47
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN KASUS INDIVIDU Asma Persisten Sedang Oleh Muhammad Alfian H1A 008 033 Pembimbing : dr. NI KETUT WILMAYANI dr. Hj. WIWIN APRIANI DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM / PUSKESMAS KEDIRI 2015

Lapsus Asma IKM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asthma is common diagnosis in pulmonary diseases

Citation preview

Page 1: Lapsus Asma IKM

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

Asma Persisten Sedang

OlehMuhammad Alfian

H1A 008 033

Pembimbing :

dr. NI KETUT WILMAYANI

dr. Hj. WIWIN APRIANI

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM /

PUSKESMAS KEDIRI

2015

Page 2: Lapsus Asma IKM

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

dengan mengiepisodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.

Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di Negara maju.

Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di

Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir

separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan

kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan

manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang

direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).1,2

Berdasarkan data World Helath Organization (WHO), hingga saat ini jumlah

pasien asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka

ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Di dunia,

penyakit asma termasuk 5 besar penyebab kematian, yaitu mencapai 17,4%.

Sedangkan di Indonesia, penyakit ini masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan

dan kematian. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia mencapai 5% dari seluruh

penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien yang menderita asma di

Indonesia. Di Provinsi NTB pada tahun 2014 jumlah kasus asma dilaporkan sebanyak

45.867. Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah

kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.3

Untuk Puskesmas Kediri pada tahun 2013 didapatkan jumlah penderita asma

yang dirawat inap sebanyak 48 kasus, hal ini meningkat dibandingkan pada tahun

sebelumnya yaitu 2012 dengan jumlah pasien asma yang dirawat inap berjumlah 33

kasus.5 Dengan mencermati hal di atas maka penulis merasa perlu untuk mengangkat

Page 3: Lapsus Asma IKM

kasus demam berdarah dengue khususnya yang terjadi pada wilayah kerja PKM

Kediri.

Page 4: Lapsus Asma IKM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN PENYAKIT ASMA DI PUSKESMAS KEDIRI

Berdasarkan profil kesehatan puskesmas Kediri pada tahun 2012 dan 2013,

penyakit asma menduduki peringkat ke-7 dan 8 dalam 10 penyakit terbanyak rawat

inap di Puskesmas Kediri yakni pada tahun 2012 sebanyak 33 kasus dan meningkat

pada tahun 2013 sebanyak 48 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian

asma masih tinggi dan termasuk dalam salah satu penyakit sepuluh terbanyak.4,5

Data 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun 2012

Sumber: Laporan rawat inap Puskesmas Kediri, 2012

Data 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun 2013

Page 5: Lapsus Asma IKM

Sumber: Laporan rawat inap Puskesmas Kediri, 2013

Definisi

Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri

klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang

sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah

mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang

ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis

yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan

struktur saluran napas.1,2,4

Etiologi

Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan, mengingat

patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit

inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap

berbagai rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas,

Page 6: Lapsus Asma IKM

mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya

bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.1

Patofisiologi dan Patogenesis

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain

alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat

terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis

didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi),

terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan

kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah

besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat

pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan

bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase

sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan

dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini

berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang

dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin.

Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi

mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,

sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat,

obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen.

Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast

terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat,

reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan

kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel

mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis

asma.1,3,6

Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,

Page 7: Lapsus Asma IKM

makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan

vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan

oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan

memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi

yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa

keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada

hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut

reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang

terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan

Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan

terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir,

dan aktivasi sel-sel

inflamasi.1,3-6

Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas

bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter

objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur

hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja,

inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik.12

Faktor Risiko Asma1, 2 , 7-10

Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor

lingkungan.

1. Faktor Genetik

a. Atopi/alergi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya

mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,

penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan

faktor pencetus.

b. Hipereaktivitas bronkus

Page 8: Lapsus Asma IKM

Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

c. Jenis kelamin

Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,

prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5 - 2 kali dibanding anak

perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang

sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.

d. Ras/etnik

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor risiko

asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran

napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun

mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan

asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

2. Faktor lingkungan

a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit

binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).

b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).

3. Faktor lain

a. Alergen makanan

Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,

jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.

b. Alergen obat-obatan tertentu

Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin,

tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain.

c. B ahan yang mengiritasi

Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

d. Ekspresi emosi berlebih

Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga

Page 9: Lapsus Asma IKM

dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma

yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami

stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah

pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih

sulit diobati.

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif

Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok,

sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang

dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada

usia dini.

f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

g. Exercise-induced asthma

Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga

tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling

mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas

biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

h. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim,

seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari

beterbangan).

i. Status ekonomi

Klasifikasi Asma1,2

Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat

berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau

serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.

Page 10: Lapsus Asma IKM

Klasifikasi Menurut Etiologi

Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etiologi, terutama

dengan bahan lingkungan yang mensensititasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara

lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui.

Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma

Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang

diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan

sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat.

Klasifikasi Menurut Kontrol Asma

Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya,

istilah kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau bahkan sembuh. Namun

pada asma, hal itu tidak realistis; maksud kontrol adalah kontrol manifestasi

penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan. Tujuan

pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk waktu lama

dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping.

Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala

Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan.

Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu

penyakit, pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasi

penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat penting untuk

penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti

gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,

pemberian obat inhalasi p-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan

untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat).

Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten sedang,

dan persisten berat (Tabel 1).

Page 11: Lapsus Asma IKM

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gejala pada Orang Dewasa1

Derajat Gejala Gejala Malam Faal Paru

IntermitenBulanan

Gejala <1x/minggu tanpa gejala diluar

serangan

Serangan singkat

<2 kali sebulan

APE >80%

- VEPj >80% nilai prediksi APE

>80% nilai terbaik

- Variabiliti APE <20%.

Persisten ringan Mingguan

Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari.

Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur >2 kali sebulan

APE >80%

- VEPj >80% nilai prediksi APE

>80% nilai terbaik.

- Variabiliti APE 20-30%.

Persisten sedang Harian

Gejala setiap hari. Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur. Bronkodilator setiap hari.>2 kali sebulan

APE 60-80%

- VEPj 60-80% nilai prediksi APE

60-80% nilai terbaik.

- Variabiliti APE >30%.

Persisten berat

Kontinyu

Gejala terus menerus. Sering kambuh. Aktivitas

fisik terbatas

Sering

APE <60%

- VEPj <60% nilai prediksi APE

<60% nilai terbaik

- Variabiliti APE >30%

Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang

digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan.

Global Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma

berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium.

Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah

asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat. Dalam hal ini

perlu adanya pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam

melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap

pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien

asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.

Page 12: Lapsus Asma IKM

Diagnosis Asma1,2

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat

ditangani dengan baik, mengi (wheezing) berulang dan/atau batuk kronik berulang

merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anak-anak umumnya

hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan mengi maupun sesak.

Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

penunjang. Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupa sesak

episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan

untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibilitas yang dapat membantu

diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor risiko. Pada

penderita dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuran respons

dapat membantu diagnosis. Asma diklasifikasikan menurut derajat berat, namun hal

itu dapat berubah dengan waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan

klasifikasi asma menurut ambang kontrol.

Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan pengkajian kondisi klinis serta

pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat hidung

ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah, dan berair (konjungtivitis

alergi), dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu

berulang, sakit akibat perubahan musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan

beraktivitas karena masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun pada

malam hari, riwayat keluarga (riwayat asma, rinitis atau alergi lainnya dalam

keluarga), memelihara binatang di dalam rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang

lembab di dalam rumah. Untuk mengetahui adanya tungau debu rumah, tanyakan

apakah menggunakan karpet berbulu, sofa kain bludru, kasur kapuk, banyak barang

di kamar tidur. Apakah sesak dengan bau-bauan seperti parfum, spray pembunuh

Page 13: Lapsus Asma IKM

serangga, apakah pasien merokok, orang lain yang merokok di rumah atau

lingkungan kerja, obat yang digunakan pasien, apakah ada beta blocker, aspirin atau

steroid. Gejala-gejala kunci untuk menegakkan diagnosis asma dirangkum dalam

Tabel 2.

Tabel 2. Gejala-gejala Kunci Diagnosis Asma12-14

Pemeriksaan Klinis1

Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci,

menentukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada pemeriksaan

fisis pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan

bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan; napas cepat, kesulitan

bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut dan dada. Pada

auskultasi dapat ditemukan mengi, ekspirasi memanjang.

Page 14: Lapsus Asma IKM

Pemeriksaan Penunjang1,2,5

1. Spirometer. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan

diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

2. Peak Flow Meter/PFM. Peak flow metermerupakan alat pengukur faal paru

sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal

dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan

diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM).

Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu

sensitif dibanding FEV . untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur

terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat

diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak

dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

3. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak

disebabkan asma

4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skinprick test) untuk menunjukkan adanya

antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan

mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan

penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara

radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan

(pada dermographism).

5. Petanda inflamasi. Derajat berat asma dan pengoba- tannya dalam klinik

sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas.

Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian

semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,

pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang

dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan

hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan

inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat

menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

Page 15: Lapsus Asma IKM

6. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang menunjukkan FEV1

>90%, HRB dapat dibuktikan dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial

dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat

menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang sensitif. Respons

sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di

samping itu, ukuran alergen dalam alam yang terpajan pada subyek alergi

biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran dari 2 um sampai 20 um, tidak

dalam bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang memberikan informasi

klinis dibanding dengan tes kulit. Tes provokasi nonspesifik untuk mengetahui

HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau kering,

histamin, dan metakolin.

Konsep Baru Pengobatan Awal - Penilaian Derajat 11-14

Banyak penderita asma tidak diobati menurut pedoman mutakhir,

menimbulkan asma tidak terkontrol dan merupakan beban bagi penderita, keluarga

serta seluruh sistem perawatan kesehatan. Pemantauan dan penilaian secara terus

menerus penting untuk keberhasilan penanganan klinis. Menurut konsep baru,

penanganan asma dibuat dalam 3 golongan umur yaitu 0-4 tahun, 4-12 tahun dan

diatas 12 tahun, serta menggunakan 2 domain dalam evaluasi derajat berat dan

kontrol asma, yaitu gangguan dan risiko. Bila diagnosis asma sudah ditegakkan,

setiap penderita dilakukan penilaian derajat berat asma, Derajat berat adalah

intensitas intrinsik proses penyakit yang diukur praterapi, dan dapat memberikan

informasi kepada dokter untuk mengembangkan rencana pengobatan awal.

Pengobatan awal diberikan sesuai dengan regimen (tahap) pengobatan.

Penilaian Kontrol Asma: Memantau dan Mempertahankan dengan Pendekatan

Bertahap 11-14

Evaluasi kontrol dalam 2-6 minggu (tergantung derajat berat awal atau kontrol).

PFM digunakan pada penderita 3 6 tahun. Bila hasil spirometri menunjukkan kontrol

buruk dibanding tanda kontrol lainnya, pertimbangkan obstruksi yang menetap dan

Page 16: Lapsus Asma IKM

nilai ukuran lainnya. Bila obstruksi yang menetap tidak menerangkan kontrol yang

kurang, lakukan step up, karena FEV1 yang buruk merupakan prediktor eksaserbasi.

Bila riwayat eksaserbasi menunjukkan kontrol buruk, nilai derajat gangguan paru dan

pertimbangkan step- up, penanganan eksaserbasi dan menggunakan korti-

kosteroid/KS oral terutama untuk penderita dengan riwayat eksaserbasi berat. Bila

kontrol asma tidak didapat dengan cara tersebut, evaluasi kepatuhan pasien terhadap

peng- gunaan obat, teknik inhalasi, kontrol lingkungan (pajanan baru) dan

penanganan komorbid. Bila asma sudah terkontrol, pemantauan seterusnya adalah

penting agar kontrol asma dapat dipertahankan serta menentukan tahap dan dosis

obat terendah. Pendekatan bertahap (stepping up dan stepping down) dianjurkan

untuk memperoleh dan mempertahankan kontrol asma. Pendekatan pengobatan

bertahap mengga- bungkan kelima komponen yang diperlukan dalam pena- nganan

asma. Jenis, jumlah dan jadwal obat ditentukan oleh ambang berat asma atau kontrol

asma. Pengobatan diting- katkan (stepping up) bila diperlukan, dan diturunkan (step-

ping down) bila mungkin. Oleh karena asma adalah penyakit kronis, asma persisten

dapat dikontrol terbaik dengan pemberian obat pengontrol jangka lama untuk

menekan inflamasi setiap hari. Kortikosteroid inhalasi merupakan obat anti-inflamasi

yang efektif untuk semua usia pada semua tahap perawatan asma persisten. Seleksi

terapi alternatif berdasarkan atas pertimbangan pengobatan yang efektif untuk

penderita (gangguan, risiko atau keduanya) dan riwayat penderita mengenai respons

sebelumnya (sensitivitas dan respons terhadap berbagai obat asma dapat berbeda di

antara penderita) serta kesediaan dan kemampuan penderita ataupun keluarga untuk

menggunakan obat-obatan. Bila asma sudah terkontrol, pemantauan adalah esensial,

oleh karena asma dapat berbeda dengan waktu. Stepping up mungkin diperlukan,

atau bila mungkin stepping down, identifikasi obat minimal diperlukan dalam

mempertahankan kontrol asma.

Page 17: Lapsus Asma IKM

Pengobatan Bertahap pada Berbagai Usia1, 12 - 14

Penilaian derajat berat dan kontrol dilakukan menurut 2 domain yang sama

yaitu gangguan (gejala, tidur, dan aktivitas) dan risiko eksaserbasi yang memerlukan

steroid oral. Derajat berat asma ditentukan oleh domain gangguan dan risiko terberat.

Pendekatan stepwise adalah untuk meno- long, bukan untuk menggantikan. Ambang

derajat berat ditentukan oleh domain gangguan terberat (nilai dari 2-4 minggu yang

akhir, dapat menggunakan PFM) dan risiko.

Keputusan berdasarkan data klinis untuk memenuhi kebu- tuhan penderita.

Dewasa ini tidak cukup bukti hubungan antara frekuensi eksaserbasi dengan berbagai

ambang derajat berat asma. Bila perbaikan tidak dicapai dalam 4-6 minggu walaupun

teknik pengobatan dan ketaatan cukup baik, pertim- bangkan terapi penyesuaian atau

alternatif. Penderita dengan dua atau lebih eksaserbasi, memerlukan steroid oral

dalam 6 bulan akhir atau empat episode mengi dalam satu tahun terakhir, dianggap

sebagai penderita asma persisten, meski- pun tidak disertai ambang gangguan yang

konsisten dengan asma persisten. Sebelum step up, perlu dievaluasi kepatuhan

penderita minum obat, teknik penggunaan inhaler, kontrol lingkungan dan

komorbiditas. Bila diberikan pengobatan alternatif, hentikan penggunaannya sebelum

step up.

Eksaserbasi Asma 1, 11 - 14

Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang

memburuk secara progresif disertasi batuk, mengi, dan dada sakit, atau beberapa

kombinasi gejala- gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus

napas yang dapat diukur secara obyektif (spirometri atau PFM) dan merupakan

indikator yang lebih dapat dipercaya dibanding gejala. Penderita asma terkontrol

dengan steroid inhaler, memiliki risiko yang lebih kecil untuk eksaserbasi. Namun,

penderita tersebut masih dapat mengalami eksaserbasi, misalnya bila menderita

infeksi virus saluran napas. Penanganan eksaserbasi yang efektif juga melibatkan

keempat komponen penanganan asma jangka panjang, yaitu pemantaan, penyuluhan,

kontrol lingkungan dan pemberian obat. Tidak ada keuntungan dari dosis steroid

Page 18: Lapsus Asma IKM

lebih tinggi pada eksaserbasi asma, atau juga keuntungan pemberian intravena

dibanding oral. Jumlah pemberian steroid sistemik untuk eksaserbasi asma yang

memerlukan kunjungan gawat darurat dapat berlangsung 3-10 hari. Untuk

kortikosteroid, tidak perlu tapering off, bila diberikan dalam waktu kurang dari satu

minggu. Untuk waktu sedikit lebih lama (10 hari) juga mungkin tidak perlu tapering

off bila penderita juga mendapat kortikosteroid inhaler.

Pencegahan1,2,11-14

a. Mencegah Sensititasi

Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi,

diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya

asma pada individu yang disensitisasi. Selain menghindari pajanan dengan asap

rokok, baik in utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat

mencegah perkembangan asma. Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem imun

bayi kearah Th1, respons nonalergi atau modulasi sel T regulator masih merupakan

hipotesis.

b. Mencegah Eksaserbasi

Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor

seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor seperti

polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita dengan

beberapa faktor seperti meng- hentikan merokok, menghindari asap rokok,

lingkungan kerja, makanan, aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat mem-

perbaiki kontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi

terhadap banyak faktor lingkungan sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk

dilakukan. Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor,

makanan dan aditif, obesitas, emosi-stres dan berbagai faktor lainnya.

Penatalaksanaan Asma Bertujuan: 1,14-15

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar kualitas hidup

Page 19: Lapsus Asma IKM

meningkat

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas

lainnya

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel

7. Meminimalkan kunjngan ke gawat darurat

Komunikasi yang baik dan terbuka antara dokter dan pasien adalah hal yang

penting sebagai dasar penatalaksanaan. Diharapkan agar dokter selalu bersedia

mende- ngarkan keluhan pasien, itu merupakan kunci keberhasilan pengobatan.

Komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu

mengembangkan hubungan dokter pasien, identifikasi dan menurunkan pajanan

terhadap faktor risiko, penilaian, pengobatan dan monitor asma serta penatalaksanaan

asma eksaserbasi akut.

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu: 121314

1. Penatalaksanaan Asma Akut

Serangan akut adalah keadaan darurat dan membu- tuhkan bantuan medis

segera, Penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat

darurat. Ke- mampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan asmanya adalah

penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di rumah sebelum

ke dokter. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat serangan, gejala,

pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan pemeriksaan faal paru, agar dapat

diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan

faal paru dan laboratorium yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam

pengobatan/tindakan.

Page 20: Lapsus Asma IKM

2. Penatalaksanaan Asma Kronik

Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan

asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan

asma. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang yang bertujuan mengontrol

penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol, Bronkodilator

merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/serangan, dikenal

pelega.

Ciri-ciri asma terkontrol:

1. Tanpa gejala harian

2. Tanpa keterbatasan aktivitas harian

3. Tanpa gejala asma malam

4. Tanpa pengobatan pelega

5. Fungsi paru normal atau hampir normal

6. Tanpa eksaserbasi

Ciri-ciri asma tidak terkontrol

1. Asma malam (terbangun malam hari karena gejala asma)

2. Kunjungan ke gawat darurat, karena serangan akut

3. Kebutuhan obat pelega meningkat.

Pengendalian asma bertujuan: 1,5,10

1. Meningkatkan kemandirian pasien dalam upaya pencegahan asma

2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang terpajan faktor risiko asma

3. Terlaksananya deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko asma

4. Terlaksananya penegakan diagnosis dan tatalaksana pasien asma sesuai

standar/kriteria

5. Menurunnya angka kesakitan akibat asma

6. Menurunnya angka kematian akibat asma

Page 21: Lapsus Asma IKM

Untuk melaksanakan tujuan tersebut, salah satu cara dapat dilakukan dengan

Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang meliputi:1215

1. Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan

asma.

2. Meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi pasien dalam pengendalian

asma.

3. Untuk merubah sikap dan perilaku pasien dalam pengendalian asma.

4. Meningkatkan kemandirian pasien dalam ketrampilan penggunaan obat/alat

inhalasi

Pelaksanaan KIE tentang asma dan faktor risikonya dapat dilakukan melalui

berbagai media penyuluhan, seperti penyuluhan tatap muka, radio, televisi dan media

elektronik lainnya, poster, leaflet, pamflet, surat kabar, majalah dan media cetak

lainnya.

Page 22: Lapsus Asma IKM

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. H

Usia : 52 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pekerja Proyek

Alamat : Desa Kediri, Dusun Sedayu, RT.03

Suku : Sasak

Agama : Islam

Datang ke IGD: 04 – 06 – 2015

Anamnesis

Keluhan Utama

Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD PKM Kediri dengan keluhan sesak

yang berlangsung sejak sore hari sekitar pukul 17.30 WITA. Menurut keterangan

pasien, sesak dirasakan tiba-tiba setelah beraktifitas di rumah. Sesak yang dirasakan

disertai bunyi “ngik” dan timbul apabila pasien terpapar cuaca yang terlalu dingin,

debu dan asap serta timbul apabila pasien mengalami batuk ataupun pilek. Sesak

tidak dipengaruhi oleh aktivitas serta posisi tidur. Pasien mengaku bahwa sesaknya

sering kumat namun pasien tidak memiliki alat uap sendiri karena keterbatasan biaya

untuk membeli alat uap. Kumatnya sesak pasien pada 1 bulan terakhir ini sebanyak

10 kali dan sesak ini menyebabkan pasien kesulitan dalam berbicara, hanya mampu

berbicara dalam bentuk kata saja. Selain itu pasien juga mengeluhkan sedang

mengalami batuk-pilek sejak 2 hari yang lalu. Batuk berdahak warna putih dan pilek

encer seperti air. Pasien tidak mengeluhkan hal yang lainnya. Riwayat BAK 3-5

Page 23: Lapsus Asma IKM

x/hari warna kuning jernih dan BAB 1 x/hari konsistensi lunak, dan warna kuning

kecoklatan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku bahwa sesaknya ini sudah dialami pasien sejak masih muda

dan sering kambuh-kambuhan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien sebelumnya sudah meminum obat flu dan batuk seta obat untuk sesak

(salbutamol) yang di dapatkan pada saat sesak sebelumnya.

Riwayat Lingkungan, Ekonomi, dan Sosial

Pasien tinggal pada sebuah rumah yang berukuran 9 x 6 meter dimana

terdapat dua buah kamar berukuran 3 x 2,5 meter dan satu buah kamar berukuran 3x

3 meter dan satu ruang keluarga. Kedua kamar yang berukuran 3 x 2,5 meter masing-

masing ditempati oleh pasien dan istrinya serta satu kamar lagi ditempati oleh anak

pasien dan menantunya beserta seorang cucunya dan kamar lainnya ditempati oleh

anaknya yang lain. Pasien memiliki satu buah dapur, satu kamar mandi. Pada rumah

pasien terdapat satu buah jendela yang berukuran 1 meter x 60 cm dan dua buah

ventilasi yang masing-masing berukuran 60 x 30 cm. Sedangkan pada setiap kamar

terdapat masing-masing satu buah ventilasi yang berukuran 60 x 30 cm namun tidak

memiliki jendela. Menurut keterangan pasien jendela yang ada di rumahnya jarang

dibuka. Rumah pasien beratapkan genteng dan tidak menggunakan plafon yang

jarang dibersihkan dengan lantai rumah hanya diplester. Pada kamar mandi terdapat

satu bak kamar mandi berukuran 1 x 0,5 meter. Untuk MCK, keluarga pasien

menggunakan kamar mandi di rumahnya. Adapun sumber air yang digunakan oleh

Page 24: Lapsus Asma IKM

pasien dan keluarganya berasal dari air PDAM. Air dari PDAM juga digunakan untuk

minum dan memasak. Pada dapur pasien terdapat banyak barang bekas, kain dan

pasien sekeluarga memasak menggunakan kompor gas. Jarak rumah pasien dengan

tetangganya sebelah kanan, kiri, depan, maupun belakang ± satu meter. Selain itu

kurang lebih jarak tiga meter dari rumah pasien terdapat selokan yang ditumpuki oleh

sampah sehingga membuat aliran air sering terhambat.

Pasien adalah seorang kepala keluarga dan tinggal bersama satu orang istri,

dua orang anak, satu menantu dan satu orang cucu. Pasien bekerja sebagai pekerja

proyek dengan penghasilan perbulannya 500.000 – 750.000 rupiah dan istri pasien

adalah seorang ibu rumah tangga. Selain itu anak pasien yang sudah berkeluarga

hanya bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu. Setiap kali sesaknya

kambuh, pasien tidak bias melakukan aktivitas dan pekerjaannya seihingga

mempengaruhi penghasilan keluarga.

Page 25: Lapsus Asma IKM

Pemeriksaan Fisik

Keadaaan umum : Sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frek. Nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat

Frek. Nafas : 28 x/menit

Suhu : 36,90C

Status Generalis

Kepala : dbn

Bibir : mukosa bibir normal

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : Liang telinga lapang, serumen (-)

Hidung : sekret (+), epistaksis (-)

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Thoraks

Inspeksi : simetris, retraksi (-), bercak kemerahanan (-)

Palpasi : fremitus kiri = fremitus kanan, iktus kordis teraba pada sela

iga ke-5 sinistra

Auskultasi : Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing +/+

Jantung : S1 S2 tunggal, m (-), g (-)

Abdomen:

Inspeksi : distensi (-),bercak-bercak merah (-)

Auskultasi : bising usus normal

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri suprapubik (-), hati dan limpa tidak

teraba

Ekstremitas : akral hangat +/+,

Page 26: Lapsus Asma IKM

RESUME

Laki-laki usia 52 tahun datang ke IGD PKM Kediri dengan keluhan sesak

yang berlangsung sejak sore hari sekitar pukul 17.30 WITA. Menurut keterangan

pasien, sesak dirasakan tiba-tiba setelah beraktifitas di rumah. Sesak yang dirasakan

disertai bunyi “ngik” dan timbul apabila pasien terpapar cuaca yang terlalu dingin,

debu dan asap serta timbul apabila pasien mengalami batuk ataupun pilek. Sesak

tidak dipengaruhi oleh aktivitas serta posisi tidur. Pasien mengaku bahwa sesaknya

sering kumat namun pasien tidak memiliki alat uap sendiri karena keterbatasan biaya

untuk membeli alat uap. Kumatnya sesak pasien pada 1 bulan terakhir ini sebanyak

10 kali dan sesak ini menyebabkan pasien kesulitan dalam berbicara, hanya mampu

berbicara dalam bentuk kata saja. Selain itu pasien juga mengeluhkan sedang

mengalami batuk-pilek sejak 2 hari yang lalu. Batuk berdahak warna putih dan pilek

encer seperti air. Riwayat BAK 3-5 x/hari warna kuning jernih dan BAB 1 x/hari

konsistensi lunak, dan warna kuning kecoklatan. Pemeriksaan TTV didapatkan TD:

110/70 mmHg, HR: 88 x/menit, regular, kuat angkat. RR: 28 x/menit, T: 36,90C.

Auskultasi paru didapatkan wheezing +/+.

Assessment

Asma Persisten Sedang

Planning Diagnosis

Spirometri

Planning Terapi

Nebu Combivent

Page 27: Lapsus Asma IKM

KIE :

Hindari factor pencetus seperti debu dan asap

Prognosis

Ad vitam : bonam Ad functionam : bonam

Pengkajian Masalah kesehatan pasien

Menurut H.L Blum derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor

genetik, pelayanan kesehatan, perilaku masyarakat, dan lingkungan. Dalam konsep

ini ditekankan bahwa aspek perilaku dan aspek lingkungan begitu sangat berperan

dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Lingkungan

Page 28: Lapsus Asma IKM

Asma Pelayanan Kesehatan

Perilaku

Pengetahuan Sikap Kegiatan pasien Perilaku Anggota Keluarga

BAB IV

Penduduk Polusi udara Lingkungan

penyuluhan

Page 29: Lapsus Asma IKM

PEMBAHASAN

Aspek Klinis

Pembahasan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

Pasien datang dengan keluhan sesak yang dirasakan sejak sore hari dan

semakin memberat. Sesak dipengaruhi oleh cuaca serta debu dan asap. Sesak timbul

± 10 kali dalam satu bulan terakhir dan menyebabkan pasien mengurangi aktifitas.

Sesak tidak dipengaruhi oleh aktifitas dan posisi.

Dari hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD : 110/70 mmHg, nadi : 88

x/menit, regular, kuat angkat. RR : 28 x/menit, T : 36,90C. Pemeriksaan thoraks

didapatkan suara sonor pada kedua lapang paru dan pada auskultasi didapatkan suara

tambahan berupa wheezing pada kedua paru, pada pemeriksaan abdomen tidak

tampak distensi dan pada saat perkusi serta palpasi didapatkan suara timpani dan

nyeri tekan (-), nyeri suprapubik (-), hati dan limpa tidak teraba.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis pada

pasien ini adalah asma persisten sedang hal ini dikarenakan pasien sesak dan

didapatkan riwayat sesak sejak muda. Sesak muncul apabila pasien terpapar debu,

asap, cuaca yang terlalu dingin dan tidak dipengaruhi oleh aktifitas serta posisi tidur.

Sedangkan dari pemeriksaan TTV dan pemeriksaan fisik didapatkan TD: 110/70

mmHg, nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat. RR: 28 x/menit, T: 36,90C

menunjukkan bahwa status hemodinamik pasien dalam keadaan stabil. Pada

pemeriksaan asukultasi thorax didapatkan wheezing pada kedua paru, hal ini

disebabkan karena penyempitan lumen bronkus oleh karena beberpa factor seperti

terlalu banyaknya lender pada bronkus.

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat

Page 30: Lapsus Asma IKM
Page 31: Lapsus Asma IKM

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada tahun 2013 asma menduduki peringkat ke-7 dalam 10 penyakit rawat

inap terbanyak di Puskesmas Kediri dengan 48 kasus.

Saran

1. Upaya preventif, promotif, dan kuratif sangat penting untuk dilakukan dalam

menurunkan kejadian DBD sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan

mortalitas terkait infeksi virus dengue.

2. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan baik dokter maupun perawat

tentang bagaimana cara diagnosis dan penatalaksanaan kasus asma.

3. Menjalin kerja sama antara keluarga, tokoh masyarakat, kader, dan petugas

kesehatan dalam tatalaksana pasien dengan asma.

4. Koordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan agar

lebih ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan

yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup.

Page 32: Lapsus Asma IKM

DAFTAR PUSTAKA

1. Global strategy for asthma management and prevention. National Institutes of

Health, 2007.

2. Bernstein JA. Asthma in handbook of allergic disorders. Philadelphia: Lipincott

Williams & Wilkins, USA, 2003,73-102.

3. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H,

Siregar SP, et al. Allergy and asthma, The scenario in Indonesia. In: Shaikh

WA.editor. Principles and practice of tropical allergy and asthma. Mumbai: Vicas

Medical Publis- hers;2006.707-36.

4. Holgate ST, The bronchial epithelial origins of asthma in immunological

mechanisms in asthma and allergic disease. Robinson DS (ed), S. Karger AG,

Basel, Switzerland, 2000.62-71.

5. Gotzsche CP. House dust mite control measures for asthma: systematic review in

European Journal of Allergy and Chronic Urticaria. volume 63,646.

6. Eapen SS, Busse WW. Asthma in inflammatory mechanisms in allergic diseases.

In: Zweiman B, Schwartz LB.editors.USA: Marcel Dekker; 2002.p.325-54.

7. Augusto A. Asthma and obesity: Common early-life influences in the inception

of disease JACI.2008 Mei; 121 .(5): 1075.

8. Brisbon N, Plumb J, Brawer R, Paxman D, The asthma and obesity epidemics:

The role played by the built environment-a public health perspective.

JACI.2005;115 (5):1024-8.

9. Devereux G, Seaton A, Diet as a risk factor for atopy and asthma.JACI.2005.115

(6):1109-17.

10. Bateman ED, Jithoo A. Asthma and allergy - a global perspective in Allergy.

European Journal of Allergy and Clinical Immunol- ogy.2007;62 (3).213-5.

11. Corrigan C, Rak S, Asthma in allergy. China: Elsevier Mosby; 2004.26-38.

12. Bacharier LB, Louis S.”Step-down” therapy for asthma: Why, When, and How?

JACI.2002; 109 (6):916.

Page 33: Lapsus Asma IKM

13. Bochner BS, Busse WW. Allergy and AsthmaJACI.2005;115 (5):953-9.

14. Broide D. New perspectives on mechanisms underlying chronic allergic

inflammation and asthma in 2007. JACI.2008.122 (3): 475-80.

15. Cabana MD, Le TT, Arbor A. Challenges in asthma patient

education.JACI.2005;115 (6):1225-7.

16. Tim Penyusun, 2012. Data Rawat Inap dan Rawat Jalan 2012. Kediri :

Puskesmas Kediri

17. Tim Penyusun, 2013. Data Rawat Inap dan Rawat Jalan 2013. Kediri :

Puskesmas Kediri