51
STEP 1 Transfusi Darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia (obat) untuk mengurangi, menghilnagkan atau menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba di tubuh hospes (pasien). Leukositosis adalah peningkatan sel darah putih (leukosit) di atas nilai normal. Nilai normal leukosit berbeda pada bayi, anak, dan dewasa. Leukositosis dapat disebabkan oleh infeksi, radang (inflamasi), reaksi alergi, keganasan, dan lain-lain. 1

Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

STEP 1

Transfusi Darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang

(donor) kepada orang lain (resipien).

Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia (obat) untuk

mengurangi, menghilnagkan atau menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba di

tubuh hospes (pasien).

Leukositosis adalah peningkatan sel darah putih (leukosit) di atas nilai normal. Nilai

normal leukosit berbeda pada bayi, anak, dan dewasa. Leukositosis dapat disebabkan

oleh infeksi, radang (inflamasi), reaksi alergi, keganasan, dan lain-lain.

1

Page 2: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

STEP 2

1. Mengapa konjungtiva pucat, pergerakannya tidak aktif, dan tidak ada

pembesaran ?

2. Pemeriksaan penunjang pada kasus?

3. Patofisiologi leukositosis?

4. Pada penatalaksanaan awal mengapa diberi tranfusi dan kemoterapi?

5. Diagnosa pada kasus?

6. Tata laksana pada kasus?

7. Fisiologi leukosit?

2

Page 3: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

STEP 3

1. Mengapa konjungtiva pucat, pergerakannya tidak aktif, dan tidak ada

pembesaran ?

Biasanya konjungtiva pucat mengindikasikan terjadinya anemia pada pasien sehingga

pasien terlihat lebih pucat pada konjungtivanya, dan juga lebih lemas (pergerakan nya

tidak aktif). Selain itu tidak ditemukan adanya hepatomegali dan splenomegali berarti

kondisi tersebut menggambarkantidak terjadinya infiltrasi

2. Pemeriksaan penunjang pada kasus?LO

3. Patofisiologi leukositosis?LO

4. Pada penatalaksanaan awal mengapa diberi tranfusi dan kemoterapi?LO

5. Diagnosa pada kasus?LO

6. Tata laksana pada kasus?LO

7. Fisiologi leukosit?

Leukosit terdiri dari granulosit (neutrofil,basofil dan eosinofil) dan agranulosit

(monosit dan limfosit).leukosit dibentuk di sumsum tulang belakang, secara umum

leukosit ini sendiri berperan sebagai sistem pertahanan tubuh. Pada kondisi tertentu

peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi atau neoplasma. Nilai

normal leukosit yaitu 4.000-11.000/µl

3

Page 4: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

STEP 4

1. Mengapa konjungtiva pucat, pergerakannya tidak aktif, dan tidak ada

pembesaran ?

Disebabkan oleh hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel

leukemia. Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik

yang ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakin

berkurang, akibatnya gizi pasien terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah.

Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi pasien adalah anemia dan

gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas seluler yang terjadi

mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan mekanisme

pengaturan suhu sehingga terjadi demam. Kemungkinan lain akibat terjadinya demam

adalah adanya infeksi. Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem imunitas

meningkat, tetapi sel yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis

apapun, sehingga tidak fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini

disebut dengan leukopenia fungsional.

2. Pemeriksaan penunjang pada kasus?LO

3. Patofisiologi leukositosis?LO

4. Pada penatalaksanaan awal mengapa diberi tranfusi dan kemoterapi?LO

5. Diagnosa pada kasus?LO

6. Tata laksana pada kasus?LO

7. Fisiologi leukosit?

Pembentukan Leukosit. Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini

dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Selain

sel-sel committed tersebut, untuk membentuk eritrosit dan membentuk leukosit.

Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik.

4

Page 5: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa mieloblas

sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel muda yang berupa

limfoblas.

Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam

sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi. Kemudian, bila

kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin akan dilepaskan.

Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga

kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan

granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam

berbagai area limfoid kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut

dalam darah.

Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya 4-8 jam

dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan. Pada keadaan infeksi

jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali berkurang. Hal ini

dikarenakan granulosit dengan cepat menuju jaringan yang terinfeksi, melakukan

fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri harus dimusnahkan.

5

Page 6: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada di dalam darah

sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini

membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi makrofag jaringan.

Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga berbulan-bulan atau bahkan

bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi dasar bagi sistem makrofag

jaringan yang merupakan system pertahanan lanjutan dalam jaringan untuk melawan

infeksi.

Limfosit terus menerus memasuki sistem sirkulasi bersama dengan pengaliran limfe

dari nodus limfe dan jaringan limfe lain. Kemudian, setelah beberapa jam, limfosit

berjalan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis dan selanjutnya kembali

memasuki limfe dan kembali ke jaringan limfoid atau ke darah lagi demikian

seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau

bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel

tersebut

Tabel Jenis-Jenis Sel Darah Putih

Tipe Gambar Diagram

%

dalam

tubuh

manusia

Keterangan

Neutrofil 65% Neutrofil berhubungan

dengan pertahanan tubuh

terhadap infeksi bakteri

serta proses peradangan

kecil lainnya, serta biasanya

juga yang memberikan

tanggapan pertama terhadap

6

Page 7: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

infeksi bakteri; aktivitas

dan matinya neutrofil dalam

jumlah yang banyak

menyebabkan adanya

nanah.

Eosinofil 4%

Eosinofil terutama

berhubungan dengan

infeksi parasit, dengan

demikian meningkatnya

eosinofil menandakan

banyaknya parasit.

Basofil <1%

Basofil terutama

bertanggung jawab untuk

memberi reaksi alergi dan

antigen dengan jalan

mengeluarkan histamin

kimia yang menyebabkan

peradangan.

Limfosit 25% Limfosit lebih umum dalam

sistem limfa. Darah

mempunyai tiga jenis

limfosit:

Sel B : Sel B membuat

antibodi yang mengikat

patogen lalu

7

Page 8: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

menghancurkannya. (Sel B

tidak hanya membuat

antibodi yang dapat

mengikat patogen, tapi

setelah adanya serangan,

beberapa sel B akan

mempertahankan

kemampuannya dalam

menghasilkan antibodi

sebagai layanan sistem

'memori'.)

Sel T : CD4+

(pembantu) Sel T

mengkoordinir tanggapan

ketahanan (yang bertahan

dalam infeksi HIV) sarta

penting untuk menahan

bakteri intraseluler. CD8+

(sitotoksik) dapat

membunuh sel yang

terinfeksi virus.

Sel natural killer : Sel

pembunuh alami (natural

killer, NK) dapat

membunuh sel tubuh yang

tidak menunjukkan sinyal

bahwa dia tidak boleh

dibunuh karena telah

terinfeksi virus atau telah

menjadi kanker.

8

Page 9: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Monosit 6%

Monosit membagi fungsi

"pembersih vakum"

(fagositosis) dari neutrofil,

tetapi lebih jauh dia hidup

dengan tugas tambahan:

memberikan potongan

patogen kepada sel T

sehingga patogen tersebut

dapat dihafal dan dibunuh,

atau dapat membuat

tanggapan antibodi untuk

menjaga.

Makrofag(lihat di

atas)

Monosit dikenal juga

sebagai makrofag setelah

dia meninggalkan aliran

darah serta masuk ke dalam

jaringan.

Neutrofil. Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi,

sel-sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um,

satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik

(0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis

romanovky. Granul pada neutrofil ada dua :

Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.

Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal

(protein Kationik) yang dinamakan fagositin.

Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria,

apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis

depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan

aktif.

9

Page 10: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran

dinding sel bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis

dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan

dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding sel bakteri dan

menghancurkannya.

Eosinofil. Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um

(sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma

mitokonria dan apparatus Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang

dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam,

katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai

pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih

selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi,

ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek

antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan

mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh

proses-proses patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil

darah dengan cepat.

Basofil. Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti

satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi

granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler

berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung.

Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan

tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan

hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan

kekebalan.

10

Page 11: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Limfosit. Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit

darah. Normal, inti relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti

padat, anak inti baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali,

sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu

dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Klasifikasi lainnya

dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada

permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos seperti

imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam

sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan

sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel

limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah

dalam keadaan patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti

yang jelas.

Monosit. Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit

normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um,

atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda.

Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap monosit.

Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian

kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil.

Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak

mitokondria. Aparatus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan

mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah, jaingan

penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear

(system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan

membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran

darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung daIam darah

beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan

penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan antigen.

11

Page 12: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

STEP 5

1. Pemeriksaan penunjang dan diferensial diagnosis pada kasus ?

2. Patofisiologi leukositosis ?

3. Pada penatalaksanaan dan prognosa kasus ?

4. Diagnosa pada kasus dan klasifikasi leukemia ?

5. Indikasi dan cara tranfusi dan kemoterapi?

12

Page 13: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

STEP 6

BELAJAR MANDIRI

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik dan Ringkas. Denpasar: EGC.

Dewoto, Hedi R. Wardhini B.P, S. 2007 Antianemia Defisiensi dan Eritropoietin.

Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI.

Guyton, Arthur C; alih bahasa Irawati, editor Luqman Yanuar Rachman. 2007. Buku

ajar Fisiologi Kedokteran/ Arthur C. Guyton, John E. Hall.  Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih dalam Price, Sylvia A. Wilson,

Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6.

Jakarta: EGC.

Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,

Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Greer JP et.al, Acute myelogenous leukemia. In Lee RG et. al, editors: Wintrobe’s

clinical hematology, ed 10, Baltimore, 1999, Williams & Wilkins.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.

Jakarta: EGC.

Hoffbrand, A.V. Petit, J.E. 1996. Kapita Selekta Haematologi. Jakarta: EGC.

Kurnianda, Johan. Leukemia Mieloblastik Akut dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,

Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti.et.al. 2007. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI.

13

Page 14: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

STEP7

1. Pemeriksaan penunjang dan diferensial diagnosis pada kasus ?

Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA,

klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu:

1.      Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan apus darah tepi. Jumlah

leukosit dapat normal,meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis

(>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3.

Pada umunya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung

leukosit bervariasi dari 0 – 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung

trombosit kurang dari 25.000/mm3

2.      Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang. Pemeriksaan ini sangat penting untuk

konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani

prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi,

sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperselular

dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa.

Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel leukemia, maka aspirasi sumsum

tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk

evaluasi gambaran sitologi.

3.      Sitokimia. Gambaran morfologisel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang

kadang-kadang tidak dapat membedakan LLAdari keukemia mieloblastik akut (LMA).

Pada LLA, pewarnaan sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang

negatif. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula

primer dari prekusor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia

juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan

fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat

memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS). TdT yang

diekspresikan oleh limfiblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau

flow cytometry.

14

Page 15: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

4.      Imunofenotipe (dengan sitometri arus/Flow cytometry). Pemeriksaaan ini

berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai untuk diagnosis

dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:

v     Untuk sel prekusor B:CD10(common ALL antigen),CD19,CD79A,CD22,

cytoplasmis m-heavy chain, dan TdT

v     Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT

v     Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22

Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid antigen

mieloid yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan

dari abtigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus

ini jarang , dan perjalanan penyakit buruk.

5.      Sitogenetik. Analisis sitogeetik sangat berguna karena beberapa kelainan

sitogenetik berhubungan dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan

informasi prognostik. translokasi t(8;14), t(2;8) dan t(8;22) hanya ditemukan pada

LLA sel B, dan kelainan kromosom ini meyebabkan disregulasi dan ekspresi yang

berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat

ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom Philadelphia, t(9;22)(q34;q11)

yang khas untuk leukemia mielositik kronik dapat juga ditemukan pada

6.      Biologi Molekuler. Tenik molekuler dikerjakan bila analisa sitogenetik rutin

gagal, dan untuk mendeteksi t(12;21) yang tidak terditeksi dengan sitogenetik standar.

Teknik ini juga harus dilakukan untuk mendeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai

prognosis buruk.

7.      Pemeriksaan Lainnya. Parameter koagulasi biasanyanormal dan koagulasi

intravaskular diseminata jarang terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperuikemia dapat

terjadi terutama pada pasien dengan sel-sel leukemia yang cepat membelah dan tumor

burden yang tinggi.

15

Page 16: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Pungsi lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal.

Perlu atau tidaknya tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas

yang bersirkulasi masih kontroversi. Defenisi ketrlibatan susunan saraf pusat (SSP)

adalah bila ditemukan lebih dari 5 leukosit/mL, cairan serebrospinal dengan morfologi

sel blas pada spesimen sel yang disentrafugasi.

Pendekatan Diagnosis

Pendekatan diagnosis LLA dewasa :

Anamnesia

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Laboratorium, yaitu hitung darah lengkap, apus darah tepi,

pemeriksaan koagulasi, kadar fibrinogen, kimia darah, golongan darah ABO dan Rh,

penentuan HLA

Foto toraks atau computedtotography

Pungsi lumbal

Aspirasi dan Biopsi sumsum tulang. Pewarnaan sitokimia, analisa sitogenetik,

analisa imunofenotip, analisa molekuler BCR-ABL.

Diagnosis Banding

Limfositosis, limfadenopati dan hepatoslpenomegali yang berhubungan dengan

infeksi virus dan limfoma

Anemia aplastik

16

Page 17: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

2. Patofisiologi leukositosis ?

Leukositosis yang terjadi sebagai akibat peningkatan yang seimbang dari masing-

masing jenis sel, disebut balanced leokocytosis. Keadaan ini jarang terjadi dan dapat

dijumpai pada hemokonsentrasi. Yang lebih sering dijumpai adalah leukositosis yang

disebabkan peningkatan dari salah satu jenis leukosit sehingga timbul istilah

neutrophilic leukocytosis atau netrofilia, lymphocytic leukocytosis atau limfositosis,

eosinofilia dan basofilia. Leukositosis yang patologik selalu diikuti oleh peningkatan

absolut dari salah satu atau lebih jenis leukosit.

Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang,tetapi jarang

lebih dari 11.000/µl 4 Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan,maka keadaan

tersebut disebut leukositosis.Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun

patologik.Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat,gangguan

emosi,kejang,takhikardi paroksismal, partus dan haid.4 Leukositosis yang terjadi

sebagai akibat peningkatan yang seimbang dari masing-masing jenis sel,disebut

balanced leoko- cytosis.Keadaan ini jarang terjadi dan dapat dijumpai pada

hemokonsentrasi.Yang lebih sering dijumpai adalah leukosi-tosis yang disebabkan

peningkatan dari salah satu jenis leuko-sit sehingga timbul istilah neutrophilic

leukocytosis atau netrofilia, lymphocytic leukocytosis atau limfositosis,eosino-filia dan

basofilia.Leukositosis yang patologik selalu diikuti oleh peningkatan absolut dari salah

satu atau lebih jenis leukosit

Leukositosis: neutofilia (infeksi bakteri akut); basofilia (gangguan mieloproliferatif);

monositosis (infeksi kronis, malaria, riketsia, penyakit kolagen vaskular,dll);

limfositosis (gangguan imunologik berkepanjangan, infeksi virus); eosinofilia ( hay

fever, penyakit kulit alergi, infeksi parasit, reaksi obat,dll)

17

Page 18: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

3. Pada penatalaksanaan dan prognosa kasus ?

Pengobatan utama untuk keganasan hematologi selama beberapa dekade adalah

pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi (Baldy, 2006). Saat ini, pengobatan yang

lain tersedia terbatas tetapi penggunaannya meningkat, dengan kemajuan dalam uji

klinis, yang dikenal sebagai Biological. Kelompok obat ini adalah zat alami yang

diambil dari sumber alami atau disintesis dalam laboratorium untuk menyerang target

biologi tertentu (Finley, 2000). Biological dianggap menjaga sel induk hematopoietik

dan oleh karena itu kurang toksik dan bersifat kuratif (Baldy, 2006).

Kemoterapi atau Terapi Obat Sitotoksik. Obat sitotoksik merusak kapasitas sel

untuk reproduksi. Tujuan terapi sitotoksik mula-mula menginduksi remisi dan

selanjutnya mengurangi populasi sel leukemik yang tersembunyi, dan memulihkan

sumsum tulang dengan kombinasi siklik dua, tiga atau empat obat. Pemulihan ini

tergantung pada pola pertumbuhan kembali (differential regrowth pattern) sel

hemopoietik normal dan sel leukemik.

Transplantasi Sumsum Tulang. Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk

memulihkan sistem hemopoietik pasien setelah penyinaran seluruh tubuh dan

kemoterapi intensif diberikan dalam usaha membunuh semua leukemmik yang tinggal

(Hoffbrand and Petit, 1996).

Terapi ALL dibagi menjadi:

Induksi remisi

Terapi ini biasanya terdiri dari prednisone, vinkristin, antrasiklin dan L-asparaginase.

Intensifikasi atau konsolidasi

18

Page 19: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan tergantung protocol

yang dipakai.

Profilaksis SSP

Terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi cranial, dan pemberian sistemik

obat yang mempunyai bioavailabilitas yang tinggi seperti metotreksat dosis tinggi dan

sitarabin dosis tinggi.

Pemeliharaan jangka panjang

Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali

selama 2 tahun (Fianza, 2007).

Prognosis

Kebanyakan pasien LLA dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan

kemoterapi saja, dan hanya 30 % yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang

sembuh dengan kemoterapi adalah usia15-20 tahun dengan faktor prognostik baik

lainnya. Harapan sembuh untuk pasein LLA dewasa lainnya tergantung dari terapi

yang lebih intensif dengan transplantasi sumsum tulang. Overall disease-free survival

rate untuk LLA dewasa kira-kira 30 %. Pasien usia >60 tahun mempunyai disease-free

survival rate 10 % setelah remisi komplit.

19

Page 20: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

4. Diagnosa pada kasus dan klasifikasi leukemia ?

Berdasarkan gejala-gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

laboratorium yang ada, pasien menderita leukemia. Namun jenis leukemia yang

diderita belum dapat dipastikan lebih lanjut, karena masih membutuhkan beberapa

pemeriksaan lain seperti morfologi sel darah melalui pemeriksaan apusan darah,

aspirasi dan biopsi sumsum tulang, analisis sitogenetik, serta immunophenotyping.

Untuk diagnosis sementara sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang seperti diatas,

manifestasi klinis yang ada lebih merujuk ke arah leukemia limfoblastik.

Perkembangan penyakit, yaitu dalam 6 bulan telah menimbulkan gejala hepatomegali

dan splenomegali merujuk ke arah leukemia akut. Selain itu anemia dan

trombositopenia pada leukemia kronis timbul pada stadium akhir penyakit. Padahal,

stadium akhir leukemia kronik dicapai setelah penyakit berjalan selama bertahun-

tahun. Sementara, dalam kasus, anemia dan trombositopenia terjadi dalam rentang

waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan. Kemudian tidak adanya pembengkakan gusi

mungkin dapat menjadi salah satu petunjuk bahwa pasien tidak mengalami leukemia

limfoblastik akut (AML). Jadi, kesimpulan yang didapatkan dari kasus, pasien

mengalami leukemia limfoblastik akut (ALL).

Menurut Ahmad Ramadi (1998) leukemia merupakan penyakit ganas, progresif pada

organ - organ  pembentukan darah yang ditandai dengan proliferasi dan perkembangan

leukosit serta pendahulunya secara abnormal di dalam darah dan sumsum tulang

belakang. Proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit

yang tidak abnormal, jumlahnya berlebihan, dapat ,menyebabkan anemia,

trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Mansjoer, 1999).

20

Page 21: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Menurut jenisnya, leukemia dapat dibagi atas leukemia mieloid dan limfoid. Masing-

masing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar , pembagian leukemia adalah

sebagai berikut  yaitu :

Leukemia limfoid :

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

Merupakan kanker  yang paling sering menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun,

dengan puncak insidensi antara umur 3 sampai 4 tahun.

Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi limpoblas abnormal dalam sum-sum

tulang dan tempat-tempat ekstramedular. Paling sering terjadi pada laiki - laki

dibandingkan perempuan,  LLA jarang terjadi (Smeltzer dan Bare, 2001).

Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah

merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa: lemah dan sesak nafas, karena

anemia (sel darah merah terlalu sedikit) infeksi dan demam karena, berkurangnya

jumlah sel darah putih perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.

(www.medicastore.com)

Manifestasi klinis :

Hematopoesis normal terhambat

Penurunan jumlah leukosit

Penurunan sel darah merah

Penurunan trombosit

Leukeumia Limfositik Kronik (LLK)

Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit

(salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar

getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih

sering  menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang 

ganas  terjadi di kelenjar getah bening.

21

Page 22: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Kemudian menyebar ke hati dan  limpa, dan kedua nya mulai membesar. Masuknya

limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga

terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah.

Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem

kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali

menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal.

(www.medicastore.com)

Manifestasinya adalah :

Adanya anemia

Pembesaran nodus limfa

Pembesaran organ abdomen

Jumlah eritrosi dan trombosit mungkin normal atau menurun

Terjadi  penurunan  jumlah    limfosit (limfositopenia)

Leukemia Mieloid

Leukemia Mielositik akut (LMA)

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), Leukemia akut ini mengenai sel stem

hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke sua sel mieloid;monosit, granulosit,

eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena , insidensi meningkat

sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling

sering terjadi.

Gambaran klinis LMA, antara lain yaitu ;terdapat peningkatan leukosit,  pembesaran

pada limfe, rasa lelah, pucat, nafsu makan menurun, anemia, ptekie, perdarahan , nyeri

tulang, Infeksi

22

Page 23: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Leukemia Mielogenus Kronik (LMK)

Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu

penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan

menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih) yang

abnormal (www.medicastore.com).

Dimasukkan kedalam keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak terdapat sel

normal dibaniding dalam bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan, jarang

menyerang individu di bawah umur 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai

pertambahan umur.

Gambaran klinis LMK mirip dengan LMA, tetapi gejalanya lebih ringan yaitu ; Pada

stadium awal, LMK bisa tidak menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa

mengalami: kelelahan dan kelemahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat

badan, demam atau berkeringat dimalam hari, perasaan penuh di perutnya (karena

pembesaran limpa) (Smeltzer dan Bare, 2001)

Dasar diagnosa

Manifestasi proliferasi sistem limfopoetik yang hebat dalam bentuk antara lain pada

darah tepi ditemukan jumlah lekosit sangat tinggi atau limfosit monoton (>90%)

disertai adanya sel-sel muda (limfoblast >5%), menekan sistem haematopoetik lainnya

dan mengadakan anak sebar.

Anamnesa:

·         Pucat mendadak, demam, perdarahan kulit berupa bercak kebiruan, perdarahan

dari organ tubuh lainnya misalnya epistaksis, perdarahan gusi, hematuria dan melena.

·         Bisa timbul mual, muntah, pusing dan nyeri pada sendi.

·         Sering demam dengan sebab yang tidak jelas.

23

Page 24: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Pemeriksaan :

·         Anemis, demam, tanda-tanda perdarahan seperti ptekie, ekimosis, epistaksis,

hematuria, dan melena.

·         Nyeri pada tulang dan sendi ( infiltrasi ke tulang ).

·         Hati dan limfa membesar bila terdapat infiltrat ke organ tersebut.

·         Apabila terjadi infiltrasi ke SSP dapat timbul gejala rangsang meningeal dan

tekanan intrakranial meninggi

Laboratorium:

·         Darah tepi: lekositosis yang hebat atau limfositosis relatif disertai gambaran

penekanan sumsum tulang berupa anemia, trombositopenia, netropenia, disertai

adanya sel-sel blast (limfoblast > 5%)

·         BMP: sistim eritropoetik, granulopoetik tertekan. Limfoblast ³ 10%

·         Apabila terjadi infiltrasi ke SSP maka dapat ditemukan sel-sel lekemia dalam

cairan serebrospinalis.

24

Page 25: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Radiologi :

Gambaran radiolusen pada jungta epipiseal tulang panjang ( infiltrasi ke tulang ).

Klassifikasi :

Kelompok “ French American British” (FAB), mengklasifikasikan ALL dalam 3

golongan yaitu  L1, L2, dan L3. Klasifikasi FAB ini dapat dipergunakan untuk

meramalkan prognosa:         L1 : lebih baik dari L2. L2 : lebih baik dari L3.

Ciri-ciri

fisiologis

L1 L2 L3

Ukuran sel Predominan,

sel kecil

Besar, ukuran

heterogen

Besar dan homogen

Kromatin

nukleus

Homogen

pada setiap

kasus

Variasi

heterogen

pada setiap

kasus

Berbintik-bintik halus dan

homogen

Bentuk

nukleus

Reguler,

kadang

terbelah atau

berlekuk

Irreguler,

terbelah dan

sering

berlekuk

Reguler, oval sampai bulat

Nukleolus Tidak terlihat,

kecil, tidak

jelas

Tampak satu

atau lebih,

sering besar

Prominen, satu atau lebih

Sitoplasma Sedikit Variasi,

sering kali

berlebihan

Sering kali berlebihan

Sitoplasma

basofil

Ringan atau

sedang, jarang

nyata

Variasi,

beberapa

tampak gelap

Sangat gelap

Vakuola

sitoplasma

Variasi Variasi Sering prominen

L3 : prognosa jelek.

Pengobatan

25

Page 26: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

UNTUK ALL PROTOKOL 1A DAN 1B.

A. PROTOKOL 1A.

1.    Induksi

          Sistemik :

*     Vincristin ( VCR ) 2 mg/m2/minggu I.V. diberikan 4-6 kali, bila setelah 6   kali

tidak remisi dianggap gagal.

*     Prednison 40 mg/m2/hari peroral selama 4-6 minggu, kemudian tapering  off

selama 1 minggu.

          SSP :

·         Profilaksis: diberikan Metotrexate ( MTX ) intratekal 10 mg/m2/minggu,

diberikan 5 kali berturut-turut dimulai setelah pemberian VCR pertama.

·         Radiasi : radiasi kranial dengan dosis total 2400 rad, dimulai setelah satu

minggu MTX intratekal terakhir.

II. Rumat ( Maintenance ):

a.    6-merkaptopurine (6-MP) dosis 65 mg/m2/hari peroral langsung setelah remisi.

b.    Methotrexata (MTX) dengan dosis 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2

dosis, diberikan setelah remisi dan sekurang-kurangnya satu minggu setelah MTX

intratecal yang terakhir.

III. Reinduksi :

          Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir.

          Sistemik :

a.    VCR dosis sama dengan induksi, diberikan sebanyak dua kali.

b.    Prednison dosis sama dengan induksi diberikan selama 2 minggu ( satu minggu

dosis penuh, satu minggu tapering off ).

c.    SSP, MTX intratecal dengan dosis sama dengan induksi diberikan dua kali / 2

minggu berturut-turut.

IV. Immunoterapi :

26

Page 27: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

BCG diberikan dua minggu setelah VCR kedua pada reinduksi, pertama dengan dosis

0,6 cc intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 cc. BCG diberikan 3

kali dengan interval waktu 4 minggu. Selama itu sitostatika maintenance diteruskan.

V.   Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

B. PROTOKOL I B.

I.  Induksi :

6-Merkaptopurine (6-MP) dengan dosis 65mg/m2/hari peroral selama 4-6 minggu.

          Prednison 40mg/m2/hari peroral selama 4-6 minggu.

          Profilaksis pada SSP bila mungkin seperti pada protokol 1a.

II.   Maintenance :

          Cyclophosphamide ( CPA ) 250 mg/m2/minggu/oral.

III. Reinduksi.

          Tidak diberikan.

IV. Imunoterapi.

          Dosis dan cara sama seperti pada protokol 1a.

V.   Bila terjadi relaps, diberikan sitostatika sbb:

MTX 20mg/m2/minggu peroral dibagi 2 dosis dan prednison 40 mg/m2/hari peroral.

Keduanya diberikan seperti pada induksi pertama ( 4-6 minggu).

VI.  Pengobatan dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

C. PROTOKOL WIJAYA KESUMA (WK ALL 2000)

Terdiri dari :

-          Protokol WK ALL 2000 SR (Standar Risk)

-          Protokol WK ALL 2000 HR (High Risk)

HR : WBC > 50.000/ul

         Massa mediastinum (+)

         Leukemia SSP

SR  : jika tidak ditemukan gejala di atas

Remisi pada leukemia akut :

27

Page 28: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

1.    Bebas dari tanda-tanda leukemia.

2.    BMP        :   Blast kurang dari 5 %

3.    Darah tepi : - Tidak dijumpai sel blast leukemik.

                     - Lekosit > 3000/mm3

                     - Trombosit > 100.000/mm3

                     - Hb > 10 g% tanpa transfusi darah.

5. Indikasi dan cara tranfusi dan kemoterapi?

A. Pengertian Transfusi Darah

Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari donor yang sehat kepada

penderita. Pada tahun 1900 Dr. Loustiner menemukan 4 macam golongan darah :

1.  Golongan darah A

2.  Golongan darah B

3.  Golongan darah AB

4.  Golongan darah O

Selain itu tahun 1940 ditemukan golongan darah baru yaitu Rhesus Faktor positif dan

rhesus faktor negatif pada sel darah merah (erythrocyt). Rhesus Faktor positif banyak

terdapat pada orang Asia dan Negatif Pada orang Eropah, Amerika, Australia.

B. Jenis Donor Darah

Ada dua macam donor darah yaitu :

1.    Donor keluarga atau Donor Pengganti adalah darah yang dibutuhkan pasien

dicukupi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien.

2.    Donor Sukarela adalah orang yang memberikan darah, plasma atau komponen

darah lainnya atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau bentuk

pembayaran lainnya. Motivasi utama mereka adalah membantu penerima darah yang

tidak mereka kenal dan tidak untuk menerima sesuatu keuntungan.

28

Page 29: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

C. Syarat – Syarat Calon Donor Darah :

1.     Umur 17 – 60 tahun

2.     Berat badan 50 kg atau lebih

3.     Kadar Hemogblin 12,5 g/dl atau lebih

4.     Tekanan darah 120/140/80 – 100 mmHg

5.     Nadi 50-100/menit teratur

6.     Tidak berpenyakit jantung, hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit

perdarahan, kejang, kanker, penyakit kulit kronis.

7.     Tidak hamil, menyusui, menstruasi (bagi wanita)

8.     Bagi donor tetap, penyumbangan 5 (lima) kali setahun.

9.     Kulit lengan donor sehat.

10.   Tidak menerima transfusi darah/komponen darah 6 bulan terakhir.

11.   Tidak menderita penyakit infeksi ; malaria, hepatitis, HIV/AIDS.

12.   Bukan pencandu alkohol/narkoba

13.   Tidak mendapat imunisasi dalam 2/4 bulan terakhir.

14.   Beritahu Petugas bila makan aspirin dalam 3 hari terakhir.

D. Proses Transfusi Darah

1.     Pengisian Formulir Donor Darah.

2.     Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan hemoglobin darah.

3.     Pengambilan Darah

Apabila persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi barulah       dilakukan

pengambilan darah.

4.     Pengelolahan Darah

Beberapa usaha pencegahan yang di kerjakan oleh PMI sebelum darah diberikan

kepada penderita adalah penyaringan terhadap penyakit di antaranya :

a.    Penyakit Hepatitis B

b.    Penyakit HIV/AIDS

c.     Penyakit Hipatitis C

d.    Penyakit Kelamin (VDRL)

29

Page 30: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam

5.     Penyimpanan Darah

Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26 derajat celcius.

Darah ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti :

PRC,Thrombocyt,Plasma,Cryo precipitat

E.      Pengambilan Darah

1.       Oleh petugas yang berwenang.

2.       Menggunakan peralatan sekali pakai.

3.       250-350 ml, tergantung berat badan.

4.       Mengikuti Prosedur Kerja Standar.

5.       Informed Consent : Darah diperiksa terhadap IMLTD (Infeksi Menular Lewat

Transfusi Darah) ; Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, Sifilis).

KEMOTERAPI

Pendahuluan

- Mula-mula digunakan istilah kemoterapi tahun 1900 oleh Paul Erlich

- Kemoterapi : Zat- zat yang dapat menghentikan pertumbuhan dari sel kanker.

- Kemoterapi: umumnya bersifat paliatif; yaitu meringankan gejala tanpa

mempengaruhi secara

pasti jalannya penyakit selanjutnya (dapat memperpanjang waktu hidup)

- Kemoterapi bersifat kuratif : jika terapi dimulai sedini mungkin yaitu pada kanker

darah,

kanker testis.

-Kemoterapi - kurang efektif: pada tumor yang tumbuhnya perlahan dengan sedikit sel

yang

sedang membelah. Msalnya : kanker paru-paru, usus besar, kanker hati, rahim

- Kemoterapi tidak efektif: terhadap kanker ginjal dan kanker leher rahim.

30

Page 31: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Pembagian respon tumor terhadap kemoterapi: (cancer terapi)

A. Sembuh dengan Kemoterapi:

ALL, AML, Ewing Sarkoma, Gestyasional trofoblastik Ca, Hodkins disease, Ca

Testis, Wilm’s Tumor, LNH, Rhabdomyosarkoma.

B. Kemoterapi mempunyai aktivitas yang bermakna:

Ca anus, Ca bladder, Ca mammae, CLL, CML, Ca endometrium, Ca kepala dan

leher, Kanker paru sel kecil, Multiple Myeloma, Limfoma folikuler, Ca ovarium,

Hairy cell leukemia.

C. Kemoterapi mempunya aktivitas minor:

Tumor otak, Ca cervix, Ca kolorectal, Ca Prostat, Hepatoseluler karsinoma,

tumor paru non small sell, melanoma, sarkoma kaposi, Ca pankereas, Ca

gaster, Ca sell ginjal, sarkoma jaringan lunak.

D. Kemoterapi Ajuvan Efektif:

Ca mammae ( KGB aksila (+), Ca colorectal (Dukes B2 atau C) sarkoma

osteogenik, Ca ovarium (stadium III), Ca testis.

Kemoterapi Kombinasi:

Terbukti manfaat penggunaan beberapa obat kemoterapi secara bersamaan dibanding

pemberian obat kemoterapi tunggal hampir pada semua kanker.

1. Diberikan obat kemoterapi yang jelas terapinya secara tunggal cukup tinggi

2. Toksisitasnya tidak tumpang tindih sehingga lebih berat terhadap satu organ.

3. Bisa diberikan secara bersamaan sehingga intensitas obat bertambah kuat, tetapi

efek

samping tidak bertambah.

4. Diberikan secara dose intensity.

Dose intensity adalah :

- Tepat dosis ( sesuai luas permukaan tubuh), tepat jadwal.

- Jarak waktu antara 2 siklus harus cukup pendek sehingga hanya memberiwaktu

kesempatan pulih sel-sel normal

31

Page 32: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Kemoterapi sebagai pengobatan kanker:

1. Pengobatan induksi:

-Untuk tumor-tumor non solid atau kasus lanjut karena tidak ada pilihan cara

pengobatan lainnya.

- disebut juga pengobatan penyelamatan (salvage)

2. Kemoterapi Ajuvant:

Pengobatan tumor primer dikontrol dengan cara lain ( bedah/ Radiasi)

Diyakini masih adanya sisa sel-sel tumor yang sukar dideteksi sehingga perlu

tambahan kemoterapi.

3. Kemoterapi Primer:

Kemoterapi sebagai pengobatan pertama sebelum pengobatan lain ( bedah/ radiasi)

4. Kemoterapi Neo-adjuvant:

Setelah pengobatan bedah/ radiasi ditambahkan kemoterapi atau dilanjutkan kkembali

kemoterapi.

Efek samping kemoterapi:

1. Efek samping cepat atau akut ( immediate):

terjadi dalam beberapa detik sampai 30 menit (syok anafilaktik, aritmoia cordis, nyeri

daerah suntikan).

2. Efek samping segera (early)

terjadi dalam 30 menit sampai 72 jam ( mual,muntah, demam, reaksi hipersensitifitas,

flu-like syndrome, sistitis).

3. Efek samping agak lambat (intermediate)

-terjadi dalam 72 jam- beberapa hari, misal: depresi sum-sum tulang ( Anemia,

Leukopenia, trombositopenia): terjadi sesudah 1-3 minggu ( obat mielosupresi pada

umumnya) atau 4-6 minggu ( gol nitrosurea)

- stomatitis, diare, alopesia, neuropati perifer, ileus paralitik, toksisitas pada ginjal,

penekanan sistim kekebalan tubuh.

4. Efek samping lambat (late)

terjadi pada beberapa bulan, misalnya :

- hiperpigmentasi kulit

32

Page 33: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

Kerusakan pada organ vital

jantung : dexorubisin

Paru : bleomisin-busulfan

Hati : Metotrexat.

- Efek pada sistim reproduksi ( Amenore, spermatogenesis menurun)

- Perubahan sistim endokrin (feminisasi, virilisasi)

- Efek Karsinogenik (kanker sekunder)

Pengelolaan simtomatik post kemoterapi:

Nausea dan vomitus

- golongan fenotiazin= lini pertama

- Domperidon ><> 20000/mm

e. Infeksi

f. Oleh karena defisiensi imunologi yang berhubungan dengan keganasan.

Efek kemotherapi

Perlu dilakukan kultur darah, urin, sputum swab faring.

Pemberian Kemoterapi

Dapat dengan suntikan (iv,IM, atau subkutan) dapat dengan cara khusus, yaitu:

1. suntikan intrathecal lewat pungsi lumbal

2. suntikan intrapleura untuk melekatkan pleura viceralis dan pleura parietalis

3. suntikan intra arteri seperti intra arteri hepatis

4. suntikan intra peritoneal seperti peritoneal dialisis untuk pengobatan cairan asites

yang

maligna

5. kemoterapi sebagai radiosensitizer è kemoterapi disuntik segera sebelum atau tepat

bersamaan waktu penyinaran.

- Peroral contohnya Altretamine, ATRA, Busulfan, 6-Thioguanin, treosulfan,

calsiumfolinate,

capecitabine, trofosfamid, chlorambucil, siklofosfamide/iv, dll.Procarbazin,

mercaptopurine,

33

Page 34: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

MTx/ iv,im,ith

- Intra thecal: Cytarabine/iv,im, sc;mtx.

- Intra pleura: Bleomicin.

- Intraarteri: Bleomicin, cisplatin, dactinomycin, dexorubicin, 5fu, etoposide,

melphalan,

mitomysin, nimustine, dll

- Intraperitoneal : carboplatin, cisplatin, 5 fu (u/acites), mitotraxone.

- Intra hepatika : mitoxantone

Kontra Indikasi Kemoterapi

A. Kontra indkasi absolut:

- pada stadium terminal

- Kehamilan trimester pertama

- Kondisi septikemia dan koma.

B. Kontra indikasi relatif :

- Bayi <>8g/dl, leukosit > 3000/mm3

Pedoman penyesuaian dosis obat sitostatika:

jml leukosit jml plateled dosis

>4000 >10000000 100%

3500-4000 > 75000-100000 75%

3000-3500 50.000-75.000 50%

<3000 <50.000 0%

2. BMP : Pada kasus dengan kelainan darah perifer è untuk penetapan diagnosa dan

stadium.

3. Fungsi liver, Ureum, kreatinin, kreatin klears asam urat, LDH

D. Pemeriksaan radiologis:

-Foto Thoraks

-Bone survei ( mis: pada mieloma atau kanker payudara)

-Bone scan

-CT Scan, Limfangiografi,MRI

34

Page 35: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik dan Ringkas. Denpasar: EGC.

Dewoto, Hedi R. Wardhini B.P, S. 2007 Antianemia Defisiensi dan Eritropoietin.

Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI.

Guyton, Arthur C; alih bahasa Irawati, editor Luqman Yanuar Rachman. 2007. Buku

ajar Fisiologi Kedokteran/ Arthur C. Guyton, John E. Hall.  Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih dalam Price, Sylvia A. Wilson,

Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6.

Jakarta: EGC.

Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,

Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Greer JP et.al, Acute myelogenous leukemia. In Lee RG et. al, editors: Wintrobe’s

clinical hematology, ed 10, Baltimore, 1999, Williams & Wilkins.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.

Jakarta: EGC.

Hoffbrand, A.V. Petit, J.E. 1996. Kapita Selekta Haematologi. Jakarta: EGC.

Kurnianda, Johan. Leukemia Mieloblastik Akut dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,

Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti.et.al. 2007. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI.

35

Page 36: Laporan Tutorial Kelompok 7 Kasus 2

36