidikan Pekerjaan Alamat : Ny.SW : 28 tahun : Islam : Jawa : SMA : IRT : Palaran

Masuk Rumah Sakit pada hari Minggu, tanggal 4 Maret 2012 pukul 00.40 b) Identitas Suami Nama Usia Agama Suku Pendidikan Pekerjaan Alamat : Tn. S : 32 tahun : Islam : Jawa : SMA : Swasta : Palaran

c) Keluhan Utama: Tekanan darah tinggi d) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas dengan tekanan tinggi. Pasien awalnya hanya ingin kontrol kehamilan, namun pada pemeriksaan ditemukan adanya tekanan tinggi dan bengkak pada kedua tungkai sehingga pasien dirujuk. e) Riwayat Penyakit Dahulu

5

Tidak ada riwayat hipertensi sebelumbnya f) Riwayat Keluarga Ayah pasien menderita hipertensi g) Riwayat Haid Menarche pada usia 14 tahun, lama haid 7 hari, jumlah darah haid : ganti pembalut 2 kali sehari Hari pertama haid terakhir Taksiran waktu persalinan Pemeriksaan antenatal care h) Riwayat Obstetri - Hamil ini i) Riwayat Penggunaan Kontrasepsi Belum pernah : 25 Mei 2011 : 2 Februari 2012 : di Bidan setiap bulan

2.2 Pemeriksaan Fisik a) Berat badan b) Tinggi badan c) Keadaan umum d) Kesadaran e) Tanda vital Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu : 160/110 mmHg : 100 kali/menit : 24 kali/menit : 36,7 0C : 56 kg : 152 cm : sakit sedang : compos mentis (E4V5M6)

f) Status generalisata Kepala / leher Thorax - Pulmo Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris : konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-)

6

Palpasi Perkusi Auskultasi - Cor Inspeksi Palpasi Perkusi

: fremitus raba dextra=sinistra : sonor di seluruh lapangan paru : vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

: ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak teraba : batas kanan ICS III parasternal line dextra batas kiri ICS V midclavicular line sinistra

Auskultasi Abdomen

: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Lihat status obstetri Ekstremitas g) Status obstetrik Inspeksi Palpasi - Leopold I - Leopold II - Leopold III - Leopold IV : edema +/+ piting +, akral hangat : : membesar dengan arah memanjang : : teraba bokong : punggung kiri : teraba kepala : kepala sudah masuk pintu atas panggul

Pemeriksaan dalam: pembukaan 2 cm, portio tebal lunak, ketuban masih ada, kepala di Hodge I DJJ : 145x/menit His: 2 kali dalam 10 menit 20-25 detik teratur Tinggi Fundus Uteri : 29 cm Taksiran Berat Janin : 2635 gram

2.3 Diagnosis Kerja sementara di Ruangan G1P0A0, gravid 40-41 minggu, tunggal hidup, presentasi kepala + PEB 2.4 Pemeriksaan Penunjang a) Laboratorium Tanggal 03-03-2012 7

Darah lengkap Hb Hct Leukosit Trombosit Kimia darah GDS Urin Lengkap Berat Jenis Ketone Nitrit Hemoglobin/Darah Warna Jernih pH Protein Glukosa Billirubin Urobilinogen Sel epitel Lekosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri Jamur 10,5 30% 12.600 88.000 106 1,015 + Kuning Jernih 5 +3 + 1-2 1-2 Granula + -

2.5 Penatalaksanaan Tirah baring (bedrest) Pasang infus dextrose/RL Beri anti kejang dosis penatalaksanaan aktif Drip MgSO4 40% 6 gram (15 cc)/500 cc D5% 28 tetes per menit, sampai 24 jam post partum Beri antihipertensi Nifedipin 3x10 mg per oral Drip oksitosin 5 unit dalam RL 8 tetes per menit dinaikan 4 tetes per setengah jam Observasi DJJ, his, dan tanda vital ibu

8

2.6 Follow UpTanggal 04/ Mar / 2012 / Jam S (01.00) 04 / Mar / 2012 (05.15) 04 / Mar / 2012 (06.30) Ingin mengejan 04 / Mar / 2012 (07.55) 04 / Mar / 2012 (09.55) Pusing (-), lemas, nyeri (+) 05 / Mar / 2012 (08.55) Pusing (-), nyeru berkurang 05 / Mar / 2012 (10.00) Mual (-), Muntah (-), ASI (-)

Perut kencang-kencang(+) Ketuban pecah Lendir darah (-) Pusing(+), pandangan

kabur (-) \, nyeri ulu hati (+) O BB/TB: 56 kg/152 cm TD: 160/110mmHg Nadi: 100 kali/menit RR: 24 kali/menit Suhu: 36,5oC DJJ: 145 kali/menit His:2x/10/20-25 TD: 170/110mmHg Nadi: 88 kali/menit RR: 20 kali/menit Suhu: 36,5oC DJJ: 139 kali/menit His:4x/10/35-40 VT: pembukaan 8 TD: 170/110mmHg Nadi: 88 kali/menit RR: 20 kali/menit Suhu: 36,6oC DJJ: 140 kali/menit His:4x/10/40-45 cm, VT: Pembukaan lengkap, Bayi lahir spontan induksi TD: 130/80 mmHg Perempuan A/S 8/10, a/c Nadi: 80 kali/menit +/Placenta lahir lengkap Ruptur + hecting + Kontraksi uterus lembek RR: 20 kali/menit Suhu: 36,7 oC TFU: 2 jari di bawah pusat Uterus agak lembek Urin: 100 cc Perdarhan: sedikit P1A0 + PEB 2 jam P1A0 + PEB postpartum P1A0 + PEB postpartum TD: 140/90 mmHg Nadi: 86 kali/menit RR: 20 kali/menit Suhu: 36,3 oC UT: 1000 cc/13,5 jam TD: 120/80 mmHg Nadi: 104 kali/menit RR: 20 kali/menit Suhu: 36,6 oC TFU: sepusat

portio tipis lunak, Ketuban kepala Hodge II, ketuban (-) (-) mengalir jernih, kepala mengalir di Hodge II A

G1P0A0 gr. 40-41 mgg, G1P0A0 gr. 40-41 mgg, G1P0A0 gr. 40-41 mgg, T/H, P1A0 + PEB T/H, Presentasi kepala, T/H, observasi inpartu, PEB Presentasi kepala, Presentasi kepala, observasi inpartu, PEB Drip oksitosin 5 ui 40 tpm Lapor dr. Sp.OG, advice: Observasi pervaginam Drip oksitosin 2 ampul Observasi 2 jam

postpartum pervaginam Drip MgSO4

spontan spontan pervaginam hari ke I spontan pervaginam hari ke I Terapi post partum: Amoxicillin 3 x 1 Sulfas Ferosus 1 x 1 Paracetamo 3 x 1 Pasien dipindahkan ke nifas Terapi post partum: Amoxicillin 3 x 1 Sulfas Ferosus 1 x 1 Paracetamo 3 x 1 Pasien boleh pulang

observasi inpartu, PEB

P

Lapor dr. Sp.OG, advice: Drip oksitosin 5 ui 36 tpm Drip MgS04 sesuai protap Nifedipin 3x1 gram Dexamethason 2 x 1o mg Drip oksitosin 5 ui sesuai protap

post Terapi post partum: Amoxicillin 3 x 1 Sulfas Ferosus 1 x 1 Paracetamo 3 x 1

persalinan partum

9

2.7 Laporan Persalinan Pukul 07.55 bayi lahir spontan pervaginam jenis kelamin perempuan, A/S 8/10, BBL 2550 gram PB 47 cm.

10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Preeklampsia berat adalah sindroma spesifik kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang timbul setelah 20 minggu kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam. Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg disertai proteinuria dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

3.2. Epidemiologi Preeklampsia Angka kematian maternal di Indonesia adalah 0,45%. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah preeklampsia eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan mencakup 75-80% dari keseluruhan kematian maternal. Survey pada dua rumah sakit pendidikan di Makassar, insiden preeklampsia eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil dengan rincian insiden preeklampsia berat sebesar 2,61%, eklampsia 0,84%, dan angka kematian akibat keduanya adalah 22,2%. (4)

3.3. Faktor Resiko Preeklampsia . a. Pada primigravida Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia b. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar. c. Umur yang ekstrim. Terlalu muda atau terlalu tua ( 15 atau 35 tahun).

11

d. Riwayat preeklampsia/eklampsia. e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil. f. Obesitas. Peningkatan indeks massa tubuh sebelum kehamilan dan saat ANC. 3.4 Etiologi Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain. 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada kehamilan normal, rahim mendapat aliran darah dari cabangcabang arteri uterina dan ovarika yang nantinya akan menjadi areri spiralis, dengan sebab yang belum jelas terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. vasodilatasi dan distensi lumen arteri spiralis memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Poses ini dinamakan remodeling arteri spiralis. Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi proses remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadi hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta yang selanjutnya menimbulkan perubahan-perubahan kehamilan. 2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel Pada plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas), salah satu oksidan yang dihasilkan plasenta yaitu radikal hidroksil yang sangat toksis khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi yang menjelaskan patogenesis hipertensi dalam

12

peroksida lemak. Peroksida lemak akan merusak membran sel, juga merusak nukleus dan protein sel endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi endotel, maka akan terjadi : Ganguan metabolisme prostaglandin. Kerusakan pada vaskuler endotel, terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliasis) Peningkatan permiabilitas kapiler Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor Peningkatan faktor koagulasi

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E. 1. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum. 2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri. Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat

menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E. 13

4. Teori adaptasi kardiovaskularisasi genetik Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokontriksi. Terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin. Pada hipertensi kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokontriktor, dan terjadi kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor 5. Teori genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hiperensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. 6. Teori defisiensi gizi Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Beberapa penelitian juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeklamsia/eklamsia. 7. Teori Inflamasi Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Respon inflamasi ini akan mengaktivkan sel endotel, sel-sel makrofag/granulosit sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu. (Angsar, 2008)

3.5 Patogenesis Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari preeklampsia sebagai berikut: 1. Iskemia Plasenta

14

Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta. 2. Mal Adaptasi Imun Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas. 3. Genetic Inprenting Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin. 4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing Activity (TxPA) Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efekntoksik dari VLDL akan muncul. Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta. Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari

patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia placenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Oxidatif stress pada tahap berikutnya

15

bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia. Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti: - Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal. - Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi. - Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema menyeluruh. - Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopathi. - Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati. - Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan. - Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio plasenta. 3.6 Gambaran Klinis Gejala dan tanda preeklampsia berat 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tekanan darah sistolik 160 mmHg Tekanan darah diastolik 110 mmHg Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus Trombosit 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif 3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam. 4. Peningkatan kadar kreatinin plasma 5. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur. 6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson). 7. Edema paru dan sianosis. 8. hemolisis mikroangiopatik. 9. Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat. 10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase 11. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat 12. sindroma HELLP (Angsar, 2008)

17

3.8 Penatalaksanaan Perawatan Konservatif9 1. Indikasi Pada umur kehamilan < 37 minggu tanpa adanya tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. a. Pengobatan dilakukan kamar bersalin (selama 24 jam) b. Tirah baring c. Infus dextrose 5% RL d. Pemberian anti kejang : Drip MgSO4 40% 10 gram (25 cc)/ 500cc D5% 28 tetes permenit, sampai dengan 24 jam. Syarat pemberian dosis ulangan : - Refleks patella (+) - Respirasi > 16x/ menit - Produksi urin sekurang-kurangnya 150 cc/ 6jam - Harus selalu tersedia kalsium glukonas 10% (1 gram i.v diberikan pelanpelan bila terjadi intoksikasi). e. Diberikan anti hipertensi - Bila sistole 180 mmHg atau diastole 110 mmHg digunakan drip Klonidin (Catapres) 1 ampul/ 500cc cairan, 14 tetes/ menit. - Bila sistole < 180 mmHg dan diastole < 110 mmHg anti hipertensi yang diberikan adalah Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg. f. Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal) dan jumlah produksi urin 24 jam. g. Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung dan bagian lain sesuai dengan indikasi.

2. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24 jam di ruang bersalin) a. Tirah baring b. Medikamentosa

18

- Roboransia - Antihipertensi : Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg c. Pemeriksaan laboratorium - Hb, PCV, leukosit, trombosit - Asam urat darah - Fungsi ginjal dan darah - Urine lengkap - Produksi urine 24 jam, penimbangan BB setiap hari d. Diet tinggi protein e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/ doppler) 3. Perawatan konservatif dianggap gagal bila: a. Adanya tanda-tanda impending eklampsia b. Kenaikan progresif tekanan darah c. Ada sindrom HELLP d. Ada kelainan fungsi ginjal e. Penilaian kesejahteraan janin jelek

4. Penderita boleh pulang bila: Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pre-eklampsia ringan. Perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi. Catatan : Bila keadaan penderita tetap dilakukan pematangan paru dengan dexamethasone 2x16 mg selang 24 jam, dilanjutkan dengan terminasi.

Perawatan Aktif 1. Indikasi a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek b. Adanya keluhan subyektif c. Adanya sindrom HELLP d. Kehamilan aterm ( 37mg) e. Perawatan konservatif gagal

19

2. Pengobatan medisinal a. Segera rawat inap b. Tirah baring miring ke satu sisi c. Infus dekstrose 5%

d. Pemberian anti kejang: Dosis awal: drip MgSO4 40 % gram (10cc) diencerkan menjadi 20cc i.v selama 5 menit. Selanjutnya (25 cc) /500 cc D5% 28 tetes permenit. Dosis Pemeliharaan: Drip MgSO4 40 % 6 gr (15cc)/500 cairan 28 tetes permenit s/d 24 jam post partum. Syarat pemberian dosis ulangan: Refleks patella Respirasi > 16x/menit Produksi urin sekurang-kurangnya 150cc/6 jam Harus selalu tersedia kalsium glukonas 10 % (1 gram i.v diberikan pelan-pelan bila terjadi intosikasi) e. Pemberian Antihipertensi Bila sistol 180 mmHg atau diastole 110 mmHg digunakan drip Klonidin (Catapres) 1 ampul/500cc cairan, 14 tetes/permenit, dilanjutkan nifedipine 3x 10 mg atau Metildopa 3x250 mg. 3. Pengobatan Obstetrik a. Sebelum perawatan aktif, sedapat mungkin pada setiap penderita dilakukan pemerikasaan kesejahteraan janin. b. Tindakan seksio sesarea dikerjakan bila: Hasil kesejahteraan janin jelek Penderita belum inpartu dengan skor pelvic jelek (PS 5 gr/24 jam atau kualitatif +2 atau lebih. Selain peningkatan tekanan darah, edema, dan awitan proteinuria, pada pasien juga ditemukan keluhan maupun gejala preeklampsia berat lain seperti sakit kepala, mual, muntah, dan nyeri ulu hati. Saat di anamnesis, pasien juga tidak mengeluh mengalami kejang, sehingga pasien belum mengarah ke diagnosis eklamsia. Namun, bila terdapat tanda-tanda preeklamsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklamsia. Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada preeklamsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Edema terjadi karena penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial dan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemia. Pada preeklamsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklamsia terjadi perubahan pada ginjal yang disebabkan oleh aliran darah kedalam ginjal menurun sehingga

23

mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang atau mengalami penurunan. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi garam dan juga retensi air. Untuk memeriksakan keadaan ginjal pasien dapat dilakukan pemeriksaan fungsi renal seperti ureum dan creatinin, namun pada pasien ini tidak dilakukan. 4.2 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat dimana pasien diberikan terapi antikonvulsan untuk mencegah terjadinya eklamsia. Terapi antikonvulsan menggunakan MgSO4 40% 4 g IV (bolus) dan MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc larutan D5% (drip 20 tetes/menit) dalam kasus ini terbukti efektif dalam mencegah terjadinya kejang pada penderita. Pemberian nifedipin 3 x 10 mg per oral sebagai antihipertensi lini pertama juga efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan tekanan darah pasien segera turun secara bertahap dan berada dalam keadaan normotensi (tekanan darah normal) setelah 1 hari post partum. Pemberian MgSO4 bertujuan untuk mencegah kejang dan menurunkan tekanan darah. Pencegahan terhadap kejang melalui interaksi dengan reseptor N-methylD-Aspartate pada sistem saraf pusat dan vasodilatasi arteriol sistem saraf pusat sehingga berperan sebagai neuroprotektif. Efek penurunan tekanan darah berhubungan dengan kemampuan magnesium dalam mempengaruhi Na/K ATPase, kanal natrium, kanal kalium, dan kanal kalsium. Magnesium juga memiliki efek sebagai relaksan uterus. Nifedipin termasuk jenis penghambat kanal kalsium bekerja menurunkan tekanan darah dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel otot polos arteri sehingga menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Sedangkan bisoprolol merupakan golongan beta blocker yang dapat mengurangi frekuensi denyut jantung, meningkatkan waktu pemulihan sinus node, memperpanjang periode refrakter AV node dan dengan stimulasi atrial yang cepat, memperpanjang konduksi AV nodal. Pada pasien ini dilakukan induksi persalinan dengan drip 5 IU dalam cairan infus diawali dengan 8 tetes per menit, lalu dinaikkan 4 tetes per menit setiap 30

24

menit. Pemilihan manajemen aktif berupa terminasi kehamilan pada pasien ini juga sudah tepat dan sesuai indikasi yaitu usia kehamilan pasien sudah aterm. Induksi yang dilakukan terhadap pasien menggunakan drip oksitosin juga sudah sesuai teori dilihat berdasarkan Bishop score pasien yaitu 5. 4.3 Prognosis Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan penatalaksanaan yang telah didapatkan adalah cukup baik, karena tekanan darah pasien perlahan kembali menjadi normal setelah melahirkan. Berdasarkan teori kemungkinan untuk pasien ini terjadi pre-eklampsia berulang di kehamilan mendatang dan terjadi hipertensi kronik meningkat.

.

25

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan Pasien Ny.SW, 28 tahun, datang dengan tekanan darah tinggi, perut kencang-kencang dan keluar lendir (-),keluar air-air (-), nyeri ulu hati (-), sakit kepala (+), mata kabur (-). Setelah dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosa G1P0A0, gravid 40-41 minggu, Tunggal Hidup, presentasi kepala + observasi inpartu + PEB. Selama di ruangan dilakukan drip MgSO4 serta pemberian nifedipine 3x10 mg. Pasien melahirkan spontan pervaginam dan tekanan darah pasien kembali ke normal perlahan post partum. Diagnosa pasien pulang adalah P1A0 Post post partum hari ke-1 riwayat PEB dengan bayi lahir jenis kelamin perempuan, Apgar score 8/10, berat badan 4.550 gram dan panjang badan 47 cm serta tidak didapatkan cacat. Prognosis bagi ibu baik, karena saat pulang tekanan darah ibu sudah normal. Ibu harus kontrol ke poli kandungan untuk memeriksakan tekanan darahnya dan kondisinya secara umum.

V.2 Saran Dengan pemeriksaan antenatal care yang baik, mayoritas kasus dapat dideteksi secara dini sehingga komplikasi yang mungkin terjadi dapat dicegah sedini mungkin. Pasien perlu dirawat inap di RS, karena di rumah sakit pasien diharapkan mendapat terapi penanganan hipertensi yang optimal.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo, B and Rachimhadhi, T. Pre-eklampsia dan Eklampsia. [book auth.] H Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005. 2. Sudhaberata, K. 2009. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. (online) . (http://Artikel Kedokteran.Online.html, diakses tanggal 20 Januari 2012) 3. Angsar D.M. Hipertensi Dalam Kehamilan. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2008; 40: Hal. 530-560 4. SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Preeklampsia Berat dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD A.W. Sjahranie Samarinda Kalimantan Timur. Edisi VI. 2006. Samarinda; Hal. 34-38 5. Ketut, S. Penanganan Pre Eklampsia Berat dan Eklampsia. Cermin Dunia Kedokteran. 2009 6. Cunningham, et al. 2006. Hipertensi pada Kehamilan . In Obstetri Williams. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 625-673

27