56
LAPORAN TUTORIAL BLOK XXII GERITRI SKENARIO II NENEK TEGANYA MENINGGALKAN KAKEK SENDIRIAN KELOMPOK A2 YAASIN RACHMAN NOOR G0012231 MAHARDHIKA K G0012123 PARADA JIWANGGANA G0012159 FADHLI RAHMAN G0012073 DENATA SIENVIOLINCIA G0012055 PRATIWI RETNANINGSIH G0012163 RIFAATUL MAHMUDAH G0012183 BERLIAN MAYA DEWI G0012043 DITA MAYASARI G0012063 NELSI MARINTAN TAMPUBOLON G0012147 RUSMITA HARDINASARI G0012197 DEVITA MAHAJANA G0012057 TUTOR :

Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Blok Geriatri FK UNS 2015

Citation preview

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

LAPORAN TUTORIAL BLOK XXII GERITRI

SKENARIO II

NENEK TEGANYA MENINGGALKAN KAKEK SENDIRIAN

KELOMPOK A2

YAASIN RACHMAN NOOR G0012231

MAHARDHIKA K G0012123

PARADA JIWANGGANA G0012159

FADHLI RAHMAN G0012073

DENATA SIENVIOLINCIA G0012055

PRATIWI RETNANINGSIH G0012163

RIFAATUL MAHMUDAH G0012183

BERLIAN MAYA DEWI G0012043

DITA MAYASARI G0012063

NELSI MARINTAN TAMPUBOLON G0012147

RUSMITA HARDINASARI G0012197

DEVITA MAHAJANA G0012057

TUTOR :

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2015

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

BAB I

PENDAHULUAN

Pada diskusi turorial minggu ke-II blok pediatri, kami mendapat skenario

sebagai berikut :

Nenek, Teganya Teninggalkan Kakek Sendirian

Kakek Yoso, kini berusia 78 tahun, dibawa ke poliklinik geriatrik oleh

cucunya karena mengeluh berulang kali kencing di malam hari. Akhir-akhir ini

sering marah-marah, gaduh gelisah, dan tidak bisa tidur. Sejak istrinya meninggal

satu bulan yang lalu, sering minum obat tidur dari dokter umum.

Pada pemeriksaan tanda vital Takanan Darah 150/90 mmHg, Hasil

pemeriksaan rutin leukosit 75/LPB, nitrit positif. Hasil GDS 350 mg/dl, creatinin

2.0 mg/dl, Proteinuria (+3). Setelah diperiksa prostat dengan rectal touché

didapatkan sulkus medianus datar. Juga dilakukan pemeriksaan Geriatric

Depression Scale, Mini Mental State Examination, konsultasi bagian psikiatri.

Oleh dokter disarankan dirawat di rumah sakit.

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

BAB II

DISKUSI

A. SEVEN JUMP

1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa

istilah dalam skenario.

a. Geriatric Depression scale: Screening depresi, terdiri dari 30 atau 15

pertanyaan, untuk mengeliminasi hal2 somatik pada lansia.

b. Kreatinin: produk sisa dari perombakan keratin fosfat yang di terjadi

di otot, normalnya pada laki-laki 0,5 sampai dengan 1,5, sedangkan

pada perempuan 0,4 sampai dengan 1,1.

c. Mini Mental Scale Examination: Menilai fungsi kognisi, meliputi

orientasi, repetisi, perhatian dan kalkulasi, recall, dan bahasa.

d. Sulcus Medianus: cekungan yang ada di tengah2 prostat, patokan

penilaian perbesaran pada prostat, normalnya cekung.

2. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan

Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut :

a. Mengapa kakek Yoso sering kencing di malam hari ?

b. Apakah ada hubungan antara kencing di malam hari dengan sering

marah-marah, gaduh gelisah dan tidak bisa tidur ?

c. Apa hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan pasien ?

d. Apakah ada hubungan istri kakek yang meninggal dengan keluhan

marag-marag, gaduh gelisah, tidak bisa tidur dan kencing pada malam

hari ?

e. Bagaimana interpretasi pemeriksaan vital dan pemeriksaan rectal

touché?

f. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium ?

g. Bagaimana interpretasi pemeriksaan status mental pada pasien ?

h. Apakah efek samping dari obat tidur yang diberikan pasien ? Apa

indikasi obat tidur ?

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

i. Mengapa dokter menyarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit ?

j. Mengapa pasien dikonsultasikan ke bagian psikiatri ?

k. Adakah kegawatdaruratan pada pasien ?

l. Apakah indikasi pemeriksaan Geriatric Depression Scale dan Mini

Mental Scale Examination ?

3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan

sementara mengenai permasalahan.

a. Apa kaitan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pasien?

Keluhan sering kencing di malam hari (nocturia) salah satunya

disebabkan oleh inkontinensia urin yang dialami oleh pasien. Sekitar

50% usia lanjut di instalasi perawatan kronis dan 11-30% di

masyarakat mengalami inkontinensia urin. Prevalensi nya meningkat

seiring dengan paningkatan umur. Perempuan lebih sering mengalami

inkontinensia urin daripada laki-laki dengan perbandingan 1,5:1

(Sudoyo, 2006).

Survei inkontinensia urin yang dilaukan oleh Divisi Geriatri

Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada

208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan Keluarga

(PUSAKA) di Jakarta (2002) mendapatkan angka kejadian

inkontinensia urin tipe stres sebesar 32,2% (Sudoyo, 2006).

b. Apakah penyebab pasien mengalami kencing berulang pada

malam hari?

Inkontinensia urin meningkat seiring proses menua. Akan

tetapi, proses menua bukanlah penyebabnya melainkan hanya faktor

predisposisi penyakit ini. Proses penuaan pada manusia (pria maupun

wanita) menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis urogenital

bawah. Hal ini terkait dengan kadar hormon yaitu terjadi penurunan

produksi androgen pada pria maupun estrogen pada wanita (Sudoyo,

2006).

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Hal ini akan berdampak pada perubahan morfologis kandung

kemih (vesika urinaria) manusia berupa timbulnya fibrosis dan

penurunan kandungan kolagen pada dinding vesika urinaria. Selain itu,

fungsi kontraktil vesika urinaria juga tidak efektif lagi. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya trabekulasi pada otot detrusor dan

divertikel pada dinding dalam vesika urinaria. Sedangkan, pada

mukosa vesika urinaria terjadi atrofi, perubahan vaskularisasi

submukosa, dan penipisan otot uretra sehingga terjadi penurunan

penutupan uretra oleh otot tersebut (Sudoyo, 2006).

Pada semua usia, kontinensi tergantung mobilitas yang

adekuat, status mental, motivasi, dan fungsi saluran kemih bagian

bawah yang intak. Walaupun inkontinensia urin pada pasien usia muda

jarang berkaitan dengan defisit di luar saluran kemih, defisit seperti ini

biasa dijumpai pada pasien usila. Defisit ini sangat penting dideteksi

karena dapat menyebabkan inkontinensia dan intervensi mungkin tidak

akan efektif sampai masalah di luar saluran kemih tersebut

diselesaikan.

Saluran kemih bagian bawah mengalami perubahan karena

usia, walaupun tanpa ada penyakit apapun. Kapasitas kandung kemih,

kontraktilitas, dan kemampuan untuk menahan berkemih menurun

pada usila pria dan wanita, sedangkan kekuatan dan lama menutup

uretra menurun bersamaan dengan meningkatnya usia pada wanita.

Prostat membesar pada kebanyakan pria yang sering menyebabkan

obstruksi. Pada pria dan wanita, prevalensi kontraksi kandung kemih

meningkat sedangkan volume residu setelah berkemih meningkat

sampai 50-100 ml. Sebagai tambahan, usila sering mengeksresikan

sebagian besar asupan cairan pada malam hari, walaupun tidak

memiliki penyakit ginjal, edema perifer dan prostatismus. Perubahan-

perubahan ini meningkatkan gangguan tidur, menyebabkan berkemih

1-2 kali di malam hari pada kebanyakan usila sehat.

c. Apakah efek dari penggunaan obat tidur pada pasien geriatri ?

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Ada 2 jenis obat tidur yang sering dipakai, yaitu Benzodiazepin

dan Barbiturat

1. Benzodiazepin

Benzodiazepine berefek hypnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik,

dan antikonvulsi.Hampir semua efek benzodiazepine merupakan

hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama : sedasi,

hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas.

Efeknya pada tidur menyebabkan mengurangi waktu jatuh tidur,

sehingga meningkatkan siklus tidur REM. Kerja benzodiazepine

berupa interakhsinya dengan reseptor penghambar neurotransmitter

yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat

(GABA)Benzodiazepin diabsorbsi secara sempurna di usus.

Golongannya terbagi atas lama kerjanya, (1) senyawa yang bekerja

sangat cepat; (2) senyawa yang bekerja cepat, dengan waktu paruh

kurang dari 6 jam ; (3) senyawa yang bekerja sedang, dengan

waktu paruh 6-24 jam, dan ; (3) senyawa yang bekerja lebih lama

dari 24 jam. Metabolit aktifnya terikat pada protein

plasma.Benzodiazepin dimetabolisme secara ekstensif oleh

kelompok enzim mitokrom P450 di hati.Efek sampingnya antara

lain lemas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, mual dan

muintah, diare, nyeri epigastric, nyeri sendi, nyeri dada, dan pada

beberapa pasien dapat mengalami inkontinensia.Pada efek

psikologik, benzodiazepine juga dapat meningkatkan efek

paradoksal.Penggunaan benzodiazepine dalam waktu lama juga

dapat berisiko terjadinya ketergantungan dan penyalahgunaan,

namun dapat dicegah dengan penggunaan dosis yang tepat.Indikasi

benzodiazepine antara lain : pengobatan insomnia, ansietas, kaku

otot, medikasi preanestesi, dan anestesi.

2. Barbiturat

Efek utama barbiturat ialah depresi SSP, mulai dari sedasi,

hypnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, dan bahkan

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

kematian.Barbiturat tidak dapat mengurangi rasa nyeri tanpa

disertai hilangnya kesadaran.Bahkan, pada keadaan tertentu,

barbiturat justru menimbulkan eksitasi, karena adanya depresi

pusat penghambatan.Efek hipnotik barbiturate meningkatkan total

lama tidur dan mempengaruhi tingkatan tidur, tergantung

dosisnya.Penyalahgunaan barbiturate berisiko terjadi

ketergantungan.Dosis nonanestesi barbiturate terutama menekan

respons pasca sinaps pada SSP. Penghambatannya hanya terjadi

pada sinaps GABA-nergik.Efek lain barbiturat pada pernafasan

menimbulkan depresi pernafasan yang berbanding lurus dengan

dosis. Pada dosis hipnotik oral dapar menyebabkan pengurangan

frekuensi dan amplitude nafas, ventilasi alveolus berkurang, seperti

pada keadaan tidur fisiologis.Pada dosis hipnotik oral yang lebih

tinggi atau suntikan IV dapat menyebabkan depresi pernafasan

yang lebih berat.Pada system kardiovaskular juga, menyebabkan

penurunan frekuensi nadi dan tekanan darah sedikit seperti pada

keadaan tidur fisiologis, namun dengan dosis yang lebih tinggi

dapat menyebabkan hipotensi dan syok.Barbiturat oral diabsorbsi

secara cepat dan sempurna, dengan mula kerja sekitar 10-60 menit,

dan dihambat oleh adanya makanan di lambung.Barbiturat

didistribusikan secara luas, dan dapat melewati plasenta.

Pemberian secara IV akan ditimbun di jaringan lemak dan otot, dan

menyebabkan pasien akan sadar dalam waktu 5-15 menit setelah

penyuntikan. Barbiturat diekskresikan lewat urin dan eliminasinya

berlangsung selama 24 jam.Efek samping barbiturate yang utama

adalah hangover/after effects, yang terjadi pada beberapa hari

setelah pemakaian. Efek samping ini meliputi vertigo, mual,

muntah, atau diare.Pada beberapa individu, pemakaian ulang

barbiturate lebih menimbuilkan eksitasi daripada depresi.Sesekali

juga menimbulkan rasa myalgia, neuralgia. Hipersentivitas akan

barbiturate dapat terjadi terutama pada individu yang mengidap

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

asma, urtikaria, angioedema, dan keadaan serupa. Penggunaan

barbiturate sebagai hipnotik-sedatif saat ini sudah berkurang

karena efeknya pada SSP kurang spesifik.Namun, masih digunakan

sebagai terapi darurat kejang, seperti tetanus, eklamsia, status

epilepsy, pendarahan serebral, dan keracunan konvulsan.Barbiturat

tidak boleh diberikan pada pasien alergi barbiturate, penyakit hati

atau ginjal, hipoksia, dan penyakit Parkinson (Gunawan et al,

2011).

d. Apakah obat tidur pilhan untuk pasien lansia ?

Pada lansia yang mengalami gangguan tidur pada dasarnya

lebih baik memberi tata laksana terlebih dahulu untuk penyakit yang

menyebabkan gangguan tidur pada lansia. Hal ini dikarenakan adanya

penurunan fungsi organ tubuh pada lansia sehingga sebisa mungkin

meminimalisir obat yang masuk.Selain itu, menjaga pola hidup sehat

lebih disarankan bagi lansia yang mengalami gangguan tidur

dibandingkan mengkonsumsi obat tidur dalam jangka waktu lama.

Namun, beberapa keadaan gangguan tidur memang bisa

diberikan obat tidur misalnya obat transkuiliser minor (contoh :

golongan benzodiazepin) dapat diberikan kepada penderita insomnia

akut, diberikan dosis kecil dan dalam waktu yang tidak lama. Selain

itu, akhir-akhir ini obat yang sedang marak dipakai sebagai obat tidur

adalah melatonin, namun sampai saat ini belum menunjukkan hasil

yang memuaskan dalam mengatasi gangguan tidur pada usia lanjut.

Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering

digunakan untuk mengobati insomnia pada usia lanjut. BZDs

menimbulkan efek sedasi karena bekerja secara langsung pada reseptor

benzodiazepine.Efek yang ditimbulkan oleh BZDs adalah menurunkan

frekuensi tidur pada fase REM, menurunkan sleep latency, dan

mencegah pasien terjaga di malam hari. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam pemberian BZDs pada usia lanjut mengingat

terjadinya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik terkait

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs tidak dipengaruhi oleh

penuaan akan tetapi peningkatan masa lemak pada lanjut usia akan

meningkatkan drug-elimination half life, disamping itu pada usia lanjut

lebih sensitif terhadap BZDs meskipun memiliki konsentrasi yang

sama jika dibandingkan dengan pasien usia muda. Pilihan pertama

adalah short-acting BZDs serta dihindari pemakaian long acting

BZDs. BZDs digunakan untuk transient insomnia karena tidak

dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Penggunaan lebih dari 4

minggu akan menyebabkan tolerance dan ketergantungan. Golongan

BZDs yang paling sering dipakai adalah temazepam, termasuk

intermediate acting BZDs karena memiliki waktu paruh 8-20

jam.Dosis temazepam adalah 15-30 mg setiap malam. Efek samping

BZDs meliputi: gangguan psikomotor dan memori pada pasien yang

diterapi short-acting BZDs sedangkan residual sedation muncul pada

pasien yang mendapat terapi long acting BZDs. Pada pasien yang

menggunakan BZDs jangka panjang akan menimbulkan resiko

ketergantungan, daytime sedation, jatuh, kecelakaan dan fraktur.

e. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium yang telah

dilakukan ?

Leukosit 75/LP : pada sistem urin normal, ginjal menyaring

darah dan mencegahleukosit untuk melewayi urin. Beberapa penyebab

leukosit urin adakah ISK, nefritis interstisial, pielonefritis, dan

penyebab lain yang menandakan terjadinya infeksi.

Nitrit positif: urin normal seharusnya steril. Tapi jika terdapat

bakteri, nitrat yang terdapat dalam urin berubah menjadi nitrit.

Sehingga nitrit positif pada urin menandakan ada bakteri dalam traktus

urinarius.

Kreatinin 2.0 mg/dl :kreatinin dalam darah adalah salah satu

indikator menilai fungsi ginjal selain ureum. Nilai normal kreatinin

pada pria ada pada kisaran 0.7-1.2 mg/dl.Kenaikan nilai ini bisa karena

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

gangguan fungsi ginjal, orang yang mengonsumsi obat darah tinggi

jenis tertentu, serta orang yang melakukan olahraga fisik berat.

GDS 250 mg/dl :GDS adalah hasil pengukuran gula darah yang

dilakukan seketika waktu itu, tanpa ada puasa. GDS>=200

menandakan seseorang menderita diabetes melitus.

Proteinuria +3 : proteinuria (albuminuria) adalah suatu kondisi

dimana terlalu bantak protei dalamurin. Ginjal yang bekerja dengan

benar akan menyaring limbah keluar dari darah dan tetap menyimpan

unsur penting seperti albumin untuk mencegah air keluar dari darah ke

jaringan. Nilai proteinuria dengan dipstik:

(-): 10-20 mg/dl

(+1): 50 mg/dl

(+2): 100 mg/dl

(+3): 300 mg/dl

(+4): 1000-2000 mg/dl

f. Bagaimana fisiologi tidur dari lansia yang normal ?

Fisiologi tidur dapat diterapkan melalui gambaran aktivitas sel-

sel otak selama tidur, dan dapat direkam dengan elektroensefalograf

(EEG).Untuk merekam otak orang yang sedang tidur, digunakan

poligrafi EEG. Dengan cara ini kita dapat erekam stadium tidur adalah

sebagai berikut:

1. Stadium jaga (wake)

EEG : Pada keadaan rileks dan mata tertutup, gambaran didominasi

oleh gelombang alfa. Tidak ditemukan adanya kumparan tidur dan

kompleks K.

Elektrookuloagraf (EOG) : Gerakan mata berkurang, kadang-

kadang terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak

mata

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Elektromiograf (EMG) : Kadang-kadang tonus otot meninggi

2. Stadium I

EEG : Terdiri dari gelombang campuran alfa, beta dan kadang-

kadang teta. Tidak terdapat kumparan tidur, kompleks K atau

gelombang delta

EOG : Tidak terlihat aktivitas bola mata yang cepat

EMG : Tonus otot menurun dibandingkan dengan stadium W.

3. Stadium II

EEG : Terdiri atas gelombang campuran alfa, teta dan delta.

Terlihat adanya kumparan tidur dan kompleks K.

EOG : Tidak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.

EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-

tiba, menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam

keadaan rileks.

4. Stadium III

EEG : Persentase gelombang delta antara 20- 50 %.

Tampakkumparan tidur.

EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat.

EMG : Gambaran tonus otot yang jelas dari Stadium II.

5. Stadium IV

EEG : Persentase gelombang delta mencapai lebih dari 50%.

Tampak kumparan tidur.

EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat

EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.

6. Stadium REM (Rapid Eye Movement)

EEG : Terlihat gelombang campuran alfa, beta dan teta. Tidak

tampak gelombang delta, kumparan tidur dan kompleks K.

EOG : Terlihat gambaran REM yang lebar

EMG : Tonus otot sangat rendah. Frekuensi di tinggi dan ereksi.

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Stadium I dan II disebut sebagai tidur ringan, sedangkan

Stadium III dan IV sebagai tidur dalam. Stadium I, II, III dan IV

disebut Stadium non REM (NREM).

Stadium REM dikatakan sebagai tidur ringan, sehingga stadium

ini juga disebut sebagai paradoxical leep. Pada stadium REM, individu

mengalami peristiwa mimpi dengan intensitas tinggi sehingga panca

indera ikut terangsang.

Terdapat perubahan tidur secara subjektif dan objektif pada

usia lanjut. Survei epidemiologic menunjukkan bahwa pada usia lanjut

yang tinggal di rumah atau panti werda menunjukkan bahwa 15- 75

persen dari mereka tidak puas dalam lamanya dan kualitas tidur

malam. Pada usia lanjut wanita sehat secara subjektif lebih merasakan

kesulitan tidur dari pada pria.

Yang paling mencolok pada karakteristik tidur pada usia lanjut

ialah konfirmasi poligrafik pada upaya setelah dimulai tidur. Struktur

tidur pada usia lanjut berubah dengan meningkatnya stadium I

sehingga terjadi fragmentasi atau disrupsi dari struktur tidur.

Berkurangnya tidur mempunyai dampak pada pemulihan fungsi tidur.

Orang lanjut usia membutuhkan waktu lebih lama untuk msuk

tidur (berbaring lama di temnpat tidur sebelum tertidur) dan

mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya. Pada

usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal

yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang.

Dalam irama sirkadian yang normal terdapat peranan pengeluaran

hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam.

Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari dan temperatur

badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan

GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang

menonjol. Melatonin menurun dengan meningkatnya umur (Sudoyo,

2006).

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut yang

sehat, juga tergantung pada bagaimana aktivitasnya pada siang hari.

Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak

ada gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila siang hari tidak ada

kegiatan dan cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur

(Sudoyo, 2006).

g. Faktor-faktor apa yang menyebabkan tekanan darah pasien

tinggi?

Pada kasus hipertensi pada lansia, ada beberapa faktor yang

berperan, antara lain :

Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat

proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus :

hipertensi-glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus-

menerus.

Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer yang pada akhirnya

mengakibatkan hipertensi sistolik saja.

Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan

disfungsi endotel yang berlangsung pada pembentukan berbagai

sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan

resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis

pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada

kenaikan tekanan darah.

Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Pada poin

sebelumnya juga sudah dijelaskan bahwa karena adanya disfungsi

endotel, menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal meningkat

sehingga kadar natrium pun di tubuh menjadi meningkat dan pada

akhirnya menyebabkan tekanan darah naik.

Adanya penurunan diastole pada usia tua disebabkan karena

adanya kekakuan pada pembuluh darah pasien (Sudoyo, 2006).

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

4. Langkah IV: Mengeinventarisasi permasalahan secara sistematis dan

pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

5. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran

a. Pemeriksaan tanda vital : tekanan darah pada pasien di skenario

b. Pemeriksaan Geriatric Depression Scale dan Mini Mental State

Examination

c. Diagnosis Banding :

i. Depresi

ii. BPH

iii. Inkontinensia Urin

iv. Infeksi Saluran Kemih

Permasalahan Psikologis

Diabetes Mellitus

Depresi

Inkontinensia Urin

ISK

Nefropati DM

Hipertensi

Proses penuaan

Tatalaksana

Rawat Inap Psikiatri

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

v. Nefropati Diabetik

vi. Diabetes Melitus

vii. Hipertensi

d. Tatalaksana :

i. Konsultasi ke psikiatri

ii. Rawat inap di Rumah sakit

iii. Rehabilitasi Medik

iv. Assesment pada geriatri

e. Kegawatdaruratan pada geriatri

6. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru

7. Langkah VII: Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi

baru yang diperoleh

a. Pemeriksaan tanda vital : tekanan darah

Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan

meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur

70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat samapi umur 50-60 tahun

dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi

perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengakuan

pembuluh darah`dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan

ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur

(Rigaud dan Forette, 2001)

b. Geriatric Depression Scale

Geriatric Depression Scale adalah sebuah skala yang

digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat depresi seorang

lansia. Meskipun ada banyak instrumen yang tersedia untuk mengukur

depresi, Depresi Skala Geriatri (GDS), pertama kali diciptakan oleh

Yesavage et al., Telah diuji dan digunakan secara luas dengan populasi

yang lebih tua. Ini adalah kuesioner singkat di mana peserta diminta

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

untuk menanggapi 30 pertanyaan dengan menjawab ya atau tidak

mengacu pada apa yang mereka rasakan pada hari administrasi. Skor

dari 0 - 9 dianggap normal, 10-19 menunjukkan depresi ringan dan 20

- 30 menunjukkan depresi berat.

c. Diagnosis Banding

i. Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak

terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa

memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, yang mengakibatkan

masalah social dan higienis penderitanya. Proses menua baik pada

laki-Iaki maupun perempuan telah diketahui mengakibatkan

perubahan-perubahan anatomis dan fisiologis pada sistem

urogenital bagian bawah. Secara keseluruhan perubahan akibat

proses menua pada sistem urogenital bawah mengakibatkan posisi

kandung kemih prolaps sehingga melemahkan tekanan atau

tekanan akhiran kemih keluar.

Penyebab dan Tipe Inkontinensia Urin

Mengetahui penyebab inkontinensia urin penting dalam

penatalaksanaannya yang tepat. Perlu dibedakan 4 penyebab pokok

yaitu: gangguan urologik, neurologis, fungsional/psikologis , dan

iatrogenik lingkungan.

• Inkontinensia akut terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan

dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenik yang

menghilang jika bila kondisi akut teratasi atau problem

medikasi dihentikan.

• Inkontinensia persisten merujuk pada kondisi urikontinensia

yang tidak berkaitan dengan kondisi akut iatrogenik dan

berlangsung lama. Penyebab inkontinensia urin akut dapat di

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

ingat dengan akronim DRIP seperti tercantum pada Tabel 4.

Inkontinensia Urin Kronik-Persisten

Ada 2 kelainan mendasar pada fungsi saluran kemih

bawah yang melatarbelakangi inkontinensia persisten yaitu :

1) Kegagalan menyimpan urin pada kandung kemih akibat

hiperaktif atau menunmnya kapasitas kandung kemih atau

lemahnya tahanan saluran keluar

2). Kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya

kontraksi otot detrusor atau meningkatnya tahanan aliran

keluar.

Tipe Inkontinensia Urin

1. Inkontinensia urin tipe urgensi ditandai dengan

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih

muncul. Manifestasinya berupa urgensi, frekuensi, dan

nokturia. Kelainan ini dibagi 2 subtipe yaitu motorik dan

sensorik.

a. Subtipe motorik disebabkan oleh lesi pada sistem saraf

pusat seperti stroke, parkinsonism, tumor otak dan sklerosis

multipel atau adanya lesi pada medula spinalis suprasakral.

b. Subtipe sensorik disebabkan oleh hipersensitivitas kandung

kemih akibat sistitis, uretritis, dan divertikulitis.

2. Inkontinensia urin tipe stres terjadi akibat tekanan

intraabdominal yang meningkat seperti batuk, bersin, atau

mengejan, terutama terjadi pada perempuan usia lanjut yang

mengalami hipermobilitas uretra dan lemahnya otot dasar

panggul akibat seringnya melahirkan, operasi dan penurunan

estrogen.

3. Inkontinensia urin tipe overflow : Meningkatnya tegangan

kandung kemih akibat obstruksi prostat hipertrofi pada laki-

Iaki atau lemahnya otot detrusor akibat diabetes melitus,

trauma medula spinalis, obat-obatan dapat menimbulkan.

Manifestasi klinisnya berupa berkemih sedikit, pengosongan

kandung kemih tidak sempurna, dan nokturia.

Inkontinensia urin tipe fungsional terjadi akibat penurunan

berat fungsi fisik dan kognitif sehingga pasien tidak dapat

mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal ini terjadi biasanya

pada demensia berat, gangguan mobilitas (artritis genu,

kontraktur), gangguan neurologik dan psikologik.

Tatalaksana

a. Terapi non Farmakologi

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

1. Bladder training bertujuan memperpanjang interval

berkemih yang normal dengan teknik distraksi atau teknik

relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7 kali per

hari atau 3-4 jam sekali.

2. Latihan otot dasar panggul, dilakukan tiga sampai lima kali

sehari dengan 15 kontraksi dan menahan hingga 10 detik.

Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan uretra untuk

menutup sempurna. Efektif untuk tipe stres atau campuran

dan tipe urgensi.

3. Habit training memerlukan penjadwalan waktu berkemih.

Diupayakan agar jadwal berkemih sesuai dengan pola

berkemih pasien sendiri. Teknik ini sebaiknya digunakan

pada inkontinensia urin tipe fungsional dan membutuhkan

keterlibatan petugas kesehatan atau pengasuh pasien.

4. Prompted voiding dilakukan dengan cara mengajari pasien

mengenali kondisi atau status kontinensia mereka serta

dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin

berkemih. Teknik ini digunakan pada pasien dengan

gangguan fungsi kognitif.

5. Terapi biofeedback bertujuan agar pasien mempu

mengontrol/menahan kontraksi involunter otot detrusor

kandung kemihnya. Cara biofeedback mempunyai kendala

karena penderita karena jangka waktu lama dan perlu

mempunyai intelegensia yang cukup untuk dapat mengikuti

petunjuk pelatihnya,

6. Stimulasi elektrik merupakan terapi yang menggunakan

dasar kejutan kontraksi otot pelvis dengan menggunakan

alat-alat bantu pada vagina atau rektum. Terapi ini tidak

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

begitu disukai oleh pasien, karena pasien harus

menggunakan alat dan kemajuan dari terapi ini terlihat

lamban.

7. Penggunaan keteter menetap (indwelling catheter)

sebaiknya tidak digunakan secara rutin dalam pengelolaan

inkontinensia urin karena dapat terjadi ISK sampai sepsis,

pembentukan batu, abses, dan bocor.

b. Terapi Farmakologi

• Obat fenilpropanolamin saat ini dihentikan penggunaannya

untuk inkotinensia urin tipe stres karena uji klinik

menunjukkan adanya peningkatan risiko stroke.

• Pseudoefedrin dapat digunakan untuk tatalaksana

inkontinensia tipe stres karena meningkatkan tekanan

sfingter uretra, sehingga menghambat pengeluaran urin

• Antikolinergik dapat digunakan untuk tatalaksana

inkontinensia urgensi. Oksibutinin memiliki efek

antikolinergik dan merelaksasikan otot halus. Tolterodin

merupakan kompetitif bloker reseptor M3.

ii. Depresi

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang

ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan

berkelanjutan sehingga menyebabkan hilangnya kegairahan hidup,

tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing

Ability/RTA masih baik), kepribadian yang utuh (tidak mengalami

keretakan kepribadian/spliting of personality, perilaku dapat

mengganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.

Gambaran klinis

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Menurut Lumbantobing (2004), gejala-gejala depresi

meliputi :

1. Gangguan tidur

2. Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), rasa

nyeri, pandangan kabur, gangguan saluran cerna,gangguan

nafsu makan (meningkat atau menurun), konstipasi, perubahan

berat badan (menurun atau bertambah).

3. Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat

(agitasi atauhiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental

meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian di

sekitarnya, fungsi seksual berubah (mencakup libido menurun),

variasi diurnal dari suasana hati dan gejala biasanya lebih

buruk di pagi hari.

4. Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak

bahagia, letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang

tersinggung, marah, frustasi, toleransi rendah, emosi meledak,

menarik diri dari kegiatan sosial, kehilangan kenikmatan &

perhatian terhadap kegiatan yang biasa dilakukan, banyak

memikirkan kematian & bunuh diri, perasaan negatif terhadap

diri sendiri, persahabatan serta hubungan sosial.

Diagnosis depresi

Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman

pada PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnosis gangguan

Jiwa di Indonesia III) yang merujuk pada ICD 10 (International

Classification of Deseases 10). Gangguan depresi dibedakan dalam

depresi ringan, sedang, dan berat sesuai dengan banyak dan

beratnya gejala serta dampaknya terhadap kehidupan seseorang.

Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorders IV). Depresi berat

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

menurut DSM IV jika ditemukan 5 atau lebih gejala-gejala berikut

dibawah ini, yang terjadi hampir setiap hari selama 2 minggu dan

salah satu dari gejala tersebut adalah mood terdepresi atau

hilangnya rasa senang/minat.

Gejala-gejala tersebut :

1. Mood depresi hampir sepanjang hari

2. Hilang miknat/rasa senang secara nyata dalam aktivitas normal

3. Berat badan menurun atau bertambah

4. Insomnia atau hipersomnia

5. Agitasi atau retardasi psikomotor

6. Kelelahan dan tidak punya tenaga

7. Rasa tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan

8. Sulit berkonsentrasi

9. Pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri.

Menurut ICD 10, pada gangguan depresi, ada tiga gejala

utama yaitu :

1. Mood terdepresi

2. Hiulang minat/semangat

3. Hilang tenaga/mudah lelah.

Disertai gejala lain :

1. Konsentrasi menurun

2. Harga diri menurun

3. Perasaan bersalah

4. Psimis memandang masa depan

5. Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri

6. Pola tidur berubah

7. Nafsu makan menurun

Pengelompokan berat ringannya depresi, disajikan dalam

tabel 1

Tabel 1.

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Pedoman Pengelompokan Berat Ringannya Depresi

Depres

i

Gejala utama

minimal

Gejala lain

minimalFungsi Keterangan

Ringan 2 3 Baik Distres ±

Sedang 2 3 atau 4 TergangguBerlangsung minimal

2 minggu

Berat 3 4Sangat

terganggu

Intensitas gejala

berat

Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan,

turunnya berat badan, dapat merupakan tanda awal depresi tapi

dapat juga merupakan tanda-tanda demensia. Oleh karena itu perlu

dilakukan juga pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental

State Examination (MMSE) atau Abbreviated Mental Test (AMT)

Pemeriksaan pasien depresi

Salah satu langkah penting dalam penatalaksanaan depresi

adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum

ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk

penapisan/skrening depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu

instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric Depression

Scale (GDS) yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab

oleh pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi 15

pertanyaan saja dan ini mungkin lebih sesuai untuk dipergunakan

dalam praktek umum sebagai alat penapis depresi pada lanjut usia

(Depkes RI, 2001).

iii. BPH

Hiperplasia prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia)

adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia

kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi

yang dominan adalah hyperplasia. Penyakit kelenjar prostat

merupakan gangguan yang banyak diderita oleh pria lansia. Pada

60% penderita sudah mulai muncul adanya nodul mikroskopik di

usia 60 tahun, dan pada usia 85 tahun meningkat menjadi 90%.

Adanya pembesaran prostat atau BPH disebabkan oleh 2

faktor, yaitu proses menua dan rangsangan androgen jangka

panjang.

Gejala hyperplasia prostat dapat dibagi menjadi gejala

akibat iritasi yang ditimbulkan oleh aliran urin (gejala iritatif) dan

gejala akibat obstruksi pembesaran prostat (gejala obstruktif)

Gejala obstruktif

Hesitancy (keluar kemih terputus-

putus)

Aliran urin lemah

Mengejan untuk mengeluarkan

urin

Lama berkemih berkepanjangan

Perasaan tak tuntas saat berkemih

Retensi urin

Gejala iritatif

Urgency (perasaan ingin

berkemih)

Frequency (sering berkemih)

Nocturia (ingin berkemih di

malam hari)

Inkotinensia “urge”

Pembagian Derajat BPH

Derajat Berat BPH berdasarkan Gambaran Klinik

Derajat Colok Dubur Sisa volume urin

I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml

II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50 – 100 m

III Batas atas prostat tidak dapat diraba 100 m

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

IV Retensi urin total

iv. ISK

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang

menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin.

Prevalensi ISK di masyarakat makin meningkat dengan makin

meningkatnya usia, hal ini disebabkan karena :

Sisa urine dalam kandung kemih meningkat akibat

pengosongan kandung kemih kurang efektif

Mobilitas menurun

Nutrisi pada lansia seringkali kurang baik

System imunitas menurun

Ada hambatan pada aliran urine

Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat (Darmojo, 2014)

Infeksi saluran kencing pada usia lanjut dibedakan atas:

a. ISK uncomplicated (simple)

ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan anatomi

saluran kencing tidak baik walaupun fungsional normal.

Terutama mengenai wanita dan infeksi ini hanya mengenai

mukosa superfisial kandung kemih. Penyebab kuman tersering

(90%) adalah E. Coli.

b. ISK complicated

Sering menimbulkan banyak masalah karena kuman penyebab

sulit diberantas sering resisten terhadapa pengobatan berbagai

macam antibiotic, sering terjadi sepsis, bakteriemia dan syok.

Penyebab kuman adalah Pseudomonas Proteus atau Klebsiella.

v. Nefropati Diabetik

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Nefropati diaberik adalah sindrom klinis pada pasien

diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300

mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun

waktu 3 sampai 6 bulan.

Pada nefropati diabetik terdapat 5 tahap:

Tahap I: Pada tahap ini LFG meningkat yang disertai

pembesaran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah

biasanya normal. Tahap ini masih reversibel dan berlangsung 0-5

tahun sejak awal diagnosis DM ditegakkan. Denfan pengendalian

glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi dan struktur

ginjal akan normal kembali.

Tahap Ii: Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis DM tegak,

awal perubahan struktur ginjal berlanjut dan LFG masih tetap

meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan

jasmani, keadaan stres, atau kondisi metablik yang memburuk.

Keadaan ini dapat berlangsung lama. Hanya sedikit yang akan

berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivjtas biasanya terkait

dengan memburuknya kondisi metabolik. Tahap ini fisebut sebagai

tahap sepi(silent stage).

Tahap III: Ini adalah gahap awal nefropati dimana mikro

albuminuria telah nyata. Tahap ini biasanya terjafi setelah 15-20

tahun setelah diagnosis DM tegak. Secara histopatologis, juga

telahjelas penebalan membrana basalis glomerulus. LFG masih

tetap tinggi dan tekanan darah sudah ada yang ,ulai meningkat.

Keadaan ini dapatbertahan bertahun-tahu dan progresivitas masih

ungki dicegah dengan kendali glukosan dan tekanan darah yang

ketat.

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Tahap IV: Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik

bermanifestasi secara klinis dengan proteinuria yang nyata dengan

pemeriksaan biasa, tekanan darah sering meningkat serta LFG

sudah menurun di bawah normal. Ini terjadi setelah 15-20 tahun

diabetes tegak. Penyulit diabetes lain sudah pula dijumpai, seperti

retinopati, neuropati, gangguan profil lemak, dan gangguan

vaskular umum. Progresivitas ke arah gagal ginjal hanya dapat

diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah, dan

tekanan darah.

Tahap V: Ini adalah tahap gagal ginjal saat LFG sudah

sedemikian rendah sehingga pasien menunjukkan tanda-tanda

sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi

pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal.

Pada DM tipe 2 saat diagnosis ditegakkan, sudah banyak

pasien yang mengalami mikro dan makro albuminuria ,karena

sebenarnya DM telah berlangsung bertahun-tahun sebelumnya.

Lagipula keberadaan albuminuria lurang spesifik untuk adanya

nefropati diabetik. Tanpa penanganan khusus 20-40% dari pasien

ini akan melanjut pada nefropati nyata. Setelah terjadinya

penurunan LFG maka laju penurunan akan bervariasi secara

individual, akan tetapi 20 tahun setelah ini, hanya sekitar 20% dari

mereka yang berlanjut menjadi penyakit ginjal tahap akhir.

vi. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Page 28: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Tanda-tanda klasik dari diabetes yang tidak diobati adalah

hilangnya berat badan, polyuria (sering berkemih),

polydipsia(sering haus), dan polyphagia (sering lapar).[8] Gejala-

gejalanya dapat berkembang sangat cepat (beberapa minggu atau

bulan saja) pada diabetes type 1, sementara pada diabetes type 2

biasanya berkembang jauh lebih lambat dan mungkin tanpa gejala

sama sekali atau tidak jelas.

Beberapa tanda-tanda lainnya dan gejala-gejalanya dapat

menunjukkan adanya diabetes, meskipun hal ini tidak spesifik

untuk diabetes. Mereka adalah pandangan yang kabur, sakit kepala,

fatigue, penyembuhan luka yang lambat, dan gatal-gatal. Tingginya

tingkat glukosa darah yang lama dapat menyebabkan penyerapan

glukosa pada lensa mata, yang menyebabkan perubahan bentuk,

dan perubahan ketajaman penglihatan. Sejumlah gatal-gatal karena

diabetes dikenal sebagai diabetic dermadromes.

vii. Hipertensi

Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah

diastolik dan sistolik yang  intermiten atau menetap. Pengukuran

tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang

yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden

hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager ,

2008).

Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi

dengan peningkatan sistolik dan diastolik  dijumpai pada usia

pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan

diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah

usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya

usia (Temu Ilmiah Geriatri Semarang, 2008).

Page 29: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering

ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit

koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun

disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi

pada usia lanjut dibedakan atas:

a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140

mmHg dan atau tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.

b. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari

160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg

(Nugroho,2008). 

Patofisiologi  Hipertensi Lanjut Usia

Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan

meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai

umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat samapi umur 50-

60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit

menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin

mencerminkan adanya pengakuan pembuluh darah`dan

penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan

peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur.( Rigaud dan

Forette, 2001)

Seperti diketahui, takanan nadi merupakan predictok

terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam arteri.

Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya

jelas. Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem

kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah

sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar

meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur.

Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan

pembuluh darah besar dan mengakibatkan pcningkatan TDS.

Page 30: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan

resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah

dengan umur. Perubahan mekanisme refleks baroreseptor

mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah

yang terlihat pada pemantauan terus menerus. (Rigaud dan

Forette, 2001; Kuswardhany,2006)

Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan

kegagalan refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada

lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan

keseimbangan antara vasodilatasi adrenergic - β dan

vasokonstriksi adrenergik - α akan menyebabkan kecenderungan

vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan

resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi

Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga

berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan

penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam,

sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada

hipertensi pada lanjut usia. (Rigaud dan Forette, 2001)

Perubahan-perubahan di atas bertanggung jawab

terhadap penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan

denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi

ventrikel kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan

penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju

filtrasi glomerulus.

d. Tatalaksana

i. Konsultasi Psikiatri

Kondisi geriatri yang harus dirujuk ke psikiater antara lain :

- Terdapat masalah diagnostik serius

- Risiko bunuh diri tinggi

Page 31: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

- Pengabaian diri serius

- Agitasi, delusi, halusinasi berat

- Tidak memberi tanggapan dan tidak patuh terhadap

pengobatan

- Memerlukan tindakan/rawat inap

ii. Rawat inap rumah sakit

Pasien disarankan untuk dirawat di Rumah Sakit karena

adanya beberapa penyakit pada pasien yang menyebabkan pasien

mengalami gangguan tidur. Kualitas tidur pasien pun menjadi

berkurang. Pasien membutuhkan perawatan yang baik untuk

mengobati penyakit yang mendasari gangguan tidur ini. Selain itu

pasien membutuhkan terapi farmakologis untuk penyakit metabolik

yang mendasari keluhan pasien.

iii. Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi medik adalah suatu bentuk pelayanan

kesehatan yang bertujuan untuk memulihkan atau mengoptimalkan

kemampuan seseorang setelah mengalami gangguan kesehatan

yang berakibat pada penurunan kemampuan fisik.

Tujuan Rehabilitasi Medik pada Usia Lanjut

1. Memberikan pelayanan rehabilitasi medik yang komprehensif.

2. Berperan dalam mempertahankan dan atau meningkatkan

kualitas hidup pasien (kesehatan, vitalitas, fisik, dan fungsi).

3. Mencegah atau mengurangi keterbatasan (impairment),

hambatan (disability) dan kecacatan (handicap).

Tujuan pokok rehabilitasi para usia lanjut bukanlah untuk

mengembalikan peran mereka sebagai pencari nafkah, melaikan

Page 32: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

bagaimana mempersiapkan mereka untuk dapat menikmati ruas

ahir dari kehidupannya dengan kemandirian yang maksimal.

1. Program Fisioterapi

a. Aktivitas di tempat tidur

Positioning, alih baring, latihan pasif dan aktif lingkup

gerak sendi.

b. Mobilisasi

Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke

kursi, berdiri, jalan

Melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan,

berpakaian.

2. Program okupasi terapi

Latihan ditujukan untuk mendukung aktifitas kehidupan

sehari-hari, dengan memberikan latihan dalam bentuk aktifitas,

permainan, atau langsung pada aktifitas yang diinginkan. Misal

latihan jongkok – berdiri.

3. Program ortetik prostetik

Pada ortotis prostetis akan membuat alat penopang atau

alat pengganti bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan

kondisi penderita, misal pembuatan alat diusahakan dari bahan

yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudah

di pakai.

4. Program terapi bicara

Program ini kadang – kadang tidak selalu di tujukan

untuk latihan bicara saja, tetapi di perlukan untuk memberi

latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan

Page 33: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

apabila di temukan adanya kelemahan pada otot – otot sekitar

tenggorok. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke, dimana

terjadi kelumpuhan saraf fagus, saraf lidah, dll.

5. Program social medic

Petugas social medic memerlukan data pribadi maupun

keluarga yang tinggal bersama lansia, melihat bagaimana

struktur atau kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan

aktifitas yang di butuhkan penderita, tingkat social ekonomi.

Misal seorang lansia yang tinggal dirumahnya banyak

tramp/anak tangga, bagaimana bisa di buat landai/pindah kamar

yang datar dan bisa deket dengan kamar mandi.

6. Program psikologi

Dalam menghadapi lansia sering kali harus

memperhatikan keadaan emosionalnay yang mempunyai ciri-

ciri yang khas pada lansia, misal apakah seorang yang tipe

agresif atau konstruktif. Untuk memberikan motifasi lansia

agar lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi,

sosialisaai dan sebagainya.

vi. Assesment pada geriatric

Pedoman untuk asesmen diagnosis pada geriatric meliputi :

1. Anamnesis, meliputi :

a. Identitas pasien, termasuk jumlah anak dan berapa orang

yang tinggal bersama pasien

b. Riwayat pemakaian obat

c. Penilaian system

d. Kebiasaan

e. Gangguan yang didapat

f. Kepribadian, meliputi perasaan hati, kesadaran, dan afek

Page 34: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

g. Riwayat tentang sindrom geriatric

2. Pemeriksaan fisik. Karena gejala yang muncul pada geriatric

tidak khas dan seringkali tersembunyi, maka hamper semua

system harus kita periksa. Pemeriksaan-pemeriksaan yang

harus ada antara lain :

a. Tekanan darah

b. Pemeriksaan fisik untuk menilai system

3. Pemeriksaan tambahan. Ini adalah pemeriksaan tambahan yang

dianggap rutin pada asesmen geriatric di Negara maju

a. Foto toraks, EKG

b. Laboratorium :

Darah, feses, urin/feses

Gula darah, lipid, fungsi hati, fungsi ginjal

Fungsi tiroid

Kadar serum B6, B12

4. Pemeriksaan fungsi

a. Aktivitas hidup hidup sehari-hari (AHS) dasar, adalah

aktivitas hidup dasar seperti makan, minum, berpakaian

b. AHS instrumental, adalah aktivitas hidup sehari-hari yang

membutuhkan lebih banyak koordinasi kemampuan otot,

susunan syaraf, seperti mengangkat telepon, naik-turun

tangga

c. Kemampuan mental dan kognitif

Asesmen lingkungan. Bagaimana kondisi di sekitar

lingkungan rumah pasien, keadaan di rumah pasien, apakah

mendukung kesehatan dan penyembuhan pasien atau tidak

(Darmojo, 2014)

Page 35: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil diskusi yang telah kami laksanakan dapat

disimpulkan bahwa Kakek Yoso menderita Infeksi Saluran Kemih akibat

inkontinensia urin. Selain itu, karena penyakit Diabetes Mellitus yang diderita,

tekanan darah Kakek Yoso menjadi tinggi karena komplikasi Nefropati

Diabetikum. Beberapa penyakit tersebut menjadikan kakek Yoso mengalami

depresi, ditambah masalah psikologis akibat meninggalnya sang istri.

B. Saran

Beberapa saran untuk diskusi tutorial skenario 2 blok geriatri ini antara

lain dalam melakukan kegiatan diskusi tutorial, seharusnya kami lebih aktif

lagi dalam mengemukakan pendapat dan mencantumkan sumber informasi

yang dapat dipercaya berdasarkan prinsip Evidence Based Medicine (EBM)

setiap kali kami menyampaikan pendapat. Selain itu, kami sebaiknya dapat

menggunakan waktu secara efisien supaya waktu yang dialokasikan untuk

diskusi dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Page 36: Laporan Tutorial Skenario 2 Geriatri

DAFTAR PUSTAKA

Dorland WA, Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC

Tortora, Gerard J. 2011. Principles of Anatomy and Physiology 13th Edition. New

Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth (ed). 2011. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Osman NI, Christopher R. Chapple. 2013. Focus On Nocturia In The Elderly.

Diakses dari : http://www.medscape.com/viewarticle/809746_6-

Sudoyo, Aru W et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI.