27
LAPORAN KASUS I Otitis Media Akut Stadium Perforasi Dextra Oleh : Nama : Putri Krishna Kumara Dewi NIM : H1A 007 050 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

Lapsus I - OMA Perforasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

OMA stadium perforasi

Citation preview

Page 1: Lapsus I - OMA Perforasi

LAPORAN KASUS I

Otitis Media Akut Stadium Perforasi Dextra

Oleh :

Nama : Putri Krishna Kumara Dewi

NIM : H1A 007 050

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2011

Page 2: Lapsus I - OMA Perforasi

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media supuratif akut atau otitis

media akut (OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media supuratif, yang dapat

berkembang menjadi OMSK bila tidak diterapi dengan baik. Otitis media akut (OMA)

terjadi akibat faktor pertahanan tubuh yang terganggu. Sumbatan tuba Eustachius

merupakan faktor penyebab terjadinya OMA. Fungsi tuba sebagai barrier masuknya

mikroba ke telinga tengah menjadi terganggu akibat adanya sumbatan tuba. Infeksi

saluran napas atas merupakan faktor pencetus terjadinya gangguan pada tuba. Makin

sering seseorang terutama anak-anak mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar

kemungkinannya orang tersebut mengalami OMA (Djaafar dkk dalam Soepardi dkk,

2007).

Bakteri penyebab OMA yang utama adalah Streptokokus hemolitikus,

Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Selain itu kadang juga dapat disebabkan oleh

Hemofilus influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris,

dan Pseudomonas aurugenosa. Perubahan telinga tengah sebagai akibat infeksi dibagi

atas 5 stadium berdasarkan gambaran membran timpani yang tampak dari luar: (1)

stadium oklusi tuba yang ditandai adanya retraksi membran timpani akibat tekanan

negatif dalam telinga tengah; (2) stadium hiperemis, yang ditandai adanya edema,

hiperemia, dan pelebaran pembuluh darah pada membran timpani; (3) stadium supurasi,

yaitu terbentuknya eksudat yang purulen di dalam telinga tengah, menyebabkan bulging

membran timpani, dan nyeri di telinga bertambah berat; (4) Stadium perforasi yang

terlihat dengan adanya ruptur membran timpani dan nanah mengalir ke telinga luar; (5)

stadium resolusi yaitu bila keadaan telinga tengah kembali normal dan perforasi

membran timpani tertutup. Bila pada stadium resolusi penyembuhan tidak berjalan

dengan baik, maka perforasi bisa menetap dengan sekret yang mengalir terus atau

menghilang, berkembang menjadi OMSK (Djaafar dkk dalam Soepardi dkk, 2007) .

Page 3: Lapsus I - OMA Perforasi

Pada laporan kasus ini penulis akan menjabarkan mengenai kasus OMA Dextra

Stadium Perforasi yang ditemukan di Poliklinik THT RSU NTB pada tanggal 7

Oktober 2011.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Telinga Tengah

Anatomi Telinga

Gambar 1. Anatomi telinga

Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga

terdiri atas 3 bagian yaitu (Graaf, 2001):

1. Telinga luar

2. Telinga tengah dan

3. Telinga dalam

Anatomi Telinga Tengah

Page 4: Lapsus I - OMA Perforasi

Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak

di bagian petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan

(Djaafar dkk dalam Soepardi dkk, 2007):

Batas luar: membran timpani

Batas depan: Tuba Eustachius

Batas bawah: Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam: Berturut- turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.

1. Membran timpani. Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di

dalamnya merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian

anterior pada pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris

bersilia. Lamina propria tipis dan menyatu dengan periosteum (Seeley, 2004).

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga

dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida

(membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran

propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel

Page 5: Lapsus I - OMA Perforasi

kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel

mukosa saluran pernafasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu

lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara

radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam (Djaafar dkk dalam Soepardi

dkk, 2007) .

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut

sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah

bawah, yaitu pada pukul 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran

timpani kiri pada arah jam 7. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang

dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat dua serabut

yaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan timbulnya refleks cahaya (Djaafar

dkk dalam Soepardi dkk, 2007) .

Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan

prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,

sehingga didapatkan bagian/kuadran:

Atas-depan

Atas-belakang

Bawah depan

Bawah belakang

Page 6: Lapsus I - OMA Perforasi

2. Tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini

merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat

pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di

atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval

(fenestra ovalis) pada dinding dalam (Seeley, 2004).

3. Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot-

otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi

tinggi.

a. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonnya

berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah

tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke

lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus.

b. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam

dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes.

4. Dua buah tingkap.

Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,

memisahkan rongga timpani dari perilimf e dalam skal a vestibuli koklea . Oleh

karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-

Page 7: Lapsus I - OMA Perforasi

tulang pendengaran ke perilimf telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan

tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup pengaman yang terletak

dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan

diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra

rotundum). Membran ini memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala

timpani koklea (Seeley, 2004).

5. Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan nasofarings

lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya

saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat,

selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding

tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga

telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran timpani

menjadi seimbang (Seeley, 2004).

II. Otitis Media Akut

Otitis Media

1. Definisi

Page 8: Lapsus I - OMA Perforasi

Djafaar dkk dalam Buku Ajar THT-KL mendefinisikan otitis media sebagai

peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan

sel-sel mastoid.

2. Epidemiologi

Faktor-faktor yang mempenfaruhi angka kejadian otitis media yaitu usia, jenis

kelamin, ras, latar belakang genetik, status sosioekonomi, jenis susu saat bayi, derajat

paparan terhadap rokok, ada tidaknya alergi pada sistem respirasi, musim, dan status

vaksinasi pneumokokus .

3. Patogenesis

Gangguan tuba

Etiologi:

Perubahan tekanan udara

tiba-tiba

Alergi

Infeksi

Sumbatan: sekret, tampon, tumor

Tekanan negative telinga tengah Efusi

Sembuh/normal

Fungsi tuba tetap terganggu

Infeksi (-)

OME (otitis media efusi)Fungsi tuba

tetap terganggu

Infeksi (+)

OMA (otitis media akut)

Sembuh OME OMSK (otitis media supuratif kronik)

Page 9: Lapsus I - OMA Perforasi

Otitis Media Akut

a. Factor pencetus terjadinya otitis media akut menurut Djafaar dkk.:

Terganggunya factor pertahanan tubuh, yaitu terganggunya silia pada mukosa

tuba Eustachius

Sumbatan tuba Eustachius

Infeksi saluran napas atas, semakin sering terkena ISPA maka makin besar

kemungkinan anak mengalami OMA.

Pada anak anatomi tuba Eustachius juga terlibat mempermudah terjadinya

OMA.

Bakteri piogenik merupakan penyebab utama OMA (otitis media akut), seperti

Streptococcus haemolyticus, Stafilococcus aureus, pneumakokus. Kadang- kadang

Haemophylus influenza ditemukan juga.

b. Djafaar dkk. Membagi OMA dalam beberapa 5 stadium (Djaafar dkk dalam

Soepardi dkk, 2007) :

Stadium

Oklusi Tuba

Eustachius

- Retraksi membran timpani karena adanya tekanan negatif di

telinga tengah akibat absorpsi udara.

- kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat

- efusi tidak dapat dideteksi

- stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa karena virus

atau alergi

stadium

hiperemis (pre-

supurasi)

- Pelebaran pembuluh darah di membran timpani tampak

hiperemis dan edem

- Terbentuk sekret yang mungkin bersifat eksudat serosa sukar

terlihat

stadium

supurasi

- Edema hebat pada mukosa telinga tengah, sel epitel superfisialis

hancur, terbentuk eksudat purulen di kavum timpani membran

timpani menonjol ke arah telinga luar

- Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi dan suhu,

pertambahan nyeri telinga

Page 10: Lapsus I - OMA Perforasi

- Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena tekanan nanah

iskemik, tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosa dan

submukosa daerah ini tampak kekuningan dan lebih lembek

akan terjadi rupture

stadium

perforasi

- Ruptur membran timpani sekret mengalir ke liang telinga luar

Anak menjadi tenang dan dapat tidur nyenyak

stadium

resolusi

- Bila membran timpani tetap utuh akan kembali normal secara

perlahan-lahan

- Dapat terjadi tanpa pengobatan bila daya tahan tubuh baik atau

virulensi kuman rendah

- Bila peeforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau hilang

timbul OMSK

- Bila skret menetap dalam kavum timpani dan tidak terjadi perforasi

OM serosa

c. Gejala Klinik OMA

Tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien

Pada bayi: suhu tinggi mencapai 39,5˚C (pada stadium supurasi),

gelisah, sukar tidur

Pada anak yang sudah dapat berbicara: nyeri di dalam telinga dan

demam, biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya

Pada anak yang lebih besar atau dewasa: nyeri di dalam telinga, rasa

penuh di telinga, rasa kurang dengar

Tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang, dan

kadang memegang telinga yang sakit

e. Terapi

Tergantung pada stadium penyakitnya (Djaafar dkk dalam Soepardi dkk, 2007):

Stadium

oklusi

o Tujuan: membuka tuba tekanan negatif telinga tengah hilang

o Diberi obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan

fisiologik (<12 tahun), atau HCl efedrin 1% dalam larutan

Page 11: Lapsus I - OMA Perforasi

fisiologik (>12 tahun, dan dewasa)

o Obati sumber infeksi

Stadium

presupurasi

o Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan penicilin (lini

pertama) (awalnya diberikan secara IM sehingga didapat

konsentrasi yang adekuat dalam darah tidak terjadi

mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala

sisa, maupun kekambuhan).

Jika alergi pensilin, beri eritromisin.

Dosis ampisilin anak: 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4

dosis

Atau amoksisilin (anak) 40 mg/kgBB/hari daibagi dalam 3

dosis

Atau eritromisin (anak) 40 mg/kgBB/hari

o Obat tetes hidung

o Analgetika

Stadium

supurasi

o Antibiotika

o Miringotomi (bila membran timpani masih utuh): dapat

menghindari ruptur, gejala klinis lebih cepat hilang

o Miringotomi ialah tindakan incisi pada pars tensa membran

timpani agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke

telinga luar

o Miringotomi memiliki banyak komplikasi (ex. Perdarahan,

trauma pada n. Facialis) tidak perlu dilakukan bila terapi

antibiotik yang adekuat dapat diberikan

Stadium

perforasi

o Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik

yang adekuat

o Biasanya Dalam 7-10 hari sekret akan hilang dan perforasi

dapat menutup kembali

Page 12: Lapsus I - OMA Perforasi

Jika tidak

terjadi

resolusi

o Lanjutkan antibiotik hingga 3 minggu jika sekret masih

tetap banyak mungkin terjadi mastoiditis

Jika sekret terus keluar >3 minggu otitis media supuratif

subakut

Jika perforasi menetap dan sekret terus keluar >1,5-2 bulan

otitis media supuratif kronik (OMSK)

Page 13: Lapsus I - OMA Perforasi

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Tn. “MJ”

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : BTN Perampuan

Pekerjaan : Mahasiswa

Tanggal Pemeriksaan : 7 Oktober 2011

ANAMNESIS

Keluhan utama:

Keluar cairan seperti nanah kental dari telinga kanan

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan keluar cairan

seperti nanah dari telinga kanan sejak 4 hari lalu. Pada awalnya, sekitar 2 minggu

lalu terdapat keluhan rasa penuh pada telinga kanan. Beberapa hari kemudian

(pasien tidak ingat persisnya berapa hari) pasien mendengar suara seperti air

terkocok di dalam telinga kanan. Kemudian muncul rasa sakit di telinga kanan, dan

4 hari sebelum memeriksakan diri keluar cairan seperti nanah dari liang telinga

kanan. Riwayat batuk pilek (+) sejak 1 minggu sebelum rasa penuh di telinga

muncul. Sekret hidung awalnya cair dan bening, namun 4 hari kemudian berubah

warna menjadi kuning keruh disertai batuk berdahak dengan dahak berwarna kuning

keruh. Saat pemeriksaan sudah tidak terdapat keluhan batuk-pilek lagi. Terdapat

riwayat demam pada pasien, namun pada saat pemeriksaan sudah tidak dirasakan

lagi.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya. Tidak

ada riwayat keluar cairan dari dalam telinga kiri maupun kanan.

Page 14: Lapsus I - OMA Perforasi

Riwayat penyakit keluarga/sosial:

Pasien mengaku tertular batuk dan pilek dari tetangga kos, namun tetangga kosnya

tidak memiliki keluhan telinga.

Riwayat pengobatan: -

Riwayat alergi:

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah

meler dan bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tensi : 125/70 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 37⁰C

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (+)

di sekitar membran timpani,

furunkel (-), edema (-),

otorhea (+, aktif

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-),

otorhea (-)Hiperemis

sekret

Page 15: Lapsus I - OMA Perforasi

mukopurulen)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (+),

hiperemi (+), edema (+),

perforasi (+, sentral postero-

superior), cone of light (-)

Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light (+)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemia (-)

Bentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemia (-)

Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-).

Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-).

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi

(-)

Edema (-), mukosa

hiperemi (-)

Perforasi dgn sekret aktif

Page 16: Lapsus I - OMA Perforasi

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-)

Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),

sekret (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

T1 T1

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (-) hiperemi (-)

DIAGNOSIS

Otitis Media Akut Stadium Perforasi Dextra

DIAGNOSIS BANDING

Page 17: Lapsus I - OMA Perforasi

-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Kultur sekret telinga kanan

RENCANA TERAPI

Medikamentosa

Antibiotik sistemik :

Amoxicillin 3 x 500 mg (7 hari).

Analgetik :

Asam Mefenamat 3 x 500 mg

Nasal Dekongestan

Tablet pseudoefedrine HCL oral 3 x 60 mg selama 3-4 hari

KIE pasien

Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-

ngorek liang telinga.

Antibiotik harus diminum sampai habis walaupun gejala sudah hilang, agar

penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi.

Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air. Bila mandi telinga

kanan ditutup dengan kapas.

Menjaga higiene mulut agar tidak terjadi tonsilitis berulang.

Datang kembali untuk kontrol setelah 1 minggu, untuk melihat perkembangan

peyembuhan pada perforasi membran timpani.

PROGNOSIS

Dubia ad bonam

Page 18: Lapsus I - OMA Perforasi

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis Otitis Media Akut Stasium Perforasi didapatkan melalui hasil

anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, tergambar

jelas mengenai etiologi dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya riwayat

batuk-pilek dengan sekret kuning keruh sebelum keluhan telinga muncul menunjukkan

penyebab terjadinya infeksi pada telinga tengah. Infeksi pada hidung dan tenggorokan

dapat menyebabkan gangguan tuba auditiva yang selanjutnya menyebabkan tekanan

negatif pada telinga tengah, bermanifestasi sebagai rasa penuh pada telinga yang

dirasakan pasien. Sumbatan tuba yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel

goblet pada mukosa telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang

baik, sehingga kemudian timbul proses infeksi pada telinga tengah. Hipersekresi dan

infeksi telinga tengah bermanifestasi sebagai suara air terkocok yang didengar pasien

pada telinga kanannya, dan rasa nyeri pada telinga akibat proses inflamasi. Hasil

anamnesis menunjukkan proses perjalanan penyakit yang sesuai dengan perjalanan

penyakit pada OMA mulai dari stadium oklusi tuba, stadium hiperemis, stadium

supurasi dan stadium perforasi saat pasien datang berobat ke Poliklinik.

Pemeriksaan fisik telinga mengkonfirmasi adanya proses inflamasi akibat infeksi

pada telinga tengah. Tampak sekret mukopurulen pada liang telinga kanan, dengan

daerah hiperemis pada MAE dekat membran timpani. Membran timpani tampak

hiperemis, edema, bulging, dengan pelebaran pembuluh darah pada membran timpani.

Pada membran timpani juga erlihat perforasi pada postero-superior pars tensa dengan

sekret yang aktif keluar melalui lubang perforasi. Walaupun telah terjadi perforasi pada

membran timpani pasien, membran timpani yang bulging masih tampak. Hal ini

disebabkan karena masih banyak terdapat sekret di dalam telinga tengah dan perforasi

sangat kecil sehingga sekret hanya dapat keluar sedikit demi sedikit, pada titik perforasi

juga tampak mukosa yang edema menonjol keluar dan menutupi perforasi. Dengan

keadaan ini, penekanan membran timpani oleh sekret yang menyebabkan tampakan

bulging masih terjadi.

Harus dibedakan antara OMA dan OMSK. Riwayat keluhan telinga yang baru

terjadi selama 10 hari dengan sekret keluar mulai 4 hari lalu, menunjukkan adanya

Page 19: Lapsus I - OMA Perforasi

proses akut pada telinga. Pasien juga mengaku sebelumnya tidak pernah keluar cairan

dari telinga kanan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lubang perforasi sentral kecil

tunggal, tidak terdapat penipisan pada bagian lain membran timpani.

Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk mengurangi

gejala yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus adekuat sehingga

infeksi tidak menetap dan berubah menjadi OMSK. Terapi lini pertama diberikan pada

pasien ini berupa antibiotik spektrum luas Amoxicillin selama 7 hari, dan Asam

Mefenamat 500 mg 3x1 diminum bila perlu sebagai analgetik. Pasien diminta kembali

lagi untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat perkembangan terutama penutupan pada

perforasi membran timpani. Dekongestan nasal topikal digunakan untuk mengurangi

sumbatan pada tuba Eustachius, sehingga drainase sekret lebih lancar dan fungsi

fisiologis proteksi tuba kembali normal. Pseudoefedrin HCl dipilih dalam bentuk tablet

oral untuk meringankan sumbatan pada rongga hidung bagian posterior atar tuba

Eustachius agar fungsi normal tuba kembali normal. Sediaan murni pseudoefedrine HCl

tidak ada, karena itu digunakan sediaan tablet yang ada di pasaran, yang dicampur

dengan antihistamin H1, digunakan selama 3 hari untuk menghindari efek samping

berupa penurunan produksi sekret.

Kontrol diperlukan untuk menilai terapi telah adekuat atau belum, agar dapat

mencegah perkembangan penyakit menjadi OMSK. Antibiotik oral diberikan pada

pasien ini untuk menjamin adekuasi terapi. Tetes telinga tidak diberikan karena

perforasi yang ada masih sangat kecil dan sekret masih aktif mengalir keluar sehingga

antibiotik tidak akan sampai ke telinga tengah dan tidak dapat bekerja dengan baik.

Page 20: Lapsus I - OMA Perforasi

DAFTAR PUSTAKA

Graaff, v D. 2001. Van De Graaff Human Anatomy 6th Ed. The McGraw−Hill

Companies, New York.

Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Ch 15 The Special Senses 6th

Ed. The McGraw−Hill Companies, New York

Soepardi EA, Iskandar HN, editor. 2001, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FKUI