26
BAB 1 PENDAHULUAN Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon, jaringan ikat, lemak dan jaringan synovial (jaringan di sekitar persendian). Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam artian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Secara klinis, tumor dibedakan atas golongan neoplasma dan nonneoplasma misalnya kista, akibat reaksi radang atau hipertrofi. Tumor jaringan lunak dapat terjadi di seluruh bagian tubuh mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tumor jaringan lunak ini ada yang jinak dan ada yang ganas. Tumor ganas atau kanker pada jaringan lunak dikenal sebagai sarcoma jaringan lunak atau Soft Tissue Sarcoma (STS). Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan, insidensnya hanya sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7-15% dari seluruh keganasan pada anak. Bisa ditemukan pada semua kelompok umur. Pada anak-anak paling sering pada umur sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak pada umur 45-50 tahun. 1

Lapsus Indera TINEA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapsus Indera TINEA

BAB 1

PENDAHULUAN

Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta

organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon,

jaringan ikat, lemak dan jaringan synovial (jaringan di sekitar persendian).

Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam

artian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Secara klinis,

tumor dibedakan atas golongan neoplasma dan nonneoplasma misalnya kista, akibat

reaksi radang atau hipertrofi.

Tumor jaringan lunak dapat terjadi di seluruh bagian tubuh mulai dari ujung

kepala sampai ujung kaki. Tumor jaringan lunak ini ada yang jinak dan ada yang ganas.

Tumor ganas atau kanker pada jaringan lunak dikenal sebagai sarcoma jaringan lunak

atau Soft Tissue Sarcoma (STS).

Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan, insidensnya

hanya sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7-15%

dari seluruh keganasan pada anak. Bisa ditemukan pada semua kelompok umur. Pada

anak-anak paling sering pada umur sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak

pada umur 45-50 tahun.

Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah yaitu

sebesar 46% di mana 75% ada diatas lutut terutama di daerah paha. Di anggota gerak atas

mulai dari lengan atas, lengan bawah hingga telapak tangan sekitar 13%. 30% di tubuh

bagian luar maupun dalam, seperti pada dinding perut, dan juga pada jaringan lunak

dalam perut maupun dekat ginjal atau yang disebut daerah retroperitoneum. Pada daerah

kepala dan leher sekitar 9% dan 1% di tempat lainnya, antara lain di dada.

1

Page 2: Lapsus Indera TINEA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta

organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon,

jaringan ikat, dan jaringan lemak. Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT)

adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel

baru.

2.2 Anatomi Fisiologi

Menurut Evelyn C. Pearce (2008:15), anatomi fisiologi jaringan lunak adalah

sebagai berikut :

1. Otot

Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi

bergerak. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama

dengan jaringan yang lain, semua ini diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil

oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur kontraktil

2. Tendon

Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa serabut-serabut

simpai yang berwarna putih, berkilap, dan tidak elastis.

3. Jaringan ikat

Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari jaringan areolar dan

serabut elastis.

2.3 Etiologi

Etiologi Soft Tissue Tumor :

1. Kondisi genetik

2

Page 3: Lapsus Indera TINEA

Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi

untuk beberapa tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan gen yang abnormal,

bahwa gen memiliki peran penting dalam diagnosis.

2. Radiasi

Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang

mendorong transformasi neoplastik.

3. Lingkungan

Sebuah hubungan antara eksposur ke berbagai karsinogen dan setelah itu

dilaporkan meningkatnya insiden tumor jaringan lunak.

4. Infeksi

Infeksi virus Epstein-Barr dalam orang yang kekebalannya lemah juga akan

meningkatkan kemungkinan tumor jaringan lunak.

5. Trauma

Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors nampaknya kebetulan. Trauma

mungkin menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.

2.4 Epidemiologi

Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan, insidensnya

hanya sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7-15 %

dari seluruh keganasan pada anak. Bisa ditemukan pada semua kelompok umur. Pada

anak-anak paling sering pada umur sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak

pada umur 45-50 tahun.

Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah yaitu

sebesar 46% dimana 75%-nya ada di atas lutut terutama di daerah paha.

Di anggota gerak atas mulai dari lengan atas, lengan bawah hingga telapak tangan sekitar

13%. 30% di tubuh bagian di bagian luar maupun dalam, seperti pada dinding perut, dan

juga pada jaringan lunak di dalam perut maupun dekat ginjal atau yang disebut daerah

retroperitoneum. Pada daerah kepala dan leher sekitar 9% dan 1% di tempat lainnya,

antara lain di dada.

2.5 Patofisiologi

3

Page 4: Lapsus Indera TINEA

Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT) adalah

proliferasi jaringan mesenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh.

Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas

bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30%

di badan.

Tumors jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak,

seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor

membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul

di lokasi seperti lekukan-lekukan tubuh.

Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu :

1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.

2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.

3. Invasi lokal.

4. Metastasis jauh.

2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkaan berdasarkan:

1. Anamnesa

Dari anamnesa didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu, dan gatal

bertambah apabila berkeringat. Karena gatal dan digaruk, maka timbul lesi

sehingga lesi bertambah meluas, terutama pada kulit yang lembap.

2. Gejala klinis yang khas

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 10%, bila positif

memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora (hifa yang

bercabang) yang khas pada infeksi dermatofita.2

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan

langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap

paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.5 Biakan

memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih

4

Page 5: Lapsus Indera TINEA

mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama dan sensitivitasnya

kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.2

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda kanker jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi di

mana tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit

yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya

terjadi akibat pendarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya

penekanan pada saraf-saraf tepi.

Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila

diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan

di sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat jauh.

Umumnya pertumbuhan kanker jaringan lunak relatif cepat membesar, berkembang

menjadi benjolan yang keras, dan bila digerakkan agak sukar dan dapat menyebar ke

tempat jauh ke paru-paru, liver maupun tulang. Kalau ukuran kanker sudah begitu besar,

dapat menyebabkan borok dan perdarahan pada kulit diatasnya.

2.8 Diagnosa

Metode diagnosis yang paling umum selain pemeriksaan klinis adalah

pemeriksaan biopsi, bisa dapat dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) atau biopsi

dari jaringan tumor langsung berupa biopsi insisi yaitu biopsi dengan mengambil jaringan

tumor sebagian sebagai contoh bila ukuran tumornya besar. Bila ukuran tumor kecil,

dapat dilakukan biopsi dengan pengangkatan seluruh tumor. Jaringan hasil biopsi

diperiksa oleh ahli patologi anatomi dan dapat diketahui apakah tumor jaringan lunak itu

jinak atau ganas. Bila jinak maka cukup hanya benjolannya saja yang diangkat, tetapi bila

ganas setalah dilakukan pengangkatan benjolan dilanjutkan dengan penggunaan

radioterapi dan kemoterapi. Bila ganas, dapat juga dilihat dan ditentukan jenis subtipe

histologis tumor tersebut, yang sangat berguna untuk menentukan tindakan selanjutnya.

5

Page 6: Lapsus Indera TINEA

2.9 Penatalaksanaan

Secara umum, pengobatan untuk jaringan lunak tumor tergantung pada tahap dari

tumor. Tahap tumor yang didasarkan pada ukuran dan tingkatan dari tumor. Pengobatan

pilihan untuk jaringan lunak tumors termasuk operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi.

1. Terapi Pembedahan (Surgical Therapy)

Bedah adalah yang paling umum untuk perawatan jaringan lunak tumors. Jika

memungkinkan, dokter akan menghapus kanker dan margin yang aman dari

jaringan sehat di sekitarnya. Penting untuk mendapatkan margin bebas tumor

untuk mengurangi kemungkinan kambuh lokal dan memberikan yang terbaik bagi

pembasmian dari tumor. Tergantung pada ukuran dan lokasi dari tumor, mungkin,

jarang sekali, diperlukan untuk menghapus semua atau bagian dari lengan atau

kaki.

2. Terapi Radiasi

Terapi radiasi dapat digunakan untuk operasi baik sebelum atau setelah shrink

Tumor operasi apapun untuk membunuh sel kanker yang mungkin tertinggal.

Dalam beberapa kasus, dapat digunakan untuk merawat tumor yang tidak dapat

dilakukan pembedahan. Dalam beberapa studi, terapi radiasi telah ditemukan

untuk memperbaiki tingkat lokal, tetapi belum ada yang berpengaruh pada

keseluruhan hidup.

3. Kemoterapi

Kemoterapi dapat digunakan dengan terapi radiasi, baik sebelum atau sesudah

operasi untuk mencoba bersembunyi di setiap tumor atau membunuh sel kanker

yang tersisa. Penggunaan kemoterapi untuk mencegah penyebaran jaringan lunak

tumors belum membuktikan untuk lebih efektif. Jika kanker telah menyebar ke

area lain dari tubuh, kemoterapi dapat digunakan untuk Shrink Tumors dan

mengurangi rasa sakit dan menyebabkan kegelisahan mereka, tetapi tidak

mungkin untuk membasmi penyakit.

2.10 Komplikasi

Penyebaran atau metastasis kanker ini paling sering melalui pembuluh darah ke

paru-paru , ke liver, dan tulang. Jarang menyebar melalui kelenjar getah bening.

6

Page 7: Lapsus Indera TINEA

2.11 Prognosis

Pada kanker jaringan lunak yang sudah lanjut, dengan ukuran yang besar, resiko

kekambuhan setelah dilakukan tindakan operasi masih dapat terjadi. Oleh karena itu

setelah operasi biasanya penderita harus sering kontrol untuk memonitor ada tidaknya

kekambuhan pada daerah operasi ataupun kekambuhan ditempat jauh berupa metastasis

di paru, liver atau tulang.

2.12 Contoh Soft Tissue Tumor1. Lipoma2. Fibroma Desmoplastik3. Liposarkoma4. Fibrosarkoma

  

7

Page 8: Lapsus Indera TINEA

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : NMK

No.CM : 053975

Umur : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Br. Babakan Kangin, Badung

Pekerjaan : Pedagang

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : Tamat SD

Tanggal Pemeriksaan : 16 Juli 2012

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Gatal pada lipatan paha, bokong dan ketiak kiri.

Perjalananan Penyakit :

Penderita mengeluh gatal pada lipatan paha, bokong dan ketiak kiri sejak tiga

bulan yang lalu Pada awalnya di lipatan paha, bokong dan ketiak kiri muncul bercak

kemerahan yang makin lama makin luas. Gatal dirasakan hilang timbul dan bila terkena

keringat gatal yang muncul makin hebat.

Riwayat Pengobatan :

8

Page 9: Lapsus Indera TINEA

Penderita belum sempat mengobati penyakitnya. Riwayat pemakaian minyak oles,

boreh disangkal.

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Penderita belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Riwayat

penyakit sistemik seperti asma, hipertensi, jantung, dan diabetes mellitus disangkal

penderita.

Riwayat Penyakit dalam keluarga :

Di keluarga tidak ada yang mengalami kelainan yang sama dengan penderita.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Nadi : 84 kali permenit, reguler

Respirasi : 20 kali permenit

Temperatur aksila : 36,6°C

BB : 70 Kg

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : anemia -/-, ikterus -/-

THT : dalam batas normal

Thorax : Cor : S1S2 normal, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak

teraba

Ekstremitas : dalam batas normal

Status Dermatologi

9

Page 10: Lapsus Indera TINEA

1. Lokasi : Regio inguinal sinistra et dextra, gluteal sinistra et dextra,

aksila sinistra

Effloresensi :Plak hiperpigmentasi, multipel, bentuk geografika,

ukuran 3x4 – 6x8 cm, batas tegas, bagian tepi tampak

multipel papul eritema bentuk bulat, diameter 0,4 cm.

Dtutupi skuama tipis warna putih dan tampak central

healing.

2. Mukosa : dalam batas normal

3. Rambut : dalam batas normal

4. Kuku : dalam batas normal

5. Fungsi Kelenjar Keringat : dalam batas normal

6. Kelenjar Limfe : dalam batas normal

7. Saraf : dalam batas normal

Gambar 1. Effloresensi Penyakit Pasien pada Regio Gluteal Sinistra dan Dextra

10

Page 11: Lapsus Indera TINEA

Gambar 2. Effloresensi Penyakit Pasien pada Regio Aksila Sinistra

3.4 Diagnosis Banding

1. Tinea kruris et korporis

2. Eritrasma

3. Kandidosis intertriginosa

4. Psoriasis vulgaris

3.5 Pemeriksaan Penunjang

1. KOH 10%

11

Page 12: Lapsus Indera TINEA

2. Kultur jamur

3. Pemeriksaan gram

Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan penunjang KOH 10% dengan hasil

terdapat gambaran hifa panjang bersegmen (+) positif dan spora (+) positif.

3.6 Resume

Penderita perempuan, 57 tahun, Bali, Hindu, mengeluh gatal pada daerah lipatan

paha, bokong dan ketiak kiri sejak tiga bulan yang lalu Pada awalnya di lipatan paha,

bokong dan ketiak kiri muncul bercak kemerahan yang makin lama makin luas dan bila

terkena keringat gatal yang muncul makin hebat. Keluhan dirasakan hilang timbul.

Riwayat asma pada pasien disangkal. Pasien mengaku belum pernah menggunakan obat

untuk mengurangi gatal-gatalnya. Penderita belum pernah mengalami keluhan seperti ini.

Status Dermatologi :

Lokasi : Regio inguinal sinistra et dextra, gluteal sinistra et dextra, aksila sinistra

Effloresensi :Plak hiperpigmentasi, multipel, bentuk geografika, ukuran 3x4 – 6x8

cm, batas tegas, bagian tepi tampak multipel papul eritema bentuk bulat,

diameter 0,4 cm. Dtutupi skuama tipis warna putih dan tampak central

healing.

Pemeriksaan KOH 10% tampak hifa panjang bersegmen (+) positif dan spora (+) positif.

3.7 Diagnosis Kerja

Tinea Cruris et Corporis

3.8 Penatalaksanaan

Topikal : Terbenafin 20 gram

Asam salisilat 3 %

Sistemik : Mebhydrolin napadisylate 2 x 50 mg

KIE :

- Memakai pakaian tipis yang longgar dan mudah menyerap keringat,

pakaian yang telah dipakai langsung dicuci.

- Menghindari berkeringat yang berlebihan. Jika berkeringat sebaiknya

penderita berganti pakaian.

12

Page 13: Lapsus Indera TINEA

- Meningkatkan higiene dan memperbaiki makanan

3.9 Prognosis

Prognosis dari kelainan ini adalah dubius ad bonam.

13

Page 14: Lapsus Indera TINEA

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada tanggal 16 Juli 2012, pasien NMK, perempuan 57 tahun datang ke poli kulit

Rumah Sakit Indera Denpasar dengan keluhan utama gatal pada lipatan paha, bokong dan

ketiak kiri. Terhadap pasien dilakukan anamnesis, pemeriksaann fisik, dan pemeriksaan

penunjang, yang kemudian didiagnosis Tinea Cruris et Corporis.

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa penderita mengeluh gatal pada bokong

dan ketiak kiri. Keluhan gatal sudah dialami selama ± 3 bulan Awalnya berupa bercak

kemerahan yang makin lama makin besar, dimana rasa gatal tersebut bertambah hebat

apabila penderita berkeringat. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa pada tinea

gejala yang muncul berupa gatal, apabila lesi terkena keringat maka akan bertambah

gatal. Selain itu terdapat bercak kemerahan yang makin lama makin meluas yang

mendukung bahwa disini terdapat tepi yang aktif yang membuat lesi makin meluas.

Berdasarkan riwayat sosial penderita, sehari-hari penderita bekerja sebagai pedagang

sayuran di pasar badung sehingga sering berkeringat. Meningkatnya kelembaban akibat

berkeringat dan higiene yang buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya tinea.

Pasien tidak memiliki riwayat alergi maupun penyakit asma.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan letak lesi pada lipatan paha kanan kiri,

bokong dan ketiak kiri yang menunjang diagnosis ke arah Tinea Cruris dan Tinea

Corporis. Dimana tempat predileksi Tinea Corporis ialah daerah leher, badan, dan lengan.

Dari status dermatologi didapatkan lesi di aksila sinistra dengan effloresensi berupa plak

hiperpigmentasi, batas tegas, bentuk geografika, ukuran 3x4 – 6x6 cm, dengan bagian

tepi tampak multipel papul eritema bentuk bulat, diameter 0,4 cm. Tampak skuama halus

dan erosi. Sedangkan tempat predileksi Tinea Cruris ialah area genitokrural, sekitar anus,

bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah. Pada regio inguinal dan gluteal

sinistra dan dextra tampak effloresensi berupa plak hiperpigmentasi, batas tegas bentuk

bulat geografika, ukuran 3x5 – 6x8 cm ditutupi skuama putih halus, tepi aktif dan

tampak central healing.

Dari pemeriksaan KOH 10 % didapatkan hifa panjang bersegmen dan spora.

Selain itu dari efloresensi didapatkan lesi dengan tepi aktif dan central healing yang

14

Page 15: Lapsus Indera TINEA

diperkuat dengan hasil pemeriksaan KOH yang positif, hal ini sesuai dengan teori bahwa

pada tinea korporis terdapat daerah tengah yang biasanya lebih tenang, sementara yang di

tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang sering disebut dengan central healing.

Di dalam mendiagnosis tinea kruris kadang kita dibingungkan dengan kandidosis

intertriginosa karena memiliki predileksi yang sama-sama terjadi didaerah lipatan paha

dan memiliki bentuk klinis yang mirip yaitu bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah,

dan eritematosus. Yang menyebabkan pada penderita tidak dapat didiagnosis kandidosis

intertriginosa,karena dari status dermatologinya kita tidak mendapatkan adanya lesi

satelit, sedangkan untuk dapat mendiagnosis kandidosis intertriginosa paling tidak kita

menemukan adanya lesi satelit, karena hal tersebut yang membedakan tinea kruris dengan

kandidosis intertriginosa. Dimana lesi satelit tersebut dikelilingi oleh satelit berupa

vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah

yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.5

Untuk mendiagnosis tinea korporis terkadang kita dibingungkan dengan psoriasis

vulgaris karena penyakit ini predileksinya adalah di daerah ekstensor, misalnya lutut,

siku, dan punggung.5 Tetapi dapat kita singkirkan karena bila dilihat dari effloresensinya

tidak terdapat tepi aktif ataupun sentral healing tapi pada tinea korporis memiliki

effloresensi berupa tepi aktif dan central healing.

Kelainan berupa tinea korporis dapat muncul secara bersamaan dengan tinea

kruris dan pada penderita ini kejadian tinea kruris dan korporis terjadi bersamaan

sehingga dapat didiagnosis dengan tinea cruris et corporis.5

Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan obat

secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah terbenafin 20 gram yang

dicampur dengan asam salisilat 3% dalam bentuk krim yang dioleskan dua kali sehari

dan obat sistemik yang diberikan adalah mebhidrolin napadisylate 2 x 50 mg. Selanjutnya

yang juga penting adalah memberikan KIE kepada penderita untuk menghilangkan faktor

predisposisi tinea seperti meningkatnya kelembapan dan hiegiene yang buruk dengan

memakai pakaian tipis yang longgar dan mudah menyerap keringat, pakaian yang telah

dipakai langsung dicuci, tidak dipakai berkali-kali, jika berkeringat sebaiknya penderita

segera berganti pakaian. Selain itu penderita diberikan penjelasan mengenai penyakitnya

bahwa penyakit jamurnya membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh, sehingga

15

Page 16: Lapsus Indera TINEA

penderita diharapkan patuh berobat. Prognosis dari penderita ini umumnya baik jika

penderita rutin berobat terus sampai penyakitnya sembuh dan faktor predisposisi

dihilangkan.

16

Page 17: Lapsus Indera TINEA

BAB V

RINGKASAN

5.1 Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah:

1. Penderita didiagnosis dengan tinea korporis et cruris berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang dilakukan mendukung ke arah diagnosis tersebut. Dari

anamnesis didapatkan gatal di sekitar ketiak, lipatan paha dan bokong yang terasa

semakin berat apabila terkena keringat dan timbulnya bercak kemerahan yang

membesar. Dari pemeriksaan fisik, status dermatologi didapatkan gambaran lesi

berupa plak eritema dengan tepi yang aktif dan tampak central healing yang

ditunjang dengan pemeriksaan KOH yang positif terdapat hifa panjang

bersegmen dan spora.

2. Faktor predisposisi pada penderita adalah meningkatnya kelembaban akibat

penderita sering berkeringat dan hiegiene yang buruk.

3. Penatalaksamaa yang diberikan pada penderita adalah dengan pengobatan topikal

dan sistemik. Obat topikal yng diberikan adalah terbinafin 20 gram dicampur

dengan asam salisilat 3% dalam bentuk krim sedangkan untuk obat sistemik

diberikan mebhidrolin napadisilat 2x50 mg.

4. Pemberian KIE sangat penting daam kasus ini, hal ini disebabkan karena penyakit

ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk sembuh dan angka

kekambuhannya cukup tinggi dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

predisposisi dan kesabaran serta ketaatan penderita untuk berobat.

5. Prognosis penderita dubius ad bonam.

5.2 Saran

Pada penanganan penderita Tinea Cruris et Corporis hal yang sangat penting adalah

pengobatannya sampai tuntas yang dilakukan dengan memberikan KIE kepada penderita

mengenai etiologi, perjalanan penyakit, dan cara pengobatannya, selain itu penting juga

ditekankan untuk meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan.

17

Page 18: Lapsus Indera TINEA

DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja,U. 2002. Infestasi Jamur. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI

2. Budimulja U, Sunoto DT, Arjatmo. 2003. Penyakit Jamur. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

3. Duarsa NW dkk. 2007. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Kulit Dan Kelamin

RSUP Denpasar. Denpasar. Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana

4. Sularsito SA dkk. 1996. Dermatologi Praktis. Jakarta: Perkumpulan Ahli Dermato –

Venereologi Indonesia, Jakarta (1986).

5. Djuanda A dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

6. Kasansengari US dkk. 1992. Kumpulan Naskah Simposium Dermato- Mikologi.

Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga/ RS Dr. Soetomo

7. Siregar RS. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC: Jakarta. Hal 17-31

8. Hainer BL. 2003. Dermatophyte Infections. http://www.ncbi.nm.nih.gov/pubmed/

12537173 (akses 16 Juli 2012)

18