46
KASUS PSIKIATRI Dipresentasikan pada kegiatan kepanitraan klinik madya lab kesehatan jiwa . pemeriksaan dilakukan pada hari selasa ,14 januari 2014 pukul 10.00 wita di IGD RSKD AHM Samarinda. Sumber anamnesis: Autoanamnesis dan Heteroanamnesis RIWAYAT PSIKIATRI IDENTITAS Nama : Tn.Suriadi Jenis Kelamin : laki laki Umur : 18 tahun Tempat/Tanggal Lahir : Muara Badak, 25 Maret 1995 Agama : Islam Suku bangsa /warga Negara : Bugis / Indonesia Status Pernikahan : belum menikah Pendidikan Terakhir : SMP Kelas 2 Pekerjaan : Nelayan Alamat : Jln Minacipta,Rt 01,Desa Ma. Badak ulu, Kec. Ma. Badak Tanggal Masuk RSMM : Masuk IGD tanggal 13 Januari 2014 Masuk Kelas Intermediet tanggal 14 Januari 2014 Pasien datang berobat ke IGD Atma Husada Mahakam Samarinda diantar oleh Ayah pasien ANAMNESI 1

Lapsus Bobby Mood Disorder

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mood disorder1

Citation preview

Page 1: Lapsus Bobby Mood Disorder

KASUS PSIKIATRIDipresentasikan pada kegiatan kepanitraan klinik madya lab kesehatan jiwa . pemeriksaan

dilakukan pada hari selasa ,14 januari 2014 pukul 10.00 wita di IGD RSKD AHM

Samarinda. Sumber anamnesis: Autoanamnesis dan Heteroanamnesis

RIWAYAT PSIKIATRI

IDENTITASNama : Tn.Suriadi

Jenis Kelamin : laki laki

Umur : 18 tahun

Tempat/Tanggal Lahir : Muara Badak, 25 Maret 1995

Agama : Islam

Suku bangsa /warga Negara : Bugis / Indonesia

Status Pernikahan : belum menikah

Pendidikan Terakhir : SMP Kelas 2

Pekerjaan : Nelayan

Alamat : Jln Minacipta,Rt 01,Desa Ma. Badak ulu, Kec. Ma.

Badak

Tanggal Masuk RSMM : Masuk IGD tanggal 13 Januari 2014

Masuk Kelas Intermediet tanggal 14 Januari 2014

Pasien datang berobat ke IGD Atma Husada Mahakam Samarinda diantar oleh Ayah

pasien

ANAMNESI

Keluhan utama: Mengamuk dirumah

Riwayat perjalanan penyakit sekarang

Autoanamnesis: pasien mengamuk dirumah. Pasien mengamuk karena pasien

mudah terpancing emosinya bila ada masalah dirumah. Selain itu pasien juga akan

mudah marah bila kemauannya tidak dipenuhi. bila pasien emosi dan marah pasien

akan segera akan mengambil parang dan mengancam kedua orang tuanya. Selain itu

pasien juga mengalami susah tidur apabika dalam keadaan emosi. Apabila emosi dan

kemarahan pasien mereda pasien juga merasa sedih dengan apa yang dilakukannya

1

Page 2: Lapsus Bobby Mood Disorder

sehingga pasien akan mengurung dirinya dikamar atau pasien akan pergi bekerja ke

laut untuk mencari ikan, pasien merasa kasihan melihat kehidupan orang

tuanya,pasien ingin sekali membahagiakan kedua oranr tuanya jika pasien sukses

menjalan kehidupannya kelak.. Pasien mengakui mendapat kesulitan saat bekerja

sehingga hasil pekerjaan yang dijalaninya tidak maksimal. Pasien juga mengalami

kegelisahan pada saat tidur ± 3 bulan. Pasien juga sempat mengeluh tidak selera

makan sehingga berat badan pasien turun

Heteroanamnesis pasien sering mengamuk dirumah sekitar ± 3 bulan. Selain itu

pasien juga suka keluyuran entah pergi kemana. Kegiatan pasien setiap hari adalah

bekerja sebagai nelayan tapi tidak ada hasilnya. Selain itu pasien juga berani

melawan kedua orang tuanya dan keluarga pasien yang lainnya.selain itu pasien juga

tidak diskai oleh tetangga sekitar karena sering berbuat onar dan bertindak

sesukanya.pasien juga akan mudah emosi dan marah apabila keinginannya tidak

dipenuhi

Riwayat Medis dan Psikiatrik Lainnya

o Gangguan mental dan emosi

Pasien tidak memiliki gangguan mental, ada gangguan emosi

o Gangguan Psikosomatik

Pasien tidak memiliki gangguan psikosomatik

o Kondisi medis

Pasien merupakan pasien post trauma sekitar 1 tahun yang lalu

o Gangguan Neurologia

Pasien sering mengalami sakit kepala semenjak trauma yang pernah

dialaminya, sakit kepala berlangsung kurang lebih 15 menit dan hilang dengan

sendirinya

Riwayat Kebiasaan

o Riwayat mengkonsumsi Napza (-)

o Riwayat mengkonsumsi alcohol (+)

o Riwayat merokok (+) sejak keluar dari sekolah, 1 bungkus untuk 2 hari

2

Page 3: Lapsus Bobby Mood Disorder

Riwayat Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama atau gangguan jiwa

Pasien umur kurang 10 tahun : normal, selalu menuruti omongan orang tua

Pasien umur sekarang : pasien suka melawan orang tua, pasien pernah

mengancam kedua keluarga menggunakan parang

Genogram

Riwayat Pribadi

Masa anak-anak awal (0-3 tahun)

o Riwaya prenatal,kehamilan ibu,dan kelahiran

Normal, lahir di dukun beranak, kelahiran cukup bulan

3

Page 4: Lapsus Bobby Mood Disorder

o Kebiasaan makan dan minum

Normal

o Perkembangan awal

Normal

o Toilet training

Sulit di evaluasi

o Gejala-gejala dan masalah perilaku

Normal

o Kepribadian dan temperamen sebagai anak

Normal

o Mimpi-mimpi awal dan fantasi

Sulit dievaluasi

Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)

Pasien tumbuh secara normal, perkembangan normal

Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)

o Hubungan dengan teman sebaya

Saat sekolah pasien mempunyai teman yang banyak

o Riwayat sekolah

SMP hanya sampai kelas 2 saja dan memutuskan untuk berhenti sekolah

dengan alas an tidak kuat melanjutkan sekolah karemn tidak kuat berpikir dan

sering sakit kepala akinat trauma yang pernah dialaminya 1 tahun yang lalu

o Perkembangan kognitif dan motoric

Pasien mengaku prestasinya rata-rata saja

o Masalah-masalah fisik dan emosi remaja yang utama

Mudah emosi pada saat berhenti dari sekolah dan sudah merokok dan minum

minuman beralkhohol

o Riwayat psikoseksual

Pasien memiliki seorang pacar yang saat ini bersekolah di bangku SMK dan

belum pernah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain sebelum

menikah

o Latar belakang agama

4

Page 5: Lapsus Bobby Mood Disorder

Pasien beragama islam,pasien hanya melakuakn sholat subuh saja

o Riwayat pekerjaan

Pasien bekeerja sebagai nelayan di laut di muara badak semenjak berhenti

sekolah

o Aktivitas social

Semenjak pasien berhenti sekolah, pasien lebih suka keluyuran entah pergi

kemana, pulang kerumah pada saat hamper tengah malam. Pekerjaan pasien

adaah seorang nelayan yang setiap hari pergi kelaut.

Masa Dewasa

o Riwayat pekerjaan

Pasien bekerja sebagai nelayan di laut muara badak

o Aktivitas sosila

Pasien kurang terlibat dengan lingkungan sosial kemasyarakatan

o Seksualitas Dewasa

Orientasi seksual normal

o Riwayat militer

Tidak pernah ikut pendidikan militer an tidak pernah terlibat dalam kasus

pidana maupun dipenjara

o System penghargaan/nilai

Pasien merasa keinginannya tidak dipenuhi, pasien tidak merasa rendah diri

Gambaran Kepribadian

Sebelum pasien mengalami trauma kepala dan berhenti sekolah adalah pribadi

yang baik, suka mematuhi orang tua. Semenjak sekarang Pasien merupakan

pribadi yang emosinya mudah berubah ubah

Faktor Pencetus

Riwayat trauma kepala dan berhenti dari sekolah

Riwayat Perkawinan

Belum menikah

Riwayat sosial ekonomi

Pasien berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah kebawah

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada riwayat penyakit pada keluarga

Hubungan dengan keluarga dan lingkunagn

5

Page 6: Lapsus Bobby Mood Disorder

Pasien memiliki hubungan yang kurang baik dengan keluarga, tetangga.

Pasien sering membuat keonaran,suka mengambil baran orang dan suka bicara

sembarangan

SATUS PRAESENS

a. Status internus

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis, atensi (+), orientasi waktu(+) ,tempat(+),

ruang (+)

TD : 110/70 mmHg

N : 84x/ menit/I, kuat angkat,isi cukup

S : 36,6 0 C

RR : 24 x/ menit

Kepala : normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut.

Mata : pupil bulat isokor, Refleks cahaya ( +/+), konjungtiva tidak anemis,

sclera tidak ikterik

THT : dalam batas normal

Leher : KGB tidak terasa membesar, trakea lurus ditengah, tiroid tidak

teraba membesar

Toraks : Cor : S1 – S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba membesar

Ekstremitas: Akral hangat, edema(-)

Kulit : Tidak ada kelainan

b. `Status Neurologis

Tanda Rangsang Meningeal : Tidak didapatkan kelainan

Refleks Fisiologis : Normal

Refleks Patologis : Tidak didapatkan kelainan

Panca indra : tidak didapat kelainan

Tekanan intrakranial : tidak diilakuakn pemeriksaan

6

Page 7: Lapsus Bobby Mood Disorder

c. Status psikiatrikus

A. Penampilan

1. Identifikasi pribadi: cukup rapi

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : normal

3. Gmbaran umum: Tenang, kooperatif, kontal visual (+), kontak

verbal (+)

B. Bicara :baik

C. Mood dan Afek :

1. Mood: Stabil

2. Afek : normal, kongruen

D. Pikiran dann Persepsi

Bentuk pikiran

Produktivitas : normal

Kelancaran: lancar, normal

Gangguan bahasa (-)

Isi pikiran

Waham (-)

Gangguan berpikir

Normal ,koheren

Gangguan persepsi

Halusinasi auditoriik(-), halusinasi visual(-)

E. Sensori

Kesadaran: compos mentis, atensi (+),

Orientasi waktu(+),orang(+),tempat(+)

Konsentrasi dan berhitung: normal,cukup

Ingatan masa dahulu (+,normal) masa kini (+,normal)

Pengetahuan : cukup

Kemampuan berpikir abstrak: baik

Tilikan diri: pasien sadar penuh dan paham atas penyakitnya

IKHTISAR DAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

A. Keadaan umum

o Kesadaran: compos mentis

7

Page 8: Lapsus Bobby Mood Disorder

o Sikap: kooperatif

o Tingkah laku: tenang

o Perhatian: baik

o Ekspresi wajah: normal

o Vrbalisasi : normal

B. Pemeriksaan fisik

Tidak ditemukan kelainan

C. Pemeriksaan Psikis

Keadaan afektif

o Afek: sesuai

o Arus emosi: stabil

Keadaan dan fungsi intelek

o Daya ingat: normal

o Konsentrasi: normal

o Orientasi: normal

Persepsi

Halusinasi auditorik(-), halusinasi visual(-)

Keadaan proses pikir

o Kecepatan: normal

o Mutu: koheren

o Mutu : waham (-)

D. Diagnosis

Formulasi diagnosis

Seorang pria, usia 18 tahun,agama islam, bekerja sebagai nelayan

di laut muara badak, datang dibawa oleh ayahnya ke IGD RSKD

AHM Samarinda hari senin, 13 januari 2014

Pasien mengamuk dierumah dan sempat mencamcam keluarganya

bahwa pasien akan membunuhnya dengan parang bila ada

masalah,pasien kesulitan tidur selama ± 3 bulan, suka keluyuran

bersam teman-temannya, suka ugal-ugalan bial mengendarai

motor, suka beubah emosinya bila terpancing masalah kecil.

8

Page 9: Lapsus Bobby Mood Disorder

Menurut pengakuan pasien banyak tetangga sekitar yang tidak

suka dengan kelakuan pasien karena suka bertindak seenaknya

Riwayat trauma (+) kepala, kejang(-), penyakit infeksi (-)

Riwayat merokok(+), mengkonsumsi alcohol(+), NAPZA (-)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg.

Pada pemeriksaan kardiovasskuler,respiratorik,gastrointestinal

tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaann neurologikus pasien

sering mengalami sakit kepala akibat post trauma yang pernah

dialaminya

Pada pemeriksaan psikiatri didapatakn keadaan compos mentis,

penampilan cukup rapi dan kooperatif, atensi(+),orientasi

(+),emosi stabil. proses berpikir cepat,koheren, waham (-),

halusinasi visual (-),halusianasi auditorik(+), kemauan ADL

mandiri, intelejensi cukup,psikomotor dalam batas normal,insight

baik

Diagnosis multiaksial

Aksis I : F32.1 (episode depresi sedang)

Aksis II : tidak ditemukan kelainan pada kasus ini

Aksis III: tidak ditemuka kelainan pada kasus ini

Aksis IV: masalah psikososial dan lingkungan lain

Aksis V: GAF 80-71 (gejala sementara dan dapat

diatasi ,disabilitas ringan dalam sosial ,pekerjaan ,sekolah,dll)

Usulan pemeriksaan : DL, SGPT,SGOT,UL,Cr

E. Pengobatan

Psikofarmakologi:

trihexifenidil 1 x 25 mg

risperidon 0-0-0,5 mg

Psikoterapi

F. Prognosis

Dubia ad bonam

9

Page 10: Lapsus Bobby Mood Disorder

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Gangguan mood terdiri dari Gangguan Depresi (depresi unipolar), Gangguan Bipolar,

dan dua kelainan berdasarkan etiologi; Gangguan Mood akibat Kondisi Medis umum dan

Gangguan Mood akibat Penyalahgunaan zat. (1,2) Gangguan depresi (seperti; gangguan

depresif berat, gangguan distimik, dan gangguan mood yang tak tergolongkan) dibedakan

dengan gangguan bipolar dengan melihat tidak adanya episdode manik, episode campuran,

atau episode hipomanik. Gangguan bipolar (seperti; gangguan bipolar I, bipolar II, gangguan

siklotimik, dan gangguan bipolar yang tak tergolongkan) memiliki riwayat episode manik,

episode campuran, atau episode hipomanik, yang biasanya disertai dengan riwayat episode

depresif berat.(2)

Pada DSM-IV, gangguan mood diklasifikasikan sebagai berikut (2):

Episode mood

Episode depresif mayor

Episode manik

Episode campuran

Episode hipomanik

Gangguan depresif

Gangguan depresif mayor

Gangguan distimik

Gangguan depresif yang tak tergolongkan

Gangguan bipolar

Gangguan bipolar I

Gangguan bipolar II

10

Page 11: Lapsus Bobby Mood Disorder

Gangguan siklotimik

Gangguan bipolar yang tak tergolongkan

Gangguan mood lainnya

Gangguan mood akibat kondisi medis umum

Gangguan mood akibat zat

Gangguan mood yang tak tergolongkan

1.1 Etiologi

Etiologi depresi terdiri dari :

1. Faktor genetik

Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan

bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti

adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut.

Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam

perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika

adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk

menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan

memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada

sekurangnya beberapa orang. \.

2. Faktor Biokmia

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam

metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin

dan dopamine (Gambar 1.1). Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain

faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain

yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino

khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi

neurendokrin dan neuroanatomis.

Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama

oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain

itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood

11

Page 12: Lapsus Bobby Mood Disorder

adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin

terhadap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating

Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada

laki-laki.

Gambar 1.1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter

Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:

a) Hipotesis Katekolamin

Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi katekolamin pada

reseptor otak. Reserpin yang menekan amina otak diketahui kadang-kadang

menimbulkan depresi lambat. Disamping itu, MHPG (Metabolit primer

noradrenalin otak) menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka

mengalami episode depresi dan meningkat di saat mereka gembira.

b) Hipotesis Indolamin

Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-hidroxitriptamin (5

HT). metabolit utamanya asam 5-hidroksi indolasetat (5HIAA) menurun

dalam LCS pasien depresi, dan 5 HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh

diri. L-Triptofan, yang mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak.

12

Page 13: Lapsus Bobby Mood Disorder

3. Faktor Hormon

Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan

kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien

depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil abnormal ini

didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien dengan depresi bipolar,

waham dan ada riwayat penyakit ini dalam keluarga.

Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau

menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum menstruasi.

Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal ini

menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan faktor penting

dalam menentukan etiologi.

4. Faktor Kepribadian Premorbid

Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama

hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian

depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan kurang bersemangat.

Personalitas hipomania berperilaku lebih riang, energetik dan lebih ramah dari

rata-rata.

Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan

dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar,

mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa

mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran

depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya.. Faktor lingkungan

mempengaruhi perkembangan psikologik. Jika anak dibesarkan dalam suasana

pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka

anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap

gangguan depresif.

5. Faktor Lingkungan

Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih banyak

peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak memuaskan dan

13

Page 14: Lapsus Bobby Mood Disorder

mereka keluar dari lingkungan social. 80% serangan pertama depresi didahului

oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi hanya 50% pada serangan

berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak yang kehilangan

orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan populasi lainnya.

Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai,

pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit

kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif.

Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan

campuran yang membuat gangguan depresif muncul.

1.2 Diagnoasa dan Klasifikasi Episode Depresif

Episode depresif diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : episode depresif ringan,

episode depresif sedang, dan episode depresif berat. Ketiga episode depresif tersebut

memiliki gejala utama sebagai berikut.

I. afek depresif,

II. kehilangan minat dan kegembiraan,

III. dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan berkurangnya aktivitas.

Adapun gejala lazim lainnya yang dapat dijumpai pada episode depresif adalah

sebagai berikut.

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode

tipe ringan sekalipun)

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f. Tidur terganggu

g. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan (ringan, sedang, dan

berat), diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis,

akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan

berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F.32.0), sedang

14

Page 15: Lapsus Bobby Mood Disorder

(F.32.1) dan berat (F.32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang

pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu

gangguan depresif berulang (F.33.-).

F.32.0 Episode depresi ringan

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti

tersebut di atas.

Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya (a) sampai (g)

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang dilakukannya.

F.32.1 Episode depresi sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti

tersebut diatas

Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya (a) sampai (g)

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga.

F.32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

Semua 3 gejala utama gangguan depresif harus ada

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya

harus berintensitas berat

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikometer) yang

mencolok, maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk

melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara

menyeluruh terhadap episode gangguan depresif berat masih dapat dibenarkan

Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan

tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan

untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu

15

Page 16: Lapsus Bobby Mood Disorder

Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan atau rumah tangga kecuali pada tarif yang sangat terbatas.

F32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas

Disertai waham, halusinasi atau stupor. Waham biasanya melibatkan ide tentang

dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan penderita merasa

bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa

suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.

Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor

Jika diperlukan, waham atau halusisnasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak

serasi dengan afek (mood congruent)

F 32.8 Episode g Lainnya

F 32.9 Episode Depresif YTT

F 33.- Gangguan Depresif Berulang

Gangguan ini bersifat episode berulang dari : episode depresi ringan ,depresi

sdang,depresi berat

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan akan tetapi

frekuensinya lebih jarang

Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peningkatan afek dan

hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania. Namun kategori ini harus

digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggia afek dan

hiperaktivitas ringan yang memenuhi hipomania segera sesudah suatu

episode depresif

Pemulihan keadaan biasana sempurna dintara episode namun namun

sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap

terutama pada usia lanjut

16

Page 17: Lapsus Bobby Mood Disorder

Episode masing-masing pada dalam berbagai tingkat keparahan sering

dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress dan trauma mental

yang lain

1.3 Tatalaksana Episode Depresif

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada sejumlah

tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik

yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana pengobatan harus

dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien

selanjutnya.

Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi

psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang

dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat

menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang

tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan

kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin terganggu.

1. Terapi Farmakologis

Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek

farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa

pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi

tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat

pada antidepresan.

Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses

farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek

farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali

(reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja

untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin

dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan

etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem

neurotransmitter di otak. Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi

generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan

antidepresi golongan ketiga (SRNIs).

a. Trisiklik

17

Page 18: Lapsus Bobby Mood Disorder

Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai

pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat. Golongan trisiklik ini

dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin

sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine,

amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan

adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih

minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan

klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari

obat ini tersedia dalam formulasi generik.

Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake

neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja

sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier

menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai

implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsif

terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan

lebih responsif terhadap amin tersier.

b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)

MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu.

Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif

katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar einefrin, noreprinefrin dan 5-HT

dalam otak naik. Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama

dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain

karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin

yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar,

MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450

yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.

c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)

SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama

pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik. Obat golongan ini

mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh

klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama

manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena

mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan

18

Page 19: Lapsus Bobby Mood Disorder

pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi

farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan

dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara

berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang,

kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital.

d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )

Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir

sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari

reuptake norepinefrin.

Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada

beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien

depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada

gambar di bawah ini.

Gambar 1.2. Pilihan obat-obatan antidepresan

2. Terapi Non Farmakologis

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan

depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku telah

menemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini :

(1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi

19

Page 20: Lapsus Bobby Mood Disorder

interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik

terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang

tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan

depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal

dan farmakoterapi.

Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan

pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan

terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya

dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.

Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada

satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan

menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang

kemungkinan memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua,

masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau

memperberat gejala depresif sekarang.

1.4 Prognosis

Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan

pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati

berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati

berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir

selalu menyebabkan kembalinya gejala.

Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif

berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak

penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan

buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya

gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan kepribadian,

tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih

dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik.

Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik,

penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih

dari satu episode sebelumnya.

20

Page 21: Lapsus Bobby Mood Disorder

BAB III

PEMBAHASAN

A. DIAGNOSIS

Teori Fakta

Anamnesis

Pria usia 18 tahun

Keluhan utama: mengamuk

dirumah

Autoanamnesis: pasien

mengamuk dirumah. Pasien

mengamuk karena pasien

mudah terpancing emosinya

bila ada masalah dirumah.

Selain itu pasien juga akan

mudah marah bila

kemauannya tidak dipenuhi.

bila pasien emosi dan marah

pasien akan segera akan

mengambil parang dan

mengancam kedua orang

tuanya. Selain itu pasien juga

mengalami susah tidur apabial

dalam keadaan emosi. Apabila

emosi dan kemarahan pasien

mereda pasien juga merasa

sedih dengan apa yang

dilakukannya, sehingga pasien

akan mengurung dirinya

dikamar atau pasien akan

Prevalensi gangguan depresi sekitar 17% dari gangguan psikiatrik lain, dengan insiden tahunan 1,59% (wanita 1,89% pria 1,10%)

Penegakan diagnosis F.32 episode depresi menurut

PPDGJ-III:Gejala utama:

- Suasana perasaan (mood)/afek yang depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan- Berkurangnya energy yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelahGejala lain:

- Konsentrasi dan perhatian berkurang- Harga diri dan kepercayaan

berkurang- Gagasan tentanng rasa bersalah dan

tidak berguna- Pandangan masa depan yang suram

dan pesimistis- Gagasan/perbuatan membahayakan

diri/bunuh diri- Tidur terganggu- Nafsu makan berkurang

F.32.1 episode depresi sedang- sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3

gejala utama depresi- ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan

sebaiknya 4) dari gejala lainnya- lamanya seluruh episode berlangsung

minimal sekitar 2 minggu- menghadapi kesulitan yang nyata untuk

meneruskan kegiatan social, pekerjaan dan urusan rumah tangga

F.32.00 tanpa gejala somatic (tidak ada

21

Page 22: Lapsus Bobby Mood Disorder

pergi bekerja ke laut untuk

mencari ikan. Pasien

mengakui mendapat kesulitan

saat bekerja sehingga hasil

pekerjaan yang dijalaninya

tidak maksimal. Pasien juga

mengalami kegelisahan pada

saat tidur ± 3 bulan

Heteroanamnesis pasien

sering mengamuk dirumah

sekitar ± 3 bulan. Selain itu

pasien juga suka keluyuran

entah pergi kemana. Kegiatan

pasien setiap hari adalah

bekerja sebagai nelayan tapi

tidak ada hasilnya. Selain itu

pasien juga berani melawan

kedua orang tuanya dan

keluarga pasien yang

lainnya.selain itu pasien juga

tidak diskai oleh tetangga

sekitar karena sering berbuat

onar dan bertindak

sesukanya.pasien juga akan

mudah emosi dan marah

apabila keinginannya tidak

dipenuhi

Pada pemeriksaan fisik

didapatkan tekanan darah

110/70 mmHg. Pada

pemeriksaan kardiovasskuler,

respiratorik,gastrointestinal

tidak didapatkan kelainan.

atau hanya ada sedikit sekali gejala somatic) F.32.01 dengan gejala somatic

22

Page 23: Lapsus Bobby Mood Disorder

Pada pemeriksaann

neurologikus pasien sering

mengalami sakit kepala akibat

post trauma yang pernah

dialaminya

Pada pemeriksaan psikiatri

didapatakn keadaan compos

mentis, penampilan cukup rapi

dan kooperatif,

atensi(+),orientasi (+),emosi

stabil. proses berpikir

cepat,koheren, waham (-),

halusinasi visual

(-),halusianasi auditorik(+),

kemauan ADL mandiri,

intelejensi cukup,psikomotor

dalam batas normal,insight

baik

B. Penegakan Diagnosis

Diagnosis

Dari hasil autoanamnesis ,diketahui bahwa passion datang ke IGD RSKD AHM Samarinda

dengan keluhan pasien mengamuk dirumah. pasien mengamuk dirumah. Pasien mengamuk

karena pasien mudah terpancing emosinya bila ada masalah dirumah. Selain itu pasien juga

akan mudah marah bila kemauannya tidak dipenuhi. bila pasien emosi dan marah pasien akan

segera akan mengambil parang dan mengancam kedua orang tuanya. Selain itu pasien juga

mengalami susah tidur apabial dalam keadaan emosi. Apabila emosi dan kemarahan pasien

mereda pasien juag merasa sedih dengan apa yang dilakukannya, sehingga pasien akan

mengurung dirinya dikamar atau pasien akan pergi bekerja ke laut untuk mencari ikan.

Pasien mengakui mendapat kesulitan saat bekerja sehingga hasil pekerjaan yang dijalaninya

tidak maksimal. Pasien juga mengalami kegelisahan pada saat tidur ± 3 bulan. Pasien juga

sempat mengeluhkan tidak mempunyai selera makan sehinng berat badan pasien menurun.

23

Page 24: Lapsus Bobby Mood Disorder

Pada kasus ini, penegakan diagnosis disesuaikan dengan literature menurut kriteria PPDGJ

III dan DSM-IV-TR.

Kriteria PPDGJ III untuk gangguan mood episode depresif sedang (F32.1)

F.32 Episode Depresif

Individu biasanya menderita suasana perasaan (mood) yang depresif,

kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya enersi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa

lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah :

a) Konsentrasi dan perhatian berkurang

b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe

ringan sekalipun)

d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik

e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f) Tidur terganggu

g) Nafsu makan berkurang

Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke hari

dan sering kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat

memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berlalunya waktu. Pada beberapa

kasus, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin pada waktu-waktu tertentu

lebih menonjol daripada depresinya, dan perubahan suasana perasaan (mood)

mungkin juga terselubung oleh ciri tambahan seperti iritabilitas, minum alkohol

berlebih, perilaku histrionik, dan eksaserbasi gejala fobik atau obsesif yang sudah ada

sebelumnya, atau oleh preokupasi hipokondrik. Untuk episode depresif dari ketiga-

tiganya tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu

untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika

gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Perbedaan antara episode depresif ringan, sedang, berat terletak pada penilaian

klinis yang kompleks yang meliputi jumlah, bentuk dan keparahan gejala yang

ditemukan. Seringkali luasnya aktivitas pekerjaan biasa dan sosial merupakan

petunjuk yang berguna untuk memperkirakan derajat keparahan suatu episode, akan

24

Page 25: Lapsus Bobby Mood Disorder

tetapi ada pengaruh individual, sosial, dan budaya yang cukup umum dan cukup kuat

yang mengganggu hubungan selaras antara keparahan gejala dan kinerja sosial.

Pedoman Diagnostik

Ciri esensial adalah depresi suasana perasaan (mood) yang berlangsung sangat lama

yang tak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan

depresif berulang ringan atau sedang. Biasanya mulai dini dalam kehidupan dewasa

dan berlangsung sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka

waktu tidak terbatas.

Kriteria DSM-IV-TR untuk Gangguan Mood episode depresif adalah sebagai berikut

Kriteria Diagnostik untuk Episode Depresif Mayor

A. Lima (atau lebih) gejala berikut ditemukan selama periode 2 minggu yang sama dan menunjukkan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya; paling kurang satu gejala dari salah satu mood terdepresi atau dua kehilangan minat atau kesenangan.

Catatan: jangan masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh kondisi umum, atau waham atau halusinasi yang tidak sesuai mood.1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang

ditunjukkan baik oleh laporan subyektif (misalnya, perasaan sedih atau kososng) maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak sedih).

Catatan: pada anak-anak dan remaja, dapat berupa mood yang iritabel.2. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua,

aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subyektif maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain).

3. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau penambahan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5 persen sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.

Catatan: pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai peningkatan berat badan yang diharapkan.

4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.

5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari 9dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subyektif tentang adanya kegelisahan atau mnenjadi lamban).

6. Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari

7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai (yang dapat berupa waham) hampir setiap hari (bukan hanya menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit)

8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi atau keragu-raguan, hampir setiap hari (baik oleh laporan subyektif maupun yang diamati orang lain)

25

Page 26: Lapsus Bobby Mood Disorder

9. Pikiran tentang kematian berulang (tidak hanya ketakutan akan kematian), ide bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.

B. Gejala tidak memenuhi kriteria Episode Campuran

C. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya.

D. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya hipotiroidisme).

E. Gejala tidak lebih baik dijelaskan Berduka, yaitu setelah kehilangan seorang yang dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.

C. Penatalaksanaan

a. farmakoterapi

Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa “aminergic

neurotransmitter” (noradrenalie, serotonine, dopamine) pada sinaps neuron di SSP

(khususnya pada sistem limbik).

Mekanisme kerja obat anti-depresi adalah :

Menghambat “re-uptake aminergic neurotransmitter”

Menghambat penghancuran oleh enzim “monoamine oksidase”

Sehingga terjadi peningkatan jumlah “aminergic neurotransmitter” pada sinaps neuron di

SSP.

Efek samping obat anti depresi dapat berupa :

Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,

kemampuan kognitif menurun, dll)’

Efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus

takikardia, dll)

Efek anti-adrenergik (perubahan EKG, hipotensi)

Efek neurotoksis (tremor halus, agitasi, insomnia)

Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita), biasanya berkurang

setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama.

Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer (efek klinis) yang

sama pada dosis ekuivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping).

26

Page 27: Lapsus Bobby Mood Disorder

Pemilihan obat anti-depresi tergantung pada toleransi pasien terhadap efek samping dan

penyesuaia efek samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik tertentu, jenis depresi)

Berdasarkan kriteria PPDGJ III tersebut, semua kriteria yang ada terpenuhi untuk

pasien pada kasus ini sehingga dapat digolongkan sebagai episode depresif sedang

Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya gejala depresi

dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan bijkasana dan penderita

sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang

memahami masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan

keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat

pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit

dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.

Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi

adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi. Tiga jenis psikoterapi jangka

pendek yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang

manfaatnya di dalam pengobatan gangguan depresi.

Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam

beberapa golongan yaitu :

1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.

2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.

3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-

A), seperti : moclobemide.

4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.

5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline,

paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Jenis-jenis obat anti-depresi yang biasa digunakan adalah :

Trisiklik/Tricyclic Antidepressants (TCA)

Golongan obat : amitriptyline, imipramine, clomipramine, tianeptine, opipramol

Obat-obatan ini memiliki efek samping berupa efek sedasi otonomik, dan kardiologik

yang relatif besar sehingga pemberiannya dianjurkan pada pasien usia muda dimana

27

Page 28: Lapsus Bobby Mood Disorder

toleransinya lebih besar terhadap efek samping tersebut dan bermanfaat untuk

meredakan “agitated depressive”

Tetrasiklik

Golongan obat : maprotiline, mianserin, amoxapine

Obat-obatan ini memiliki efek samping pada otonomik dan kardiologik yang relatif

kecil namun efek sedasinya lebih kuat. Pemberiannya diberikan pada pasien yang

kondisinya kurang tahan terhadap efek otonomik dan kardiologik (pasien usia lanjut)

dan juga pada pasien dengan sindrom depresi yang disertai dengan gejala anxietas dan

insomnia yang menonjol.

Atypical

Golongan obat : trazodone, tianeptine, mirtazapine

Efek samping dan pemberian obat sama seperti pada obat golongan tetrasiklik

SSRI (Selective Serotonine Reuptake Inhibitor)

Golongan obat : sertraline, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram

Obat-obatan ini memiliki efek samping berupa efek sedasi, otonomik, dan hipotensi

yang sangat minimal dan biasanya digunakan pada pasien dengan “retarded

deppresive” pada usia dewasa atau lanjut, atau yang memiliki riwayat penyakit

jantung, berat badan berlebih dan keadaan lain yang menarik manfaat dari efek

samping yang minimal tersebut.

MAOI-Reversible (Reversible Inhibitor of Monoamine Oxydase – A (RIMA))

Golongan obat : moclobemide

Obat golongan ini memiliki efek samping berupa hipotensi orthostatik (relatif sering)

sehingga dalam penggunaannya harus dijelaskan pada pasien atau keluarga pasien,

terutama pada pasien usia lanjut.

Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat minimal

(meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada berbagai kondisi medik),

spektrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal, serta “lethal dose”

yang tinggi (>6000mg) sehingga relatif aman.

Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup

(sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua yaitu golongan trisiklik, yang

spektrum anti-depresinya juga luas tetapi efek sampingnya relatif lebih berat. Bila pilihan

kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spektrum anti-depresi yang lebih sempit,

28

Page 29: Lapsus Bobby Mood Disorder

dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan trisiklik, yang teringan adalah golongan

MAOI reversibel. Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI

membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk “washout period.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4

minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta waktu paruh sekitar 12-48 jam

(pemberian 1-2 kali perhari).

Terapi psikologis dengan Psikoterapi

Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan-keluhan dan

mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi ini

dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan pasien.

Psikoterapi untuk pasien dengan depresi dapat diberikan secara individu, kelompok, atau

pasangan sesuai dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Beberapa pasien dan

klinisi sangat meyakini manfaat intervensi psikoterapi tetapi ada pula yang sebaliknya yaitu

tidak percaya. Berdasarkan hal ini, keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat

dipengaruhi oleh penilaian dokter atau pasiennya.

Psikoterapi suportif

Psikoterapi ini hampir selalu diindikasikan. Memberikan kehangatan, empati,

pengertian dan optimisme. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan

emosinya dan bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan

membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal (misalnya masalah

pekerjaan, rumah tangga). Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompensasi

yang akan datang. Temui pasien sesering mungkin (mula-mula 1-3 kali per minggu)

dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau selamanya. Kenalilah

bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan terapis (melalui

kemarahan, hostilitas, tuntutan yang tak masuk akal, dan lain-lain).

Psikoterapi suportif

Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik yaitu kerentanan psikologik terjadi akibat

konflik perkembangan yang tak selesai. Terapi ini dilakukan dalam periode jangka

panjang. Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik yang menyeluruh yang

diduga mendasari gangguan depresi. Misal- nya, problem yang berkaitan dengan rasa

29

Page 30: Lapsus Bobby Mood Disorder

bersalah, rasa rendah diri, berkaitan dengan pengalaman yang memalukan, peng-

aturan emosi yang buruk, defisit interpersonal akibat tak adekuatnya hubungan

dengan keluarga.

Psikoterapi dinamik singkat (Brief Dynamic Psychotherapy)

Sesinya lebih pendek. Tujuannya menciptakan lingkungan yang aman buat pasien.

Pasien dapat mengenal materi konfliknya dan dapat mengekspresikannya.

Terapi perkawinan

Problem perkawinan dan keluarga sering menyertai depresi dan dapat mempengaruhi

penyembuhan fisik. Oleh karena itu, perbaikan hubungan perkawinan merupakan hal

penting dalam terapi ini.

Prognosis

Prognosis pada pasien yang mengalami depresi pada umumnya baik apabila :

Episodenya sedang, tidak ada gejala psikotik

Selama masa remaja, pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik

Tidak ada gangguan psikiatri komorbiditas

Tidak ada gangguan kepribadian

DAFTAR PUSTAKA

30

Page 31: Lapsus Bobby Mood Disorder

1. Kaplan H.I, Sadock B.J, Greb J.A. “ Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku

Psikiatri Klinis, Edisi ke-7”. Hal : 777-849. Bina rupa Aksara, Jakarta. 1997.

2. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disordes. 4th edition. Washington D.C;

American Pschiatric Associated, 1994 : 662 – 665.

3. Kaplan H.I, Sadock B.J. “ Comprehensive Textbook of Psychiatry, Eight edition.. USA.

2005, 1559-1717.

4. Stahl, S M. 2008, “Stahl’s Essential Psychopharmacology, third edition”, New York:

Cambridge University Press.

31