45
LAPORAN KASUS FRAKTUR Os. RADIUS 1/3 MEDIAL DISERTAI FRAKTUR Os. ULNA 1/3 PROKSIMAL DAN 1/3 MEDIAL Dibimbing Oleh : dr. Shofia Agung Priyatno, SpB, MSi.Med Disusun Oleh : Asiah (1320221137) 1

Lapsus 2 Fraktur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapsus bedah

Citation preview

LAPORAN KASUS

FRAKTUR Os. RADIUS 1/3 MEDIAL DISERTAIFRAKTUR Os. ULNA 1/3 PROKSIMAL DAN 1/3 MEDIAL

Dibimbing Oleh :

dr. Shofia Agung Priyatno, SpB, MSi.Med

Disusun Oleh :

Asiah

(1320221137)

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

PERIODE 20 Oktober 22 November 2014

LEMBAR PENGESAHAN Presentasi KasusCarsinoma Duktus Mammae Sinistra

Disusun oleh :

Asiah

1320.221.137Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Departemen Ilmu Bedah

RSUD Ambarawa, SemarangTelah disetujui tanggal :......................................................Pembimbing

dr. Shofia Agung Priyatno, Sp.B, Msi.MedMengesahkan :

Koordinator Kepaniteraan Ilmu Bedahdr. Hery Unggul, SpBKATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan Laporan Kasus yang berjudul Carsinoma Duktus Mammae Sinistra yang merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Periode 13 Maret 23 Mei 2015.Dalam menyelesaikan Presentasi Kasus ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada dr. Shofia Agung P, SpB, MSi.Med sebagai dokter pembimbing. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kasus ini banyak terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca.

Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada khususnya dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya. Amin.

Ambarawa, Mei 2015Penulis

DAFTAR ISI

COVER ...............................................................................................................1LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................2KATA PENGANTAR ........................................................................................3DAFTAR ISI ......................................................................................................4BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang .......................................................................................5BAB II LAPORAN KASUS

Identitas Pasien ......................................................................................6

Anamnesa ..............................................................................................6

Pemeriksaan Fisik .................................................................................7

Pemeriksaan Penunjang...............................................................................9

Diagnosis ...............................................................................................11

Terapi dan Planning .....................................................................................11

Prognosis ................................................................................................12

Follow Up .....................................................................................12BAB III PEMBAHASANPembahasan ...................................................................................................14BAB IV TINJAUAN PUSTAKADefinisi ....................................................................................................16Epidemiologi..................................................................................................16Etiologi..................................................................................................16Diagnosis...................................................................................................16Penatalaksanaan............................................................................................19Penyembuhan Fraktur...................................................................................25BAB V KESIMPULANKesimpulan ...................................................................................................27DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................28BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangDengan meningkatnya mobilitas disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga.Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks jatuh di mana lengan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya jatuhnya atlit atau penerjun payung.(1) Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak perubahan letak fragmen tulang. Menurut Lane and Cooper, fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik komplet maupun inkomplete yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen.(2) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (3) BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS

Nama : Tn. ABT Umur : 18 thn

Jenis Kelamin : Laki-lakiAgama : IslamPekerjaan : PelajarAlamat : Panjang Kidul 4/1 Ambarawa Kab. SemarangStatus: Belum MenikahKelompok pasien: UmumCara Masuk : IGDTanggal masuk/ Ruangan: 18 April 2015/ Melati

Nomor RM : 0784062.2. ANAMENESA

Keluhan utama

Post kecelakaan lalu lintas 30 menit SMRS.Riwayat penyakit Sekarang

Pasien post kecelakaan tunggal sepeda motor menghindari kucing, pasien mengaku tidak menggunakan helm. Pasien tidak mengingat saat terjadinya kecelakaan. Pasien merasakan adanya benturan pada kepala, dan terdapat nyeri pada daerah wajah dan tangan kiri. Pada bibir terdapat luka terbuka. Pusing (+), mual (+), muntah (-), pingsan (+) kurang lebih 5 menit, keluar darah dari mulut, hidung maupun telinga disangkal.Tangan kiri pasien merasa sangat sakit, terdapat luka lecet, jari-jari dapat digerakkan, namun pergerakan siku minimal. Pada daerah luka juga bengkak.Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-), DM (-), alergi (-), Asma (-).Riwayat Operasi

Menyangkal pernah dioperasi sebelumnya.Riwayat Penyakit Keluarga

DM(-), Hipertensi (-), Penyakit Ginjal (-), Penyakit Darah (-)

Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Merokok (+), meminum alkohol (-), makan sehari 3 kali dengan porsi cukup.2.3. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi baik

Tanda Vital: TD : 121/61 mmHg

Nadi: 101 x/menit, reguler

RR: 20 x/menit

Suhu: 36,3oC

Rambut: distribusi pertumbuhan rambut rata, berwarna hitam, benjolan (-), VL dan VE (-)Kepala dan wajah: bentuk kepala mesocephal, wajah simetris, luka (-), warna kulit coklat, pucat (-)

Mata: konjungtiva warna merah muda, subkonjungtiva hematom (-/+) anemis (-/-), sklera warna putih, edema periorbita (-/+) Hidung: rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-)

Mulut: mukosa bibir pucat (-/-), VL pada mukosa bibir atas ukuran 1,5 x 0,1 x 0,3 cm Telinga: otorrhea (-/-), kedua cuping telinga normal

Leher: simetris, lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)

Thorax: normochest, simetris

Cor : Inspeksi: ictus cordis tidak tampak Palpasi: ictus cordis kuat angkat

Perkusi : Batas kiri atas : SIC II LPSS

Batas kanan atas: SIC II LPSD

Batas kiri bawah: SIC V 1 cm lateral LMCS

Batas kanan bawah: SIC IV LPSD

Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular

Pulmo : Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri Palpasi: fremitus taktil kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi :++--

- -

suara dasar vesikuler + wheezing - ronkhi basah & kering -

++ - - - -

Abdomen :Inspeksi

: Dinding perut cembung, venektasi (-), jaringan parut/bekas luka (-), tumor/benjolan (-) didaerah hipogastrium sinistra, darm steifung(-), darm contour (-)

Auskultasi

: Bising usus 6x/menit (+) normalPalpasi

: Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan abdomen(-)Perkusi

: Timpani seluruh regio, nyeri ketok (-)

Sistem Collumna Vertebralis : Inspeksi

: Deformitas (-), kiphosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Ektremitas : Regio Cruris Dextra

Look : Pemendekan (+), bengkak (+), deformitas (+) angulasi ke lateral, Kulit utuh (tidak terdapat luka robek)

Feel : Terdapat nyeri tekan (+), pulsasi distal (+), sensibilitas (+)

Movement : Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+), ROM sulit dinilaiPemeriksaan Neurologik:

Sistem motorik Sistem sensorik

- - - - - - - -2.4. PEMERIKSAAN PENUNUNJANG

4.1 Hematologi (30 Maret 2015)

PemeriksaanHasilNilai RujukanSatuan

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb13.512.5-15.5g/dL

Leukosit7.34-10Ribu

Eritrosit4.743.8-5.4Juta

Hematokrit40.235-47%

MCV84.83.8-5.4Mikro m3

MCH28.535-47Pg

MCHC33.682-98g/dL

RDW12.8>= 27%

Tombosit15032-36Ribu

PDW15.310-18%

MPV9.77-11Mikro m3

Limfosit2.11.0-4.5103/mikro

Monosit0.50.2-1.0103/mikro

Granulosit4.72-4103/mikro

Limfosit %28.725-40%

Monosit %6.82-8%

Granulosit %64.550-80%

PCT0.1550.2-0.5%

Golongan DarahO

KIMIA KLINIK

GDS10970-100mg/dL

SGOT190-35IU/dL

SGPT170-35IU/dL

Ureum24.810-50mg/dL

Kreatinin0.760.45-0.75mg/dL

SEROLOGI

HbsAgNon reaktif

4.2. Pemeriksaan Radiologi

2.5. DIAGNOSIS KERJA

Fraktur Os Radius 1/3 medialFraktur Os. Ulna 1/3 proximal dan 1/3 medial2.6. TERAPI DAN PLANNING

Rawat luka (hecting)

Bidai daerah antebrachii sinistra

Rencana Program Open Reduction Internal FixationInfus RL 20 tpmInj Cefotaxim 3 x 1 gramInj. Ketorolac 3 x 30 mg

Laporan Operasi:

Os terlentang di meja operasi dengan general anestesi

Lakukan aseptik antiseptik ( pasang duk steril

Lakukan insisi diatas fraktur, perdalam

Identifikasi fraktur pada ulna ( lakukan reposisi

Fiksasi dengan melakukan pemasangan plate dan scrup

Jahit

Lakukan reposisi pada radius ( fiksasi dengan plate

Jahit kulit lapis demi lapis, kulit dijahit interupted

Tutup luka dengan perbanPost Operasi

Infus RL 20 tpm

Inj cefotaxim 3 x 1 gram

Inj Ketorolac 3 x 30 mg2.7. PROGNOSIS

Quo ad Vitam

: ad bonam

Quo ad Functionam: ad bonam

Quo ad Sanationam: ad bonam

2.8. FOLLOW UP POST OPERASI

TanggalSOAP

23/4/2015Nyeri pada antebrachii sinistra, pusing (+), puasa (+)KU/Kes: TSS/ ComposmentisTTV: TD: 108/86 mmHg; N. 80x/mnt; RR: 18x/mnt; S: 36,20C

Status Generalis: dbn

Status Lokalis: orbita sinistra: edema periorbita (+), hematoma subkonjungtiva (+), VOS > 3/60facialis: luka post hecting di labium superior

antebrachii sinistra: deformitas (+), krepitasi (+), edema (+), NT (+), ROM digiti manus sinistra (+)Carsinoma duktus mammae sinistraPre OP ORIFInf. RL 20 tpm

Cefotaxim 1 gr IV (Skin test)

Konsul SpAn

24/4/2015Nyeri pada antebrachii sinistra, pusing (+).KU/Kes: TSS/ Composmentis

TTV: TD: 108/86 mmHg; N. 80x/mnt; RR: 18x/mnt; S: 36,20C

Status Generalis: dbn

Status Lokalis: orbita sinistra: edema periorbita (+), hematoma subkonjungtiva (+), VOS > 3/60

facialis: luka post hecting di labium superior

antebrachii sinistra: deformitas (+), krepitasi (+), edema (+), NT (+), ROM digiti manus sinistra (+)Post ORIF H2 pada fr.os radius 1/3 medial dan fr os ulna 1/3 proksimal dan 1/3 medialInf. RL 20tpm

Cefotaxim 3x1gr IV

Ketorolac 3x30 mg IV

25/4/2015

Nyeri pada antebrachii sinistra, pusing (+)KU/Kes: TSS/ Composmentis

TTV: TD: 108/86 mmHg; N. 80x/mnt; RR: 18x/mnt; S: 36,20C

Status Generalis: dbn

Status Lokalis: orbita sinistra: edema periorbita (+), hematoma subkonjungtiva (+), VOS > 3/60

facialis: luka post hecting di labium superior

antebrachii sinistra: deformitas (+), krepitasi (+), edema (+), NT (+), ROM digiti manus sinistra (+)Post ORIF H2 pada fr.os radius 1/3 medial dan fr os ulna 1/3 proksimal dan 1/3 medialInf. RL 20tpmCefotaxim 3x1gr IV

Ketorolac 3x30 mg IV

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 18 tahun datang dengan post kecelakaan tunggal sepeda motor dengan keluhan adanya nyeri pada bagian lengan bawah kiri. Saat kejadian pasien mengaku jatuh dan tidak mengingat jelas kejadian kecelakaan.

Dari anamnesis pasien mengaku pingsan selama kurang lebih 5 menit, terasa pusing (+), mual (+), muntah (-). Pasien mengaku adanya bentruran pada kepala dan saat kejadian pasien tidak menggunakan helm. Kemungkinan pada pasien terdapat cedera kepala ringan. Pada anamnesis lanjut pasien mengeluh adanya nyeri pada bagian lengan bawah kiri dan terasa sulit digerakkan. Hal itu dapat diakibatkan adanya kerusakan jaringan sekitar karena terjadi diskontinuitas tulang.Pada pemeriksaan fisik antebrachii sinistra didapatkan adanya pemendekan (+), bengkak (+), deformitas (+) angulasi ke lateral, nyeri tekan (+), pulsasi distal (+), sensibilitas (+), nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+). Dari pemeriksaan ini sudah dapat disimpulkan adanya fraktur. Namun untuk memastikan frakturnya maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen.

Dari pemeriksaan foto rontgen didapatkan fraktur komplit pada Os Radius 1/3 medial, Os ulna 1/3 proksimal dan 1/3 distal.

Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konservatif dengan traksi skelet, baik pada tuberositas tibia maupun suprakondiler. Cara ini biasanya berhasil mempertautkan fraktur femur. Yang penting ialah latihan otot dan gerakan sendi, terutama m. quadriceps otot tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki. Akan tetapi, cara traksi skelet memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga untuk mempercepat mobilisasi dan memperpendek masa istirahat di tempat tidur, dapat dianjurkan untuk melakukan reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh. Fiksasi interna biasanya berupa pin Kuntscher intramedular. Untuk fraktur yang tidak stabil, misalnya fraktur batang femur yang kominutif atau fraktur batang femur bagian distal, pin intramedular ini dapat dikombinasi dengan pelat untuk neutralisasi rotasi.Penatalaksanaan fraktur selain reposisi, diberikan medikamentosa untuk mencegah adanya infeksi sekunder pasca pembedahan serta pemberian anti nyeri untuk memperingan rasa nyeri. Antibiotik yang diberikan pada pasien yaitu BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiFraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifise, baik yang bersifat total maupun parsial. (1) Tulang lengan bawah terdiri dari radius dan ulna. Umumnya fraktur pada radius ulna terjadi pada bagian tengah, jarang terjadi fraktur pada salah satu tulang tapi tidak menyebabkan dislokasi pada tulang lainnya.

B. Epidemiologi

Pada tahun 2005 jumlah pasien yang mengalami fraktur terutama daerah lengan bawah bagian distal yaitu laki laki 12.357 dan wanita 19.319 pasien, sedangkan insidennya pada laki laki yaitu 152 per 100.000 pasien laki-laki dan 157 per 100.000 pasien perempuan. Insiden tertinggi dan faktor resiko yaitu pada usia 10-14 tahun pada pasien laki-laki dan diaatas 85 tahun pada wanita. Insiden fraktur diperkirakan pada usia 50 tahun keatas akan meningkat 81%, dibandingkan dengan 11% untuk usia dibawah 50 tahun. C. Etiologi

Trauma dengan kekuatan besar, contohnya kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari tempat yang tinggi, crushing injury, Tangkisan pukulan (nigt stick fracture) . pada kasusu ini penderita mengalami trauma akibat kekuatan besar yang disebabkan oleh tangkisan pukulan. Trauma dengan kekuatan kecil, contohnya jatuh.D. DiagnosisFoto polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada sistem skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam duaproyeksi.

Foto polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan trauma skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun beberapa diantaranya sangat rentan.Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah Garis fraktur : garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada frakturminor.

Pembengkakan jaringan lunak : biasanya terjadi setelahterjadi fraktur.

Iregularis kortikal : sedikit penonjolan atau berupa anak tangga padakorteks.Fraktur Distal Radius Fraktur Distal Radius dibagi dalam :

1. Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazziyaitu Fraktur pada1/3 distalradius disertai dislokasi sendi radio-ulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi kearah dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur iniakibat terjatuh dengan tangan terentang dan lengan bawah dalam keadaanpronasi, atau terjadikarena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagiandorsolateral. Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yangmencolok. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.

2. Fraktur Colles

Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadidi korpus distal, biasanya sekitar 2 cm dari permukaan artikular. Fragmendistal bergeser ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas.. Kemungkinan dapat disertaidengan fraktur pada prosesus styloideus ulna. Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) denganangulasi ke posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal keradial. Dapat bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna.

3. Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) denganangulasi ke posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal keradial. Dapat bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna.Fraktur collees dapat terjadi setelah terjatuh, sehingga dapatmenyebabkanfraktur pada ujung bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmendistal4. Fraktur Smith

Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara langsung pada punggung tangan. Pasien mengalami cedera pergelangantangan, tetapi tidak terdapatdeformitas. Fraktur radius bagiandistal denganangulasi atau dislokasi fragmen distal ke arah ventral dengan diviasi radius tangan yang memberikan gambaran deformitas.

5. Fraktur Lempeng Epifisis

Fraktur Lempeng Epifisis merupakan fraktur pada tulang panjang didaerah ujung tulang pada dislokasi sendi serta robekan ligamen. Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dandibagi dalam 5 tipe :

a. Tipe I

Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya frakturpada tulang,sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. b. Tipe II

Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurson-Holland.

c. Tipe III

Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garisfraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudiansepanjang garis lempeng epifisis. Jenis fraktur ini bersifat intra-artikulerdan biasanya ditemukan pada epifisis tibia distal. d. Tipe IV

Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melaluipermukaan sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan epifisis danberlanjut pada sebagian metafisis.

e. Tipe V

Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut.

6. Fraktur Monteggia

Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakansaat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertigaproksimal dengan angulasi anterior yang disertaidengan dislokasi anteriorkaput radius.

CT scan di gunakan untuk mendeteksi letak struktur fraktur yang kompleks dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi,burst fraktur atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akanlebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligament dan adanya pendarahan.

E. Penatalaksanaan

Terapi fraktur diperlukan konsep empat R yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.Prinsip penanganan kasus fraktur adalah mereduksi fraktur dan menstabilkan reduksi fraktur menggunakan fiksasi. Tekhnik fiksasi fraktur biasanya diklasifikasikan dalam tiga golongan, yaitu: external coaptation, internal fixation, dan external-internal fixation (Piermattei, 1997).External coaptation merupakan salah satu bentuk fiksasi yang paling sederhana. Fiksasi ini disukai karena ekonomis dan non invasif. Keterbatasan dari bentuk fiksasi ini adalah keterbatasan aplikasinya pada dan tidak memberi stabilitas yang cukup pada kasus-kasus berat. External coaptation pada prinsipnya membatasi aktivitas dari persendian dan otot pada bagian fraktur. Hal ini dapat menyebabkan rasa nyeri akibat tekanan terus menerus dan seringkali menyebabkan komplikasi pada jaringan disekitar area fraktur. Selain itu, karena kurang stabilnya fiksasi yang diberikan, pembentukan kalus menjadi lambat sehingga kesembuhan fraktur juga menjadi lebih lambat (Harasen, 2003a).Fiksasi internal adalah fiksasi fraktur dimana pada tulang yang mengalami fraktur difiksasi menggunakan pin, plat, screw, dan wire. Salah satu bentuk dari internal fixation adalah intramedullary pin atau Steinman pin (Slatter, 2002). Terapi pada fraktur tertutupPada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi fraktur untuk memperbaiki posisi fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk mempertahankannya bersama-sama sebelum fragmen-fragmen itu menyatu; sementara itu gerakan sendi dan fungsi harus di pertahankan. 1. ReduksiMeskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu di dahulukan, tidak boleh ada keterlambatan dalam menangani fraktur; pembengkakan bagian lunak selama 12 jam pertama akan mempersukar reduksi. Tetapi terapat beberapa situasi yang tak memerlukan reduksi;

bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada;

bila pergeseran tidak berarti (misalnya pada fraktur clavicula); dan

bila reduksi tampak tak akan berhasil (misalnya pada fraktur kompresi pada vertebra).

Fraktur yang melibatkan permukaan sendi; ini harus di reduksi sempurna mungkin karna setiap ketidakberesan akan memudahkan timbulnya arthritis degenerative. Terdapat dua metode reduksi; tertutup dan terbuka.(1) Reduksi tertutupDengan anastesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dapat direduksi dengan manuver tiga tahap:

bagian distal tungkai di tarik ke garis tulang;

sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen itu di reposisi (dengan membalikkan arah kekuatan asal kalau ini dapat di perkirakan); dan

penjajaran di sesuaikan ke setiap bidang. Beberapa fraktur (misalnya pada batang femur) sulit di reduksi dengan manipulasi karena tarikan otot yang sangat kuat dan membutuhkan traksi yang lama.

(2) Reduksi terbukaReduksi bedah pada fraktur dengan penglihatan langsung di indikasikan:

Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan fragmen atau karena Terdapat jaringan lunak di antara fragmen-fragmen itu;

bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu di tempatkan secara tepat; atau

bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Namun biasanya reduksi terbuka hanya merupakan langkah pertama untuk fiksasi internal.

(3) Mempertahankan ReduksiMetode yang tersedia untuk mempertahankan reduksi adalah:

a. Traksi terus menerusTraksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur, supaya melakukan suatu tarikan yang terus menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini sangat berguna untuk fraktur batang yang bersifat oblik atau spiral yang mudah bergeser dengan kontraksi otot.

b. Pembelatan dengan gipsMempertahankan reduksi biasanya tak ada masalah dan pasien dengan fraktur tibia dapat menahan berat pada pembalut gips. Tetapi, sendi-sendi yang terbungkus dalam gips tidak dapat bergerak dan cenderung kaku, kekakuan yang mendapat julukan penyakit fraktur merupakan masalah dalam penggunaan gips konvensional.

c. Bracing fungsionalBracing fungsional menggunakan gips salah satu dari bahan yang ringan merupakan salah satu cara mencegah kekakuan pada sendi sambil masih memungkinkan pembebatan fraktur. Segmen dari gips hanya dipasang pada batang tulang itu, membiarkan sendi-sendi bebas, segmen gips itu dihubungkan dengan engsel dari logam atau plastic yang memungkinkan gerakan pada suatu bidang. Bebat bersifat fungsional dalam arti bahwa gerakan sendi tidak banyak terbatas dibandingkan gips konvensional.

d. Fiksasi internalFragmen tulang dapat di ikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat logam yang di ikat dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan atau tanpa sekrup pengunci), circumferential bands, atau kombinasi dari metode ini. Bila di pasang dengan semestinya, fiksasi internal menahan fraktur secara aman sehingga gerakandapat segera di mulai; dengan gerakan lebih awal penyakit fraktur (kekakuan dan edema) dapat di hilangkan.

Indikasi fiksasi internal sering menjadi bentuk terapi yang paling di perlukan. Indikasi utamanya adalah:

1. Fraktur yang tidak dapat di reduksi kecuali dengan operasi

2. Fraktur yang tak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah reduksi 3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama fraktur pada leher femur.

4. Fraktur patologik, di mana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.

5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau luar) mengurani resiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai sistem.

6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien dengan cedera multiple) dan sangat lansia).

7. Teknik banyak tersedia metode, termasuk pengunaan kawat, skrup, plat, batang intramedula dan kombinasi dari semua itu. Bila plat di gunakan, kalau mungkin plat harus di pasang pada permukaan yang Dapat di tegangkan, yang biasanya pada sisi cembung tulang, bila paku intramedula di gunakan, paku itu dapat dikuncikan dengan sekrup melintang (muller dkk., 1991)

8. Fraktur ulang tidak boleh melepas logam terlalu cepat, atau tulang akan patah lagi. Paling cepat satu tahun dan 18 atau 24 bulan lebih aman; beberapa minggu setelah pelepasan, tulang itu lemah, dan di perlukan perawatan atau perlindungan.

e. Fiksasi luarFraktur dapat di pertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan melalui tulang di atas dan di bawah fraktur dan di lekatkan pada suatu kerangka luar. Cara ini dapat di terapkan terutama pada tibia dan pelvis, tetapi metode ini juga digunakan untuk fraktur pada femur, humerus, radius bagian bawah dan bahkan tulang-tulang pada tangan.

Indikasi fiksasi luar sangat berguna untuk:

1. Fraktur yang di sertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat di mana luka dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau pencangkokan kulit.

2. Fraktur yang disertai dengan kerusakaan saraf atau pembuluh.

3. Fraktur yang sangat kominutif dan tak stabil, sehingga sebujur tulangnya dapat dipertahankan hingga mulai terjadi penyembuhan.

4. Fraktur yang tak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi; kadang-kadang fraktur ini di kombinasi dengan pemanjangan.

5. Fraktur pada pelvis, yang sering tidak dapat di atasi dengan metode lain.

6. Fraktur yang terinfeksi, di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok.

7. Cidera multipel yang berat, bila stabilisasi lebih awal mengurangi resiko komplikasi yang berbahaya (phillips dan contreras, 1990)

Teknik prinsip fiksasi eksternal sederhana: tulang di tranfiksikan di atas dan di bawah fraktur dan sekrup atau kawat di transfiksikan bagian proksimal dan distal kemudian di hubungkan satu sama lain dengan suatu batang yang kaku. Terdapat berbagai teknik dan alat fiksasi: transfiksi dengan pen, sekrup atau kawat; batang penghubung pada kedua sisi tulang atau pada satu sisi saja.Komplikasi Operasi Malunion

Kompartemen sindrom

Cross union

Atropi sudeck

Trauma N. Medianus

Rupture tendo ekstensor sendi pergelangan tangan, pronasi, supinasi, fleksi palmar, pergerakan serta ekstensiF. PENYEMBUHANFRAKTURFRAKTUR HEALINGPenyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menajubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai tejadi konsolidasi. Factor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain factor biologis yang juga merupakan suatu factor yang sangat essential dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan tulang ini harus dibedakan.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :

1. Reactive Phase

i. Fracture and inflammatory phase

ii. Granulation tissue formation

2. Reparative Phase

iii. Callus formation

iv. Lamellar bone deposition

3. Remodeling Phase

v. Remodeling to original bone contourBAB VKESIMPULANKesimpulanFraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak perubahan letak fragmen tulang. Menurut Lane and Cooper, fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik komplet maupun inkomplete yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen.Fraktur pada lengan bawah dapat mengakibatkan diskontinuitas pada tulang radius maupun ulna ataupun keduanya. Fraktur pada lengan bawah berupa fraktur galeazzi, fraktur colles, fraktur smith, maupun fraktur monteggia tergantung dari bentuk patahan serta mekanisme traumanya.

Pada fraktur dapat diperbaiki dengna cara reduksi baik dengan traksi, gips, fiksasi dalam maupun fiksasi luar tergantung pada jenis patahannya. Jika fraktur dalam posisi baik dapat diperbaiki dengan pemakaian gips, namun jika fraktur dengan patahan kecil (fragmen) maupun dengan jarak yang jauh dapat diperbaiki dengna fiksasi luar maupun dalam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Handkerchief el-Ahmed. Refarat Fraktur Tulang Radius. Diunduh dari:http://www.kumpulaninformasi.com/article-el-ahmed-handkerchief-referat-fraktur-tulang-radius.html. 2. Weblog Heris. Fraktur dan Fraktur Radius Ulna. Diunduh dari:http://heriblog.wordpress.com/page/2/.

3. Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1365-1371.4. Goh Lesley A., Peh Wilfred C. G., Fraktur-klasifikasi,penyatuan, dan komplikasi dalam : Corr Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 112-121.

5. Patel Pradip R., Trauma Skeletal dalam: Patel Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta. 2005. Hal 221-230.

6. Ekayuda Iwan, Trauma Skelet (Rudapaksa Skelet) dalam: Rasad Sjahriar, Radiologi Diagnostik. Edisi kedua, cetakan ke-6. Penerbit Buku Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2009. Hal 31-43.

7. Rasjad Chairuddin, Struktur dan Fungsi Tulang dalam: Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan keenam. Penerbit PT. Yarsif Watampone. Jakarta. 2009. Hal 6-11.

8. Buranda Theopilus et. al., Osteologi dalam : Diktat Anatomi Biomedik I. Penerbit Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011. Hal 4-7.

9. Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006. Hal 158, 166, 167, dan 169.

10. Carter Michel A., Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam: Price Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1357-1359.11. Patel Pradip R., Sistem Skeletal dalam: Patel Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta. 2005. Hal 191-194.

12. Begg James D., The Upper Limb in : Accident and Emergency X-Rays Made Easy. Publisher Churchill Livingstone. UK. 2005. Page 162-167.

13. Eiff et. al., Radius and Ulna Fractures in : Fracture Management For Primary Care. Second Edition. Publisher Saunders. UK. 2004. Page 116-119.

14. Kune Wong Siew, Peh Wilfred C. G., Trauma Ekstremitas dalam : Corr Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 97-107.

15. Malang Unmuh. Fraktur Radius Ulna. Diunduh dari : http://bedahunhum.wordpress.com/2010/05//fraktur-radius-ulna/. 16. Helmes Erakinc. J and Misra Rakesh.R. in: A-Z Emergency Radiology. from GMM. Cambridge. Page 94-101.

17. Rujito S. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Fraktur Dengan Pemasangan illizarov. Diunduh dari:http:// www.rujito-fisioterapi.com/category/fisioterapi -pada-fraktur/.

18. Sjamsuhidayat R., dan de Jong Wim. Patah Tuland dan Dislokasi dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005. Hal 840-854.19. Bone Healing, Komlpikasi dan Prognosis Fraktur. Diunduh dari:http://www.wrongdiagnosis.com/f/fracture/prognosis.htm20. Soetikno, R. Cedera Epifisis dalam : Radiologi Emergensi. Cetakan Pertama. Penerbit Refika Aditama. Bandung. 2011. Hal 170-202.

21. Rasjad, C. Trauma Pada Tulang dalam : Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi Ketiga. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 374-377.

22. Fraktur Radius Ulna. Diunduh dari: http://www.artikelkedokteran.com/838/fraktur-radius-ulna.html

23. Fracture assesment and surgical strategy illustrative case. Diunduh dari : https://www2.aofoundation.org/wps/portal/Distal radius - Reduction & Fixation - Bridge plating - AO Surgery Reference.htm24. Patel Pradip R., Trauma Skeletal dalam: Patel Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta. 2005. Hal 218-219.317