45
BAB I PENDAHULUAN Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tubaEustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media supuratif akut atau otitismedia akut (OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media supuratif, yang dapat berkembang menjadi OMSK bila tidak diterapi dengan baik. Otitis media akut (OMA) terjadi akibat faktor pertahanan tubuh yang terganggu. Sumbatan tuba Eustachiusmerupakan faktor penyebab terjadinya OMA. Fungsi tuba sebagai barrier masuknyamikroba ke telinga tengah menjadi terganggu akibat adanya sumbatan tuba. Infeksisaluran napas atas merupakan faktor pencetus terjadinya gangguan pada tuba. Makinsering seseorang terutama anak-anak mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinannya orang tersebut mengalami OMA 1,2 . Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh duniaterjadinya otitis media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thnsekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satuepisode otitis media sebelum 1

Lapsus Ozaena RSMP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

...

Citation preview

Page 1: Lapsus Ozaena RSMP

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tubaEustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media

supuratif akut atau otitismedia akut (OMA) merupakan bentuk akut dari otitis

media supuratif, yang dapat berkembang menjadi OMSK bila tidak diterapi

dengan baik. Otitis media akut (OMA) terjadi akibat faktor pertahanan tubuh yang

terganggu. Sumbatan tuba Eustachiusmerupakan faktor penyebab terjadinya

OMA. Fungsi tuba sebagai barrier masuknyamikroba ke telinga tengah menjadi

terganggu akibat adanya sumbatan tuba. Infeksisaluran napas atas merupakan

faktor pencetus terjadinya gangguan pada tuba. Makinsering seseorang terutama

anak-anak mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinannya

orang tersebut mengalami OMA 1,2 . Otitis media pada anak-anak sering kali

disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112

pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan30% mengalami otitis media akut dan 8%

sinusitis. Epidemiologi seluruh duniaterjadinya otitis media berusia 1 thn sekitar

62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thnsekitar 83%. Di Amerika Serikat,

diperkirakan 75% anak mengalami minimal satuepisode otitis media sebelum usia

3 tahun dan hampir setengah dari merekamengalaminya tiga kali atau lebih. Di

Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimalsatu episode sebelum usia

sepuluh tahun.1,2,7. Bakteri penyebab OMA yang utama adalah Streptokokus

hemolitikus,Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Selain itu kadang juga dapat

disebabkan olehHemofilus influenza, Escherichia colli, Streptokokus

anhemolitikus, Proteus vulgaris,dan Pseudomonas aurugenosa. Perubahan telinga

tengah sebagai akibat infeksi dibagi atas 5 stadium berdasarkan gambaran

membran timpani yang tampak dari luar:1,2 (1) stadium oklusi tuba yang ditandai

adanya retraksi membran timpani akibat tekanannegatif dalam telinga tengah; (2)

stadium hiperemis, yang ditandai adanya edema,hiperemia, dan pelebaran

pembuluh darah pada membran timpani; (3) stadium supurasi,yaitu terbentuknya

eksudat yang purulen di dalam telinga tengah, menyebabkan bulgingmembran

1

Page 2: Lapsus Ozaena RSMP

timpani, dan nyeri di telinga bertambah berat; (4) Stadium perforasi yangterlihat

dengan adanya ruptur membran timpani dan nanah mengalir ke telinga luar; (5)

stadium resolusi yaitu bila keadaan telinga tengah kembali normal dan

perforasimembran timpani tertutup. Bila pada stadium resolusi penyembuhan

tidak berjalandengan baik, maka perforasi bisa menetap dengan sekret yang

mengalir terus ataumenghilang, berkembang menjadi OMSK 1,2.

2

Page 3: Lapsus Ozaena RSMP

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga Tengah

Anatomi Telinga1,2

Gambar 1.Anatomi telinga

Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbanganTelingater diri atas 3 bagian yaitu 3,6

1.Telinga luar

2.Telinga tengah dan

3.Telinga dalam

Anatomi Telinga Tengah

3

Page 4: Lapsus Ozaena RSMP

Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang

terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus

dengan1,2:

Batas luar: membran timpani Batas depan: Tuba Eustachius Batas bawah: Vena jugularis (bulbus jugularis) Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak) Batas dalam: Berturut- turut dari atas ke bawah kanalis

semisirkularishorizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium

.

1. Membran timpani. Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan

didalamnya merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di

bagiananterior pada pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis

silindrisbersilia. Lamina propria tipis dan menyatu dengan periosteum6. Membran

timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telingadan

4

Page 5: Lapsus Ozaena RSMP

terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars

flaksida(membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa

(membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah

lanjutan epitelkulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,

seperti epitelmukosa saluran pernafasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di

tengah yaitulapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang

berjalan secararadier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam1,2.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut

sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah

bawah, yaitu pada pukul 5 untuk membran timpani kanan, sementara

membrantimpani kiri pada arah jam 7. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar

yangdipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat dua

serabutyaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan timbulnya refleks cahaya 1,2. Vaskularisasi membran timpani telah dipelajari dengan berbagai cara.Cabang-

cabang dari arteri karotis eksterna dalam meatus auditori eksternal,memberikan

suplai darah pada, Pars flaccida, bagian manubrial dari pars tensa dan

persimpangan antara cincin fibrokartilaginosa dari membran timpani dan

sulkustimpanikum pada tulang temporal 4.

Pembuluh darah yang mensuplai daerah pars flacida dan bagian manubrial

cincin fibrokartilaginosa terdapat dibawah lapisan epitel squamosa, dekat

dengansel mast dan bundel saraf. Pembuluh darah yang berasal dari rongga

timpani yang juga berasal dari arteri karotis eksterna mensuplai daerah perifer dari

pars tensadengan cabang-cabang kecil, terlokalisasi tepat dibawah epitel membran

timpani. Jika dibandingkan dengan bagian manubrial, pars tensa memiliki

vaskularisasi yang lebih sedikit. Sehingga bagian sentral dan sebagian besar dari

pars tensa mendapatkan nutrisi secara difusi intra sel. Keadaan kurangnya

pembuluh darah ini juga menyebabkan imunitas pada pars tensa ini lebih sedikit

dari bagian lainnya.

Sehingga kecenderungan terjadinya perforasi akibat infeksi sering berada

pada bagian ini.4,5,7

5

Page 6: Lapsus Ozaena RSMP

Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah

dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di

umbo,sehingga didapatkan bagian/kuadran:

Atas-depan Atas-belakang Bawah depan Bawah belakang

2. Tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang inimerupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang.

Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus

tergantung pada ligamen tipis diatap ruang timpani. Lempeng dasar stapes

melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam4,5,6.

3. Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran.

Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran

berfrekuensitinggi.

a.Otot tensor timpani

6

Page 7: Lapsus Ozaena RSMP

terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonnya berjalan mula-mula ke

arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuahtonjol tulang kecil untuk

melintasi rongga timpani dari dinding medial kelateral untuk berinsersi ke

dalam gagang maleus.

b.Tendo otot stapedius

berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalamdinding posterior dan

berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes.

4. Dua buah tingkap

Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar

stapes,memisahkan rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea.

Oleh karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian

tulang- tulang pendengaran ke perilimf telinga dalam. Untuk menjaga

keseimbangantekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup

pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan

belakang tingkap oval dandiliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal

sebagai tingkap bulat (fenestrarotundum). Membran ini memisahkan rongga

timpani dari perilimf dalam skalatimpani koklea6,8.

5. Tuba auditiva (Eustachius)

menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring,lumennya gepeng, dengan

dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanyasaling berhadapan

menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat,selapis silindris

bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dindingtuba saling

terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke ronggatelinga

tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran

timpanimenjadi seimbang6,7.

7

Page 8: Lapsus Ozaena RSMP

2.2 Otitis Media Akut

Otitis Media1,2

1. Definisi

Otitis media sebagai peradangan sebagian atau seluruhmukosa telinga, tuba

Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.

2. Epidemiologi

Faktor-faktor yang mempenfaruhi angka kejadian otitis media yaitu usia,

jeniskelamin, ras, latar belakang genetik, status sosioekonomi, jenis susu saat

bayi, derajat paparan terhadap rokok, ada tidaknya alergi pada sistem respirasi,

musim, dan statusvaksinasi pneumokokus .

3. Patogenesis

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti

radangtenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran

Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan

infeksi di salurantersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,

tersumbatnya saluran, dandatangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.

8

Page 9: Lapsus Ozaena RSMP

Sel-sel darah putih akanmembunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka

sendiri. Sebagai hasilnyaterbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu

pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang

dihasilkan sel-sel di telinga tengahterkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu

karenagendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga

dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.

Kehilangan pendengaran yangdialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan

halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan

pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraannormal). Selain itu telinga

juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yangterlalu banyak tersebut

akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat

berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung

lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lainhigiene,

terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuhyang

kurang baik.

4. Factor pencetus terjadinya otitis media akut 1,2

Terganggunya factor pertahanan tubuh, yaitu terganggunya silia pada mukosa

tuba Eustachius

Sumbatan tuba Eustachius

Infeksi saluran napas atas, semakin sering terkena ISPA maka makin besar

kemungkinan anak mengalami OMA.

Pada anak anatomi tuba Eustachius juga terlibat mempermudah terjadinya

OMA.

Bakteri piogenik merupakan penyebab utama OMA (otitis media akut), seperti

Streptococcus haemolyticus, Stafilococcus aureus, pneumakokus. Kadang-kadang

Haemophylus influenza ditemukan juga.

9

Page 10: Lapsus Ozaena RSMP

5. OMA dibagi dalam 5 stadium1,2:

Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Retraksi membran timpani karena adanya tekanan negatif ditelinga tengah akibat absorpsi udara.

kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat

efusi tidak dapat dideteksi stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media

serosa karena virus atau alergi

Stadium hiperemis (pre-supurasi)

Pelebaran pembuluh darah di membran timpani tampak hiperemis dan edem

Terbentuk sekret yang mungkin bersifat eksudat serosa sukar terlihat

Stadium supurasi Edema hebat pada mukosa telinga tengah, sel epitel superfisialishancur, terbentuk eksudat purulen di kavum timpani membran timpani menonjol ke arah telinga luar

Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi dan suhu, pertambahan nyeri telinga

Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena tekanan nanah iskemik, tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosadan submukosa daerah ini tampak kekuningan dan lebih lembek akan terjadi rupture

Stadium perforasi Ruptur membran timpani. sekret mengalir ke liang telinga luar Anak menjadi tenang dan dapat tidur nyenyak

Stadium resolusi Bila membran timpani tetap utuh, akan kembali normalsecara perlahan-lahan

Dapat terjadi tanpa pengobatan bila daya tahan tubuh baik atauvirulensi kuman rendah

Bila peeforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau hilang timbul OMSK

Bila skret menetap dalam kavum timpani dan tidak terjadi perforasi OM serosa

10

Page 11: Lapsus Ozaena RSMP

6. Gejala Klinik OMA1,2

Tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien

Pada bayi: suhu tinggi mencapai 39,5˚C (pada stadium supurasi),gelisah, sukar

tidur

Pada anak yang sudah dapat berbicara: nyeri di dalam telinga dandemam,

biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya

Pada anak yang lebih besar atau dewasa: nyeri di dalam telinga, rasa penuh di

telinga, rasa kurang dengar

Tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang, dankadang

memegang telinga yang sakit

7. Diagnosis OMA1,2,8

Diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal berikut ini :

1. Penyakit ini onsetnya mendadak (akut)

2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh)

ditelinga tengah. Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda berikut:

a.Mengembangnya gendang telinga

b.Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

c.Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga

d.Cairan yang keluar dari telinga

3.Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan

adanyasalah satu diantara tanda berikut :

a.Kemerahan pada gendang telinga

b.Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik

daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran,

demam, sulit makan, mual dan muntah serta rewel. Namungejala-gejala ini tidak

spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada

riwayat semata.

11

Page 12: Lapsus Ozaena RSMP

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan jelas

keadaan gendang telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema bahkan

kuning dansuram serta adanya cairan berwarna kekuningan di liang telinga.

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic

(alat untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil

untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).

Gerakan gendang telinga yang kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini.

Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk

memperkuat diagnosis OMA. Namun umunya OMA sudah dapat ditegakkan

dengan pemeriksaan otoskop biasa.9

Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpano sentesis (penusukan

terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada

sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi

berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit,

anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada

beberapa pemberian antibiotic atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.

8. Terapi

OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.

Seikitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotic. Penggunaan antibiotic

tidak mengurangi komplikasi yang terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.

Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, American

Academy of Pediatric (APP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan

yang harus segera diberikan terapi antibiotik. Pilihan observasi selama 48-72 jam

hanya dapat dilakukan pada anak usia 6 bulan-2 tahun dengan gejala ringan saat

pemeriksaan atau diagnosismeragukan pada anak di atas 2 tahun. Analgesia harus

tetap diberikan selama observasi.Pilihan pertama pemberian antibiotik pada OMA

adalah dengan amoxycilin.

American Academy of Family Physicians (AAFP) menganjurkan pemberian

dosis standar 40mg/kgBB/hari pada anak dengan resiko rendah (umur >2tahun,

tidak dalam perawatan intensif, belum pernah menerima pengobatan antibiotik

12

Page 13: Lapsus Ozaena RSMP

dalam 3 bulanterakhir). Sedangkan pemberian dosis tinggi 80mg/kgBB/hari

diberikan pada anak dengan resiko tinggi ( umur <2tahun, dalam perwatan, ada

riwayat pemberian antibiotik dalam 3 bulan terakhir serta resisten terhadap

pemberian dosis rendah amoxycilin) 9.

Setelah pengobatan adekuat, perforasi pada membran timpani dapat

menutup kembali. Sekitar 80% pasien dengan perforasi, didapatkan membran

timpani kembaliintak dalam 14 hari setelah terjadinya perforasi. Penyembuhan

membran timpani iniakibat migrasi dari sel-sel epitel membran timpani pada tepi

perforasi. Namun penyembuhan ini tidak disertai pemulihan pada pars tensa

lapisan fibrosa dan kolagenyang berada ditengahnya. Sehingga lapisan

neomembran tersebut cenderung lebih tipisdan lebih rentan terjadi perforasi6.

Terapi pada OMA tergantung pada stadium penyakitnya1,2:

Stadium oklusi Tujuan: membuka tuba tekanan negatif

telinga tengah hilang

Diberi obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5%

dalam larutan fisiologik (<12 tahun), atau HCl

efedrin 1% dalam larutanfisiologik (>12 tahun,

dan dewasa)

Obati sumber infeksi

Stadium presupurasi Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan

penicilin (lini pertama) (awalnya diberikan

secara IM sehingga didapat konsentrasi yang

adekuat dalam darah tidak terjadi mastoiditis

terselubung, gangguan pendengaran sebagai

gejalasisa, maupun kekambuhan).

Jika alergi pensilin, beri eritromisin.Dosis

ampisilin anak: 50-100 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 4dosis

13

Page 14: Lapsus Ozaena RSMP

Atau amoksisilin (anak) 40 mg/kgBB/hari

daibagi dalam 3dosisAtau eritromisin (anak) 40

mg/kgBB/hari

Analgetika

Stadium supurasi Antibiotika Miringotomi (bila membran timpani masih

utuh): dapatmenghindari ruptur, gejala klinis

lebih cepat hilang

Miringotomi ialah tindakan incisi pada pars

tensa membrantimpani agar terjadi drenase

sekret dari telinga tengah ketelinga luar

Miringotomi memiliki banyak komplikasi (ex.

Perdarahan,trauma pada n. Facialis) tidak

perlu dilakukan bila terapi antibiotik yang

adekuat dapat diberikan

Stadium perforasi Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat.

Biasanya Dalam 7-10 hari perforasi dapat menutup kembali.

Jika tidak terjadi resolusi Lanjutkan antibiotik hingga 3 minggu jika sekret masih tetap banyak , mungkin terjadi mastoiditis

Jika sekret terus keluar >3 minggu otitis media supuratif subakut

Jika perforasi menetap dan sekret terus keluar >1,5-2 bulan otitis media supuratif kronik (OMSK)

14

Page 15: Lapsus Ozaena RSMP

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS

Nama : Nn. K

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswi

Suku/Bangsa : Indonesia

Alamat : Sungai Rebo, Palembang

Tanggal MRS : 25 Maret 2013

3.2. ANAMNESA

Keluhan Utama :

Pilek sejak 1 tahun yang lalu

Keluhan Tambahan :

Hidung tersumbat sejak 1 bulan yang lalu dan penciumannya agak

berkurang.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang ke poliklinik THT RS Muhammadiyah Palembang pada

tanggal 25 Maret 2013 dengan keluhan pilek sejak 1 tahun yang lalu.

Keluhan disertai keluarnya ingus kental berwarna kehijauan dan bau.

Pasien juga mengeluh hidung tersumbat sejak 1 bulan yang lalu dan

memberat 1 minggu ini. Pasien juga mengeluh penciumannya agak

berkurang. Bila pagi udara dingin pilek dirasakan bertambah. Pasien

terkadang merasakan sakit kepala. Pasien tidak mengeluh demam saat

datang ke poliklinik. Pasien juga tidak mengalami mimisan. Pasien belum

pernah berobat.

15

Page 16: Lapsus Ozaena RSMP

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, dan astma disangkal oleh

penderita.

Riwayat Alergi :

Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi debu, makanan tertentu

serta udara dingin.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 36,5 0C

Berat badan : 45 kg

b. Status Generalis

- Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)

- Leher : pembesaran KGB (-)

- Thoraks

Paru

a) Inspeksi : simetris, retraksi interkosta (-)/(-)

b) Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra

c) Perkusi : sonor pada semua lapang paru

d) Auskultasi : vesikular (+)/(+) normal, wheezing (-)/(-), ronki (-)/(-)

16

Page 17: Lapsus Ozaena RSMP

Jantung

a) Inspeksi : tidak tampak iktus kordis

b) Palpasi : teraba iktus kordis pada ICS IV linea mid aksilaris

anterior sinistra

c) Perkusi :

Batas atas : ICS II linea midklavikularis sinistra

Batas kanan : ICS IV – V linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS V linea mid aksilaris anterior sinistra

d) Auskultasi : S1/S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

- Abdomen

Inspeksi : datar, lemas

Palpasi : teraba massa (-), pembesaran hepar-lien (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) normal

- Ekstremitas

a) Superior : akral hangat, deformitas (-)/(-), gangguan fungsi dan

gerak (-)/(-)

b) Inferior : akral hangat, deformitas (-)/(-), gangguan fungsi dan

gerak (-)/(-)

b. Pemeriksaan Khusus

- Pemeriksaan Telinga

Pemeriksaan Kanan Kiri

Bentuk daun telingaNormal, deformitas

(-)

Normal, deformitas

(-)

Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

Radang, tumor Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Nyeri penarikan

daun telingaTidak ada Tidak ada

Kelainan pre-, Tidak ada Tidak ada

17

Page 18: Lapsus Ozaena RSMP

infra-,

Retroaurikular

Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Meatus aurikular

ekstrernaLapang, serumen (-) Lapang, serumen (-)

Membran timpani

Intak, hiperemis (-),

edema (-), refleks

cahaya (+) arah jam

5

Intak, hiperemis (-),

edema (-), refleks

cahaya (+) arah jam

7

Gambar membran timpani

- Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal

Pemeriksaan Kanan Kiri

Bentuk hidung Normal, deformitas

(-)

Normal, deformitas

(-)

Tanda peradangan

Hiperemis (+), panas

(-), nyeri (-),

bengkak (-)

Hiperemis (-), panas

(-), nyeri (-),

bengkak (-)

Vestibulum

Hiperemis (+), sekret

(+) kental berwarna

hijau dan berbau

Hiperemis (-), sekret

(-)

Cavum nasi Rongga cavum nasi

sangat lapang,

Lapang, edema (-),

hiperemis (-)

18

Page 19: Lapsus Ozaena RSMP

edema (-), hiperemis

(+), tampak krusta

kehijauan

Konka inferior Atrofi Eutrofi

Meatus nasi inferior Eutrofi Eutrofi

Konka medius Atrofi Eutrofi

Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)

Pasase udara Hambatan (-) Hambatan (-)

Daerah sinus

frontalis

Tidak ada kelainan,

nyeri tekan (-)

Tidak ada kelainan,

nyeri tekan (-)

Daerah sinus

maksilaris

Tidak ada kelainan,

Nyeri tekan (-)

Tidak ada kelainan,

Nyeri tekan (-)

Gambar Cavum Nasi

- Pemeriksaan Tenggorok

Pemeriksaan Kanan Kiri

Dinding

pharynx

Hiperemis (-),

granular (-)

Hiperemis (-),

granular (-)

Arkus pharynx

Simetris,

hiperemis (-), edema

(-)

Simetris,

hiperemis (-), edema

(-)

Tonsil T1/T1,

hiperemis (-),

T1/T1,

hiperemis (-),

19

Rongga cavum nasi lapang,

konka inferior dan media

atrofi, tampak krusta, sekret

kental kehijauan dan berbau,

mukosa hiperemis

Page 20: Lapsus Ozaena RSMP

permukaan mukosa

rata, granular (-),

kripta tidak melebar,

detritus (-),

perlengketan (-)

permukaan mukosa

rata, granular (-),

kripta melebar (-),

detritus (-),

perlengketan (-)

Uvula

Letak di

tengah,

hiperemis (-)

Letak di

tengah,

hiperemis (-)

Gigi Gigi geligi lengkap, caries (-)

Lain-lain

Radang ginggiva (-), mukosa pharynx

tenang,

post nasal drip (-)

Gambar tenggokan

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Darah

- Hemoglobin : 12,5 gr/dl

- Leukosit : 7.300 /cm2

- Trombosit : 280.000/UL

- Golongan Darah : A

- Cloting Time : 7’

- Bleeding Time : 2’

Kesan : tidak terdapat infeksi

Pemeriksaan Radiologi

20

Page 21: Lapsus Ozaena RSMP

Kesan : Sinusitis Maxilaris Kanan

3.5. Resume

Penderita, perempuan usia 20 tahun datang dengan keluhan pilek sejak

1 tahun yang lalu. Keluhan disertai keluarnya ingus kental berwarna

kehijauan dan bau.

Pasien juga mengeluh hidung tersumbat sejak 1 bulan yang lalu dan

memberat 1 minggu ini. Pasien juga mengeluh penciumannya agak

berkurang. Bila pagi udara dingin pilek dirasakan bertambah. Pasien

terkadang merasakan sakit kepala. Pasien tidak mengeluh demam saat

datang ke poliklinik. Pasien juga tidak mengalami mimisan. Pasien belum

pernah berobat. Riwayat alergi debu, makanan tertentu serta udara dingin

disangkal oleh penderita. Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, dan

astma disangkal oleh penderita.

21

Page 22: Lapsus Ozaena RSMP

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik generalis ditemukan dalam batas

normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik khusus pada pemeriksaan

hidung dextra ditemukan rongga cavum nasi lapang, konka inferior dan

media atrofi, tampak krusta kehijauan, sekret kental kehijauan dan berbau,

mukosa hiperemis.

3.6. Diagnosis Banding

a. Rinitis Atrofi (Ozaena) dextra

b. Rinitis Sicca

3.7. Diagnosis Kerja

Rinitis Atrofi (Ozaena) dextra

3.8. Usulan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji resistensi kuman dari

untuk mengetahui kuman penyebab.

3.9. Penatalaksanaan

a. Non Medikamentosa

- Jaga kebersihan hidung

- Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan

mempercepat proses penyembuhan.

- Kontrol post operatif ke poliklinik THT.

b. Medikamentosa

- Antibiotik; Amoxicilin 3 x 500 mg tablet

- Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung dari krusta dan

sekret dan menghilangkan bau, antara lain : Betadin solution dalam

100 ml air hangat.

- Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, antara lain : glukosa 25%

dalam gliserin untuk membasahi mukosa, kemisetin anti ozaena

22

Page 23: Lapsus Ozaena RSMP

solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan tiga kali sehari

masing-masing tiga tetes.

- Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas : Rencana Irigasi

Sinus

3.10. Prognosis

a. Quo ad vitam : ad bonam

b. Quo ad fungsionam : ad bonam

c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

23

Page 24: Lapsus Ozaena RSMP

BAB IV

PEMBAHASAN

Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya

atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita

rinitis atrofi. Berdasarkan anamnesa, pasien datang dengan keluhan pilek setiap

hari sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan disertai keluarnya ingus kental berwarna

kehijauan dan bau. Pasien juga mengeluh hidung tersumbat sejak 1 bulan yang

lalu dan memberat 1 minggu ini. Pasien juga mengeluh penciumannya berkurang.

Bila pagi udara dingin pilek dirasakan bertambah. Pasien tidak mengeluh demam

saat datang ke poliklinik. Pasien belum pernah berobat. Pasien tidak mengalami

mimisan. Nafsu makan pasien tidak mengalami penurunan. Tidak ditemukan sakit

menelan pada pasien. Pemeriksaan fisik ditemukan Konka inferior dan media

atrofi, tampak krusta, sekret kental kehijauan dan berbau.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosis pasien ini

adalah rinitis atrofi (ozaena).

Tabel 4.1. Anamnesis secara teori dan kasus.

Anamnesis

Teori Kasus

- Sering pada usia dewasa muda

- Lebih sering pada wnita

- Etiologi : rinitis atrofi primer yang

penyebabnya tidak diketahui dan

rinitis atrofi sekunder, akibat

trauma hidung (operasi besar pada

hidung atau radioterapi) dan infeksi

hidung kronik yang disebabkan

oleh sifilis, lepra, midline

granuloma, rinoskleroma dan tbc.

- Keluhan penderita rinitis atrofi

- Dewasa muda 20 tahun

- Wanita

- Diduga akibat infeksi sinusitis

kronik

- Mengeluh pilek disertai keluarnya

24

Page 25: Lapsus Ozaena RSMP

(ozaena) biasanya berupa hidung

tersumbat, gangguan penciuman

(anosmi), ingus kental berwarna

hijau, adanya krusta (kerak)

berwarna hijau, sakit kepala,

epistaksis dan hidung terasa kering.

Keluhan subjektif lain yang sering

ditemukan pada pasien biasanya

napas berbau (sementara pasien

sendiri menderita anosmia) jadi

penderita sendiri (-), orang lain (+)

penciumannya.

- Pemeriksaan fisik dapat ditemukan

rongga hidung dipenuhi krusta

hijau, kadang-kadang kuning atau

hitam; jika krusta diangkat, terlihat

rongga hidung sangat lapang, atrofi

konka (konka nasi media dan

konka nasi inferior mengalami

hipotrofi atau atrofi), sekret

purulen dan berwarna hijau,

mukosa hidung tipis dan kering.

ingus kental berwarna kehijauan dan

bau, hidung tersumbat,

penciumannya agak berkurang,

terkadang merasakan sakit kepala.

- Pemeriksaan fisik: pemeriksaan

hidung dextra ditemukan rongga

cavum nasi lapang, konka inferior

dan media atrofi, tampak krusta

kehijauan, sekret kental kehijauan

dan berbau, mukosa hiperemis.

Berdasarkan kedua data tersebut, maka mengarah ke (ozaena). Kemudian

dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan berupa pemeriksaan radiologi dengan

kesan sinusitis maxillaris kanan yang berkemungkinan menyebabkan rinitis atrofi

sehingga diagnosis rinitis atrofi ini lebih kuat.

Tabel 4.2. Diagnosis banding

25

Page 26: Lapsus Ozaena RSMP

Diagnosis Banding

Teori Rinitis Atrofi (Ozaena) Rinitis Sicca

Definisi Rinitis atrofi adalah penyakit

infeksi hidung kronik, yang

ditandai adanya atrofi progresif

pada mukosa dan tulang konka

dan pembentukan krusta

Rinitis sicca adalah

penyakit infeksi hidung

kronik yang ditandai

adanya mukosa hidung

kering, krusta biasanya

sedikit atau tidak ada, dan

kadang–kadang disertai

epitaksis.

- Sering pada usia dewasa

muda

- Lebih sering pada wnita

- Etiologi : rinitis atrofi

primer yang penyebabnya

tidak diketahui dan rinitis

atrofi sekunder, akibat

trauma hidung (operasi

besar pada hidung atau

radioterapi) dan infeksi

hidung kronik yang

disebabkan oleh sifilis,

lepra, midline granuloma,

rinoskleroma dan tbc.

- Keluhan penderita rinitis

atrofi (ozaena) biasanya

berupa hidung tersumbat,

gangguan penciuman

(anosmi), ingus kental

berwarna hijau, adanya

krusta (kerak) berwarna

- Penyakit ini biasa

ditemukan pada orang

tua.

- Pada orang yang

bekerja di lingkungan

yang berdebu, panas

dan kering.

- Juga ditemukan pada

pasien yang menderita

anemia, pemium alkohl

dan gizi buruk.

- Pasien biasanya

mengeluh rasa iritasi

atau rasa kering yang

kadang-kadang disertai

dengan epistaksis.

26

Page 27: Lapsus Ozaena RSMP

hijau, sakit kepala,

epistaksis dan hidung terasa

kering. Keluhan subjektif

lain yang sering ditemukan

pada pasien biasanya napas

berbau (sementara pasien

sendiri menderita anosmia)

jadi penderita sendiri (-),

orang lain (+)

penciumannya.

Pemeriksaan

fisik

Pemeriksaan fisik dapat

ditemukan rongga hidung

dipenuhi krusta hijau, kadang-

kadang kuning atau hitam; jika

krusta diangkat, terlihat rongga

hidung sangat lapang, atrofi

konka (konka nasi media dan

konka nasi inferior mengalami

hipotrofi atau atrofi), sekret

purulen dan berwarna hijau,

mukosa hidung tipis dan

kering.

Pada rinitis sika ditemukan

mukosa yang kering,

terutama pada bagian

depan septum dan ujung

depan konka inferior.

Krusta biasanya sedikit

atau tidak ada

Berdasarkan diagnosis banding, maka pasien ini ditegakkan diagnosis

sebagai rinitis atrofi (ozaena).

Tabel 4.3. Penatalaksanaan berdasarkan teori dan kasus.

Penatalaksanaan

27

Page 28: Lapsus Ozaena RSMP

Teori Kasus

A. Konservatif

- Pengobatan konservatif ozaena

meliputi pemberian antibiotik,

obat cuci hidung, dan

simptomatik.

- Antibiotik spektrum luas sesuai

uji resistensi kuman, dengan dosis

adekuat sampai tanda-tanda

infeksi hilang.

- Obat cuci hidung, untuk

membersihkan rongga hidung

dari krusta dan sekret dan

menghilangkan bau.

- Obat tetes hidung , setelah krusta

diangkat, diberi antara lain :

glukosa 25% dalam gliserin untuk

membasahi mukosa, oestradiol

dalam minyak Arachis 10.000 U /

ml, kemisetin anti ozaena solution

dan streptomisin 1 g + NaCl 30

ml. diberikan tiga kali sehari

masing-masing tiga tetes.

- Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2

minggu.

- Preparat Fe.

Selain itu bila ada sinusitis Selain itu

bila ada sinusitis, diobati sampai

tuntas.

B. Operasi

Tujuan operasi pada rhinitis atrofi

a. Non Medikamentosa

- Jaga kebersihan hidung

- Makan makanan bergizi untuk

meningkatkan daya tahan tubuh dan

mempercepat proses penyembuhan.

- Kontrol post operatif ke poliklinik

THT.

b. Medikamentosa

- Antibiotik; Amoxicilin 3 x 500

mg tablet

- Obat cuci hidung, untuk

membersihkan rongga hidung dari

krusta dan sekret dan menghilangkan

bau, antara lain : Betadin solution

dalam 100 ml air hangat.

- Obat tetes hidung , setelah krusta

diangkat, antara lain : glukosa 25%

dalam gliserin untuk membasahi

mukosa, kemisetin anti ozaena

solution dan streptomisin 1 g + NaCl

30 ml. diberikan tiga kali sehari

masing-masing tiga tetes.

- Selain itu bila ada sinusitis,

diobati sampai tuntas : Rencana

Irigasi Sinus

28

Page 29: Lapsus Ozaena RSMP

(ozaena) antara lain untuk :

menyempitkan rongga hidung

yang lapang, mengurangi

pengeringan dan pembentukan

krusta dan mengistirahatkan

mukosa sehingga memungkinkan

terjadinya regenerasi.

Prognosis pada pasien ini adalah bonam.

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 30: Lapsus Ozaena RSMP

1. Ballenger JJ. Penyakit Telinga ,Hidung, Tenggorok , Kepala dan Leher.

Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa : Staf Ahli Bag. THT FKUI. Jakarta : Bina

Rupa Aksara 1994; 1-4, 10-5, 229.

2. Hilger PA. Telinga : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Boies (ed),

Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6, Alih Bahasa : Wijaya, C. Jakarta: EGC,

1996; 173-82, 221-2.

3. Graaff, v D. 2001. Van De Graaff Human Anatomy 6th Ed . The

McGraw−HillCompanies, New York

4. Hellstorm, 2003. Tympanic membrane vessel revisited: a study in an

animal model.Department of Clinical Science, Otorhinolaryngology,

University Hospital of Umeå, Sweden. Published by: pubmed.gov

accessed from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12806306 may

23th 2013

5. Howard, et. Al. 2009. Middle Ear, Tympanic Membrane, Perforations.

Medscape.Accesed from http://emedicine.medscape.com/article/858684-

overview#a0104 at may 23th 2013

6. Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Ch 15 The

Special Senses 6th Ed . The McGraw−Hill Companies, New York

7. Revai, Krystal et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis

Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age

PEDIATRICS Vol. 119 No. 6 June 2007, pp. e1408-e1412. Accessed:

may 23 2013.

8. Soepardi EA, Iskandar HN, editor. 2001, Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi kelima. Jakarta: Balai

penerbit FKUI

9. Subcommittee on Management of Acute Otitis Media Diagnosis and

Managementof Acute Otitis Media. PEDIATRICS Vol. 113 No. 5 May

2004,pp.1451 - 1456.

http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics; 113/5/1451

30

Page 31: Lapsus Ozaena RSMP

31