62
LAPORAN HASIL DISKUSI TUTORIAL KASUS II BLOK VIII SEMESTER III Dosen Tutor: dr Mery DISUSUN OLEH: KELOMPOK I Aditya Nugtaha H2A011003 Ani Suryani H2A011008 Bintang Tatius H2A011013 Dina Eva Arianti H2A011018 Harist Hamam H2A011023 Mahasih Ariani H2A011028 Refangga Lova N E H2A011038 Suwandhi H2A011043 Wendy Rachmadhany H2A011048

Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tutorial

Citation preview

Page 1: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

LAPORAN HASIL DISKUSI TUTORIALKASUS II BLOK VIII SEMESTER III

Dosen Tutor:dr Mery

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK I

Aditya Nugtaha H2A011003

Ani Suryani H2A011008

Bintang Tatius H2A011013

Dina Eva Arianti H2A011018

Harist Hamam H2A011023

Mahasih Ariani H2A011028

Refangga Lova N E H2A011038

Suwandhi H2A011043

Wendy Rachmadhany H2A011048

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2012-2013

Page 2: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

KASUS II

Seorang pengendara motor terlibat kecelakaan tunggal setelah menabrak pembatas jalan.

Dia terpelanting beberapa meter dari motornya, sehingga helm yang di kenakannya juga terlepas

dan kepala membentur jalan. Korban menderita luka robek dan memar dikepala, memar dibagian

dada dan perut, dan tangan sebelah kanan tidak dapat digerakkan. Penderita juga mengeluh

apabila perutnya sakit dan dadanya sesak.

STEP I : KLARIFIKASI ISTILAH

1. Luka robek (vulnus laseratum) adalah rusaknya seluruh tebal kulit dan jaringan dibawah

kulit, biasanya karena benda tajam, dan pada penyembuhannya meninggalkan jaringan

parut.

2. Memar (kontusio, hematoma) adalah kerusakan jaringan subcutan dimana kapiler pecah

sehingga sel darah merembes kejaringan sekitar, berwarna kebiru-biruan akibat benturan

oleh suatu tekanan.

3. Dada sesak (dispneu) adalah suatu keadaan dimana dada tidak dapat melakukan respirasi

secara normal, yang disebabkan karena gangguan pada jantung, trauma pada paru,

ataupun fraktur costae.

4. Perut sakit adalah suatu keadaan dimana perut merasa tidak nyaman atau nyeri bisa

diakibatkan karena rupture organ, perdarahan, perforasi, dan retraksi.

STEP II IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa yang terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis seperti kasus?

2. Mengapa tangan sebelah kanan pasien tidak dapat digerakkan?

3. Tindakan pertama apa yang harus dilakukan pada kasus ini?

Page 3: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Step 3

1. Yang terjadi pada pasien

A. Trauma kepala

Cedera Kepala adalah gangguan traumatik dari fungsi otak, tanpa atau diikuti

terputusnya kontinuitas otak dan dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan pada

manusia.

Etiologi

Etiologi utama dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, trauma benda

tajam dan benda tumpul, kejatuhan benda berat, kecelakaan industri.

Patofisiologi

Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam. Cedera

yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau lokal dan cedera

yang disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan menyebar ke area sekitar

cedera sehingga kerusakan yang disebabkan benda tumpul lebih luas. Berat ringannya

cedera tergantung pada lokasi benturan, penyerta cedera, kekuatan benturan dan rotasi

saat cedera.

Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

1. Minor

•  SKG 13 – 15

•  Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

•  Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2. Sedang

Page 4: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

•  SKG 9 – 12

•  Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

•  Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Berat

•  SKG 3 – 8

•  Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

•  Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Manifestasi Klinis

•  Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

•  Kebungungan

•  Iritabel

•  Pucat

•  Mual dan muntah

•  Pusing kepala

•  Terdapat hematoma

•  Kecemasan

•  Sukar untuk dibangunkan

•  Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)

dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

B. Trauma Thorak

Page 5: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat

menyebabkan kerusakan pada dinding thorak ataupun isi dari cavum thorak yang

disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul yang dapat menyababkan keadaan gawat

thorak akut.

Etiologi

•  Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

•  Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

•  Cedera akibat kekerasan.

Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya

konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi

jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat

pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan

(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,

seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan

bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila

posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan

pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan

pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada

permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,

cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau

tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)

pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua

menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial

Page 6: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi

hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Ada 2 keadaan yang harus dikenal pada survey primer:

a. Open pneumo-thorax

Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa, sehingga ada hubungan udara

luar dengan rongga pleura, sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali hal ini terlihat

sebagai luka pada dinding dada yang mengisap pada setiap inspirasi (sucking chest

wound)

b. Tension Pneumothorax

Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru, maka udara akan semakin

banyak pada satu sisi rongga pleura, akibatnya adalah:

- Paru sebelahnya akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat

- Mediastinum akan terdorong, dengan akibat timbul syok

c. Hematothorax

Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Tidak banyak yang

dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-satunya cara adalah membawa penderita

secepat mungkin ke RS dengan harapan masih dapat terselamatkan dengan tindakan

cepat di UGD.

d. Flail Chest

Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga, sehingga ada satu segmen

dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi, segmen akan menonjol

keluar, pada inspirasi justru akan masuk ke dalam, ini dikenal sebagai pernafasan

paradoksal. Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang lebih diwaspadai

Page 7: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

adalah adanya kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu

dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan.

e. Tamorade Jantung

Terjadi paling sering karena luka tajam jantung, walaupun trauma tumpul juga

dapat menyebabkannya. Karena darah terkumpul dalam rongga perkardium, maka

kontraksi jantung terganggu sehingga timbul syok yang berat (syok kardiogenik).

Biasanya ada pelebaran pembuluh darah vena leher, disertai bunyi jantung yang jauh dan

nadi yang kecil.

Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survei sekunder

a. Fraktur Iga

Fraktur iga sering ditemukan, gejalanya adalah nyeri pada pernafasan, ketakutan

akan nyeri pada gejala ini menyebabkan pernafasan menjadi dangkal, serta takut batuk

keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi pada paru sehingga kadang-kadang

memerlukan blok pada n.interkostalis di Rumah Sakit.

b. Kontusi paru: Pemadatan paru karena trauma, timbulnya agak lambat

c. Keadaan lain seperti ruptur aorta, rupture diafragma, perforasi esophagus

C. Trauma Abdomen

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak

diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk

Etiologi dan faktor resiko

Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan

oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak

terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir

mobil atau benda tumpul lainnya.

Page 8: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka

tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan

kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi

atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus

pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua , yaitu :

1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas

2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih

Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah :

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan,

kehilangan darah dan shock.

2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,

mikroendokrin.

3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan

massif dan transfuse multiple

4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran

pencernaan dan bakteri ke peritoneum

5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas

rongga saluran pencernaan.

Limpa :

Page 9: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh

trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa yang

ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa.

Liver :

Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena

kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan oleh

trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol

perdarahan dan mendrainase cairan empedu.

Esofagus bawah dan lambung :

Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena

lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang

disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung.

Pankreas dan duodenum :

Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada

abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di

pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila

terjadi kerusakan.

Tanda dan gejala

1. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian

yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

2. Darah dan cairan : Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang

disebabkan oleh iritasi

3. Cairan atau udara dibawah diafragma

Page 10: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

3. Tindakan pertama

1. Tindakan pertama apa yang harus dilakukan pada kasus ini?

- Memindahkan pasien ketempat yang lebih aman.

- Bebaskan airway, breathing. Berikan pertanyaan kepada pasien. Bila pasien bisa

menjawab maka airway dan breathing tak perlu di bebaskan. Karena tidak terdapat

obstruksi.

- Beri cairan IV bila terjadi perdarahan massif, dan dehidrasi.

- Hentikan perdarahan

- tulang yang mengalami fraktur lakukan imobilisasi atau pembidaian.

STEP IV SKEMA

STEP V SASARAN BELAJAR

1. Trauma

2. Luka

3. Fraktur dan dislokasi

LUKA

- macam-macam luka

- penanganan luka robek

FRAKTUR

Macam-macam fraktur

DISLOKASI

Orang Kecelakaan

Trauma

dada abdomen extermitaskepala

Jenis-jenis trauma

Page 11: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

STEP VI: BELAJAR MANDIRI

STEP VIII: HASIL BELAJAR

1. TRAUMA KEPALA (HEAD INJURY)

Definisi dan Epidemiologi

Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan yang

kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri.

Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,

bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik

dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan

kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Menurut David A Olson dalam artikelnya cedera kepala

didefenisikan sebagai beberapa perubahan pada mental dan fungsi fisik yang disebabkan oleh

suatu benturan keras pada kepala .

Klasifikasi

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi

klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi (2).

Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;

1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau

pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat

menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada protuberans

tulang tengkorak (2).

2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi;

Page 12: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

1. Fraktur tengkorak; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak (3,17).

Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan membentuk

fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara

normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan

untuk memperbaiki tulang tengkorak.

2. Lesi intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan subdural,

kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara bersamaan.

Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera kepala digunakan Glasgow

Coma Scale (GCS) . Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5)

dan buka mata (1-4), dengan interval GCS 3-15. Berdasarkan beratnya cedera kepala

dikelompokkam menjadi (2):

1. Cedera kepala ringan :

Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran

kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.

a) Tidak kehilangan kesadaran

b) Satu kali atau tidak ada muntah

c) Stabil dan sadar

d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala

e) Pemeriksaan lainnya normal

2. Cedera kepala sedang :

Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat

disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.

Page 13: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian

b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk

c) Dua atau lebih episode muntah

d) Sakit kepala persisten

e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma

f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala

g) Pemeriksaan lainnya normal

3. Cedera kepala berat :

Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,

laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.

a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama

b) Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif

c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga

d)Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)

e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:

a. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor

b. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi

c. Trauma kepala yang berpenetrasi

Page 14: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

d. Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma) (1).

e. Papilledema: Pembengkakan kepala saraf optik, tanda tekanan intrakranial

meningkat. Kepala saraf optik, juga disebut disk optik atau papilla, adalah area

dimana saraf optik (saraf yang membawa pesan dari mata ke otak) memasuki bola

mata. Kepala saraf optik tidak normal meningkat pada papilledema, hampir selalu

pada kedua mata.Penyebab papilledema termasuk cerebral edema (pembengkakan

otak, seperti dari ensefalitis atau trauma), tumor dan lesi lain yang menempati

ruang dalam tengkorak,meningkatkan produksi cairan cerebrospinal (CSF),

penurunan resorpsi dari CSF (karena trombosis sinus vena , meningitis, atau

perdarahan subarachnoid), obstruksi sistem ventrikel dalam otak, hydrocephalus,

craniosynostosis (penutupan dini jahitan tengkorak), dan kondisi yang disebut

cerebri pseudotumor.Temuan papilledema memerlukan evaluasi lebih lanjut

segera dan, jika perlu, intervensi. Juga dikenal sebagai disk tercekik.

Patofisiologi

Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan

luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah

tengkorak maupun otak itu sendiri.

Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan yaitu:

1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,

2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,

3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur oleh benda

yang bergerak (kepala tergencet).

Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan oleh

beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak (4).

Page 15: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup. Contre coup dan

coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang yang mengalami percepatan

pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada

sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah

benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan.;

1. Rear end Impact

Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil. Otak pertama kali akan

menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke

belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.

2. Backward/forward motion of head

Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat

dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada

keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat

ruang antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada

saat otak bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan

tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang

mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga

daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak.

Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.

Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala primer dan

cedera kepala skunder (5). Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau

bersamaan dengan kejadian cedera, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini

umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat

fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal (5).

Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih

merupakan fenomena metabolik (4). Pada penderita cedera kepala berat, pencegahan cedera

kepala skunder dapat mempengaruhi tingkat kesembuhan/keluaran penderita (2).

Page 16: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Penyebab cedera kepala skunder antara lain; penyebab sistemik (hipotensi, hipoksemia,

hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan hiponatremia) dan penyebab intracranial (tekanan intrakranial

meningkat, hematoma, edema, pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi) (5).

Aspek patologis dari cedera kepala antara lain; hematoma epidural (perdarahan yang

terjadi antara tulang tengkorak dan dura mater), perdarahan subdural (perdarahan yang terjadi

antara dura mater dan arakhnoidea), higroma subdural (penimbunan cairan antara dura mater dan

arakhnoidea), perdarahan subarakhnoidal cederatik (perdarahan yang terjadi di dalam ruangan

antara arakhnoidea dan permukaan otak), hematoma serebri (massa darah yang mendesak

jaringan di sekitarnya akibat robekan sebuah arteri), edema otak (tertimbunnya cairan secara

berlebihan didalam jaringan otak), kongesti otak (pembengkakan otak yang tampak terutama

berupa sulsi dan ventrikel yang menyempit), cedera otak fokal (kontusio, laserasio, hemoragia

dan hematoma serenri setempat), lesi nervi kranialis dan lesi sekunder pada cedera otak.

Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury

Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury Meliputi:

1. Faktor kardiovaskuler

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal

miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.

Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas

ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan

atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik.

Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

2. Faktor Respiratori

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru

menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi

Page 17: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah,

aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi

alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral

blood fluid).

Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra

kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla

oblongata.

3. Faktor metabolisme

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu

kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen

Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang

menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.

Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi

natrium. Kemudian natrium keluar bersama urine, hal ini mempengaruhi hubungan

natrium pada serum dan adanya retensi natrium. Pada pasca hypotermia hilangnya

nitrogen yang berlebihan sama dengan respon metabolik terhadap cedera, karena adanya

cedera tubuh maka diperlukan energi untuk menangani perubahan seluruh sistem, tetapi

makanan yang masuk kurang sehingga terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber

nitrogen utama, demikian pula respon hypothalamus terhadap cedera, maka akan terjadi

sekresi kortisol, hormon pertumbuhan dan produksi katekolamin dan prolaktin sehingga

terjadi asidosis metabolik karena adanya metabolisme anaerob glukosa

4. Faktor gastrointestinal

Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari)

terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal

ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.

Page 18: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Hypothalamus merangsang anterior hypofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini

merupakan kompensasi tubuh dalam mengeluarkan kortikosteroid dalam menangani

oedema cerebral. Hyperacidium terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran

katekolamin dalam menangani stres yang mempengaruhi produksi asam lambung.

5. Faktor psikologis

Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada pasien

adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan

mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan

penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial

pasien dan keluarga (1).

Perdarahan

 

Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi.

Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan ¼

volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan ½

volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan

perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis

perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan

terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar

berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat

dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan

mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding

pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan

yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena (1).

Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi

perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan

yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan

pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol

biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung

Page 19: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh

perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi

lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan (1).

 

Cedera Kepala pada Penutup Otak

Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater,

atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan

tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut

ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik (1).

            Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh,

melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu

penting dalam bidang forensik.

            Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid.

Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural.

Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada

ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.

            Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau

ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri (1).

a. Perdarahan Epidural (Hematoma)

Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila

fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak,

umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan

yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan

ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak

mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri

kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian

akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera

kepala sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai

“lucid interval”(1).

b. Perdarahan Subdural (Hematoma)

Page 20: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Perdarahan ini timbul apabila terjadi “bridging vein” yang pecah dan darah berkumpul di

ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di

bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka “lucid interval” juga

lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari.

Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan

perdarahan subdural yang fatal.

            Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,

perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak,

sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain,

memerlukan tindakan operatif  segera untuk dekompresi otak.

            Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada

perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh

permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari

penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel

pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut

rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang

diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu,

tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.

            Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat

tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan

gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak

menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural

akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang

normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan

darah, dapat bersifat fatal.

            Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat

lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak

melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang

subdural (1).

c. Perdarahan Subarakhnoid

Page 21: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok

besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya

antara lain:

1. Nontraumatik:

a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak

b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid

2. Traumatik:

a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan

subarakhnoid

b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang

menyebabkan robeknya arteri vertebralis

c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan

gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.

Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya

dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan ruptur

pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya

menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.

Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur

pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat

mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku  berupa perilaku mudah

berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari

ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur

aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan

kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang

cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut.

Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala

yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan

goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan

subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan

faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat

menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.

Page 22: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur

pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati

bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut

dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya

menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi

penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan

perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus,

kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh

ruptur aneurisma.     

Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe

perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral

otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar

yang terdapat di dasar otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak

ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya

perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak,

serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa

mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti

pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang

nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian (1).

Fraktur Tulang Wajah

1. Fraktur Maksilofasial

a. Fraktur sepertiga atas (Lefort III) dengan batas tepi atas orbita yaitu bagian os

frontalis

b. Fraktur sepertiga tengah (lefort II) yang dibatasi oleh tepi atas orbita dan tepi

bawah baris gigi atas yaitu bagian maksila.

c. Fraktur sepertiga bawah (lefort I) yang meliputi daerah mandibula

2. Fraktur Mandibula

3. Fraktur Gigi

4. Fraktur Os-Nasale

5. Fraktur Orbita

Page 23: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Cidera Otak

- Cidera Otak Ringan

Penderita tersebut sadar namun amnesia, kesadaran >5menit sakit kepada hebat, GCS

<5, adanya defisit neurologis fokal.

Penatalaksanaan Pmx CT Scan atau foton polos rontgen kepala untuk membedakan

trauma tumpul atau tembus.

- Cidera Otak Sedang

Masih mampu menuruti perintah sederhana, GCS : 9-13 tampak bingung/mengantuk

dan dapat disertai defisit neorologis fokal seperti hemiparesis.

- Cidera Otak Berat

Penderita tidak mampu melaksanakan perintah sederhana walaupun status …

kardiopulmonernya telah stabil GCS 3-8.

Penatalaksanaan ABCDE, primary survey dan resusitasi, secondary survey dan

riwayat AMPLE (1).

PEMBAGIAN CEDERA KEPALA

1. Simple Head Injury

Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

Ada riwayat trauma kapitis

Tidak pingsan

Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup

istirahat.

2. Commotio Cerebri

Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih

dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien

mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.

Page 24: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya

pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia

retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya

kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis.

Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan

memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan

terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap (2).

3. Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan

otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami

kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya

akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan

gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh

karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade

reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak

mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible

berlangsung.

Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan

“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky

yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya

menunjukkan “organic brain syndrome”.

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada

trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga

terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi

cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan

gangguan pernafasan bisa timbul.

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan

adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti

perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari (2).

Page 25: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

4. Laceratio Cerebri

Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan

piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid

traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio

langsung dan tidak langsung.

Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh

benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.

Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat

akibat kekuatan mekanis (2).

5. Fracture Basis Cranii

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa

posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.

Jenis fraktur lain pada tulang tengkorak yang mungkin terjadi yaitu :

Fraktur linear yang paling sering terjadi merupakan fraktur tanpa pergeseran, dan

umumnya tidak diperlukan intervensi.

Fraktur depresi terjadi bila fragmen tulang terdorong kedalam dengan atau tanpa

kerusakan pada scalp. Fraktur depresi mungkin memerlukan tindakan operasi untuk

mengoreksi deformitas yang terjadi.

Fraktur diastatik terjadi di sepanjang sutura dan biasanya terjadi pada neonatus dan bayi

yang suturanya belum menyatu. Pada fraktur jenis ini, garis sutura normal jadi melebar.

Fraktur basis merupakan yang paling serius dan melibatkan tulang-tulang dasar

tengkorak dengan komplikasi rhinorrhea dan otorrhea cairan serebrospinal (Cerebrospinal

Fluid). Suatu fraktur tulang tengkorak berarti patahnya tulang tengkorak dan biasanya

terjadi akibat benturan langsung. Tulang tengkorak mengalami deformitas akibat

benturan terlokalisir yang dapat merusak isi bagian dalam meski tanpa fraktur tulang

tengkorak. Suatu fraktur menunjukkan adanya sejumlah besar gaya yang terjadi pada

kepala dan kemungkinan besar menyebabkan kerusakan pada bagian dalam dari isi

cranium. Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi tanpa disertai kerusakan neurologis, dan

sebaliknya, cedera yang fatal pada membran, pembuluh-pembuluh darah, dan otak

Page 26: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

mungkin terjadi tanpa fraktur. Otak dikelilingi oleh cairan serebrospinal, diselubungi oleh

penutup meningeal, dan terlindung di dalam tulang tengkorak. Selain itu, fascia dan otot-

otot tulang tengkorak manjadi bantalan tambahan untuk jaringan otak. Hasil uji coba

telah menunjukkan bahwa diperlukan kekuatan sepuluh kali lebih besar untuk

menimbulkan fraktur pada tulang tengkorak kadaver dengan kulit kepala utuh dibanding

yang tanpa kulit kepala.

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

Epistaksis

Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :

Gangguan pendengaran

Parese N.VII perifer

Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus

disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan

operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari (2).

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)

Rotgen Foto

CT Scan

MRI

TRAUMA THORAX

a. Dinding Dada

Page 27: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang terbesar adalah

jantung dan paru-paru. Tulang-tulang iga (kesta 1-12) bersama dengan otot interkostal, serta

diafragma pada bagian caudal membentuk rongga thorax

b. Pleura

Pleura parietals melapisi satu sisi dari thorax (kiri dan kanan). Sedangkan pleura

viseralis melapisi seluruh paru (kanan dan kiri). Antara pleura parietals dengan viseralis ada

tekanan negative (“menghisap”), sehingga pleura parietals da viseralis erring bersinggungan.

Ruangan antara kedua pleura disebut rongga pleura. Bila ada hubungan antara udara luar

(tekanan 1 atm). Dengan rongga pleura, misalnya karena luka tusuk, maka tekanan positif

akan memasuki rongga pleura, sehingga terjadi “open pneumo-thorax”. Tentu saja paru

(bersama pleura viseralis) akan kuncup (collaps) (2).

Bila karena suatu sebab, permukaan pleura viseralis robek, dan ada hubungan antara

bronchus dengan rongga pleura, sedangkan pleura viseralis tetap utuh, maka udara akan

masuk rongga pleura sehingga juga dapat terjadi pnuemotorax. Apabila ada sesuatu

mekanisme “ventiel” sehingga udara dari bronchus masuk rongga pleura, tetapi tidak dapat

masuk kembali, maka akan terjadi peunomothorax yang semakin berat yang pada akhirnya

akan mendorong paru sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai “tension pneumothorax” (2).

Apabila terdapat perdarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini dikenal sebagai

hemothorax.

c. Paru-Paru

Terdapat dua masing-masing di kiri dan kanan. Dari pangkal paru (jilus) keluar

bronkus utama kiri dan kanan yang bersatu membentuk trakea.

d. Mediasinum

Antara kedua paru (dan pleura viseralis) terdapat antara lain jantung dan

pembuluh darah besar. Apabila ada tension pneumothorax maka mediastinum terdorong

Page 28: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

ke sisi yang sehat, sehingga ada gangguan arus balik darah melalui cava. Keadaan ini

akan menimbulkan syok, karena jantung tidak maksimal mencurahkan darah (2).

Jantung berdenyut dalam suatu kantong, yang dikenal sebagai pericardium,

Apabila ada luka tusuk jantung, maka darah mungkin akan keluar dari jantung dan

mengisi rongga pericardium, sedemikian rupa sehingga denyut jantung akan terhambat.

Akan timbul syok, yang bukan syok hemoragik, melainkan syok kardiogenik (2).

Penyebab Diagnosis

Obstruksi jalan napas - Sianosis, pucat, stridor

- Kontraksi otot bantu napas +

- Retraksi supraklavikula dan interkostal

Hemotoraks masif - Anemia, syok hipovolemik

- Sesak napas

- Pekak pada perkusi

- Suara napas berkurang

- Tekanan vena sentral tidak meninggi

Tamponade jantung - Syok kardiogenik

- Tekanan vena meninggi (leher)

- Bunyi jantung berkurang

Pneumotoraks desak - hemitoraks mengembang

- gerakan hemitoraks kurang

- suara napas berkurang

- sesak napas progresif

- emfisema subkutis

- trakea terdorong ke sisi sebelah

Toraks instabil/flail chest - gerakan napas paradox

- sesak napas, sianosis

Pneumotoraks terbuka - luka pada dinding toraks

- kebocoran udara terdengar dan tampak

Page 29: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Kebocoran trakea-bronkus - bronkial

- pneumotoraks

- emsifema

- infeksi

Patah Tulang Iga/Costa

Mungkin bisa tunggal atau multipel. Jika multipel, bentuk dan gerak toraks

mungkin masih memadai atau mungkin tidak (contoh: toraks gail dengan pernapasan

paradoks).

Diagnosis patah tulang ditentukan berdasarkan gejala dan tanda nyeri lokal.

Nyerinya berupa nyeri lokal dan nyeri kompresi kiri-kanan atau muka-belakang, dan

nyeri pada gerak napas (1).

Jika terjadi patah tulang iga multipel, biasanya dinding toraks tetap stabil. Akan

tetapi, jika beberapa iga mengalami patah tulang pada dua tempat, suatu segmen dinding

dada terlepas dari kesatuannya. Fraktur iga tunggal atau majemuk dengan gerak dada

yang masih memadai dan teratur ditangani dengan pemberian analgesik atau anestesik.

Nyeri harus dihilangkan untuk menjamin pernapasan yang baik atau mencegah

pneumonia akibat gerak napas tidak memadai dan terganggunya batuk karena nyeri. Jika

pemberian analgesik tidak menghilangkan nyeri, harus dilakukan anestesia blok

interkostal yang meliputi segmen di kaudal dan kranial iga yang patah.

Jarang ditemukan dislokasi karena iga terbungkus perios kuat dan otot. Karena

tulang iga pendarahannya baik, penyembuhan dan penyatuan tulang biasanya

berlangsung cepat dan tanpa halangan atau penyulit (1).

Ruptur

a. Ruptur aorta

Rupture aorta traumatic sering menyebabkan kematian segera setekah

kecelakaan tabrakan mobil frontal atau jatuh dari ketingggian. Untuk penderita yang

selamat, sesampai dirumah sakit kemungkinan sering dapat diselamatkan bila rupture

aorta dapat diidentifikasi dan secepatnya dioperasi. Banyak penderita ynag sempat

Page 30: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

sampai dirumah sakit dalam keadaan hidup, koma meninggal dirumah sakit bilatidak

segera diterapi. Sering kali gejal ataupun tanda spesifik tidk ada, namun adanya

kecurigfaaan yang besar atas riwayat trauma, adanya gaya deseklerasi dan temuan

radiologis yang khas dan arteriografi merupakan dasara dalam penetapan diagnosis

(1).

a. Ruptur diafragma

Rupture diafragma traumatik sering terdiagnosis pada sisi kiri, karena

obliterasi hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kana sehingga

mengurangi kemungkinan terdiagnosis ataupun terjadinya rupture diafragma kanan.

Trauma tumpul dapat menyebabkan robekan besar yang menyebabkan timbulnya

herniaasai organ abdomen. Sedangkan trauma saja dapat menghasilkan perforasi kecil

yang memerluka waktu untuk berkembang menjadi hernia diafragmatoik (1).

b. perforasi esophagus

Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi : jejas, simetris, nafas paradoksal

b. Palpasi : NT(+), fremitus ka/ki berbeda, krepitasi

c. Perkusi: Sonor(normal),redup(cairan),hipersonor(udara)

d. Auskultasi: vesikuler, suara tambahan

Tindakan elementer ditujukan pada kegagalan sistim Respirasi dan sirkulasi :

1. Airway

Miringkan kepala penderita bertujuan mengeluarkan sisa makanan, darah,

kotoran , menarik dagu jebelakang mencegah lidah jatuh kebelakang.

Bila usah tesebut gagal dilakukan :

Page 31: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

a. Pemasangan Orotracheal atau Nasotracheal tube

b. Endotracheal Intubasi

c. Tracheostomi: bila a dan b gagal

2. Memasang Infus Mengurangi dan menghilangi nyeri

Bertujuan mengatasi syok hipovolemik yang akan terjadi.

3. Kesadaran penderita: GCS

4. Foto thorak 2 posisi

TRAUMA ABDOMEN

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak

diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk.

Etiologi dan faktor resiko

Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak

diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,

deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika

tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang

menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma

abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit

menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian pada orang dewasa yang berusia

dibawah  40 tahun dan menduduki peringkat ke 5 penyebab kematian pada semua orang

dewasa.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

Page 32: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka

tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,

kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi,

kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka

tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua yaitu :

1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas

2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih

Patofisiologi

Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan, penghancuran

atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau struktur abdomen yang

lain.

Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam

abdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan

peritonitis dan sepsis (3).

Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah :

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan, kehilangan

darah dan shock.

2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin, mikroendokrin.

3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif dan

transfuse multiple

Page 33: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran pencernaan

dan bakteri ke peritoneum

5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga

saluran pencernaan.

Limpa :

Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh

trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa

yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa (3).

Liver :

Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena

kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan oleh

trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu

mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu (3).

Esofagus bawah dan lambung :

Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena

lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang

disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung (3).

Pankreas dan duodenum :

Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma

pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan

di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi

apabila terjadi kerusakan (3).

Tanda dan gejala

1. Nyeri

Page 34: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

2. Darah dan cairan

3. Cairan atau udara dibawah diafragma

Yang disebabkan oleh nyeri dibahu adalah :

1. Kehr’s sign

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien

dalam posisi rekumben

2. Mual dan muntah

3. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

Trauma Pada Pelvis Dan Organ Pelvis

            Berbagai fraktur dan dislokasi akibat trauma yang berat dapat terjadi pada tulang pelvis:

1. Saat tekanan yang kuat dikerahkan pada bagian depan abdomen atau area pubis, pelvis

mungkin dapat terbuka, meregang keluar, bagian dari symphysis dan satu atau kedua

tulang sendi sakroiliaka akan menjadi dislokasi.

2. Tabrakan pada pinggang dapat menghancurkan bagian superior ramus pubis inferior dan

dislokasi dari tulang sendi sakroiliaka.

3. Jatuh dari ketinggian pada kaki, dapat meneruskan gaya ke atas pada kaki, sehingga dapat

terjadi dislokasi pinggul atau bahkan bergesernya satu atau kedua kepala femur sampai

acetabulum.

4. Tendangan atau jatuh yang keras pada dasar dari spinal dapat menyebabkan fraktur pada

tulang coccygeus atau sacrum

Komplikasi Dari Trauma Abdomen

Page 35: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

            Akibat fatal yang sering terjadi pada trauma intra abdomen adalah perdarahan yang

berasal dari berbagai organ. Limpa dan mesenterium cenderung lebih cepat dan lebih banyak

berdarah, meskipun dapat terlambat beberapa jam sebelum gejala yang serius timbul (3).

            Mesenterium mengandung banyak pembuluh darah dan tidak dapat ditutupi oleh jaringan

parenkim baik hati maupun limpa sehingga perdarahan biasanya cepat terjadi. Perforasi alami

pada peptic ulcer, penetrasi pada lambung atau duodenum dapat menyebabkan peritonitis

kimiawi dan dapat mengakibatkan shock yang hebat ataupun sedang (3).

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi,

kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya

lesi pada saluran kencing.

b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.

Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.

c. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.

d. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya

kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang

berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui

dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan

buli-buli terlebih dahulu (3).

e. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan

garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (3).

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE.

Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.

Page 36: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar

(perdarahan).

Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan

peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam

lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas

dalam rongga perut) (3).

TRAUMA EKSTREMITAS

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya atau setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (3).

FRAKTUR

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.

Fraktur dapat terjadi akibat : peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang atau

karena kelemahan abnormal tulang (fraktur patologik).

a. Fraktur akibat peristiwa trauma, disebabkan karena kekuatan yang tiba-tiba dan

berlebihan. Dapat berupa : penekukan (menyebabkan fraktur melintang), pemuntiran

(yang menyebabkan fraktur spiral), penekukan dan pemuntiran, kombinasi dari

pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur oblik pendek atau

penarikan di mana tendon atau ligamen benar-benaar manarik tulang sampai lepas.

b. Fraktur kelelahan atau tekanan, terjadi karena tekanan tekanan yang berulang-ulang.

Keadaan ini paling sering di temukan pada tibia, fibula atau metatarsal.

c. Fraktur patologik, terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misal

oleh tumor) atau kalau tulang itu rapuh (misal pada penyakit Paget) (3).

2. Luka

Macam-macam luka:

a. Berdasarkan kategori : accidental dan bedah

b. Berdasarkan integritas : Luka terbuka dan tertutup

Page 37: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

c. Berdasarkan description : Luka abrasi, punctum, laserasi, kontusio

d. Berdasarkan kedalaman/luas :

- superficial (stadium I) : hilangnya lapisan epidermis kulit

- partial thickness (stadium II) : hilangnya lapisan epidermis dan dermis

- full thickness (stadium III) : hilangnya lapisan epidermis, dermis,

fascia

- full thickness (stadium IV) : hilangnya lapisan kulit sampai otot dan

tendo.

e. Berdasarkan kekerasan tumpul :

- Luka memar(kontusio, hematoma)

- Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)

- Luka robek (vulnus laseratum)

- patah tulang (fraktur)

f. Berdasarkan kekerasan setengah tajam : luka gigitan (bite-mark)

g. Berdasarkan kekerasan tajam : luka tusuk, luka sayat dan luka,dan bacok

h. Berdasarkan senjata api : luka tembak

i. luka akibat trauma fisika : luka akibat suhu dingin, suhu panas, petir, trauma

listrik.

j. luka akibat trauma kimia : terkena asam kuat atau basa kuat.

Penanganan luka

- luka dibersihkan

- diberikan anestesi lokal

- diberikan antiseptic (povidon iodine)

- dilakukan penjahitan

- control nadi

- penutupan luka

1. Trauma dada:

Manifestasi klinis:

- terjadi nyeri tekan

- susah bernapas

- kembang kempis dada tidak simetris

Page 38: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

- ada bantuan otot bantu pernafasan

- adanya kreptasi

- terjadi memar pada bagian dada, dan apabila diperkusi terjadi hipersonor

- hemothorak: perkusi pekak, auskultasi wheezing

Diagnosis Banding

- pneumothorak

- fraktur costa

- hematothorak

- emfisema

- rupture eosophagus

Pemeriksaan penunjang

- rontgen

-dekompresi thorak

- CT scan thorak

- Lab rutin

Penanganan trauma thorak

- dilakukan pungsi thorak (pneumothorak)

- imobilisasi

- diberi anti nyeri (analgetik)

- plester 3 sisi (pneumothorak)

- apabila terjadi infeksi diberi antibiotic

- dilakukan WSD (hemathorak)

2. Trauma kepala tanda yang tampak adalah kesadaran menurun

3. Trauma abdomen

Manifestasi Klinis

- nyeri perut (somatic dan viscera)

- trauma tumpul berongga : peritonitis

Padat : memar

- perdarahan masiv

- syok hipovolemik

Page 39: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Diagnosis Banding

- peritonitis

- akut abdomen (apendisitis, dll)

Pemeriksaan penunjang

- Lab darah rutin utk mengetahui pasien mengalami perdarahan, ataupun infeksi

- USG (Foto Polos Abdomen)

- rontgen

Penanganan

- pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi

- pemasangan kateter agar diketahui urin yg keluar terjadi perdarahan atau tidak

- pembedahan untuk melihat luka (laparotomi)

- pemberian analgetik, antibiotic, dan pemasangan infuse

3. Fraktur (patah tulang)

Macam-macam fraktur:

- Fraktur komplit

- Fraktur inkomplit

- Fraktur terbuka

- Fraktur tertutup

Berdasarkan garis patahnya:

- Fraktur melintang

- Fraktur oblig

- Fraktur avulse

- fraktur kompresi

- fraktur spiral

Berdasarkan jumlah garis patah:

- Fraktur kominutif

- Fraktur segmental

- Fraktur multiple

Faktor resiko:

- Olahragawan

Page 40: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

- Penari

- Kecelakaan

- Trauma benda tumpul dan tajam

- Pria < 45 th; wanita >45 th (osteoporosis)

- Pasien yg mempunyai riwayat penyakit kanker tulang, osteomielitis.

Pemeriksaan penunjang:

- Rontgen.

Penanganan:

- Imobilisasi, misalnya pembidaian

- Traksi, untuk pengembalian posisi tulang semula (reposisi)

- Gips

- Pemberian analgetik dan antibiotic (ATS)

- Debridement

Macam – Macam Dislokasi

- Dislokasi Sendi Rahang

Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena:

- Menguap atau terlalu lebar.

- Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.

Tindakan Pertolongan : Rahang ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan tadi. Ibu jari tersebut diletakkan di graham yang paling belakang. Tekanan itu harus mantap tapi pelan – pelan. Bersamaan dengan penekanan itu jari – jari yang lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil rahang itu akan menutup dengan cepat dan keras.

Setelah selesai untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan terlalu sering membuka mulutnya.

- Dislokasi Sendi Jari.

Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.

Page 41: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Tindakan Pertolongan : Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah melingkar seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari.

- Dislokasi Sendi Bahu

Dislokasi yang sering ke depan. Yaitu kepala lengan atas terpeleset ke arah dada. tetapi kemampuan arah dislokasi tersebut ia akan menyebabkan gerakan yang terbatas dan rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan.

Tanda – tanda lainnya :Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh. Ujung tulang bahu akan nampak menonjol ke luar. Sedang di bagian depan tulang bahu nampak ada cekungan ke dalam.

Tindakan Pertolongan :Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus dikerjakan secepat mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati – hati. Jangan sampai itu justru merusak jaringan – jaringan penting lainnya. Apabila usaha itu tidak berhasil, sebaiknya jangan diulang lagi. Kirim saja klien ke Rumah sakit segera.

Apabila tidak ada patah tulang, dislokasi sendi bahu dapat diperbaiki dengan cara sebagai berikut :Ketiak yang cedera ditekan dengan telapak kaki (tanpa sepatu) sementara itu lengan penderita ditarik sesuai dengan arah letak kedudukannya ketiak itu.Tarikan itu harus dilakukan dengan pelan dan semakin lama semakin kuat, hal itu untuk menghidarkan rasa nyeri yang hebat yang dapat mengakibatkan terjadinya shock. Selain tarikan yang mendadak merusak jaringan – jaringan yang ada di sekitar sendi. Setelah ditarik dengan kekuatan yang tetap beberapa menit, dengan hati – hati lengan atas diputar ke luar (arah menjauhi tubuh). Hal ini sebaiknya dilakukan dengan siku terlipat dengan cara ini diharapkan ujung tulang lengan atas menggeser kembali ke tempat semula.

- Dislokasi Sendi Siku Jatuh

pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau gips selama tiga minggu untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi.

- Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal Dan Inter PhalangealDislokasi

Disebabkan oleh hiperekstensi – ekstensi persendian direposisi secara hati – hati dengan tindakan manipulasi tetapi pembedahan terbuka mungkin diperlukan untuk mengeluarkan jaringan lunak yang terjepit di antara permukaan sendi.

Page 42: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

Dislokasi Sendi Pangkal PahaDiperlukan gaya yang kuat untuk menimbulkan dislokasi sendi ini dan umumnya dislokasi ini terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (tabrakan mobil). Dalam posisi duduk benturan dash board pada lutut pengemudi diteruskan sepanjang tulang femur dan mendorong caput femuris ke arah poterior ke luar dati acetabulum yaitu bagian yang paling pangkal.

Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum dan pemasangan gips selama enam minggu atau tirah baring dengan traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan memberikan kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut dan eksremitas bawah sangat jarang terjadi kecuali peda pergelangan kaki di mana dislokasi disertai fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

1. R.Sjamsuhidayat, Wim de Jong.2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.-Ed.2-.Jakarta : EGC.

2. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced

Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7.

Komisi trauma IKABI, 2004; 168-193.

Page 43: Laporan Tut Blok 8 Sken 2

3. Apley. A. Graham.1995. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sist Apley. Jakarta : Widya Medika

4. Markam S, Atmadja DS, Budijanto A. Cedera Kepala Tertutup. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 1999; 4-112

5. Al Fauzi A. Penanganan Cedera Kepala di Puskesmas. Juli 2002 [4 September 2007].

Diunduh dari: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-1.htm

6. http://medicom.blogdetik.com