47
I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. R Tanggal lahir : 05-09-1974 Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Dsn. Bantimurung Simbang Nomor RM : RJ /2014 Tanggal MRS : 18 09 2014 (07.30 WITA) II. SUBJEKTIF Anamnesis KU : Luka pada jempol kaki kanan AT : Luka dialami sejak ±2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Luka terjadi karena tertusuk benda kecil dan tajam. Namun pasien menghiraukannya hingga lama-kelamaan menimbulkan luka yang tidak kunjung sembuh. Disertai bengkak, tidak ada nyeri, kemerahan, berbau dan nanah. Pasien merasakan nyeri apabila luka ditekan. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan disertai rasa panas. Demam ada sejak kaki mulai sakit, hilang timbul dan demam turun dengan minum obat Paracetamol. Tidak ada batuk dan lendir, tidak ada sesak,tidak ada nyeri dada. Tidak ada mual, 1

Lapsus Kaki Diabetik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kaki diabetes

Citation preview

Page 1: Lapsus Kaki Diabetik

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Tanggal lahir : 05-09-1974

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Dsn. Bantimurung Simbang

Nomor RM : RJ /2014

Tanggal MRS : 18 09 2014

(07.30 WITA)

II. SUBJEKTIF

Anamnesis

KU : Luka pada jempol kaki kanan

AT : Luka dialami sejak ±2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Luka

terjadi karena tertusuk benda kecil dan tajam. Namun pasien

menghiraukannya hingga lama-kelamaan menimbulkan luka yang

tidak kunjung sembuh. Disertai bengkak, tidak ada nyeri,

kemerahan, berbau dan nanah. Pasien merasakan nyeri apabila

luka ditekan. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan disertai

rasa panas. Demam ada sejak kaki mulai sakit, hilang timbul dan

demam turun dengan minum obat Paracetamol. Tidak ada batuk

dan lendir, tidak ada sesak,tidak ada nyeri dada. Tidak ada mual,

tidak ada muntah. Nyeri ulu hati tidak ada. Riwayat penurunan

berat badan ± 10 kg dalam 1 tahun ini. Nafsu makan cukup dan

pasien sering merasakan haus. Buang air kecil : Normal sesuai

kebiasaan, frekuensi 4-5 kali sehari, dan mengeluh sering

terbangun malam untuk kencing, warna kuning. Buang air besar:

Normal sesuai kebiasaan, terakhir kemarin.

RPS: Riwayat DM positif namun tidak berobat secara teratur.

Riwayat hipertensi ada namun tidak berobat teratur.

1

Page 2: Lapsus Kaki Diabetik

Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.

Tidak ada riwayat merokok maupun minum alkohol.

Riwayat penyakit jantung, gondok, asam urat dan penyakit ginjal

disangkal.

III. OBJEKTIF

A. Keadaan Umum :sakit sedang/gizi baik/composmentis

B. Tanda Vital dan Antropometri

a. Tekanan darah : 140/80 mmHg

b. Nadi : 72 x/menit, reguler

c. Pernapasan : 18 x/menit, Tipe :

Thorakoabdominal

d. Suhu : 36, 8 ºC

e. BB : 50 kg

f. TB : 154 cm

g. IMT : 21,09 Kg/m² (normal)

C. Pemeriksaan Fisis

Kepala

o Ekspresi : normal

o Simetris muka : simetris kiri=kanan

o Deformitas : -

o Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut

Mata

o Eksoftalmus/enoftalmus : -/-

o Gerakan : dalam batas normal

o Tekanan bola mata : tidak diperiksa

o Kelopak mata : dalam batas normal

o Konjunctiva : anemis -/-

o Kornea : jernih

2

Page 3: Lapsus Kaki Diabetik

o Sklera : ikterus -/-

Telinga

o Pendengaran : dalam batas normal

o Tophi : (-)

o Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)

Hidung

o Perdarahan : (-)

o Sekret : (-)

Mulut

o Bibir : kering (-)

o Gigi : normal, caries (-)

o Gusi : normal, perdarahan (-)

o Lidah : kotor (-)

o Tonsil : T1-T1 hiperemis (-)

o Faring : hiperemis (-)

Leher

o Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

o Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

o DVS : R-2 cmH2O

o Pembuluh darah : tidak ada kelainan

o Kaku kuduk : (-)

o Tumor : (-)

Dada

o Inspeksi :

Bentuk : Normochest, pergerakan

napas simetri s, kiri sama dengan kanan.

Pembuluh darah : tidak ada kelainan

Buah dada : tidak ada kelainan

Paru

3

Page 4: Lapsus Kaki Diabetik

o Palpasi

Sela iga : kiri=kanan

Fremittus raba : vocal fremitus kiri sama dengan

kanan,

Nyeri tekan : (-)

Massa tumor : (-)

o Perkusi

Paru kiri : sonor

Paru kanan : sonor

Batas paru hepar : ICS VI Anterior Dextra

o Auskultasi

Bunyi pernapasan : vesikuler,

Bunyi tambahan : Rh- Rh- Wh- Wh-

Rh - Rh- Wh- Wh-

Rh- Rh - Wh- Wh-

Jantung

o Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

o Palpasi : ictus cordis tidak teraba

o Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal

o Auskultasi : BJ I/II murni reguler, bising (-)

Perut

o Inspeksi : cembung, ikut gerak napas

o Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal

o Palpasi : NT (-), MT (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

o Perkusi : timpani (+)

4

Page 5: Lapsus Kaki Diabetik

Punggung / paru belakang

Inspeksi : Gerakan napas simetris kiri dan kanan.

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)

Perkusi :

Batas paru belakang kanan : setinggi vertebra Th.X

Batas paru belakang kiri : setinggi vertebra Th.XI

Nyeri ketok : (-)

Auskultasi : BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

Alat Kelamin : tidak diperiksa

Anus dan rektum : tidak diperiksa

Ekstremitas : Tampak lesi pada digiti 1 pedis dekstra

dengan ukuran 2 x 2 cm Hiperemis (+), pus(+) warna putih

kekuningan, jaringan nekrosis(-),edema (+), hangat(+), nyeri

tekan(+), bau (+) kelihatan sel-sel kulit robek. Pulsasi a.dorsalis

pedis(+). Edema (+/-)

IV. ASSESSMENT

Kaki diabetic dextra Wagner IV

DM tipe 2

HT grade I (berdasarkan kriteria JNC VII)

Hasil pemeriksaan darah tgl 18-09-2015

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

DARAH RUTIN

8-1-2015

WBC 23,7 x 103/µL 4-10 x103/µL

RBC 3,22 x 106/µL 4-6 x 106/µL

HGB 12,7 12-16 g/dl

HCT 37,7 37-48

PLT 512,000 150-400 x 103/µL

MCV 83 fL 80-97 fL

MCH 27,1 26,5-33,5 pg

5

Page 6: Lapsus Kaki Diabetik

MCHC 32,8 g/dl 31,5-35,0 g/dl

KIMIA DARAH

18-09-2015

GDS 564 mg/dl 80-140 mg/dl

SGOT 40 <38

SGPT 18 <41

UREUM 31 µl 10-50 µl

CREATININE 0,9 µl L (<1,3) P (<1,1)

KOLESTEROL

TOTAL

148 mg/dl <200 mg/dl

FOTO PEDIS

DEXTRA

AP/LATERAL

21-09-2015

Tampak dekstruksi phalang distal digiti I pedis dextra dengan

kortex menipis

Celah sendi pedis yang tervisualisasi dalam batas normal

Mineralisasi tulang dalam batas normal

Soft tissue sekitarnya swelling

KESAN : Destruksi tulang phalang distal digiti I pedis dextra curiga osteomyelitis

D. Penatalaksanaan Awal

- Diet DM 1700 kcal/hari

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- Injeksi Ceftriaxone 2gr/24jam/iv

- Injeksi Ciprofloxacin 0,2 gr/12jam/intravena

- Injeksi Metronidazole 0,5gr/8jam/iv

- injeksi insulin

o Novorapid 8-8-8 IU/SC

o Lantus 0-0-10 IV/SC

- Rawat luka pagi

- Amlodipine 10 mg 1-0-0

6

Page 7: Lapsus Kaki Diabetik

E. Rencana Pemeriksaan

- GDP

- Foto pedis AP/lateral

Follow Up

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

21-23/8/15

T = 130/80

mmHg

N = 88 x/i

P = 24 x/i,

S = 36.7 ºC

Perawatan hari ke 1-3

S : Luka di jempol kaki dextra, pus (+) bau

(+), bengkak (+)

O : SS/GC/CM

Kepala    : Anemis (-), ikterus (-)

Leher         : MT(-), NT (-)

Thorax       : VF-simetris. BP-vesikuler . Rh

-/-, Wh -/- ,

Cor : BJ I/II murni regular

Abdomen   : Peristaltik (+), kesan normal

H/L ttb. Ascites (-)

Ekstremitas : Luka berbalut perban regio

plantar pedis dekstra, pus (+),

darah (+) foetor (-) eritema (+)

pulsasi A.dorsalis pedis (+)

nyeri tekan (+)

GDS: 564 mg/dl

A:

- Diet DM

1700kkal/hari

- injeksi ceftriaxone 2

gr/24 jam/intravena

- injeksi ciprofloxacin

0,2

gr/12jam/intravena

- injeksi metronidazole

0,5 gram/8

jam/8jam/intravena

- paracetamol 500

mg/8 jam/oral (bila

demam)

- Novorapid 8-8-8

unit/SC

- Lantus 0-0-10

unit/SC

- -amlodipine 5 mg/24

7

Page 8: Lapsus Kaki Diabetik

1. Kaki diabetik dextra wagner IV

2. DM tipe 2 non obese

3. Hipertensi on treatment

jam/oral

24/09/15

T = 150/80

mmHg

N = 80 x/i

P = 22 x/i,

S = 36.6 ºC

Perawatan hari ke-4

S : Luka di kaki kanan, pus (+) bau (+),

bengkak (+)

O : SS/GC/CM

Kepala    : Anemis (-), ikterus (-)

Leher         : MT(-), NT (-)

Thorax       : VF-simetris. BP-vesikuler . Rh

-/-, Wh -/- ,

Cor : BJ I/II murni regular

Abdomen   : Peristaltik (+), kesan normal

H/L ttb. Ascites (-)

Ekstremitas : Luka berbalut perban regio

plantar pedis dekstra, pus (+),

darah (+) foetor (-) eritema (+)

pulsasi A.dorsalis pedis (+)

nyeri tekan (+)

A:

1. Kaki diabetik dextra wagner IV

2. DM tipe 2 non obese

3. Hipertensi on treatment

- Diet DM

1700kkal/hari

- injeksi ceftriaxone 2

gr/24 jam/intravena

- Amlodipine 10 mg 1-

0-0

- Amlodipine 10 mg 1-

0-0

-

- injeksi metronidazole

0,5 gram/8

jam/8jam/intravena

- paracetamol 500

mg/8 jam/oral (bila

demam)

- rawat luka

- Novorapid 8-8-8

unit/SC

- levemir 0-0-10

unit/SC

- -amlodipine 5 mg/24

jam/oral

- Monitor:

- Rawat luka/hari

8

Page 9: Lapsus Kaki Diabetik

25/09/15

T = 150/80

mmHg

N = 80 x/i

P = 22 x/i

S= 36,6

Perawatan hari ke-5

S : Luka di kaki kanan, pus (+) bau (+),

bengkak (+)

O : SS/GC/CM

Kepala    : Anemis (-), ikterus (-)

Leher         : MT(-), NT (-)

Thorax       : VF simetris, BP: vesikuler .

Rh -/-, Wh -/- ,

Cor : BJ I/II murni regular

Abdomen   : Peristaltik (+), kesan normal

H/L ttb, ascites (-)

Ekstremitas : Luka berbalut perban regio

plantar pedis dekstra, pus (+),

darah (+) foetor (-) eritema (+)

pulsasi A.dorsalis pedis (+)

nyeri tekan (+)

Edema dorsum pedis +/-

GDP: 158mg/dl

A.

1. Kaki diabetik dextra wagner IV

2. DM tipe 2 non obese

3. Hipertensi on treatment

-

- Diet DM

1700kkal/hari

- injeksi ceftriaxone 2

gr/24 jam/intravena

- injeksi ciprofloxacin

0,2

gr/12jam/intravena

- injeksi metronidazole

0,5 gram/8

jam/8jam/intravena

- paracetamol 500

mg/8 jam/oral (bila

demam)

- rawat luka

- Novorapid 8-8-8

unit/SC

- lantus 0-0-10

unitr/SC

- -amlodipine 5 mg/24

jam/oral

- Monitor:

- GDP

- Rawat luka/hari

- Planning: Konsul

Bedah

9

Page 10: Lapsus Kaki Diabetik

RESUME

Ny. R 56 tahun datang dengan luka pada jempol kaki kanan sejak ±2

minggu sebelum masuk rumah sakit. Luka terjadi karena tertusuk benda kecil dan

tajam. Namun pasien menghiraukannya hingga lama-kelamaan menimbulkan luka

yang tidak kunjung sembuh disertai ada bengkak, tidak ada nyeri, kemerahan,

berbau dan pus. Riwayat penurunan berat badan ± 10 kg dalam 1 tahun ini. Nafsu

makan cukup dan pasien sering merasakan haus. Riwayat DM dan berobat tidak

tratur. Riwayat hipertensi ada namun tidak berobat teratur.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien tampak sakit sedang, gizi baik,

dan composmentis. Tanda-tanda vital : Tekanan darah = 140/80 mmHg; nadi =

72x/i reguler; pernapasan = 18 x/i, dan suhu tubuh = 36,8oC axiler. Pada

ekstremitas tepatnya pada jempol kaki dekstra dengan ukuran 2 x 2 cm. Hiperemis

(+), pada dasar luka terdapat pus warna putih kekuningan, jaringan

nekrosis(+),edema dorsum pedis (+), hangat(+), nyeri tekan(+), bau (+), kelihatan

sel-sel kulit robek. Pulsasi a.dorsalis pedis(+). Dari hasil laboratorium ditemukan

WBC 23,7 /mm3, Hb 12,7 gr/dl, GDS 564 mg/dl. Pada foto pedis sinistra

AP/lateral didapatkan gambaran destruksi : Destruksi tulang phalang distal digiti I

pedis dextra curiga osteomyelitis.

Anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang maka pasien

didiagnosis sebagai Kaki diabetik dextra wagner V, DM tipe 2 non obese, dan

Hipertensi grade I (JNC 7).

10

Page 11: Lapsus Kaki Diabetik

DISKUSI

Pasien ini masuk rumah sakit dengan keluhan luka pada telapak kaki

kanan. Dialami sejak ± 2 minggu yang lalu, Luka terjadi karena tertusuk benda

kecil dan tajam. Namun pasien menghiraukannya hingga lama-kelamaan

menimbulkan luka yang tidak kunjung sembuh disertai ada bengkak, tidak ada

nyeri, kemerahan, berbau dan pus.

Pada pemeriksaan status gizi IMT pasien tersebut 21,09 kg/m2 yang

digolongkan dalam kategori normal. Dari hasil anamnesis didapatkan riwayat DM

dan hipertensi namun tidak berobat teratur. Dari pernyataan tersebut alur pikir

menjadi terarah pada kaki diabetik. Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita

DM yang telah menderita 6 bulan atau lebih, terutama bila kadar glukosa darah

tidak terkendali, Sebab akan mengakibatkan komplikasi yang berhubungan

dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati – mikroangiopati yang

berkembang menjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya

sirkulasi darah dan adanya robekan / luka pada kaki yang terinfeksi.

Hasil pemeriksan fisik yang bermakna yaitu pada bagian ekstremitas

bawah. Didapati lesi pada phalang I dekstra dengan ukuran 2 x 2 cm Hiperemis

(+), pus(+) warna putih kekuningan, jaringan nekrosis(-),edema (-), hangat(+),

nyeri tekan(+), bau (-) kelihatan sel-sel kulit robek. Pulsasi a.dorsalis pedis(+).

Edema (+/-)

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hiperglikemia. Berdasarkan

hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, dapat kita

simpulkan bahwa Ny. R didiagnosis dengan Kaki Diabetik Wegner IV dan DM

Tipe 2 Non Obese.

Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki pasien ini merupakan salah satu

gejala dari komplikasi kronik DM yaitu vaskulopati berupa tidak ratanya

permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah menjadi turbulen

yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh

lumen arteri akan tersumbat, dan bila aliran kolateral tidak cukup maka akan

11

Page 12: Lapsus Kaki Diabetik

terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. Pada awal muncul luka, pasien

tidak mengetahui penyebab luka dan tidak merasakan ada gangguan hingga pasien

tersebut melihatnya. Hal ini menunjukkan adanya gejala neuropati yang biasanya

terjadi pada penderita DM. Neuropati pada pasien penderita DM diakibatkan oleh

karena adanya gangguan jalur poliol (glukosa >> sorbitol >> fruktosa) yang

selanjutnya akan menimbulkan gangguan pada sel saraf dan menyebabkan

hilangnya akson sehingga kecepatan konduksi motorik akan berkurang.

Prinsip penatalaksanaan yang diberikan utamanya bertujuan untuk

mencegah infeksi lebih lanjut pada kaki, mengontrol kadar gula darah, mengatasi

hipoalbuminemia dan hiponatremia. Untuk kaki diabetiknya diberikan triple

drugs combination yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin dan

Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spectrum luas yang

dapat mencegah berkembangnya bakteri gram positif, gram negatif maupun

anaerob, pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai pengobatan awal

sementara menunggu hasil kultur dan sensitivitas antibiotik yang dilakukan.

Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik terdapat vaskulopati

dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan kondusif bagi bakteri untuk

berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka. Selain itu juga dilakukan

penanganan debridement dan rawat luka.

Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan GDS 568 mg/dl dan GDP

306 mg/dL yang mengindikasikan gula darah pasien belum terkontrol. Untuk

memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin kerja menengah

(intermediate-acting insulin )atau kerja panjang (long-acting insulin ) sementara

untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial (setelah makan) digunakan insulin

kerja cepat (short-acting insulin )atau insulin kerja sangat cepat (rapid atau ultra-

rapid acting insulin).

Selain dari pemberian terapi farmakologis diatas,pasien juga memerlukan

terapi non farmakologik berupa edukasi agar komplikasi-komplikasi lain dari DM

dapat dicegah dan agar pasien dapat memahami pentingnya keteraturan

mengonsumsi obat dan pengontrolan gula darah. Hal lain yang perlu diperhatikan

12

Page 13: Lapsus Kaki Diabetik

adalah menjaga ketat kadar glukosa darah pasien dengan pemantauan berkala dan

dengan menjaga asupan makan.

Perawatan kaki diabetes yang teratur akan mencegah atau mengurangi

terjadinya komplikasi kronik pada kaki diabetes.Oleh karena itu selain antibiotik

dan insulin, hal penting yang juga harus diperhatikan adalah perawatan luka pada

kaki diabetik. Pasien juga perlu diberitahu untuk menjaga kebersihan kaki,

Memakai pelembab agar kulit tidak kering, memakai alat pelindung kaki saat

berjalan dan memeriksa keadaan kaki setiap hari agar tidak menambah luka baru.

13

Page 14: Lapsus Kaki Diabetik

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi

insulin, defek kerja insulin, atau keduanya.1

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar ada tidaknya gejala khas DM (poliuria,

polidipsia, polifagia) dan pemeriksaan kadar glukosa darah secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui

cara :

1. A1C ≥ 6,5 %

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L).

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa yang

dilarutkan ke dalam air.2

Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan

semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada

tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik,

dan kardiomiopati) maupun makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner,

peripheral vascular disease). Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan

berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih,

tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi

ulkus/gangren diabetik.1

Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang

disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi

terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati

14

Page 15: Lapsus Kaki Diabetik

somatik, insufisiensi vaskuler, serta infek rsi. Penderita kaki diabetik yang masuk

rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh

penderita.3

B. EPIDEMIOLOGI

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling

ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter

pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik

berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki

diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan

maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki diabetik,

ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat menyolok.

Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak terjangkau

oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki diabetik.1

Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetik masih

merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu

menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat

besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para

penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan

meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3

tahun pasca amputasi.1

C. ETIOLOGI

Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara

umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:3

Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti

kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan

neuropati otonom. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma

seperti neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan

komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).

15

Page 16: Lapsus Kaki Diabetik

Faktor presipitasi

Perlukaan di kulit (jamur).

Trauma.

Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor yang memperlambat penyembuhan luka

Derajat luka.

Perawatan luka.

Pengendalian kadar gula darah.

D. PATOFISIOLOGI

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang

DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.

Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian

menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan

selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap

infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor

aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan

kaki diabetik.1,4

1. Vaskulopati

16

Page 17: Lapsus Kaki Diabetik

Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan

permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi

turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium

lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak

cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas.3

Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain

berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama

sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang

paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat

diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda,

arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi

jaringan distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang

kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit

diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi.3

Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana

basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet

aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan

penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia

organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.2

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi

endotel melalui berbagai mekanisme antara lain:5

Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein

dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat

antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan

tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO dan

prostaglandin.

Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan

menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi

NO.

17

Page 18: Lapsus Kaki Diabetik

Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot

polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.

Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui

jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC.

Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya

vasokonstriksi.

Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan

hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif

dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol

(oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu peningkatan

kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan

oksidasi fosfolipid dan protein.

Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi

platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain

penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat

peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi

peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti

pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan

sintesis heparin sulfat.

Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan

disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat

menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan

terjadi disfungsi endotel.

Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara

kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi

menjadi stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten,

III. resting pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren.3

2. Neuropati

Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat

dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal

menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai

18

Page 19: Lapsus Kaki Diabetik

fenomena dying back, di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin

panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan

ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena.3

Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran

oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol

dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan

aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia

dan bahkan gangren.3

Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa à

sorbitol à fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi

penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang

menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan

mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya

akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan

neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan

proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-

saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem

saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,

keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,

dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita

infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons

katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi

hipoglikemia.6

a) Neuropati motorik

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik

yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi

akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan

periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi

19

Page 20: Lapsus Kaki Diabetik

menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara

berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta

berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring

dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi

infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.3

Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati

yang klasik dengan 4 tahap perkembangan:3

(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan

bengkak.

(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian

tarsometatarsal.

(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.

b) Neuropati sensorik

Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya

kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang

proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris

kaki. Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks

untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari

rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk

mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan

diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui

saraf motorik.3

Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf

sensorik (karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan

tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan

adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui

setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan

dapat membahayakan keselamatan pasien.3

20

Page 21: Lapsus Kaki Diabetik

Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien

DM, seperti:3

(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada

tumit karena lama berbaring, dekubitus).

(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).

(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

c) Neuropati otonom

Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama

adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini

mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau

tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.3

Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang

terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami

dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu

selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati

otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi

penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi,

fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari

kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.3

3. Fokus infeksi

Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur

muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot,

baik pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik

klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis.

Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian

menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi

osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita

diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob

yang bekerja secara sinergi.3

21

Page 22: Lapsus Kaki Diabetik

Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah

terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di

samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi

akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya

bakteri patogen.3

Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.

Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin

(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang

menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah

juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.

Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN

membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan

aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa

ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan

berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.3

E. KLASIFIKASI

1. Klasifikasi Edmonds (King’s College Hospital, London, 2004-2005)1

Stage 1: Normal Foot

Stage 2: High Risk Foot

Stage 3: Ulcerated Foot

Stage 4: Infected Foot

Stage 5: Necrotic Foot

Stage 6: Unsalvable Foot.

2. Klasifikasi Liverpool1

Klasifikasi primer:

22

Page 23: Lapsus Kaki Diabetik

Vaskular

Neuropati

Neuroiskemik

Klasifikasi sekunder:

Tukak sederhana, tanpa komplikasi

Tukak dengan komplikasi

3. Klasifikasi Wagner1

Wagner 0: Kulit intak/utuh

Wagner 1: Tukak superfisial

Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)

Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi

Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi

Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

4. Klasifikasi Texas1

Stadiu

m

Tingkat

0 1 2 3

A

Tanpa tukak

atau pasca

tukak, kulit

intak/utuh

Luka

superfisial,

tidak sampai

tendon atau

kapsul sendi

Luka sampai

tendon atau

kapsul sendi

Luka sampai

tulang/sendi

B ----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

C

---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

23

Page 24: Lapsus Kaki Diabetik

D --------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

5. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot,

2003)1

Impaired Perfusion 1

2

3

None

PAD + but not critical

Critical limb ischemia

Size/Extent in mm2

Tissue Loss/Depth 1

2

3

Superficial full thickness, not deeper than dermis

Deep ulcer, below dermis, involving

subcutaneous structures, fascia, muscle, or

tendon

All subsequent layers of the foot involved

including bone and or joint

Infection 1

2

3

4

No symptoms or signs of infection

Infection of skin and subcutaneous tissue only

Erythema > 2 cm or infection involving

subcutaneous structure(s).

No systemic sign(s) of inflammatory response

Infection with systemic manifestation:

Fever, leucocytosis, shift to the left

Metabolic instability

Hypotension, azotemia

Impaired Sensation 1

2

Absent

Present

F. PENATALAKSANAAN

24

Page 25: Lapsus Kaki Diabetik

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan

terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.

Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para

penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita

kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1

Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya

dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik

berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:1

1) Sensasi normal tanpa deformitas

2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi

3) Insensitivitas tanpa deformitas

4) Iskemia tanpa deformitas

5) Kombinasi/complicated

a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas

b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.

Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan

terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha

pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan

memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena

faktor mekanik akan dapat dicegah.1

Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki

yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang

insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai

alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk

kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar

untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan

dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder.1

2. Pencegahan Sekunder

Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat

diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil

25

Page 26: Lapsus Kaki Diabetik

pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya

harus dikelola bersama.

a. Mechanical control (pressure control)

Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing

area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar

tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai

keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast

walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches,

wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles.1

Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan

pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur

koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head

resection, Achilles tendon lengthening, dan partial calcanectomy).1

b. Wound control

Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang

harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan

secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement

yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu

mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan

demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.1

Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba

pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer,

senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara

debridement non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat

pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.1

Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak

akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi.

Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai

26

Page 27: Lapsus Kaki Diabetik

kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di

berbagai tempat perawatan kaki diabetik.1

c. Microbiological control (infection control)

Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap

daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan

dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian

tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola

kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta

kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini

pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas,

mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin),

dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob

(misalnya metronidazol).1

d. Vascular control

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan

luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan

dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat

dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit,

perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan

arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga

tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh

darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif, seperti

pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan

pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi.1

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan

pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu

berupa:

Modifikasi Faktor Risiko1

Stop merokok

27

Page 28: Lapsus Kaki Diabetik

Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia,

hipertensi, dislipidemia)

Terapi Farmakologis

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada

kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat

seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan

bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai

saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian

obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah

kaki penyandang DM.1

Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio

intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum

tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk

mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.1

Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka.

Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular

(PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan

tromboarterektomi.1

Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal

dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik,

sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang

turut berperan.1

Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk

memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik

sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk

menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki

diabetik.1

28

Page 29: Lapsus Kaki Diabetik

e. Metabolic control

Pengolahan DM dimulai dengan pengaturan makanan dan latihan

jasmani selama beebrapa waktu (2-4 minggu). Bila kadar glukosa darah

belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat

hipoglikemik oral (OHO) dan atau injeksi insulin. Pada keadaan tertentu,

OHO dapat diindikasikan secara tunggal atau kombinasi, sesuai indikasi.

Dalam keadaan dekompensasi metabolic berat, misalnya ketoasidosis, stress

berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin

dapat diberikan secara segera.1

Seperti halnya penatalaksanaan DM, kontrol glukosa harian (GDS

premeal dan GDP) sangat penting untuk mengamati efektifitas terapi yang

diberikan. American diabetes association membuat guideline tentang

algoritma terapi pasien DM sebagai berikut :1,2

Pada pasien kaki diabetik umumnya diperlukan insulin untuk

menormalisasi kadar glukosa darah, dimulai dari dosis kecil dan perlahan-

lahan dinaikkan hingga mencapai kadar glukosa darah yang disarankan.

Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki, oleh karena asupan nutrisi

yang adekuat dapat mempercepat proses penyembuhan luka1.

29

Page 30: Lapsus Kaki Diabetik

Secara umum, kebutuhan insulin dapat diperkirakan sebagai berikut:8

f. Educational Control

Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.

Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik

maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung

berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.1

G. PROGNOSIS

Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada

kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi

jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.

Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan

bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di

subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi.3

Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh

dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor

pendidikan, sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan

sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai

30

Page 31: Lapsus Kaki Diabetik

diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta kemampuan finansial akan

mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus yang dideritanya. Status gizi yang

rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya respon imun sehingga

mempermudah terjadinya infeksi.3

31

Page 32: Lapsus Kaki Diabetik

DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al

(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2010:

h. 1961-6.

2. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes.

Diabetes Care, Volume 34, Supplement 1.2011.

3. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran

Andalas Vol. 22 No. 1. Juni 1998, h. 2-10.

4. Katsilambros,. Atlas of the diabetic foot. John Wiley & Sons Ltd. 2003

5. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2010: h. 1937-9.

6. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.

Dalam: Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.

7. Cheng dan Zinman. Tim Konsensus Insulin: Petunjuk Praktis Terapi Insulin

pada Pasien Diabetes Melitus. 2005: h.12

32