33
BAB I PENDAHULUAN MENSTRUASI Definisi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2009). Menurut Sherwood (2007), menstruasi adalah pengeluaran darah dan debris endometrium dari rongga uterus melalui vagina akibat dari stimulasi oleh prostaglandin terhadap ritme kontraksi miometrium uterus. FISIOLOGI MENSTRUASI Siklus Ovarium Selama fase folikel (paruh pertama fase ovarium), folikel ovarium mengeluarkan estrogen dibawah pengaruh FSH, LH, dan estrogen itu sendiri. Kadar estrogen yang rendah tetapi terus meningkat tersebut menghambat sekresi FSH, yang menurun selama bagian terakhir fase folikel, dan secara inkomplit menekan sekresi LH, yang terus meningkat selama fase folikel. Pada saat pengeluaran estrogen mencapai puncaknya, kadar estrogen yang tinggi tersebut memicu lonjakan sekresi LH pada pertengahan siklus. Lonjakan LH ini menyebabkan ovulasi 1

Lapsus 3 - Menometroragia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapsus 3 - Menometroragia

BAB I

PENDAHULUAN

MENSTRUASI

Definisi

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai

pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2009).

Menurut Sherwood (2007), menstruasi adalah pengeluaran darah dan debris

endometrium dari rongga uterus melalui vagina akibat dari stimulasi oleh

prostaglandin terhadap ritme kontraksi miometrium uterus.

FISIOLOGI MENSTRUASI

Siklus Ovarium

Selama fase folikel (paruh pertama fase ovarium), folikel ovarium

mengeluarkan estrogen dibawah pengaruh FSH, LH, dan estrogen itu sendiri.

Kadar estrogen yang rendah tetapi terus meningkat tersebut menghambat sekresi

FSH, yang menurun selama bagian terakhir fase folikel, dan secara inkomplit

menekan sekresi LH, yang terus meningkat selama fase folikel. Pada saat

pengeluaran estrogen mencapai puncaknya, kadar estrogen yang tinggi tersebut

memicu lonjakan sekresi LH pada pertengahan siklus. Lonjakan LH ini

menyebabkan ovulasi folikel yang matang. Sekresi estrogen merosot sewaktu

folikel mati pada waktu ovulasi. Sel-sel folikel lama diubah menjadi korpus

luteum, yang mengeluarkan progesteron serta estrogen selama fase luteal (paruh

terakhir fase ovarium). Progesteron sangat menghambat FSH dan LH, yang

menurun selama fase luteal. Korpus luteum berdegenerasi dalam waktu sekitar

dua minggu apabila ovum yang dikeluarkan tidak dibuahi dan tidak tertanam di

uterus. Kadar progesteron dan estrogen menurun secara tajam pada saat korpus

luteum berdegenerasi, sehingga pengaruh inhibitorik pada sekresi FSH dan LH

lenyap. Kadar kedua hormon hipofisis anterior ini kembali meningkat dan

1

Page 2: Lapsus 3 - Menometroragia

merangsang berkembangnya folikel-folikel baru dengan dimulainya fase folikel

(Sherwood, 2007).

Siklus Endometrium dan Menstruasi

Menurut Guyton (2006), siklus endometrium terdiri dari tiga fase, yaitu:

a. Fase Proliferasi (Fase Estrogen)

Pada permulaan setiap siklus menstruasi, sebagian besar endometrium

mengalami deskuamasi oleh proses menstruasi. Setelah menstruasi,

hanya lapisan tipis stroma endometrium tersisa pada basis

endometrium asli, dan satu-satunya sel epitel yang tertinggal terletak

pada bagian dalam sisa-sisa kelenjar dan kriptus endometrium. Di

bawah pengaruh estrogen yang sekresinya ditingkatkan oleh ovarium

selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel-sel epitel

dengan cepat berproliferasi. Permukaan endometrium mengalami

reepitelisasi dalam tiga sampai tujuh hari setelah permulaan

menstruasi. Selama dua minggu pertama siklus seksual, yaitu sampai

ovulasi, tebal endometrium sangat bertambah karena peningkatan

jumlah sel-sel stroma dan karena pertumbuhan progresif kelenjar-

kelenjar endometrium, semua efek ini ditingkatkan oleh estrogen.

b. Fase Sekresi (Fase Progesteron)

Selama separuh terakhir siklus seksual, progesteron dan estrogen

disekresi dalam jumlah besar oleh korpus luteum. Estrogen

menyebabkan proliferasi sel tambahan dan progesteron menyebabkan

pembengkakan hebat dan pembentukan sekresi endometrium. Kelenjar

tambah berkelok-kelok, zat yang disekresi tertimbun dalam sel epitel

kelenjar, dan kelenjar menyekresi sedikit cairan endometrium.

Sitoplasma sel stroma juga bertambah, lipid dan glikogen banyak

mengendap dalam sel stroma, dan suplai darah ke endometrium

meningkat lebih lanjut sebanding dengan aktivitas sekresi yang sedang

berkembang. Tebal endometrium sekitar dua kali waktu fase sekresi

2

Page 3: Lapsus 3 - Menometroragia

sehingga menjelang akhir siklus haid, endometrium mempunyai

ketebalan 4 – 6 mm.

Tujuan dari seluruh perubahan endometrium ini adalah untuk

menghasilkan endometrium yang banyak menyekresi dan sangat

banyak mengandung cadangan zat gizi yang dapat memberikan

keadaan yang sesuai untuk implantasi ovum yang telah dibuahi selama

separuh terakhir siklus haid.

c. Menstruasi

Sekitar dua hari sebelum sebelum akhir siklus haid, sekresi hormon-

hormon ovarium, estrogen, dan progesteron, turun dengan tajam sampai

rendah dan berlangsunglah menstruasi.

Menstruasi disebabkan oleh pengurangan mendadak progesteron dan

estrogen pada akhir siklus haid ovarium. Efek pertama adalah penurunan

rangsangan sel-sel endometrium oleh kedua hormon tersebut, diikuti dengan

cepat oleh involusi endometrium itu sendiri sampai sekitar 65 persen tebal

sebelumnya. Selama 24 jam sebelum mulai menstruasi, pembuluh darah yang

menuju lapisan mukosa endometrium menjadi vasospastik, mungkin karena

beberapa efek involusi, seperti pengeluaran zat vasokonstriktor. Vasospasme

dan kehilangan rangsang hormonal mulai menimbulkan nekrosis pada

endometrium. Sebagai akibatnya, darah merembes dalam lapisan vaskular

endometrium, area perdarahan mulai terbentuk setelah 24 sampai 36 jam.

Lambat laun, lapisan luar endometrium yang nekrotik terlepas dari uterus

pada tempat perdarahan, pada 48 jam setelah mulainya menstruasi, semua

lapisan superfisial endometrium telah mengalami deskuamasi. Jaringan

deskuamasi dan darah dalam kubah uterus memulai kontraksi uterus yang

mengeluarkan isi uterus.

Selama menstruasi normal, sekitar 35 ml darah dan 35 ml cairan serosa

hilang. Cairan menstruasi ini dalam keadaan normal tidak membeku, karena

fibrinolisin dikeluarkan bersama dengan endometrium yang nekrotik. Dalam

tiga sampai tujuh hari setelah menstruasi mulai, perdarahan berhenti karena

pada saat ini endometrium sudah mengalami epitelisasi penuh.

3

Page 4: Lapsus 3 - Menometroragia

Gambar: Perubahan Hormonal Selama Siklus Menstruasi

Sumber: Fisiologi Manusia Sherwood, 2007

MENOMETRORAGIA

Definisi

Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak

berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi

pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih

diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya

adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma

endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan

penggunaan estrogen eksogen. Menoragia adalah perdarahan

siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah

4

Page 5: Lapsus 3 - Menometroragia

kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus

ini sama dengan hipermenorea. Menometroragia, yaitu

perdarahan yang terjadi dengan interval yang tidak teratur

disertai perdarahan yang banyak dan lama.

Penyebab

Sebab-sebab organik perdarahan dari uterus, tuba dan

ovarium disebabkan oleh kelainan pada:

a. Serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis

uteri, ulkus pada portio uteri, karsinoma servisis uteri.

b. Korpus uteri; polip endometrium, abortus imminens,

abortus insipiens, abortus incompletus, mola hidatidosa,

koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korpus uteri,

sarkoma uteri, mioma uteri.

c. Tuba fallopii; kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,

tumor tuba.

d. Ovarium; radang overium, tumor ovarium.

Sebab fungsional perdarahan dari uterus yang tidak ada

hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan

disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap

umur antara menarche dan menopause, tetapi kelainan ini lebih

sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi

ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di

rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40

tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek

dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa

pubertas,akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh

sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.

Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional

belum diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan

5

Page 6: Lapsus 3 - Menometroragia

dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain: kegemukan

(obesitas), faktor kejiwaan, alat kontrasepsi hormonal alat

kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices). Beberapa

penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim, misalnya:

trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan

darah), kencing manis (diabetus mellitus), dan lain-lain.

Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor

organ reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease),

infeksi vagina, dan lain-lain.

Patogenesis

Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus

ovulasi (pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa

ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada wanita

premenopause (folikel persisten). Sekitar 90% perdarahan uterus

difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi

(anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.

Pada siklus ovulasi, perdarahan rahim yang bisa terjadi pada

pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu

menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar

hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap

terbentuk. Sedangkan pada siklus tanpa ovulasi (anovulation),

perdarahan rahim sering terjadi pada masa pre-menopause dan

masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga

kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon

progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium)

mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti

penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai.

Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena

dinding rahim yang rapuh. Di sisi lain, perdarahan tidak terjadi

bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru

6

Page 7: Lapsus 3 - Menometroragia

sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya, jadilah

perdarahan rahim berkepanjangan.

Gambaran klinik

Perdarahan rahim dapat terjadi tiap saat dalam siklus

menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus

menerus atau banyak dan berulang. Kejadian tersering pada

menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami

menstruasi) atau masa pre-menopause.

a. Perdarahan Ovulatori

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari

perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenore)

atau panjang (oligomenore). Untuk menegakan diagnosis

perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa

mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak

teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang

bentuk survei suhu badan basal dapat membantu. Jika sudah

dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe

sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan

sebagai etiologinya:

1. Korpus Luteum Persisten

Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang

bersamaan dengan ovarium yang membesar. Sindrom ini

harus dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat

penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering

menunjukan banyak persamaan antara keduanya. Korpus

luteum persisten dapat menimbulkan pelepasan

endometrium yang tidak teratur (irregular shedding).

Diagnosis ini dibuat dengan melakukan kerokan yang tepat

pada waktunya, yaitu menurut Mc. Lennon pada hari ke-4

7

Page 8: Lapsus 3 - Menometroragia

mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai

endometrium dalam tipe sekresi disamping nonsekresi.

2. Insufisiensi Korpus Luteum.

Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting,

menoragia atau polimenore. Kurangnya produksi

progesteron disebabkan oleh gangguan LH realizing factor.

Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam

fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium

yang seharusnya didapat pada hari siklus yang

bersangkutan.

3. Apopleksia Uteri

Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya

pembuluh darah dalam uterus.

4. Kelainan Darah

Seperti anemia, purpura trombositopenia, dan gangguan

dalam mekanisme pembekuan darah.

b. Perdarahan Anovulatoir

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya

endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah

tingkat tertentu, timbul perdarahan yang kadang bersifat siklik,

dan kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen

ada sangkut pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu

waktu fungsional aktif. Folikel–folikel ini mengeluarkan estrogen

sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel –

folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh

terus dan dari endometrium yang mula-mula proliferasi dapat

terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran ini

diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya

perdarahan anovulatoir.

Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan

tetapi paling sering pada masa permulaan yaitu pubertas dan

8

Page 9: Lapsus 3 - Menometroragia

masa pramenopause. Pada masa pubertas perdarahan tidak

normal disebabkan oleh karena gangguan atau keterlambatan

proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa

pembuatan realizing faktor tidak sempurna. Pada masa

pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu

berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan

keganasan kecil sekali dan ada harapan lambat laun keadaan

menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoir, pada seorang

dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan

perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk

menentukan ada tidaknya tumor ganas. Perdarahan

disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan

penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit

umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya.

Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita dengan

perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit

tersebut. Selain itu faktor psikologik juga berpengaruh antara

lain stress kecelakaan, kematian, pemberian obat penenang

terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahanan

ovulatoir.

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus

dilakukan dalam pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan

pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka

penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas

pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan

laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler) yang

didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat

badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan

mood, atau kram abdomen) lebih cenderung bersifat ovulatori.

9

Page 10: Lapsus 3 - Menometroragia

Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak

teratur setelah mengalami amenore berbulan – bulan,

kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh

(0,3 – 0,6 C), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/

ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang

terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan,

semuannya merupakan bukti ovulasi. Diagnosis DUB

(Disfunctional Uterine Bleeding) setelah eksklusi penyakit organik

traktus genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan karena

tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit organik,

dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk

menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia

dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat rendah

mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi

endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis

dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana

penyelidikan secara invasif dilakukan hanya jika simptom

menetap. Resiko karsinoma endometerium pada pasien DUB

perimenopause adalah sekitar 1 persen. Maka dari itu,

pengambilan sampel endometrium penting dilakukan.

Pemeriksaan Penunjang:

1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid, dan kadar

HCG, FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi

atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang

mengarah kesana.

2. Deteksi patologi endometrium melalui dilatasi dan kuretase

ataupun histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan

menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur

atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon

terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan

10

Page 11: Lapsus 3 - Menometroragia

endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin

terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk

melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai

pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang

atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi,

histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase

dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.

3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang

tidak berhasil dalam uji coba terapeutik.

Penatalaksanaan

Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan

berbagai kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan

penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan

prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:

1. Menghentikan perdarahan.

2. Mengatur menstruasi agar kembali normal.

3. Transfusi jika kadarhemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

Menghentikan Perdarahan

Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah

sebagai berikut:

Kuret (curettage)

Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi

wanita menikah tapi belum sempat berhubungan intim. Obat (medikamentosa)-

golongan estrogen. Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol

11

Page 12: Lapsus 3 - Menometroragia

valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani

kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain,

misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguanfungsi liver.

Dosis dan cara pemberian: Estrogen konjugasi (estradiol

valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari. Benzoas estradiol: 20

mg disuntikkan intramuskuler (melalui bokong). Jika

perdarahannya banyak, dianjurkan untuk opname, dan diberikan

estrogen konjugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus

(suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat

diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen

intravena dosis tinggi (estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam

sampai perdarahan berhenti) akan mengontrol secara akut

melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek

langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen

dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat

menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometrium

atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus

DUB sekunder akibat depot progestogen (Depo Provera).

Kekurangan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan

dihentikan,perdarahan timbul lagi.

Obat Kombinasi

Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak

digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada

pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang

terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah

memberikan kontrasepsi oral, obat ini dapat dihentikan setelah 3

– 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah

timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang

mengalami anovulasi kronik dan diperlukan pengobatan

berkelanjutan. Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan

12

Page 13: Lapsus 3 - Menometroragia

endometrium yang berdarah banyak selama penarikan progestin.

Speroff menganjurkan pengobatan dengan menggunakan

kombinasi kontrasepsi oral denganregimen menurun secara

bertahap.

Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam

hingga duabelas jam, selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol

perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan

akut dalam 24 hingga 48 jam, penghentian obat akan

menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini,

mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan diulangi

selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur endometrium yang

berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi dapat

diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari,

kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian

dilanjutkan sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral

menginduksi atrofi endometrium, karena paparan estrogen

progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan

menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna

untuk tatalaksana DUB jangka panjang pada pasien tanpa

kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah

kehamilan.Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan

berat yang lama dapat mengelupaskan endometrium basal,

sehingga tidak responsif terhadap progestin. Kuretase untuk

mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena tingginya

resiko terjadinya sinekia intrauterin (sindrom Asherman) jika

endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40

dan diatasnya yang tidak obese, tidak merokok dan tidak

hipertensi.

Golongan Progesterone

13

Page 14: Lapsus 3 - Menometroragia

Pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar

perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian

obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap

endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:Medroksi

progesteron asetat (MPA) 10-20mg per hari, diminum selama 7-

10 hari. Norethisteron 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.

Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuscular.

OAINS

Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non

steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling

efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset

menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi

umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama

espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi

kehilangan darah selama menstruasi (mensturual blood

loss/MBL) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori

dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi. Mengatur

menstruasi agar kembali normal setelah perdarahan berhenti,

langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus

menstruasi, misalnya dengan pemberian progesteron 2×1 tablet

diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15

menstruasi. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.

Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah

Sakit atau klinik. Satu kantong darah (250 cc) diperkirakan dapat

menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika

kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu

sekitar 4 kantong darah.

Prognosis

14

Page 15: Lapsus 3 - Menometroragia

Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit

(patofisiologi). Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi

hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan

hingga 90 %. Pada wanita muda, yang sebagian besar terjadi

dalam siklus anovulasi, dapat diobati dengan hasil baik.

15

Page 16: Lapsus 3 - Menometroragia

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita

Nama : Ny. SK

Umur : 49 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Tegalrejo RT 08 RW 03 Bawen Kabupaten

Semarang

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal masuk RSUD : 24 Juni 2013

Tanggal periksa : 25 Juni 2013

No.RM : 020549

B. Anamnesis

Keluhan utama : sudah 3 hari pasien keluar flek darah kemerahan

dari vagina

Keluhan Tambahan:

Nyeri di perut bawah menjalar sampai ke punggung, pusing, pinggang sampai

kaki terasa pegal, kadang mual

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien P4A1 mengaku perdarahan keluar setiap habis berhenti haid (3 hari

berhenti haid, lalu timbul perdarahan). Keluhan ini sudah dirasakan pasien

sejak bulan november tahun 2010. Warna darah haid merah kehitaman,

kadang disertai gumpalan-gumpalan darah. Dalam satu hari ganti pembalut

tiga kali (pembalut ukuran maxi, darahnya agak penuh)

Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah memiliki keluhan yang sama, haid tidak berhenti sejak tanggal 9 Mei

2010 sampai Juni 2010, kemudian melakukan pengobatan dan haid berhenti,

16

Page 17: Lapsus 3 - Menometroragia

setelah obat habis haid kembali muncul berkepanjangan (mulai November

2010 hingga sekarang).

Pasien memiliki riwayat kuretase pada tahun 2011 dengan keluhan yang sama

Pasien juga memiliki riwayat kista ovarii pada tahun 1999

Riwayat Penyakit Keluarga

Memiliki riwayat hipertensi, tidak ada riwayat diabetes mellitus, asma

Riwayat Sosial

Pasien tidak merokok dan minum alkohol

Riwayat Operasi

Pernah menjalani operasi kista ovarii pada tahun 1999

Riwayat Haid

Menarche kurang lebih pada usia 13 tahun. Lama haid bisa lebih dari 1 bulan,

siklus tidak teratur

Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku belum mengkonsumsi obat dan tidak sedang menjalani

pengobatan tertentu. Pasien sudah menjalani USG dengan dokter Adi, Sp.OG

dan memiliki rencana kuret.

Riwayat KB

Pasien mengaku tidak menggunakan KB

C. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan di bangsal Bougenville kamar kelas II, 25 Juni 2013.

1. Keadaan umum : Baik

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Vital sign

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respiration Rate : 20 x/menit

Suhu : 36,7 0C

4. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

1) Bentuk kepala

17

Page 18: Lapsus 3 - Menometroragia

Mesocephal, simetris

2) Rambut

Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata

3) Mata

Simetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

4) Telinga

Discharge (-), deformitas (-)

5) Hidung

Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)

6) Mulut

Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)

b. Pemeriksaan leher

Pembesaran kelenjar tiroid (-)

c. Pemeriksaan thoraks

Paru : Dinding dada tampak simetris, tidak tampak

ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan

kiri, kelainan bentuk dada (-) Perkusi orientasi

selurus lapang paru sonor, suara dasar vesikuler,

ronki (-) , Wheezing (-)

Jantung : S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)

d. Pemeriksaan abdomen

Datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)

Hepar dan Lien : supel, tidak ada perbesaran

e. Pemeriksaan ekstremitas

Edema (-), varises (-), akral dingin, capillary refill < 2 detik

f. Status Lokalis

Nyeri tekan pada daerah suprapubik.

18

Page 19: Lapsus 3 - Menometroragia

Terdapat cairan keluar dari vagina berwarna kemerahan, ada bercak di

celana dalam.

5. Pemeriksaan Penunjang (tanggal 24 Juni 2013)

a. Darah Rutin

Hemoglobin : 9.1 g/dl (L)

Leukosit : 7.7 ribu

Eritrosit : 3.70 juta (L)

Hematokrit : 29.2 % (L)

Trombosit : 347 ribu

MCV : 78.9 mikro m3 (L)

MCH : 24.6 pg (L)

MCHC : 31.2 g/dl (L)

RDW : 13.4 %

MPV : 7.3 mikro m3

Limfosit : 1.7 103/mikroL

Monosit : 0.5 103/mikroL

Granulosit : 5.5 103/mikroL

Limfosit % : 21.7 % (L)

Monosit % : 6.4 % (H)

Granulosit % : 71.9 %

b. USG

Tampak penebalan dinding endometrium.

c. Hasil PA dari Jaringan Kuretase

Terdapat hiperplasia akibat pengobatan sebelumnya.

D. Diagnosis

P4A1 dengan Menometroragia

19

Page 20: Lapsus 3 - Menometroragia

E. Penatalaksanaan

Non Farmakologi:

Bed rest

Dilakukan tindakan Curretase Diagnostik

Farmakologi:

Injeksi Criax (1 x 2 gr intravena)

Maxpro

Maltiron

Asam Traneksamat

20

Page 21: Lapsus 3 - Menometroragia

BAB III

ANALISA KASUS

Identifikasi Masalah (SOAP)

1. Subjektif (S)

Pasien berusia 49 tahun memiliki keluhan utama sudah 3 hari

pasien keluar flek darah kemerahan dari vagina. Perdarahan keluar setiap

habis berhenti haid (3 hari berhenti haid, lalu timbul perdarahan). Keluhan

ini sudah dirasakan pasien sejak bulan november tahun 2010. Warna darah

haid merah kehitaman, kadang disertai gumpalan-gumpalan darah. Dalam

satu hari ganti pembalut tiga kali (pembalut ukuran maxi, darahnya agak

penuh). Kasus ini sesuai dengan menometroragia dimana

definisinya adalah perdarahan yang terjadi dengan interval

yang tidak teratur disertai perdarahan yang banyak dan

lama.

Menometroragia bisa disebabkan oleh kelainan

organik ataupun sebab fungsional perdarahan dari uterus

yang tidak ada hubungannya dengan sebab organic

(perdarahan disfungsional/DUB). Perdarahan disfungsional

sering terjadi pada wanita di usia pre-menopause yaitu

terjadi tanpa ovulasi (anovulatorik), karena tidak terjadi

ovulasi, kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan

hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim

(endometrium) mengalami penebalan berlebihan

(hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (pembuluh darah dan

kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah penyebab

terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang

rapuh. Di sisi lain, perdarahan tidak terjadi bersamaan.

Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh

lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya, jadilah

21

Page 22: Lapsus 3 - Menometroragia

perdarahan rahim berkepanjangan. Hal tersebut yang

kemungkinan terjadi pada pasien Ny. SK ini.

Perdarahan disfungsional bisa dikaitkan dengan

penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim, tetapi pasien

mengaku tidak menggunakan KB, maka kemungkinan ini

dapat disingkirkan. Walaupun jarang, perdarahan rahim

juga dapat terjadi karena adanya kista ovarium (polycystic

ovary disease), pasien ini memiliki riwayat kista ovarium

tetapi sudah dioperasi pada tahun 1999, sehingga

kemungkinan akibatnya bukan karena itu.

2. Objektif (O)

Pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva agak pucat (anemis),

didukung oleh pemeriksaan penunjang darah rutin dimana kadar

hemoglobinnya rendah, yaitu 9,1 g/dl. Hal ini dapat terjadi karena

perdarahan sudah berlangsung lama dan berkepanjangan.

Pada pemeriksaan lokalis terdapat cairan keluar dari vagina

berwarna kemerahan, ada bercak (spotting) di celana dalam, menunjukkan

bahwa perdarahan masih terjadi tetapi dalam jumlah yang sedikit.

Pada pemeriksaan USG terlihat adanya penebalan (hiperplasi) dinding

endometrium tanpa ditemukan adanya kelainan organik.

3. Assessment (A)

Diagnosis : P4A1 dengan Menometroragia

Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi dengan

interval yang tidak teratur disertai perdarahan yang

banyak dan lama.

22

Page 23: Lapsus 3 - Menometroragia

4. Planning (P)

Tatalaksana

Non Farmakologik:

Tirah baring (Bed rest)

Dilakukan tindakan Curretase Diagnostik

Pada kasus ini telah dilakukan kuretase sebagai upaya

menghentikan perdarahan sekaligus pengambilan sampel

untuk patologi anantomi. Pada seorang dewasa dan

terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan

tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan

ada tidaknya tumor ganas.

Farmakologik

1. Criax (1 x 2 gr intravena)

Komposisi : ceftriaxone Na

Indikasi : infeksi saluran napas, genital, abdomen, ginjal,

tulang dan jaringan lunak. GO, ISK, sepsis,

meningitis, profilaksis pra-op

Kontraindikasi : diketahui hipersensitif terhadap sefalosporin

Perhatian : hipersensitivitas terhadap penisilin, syok

anafilaktik, gagal ginjal dan hati berat

Efek Samping : gangguan GI, enterokolitis, pseudomembran

(jarang), gangguan koagulasi darah, oliguria,

mikosis, demam, peningkatan kreatinin serum

2. Maxpro

Komposisi: Cefixime

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap sefalosporin

Efek samping: syok, hipersensitifitas, kelainan hematologi,

gangguan GI

23

Page 24: Lapsus 3 - Menometroragia

3. Maltiron

Merupakan multivitamin dan mineral

Komposisi per tablet: vitamin A 6.000 IU, vitamin B1 3 mg,

vitamin B2 3 mg, vitamin B6 2 mg, vitamin B12 2 mcg, vitamin C

75 mg, vitamin D 400 IU, nicotamide 20 mg, Ca pantothenate 10

mg, biotin 0.02 mg, Fe fumarate 135 mg, Ca carbonate 250 mg,

copper sulphate 3.93 mg, manganese sulphate 4.06 mg, Mg 9.95

mg, Zn 6.6 mg, Na tetraborate 0.882 mg, K 3.35 mg, Na 0.504 mg,

K iodide 0.016 mg

Lebih baik diminum setelah makan untuk absorpsi yang lebih baik

dan menghindari rasa tidak nyaman pada GI-tract.

4. Asam Traneksamat

Merupakan analog asam aminokaproat, yaitu penghambat bersaing

dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin

sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin, dan faktor

pembekuan darah. Oleh karena itu, asam aminokaproat dapat

membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang

berlebihan.

Efek samping: pruritus, eritema, hipotensi, dispepsia, mual, diare.

5. Prognosis

Prognosis baik (ad bonam).

24

Page 25: Lapsus 3 - Menometroragia

DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Lauralee., 2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.

Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H., 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, H., 2010. Ilmu Kandungan. Edisi 4. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anonim., 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi K Unud/RS

Sanglah. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar.

B, Achmad., 2003. Ilmu Kesehatan Reproduksi Ginekologi. Bandung :

Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.

Brooks, MB., 2006. “Mentrorraghia”. E-medicine from WebMD,

Available: http:/www.emedicine.com.fastsplash.obgyn (Accessed : 30 Juni 2013).

Manuaba Ida Bagus, 2005. Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.

25