72
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iskemia miokard adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen jantung. Besarnya kebutuhan oksigen jantung ditentukan oleh frekuensi denyut jantung, tegangan dinding ventrikel kiri, dan kontraktilitas miokard. Sedangkan besarnya suplai oksigen ditentukan oleh frekuensi denyut jantung (lama diastol), kapasitas angkut oksigen oleh eritrosit, dan kelainan pembuluh darah koroner 1 . Penyebab utama iskemia miokardial adalah penyakit aterosklerosis dari arteri koroner epikardial yang cukup tebal hingga dapat menurunkan aliran darah regional ke miokardium yang disuplainya 2 . Pasien dengan penyakit jantung iskemia akan bermanifestasi ke dalam dua kelompok besar yaitu pasien dengan penyakit arteri koroner kronik (Coronary Artery Disease / CAD) yang umumnya bermanifestasi sebagai angina stabil dan pasien dengan sindrom koroner akut (Acute Coronary Syndrome / ACS). Kelompok dengan ACS terbagi menjadi infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial Infarction / STEMI), angina tidak stabil (Unstable Angina / UA) atau infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non ST Elevation Myocardial Infarction / NSTEMI) 3 .Penyakit Jantung Koroner (PJK) 1

Lapsus Infark Anteroseptal OK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lapsus Infark Anteroseptal

Citation preview

Page 1: Lapsus Infark Anteroseptal OK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Iskemia miokard adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan

antara suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen jantung. Besarnya kebutuhan

oksigen jantung ditentukan oleh frekuensi denyut jantung, tegangan dinding

ventrikel kiri, dan kontraktilitas miokard. Sedangkan besarnya suplai oksigen

ditentukan oleh frekuensi denyut jantung (lama diastol), kapasitas angkut oksigen

oleh eritrosit, dan kelainan pembuluh darah koroner1. Penyebab utama iskemia

miokardial adalah penyakit aterosklerosis dari arteri koroner epikardial yang

cukup tebal hingga dapat menurunkan aliran darah regional ke miokardium yang

disuplainya2.

Pasien dengan penyakit jantung iskemia akan bermanifestasi ke dalam dua

kelompok besar yaitu pasien dengan penyakit arteri koroner kronik (Coronary

Artery Disease / CAD) yang umumnya bermanifestasi sebagai angina stabil dan

pasien dengan sindrom koroner akut (Acute Coronary Syndrome / ACS).

Kelompok dengan ACS terbagi menjadi infark miokard akut dengan elevasi

segmen ST (ST-Elevation Myocardial Infarction / STEMI), angina tidak stabil

(Unstable Angina / UA) atau infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non

ST Elevation Myocardial Infarction / NSTEMI)3.Penyakit Jantung Koroner (PJK)

adalah penyakit yang terutama disebabkan oleh kelainan miokardium akibat

insufisiensi aliran darah koroner karena arterosklerosis yang merupakan proses

degeneratif. Seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup manusia maka

kejadiannya akan makin meningkat dan menjadi suatu penyakit yang penting

dikarenakan sering menyebabkan kematian mendadak.1

Penyakit jantung iskemia merupakan penyakit kronik yang sering

dijumpai, serius, mengancam jiwa, menyebabkan banyak kematian dan angka

kesakitan. Penyakit jantung iskemia masih menjadi masalah utama di Eropa,

Amerika, dan mengalami peningkatan di wilayah Asia. World Health

Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2002 sekitar 12,6 persen

kematian di seluruh dunia diakibatkan oleh penyakit jantung iskemia. Penyakit

1

Page 2: Lapsus Infark Anteroseptal OK

jantung iskemia ini menjadi penyebab utama kematian di Negara maju dan

penyebab ketiga kematian di Negara berkembang setelah AIDS dan infeksi

saluran pernapasan bawah4. Pada tahun 2004, National Center for Health

Statistics (NCHS) melaporkan sekitar 1.565.000 pasien dengan diagnosis ACS,

669,000 diantaranya adalah UA dan 896,000 lainnya merupakan infark miokard

akut. Sekitar 43% dari penderita ACS adalah wanita2 3.

Infark miokard disebabkan oleh trombus arteri koroner. Terjadinya

trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan

trombus dan trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri

yang oklusi dan aliran darah kolateral. Oklusi arteri koronaria bisa juga tidak

sampai menimbulkan infark bila daerah yang diperdarahi arteri yang oklusi

tersebut mendapat pasok oleh kolateral pembuluh arteri lainnya.

Namun demikian penderita dengan IMA hendaknya segera mendapat

pertolongan oleh karena angka kematian sangat tinggi,terutama dalam jam-jam

pertama serangan. Adapun faktor-faktor yang mempermudah terjadinya IMA

antara lain:merokok,hipertensi,obesitas. Di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir

IMA lebih sering ditemukan, apalagi dengan adanya fasilitas diagnostic dan unit-

unit perawatan penyakit jantung koroner yang semakin tersebar merata.Kemajuan

dalam pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner intensif berhasil

menurunkan angka kematian IMA.

2

Page 3: Lapsus Infark Anteroseptal OK

BAB II

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS (Autoanamnesa pada tanggal 23 Juli 2010)

Identitas :

Nama : Tn. S

Umur : 39 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Lambung Mangkurat gg. H. Usman, Samarinda

Pekerjaan : Pedagang bawang di pasar

Suku : Bugis

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD

Status Kawin : Kawin

Masuk Rumah Sakit : 22 Juli 2010

Keluhan Utama

Nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri dada dialami pasien sejak ± 1 jam sebelum MRS, nyeri dirasakan

pasien sekitar pukul 12.00 dinihari saat pasien sedang duduk-duduk bersama

keluarganya. Nyeri dirasakan setelah pasien terkejut ketika mendengar suara

ribut-ribut penangkapan polisi di sebelah rumahnya, saat itu pasien sangat takut

ditangkap polisi. Pasien mendeskripsikan nyeri yang luar biasa hingga ia terus

memegangi dadanya, dada terasa sakit seperti ditusuk-tusuk, nyeri tembus hingga

ke punggung dan ke tangan kiri hingga leher kiri. Bersamaan dengan nyeri dada,

pasien juga merasakan nyeri ulu hati, sesak napas dan dada berdebar-debar. Pasien

merasakan sangat berat ketika menarik napas. Pasien juga berkeringat dingin

karena menahan sakitnya, tidak ada mual, tidak ada muntah dan badan terasa

lemas. Karena nyeri yang tak tertahankan akhirnya pasien pergi berobat ke IGD

RSUD AW. Sjahranie Samarinda.

3

Page 4: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Pasien mengatakan bahwa keluhan nyeri dada ini adalah yang pertama kali

dialaminya. Pasien juga tidak pernah mengalami sesak napas, dada berdebar-debar

dan keringat dingin sebelumnya. Sejak 1 tahun terakhir pasien sering merasakan

nyeri ulu hati yang pasien tafsirkan sebagai sakit maag.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi tidak diketahui

Riwayat Penyakit Jantung (-)

Riwayat Diabetes Melitus (?) pasien tidak memiliki keluhan mudah lapar,

sering merasa haus, sering buang air kecil dan penurunan berat badan

Riwayat stroke (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Diabetes Melitus (-)

Hipertensi (+) (ayah kandung)

Jantung (-), Stroke (-)

Riwayat Kebiasaan

Pasien merokok sejak 20 tahun yang lalu ± 2 bungkus dalam 1 hari dan baru

berhenti sekitar 2 tahun belakangan. Pasien juga sering mengkonsumsi kopi.

Pasien juga tidak menjaga pola makannya karena pekerjaannya di pasar

sehingga sering makan di luar. Pasien sering mengkonsumsi makanan

bersantan dan jeroan.

Pasien sering bermain futsal 1-2x/minggu, namun sejak 2 bulan terakhir

pasien tidak pernah berolahraga lagi.

PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 23 Juli 2010)

1. Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6

Keadaan sakit : sakit sedang

Tanda Vital :

Frekuensi Nadi : 92x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup

4

Page 5: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Tekanan darah : 116/73 mmHg (TD masuk = 240/140 mmHg)

Pernafasan : 20 x/menit,.

Suhu : 36,80C, aksiler

Status Gizi :

Berat Badan : 60 Kg

Tinggi Badan : 168 cm

BMI : 23,1 (normal)

2. Kepala dan Leher

a. Umum

Ekspresi : Tenang

b. Mata

Kelopak : edema (-)

Konjunktiva : anemis (-/-)

Sclera : ikterik (-/-)

Pupil : bulat, isokor 3 mm, refleks cahaya (+/+) D = S

c. Telinga

Bentuk : normal

Lubang telinga : normal

Processus Mastoideus : nyeri (-/-)

Pendengaran : normal

d. Hidung

Penyumbatan : (-/-)

Perdarahan : (-/-)

Daya penciuman : normal

Pernafasan cuping hidung: tidak ada

e. Mulut

Bibir : pucat (-), sianosis (-)

Gusi : berdarah (-)

Mukosa : pigmentasi (-), hiperemia (-), pucat (-)

Lidah : makroglosia (-), mikroglosia (-)

Faring : hiperemia (-)

5

Page 6: Lapsus Infark Anteroseptal OK

f. Leher

Umum : simetris

Kelenjar limfe : membesar (-)

Trachea : di tengah

Tiroid : membesar (-)

V. jugularis : JVP normal (5+0) dengan posisi berbaring 450

3. Thorax

Bentuk : simetris

Axilla : pembesaran kelenjar limfe (-/-)

Sternum : nyeri tekan (-)

a. Paru

I Bentuk : simetris

Pergerakan : simetris, retraksi ICS (-/-)

Pa ICS melebar : (-/-)

Fremitus raba : Simetris (D=S)

Nyeri : (-/-)

Pe Suara ketok : sonor (+/+)

Nyeri ketok : (-/-)

A Suara nafas : vesikuler

Suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-)

b. Jantung

I Ictus cordis tidak tampak

Pa Ictus cordis teraba pada ICS V 1 jari lateral MCL Sinistra

Pe Batas kanan : parasternal line ICS III Dextra

Batas kiri : ICS V 2 jari lateral MCL Sinistra

A S1 S2 tunggal, reguler, gallop (-), murmur (-).

4. Abdomen

I Bentuk : cembung

Kulit : normal

6

Page 7: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Hernia : umbilicus (-), inguinal (-)

Pa Turgor : normal

Tonus : normal

Nyeri tekan : tidak ada

Pembesaran : hepar (-), ginjal (-), spleen (-)

Pe Timpani, Shifting dullness (-)

A Peristaltik usus : BU (+) normal

5. Inguinal

Pembesaran kel. Limfe : (-/-)

6. Ekstremitas

Atas : Sendi bengkak (-/-)

Tremor (-/-)

Akral hangat, pucat (-), edema (-/-)

Refleks biceps normal, refleks triceps normal

Bawah : Sendi bengkak (-/-)

Tremor (-/-)

Akral hangat, pucat (-), edema (-/-)

Refleks patella normal

Refleks achilles normal

7. Tulang belakang : Normal

7

Page 8: Lapsus Infark Anteroseptal OK

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 22 Juli 2010 23 juli 2010

Darah lengkap

Hb 15,4

Hct 47,2

Leukosit 9.800

Trombosit 118.000

Kimia darah

GDS 108 113

SGOT 13

SGPT 23

Alkali phospatase 73

Gama GT 32

Bilirubin total 0,5

Bil direk 0,3

Bil indirek 0,6

Protein total 7,8

Albumin 3,7

Globulin 4,1

Kolesterol 200

TG 86

HDL 41

LDL 142

Asam urat 6,0

Ureum 23,8 25,6

Kreatinin 0,8 1,0

Elektrolit

Natrium 146

Kalium 4,1

Clorida 109

CKMB 19

8

Page 9: Lapsus Infark Anteroseptal OK

2. EKG

9

Page 10: Lapsus Infark Anteroseptal OK

DIAGNOSIS

STEMI (infark anteroseptal)

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Unstable Angina

PENATALAKSANAAN :

Penatalaksanaan

Bed rest dengan monitoring ketat di ICCU

IVFD RL 12 tpm

Oksigen 2 ltr/menit

Farmakologi

Nifedipine 10 mg (Sublingual)

ISDN 5 mg 3 x 1 tab

Lisinopril 10 mg 1 x 1 tab

Amlodipin 10 mg 1 x 1 tab

ASA(asetil salisylic acid) 80 mg 0-1-0

Plavix (clopidogrel bisulfate) 75 mg 1 x 4 hari pertama selanjutnya 1-0-0

Arixtra (Fondaparinux) 2,5 mg 1 x 1

10

Page 11: Lapsus Infark Anteroseptal OK

PROGNOSIS

Dubia ad Bonam (Low Risk)

Penentuan prognosis dan stratifikasi resiko berdasarkan TIMI Risk Score:

1. Usia ≥ 65 tahun

2. ≥ 3 faktor resiko PJK

3. Ditemukannya PJK pada saat kateterisasi (stenosis >50%)

4. Perkembangan lanjut dari UA/NSTEMI walaupun dengan penggunaan

aspirin dalam 7 hari terakhir.

5. ≥ 2 episode angina dalam 24 jam

6. Deviasi ST ≥ 5 mm

7. Meningkatnya biomarker jantung.

11

Page 12: Lapsus Infark Anteroseptal OK

FOLLOW UP

Pera

Watan

S O A P

Hari I

Tgl

22/8/10

Nyeri dada tembus

ke punggung dan

tengkuk, ke tangan

dan bahu kiri, sesak

napas (+),

berkeringat (-),

Nyeri ulu hati (+),

mual (-),

muntah(-)

CM, TD : 96/61

mmHg

N : 68x/menit

RR : 19x/menit

T : 36,40 C

S1S2 tunggal reg,

murmur (-), gallop

(-)

Oedem ext.sup et

inf (-/-)

CAD

Infark

antero

septal

O2 2 ltr/menit

IVFD RL 20 tetes per

menit

ISDN 5 mg 3 x 1 tab

Lisinopril 10 mg 1 x 1

tab

Amlodipin 10 mg 1 x 1

tab

ASA(asetil salisylic

acid) 80 mg 0-1-0

Plavix (clopidogrel

bisulfate) 75 mg 1 x 4 hari

pertama selanjutnya 1-0-0

Arixtra (Fondaparinux)

2,5 mg 1 x 1

Hari II

23/8/10

Nyeri dada

berkurang

Sesak napas (-)

Nyeri ulu hati (+)

CM, TD : 116/73

mmHg

N : 79x/menit

RR : 20x/menit

T : 36,80 C

CAD

Infark

antero

septal

O2 2 ltr/menit

IVFD RL 20 tetes per

menit

ISDN 5 mg 3 x 1 tab

Lisinopril 10 mg 1 x 1

tab

Amlodipin 10 mg 1 x 1

tab

ASA(asetil salisylic

acid) 80 mg 0-1-0

Plavix (clopidogrel

bisulfate) 75 mg 1 x 4 hari

pertama selanjutnya 1-0-0

Arixtra (Fondaparinux)

12

Page 13: Lapsus Infark Anteroseptal OK

2,5 mg 1 x 1

Ranitidin 3 x 1 (iv)

Hari III

Tgl.

24/8/10

Nyeri dada (-),

Sesak napas (-)

Nyeri ulu hati (+)

berkurang

CM, TD : 134/79

mmHg

N : 75x/menit

RR : 20x/menit

T : 36,60 C

CAD

Infark

antero

septal

ACC pulang

Tx pulang:

ISDN tab 5 mg 3 x 1

ASA tab 100 mg 1 x 1

Plavix tab 75 mg 1 x 1

Lisinopril 10 mg 1 x 1

Amlodipin tab 5 mg 1 x

1

Kontrol poli

13

Page 14: Lapsus Infark Anteroseptal OK

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Penyakit Jantung Koroner adalah kelainan miokardium akibat insufisiensi

aliran darah koroner oleh arteriosklerosis yang merupakan proses degeneratif

meskipun di pengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab penyakit jantung koroner

adalah terjadinya penyempitan aliran darah ke otot jantung yang terjadi akibat

penebalan lapisan tunika intima dan rupturnya plak yang diikuti oleh

pembentukan trombus. Rupturnya plak dapat disebabkan faktor pencetus antara

lain aktifitas fisik, udara dingin, perubahan suhu yang mendadak,rasa cemas dan

emosional, merokok dan ketika makan.1,4

Angina (nyeri dada ) adalah gejala utama Penyakit jantung Koroner (PJK).

Angina biasanya dicetuskan oleh aktivitas dan dapat dikurangi dengan

beristirahat. Angina yang terjadi dengan cepat atau terjadi pada saat istirahat

disebut sebagai unstable angina. Penyakit Jantung Koroner juga dapat

mengakibatkan serangan jantung (infark miokard) dan kematian mendadak. Infark

miokard adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung.

Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya

pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan. Infark miokard ditandai dengan

nyeri dada berat yang bertahan setidaknya 20 menit, peningkatan pada kardiak

enzim serum, dan atau elektrokardiogram (EKG) yang abnormal.4,5

2.2 Etiologi & Faktor Resiko

Secara umum, etiologi dan faktor resiko untuk timbulnya aterosklerosis

merupakan faktor resiko terjadinya PJK. The American Heart Association telah

mengidentifikasi beberapa faktor risiko. Ada beberapa faktor risiko yang

mempercepat aterosklerosis yang dapat diubah atau dapat dikontrol dan ada yang

tidak.6

2.2.1. Faktor yang tidak dapat dirubah

a. Usia

Penuaan tampaknya sebagai satu dari dari beberapa faktor yang kompleks

disertai dengan perkembangan aterosklerosis, karena beberapa faktor resiko itu

14

Page 15: Lapsus Infark Anteroseptal OK

sendiri berhubungan dengan penuaan, misalnya, tekanan darah yang meningkat,

hiperglikemia, dan hiperlipidemia. Dengan demikian, selain keterlibatan penuan

instrinsik aterogenesis (mungkin melalui pegaruh pada metabolisme dinding

arteri), berbagai faktor metabolik penyerta juga tergantung usia. 6

Plak fibrosa merupakan lesi aterosklerotik meninggi dan pertama muncul

selama adolesen, tetapi biasanya tidak meningkat bermakna dalam jumlah atau

ukuran sampai dasawarsa keempat saat prevalensi berkisar dari 36-80%, yang

tergantung atas populasi yang dipelajari. Konsep bahwa garis-garis lemak

berlanjut sesuai umur untuk membentuk plak fibrosa timbul dari penelitian

populasi dan analisis tidak langsung lainnya. Penelitian lebih belakangan ini

tentang mekanisme sel bagi penimbunan lemak menambah dukungan bermakna

pada konsep perkembangan garis-garis lemak ke plak fibrosa.6,7

b. Jenis Kelamin

Secara keseluruhan, risiko aterosklerosis koroner lebih besar pada laki-laki

daripada perempuan. Diantara dewasa kulit putih Amerika di bawah usia 45

tahun, pria sepuluh kali lipat lebih mungkin menderita infark myocardium (IM)

akut daripada wanita. Bahkan pada pria dewasa kulit putih lebih tua kira-kira dua

kali sebesar kemungkinan wanita menderita penyakit ini. Hal ini mungkin dapat

dijelaskan dari faktor kebiasaan pria, yang lebih banyak merokok daripada wanita,

ataupun perbedaan kadar kolesterol diantaranya.8

Perempuan agaknya relatif kebal pada penyakit ini sampai usia setelah

menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pada laki-laki. Efek

perlindungan estrogen dianggap menjelaskan adanya imunitas wanita pada usia

sebelum menopause. Yang nampak logis hanya penurunan kadar estrogen

endogen. Pikiran ini didukung oleh penemuan kolesterol serum total dan

kolesterol LDL meningkat pada menopause dan kadar ini berkurang dengan terapi

estrogen eksogen. Tetapi pada kedua jenis kelamin dalam usia 60 hingga 70-an,

frekuensi MI menjadi setara. 8

c. Genetik (Riwayat Keluarga)

Hasil dari penelitian (Lew 1957; Sholtz dkk. 1975; Gillum dan

Paffenberger 1978) menggambarkan umumnya angka PJK cenderung tertinggi

pada subjek yang orangtuanya meninggal karena PJK yang relatif dini dan PJK

15

Page 16: Lapsus Infark Anteroseptal OK

cenderung terjadi relatif dini pada orangtuanya telah menderita PJK dini. Bila

kedua orangtuanya menderita PJK pada usia muda, maka anaknya mempunyai

risisko lebih tinggi bagi berkembangnya PJK daripada bila hanya seorang atau

tidak ada menderita PJK.9

Faktor genetik berperan dalam memberikan pengaruh langsung pada

struktur dinding sel arteri dan metabolisme atau bertindak secara tidak langsung

seperti faktor hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan obesitas. Aterosklerosis

prematur seringkali tampak familial. Pada beberapa keadaan ini.dapat dianggap

karena faktor resiko yang diturunkan seperti hipertensi, diabetes melitus, dan

hiperlipidemia. Kadang-kadang, keluarga dengan penyakit vaskular prematur

berlebihan dapat ditemukan dengan tidak ada faktor risiko yang diketahui yang

tampaknya berperanan. Determinan genetik faktor protektif, seperti HDL, dan

faktor resiko non lipid, seperti apolipoprotein B dan lipoprotein (a), perlu

dimengerti; tanpa diragukan determinan penting lainnya tetap ditemukan. Namun,

riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang lebih penting untuk

dipertimbangkan dalam penilaian risiko, oleh karena itu membantu dokter

meghindari lupa akan faktor risiko yang dapat diobati dan dalam pemberian

tindakan preventif yang tepat.7,9

Kebanyakan faktor resiko utama bagi PJK mempunyai komponen keluarga

yang besar. Bagi beberpa daripadanya (mis. Hiperlipidemia familial), terdapat

bukti kuat bahwa hubungan keluarga berasal dari genetika. Untuk lainnya (mis.

Merokok sigaret) hubungan keluarga disebutkan ”penurunan budaya”. Tetapi,

riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat,

seperti misalnya gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas.6

2.2.2. Faktor yang dapat dirubah

a. Hipertensi

Tekanan darah tinggi merupakan faktor resiko yang penting terjadinya

aterosklerosis, terutama PJK dan penyakit serebrovaskuler. Risiko meningkat

secara progresif dengan naiknya tekanan darah; pada penelitian Framingham,

melebihi 160/ 95 adalah lebih dari lima kali daripada laki-laki normotensif

16

Page 17: Lapsus Infark Anteroseptal OK

(tekanan 140/90 atau kurang). Laki-laki dan perempuan hipertensi keduanya

terkena, dengan tekanan diastolik mungkin lebih penting.6

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90

mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi ”ringan” dan ”sedang” gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tingi pada penyakit

kardiovaskular. Sehingga The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure membuat suatu

klasifikasi baru.10

Kategori Tekanan Sistole (mmHg) Tekanan Diastole

(mmHg)

Normal < 120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi, Stage 1 140-159 90-99

Hipertensi, Stage 2 ≥ 160 ≥100

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC11

Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95% kasus. Bentuk

hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Patogenesis pasti

tampaknya sangat kompleks dengan interkasi dari berbagai variable. Mungkin

pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup

perubahan-perubahan berikut : (1) Ekresi natrium dan air oleh ginjal, (2)

Kepekaan baroreseptor (3) Respon vaskular, (4) Sekresi rennin. Lima persen

penyakit hipertensi terjadi sekunder akibat proses penyakit lain seperti penyakit

parenkim ginjal atau aldosteron primer.10

Mekanisme bagaimana hipertensi menimbulkan kelumpuhan berkaitan

langsung dengan pengaruhnya pada jantung dan pembuluh darah. Peningkatan

tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompa darah dari

ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi

hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi

kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi

kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung

semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner. Bila proses

aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen miokardium berkurang. Peningkatan

kebutuhan oksigen pada miokardium terjadi akibat hipertrofi ventrikel dan

17

Page 18: Lapsus Infark Anteroseptal OK

peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya akan menyebabkan angina

atau infark miokard.6

b. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah faktor resiko utama aterosklerosis. Komponen

utama yang meningkatkan resiko ini adalah kolesterol LDL (Low Density

Lipoprotein) yang berperan sebagai pengangkut kolesterol ke jaringan perifer.

Sebaliknya, kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) memobilisasi kolesterol

dari ateroma dan mengangkutnya ke hepar untuk diekskresikan ke dalam empedu,

sehingga peningkatan kadar HDL dapat menurunkan resiko aterosklerosis.

Olahraga dan konsumsi sedang dari etanol dapat meningkatkan kadar HDL

sedangkan obesitas dan rokok dapat menurunkannya. Diet tinggi kolesterol dan

lemak jenuh meningkatkan kadar kolesterol plasma. Obat-obatan seperti statin

menurunkan kolesterol dengan menghambat HMG CoA reduktase, enzim kunci

pada biosintesis kolesterol di hepar.

c. Obesitas

Umumnya, morbiditas dan mortalitas akibat PJK lebih tinggi pada

hubungan langsung dengan derajat kelebihan berat badan sekitar lebih 30 persen.

Selanjutnya, dari data yang diperoleh pada penelitian Framingham, tampak bahwa

obesitas mempercepat aterosklerosis, karena efekanya lebih nyata sebelum usia 50

tahun. Namun, beberapa penelitian epidemiologik utama dari penyakit jantung

koroner tidak menunjukkan hubungan bebas antara kondisi ini dan segala sesuatu

dari obesitas yang sangat berat.8,10

Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak

yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat

mengganggu kesehatan. IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan

dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obes pada

orang dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks

Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam metr kuadrat

(m2). Saat ini IMT merupakan indikator yang paling bermanfaat untuk

menentukan berat badan lebih atau obes. 12

18

Page 19: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada orang dewasa Berdasarkan IMT menurut WHO

d. Merokok

Risiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, dan

bukan pada lamanya merokok. Seseorang yang merokok lebih dari 1 pak perhari

menjadi dua kali lebih rentan terhadap penyakit aterosklerosis daripada mereka

yang tidak merokok. Yang diduga menjadi penyebab adalah pengaruh nikotin

terhadap pelepasan katekolamin oleh sisitem saraf otonom.9,10

Dua efek utama merokok telah dituduh sebagai faktor dalam

perkembangan PJK ; (1) efek nikotin, diperantarai lewat susunan saraf simpatis

dan (2) desaturasi hemoglobin oleh karbon monoksida (CO). Efek merokok

lainnya yang mencakup peningkatan perlekatan trombosit, bisa juga terlibat dalam

perkembangan PKV.9

Nikotin menyebabkan kenaikan tekanan arteri dan denyut jantung oleh

beberapa mekanisme (1) nikotin merangsang pelepasan epinefrin lokal dari

susunan adrenergik an meningkatkan sekresi katekolamin dari medula adrenalis

dan dari jaringan kromafin di jantung. (2) bekerja pada kemoreseptor di glomus

caroticus dan glomera aortica yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan

tekanan arteri. (3) bekerja langsung pada myocardium untuk menginduksi efek

inotropik dan konotropik positif.9

Kadar karboksihemoglobin berhubungan sangat erat dengan

perkembangan infark miokardium, angina pektoris, dan klaudikasio intermitten.

Resiko berkembangnya PJK 21,2 lebih besar pada kadar orang dengan kadar

COHb 5 persen atau lebih daripada orang dengan kadar COHb kurang dari 3

19

Page 20: Lapsus Infark Anteroseptal OK

perse. Karbon monoksida juga bergabung dengan mioglobin dan dapat

menggangu difusi O2 ke mitokondria otot jantung. 9

e. Diabetes Melitus

Diabetes memberikan dukungan aterogenesisi yang unik. Meskipun

abnormalitas genetik dasar pada setiap jenis diabetes melitus manusia tetap tidak

diketahui, diduga bahwa diabetes genetik pada manusia memberikan

abnormalitas intrinsik seluler primer pada semua sel, mengakibatkan penurunan

jangka waktu hidup setiap sel, yang selanjutnay mengakibatkan penurunan

pergantian sel dalam jaringan. Jika sel endotel dan otot polos arteri secara intrinsik

kurang baik pada diabetes, aterogenesis yang dipercepat dapat segera disimpulkan

berdasarkan salah satu teori patogenesis sekarang. Disfungsi trombosit pada

diabetes juga memegang peranan.6

Gambar 5. Peranan hiperglikemi dalam proses kerusakan pembuluh darah

Endotel yang utuh akan tahan terhadap penempelan trombosit padanya dan

akan menghindarkan timbulnya adhesi dan agregasi trombosit. Disfungsi endotel

adalah terganggunya keseimbangan antara vasodilator-vasokonstriktor, trombotik-

fibrinolitik mediator, dan retaining-stimulating substance. Meningkatnya tonus

vaskular bertanggung jawab terhadap meningkatnya permeabilitas pembuluh

darah. Hilangnya fungsi antitrombotik dan fibrinolitik dari endotel dapat

menyebabkan thrombosis lokal. Terganggunya keseimbangan antara prostacyclin

(PGI2) dan tromboxan (TXA2) mempercepat agregasi dari trombosit 12,13

20

Page 21: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Adanya lesi endotel juga akan mempermudah timbulnya proses kebocoran.

Aktifasi jalur poliol pada endotel akan membentuk sorbitol dan fruktosa yang

bersifat menyerap air sehingga endotel akan membengkak dan akhirnya merusak

endotel melalui proses biokimiawi dengan akibat gangguan faal endotel, antara

lain kebocoran dan pula agregasi trombosit. 14

Selain itu, stres oksidatif akan menyebabkan pelepasan zat Nitric Oxide

(NO) oleh endotel terganggu, padahal fungsi NO ini sangat penting dalam

menjaga tonus vaskular dan integritas endotel melalui interaksi antara platelet dan

leukosit dengan dinding endotel.14

f. Aktivitas fisik

Penelitian mengenai hubungan prevalensi PJK terhadap aktivitas fisik

sehari-hari (pekerjaan) sulit dilakukan karena melibatkan beberapa variabel.

Aktivitas aerobik teratur menurunkan risiko PJK, meskipun hanya 11% laki-laki

dan 4% perempuan memenuhi target pemerintah untuk berolahraga. Olahraga

tertaur berkaitan dengan penurunan insidensi PJK sebesar 20-40%. Diantara

penelitian prospektif, data Framingham menunjukkan bahwa individu yang sedikit

bergerak atau sebagian waktunya hanya duduk saja adalah individu yang sedikit

rentan terhadap kematian tiba-tiba.6,8

g. Alkohol

Meskipun ada satu dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis

rendah hingga moderat, hal ini masih kontroversial. Alkohol dalam dosis rendah

meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan

meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, namun tidak semua literatur

mendukung konsep ini. Peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan

mortalitas kardiovaskular karena aritmia, hipertensi sistemik, dan kardiomiopati

dilatasi. 8

2.3 Patofisiologi

Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami

kerusakan oleh adanya factor risiko seperti yang telah dijelaskan di atas.

Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion molecule

21

Page 22: Lapsus Infark Anteroseptal OK

seperti sitokin (interleukin-1 (IL-1); tumor necrosis factor alfa (TNF alfa),

kemokin (monocyte chemottractant factor 1 (MCP-1; IL-8) dan growth factor

(bfgf). Sel inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel

dan migrasi dari endotelkium ke sub endotel. Monosit kemudian berdiferensiasi

menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih

atherogenik disbanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel busa.4

LDL teroksidasi menyebabkan kmatian sel endotel dan menghasilkan

respon inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respon dari angiotensin II, yang

menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mencetuskan efek protrombik dengan

melibatkan platelet dan factor koagulasi.4

Akibat kerusakan endotel terjadi respon protektif dan terbentuk lesi

fibrofatty dan fibrous, plak aterosklerosik, yang dipicu oleh inflamasi. Plak yang

terjadi dapat menjadi plak tidak stabil (vulnerable) dan mengalami rupture

sehingga terjadi sindrom koroner akut (SKA). Gejala klinis yang muncul

berkaitan dengan derajat stenosis aterosklerosis pada arteri dan durasi serta luas

oklusi trombus pada arteri. Jika oklusi tidak lengkap atau jika oklusi mengalami

lisis spontan, maka terjadi unstable angina. Jika oklusi lengkap dan terjadi > 30

menit, maka terjjadi infark. Mekanisme kronik stable angina adalah keterbatasan

aliran karena plak aterosklerotik yang mengakibatkan iskemia selama exercise

tanpa trombosis akut.4,5

22

Page 23: Lapsus Infark Anteroseptal OK

2.4 Diagnosis

a. Manifestasi klinis

Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan

karena rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari

pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang

merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok

dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-

tiba meninggal.15

Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti

angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan

yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien

sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang

berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan

dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam

keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah

mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa

23

Page 24: Lapsus Infark Anteroseptal OK

pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan

penyerta rasa sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin

untuk rasa sakitnya.15

Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik,

mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia

menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas

(sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum

akut atau pancreatitis akut).15

Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila

pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya

gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya

sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami

rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada

substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi

diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa

gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat

iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali

terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan

bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2

minggu ) ,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak

terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak

substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan

/ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa

merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan

bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.15

Untuk menentukan nyeri tipikal atau bukan maka baiknya anamnesis

dilengkapi dengan mencoba menemukannya faktor resiko baik pada pasien atau

keluarganya seperti kebiasaan makan atau kolesterol, diabetes melitus, hipertensi,

rokok, penyakit vaskular lain seperti stroke dan penyakit vaskular perifer,

obesitas, kurangmya latihan dan lain-lain.16

b. Pemeriksaan fisik

24

Page 25: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada pasien dengan infark

myokard akut. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai

abu dengan berkeringat, kulit yang dingin, walaupun bila tanda-tanda klinis dari

syok tidak dijumpai. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV

yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai

membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari,

sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan

turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama. Auskultasi mungkin

menunjukkan gallop S4, menggambarkan myokard noncompliance karena

iskemia; gallop S3 menggambarkan disfungsi sistolik berat atau murmur sistolik

pada apex atau reurgitasi mitral akibat disfungsi muskulus papillari yang iiskemik. 5,15

c. Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa protein (biomarker) akan dilepaskan ke darah dalam jumlah

yang besar dari jaringan otot jantung yang mengalami nekrosis. Pemeriksaan

laboratorium memiliki kepentingan diagnostik, tetapi keputusan reperfusi harus

segera dilakukan berdasarkan temuan klinis dan hasil EKG, tanpa menunggu hasil

tes laboratorium. Biomarker yang sering digunakan dalam praktek klinik yaitu

troponin dan CKMB. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai normal

menunjukkan nekrosis miokardium. Peningkatan biomarker ini membedakan

pasien UA dengan NSTEM.17

Creatine Phospokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam, mencapai puncak

dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 48-72 jam. CK kurang spesifik untuk

IMA karena dapat meningkat juga pada trauma otot skeletal. Isoenzim MB dari

CK (CKMB) lebih bernilai diagnostik daripada total CK karena CKMB tidak

ditemukan dalam konsentrasi yang signifikan pada jaringan di luar jantung

sehingga lebih spesifik untuk penanda kerusakan jantung. Cardiac-spesific

troponin T (cTnT) dan Cardiac-spesific troponin I (cTnI) dapat meningkat 20 kali

lebih tinggi setelah IMA. Konsentrasi troponin ini meningkat setelah 2 jam IMA

dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. cTnI tetap bertahan selama 7-10 hari

setelah IMA, dan cTnT selama 10-14 hari17

25

Page 26: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Myoglobin dilepaskan ke dalam darah hanya dalam beberapa jam setelah

onset IMA. Myoglobin dapat dideteksi 1 jam setelah IMA dan mencapai puncak

dalam 4-8 jam. Myoglobin kurang spesifik untuk jantung, dan juga diekskresikan

dengan cepat melalui urine sehingga kadarnya kembali normal dalam 24 jam.

Lactic Dehydrogenase (LDH) meningkat setelah 24-48 jam setelah IMA,

mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. Reaksi non-

spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear dapat

terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.

Leukositosis dapat mencapai 12.000 – 15.000/μl17

d. Pemeriksaan Penunjang

Pedoman yang disusun oleh american heart assosiation (AHA) telah cukup

lengkap untuk melakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan yang efektif dan

efesien pasien PJK, sehingga ia dipakai sebagi dasar penyusunan pedoman-

pedoman yang diusulkan berikut ini.

Untuk memastikan bahwa memang ada iskemia miokardium akibat PJK

sebagaipenyebab nyeri dadad maka diperlukan beberapa pemeriksaan :

Elektrokardiografi

Pada sebagian infark, EKG dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis. Karakteristik perubahan EKG mengikuti infark myokard, dan

perubahan yang paling awal terjadi bersamaan dengan onset infark myokard.

Pemeriksaan EKG harus dilakukan secepatnya pada siapapun yang dicurigai

mengalami infark. Akan tetapi, pemeriksaan awal EKG tidak selalu menjadi

diagnostik dan perubahan EKG bervariasi pada setiap orang, oleh karena itu

diperlukan pemeriksaan serial EKG setelah pasien dirawat di Rumah sakit.25

Suatu infark ditandai oleh tiga zona, yaitu :

a. Zona nekrosis

b. Zona perlukaan

c. Zona iskemik26

Zona nekrosis

26

Page 27: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Zona nekrosis secara EKG ditandai oleh gelombang Q patologis pada elektroda

yang berhadapan dengan daerah nekrosis.26

Zona perlukaan

Zona perlukaan secara EKG ditandai oleh deviasi segmen ST yaitu :

Pada daerah infark ditemukan elevasi segmen ST yang cembung ke atas (convex

upward). Pada daerah yang berlawanan ditemukan depresi segmen ST.26

Zona iskemik

27

Page 28: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Zona iskemik secara EKG ditandai oleh T terbalik yang berbentuk “kepala anak

panah” pada elektroda yang menghadap daerah iskemik.26

Secara klinis infark myokard akut dibagi dalam tiga fase :

1. fase hiper akut

2. fase berkembang penuh

3. fase resolusi (old infarction)26

Fase hiper akut

Fae ini hanya terlihat beberapa jam permulaan dari suatu serangan infark,

sehingga sering lolos dari perhatian kita

Ciri-ciri EKG :

1. Elevasi yang curam dari segmen ST

2. Gelombang T yang tinggi dan lebar

3. V.A.T memanjang.26

Fase berkembang penuh

Fase ini terlihat 1-2 hari kemudian

Ciri-ciri EKG :

1. Gelombang Q patologis

2. elevasi segmen ST yang cembung ke atas

28

Page 29: Lapsus Infark Anteroseptal OK

3. gelombang T yang terbalik (arrowhead).26

Fase resolusi

Ciri-ciri EKG :

1. Gelombang Q patologis tetap ada

2. segmen ST mungkin sudah kembali isoelektris

3. gelombang T mungkin sudah menjadi normal.26

Tabel 3.1 Tabel hubungan antara lokasi infark, gambaran sandapan EKG, dan

arteri yang mengalami oklusi

Lokasi Iskemia Sandapan

yang

menunjukkan

deviasi ST

Sandapan yang

menunjukkan

gambaran

resiprokal

Arteri yang

mengalami oklusi

(culprit)

Septal V1, V2 - Arteri desendens

anterior kiri

Anterior terbatas V3, V5 - Arteri desendens

anterior kiri

Anteroseptal V1 – V4 - Arteri desendens

anterior kiri

Anterolateral V4 – V6, I,

aVL

II, III, aVF Arteri desendens

anterior kiri, Arteri

sirkumfleksa, atau

marginal artery

Anterior ekstensif V1 - V6, I,

aVL

II, III, aVF Arteri koronaria

sinistra

Inferior II, III, aVF I, aVL Arteri koronaria

dekstra, atau arteri

sirkumfleksa

Lateral I, aVL, V5, II, III, aVF arteri sirkumfleksa,

29

Page 30: Lapsus Infark Anteroseptal OK

V6 atau marginal artery

Posterior (biasanya

berhubungan

dengan infark

inferior atau

lateral)

V7 – V9 V1 – V4

(pencerminan

pada daerah

anteroseptal)

Arteri desendens

posterior (cabang

dari arteri koronaria

dekstra atau arteri

sirkumfleksa)

Ventrikel kanan

(biasanya

berhubungan

dengan infark

inferior)

V1R – V6R

(sandapan

kanan)

I, aVL Arteri koronaria

dekstra

Morfologi gelombang EKG pada infark myokard

Foto Thoraks

Pemeriksaan ini dapat melihat misalnya adanya kalsifikasi koroner ataupun

katup jantung. Meskipun pembuluh darah koroner yang mengalami kalsifikasi

biasanya menunjukkan aterosklerosis, obstruksi total lumen dapat terjadi tanpa

adanya kalsifikasi. Kadang, adanya aneurisma ventrikel kiri menyebabkan

pembengkakan khas atau kalsifikasi dalam bayangan jantung namun temua

radiografi kadang tidak dapat diandalkan4

Treadmill test

Tes ini yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan suspek

angina. 45 Alat ini berupa ban berjalan serupa dengan alat olahraga umumnya,

namun dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah

merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi perubahan gambaran

EKG saat aktifitas yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena

jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan

istirahat gambaran EKG tampak normal.

Angiografi Koroner

30

Page 31: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Angiografi koroner saat ini merupakan satu-satunya metode yang

menggambarkan anatomi koroner secara kuat, merupakan “Golden Standard”

untuk PJK. Meskipun merupakan pemeriksaan penunjang ivvasif, merupakan

prosedur berisiko rendah dengan morbiditas sebesar 0,8& dan mortalitas 0,12%

pada pasien elektif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter

langsung ke arteri. Bisa melalui pangkal paha, lipatan lengan atau melalui

pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alat rontgen

langsung ke muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian

cairan kontras sehingga mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu

dapat dilihat adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan.

Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja mengenai beberapa tempat pada

satu pembuluh koroner. Bisa saja sekaligus mengenai beberapa pembuluh

koroner.21

Angiografi koroner atau penyuntikan bahan kontras ke dalam arteri

koroner merupakan tindakan yan paling sering digunakan untuk menentukan

lokasi, luas, dan keparahan sumbatan dalam arteri koroner. Indikas lain untuk

melakukan angiografi arteri koroner adalah untuk evaluasi angina tipik serta hasil

revaskularisasi arteri koroner. Prosedur kateterisas mengharuskan opasifikasi

kedua arteri koroner, didikuti dengan ventrikulogram kiri, atau penyuntikan bahan

kontras ke dalam ventrikel kiri untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.6

2.4 Penatalaksanaan

Tindakan Umum

Pasien perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit yaitu di unit intensif

koroner (ICCU). Pasien perlu diistirahatkan (bed rest) dengan monitoring EKG

berkelanjutan untuk memantau deviasi segmen ST dan irama jantung, diberi

penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang

masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin6. Ambulasi

diizinkan jika pasien tidak menunjukkan rekurensi iskemia, (nyeri dada atau

perubahan EKG), dan tidak ada peningkatan biomarker jantung dalam 12-24 jam.

Terapi medikamentosa meliputi terapi anti iskemia dan anti trombotik yang

simultan22

31

Page 32: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Terapi medikamentosa

Farmakoterapi pada penyakit jantung iskemia didesain untuk menurunkan

frekuensi serangan angina dan mencegah peningkatan mendadak dari tekanan

darah dan denyut jantung pada saat latihan atau aktivitas, sehingga pasien dapat

melakukan aktivitasnya sehari-hari tanpa mendekati ambang batas tekanan darah

dan denyut jantung yang dapat mencetuskan iskemia.

1. Obat antiiskemia

a. Nitrat

Mekanisme kerja utama dari nitrat yaitu venodilatasi sistemik dengan

efek penurunan volume dan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri sehingga

menurunkan tekanan dinding miokardium dan kebutuhan oksigen miokardium.

Selain itu nitrat juga mengakibatkan dilatasi pembuluh darah koroner

epikardial, dan meningkatkan aliran darah dari pembuluh darah kolateral.

Nitrat organik ketika dimetabolisme akan melepasken nitric oxide (NO) yang

akan berikatan dengan guanilil siklase pada sel otot polos vaskular, kemudian

meningkatkan kadar GMP sehingga terjadi relaksasi otot polos vaskular. Nitrat

juga memiliki aktivitas antitrombotik dengan aktivasi NO-dependent dari

guanilil siklase platelet dan mengganggu aliran kalsium intraplatelet dan

aktivasi platelet.23

Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika

pasien mengalami nyeri dada angina. Jika nyeri menetap setelah diberikan

nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian

nitrogliserin IV (mulai 5-10μg/menit atau untuk ISDN dengan dosis 1-4

mg/jam). Laju infus dapat ditingkatkan 10μg/menit tiap 3-5 menit sampai

keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik < 100 mmHg. Setelah nyeri

dada hilang dapat digantikan dengan nitrat oral, atau jika pasien sudah bebas

nyeri 12-24 jam. Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau penggunaan

sildenafil atau obat sekelasnya dalam 24 jam terakhir.22

b. Beta bloker

Beta bloker menurunkan kebutuhan oksigen miokardial dengan

mencegah peningkatan denyut jantung, tekanan arteri, dan kontraktilitas

32

Page 33: Lapsus Infark Anteroseptal OK

miokardium yang diakibatkan oleh aktivasi adrenergik. Manfaat terapeutiknya

antara lain meredakan angina dan iskemia, menurunkan mortalitas dan reinfark

pada pasien yang telah mengalami infark miokard akut, dan efektif sebagai

agen antihipertensi. Kontraindikasi relatif antara lain asma bronkiale, penyakit

paru kronik, gangguan konduksi AV, bradikardi berat, fenomena Raynaud, dan

riwayat depresi mental. Efek sampingnya antara lain fatigue, menurunkan

toleransi latihan, mimpi buruk, impotensi, ekstremitas dingin, klaudikasio

intermiten, bradikardi, gangguan konduksi AV, kegagalan ventrikel kiri,

eksaserbasi dari asma bronkiale, hipoglikemia berat jika diberikan bersamaan

dengan agen hipoglikemia oral dan insulin. Penyekat beta IV diikuti dengan

pemberian oral hingga target denyut jantung 50-60 kali/menit.22,23

c. Antagonis kalsium

Antagonis kalsium dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu golongan

dihidropiridin (nifedipin, amlodipin, dll) dan non-dihidropiridin (diltiazem,

verapamil). Keduanya dapat menyebabkan vasodilatasi koroner, menurunkan

kebutuhan oksigen miokard, kontraktilitas dan tekanan arteri sehingga

menurunkan tekanan darah. Golongan dihidropiridin mempunyai efek

vasodilatasi yang lebih kuat dan penghambatan nodus SA dan AV yang lebih

sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih kecil. Agen ini diindikasikan bila

terdapat kontraindikasi pemberian beta bloker, atau toleransi yang buruk dan

inefektivitas dari beta bloker.22

Verapamil dan diltiazem dapat mengakibatkan gangguan konduksi

jantung dan bradiaritmia. Agen tersebut juga memiliki aksi inotropik negatif

dan memperburuk disfungsi ventrikel kiri. Verapamil tidak biasa

dikombinasikan dengan beta bloker karena sama-sama memiliki efek terhadap

denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Diltiazem dapat dikombinasikan

dengan beta bloker pada pasien yang memiliki fungsi ventrikel normal dan

tanpa gangguan konduksi. Amlodipin dan beta bloker memiliki komplementari

efek pada suplai darah koroner dan kebutuhan oksigen koroner. Pemberian

dihidropiridin kerja lambat harus dihindari karena resiko terjadinya infark,

terutama jika diberikan tanpa pemberian beta bloker.22,23

33

Page 34: Lapsus Infark Anteroseptal OK

2. Obat Antitrombolitik

Oklusi trombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama dalam

patogenesis UA/NSTEMI dan keduanya dimulai dari agregasi platelet dan

pembentukan thrombin-activated fibrin yang bertanggungjawab dalam

pembentukan bekuan darah (clot). Oleh sebab itu terapi antiplatelet dan

antikoagulan memegang peranan penting dalam penatalaksanaannya23.

Antiplatelet

a. Aspirin

Peran penting aspirin dalam mencegah agregasi platelet melalui

mekanisme kerjanya sebagai penghambat enzim siklooksigenase 1 (Cox-1).

Sehingga aspirin saat ini menjadi pilihan utama dalam penatalaksanaan

UA/NSTEMI. Sindrom resistensi aspirin muncul belakangan ini. Sindrom ini

dideskripsikan sebagai kegagalan relatif aspirin untuk menghambat agregasi

platelet dan/atau kegagalan untuk memperpanjang waktu perdarahan, atau

perkembangan kejadian klinis sepanjang terapi aspirin. Pasien-pasien dengan

resistensi aspirin mempunyai resiko tinggi rekurensi, sehingga logis untuk

memberikan terapi klopidogrel walaupun aspirin sebaiknya juga tidak

dihentikan24

b. Klopidogrel (Plavix)

Thienopyridine memblokade reseptor adenosine diphospate P2Y12 pada

permukaan platelet dan dengan demikian mencegah aktivasi platelet. Efek

bermanfaat ditemukan untuk semua subkelompok, termasuk kelompok tanpa

deviasi segmen ST atau pelepasan troponin dan kelompok yang memiliki skor

risiko TIMI rendah. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya,

klopidogrel direkomendasikan sebagai obat lini pertama (first line) pada

UA/NSTEMI dan ditambahkan dengan aspirin, kecuali pada pasien yang

memiliki resiko tinggi perdarahan dan pasien yang memerlukan CABG segera.

Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien UA/NSTEMI dengan kriteria

sebagai berikut24

1. Yang direncanakan untuk mendapat pendekatan non-invasif dini.

34

Page 35: Lapsus Infark Anteroseptal OK

2. Yang bukan merupakan kandidat operasi koroner segera berdasarkan

anatomi koroner atau pasien yang memiliki kontraindikasi operasi

koroner.

3. Pasien dengan penundaan kateterisasi hingga > 24-36 jam

Pasien-pasien yang direncanakan untuk kateterisasi diagnostik dalam

24-36 jam berikutnya, tidak diberikan klopidogrel sampai dengan hasil

angiografi menunjukkan tidak terdapatnya indikasi untuk dilakukan CABG

segera. Dosis awal klopidogrel dapat diberikan di laboratorium kateterisasi

sebelum PCI atau dimulai secepatnya setelah kateterisasi. Klopidogrel adalah

inhibitor fungsi platelet yang irreversibel sehingga pemberiannya perlu

dihentikan selama 5-7 hari sebelum operasi elektif seperti CABG. Pemberian

kombinasi klopidogrel dan aspirin direkomendasikan untuk semua pasien

UA/NSTEMI yang tidak memiliki resiko besar mengalami perdarahan24

c. Antagonis Platelet GP IIb/IIIa

Terdapat bukti kuat pada penelitian multipel bahwa antagonis GP

IIb/IIIa mengurangi insidens kematian atau infark miokard pada pasien

UA/NSTEMI yang menjalani PCI dan penggunaannya pada keadaan ini telah

diindikasikan secara jelas. Guideline dari ACC/AHA menetapkan pasien-

pasien resiko tinggi terutama pasien dengan troponin positif yang menjalani

angiografi, sebaiknya mendapatkan antagonis GP Iib/IIIa. Dua agen molekul

kecil eptifibatid dan tirofiban, dimulai upstream misalnya 1 atau 2 hari

sebelumnya dan dilanjutkan selama menjalani prosedur. Tak ada satupun

antagonis GP IIb/IIIa yang efektif atau diindikasikan secara rutin untuk

penatalaksanaan pasien resiko rendah, pasien-pasien dengan troponin negatif

yang tidak menjalani angiografi dini. Terapi platelet tripel (aspirin, klopidogrel,

dan antagonis GP IIb/IIIa) diindikasikan pada pasien resiko tinggi yang

direncanakan untuk menjalani PCI dan tidak mempunyai resiko perdarahan

berlebihan23,24

Terapi Antikoagulan

1. UFH (Unfractionated Heparin)

35

Page 36: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Heparin berkerja sebagai antikoagulan dengan mengaktifkan

antitrombin dan mempercepat rata-rata penghambatan antitrombin terhadap

enzim yang berperan dalam pembentukan bekuan darah (clotting enzym) yaitu

trombin dan faktor Xa. Antitrombin tersebut merupakan kofaktor plasma

obligat dari heparin dan merupakan anggota dari serin protease inhibitor

(serpin). Namun demikian terdapat banyak kerugian UFH, termasuk di

dalamnya ikatan yang non-spesifik dan menyebabkan inaktivasi platelet,

endotel vaskular, fibrin, platelet faktor 4 dan sejumlah protein sirkulasi.

Produksi antibodi antiheparin berhubungan dengan heparin-induced

thrombocytopenia. Ikatan ini menimbulkan efek antikoagulan yang tak

menentu, memerlukan monitor yang lebih sering terhadap aPTT, pengaturan

dosis, dan membutuhkan infus intravena kontinu22

2. LMWH (Low Mollecular Weight Heparin) Enoxaparin

LMWH memiliki banyak kelebihan daripada UFH dan kerugian-

kerugian pada penggunaan UFH dapat diatasi. Pemantauan efek antikoagulan

tidak diperlukan pada pemberian LMWH, dan kejadian trombositopenia yang

diinduksi heparin berkurang. LMWH adalah inhibitor utama pada sirkulasi

trombin dan juga pada faktor Xa sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya

kinerja trombin dalam sirkulasi (efek anti faktor IIa) seperti juga UFH, tapi

juga mengurangi pembentukan trombin (efek anti faktor Xa). Keuntungan

praktis LMWH lainnya adalah absorbsi yang cepat dan dapat diprediksi setelah

pemberian subkutan. Dalam sejumlah penelitian, LMWH enoxaparin

menunjukkan efek yang superior dibandingkan dengan UFH dalam

menurunkan rekurensi cardiac event, khususnya pada pasien yang

mendapatkan terapi konservatif22

3. Inhibitor faktor Xa (Pentasakarida sintetik-Fondaparinux)

Sebagai analog sintetik dari pentasakarida terikat antitrombin yang

ditemukan pada heparin dan LMWH, fondaparinux hanya berikatan dengan

antitrombin dan terlalu pendek untuk mengikat trombin hingga antitrombin.

Akibatnya, fondaparinux mengkatalisasi inhibisi faktor Xa oleh antitrombin

36

Page 37: Lapsus Infark Anteroseptal OK

dan tidak meningkatkan rata-rata inhibisi trombin. Fondaparinux memiliki

efikasi awal yang ekuivalen dengan enoxaparin tetapi memiliki resiko

perdarahan yang lebih rendah sehingga memiliki keuntungan yang paling baik

dalam rasio resiko23,24

4. Inhibitor trombin langsung (Bivalirudin)

Bivalirudin merupakan inhibitor trombin divalent. Bagian terminal N

dari bivalirudin berikatan dengan sisi aktif dari trombin sedangkan ujung dari

terminal C berikatan dengan exosite-1, daerah yang berikatan dengan substrat

pada trombin22.

Penatalaksanaan jangka panjang

Modifikasi faktor resiko merupakan kunci dari penatalaksanaan jangka

panjang. Dokter perlu menjelaskan kepada pasien pentingnya untuk berhenti

merokok, mencapai berat optimal, latihan harian yang diikuti dengan diet yang

tepat, kontrol tekanan darah berkala, kontrol ketat hiperglikemia (pada pasien

diabetes), dan pengaturan lipid, sebagaimana yang direkomendasikan kepada

pasien dengan angina pektoris stabil. Didapatkan bukti keuntungan dari terapi

jangka panjang dengan lima kelas obat-obatan, sebagai berikut22

1. Beta bloker sebagai terapi anti-iskemia dan membantu menurunkan

trigger dari infark miokard.

2. Statin (dalam dosis tinggi, misalnya atorvastatin 80 mg/hari).

3. ACE-inhibitor untuk stabilisasi plak jangka panjang

4. Dua kelas antiplatelet direkomendasikan untuk menggunakan

kombinasi aspirin dan klopidogrel selama paling sedikit 9-12 bulan,

dengan dilanjutkan aspirin sesudahnya, dapat mencegah atau menurunkan

tingkat keparahan yang terjadi jika plak mengalami ruptur.

H. Stratifikasi Resiko dan Prognosis

Pasien dengan UA/NSTEMI menunjukkan spectrum luas resiko kematian

awal (30 hari) dan infark baru atau berulang. Penilaian dari resiko global dapat

dilakukan dengan sistem skoring yang dikembangkan dari TIMI (Thrombolysis in

Myocardial Infarction) Trials, yang meliputi tujuh faktor resiko sebagai berikut22:

37

Page 38: Lapsus Infark Anteroseptal OK

8. Usia ≥ 65 tahun

9. ≥ 3 faktor resiko PJK

10. Ditemukannya PJK pada saat kateterisasi (stenosis >50%)

11. Perkembangan lanjut dari UA/NSTEMI walaupun dengan penggunaan

aspirin dalam 7 hari terakhir.

12. ≥ 2 episode angina dalam 24 jam

13. Deviasi ST ≥ 5 mm

14. Meningkatnya biomarker jantung.

Faktor resiko lainnya yaitu diabetes mellitus, disfungsi ventrikel kiri, dan

peningkatan kadar kreatinin, Atrial Natriuretic Peptide/ANP (marker peningkatan

tekanan dinding miokardium), dan C-Reactive Protein/CRP (marker inflamasi

vaskuler). Penilaian resiko awal sangat berguna untuk memprediksi resiko cardiac

event yang berulang dan mengidentifikasi pasien yang akan mendapat keuntungan

besar dari terapi antitrombotik22.

38

Page 39: Lapsus Infark Anteroseptal OK

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnose

pada pasien ini adalah CAD Infark anteroseptal.

4.1 Anamnesa

Fakta Teori

Nyeri dada dialami pasien sejak ± 1

jam sebelum MRS. Nyeri timbul saat

pasien istirahat. Pasien

mendeskripsikan nyeri yang luar biasa

hingga ia terus memegangi dadanya,

dada terasa sakit seperti ditusuk-tusuk,

nyeri tembus hingga ke punggung dan

ke tangan kiri hingga leher kiri.

Adanya nyeri dada yang lamanya lebih

dari 30 menit di daerah

prekordial,retrosternal dan menjalar ke

lengan kiri,lengan kanan dan ke

belakang interskapuler. Rasa nyeri

seperti dicekam, diremas-remas,

tertindih benda padat, tertusuk pisau

atau seperti terbakar.

Pasien merasa badannya lemas Rasa lemas

Pasien merasa jantungnya berdebar-

debar

Palpitasi

Pasien merasa sesak napas dan

merasakan sangat berat ketika menarik

napas

Dispnea

Tidak ada pingsan Pasien biasanya tetap sadar, tetapi bias

gelisah, cemas dan bingung. Jarang

terjadi sincope

Riwayat penting yang berhubungan

dengan kemungkinan CAD:

Riwayat angina sebelumnya (-)

Riwayat CAD sebelumnya (-)

Usia 39 tahun

Laki-laki

Faktor resiko: Pasien memiliki

riwayat perokok berat dan pola

Riwayat penting yang berhubungan

dengan kemungkinan CAD:

Riwayat angina sebelumnya

Riwayat CAD sebelumnya

Faktor risiko CAD :

Usia

Jenis Kelamin

(Laki-laki > 55 tahun dan Wanita >

39

Page 40: Lapsus Infark Anteroseptal OK

makan tidak sehat. 65 tahun)

Genetik (Riwayat Keluarga)

Hipertensi

Hiperlipidemia

Obesitas

Merokok

Diabetes Melitus

Aktivitas fisik yang kurang

Alkohol

Berdasarkan anamnesa pada pasien ini, harus dapat dipikirkan

kemungkinan terjadinya infark miokard pada pasien ini. Hal ini didasarkan pada

karakteristik nyeri dada yang dirasakan oleh pasien. Pasien dengan IMA akan

datang ke RS dengan keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di

daerah sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan

kanan dan pada lengan. Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-

remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat

ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada

hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian

nitrat. Pada sejumlah penderita dapat timbul berbagai penyulit:aritmia,renjatan

kardiogenik,gagal jantung. Rasa nyeri ini harus dibedakan dengan nyeri yang

disebabkan oleh bukan IMA.

Karakteristik Nyeri bukan karena IMA adalah :

Nyeri pleuritik nyeri tajam dan diperberat dengan bernapas, batuk,

pergerakan

Nyeri yang terasa di abdomen tengah atau bawah

Nyeri terlokalisir yang dapat ditunjukkan dgn 1 jari

Nyeri dgn pergerakan/palpasi pada dinding dada

Episode nyeri yang sangat singkat (bbrp detik)

Nyeri yang menjalar hingga ke ekstremitas bawah.

40

Page 41: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila

pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya

gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya

sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami

rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada

substernal. Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat iritasi

diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa

gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat

iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.

Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa

untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu), rasa

sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap

pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak

substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan

/ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa

merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan

bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.

Pasien ini berusia 39 tahun, menurut teori faktor risiko terjadinya ACS

pada laki-laki adalah > 55 tahun, sehingga kasus pasien tersebut dapat

digolongkan sebagai ACS pada usia muda. Dari anamnesa, pada pasien ini

didapatkan faktor risiko merokok dan pola makan yang tidak sehat.

4.2 Pemeriksaan Fisik

Fakta Teori

Pasien tidak tampak pucat Pasien tampak pucat

Ekstrimitas hangat Ekstremitas dingin

Diaforesis (-) Diaforesis

Nadi = 92x/menit Takikardi

TD = 116/73 mmHg (TD masuk =

240/140 mmHg)

Hipertensi

41

Page 42: Lapsus Infark Anteroseptal OK

c. Jantung

I Ictus cordis tidak tampak

Pa Ictus cordis teraba pada ICS V 1

jari lateral MCL Sinistra

Pe Batas kanan : parasternal line ICS

III Dextra

Batas kiri : ICS V 2 jari lateral

MCL Sinistra

A S1 S2 tunggal, reguler, gallop (-),

murmur (-).

Tanda fisik dari disfungsi ventrikel

yaitu bunyi jantung ketiga (S3) dan

keempat (S4)

Bising jantung sistolik apikal

sementara akibat disfungsi katup

mitral kemungkinan terjadi saat

midsistolik atau late sistolik.

a. Paru

I Bentuk : simetris

Pergerakan : simetris, retraksi

ICS (-/-)

Pa ICS melebar : (-/-)

Fremitus raba : Simetris (D=S)

Nyeri : (-/-)

Pe Suara ketok : sonor (+/+)

Nyeri ketok : (-/-)

A Suara nafas : vesikuler

Suara tambahan : ronki (-/-),

wheezing (-/-)

Tanda oedem pulmonal seperti ronki

basal

Pada pemeriksaan fisik pasien ini, tidak sepenuhnya menunjukkan tanda

infark miokard. Hal ini karena pemeriksaan dilakukan setelah pasien memperoleh

pengobatan.

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan infark miokard akut, pasien sering

memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat, kulit yang

dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai. Nadi biasanya

cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam

beberapa jam setelah terapi, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam

sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat

42

Page 43: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal

pada akhir dari minggu pertama. Selain itu jug adapt ditemukan tanda fisik dari

disfungsi ventrikel yaitu bunyi jantung ketiga (S3) dan keempat (S4), edema paru,

serta bising jantung sistolik apikal sementara akibat disfungsi katup mitral.

4.3 Pemeriksaan Penunjang

Fakta Teori

EKG

Elevasi segmen ST pada V1-V4

Gelombang Q patologis

Gelombang T yang terbalik

Biomarker jantung

CKMB: 12

SGOT : 13

Troponin tidak diperiksa

EKG

Fase hiper akut

Elevasi segmen ST

Gelombang T yang tinggi dan

lebar

V.A.T memanjang

Fase berkembang penuh

Gelombang Q patologis

elevasi segmen ST yang

cembung ke atas

gelombang T yang terbalik

(arrowhead)

Fase resolusi

Gelombang Q patologis tetap

ada

segmen ST mungkin sudah

kembali isoelektris

gelombang T mungkin sudah

menjadi normal.

Biomarker Jantung

Peningkatan kadar enzim atau

isoenzim Creatinin fosfoskinase

(CPK/CK), SGOT, LDH, alfa

hidroksi butirat

dehidrogenase, dan isoenzim CK-

43

Page 44: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Darah Lengkap

leukosit: 9800/mm3

Kimia darah

GDS 113

Kolesterol 200

Trigliserida 86

HDL 41

LDL 142

Asam urat 6,0

Foto Thorax PA tidak dilakukan

Ekokardiografi tidak dilakukan

Angiografi koroner tidak dilakukan

MB

Darah Lengkap

Leukosit normal atau Leukositosis

Kimia Darah (identifikasi faktor

resiko)

DM

Dislipidemia

Hiperurisemia

Foto Thorax PA

Kardiomegali, oedem pulmonal

Ekokardiografi

Diskinesia, Akinesia, MR, TR

Angiografi koroner

Mengetahui secara pasti anatomi

koroner, prediksi luas iskemia,

prognosis dan stratifikasi resiko

Dari EKG pasien didapatkan gambaran khas infark myokard berupa

elevasi segmen ST yang cembung ke atas (Lead V1-V3), gelombang Q patologis

dan gelombang T. Gambaran EKG ini sesuai dengan gambaran infark myokard

pada fase berkembang penuh. Fase berkembang penuh terjadi 1-2 hari setelah

serangan infark. Hal ini tidak sesuai dengan anamnesa yang didapatkan dimana

serangan nyeri dirasakan 1 jam sebelum MRS. Hal ini terjadi karena informasi

yang didapatkan dari pasien tersebut kurang tepat. EKG yang abnormal pada

pasien ini ditemukan pada Lead V1-V3 yang sesuai untuk gambaran EKG pada

infark anteroseptal. Infark anteroseptal terjadi karena oklusi arteri desendens

anterior kiri.

44

Page 45: Lapsus Infark Anteroseptal OK

Dari anamnesa pasien ini tidak diketahui adanya riwayat penyakit

hipertensi, namun pada saat MRS tekanan darah pasien adalah 200/114 mmHg

dan pada EKG didapatkan depresi ST dan inversi T pada lead V4 dan V5.

Gambaran EKG tersebut menunjukkan suatu hipertrofi ventrikel kiri yang dapat

diakibatkan oleh suatu hipertensi kronis.

Nilai CKMB masih dalam batas normal, tetapi nilai ini tidak sepenuhnya

membuktikan bahwa belum terjadi kerusakan atau nekrosis pada otot jantung

karena menurut ACC/AHA Guidelines sekitar 30% pasien yang didiagnosis UA

karena nilai CKMB yang rendah ternyata menunjukkan hasil troponin yang positif

yang menunjukkan bahwa telah terjadi nekrosis sel miokardium (telah terjadi

NSTEMI). Oleh sebab itu perlu digunakan biomarker jantung yang lebih sensitif

dan spesifik seperti cTnI atau cTnT (cardiac spesific Troponin I dan T) untuk

membedakan UA dan NSTEMI. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan

angiografi koroner untuk melihat anatomi koroner, menentukan stratifikasi resiko

dan prognosis pasien dan menentukan apakah perlu dilakukan terapi invasif

berupa PCI atau CABG. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan gold

standard yaitu angiografi koroner dan tidak juga dilakukan pemeriksaan yang

lebih spesifik dan sensitif yaitu pemeriksaan biomarker troponin untuk

membedakan UA dan NSTEMI

.

4.4 Penatalaksanaan

Fakta Teori

Bed rest dengan monitoring ketat di

ICCU

IVFD RL 12 tpm

Oksigen 2 ltr/menit

Tatalaksana Suportif:

Bed rest

Perawatan intensif di ICCU

Oksigen

Anti Iskemia

ISDN 5 mg 3 x 1 tab

Lisinopril 10 mg 1 x 1 tab

Amlodipin 10 mg 1 x 1 tab

Anti-iskemia:

1.Nitrat. Pertama kali diberikan SL atau

spray bukal. Jika nyeri menetap

setelah diberikan nitrat sublingual 3

kali, direkomendasikan pemberian

45

Page 46: Lapsus Infark Anteroseptal OK

nitrogliserin IV (mulai 5-10μg/menit

atau untuk ISDN dengan dosis 1-4

mg/jam).

2.Beta Bloker

3.Kalsium Antagonis (terutama

golongan dihidropiridin)

Anti nyeri tambahan:

Pemberian morfin atau petidin perlu

pada pasien yang masih merasakan sakit

dada walaupun sudah mendapat

nitrogliserin dan terapi anti-iskemia

yang adekuat

Antiplatelet oral

ASA(asetil salisylic acid) 80 mg 0-1-0

Plavix (clopidogrel bisulfate) 75 mg 1

x 4 hari pertama selanjutnya 1-0-0

Antiplatelet oral

Aspirin Dosis awal 162-325 mg

formula non-enterik dilanjutkan 75-160

mg/hari formula enterik atau non-

enterik.

Klopidogrel Dosis loading 300 mg

dilanjutkan 75 mg/hari

Terapi Antiplatelet IV (Antagonis GP

IIb/IIIa

Abciximab (Reopro)

Eptifibatid (integrilin)

Tirofiban (Aggrastat)

Antikoagulan

Arixtra (Fondaparinux) 2,5 mg 1 x 1

Antikoagulan

Heparin

Enoxaparin

Fondaparinux (2,5 mg per hari)

Bivalirudin

Pada infark miokard pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin

memperbaiki kemballi aliran pembuluh koroner sehingga reperfusi dapat

46

Page 47: Lapsus Infark Anteroseptal OK

mencegah kerusakan miokard lebih lanjut serta mencegah kematian mendadak

dengan memantau dan mengobati aritmia maligna. Sasaran pengobatan IMA

pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas. Kedua mencegah dan

mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius seperti payah

jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma

ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak.

Berdasarkan pada pembahasan di atas penatalaksanaan pada pasien ini sudah

sesuai dengan teori yang seharusnya.

47

Page 48: Lapsus Infark Anteroseptal OK

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang pria berusia 39 tahun dengan keluhan nyeri

dada. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang (EKG)

dapat ditentukan diagnosis kerja adalah STEMI (Infark anteroseptal) dengan

diagnosis banding yaitu unstable angina.. Pasien dirawat sejak tanggal 22-24 Juli

2010. Penatalaksanaan pada pasien ini berupa terapi konservatif yaitu dengan

terapi anti-iskemia (ISDN, Bisoprolol, Amlodipin), terapi antiplatelet (aspirin dan

plavix) dan terapi antikoagulan (arixtra). Prognosa pada pasien ini adalah dubia ad

malam berdasarkan pada kriteria TIMI.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan standar berupa pemeriksaan

biomarker jantung spesifik (troponin) dan angiografi koroner.

48

Page 49: Lapsus Infark Anteroseptal OK

DAFTAR PUSTAKA

1. Prabowo, Pramonohadi, Juwono SB. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press, 2003

2. Donals Lloyld, et al. Heart Disease and Stroke Statistics—2009 Update : Report From the American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation. 2009;119:e21-e181

3. Antman, E.M., Selwyn, A.P., Braunwald, E., Loscalzo, J. 2008. Ischemic Heart Disease. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. The McGraw Hill Companies, Inc. USA. Hal. 1514-1527.

4. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. SMF Penyakit Dalam RSUD Koja Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Ukrida. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran No. 147, 2005

5. case

6. Biermann EL. Aterosklerosis dan bentuk Arteriosklerosis lainnya. Dlm: Isselbacher, Braunwold, eds. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed. 13. Vol.3. Jakarta: EGC, 2000; 1244-1256.

7. Kaplan, Norman M Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. [penyunt.] Petrus Andrianto. [penerj.] Sukwan H.. Jakarta : 1991

8. Gray H, Dawkins K, Morgan John, Simpson I. Lecture Notes Kardiologi Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga, 2002.

9. Kaplan, Norman M Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. [penyunt.] Petrus Andrianto. [penerj.] Sukwan H.. Jakarta : 1991

10. Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine McCarty. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. [penyunt.] Huriawati Hartanto, Pita Wulansari dan Dewi Asih Mahanani. [penerj.] Brahm U. Pendit, et al. Jakarta : EGC, 2005. Vol. 6

11. Sugondo, Sidartawan. Obesitas. [penyunt.] Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, dkk Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006, Vol. Vol 3, 434, hal. 1919-1922.

12. Diabetes, Oxidative Stress and Physical Exercise. Atalay, Mustafa dan Laaksonen, David E. Kuopio : Department of Physiology, University of Kuopio, 4 March 2002, Journal of Sports Science & Medicine.

13. Oxidative Stress and Its Complications in Diabetes Mellitus. Goycheva, P., Gadjeva, V. dan Popov, B. Stara Zagora : Department of Internal Medicine, Department of Chemistry and Biochemistry - Medical Faculty, Thracian University, 2006, Trakia Journal of Sciences, Vol. 4, No.1, hal. 1-8. ISSN 1312-1723

14. PB PAPDI. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. [penyunt.] H.M. Sjaifoellah Noer, et al. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1996. Vol. 1.

49

Page 50: Lapsus Infark Anteroseptal OK

15. gizi-bahri

16. Jota, Santa. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika, 2001

17. Antman, Elliott M & Braunwald, Eugene. 2001. Acute Myocardial Infarction, Harrison's Principles of Internal Medicine 15th Edition Vol. 1. Hal. 1386-1398 (E. Braunwald, A. S. Fauci, D. L. Kasper, S. L. Hauser, D. L. Longo, & J. L. Jameson, Editors.) USA: The McGraw Hill Companies Inc.

18. Goldberger, A.L. 2001. Electrocardiography, Harrison's principles of Internal Medicine 15th Edition Vol. 1. Hal. 1262-1270 (E. Braunwald, A. S. Fauci, D. L. Kasper, S. L. Hauser, D. L. Longo, & J. L. Jameson, Editors). USA: The McGraw Hill Companies Inc.

19. Zimetbaum, Peter J., & Josephson, Mark E. 2003. Use of the Electrocardiogram in Acute Myocardial Infarction. The New England Journal of Medicine, vol. 348, hal. 933-940.

20. Pratanu, S., Yamin, & M., Harun, S. 2006. Elektrokardiografi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Hal. 1465-1470. (Aru W. Sudoyo, Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, M. Simadibrata, Siti setiati, Editor.) Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

21. Davies SW. Clinical presentation and diagnosis of coronary artery disease: stable angina. Department of Cardiology, Royal Brompton Hospital, London, UK . British Medical Bulletin (Oxford University Press) , 2001, Vol. 59:17-27

22. Cannon, C.P., Braunwald, E. 2008. Unstable Angina & Non-ST Elevation Myocardial Infarction. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. The McGraw Hill Companies, Inc. USA. Hal. 1527-1531

23. Antman, E.M., Selwyn, A.P., Braunwald, E., Loscalzo, J. 2008. Ischemic Heart Disease. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. The McGraw Hill Companies, Inc. USA. Hal. 1514-1527.

24. Harun, S & Alwi, I. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 4 jilid II. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI. Jakarta. Hal. 1641-1647

50