Upload
maria-chrismayani-hindom
View
68
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta
organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon,
jaringan ikat, lemak dan jaringan synovial (jaringan di sekitar persendian).
Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam
artian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Secara klinis,
tumor dibedakan atas golongan neoplasma dan nonneoplasma misalnya kista, akibat
reaksi radang atau hipertrofi.
Tumor jaringan lunak dapat terjadi di seluruh bagian tubuh mulai dari ujung
kepala sampai ujung kaki. Tumor jaringan lunak ini ada yang jinak dan ada yang ganas.
Tumor ganas atau kanker pada jaringan lunak dikenal sebagai sarcoma jaringan lunak
atau Soft Tissue Sarcoma (STS).
Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan, insidensnya
hanya sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7-15%
dari seluruh keganasan pada anak. Bisa ditemukan pada semua kelompok umur. Pada
anak-anak paling sering pada umur sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak
pada umur 45-50 tahun.
Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah yaitu
sebesar 46% di mana 75% ada diatas lutut terutama di daerah paha. Di anggota gerak atas
mulai dari lengan atas, lengan bawah hingga telapak tangan sekitar 13%. 30% di tubuh
bagian luar maupun dalam, seperti pada dinding perut, dan juga pada jaringan lunak
dalam perut maupun dekat ginjal atau yang disebut daerah retroperitoneum. Pada daerah
kepala dan leher sekitar 9% dan 1% di tempat lainnya, antara lain di dada.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta
organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon,
jaringan ikat, dan jaringan lemak. Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT)
adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel
baru.
2.2 Anatomi Fisiologi
Menurut Evelyn C. Pearce (2008:15), anatomi fisiologi jaringan lunak adalah
sebagai berikut :
1. Otot
Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi
bergerak. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama
dengan jaringan yang lain, semua ini diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil
oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur kontraktil
2. Tendon
Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa serabut-serabut
simpai yang berwarna putih, berkilap, dan tidak elastis.
3. Jaringan ikat
Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari jaringan areolar dan
serabut elastis.
2.3 Etiologi
Etiologi Soft Tissue Tumor :
1. Kondisi genetik
2
Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi
untuk beberapa tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan gen yang abnormal,
bahwa gen memiliki peran penting dalam diagnosis.
2. Radiasi
Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang
mendorong transformasi neoplastik.
3. Lingkungan
Sebuah hubungan antara eksposur ke berbagai karsinogen dan setelah itu
dilaporkan meningkatnya insiden tumor jaringan lunak.
4. Infeksi
Infeksi virus Epstein-Barr dalam orang yang kekebalannya lemah juga akan
meningkatkan kemungkinan tumor jaringan lunak.
5. Trauma
Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors nampaknya kebetulan. Trauma
mungkin menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.
2.4 Epidemiologi
Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan, insidensnya
hanya sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7-15 %
dari seluruh keganasan pada anak. Bisa ditemukan pada semua kelompok umur. Pada
anak-anak paling sering pada umur sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak
pada umur 45-50 tahun.
Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah yaitu
sebesar 46% dimana 75%-nya ada di atas lutut terutama di daerah paha.
Di anggota gerak atas mulai dari lengan atas, lengan bawah hingga telapak tangan sekitar
13%. 30% di tubuh bagian di bagian luar maupun dalam, seperti pada dinding perut, dan
juga pada jaringan lunak di dalam perut maupun dekat ginjal atau yang disebut daerah
retroperitoneum. Pada daerah kepala dan leher sekitar 9% dan 1% di tempat lainnya,
antara lain di dada.
2.5 Patofisiologi
3
Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT) adalah
proliferasi jaringan mesenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh.
Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas
bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30%
di badan.
Tumors jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak,
seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor
membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul
di lokasi seperti lekukan-lekukan tubuh.
Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu :
1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.
2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. Invasi lokal.
4. Metastasis jauh.
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkaan berdasarkan:
1. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu, dan gatal
bertambah apabila berkeringat. Karena gatal dan digaruk, maka timbul lesi
sehingga lesi bertambah meluas, terutama pada kulit yang lembap.
2. Gejala klinis yang khas
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 10%, bila positif
memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora (hifa yang
bercabang) yang khas pada infeksi dermatofita.2
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap
paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.5 Biakan
memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih
4
mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama dan sensitivitasnya
kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.2
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda kanker jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi di
mana tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit
yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya
terjadi akibat pendarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya
penekanan pada saraf-saraf tepi.
Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila
diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan
di sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat jauh.
Umumnya pertumbuhan kanker jaringan lunak relatif cepat membesar, berkembang
menjadi benjolan yang keras, dan bila digerakkan agak sukar dan dapat menyebar ke
tempat jauh ke paru-paru, liver maupun tulang. Kalau ukuran kanker sudah begitu besar,
dapat menyebabkan borok dan perdarahan pada kulit diatasnya.
2.8 Diagnosa
Metode diagnosis yang paling umum selain pemeriksaan klinis adalah
pemeriksaan biopsi, bisa dapat dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) atau biopsi
dari jaringan tumor langsung berupa biopsi insisi yaitu biopsi dengan mengambil jaringan
tumor sebagian sebagai contoh bila ukuran tumornya besar. Bila ukuran tumor kecil,
dapat dilakukan biopsi dengan pengangkatan seluruh tumor. Jaringan hasil biopsi
diperiksa oleh ahli patologi anatomi dan dapat diketahui apakah tumor jaringan lunak itu
jinak atau ganas. Bila jinak maka cukup hanya benjolannya saja yang diangkat, tetapi bila
ganas setalah dilakukan pengangkatan benjolan dilanjutkan dengan penggunaan
radioterapi dan kemoterapi. Bila ganas, dapat juga dilihat dan ditentukan jenis subtipe
histologis tumor tersebut, yang sangat berguna untuk menentukan tindakan selanjutnya.
5
2.9 Penatalaksanaan
Secara umum, pengobatan untuk jaringan lunak tumor tergantung pada tahap dari
tumor. Tahap tumor yang didasarkan pada ukuran dan tingkatan dari tumor. Pengobatan
pilihan untuk jaringan lunak tumors termasuk operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi.
1. Terapi Pembedahan (Surgical Therapy)
Bedah adalah yang paling umum untuk perawatan jaringan lunak tumors. Jika
memungkinkan, dokter akan menghapus kanker dan margin yang aman dari
jaringan sehat di sekitarnya. Penting untuk mendapatkan margin bebas tumor
untuk mengurangi kemungkinan kambuh lokal dan memberikan yang terbaik bagi
pembasmian dari tumor. Tergantung pada ukuran dan lokasi dari tumor, mungkin,
jarang sekali, diperlukan untuk menghapus semua atau bagian dari lengan atau
kaki.
2. Terapi Radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk operasi baik sebelum atau setelah shrink
Tumor operasi apapun untuk membunuh sel kanker yang mungkin tertinggal.
Dalam beberapa kasus, dapat digunakan untuk merawat tumor yang tidak dapat
dilakukan pembedahan. Dalam beberapa studi, terapi radiasi telah ditemukan
untuk memperbaiki tingkat lokal, tetapi belum ada yang berpengaruh pada
keseluruhan hidup.
3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat digunakan dengan terapi radiasi, baik sebelum atau sesudah
operasi untuk mencoba bersembunyi di setiap tumor atau membunuh sel kanker
yang tersisa. Penggunaan kemoterapi untuk mencegah penyebaran jaringan lunak
tumors belum membuktikan untuk lebih efektif. Jika kanker telah menyebar ke
area lain dari tubuh, kemoterapi dapat digunakan untuk Shrink Tumors dan
mengurangi rasa sakit dan menyebabkan kegelisahan mereka, tetapi tidak
mungkin untuk membasmi penyakit.
2.10 Komplikasi
Penyebaran atau metastasis kanker ini paling sering melalui pembuluh darah ke
paru-paru , ke liver, dan tulang. Jarang menyebar melalui kelenjar getah bening.
6
2.11 Prognosis
Pada kanker jaringan lunak yang sudah lanjut, dengan ukuran yang besar, resiko
kekambuhan setelah dilakukan tindakan operasi masih dapat terjadi. Oleh karena itu
setelah operasi biasanya penderita harus sering kontrol untuk memonitor ada tidaknya
kekambuhan pada daerah operasi ataupun kekambuhan ditempat jauh berupa metastasis
di paru, liver atau tulang.
2.12 Contoh Soft Tissue Tumor1. Lipoma2. Fibroma Desmoplastik3. Liposarkoma4. Fibrosarkoma
7
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : NMK
No.CM : 053975
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Br. Babakan Kangin, Badung
Pekerjaan : Pedagang
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SD
Tanggal Pemeriksaan : 16 Juli 2012
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Gatal pada lipatan paha, bokong dan ketiak kiri.
Perjalananan Penyakit :
Penderita mengeluh gatal pada lipatan paha, bokong dan ketiak kiri sejak tiga
bulan yang lalu Pada awalnya di lipatan paha, bokong dan ketiak kiri muncul bercak
kemerahan yang makin lama makin luas. Gatal dirasakan hilang timbul dan bila terkena
keringat gatal yang muncul makin hebat.
Riwayat Pengobatan :
8
Penderita belum sempat mengobati penyakitnya. Riwayat pemakaian minyak oles,
boreh disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Penderita belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Riwayat
penyakit sistemik seperti asma, hipertensi, jantung, dan diabetes mellitus disangkal
penderita.
Riwayat Penyakit dalam keluarga :
Di keluarga tidak ada yang mengalami kelainan yang sama dengan penderita.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 84 kali permenit, reguler
Respirasi : 20 kali permenit
Temperatur aksila : 36,6°C
BB : 70 Kg
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : anemia -/-, ikterus -/-
THT : dalam batas normal
Thorax : Cor : S1S2 normal, murmur (-)
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas : dalam batas normal
Status Dermatologi
9
1. Lokasi : Regio inguinal sinistra et dextra, gluteal sinistra et dextra,
aksila sinistra
Effloresensi :Plak hiperpigmentasi, multipel, bentuk geografika,
ukuran 3x4 – 6x8 cm, batas tegas, bagian tepi tampak
multipel papul eritema bentuk bulat, diameter 0,4 cm.
Dtutupi skuama tipis warna putih dan tampak central
healing.
2. Mukosa : dalam batas normal
3. Rambut : dalam batas normal
4. Kuku : dalam batas normal
5. Fungsi Kelenjar Keringat : dalam batas normal
6. Kelenjar Limfe : dalam batas normal
7. Saraf : dalam batas normal
Gambar 1. Effloresensi Penyakit Pasien pada Regio Gluteal Sinistra dan Dextra
10
Gambar 2. Effloresensi Penyakit Pasien pada Regio Aksila Sinistra
3.4 Diagnosis Banding
1. Tinea kruris et korporis
2. Eritrasma
3. Kandidosis intertriginosa
4. Psoriasis vulgaris
3.5 Pemeriksaan Penunjang
1. KOH 10%
11
2. Kultur jamur
3. Pemeriksaan gram
Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan penunjang KOH 10% dengan hasil
terdapat gambaran hifa panjang bersegmen (+) positif dan spora (+) positif.
3.6 Resume
Penderita perempuan, 57 tahun, Bali, Hindu, mengeluh gatal pada daerah lipatan
paha, bokong dan ketiak kiri sejak tiga bulan yang lalu Pada awalnya di lipatan paha,
bokong dan ketiak kiri muncul bercak kemerahan yang makin lama makin luas dan bila
terkena keringat gatal yang muncul makin hebat. Keluhan dirasakan hilang timbul.
Riwayat asma pada pasien disangkal. Pasien mengaku belum pernah menggunakan obat
untuk mengurangi gatal-gatalnya. Penderita belum pernah mengalami keluhan seperti ini.
Status Dermatologi :
Lokasi : Regio inguinal sinistra et dextra, gluteal sinistra et dextra, aksila sinistra
Effloresensi :Plak hiperpigmentasi, multipel, bentuk geografika, ukuran 3x4 – 6x8
cm, batas tegas, bagian tepi tampak multipel papul eritema bentuk bulat,
diameter 0,4 cm. Dtutupi skuama tipis warna putih dan tampak central
healing.
Pemeriksaan KOH 10% tampak hifa panjang bersegmen (+) positif dan spora (+) positif.
3.7 Diagnosis Kerja
Tinea Cruris et Corporis
3.8 Penatalaksanaan
Topikal : Terbenafin 20 gram
Asam salisilat 3 %
Sistemik : Mebhydrolin napadisylate 2 x 50 mg
KIE :
- Memakai pakaian tipis yang longgar dan mudah menyerap keringat,
pakaian yang telah dipakai langsung dicuci.
- Menghindari berkeringat yang berlebihan. Jika berkeringat sebaiknya
penderita berganti pakaian.
12
- Meningkatkan higiene dan memperbaiki makanan
3.9 Prognosis
Prognosis dari kelainan ini adalah dubius ad bonam.
13
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada tanggal 16 Juli 2012, pasien NMK, perempuan 57 tahun datang ke poli kulit
Rumah Sakit Indera Denpasar dengan keluhan utama gatal pada lipatan paha, bokong dan
ketiak kiri. Terhadap pasien dilakukan anamnesis, pemeriksaann fisik, dan pemeriksaan
penunjang, yang kemudian didiagnosis Tinea Cruris et Corporis.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa penderita mengeluh gatal pada bokong
dan ketiak kiri. Keluhan gatal sudah dialami selama ± 3 bulan Awalnya berupa bercak
kemerahan yang makin lama makin besar, dimana rasa gatal tersebut bertambah hebat
apabila penderita berkeringat. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa pada tinea
gejala yang muncul berupa gatal, apabila lesi terkena keringat maka akan bertambah
gatal. Selain itu terdapat bercak kemerahan yang makin lama makin meluas yang
mendukung bahwa disini terdapat tepi yang aktif yang membuat lesi makin meluas.
Berdasarkan riwayat sosial penderita, sehari-hari penderita bekerja sebagai pedagang
sayuran di pasar badung sehingga sering berkeringat. Meningkatnya kelembaban akibat
berkeringat dan higiene yang buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya tinea.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi maupun penyakit asma.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan letak lesi pada lipatan paha kanan kiri,
bokong dan ketiak kiri yang menunjang diagnosis ke arah Tinea Cruris dan Tinea
Corporis. Dimana tempat predileksi Tinea Corporis ialah daerah leher, badan, dan lengan.
Dari status dermatologi didapatkan lesi di aksila sinistra dengan effloresensi berupa plak
hiperpigmentasi, batas tegas, bentuk geografika, ukuran 3x4 – 6x6 cm, dengan bagian
tepi tampak multipel papul eritema bentuk bulat, diameter 0,4 cm. Tampak skuama halus
dan erosi. Sedangkan tempat predileksi Tinea Cruris ialah area genitokrural, sekitar anus,
bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah. Pada regio inguinal dan gluteal
sinistra dan dextra tampak effloresensi berupa plak hiperpigmentasi, batas tegas bentuk
bulat geografika, ukuran 3x5 – 6x8 cm ditutupi skuama putih halus, tepi aktif dan
tampak central healing.
Dari pemeriksaan KOH 10 % didapatkan hifa panjang bersegmen dan spora.
Selain itu dari efloresensi didapatkan lesi dengan tepi aktif dan central healing yang
14
diperkuat dengan hasil pemeriksaan KOH yang positif, hal ini sesuai dengan teori bahwa
pada tinea korporis terdapat daerah tengah yang biasanya lebih tenang, sementara yang di
tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang sering disebut dengan central healing.
Di dalam mendiagnosis tinea kruris kadang kita dibingungkan dengan kandidosis
intertriginosa karena memiliki predileksi yang sama-sama terjadi didaerah lipatan paha
dan memiliki bentuk klinis yang mirip yaitu bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah,
dan eritematosus. Yang menyebabkan pada penderita tidak dapat didiagnosis kandidosis
intertriginosa,karena dari status dermatologinya kita tidak mendapatkan adanya lesi
satelit, sedangkan untuk dapat mendiagnosis kandidosis intertriginosa paling tidak kita
menemukan adanya lesi satelit, karena hal tersebut yang membedakan tinea kruris dengan
kandidosis intertriginosa. Dimana lesi satelit tersebut dikelilingi oleh satelit berupa
vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah
yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.5
Untuk mendiagnosis tinea korporis terkadang kita dibingungkan dengan psoriasis
vulgaris karena penyakit ini predileksinya adalah di daerah ekstensor, misalnya lutut,
siku, dan punggung.5 Tetapi dapat kita singkirkan karena bila dilihat dari effloresensinya
tidak terdapat tepi aktif ataupun sentral healing tapi pada tinea korporis memiliki
effloresensi berupa tepi aktif dan central healing.
Kelainan berupa tinea korporis dapat muncul secara bersamaan dengan tinea
kruris dan pada penderita ini kejadian tinea kruris dan korporis terjadi bersamaan
sehingga dapat didiagnosis dengan tinea cruris et corporis.5
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan obat
secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah terbenafin 20 gram yang
dicampur dengan asam salisilat 3% dalam bentuk krim yang dioleskan dua kali sehari
dan obat sistemik yang diberikan adalah mebhidrolin napadisylate 2 x 50 mg. Selanjutnya
yang juga penting adalah memberikan KIE kepada penderita untuk menghilangkan faktor
predisposisi tinea seperti meningkatnya kelembapan dan hiegiene yang buruk dengan
memakai pakaian tipis yang longgar dan mudah menyerap keringat, pakaian yang telah
dipakai langsung dicuci, tidak dipakai berkali-kali, jika berkeringat sebaiknya penderita
segera berganti pakaian. Selain itu penderita diberikan penjelasan mengenai penyakitnya
bahwa penyakit jamurnya membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh, sehingga
15
penderita diharapkan patuh berobat. Prognosis dari penderita ini umumnya baik jika
penderita rutin berobat terus sampai penyakitnya sembuh dan faktor predisposisi
dihilangkan.
16
BAB V
RINGKASAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah:
1. Penderita didiagnosis dengan tinea korporis et cruris berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan mendukung ke arah diagnosis tersebut. Dari
anamnesis didapatkan gatal di sekitar ketiak, lipatan paha dan bokong yang terasa
semakin berat apabila terkena keringat dan timbulnya bercak kemerahan yang
membesar. Dari pemeriksaan fisik, status dermatologi didapatkan gambaran lesi
berupa plak eritema dengan tepi yang aktif dan tampak central healing yang
ditunjang dengan pemeriksaan KOH yang positif terdapat hifa panjang
bersegmen dan spora.
2. Faktor predisposisi pada penderita adalah meningkatnya kelembaban akibat
penderita sering berkeringat dan hiegiene yang buruk.
3. Penatalaksamaa yang diberikan pada penderita adalah dengan pengobatan topikal
dan sistemik. Obat topikal yng diberikan adalah terbinafin 20 gram dicampur
dengan asam salisilat 3% dalam bentuk krim sedangkan untuk obat sistemik
diberikan mebhidrolin napadisilat 2x50 mg.
4. Pemberian KIE sangat penting daam kasus ini, hal ini disebabkan karena penyakit
ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk sembuh dan angka
kekambuhannya cukup tinggi dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
predisposisi dan kesabaran serta ketaatan penderita untuk berobat.
5. Prognosis penderita dubius ad bonam.
5.2 Saran
Pada penanganan penderita Tinea Cruris et Corporis hal yang sangat penting adalah
pengobatannya sampai tuntas yang dilakukan dengan memberikan KIE kepada penderita
mengenai etiologi, perjalanan penyakit, dan cara pengobatannya, selain itu penting juga
ditekankan untuk meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja,U. 2002. Infestasi Jamur. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI
2. Budimulja U, Sunoto DT, Arjatmo. 2003. Penyakit Jamur. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
3. Duarsa NW dkk. 2007. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Kulit Dan Kelamin
RSUP Denpasar. Denpasar. Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
4. Sularsito SA dkk. 1996. Dermatologi Praktis. Jakarta: Perkumpulan Ahli Dermato –
Venereologi Indonesia, Jakarta (1986).
5. Djuanda A dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
6. Kasansengari US dkk. 1992. Kumpulan Naskah Simposium Dermato- Mikologi.
Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/ RS Dr. Soetomo
7. Siregar RS. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC: Jakarta. Hal 17-31
8. Hainer BL. 2003. Dermatophyte Infections. http://www.ncbi.nm.nih.gov/pubmed/
12537173 (akses 16 Juli 2012)
18