Upload
multilateral-bappenas
View
231
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Â
Citation preview
LAPORAN FINAL
Policy Study (Studi Kebijakan)
FRAMEWORK SCALING UP (KERANGKA KERJA REPLIKASI)
HASIL-HASIL TERBAIK PROYEK-PROYEK PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI
Sustainable Economic Development Through South-South
and Triangular Cooperation In Indonesia
Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS)
2014
Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri iii
RINGKASAN STUDI
Indonesia telah memanfaatkan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) sejak
tahun 60-an, sebagai salah satu skema pendanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) untuk mencapai tujuan dan prioritas pembangunan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dari sisi kebijakan ekonomi
makro, pinjaman luar negeri dimanfaatkan untuk memenuhi defisit APBN dan
merupakan skema pembiayaan utang yang harus dibayar kembali dan dengan
demikian menjadi beban keuangan negara.
Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat, saat ini kebijakan
pinjaman luar negeri diarahkan menjadi semakin selektif pemanfaatannya. Di
sisi lain, posisi Indonesia yang telah masuk dalam kategori negara
berpendapatan menengah (Middle Income Country/ MIC), mengakibatkan
Indonesia tidak layak lagi mendapatkan sumber pinjaman lunak dan
mendapatkan alokasi dana hibah yang terbatas.
Kondisi perekonomian Indonesia tersebut, dan pengaruh dari kondisi ekonomi
global, telah merubah paradigma pemanfaatan pendanaan luar negeri, dari
yang semula sebagai bantuan menjadi kemitraan dan menuntut pengelolaan
dana luar negeri yang lebih efektif dan efisien serta memberikan nilai tambah
yang lebih optimal. Terlebih lagi, intervensi pembangunan yang dikembangkan
dengan pendanaan luar negeri dinilai memiliki potensi untuk memanfaatkan
jaringan dan pengalaman mitra internasional untuk menghasilkan model yang
inovatif, sebagai salah satu solusi dalam mengatasi berbagai tantangan
pembangunan.
Selaras dengan amanah dari Komitmen Jakarta dan peraturan perundangan
mengenai pengelolaan PHLN, pemanfaatan PHLN di masa mendatang akan
diarahkan agar tidak hanya sebagai tambahan pendanaan, tetapi juga sebagai
pengungkit dan katalis pembangunan dengan pemanfaatannya sebagai sarana
berbagi pembelajaran (transfer of knowledge), pengungkit investasi (investment
leverage) dan meningkatkan peran Indonesia dalam kerjasama internasional
(international cooperation).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam
mengoptimalkan manfaat PHLN, adalah melalui scaling up/ replikasi hasil-hasil
terbaik PHLN untuk mendukung tujuan pembangunan di Indonesia. Scaling up
sendiri bukan merupakan konsep baru, namun telah mengemuka sejak
berkembangnya bantuan untuk pembangunan dan merupakan wacana yang
terus bergulir bagi para pelaku pembangunan, sebagai upaya untuk mencapai
dampak intervensi pada skala yang lebih luas. Scaling up dapat disebut
ekspansi, replikasi, adaptasi, difusi atau istilah lain yang tujuannya merujuk pada
upaya perluasan suatu keberhasilan proyek/ program.
Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri iv
Sejak awal pemanfaatan PHLN di Indonesia, jumlah intervensi pembangunan
melalui pelaksanaan kegiatan yang didanai mitra pembangunan internasional telah
mencapai ratusan kegiatan dengan hasil yang bervariasi. Banyak hasil,
pembelajaran dan praktik-praktik terbaik yang telah dikembangkan, dan beberapa
proyek PHLN telah mengupayakan penguatan keberlanjutan serta telah melakukan
upaya scaling up proyek.
Hanya saja, saat ini upaya perluasan hasil-hasil terbaik PHLN baru diinisasi
oleh beberapa aktor pelaksana secara terpisah, belum memiliki panduan
yang jelas dan menyeluruh, dan belum terhubung secara sistematis dengan
proses pembangunan nasional guna kemudian dimanfaatkan untuk skala
yang lebih luas. Kondisi ini beresiko menjadikan upaya yang telah
dikembangkan menjadi kurang efektif dan efisien, serta berpotensi menjadi
upaya yang sifatnya reaktif dan sporadis tanpa memiliki tujuan jangka
panjang tertentu.
Studi ini kemudian disusun untuk mengembangkan kerangka kerja (framework)
awal untuk scaling up (perluasan atau replikasi) hasil-hasil terbaik dari proyek
PHLN, agar manfaat yang dihasilkan dari proyek PHLN tidak hanya berhenti pada
saat proyek berakhir, namun juga dapat memberikan manfaat yang lebih luas dan
memberikan masukan yang inovatif terhadap proses pembangunan. Studi disusun
dengan pemahaman bahwa banyak langkah yang dapat diambil oleh pemerintah
untuk mengoptimalkan manfaat PHLN, dan scaling up merupakan salah satu
langkah yang dapat diambil, dan harus disertai dengan penguatan kebijakan
pengoptimalan pemanfaatan PHLN lainnya.
Studi ini akan mencoba menjawab bagaimana agar manfaat yang dihasilkan oleh
PHLN dapat diperluas (scaling up), melalui identifikasi awal faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam melakukan scaling up, penguatan kebijakan yang
diperlukan untuk mendorong scaling up, serta merekomendasikan tahapan dan
langkah-langkah scaling up sebagai masukan awal pemerintah untuk menyusun
kerangka kerja yang lebih sistematis untuk memperluas manfaat PHLN. Untuk
mencapai tujuan studi, dilakukan tinjauan terhadap literatur dan konsep mengenai
scaling up, sebagai dasar untuk mengulas proses scaling up yang telah dilakukan
pada dua contoh proyek PHLN, yaitu (i) Rural Empowerment and Agricultural
Development (READ) yang didukung oleh pinjaman dan hibah IFAD; dan (ii)
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas/
REKOMPAK (Community-based Settelement Rehabilitation and Reconstruction
Project/ CSRRP) yang didukung oleh hibah Bank Dunia.
Pada akhirnya, disimpulkan bahwa scaling up dapat dilakukan dengan berbagai
cara, dan studi ini mengusulkan rekomendasi tahapan umum scaling up yang
dirumuskan untuk menjembatani antara kondisi ideal dengan kondisi eksisting
kebijakan PHLN yang saat ini diimplementasikan, sebagai berikut:
Scaling up
diartikan sebagai
upaya perluasan
kesuksesan proyek
atau program untuk
mencapai penerima
yang lebih luas.
Scaling up
merupakan suatu
konsep yang memiliki
tujuan/ visi jangka
panjang dan
dilaksanakan melalui
pemanfaatan
model/pendekatan
yang telah terbukti
keberhasilannya.
Scaling up bukan
merupakan proses
linier, tidak memiliki
definisi dan bentuk
yang pasti serta terus
berkembang dan
memerlukan tinjauan
ulang yang terus
menerus untuk
mencapai tujuan
jangka panjang yang
telah ditetapkan.
Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri v
Tahapan tersebut diperuntukkan bagi Kementerian/Lembaga pelaksana proyek
PHLN yang berkomitmen untuk melakukan scaling up hasil-hasil terbaik yang
telah dibangun untuk mencapai dampak yang lebih luas. Tahapan tersebut
utamanya juga akan menjadi masukan untuk Bappenas, sebagai salah satu
regulator pemanfaatan PHLN, untuk menjadikan tahapan scaling up sebagai
bagian dari proses pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PHLN dan proses
perencanaan PHLN.
Kerangka kerja yang dihasilkan dari studi ini baru merupakan awal dari upaya
pelaksanaan scaling up proyek-proyek PHLN yang lebih sistematis.
Penyempurnaan kerangka kerja lebih lanjut dan penguatan kebijakan
pemanfaatan PHLN, baik untuk tahapan perencanaan, pelaksanaan, maupun
tahapan evaluasi saat proyek telah berakhir akan diperlukan di masa
mendatang. Beberapa tindak lanjut jangka pendek yang dapat diusulkan,
diantaranya adalah:
• Implementasi tahapan scaling up yang dihasilkan dalam studi ini pada
kelanjutan pelaksanaan scaling up READ dan REKOMPAK yang saat ini
tengah dalam proses perluasan.
• Penyempurnaan tahapan scaling up yang telah dikembangkan dalam studi
ini, berdasarkan evaluasi proses scaling up di lapangan.
• Penguatan kebijakan PHLN untuk jangka pendek, yaitu penguatan
pemantauan dan evaluasi proyek PHLN sebagai fondasi pelaksanaan scaling
up, serta memasukkan aspek-aspek tahapan scaling up yang telah
dikembangkan dalam studi ini sebagai bagian dari sistem pemantauan dan
evaluasi pemerintah.
Intervensi
Proyek
PHLN
Evaluasi
capaian
Identifikasi model/ pendekatan yang
dibangun
Strategi Scaling
Up
Masa Transisi
Pelaksanaan
Scaling Up
Scaling Up
dengan Dana dan Mekanisme
Pemerintah
Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri vii
DAFTAR ISI
RINGKASAN STUDI | iii
DAFTAR ISI | vii
1. PENDAHULUAN |1
A. Latar Belakang |1
B. Policy Questions (Pertanyaan Kebijakan) | 4
C. Kerangka Kerja Studi dan Organisasi Penulisan Laporan | 5
2. KONSEP SCALING UP (REPLIKASI) | 5
A. Definisi dan bentuk Scaling Up | 6
B. Langkah-langkah Scaling Up | 7
3. KEBIJAKAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PHLN* | 11
4. CONTOH PRAKTIK SCALING UP/ PROYEK PHLN DI INDONESIA | 16
A. Pemilihan Contoh Praktik Scaling Up | 16
1. PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) | 17
2. READ (Rural Empowerment and Agricultural Development) | 23
3. REKOMPAK (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis
Komunitas) | 29
B. Pemetaan Proses Scaling Up Proyek PHLN | 39
C. Kesimpulan Scaling Up Proyek PHLN | 42
5. FRAMEWORK SCALING UP/ (KERANGKA KERJA REPLIKASI) PHLN | 44
A. Langkah Scaling Up Proyek PHLN secara Umum | 44
B. Penguatan Kebijakan untuk Scaling Up | 51
C. Tindak Lanjut | 53
*PHLN: Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
ii Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perekonomian
tertinggi di wilayah Asia Tenggara dengan kondisi perekonomian yang stabil.
Dengan saat ini tingkat pertumbuhan ekonomi di kisaran 5-6 persen, masuk
menjadi kelompok negara berpendapatan menengah (middle income country).
Meskipun Indonesia telah mencapai hasil yang signifikan dalam memenuhi
tujuan dan prioritas pembangunannya, saat ini Indonesia juga masih
menghadapi berbagai tantangan pembangunan, diantaranya.
• Belum tercapainya target pemerintah untuk penurunan
tingkat kemiskinan pada 8-10 persen,
• tingkat kesenjangan yang meningkat,
• dan belum tercapainya seluruh target Millennium
Development Goals (MDGs).
Untuk menghadapi tantangan tersebut serta mencapai tujuan dan prioritas
pembangunan, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN), pemerintah memanfaatkan pendanaan luar negeri dalam
bentuk pinjaman dan hibah sebagai salah satu skema pendanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain sebagai skema pendanaan, pengembangan program dengan pendanaan
luar negeri berpotensi untuk menghasilkan model pembangunan yang inovatif.
Hal ini sebagai salah satu solusi untuk mengatasi tantangan pembangunan
melalui pemanfaatan jaringan dan pengalaman dari mitra pembangunan
internasional.
Hanya saja, saat ini hasil, pembelajaran dan praktik-praktik terbaik yang telah
dikembangkan belum terhubung secara sistematis dengan proses pembangunan
nasional guna kemudian dimanfaatkan pada skala yang lebih luas.
Kontribusi Pendanaan Luar Negeri dalam
Pembangunan
Dari sisi kebijakan makro, pinjaman luar negeri dimanfaatkan
untuk memenuhi defisit APBN dan merupakan skema pem-
biayaan utang yang harus dibayar kembali dan menjadi
beban keuangan negara.
Dengan demikian, kebijakan pinjaman luar negeri diarahkan untuk mengurangi
rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan semakin selektif
pemanfaatannya.
Di sisi lain, posisi Indonesia yang telah masuk dalam kategori MIC
mengakibatkan Indonesia tidak layak lagi mendapatkan sumber pinjaman
lunak dan mendapatkan alokasi hibah.
Pemerintah meman-
faatkan pendanaan
luar negeri dalam
bentuk pinjaman dan
hibah, sebagai salah
satu skema pen-
danaan APBN.
Pengembangan
program dengan
pendanaan luar
negeri berpotensi
untuk menghasilkan
model pembangu-
nan yang inovatif.
Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri 1
2 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Kondisi perekonomian global dan dinamika kerjasama internasional juga
berpengaruh terhadap perubahan paradigma dan alokasi pendanaan luar
negeri. Semula sebagai bantuan, sekarang menjadi kemitraan sehingga
menuntut pengelolaan dana luar negeri yang lebih efektif, efisien, dan
memberikan nilai tambah yang lebih optimal.
Peran PHLN sebagai
sarana berbagi
pembelajaran
semakin ditekankan
dalam RPPLN
2011-2014. Yaitu
mengarahkan agar
pinjaman luar negeri
mempunyai rentang
manfaat yang luas dan
bersifat inovatif.
Dengan demikian, dapat
menjadi model untuk
replikasi dengan dana
rupiah dan bermanfaat
dalam transfer ilmu
pengetahuan dan
teknologi.
Namun demikian, pemanfaatan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)
seharusnya tidak hanya sekedar dilihat dari sisi kebutuhan tambahan pendanaan.
PHLN memiliki peran sebagai pengungkit dan katalis pembangunan,
dengan pemanfaatannya sebagai sarana berbagi pembelajaran (transfer of
knowledge), pengungkit investasi (investment leverage) dan meningkatkan
peran Indonesia dalam kerjasama internasional (international cooperation).
Peran ini selaras dengan amanah dari Komitmen Jakarta yaitu.
Bantuan luar negeri bukanlah merupakan tambahan dana
bagi sumberdaya dalam negeri melainkan sebagai pelengkap sumber-
daya dalam negeri. Selain itu, mempunyai peran sebagai katalisa-
tor yang memungkinkan Indonesia menjangkau pengetahuan dan
praktik-praktik yang baik dari negara-negara lain, untuk meningkatkan
kemampuan kelembagaan, dan memberikan masukan bagi perbaikan
sistem-sistem yang strategis.
PHLN bukanlah sekedar alternatif sumber pendanaan, bisa sebagai sarana
bertukar informasi dan pembelajaran. Dengan demikian, dapat memperkuat
dan menyempurnakan sistem perencanaan, anggaran, pengadaan,
pemantauan, dan evaluasi nasional serta kapasitas kelembagaan dan sumber
daya manusia.
Kebutuhan Pengoptimalan Pemanfaatan PHLN
Sejak awal pemanfaatan PHLN oleh Indonesia hingga saat ini, jumlah
intervensi pembangunan melalui pelaksanaan kegiatan yang didanai mitra
pembangunan internasional telah mencapai ratusan kegiatan dengan hasil
yang bervariasi dan memiliki kompleksitas tersendiri di dalam intervensinya
(Lihat Fakta Pinjaman Indonesia hal 3).
Pelaksanaan proyek PHLN selama ini telah memberikan hasil dan manfaat
langsung untuk penerimanya, serta menghasilkan banyak pengalaman dan
pembelajaran (keberhasilan dan kegagalan) yang diperoleh baik di level
konsep, teknis, maupun pengelolaan proyek.
Hasil dan manfaat dari proyek PHLN tersebut tidak seharusnya berhenti
setelah proyek berakhir. Oleh karena itu, pemerintah mengarahkan agar
keberlanjutan proyek dapat diperhatikan dan diperkuat.
3 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Kotak 1
Fakta Pinjaman Indonesia
Indonesia telah meman-
faatkan pendanaan luar
negeri sejak tahun 60-
an melalui bantuan dari
negara/lembaga bilateral
dan multilateral untuk
berbagai sektor pemba-
ngunan.
Triwulan tiga 2014,
pinjaman kegiatan
berjalan USD
18.042,90 juta. Untuk
153 proyek bersumber dari 5
lembaga multilateral
dan 8 negara/
lembaga bilateral,
disalurkan melalui 26 Kementerian/ Lembaga.
PP 10 Tahun 2011, Indonesia memanfaat-
kan dua bentuk pinjaman.
Pinjaman tunai (atau pinjaman program)
yang berbentuk devisa dan/atau rupiah yang
digunakan untuk pembiayaan defisit APBN
dan pengelolaan portofolio utang
Pinjaman kegiatan (atau pinjaman proyek)
yang digunakan untuk membiayai kegiatan
tertentu.
Pinjaman kegiatan merupakan portofolio ter-
besar pendanaan luar negeri yang dimanfaat-
kan untuk pelaksanaan proyek dalam men-
dukung prioritas pembangunan tertentu.
Pendanaan hibah digunakan untuk men-
dukung program pembangunan nasional,
dan/atau mendukung penanggulangan ben-
cana alam dan bantuan kemanusiaan.
Pemerintah Jepang melalui JICA (Japan Internation-
al Cooperation Agency) merupakan lembaga bilateral
yang memberikan pinjaman terbesar di Indonesia
Pinjaman terbesar dari lembaga multilateral didapatkan
dari Bank Dunia.
Lembaga multilateral lain yang memberikan dukungan
PHLN untuk Indonesia antara lain meliputi ADB (Asian
Development Bank), IDB (Islamic Development Bank), UN
(United Nations) Family, Uni Eropa, dan IFAD (International
Fund for Agricultural Development).
Mitra pembangunan memberikan dukungan PHLN un-
tuk Indonesia, baik melalui skema kerjasama bilateral
maupun melalui lembaga- lembaga multilateral tersebut.
Terkait dengan arah pemerintah tersebut, beberapa proyek PHLN telah
melakukan inisiasi keberlanjutan dan lebih jauh lagi telah melakukan perlua-
san manfaat, misalnya yang telah dilakukan oleh Rural Empowerment for
Agriculture Development/READ (Kementerian Pertanian) dan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas/
REKOMPAK (Kementerian Pekerjaan Umum).
4 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Identifikasi Scaling up
Konsep scaling up Bentuk operasionalisasi dari
konsep scaling up
• Apa yang dimaksud dengan scaling up?
• Bagaimana bentuk pelaksanaan scaling up?
• Bagaimana kebijakan eksisting yang telah
dilaksanakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan
PHLN, khususnya dalam konteks scaling up?
• Dari contoh praktik-praktik scaling up PHLN yang telah
dilakukan di Indonesia, faktor apa saja yang memiliki
nilai penting untuk dapat memungkinkan terjadinya
scaling up?
• Bagaimana proses yang ditempuh oleh contoh praktik-
praktik tersebut dalam melakukan scaling up?
• Apa saja faktor yang
perlu diperhatikan
dan langkah-langkah
yang diperlukan untuk
melakukan scaling up?
• Penguatan kebijakan apa
saja yang perlu dilakukan
untuk mendorong
pelaksanaan scaling up?
Proses perluasan manfaat yang telah diinisiasi beberapa proyek PHLN Penyusunan
studi kebijakan ini
akan fokus pada
pengembangan
framework (kerangka
kerja) awal untuk scaling
up (replikasi) hasil-hasil
terbaik dari proyek
PHLN.
Kerangka kerja tersebut
disusun dengan sasaran
agar manfaat proyek
PHLN tidak hanya
berhenti pada saat
proyek berakhir.
Namun manfaat tersebut
juga dapat meluas, serta
memberikan masukan
yang inovatif terhadap
proses pembangunan.
diawali dengan adanya penilaian bahwa proyek dinilai berhasil dan inovatif.
Perluasan manfaat selanjutnya dilakukan salah satunya melalui replikasi dan
pelembagaan pendekatan proyek. Namun demikian, pemerintah selama ini
melaksanakan perluasan manfaat tanpa memiliki suatu kerangka kerja yang
jelas dan sistematis.
Justifikasi untuk melakukan perluasan manfaat, berdiri di atas fondasi yang
lemah, karena belum adanya sistem pemantauan dan evaluasi proyek PHLN
yang utuh dan efektif sebagai masukan atau evidence mengenai hasil dan
inovasi proyek. Selain itu, tanpa adanya panduan yang jelas dan menyeluruh,
pelaksanaan perluasan manfaat beresiko menjadi tidak efektif dan efisien dan
berpotensi hanya menjadi upaya-upaya yang sifatnya reaktif dan sporadik
tanpa memiliki tujuan jangka panjang tertentu. Dengan demikian, kebutuhan
pemerintah untuk memiliki kerangka kerja perluasan manfaat PHLN adalah
nyata adanya.
Kondisi dan berbagai latar belakang yang mendasari kebutuhan tersebut,
sebagaimana dijelaskan dalam paragraf-paragraf sebelumnya, kemudian
menjadi dasar bagi penyusunan studi kebijakan ini.
B. Policy Questions (Pertanyaan Kebijakan)
“Bagaimana agar manfaat yang dihasilkan oleh PHLN dapat diperluas atau scaling up (direplikasi)?”
Melalui pertanyaan kebijakan ini, akan dilakukan identifikasi awal mengenai
faktor-faktor dalam melakukan scaling up, tahapan, dan langkah-langkah
scaling up. Hal ini sebagai masukan awal bagi pemerintah menyusun kerangka
kerja yang lebih sistematis untuk memperluas manfaat PHLN.
Kedua kelompok pertanyaan dalam tabel tentang konseptual dan operasional
tersebut kemudian akan menjadi bahan dasar dalam menyusun suatu usulan
kerangka kerja scaling up.
5 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
C. Kerangka Kerja Studi dan Organisasi Penulisan Laporan
Studi ini akan fokus pada kegiatan scaling up
sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan
pemanfaatan PHLN. Ruang lingkup studi akan
dibatasi pada proyek PHLN lembaga multilateral,
khususnya Bank Dunia yang merupakan lembaga
multilateral terbesar dan IFAD (International
Fund for Agricultural Development) yang saat ini
memiliki contoh kegiatan scaling up yang dinilai
cukup sistematis.
Metode analisis studi akan dilakukan secara
kualitatif melalui studi literatur dengan
menggunakan data dan informasi mengenai
konsep PHLN, kebijakan terkait, konsep scaling
up, serta dokumen proyek yang dipilih sebagai
contoh praktik scaling up.
Penyusunan studi ini akan didukung dengan
arahan dan masukan dari tim Direktorat
Pendanaan Luar Negeri Multilateral, Bappenas
yang memiliki tugas untuk mengelola PHLN
multilateral dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
monitoring hingga evaluasi.
Bagian pertama studi kebijakan menjabarkan
mengenai latar belakang dan kerangka penyusu-
nan studi.
Bagian kedua, akan dibahas mengenai konsep
scaling up yang banyak mengemuka di dalam
isu pembangunan, untuk menyamakan
pemahaman mengenai scaling up yang dibahas
dalam studi ini.
Bagian ketiga akan melakukan identifikasi
umum mengenai kebijakan dan tindak lanjut
yang telah dilakukan dalam mengoptimalkan
pemanfaatan PHLN, khususnya dalam konteks
pelaksanaan scaling up.
Bagian keempat akan membahas mengenai
contoh praktik- praktik scaling up yang telah
dikembangkan di beberapa proyek PHLN,
untuk mendapatkan informasi mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi dan proses
yang dilakukan dalam pelaksanaan scaling
up. Berdasarkan konsep dan analisis contoh
pelaksanaan scaling up.
Bagian kelima akan melakukan identifikasi dan
pengembangan kerangka kerja awal mengenai
langkah- langkah dalam melakukan scaling
up/replikasi. Terakhir, bagian penutup akan
memberikan rekomendasi penguatan kebijakan
untuk penyusunan framework lebih lanjut.
2. KONSEP SCALING UP (REPLIKASI)
Dalam konteks bantuan luar negeri, scaling up merupakan
upaya yang dilakukan dalam rangka memperkuat
efektivitas bantuan. Dimana tantangan yang dihadapi dalam
pemanfaatan bantuan untuk intervensi pembangunan
adalah skala pelaksanaan yang seringkali terbatas dan dalam
waktu singkat, sehingga tidak memiliki dampak yang luas dan
berkelanjutan.
Konsep dan literatur mengenai scaling up menawarkan
berbagai definisi, bentuk maupun langkah- langkah dalam
melakukan scaling up.
Saat ini konsep scaling up tidak hanya mencakup perluasan
intervensi proyek pembangunan, tetapi juga terkait dengan
perluasan inovasi sosial, dan diterapkan dalam berbagai
sektor oleh berbagai pelaku pembangunan.
Scaling up intervensi
pembangunan bukan merupakan
konsep baru. Konsep ini
muncul sejak 1970, dengan
berkembangnya bantuan untuk
pembangunan. Wacana ini terus
bergulir dikalangan pelaku
pembangunan. Tujuannya
mencapai dampak intervensi
pada skala yang lebih luas.
Upaya scaling up merupakan
tantangan para pelaku
pembangunan, baik pemerintah
pusat dan daerah, organisasi
pembangunan internasional,
maupun NGO (Non-Government
Organization).
6 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Variansi tersebut menunjukkan bahwa scaling up merupakan konsep yang
luas, dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, multi dimensi, tidak memiliki
definisi yang pasti, dan dapat disesuaikan dengan berbagai konteks.
Bagian ini akan menjabarkan mengenai konsep scaling up yang diambil dari
literatur terkait, untuk memberikan gambaran mengenai luasnya dimensi dan
bentuk scaling up. Menemukan definisi yang tepat untuk scaling up proyek
PHLN di Indonesia bukan merupakan tujuan utama dari studi ini,
namun definisi mengenai scaling up diperlukan untuk menyamakan persepsi
dan pemahaman para pelaku pembangunan, khususnya pemerintah.
Dalam kaitannya
dengan intervensi
pembangunan,
Arntraud Hartmann
dan Johannes F.Linn1
mendefinisikan scaling
up sebagai upaya
ekspansi, adaptasi dan
melanjutkan kebijakan,
program atau proyek
yang sukses di lokasi
yang lain dan waktu
yang berkelanjutan
untuk mencapai
penerima yang lebih
luas.
1 Hartmann, Arntraud and Linn, Johannes F.
In Scaling up-A Framework and Lessons for
Development Effectiveness from Literature and
Practice (Brookings Institute, October 2008).
A. Definisi dan Bentuk Scaling up
Scaling up merupakan salah satu cara untuk mengungkit
solusi atau inovasi pembangunan yang muncul pada level
proyek atau berskala kecil dalam mencapai suatu tujuan
jangka panjang, dan bukan semata-mata menduplikasi
untuk menambah cakupan sasaran proyek.
Scaling up bisa saja tidak dilakukan dalam satu kali intervensi, namun melalui
proses untuk dibangun dan diperbaiki terus menerus hingga dapat memenuhi
kebutuhan dan mengatasi tantangan pembangunan.
Scaling up bukan satu-satunya solusi dalam memperluas
proyek, dan tidak semua model atau inovasi proyek dapat di
scaling up.
Ada kalanya suatu program gagal dan tidak dapat dilanjutkan. Namun, belajar
dari proses kegagalan ini sangat penting untuk menjadi masukan dalam
menentukan intervensi mana yang harus di scaling up dan mana yang tidak.
Uvin (1995) dalam Hartmann and Linn (2008) mengidentifikasi empat dimensi
scaling up:
• Quantitative/ horizontal scaling up, yaitu sebaran geografis untuk lebih
banyak penerima manfaat dalam sektor yang sama, melalui ekspansi
program dengan replikasi di lokasi lain atau menambah jumlah penerima
manfaat di lokasi program.
• Functional scaling up, yaitu ekspansi dengan menambah cakupan
kegiatan. Sebagai contoh, program yang awalnya mengintervensi sektor
pertanian, kemudian menambah cakupannya pada sektor lain.
• Political scaling up, yaitu ekspansi yang dilakukan melalui pengaruh
terhadap proses politik, melalui keterlibatan stakeholder lain.
• Organizational (institutional) scaling up, yaitu ekspansi organisasi
yang melaksanakan intervensi, atau menambah keterlibatan organisasi
lain, atau pembentukan organisasi baru.
Dalam kaitannya dengan perluasan proyek-proyek PHLN yang dilakukan di
Indonesia, pemerintah umumnya mengartikan scaling up sebagai penambahan
jumlah masyarakat penerima manfaat atau perluasan lokasi proyek melalui
replikasi di lokasi lain.
7 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Hal inilah yang oleh literatur disebut quantitative/horizontal scaling up.
Dikarenakan bentuk scaling up ini merupakan yang paling umum dilakukan,
pemerintah umumnya menggunakan istilah replikasi untuk menyebut upaya
perluasan manfaat.
Namun, intervensi pembangunan bukan merupakan proses yang linier, tetapi
bersifat dinamis dan terus berkembang, dan scaling up juga bukan merupakan
satu kali proses intervensi.
Pengembangan dan penambahan proyek terus menerus dilakukan pada proses
tersebut, agar model yang diperluas memiliki dampak yang lebih besar sebagai
solusi pembangunan.
Pengembangan yang dilakukan dapat berasal dari model atau inovasi lain, dan
berbentuk perubahan kebijakan dan regulasi. Pada upaya perluasan manfaat oleh
pemerintah di Indonesia, proses scaling up di lokasi lain atau penambahan
penerima manfaat akan membutuhkan penyesuaian struktur kelembagaan.
Dengan demikian, pelaksana scaling up disesuaikan dengan konteks lokal
atau daerah.
Ketika suatu model dinilai berjalan dengan baik dan akan diperluas pada
skala nasional, dibutuhkan adaptasi program pada tingkat kebijakan dan
organisasi dengan dukungan politik yang kuat. Hal inilah yang kemudian
disebut sebagai functional atau vertical scaling up.
B. Langkah-langkah Scaling up
Berdasarkan berbagai literatur, langkah pertama scaling up
adalah menentukan suatu proyek apakah dapat dan perlu untuk
diperluas, serta berapa lama akan di scaling up.
Beberapa pertimbangan memutuskan pelaksanaan scaling up, diantaranya.
• Memahami skala proyek, apakah suatu proyek berkonteks lokal, atau sesuai
untuk skala nasional atau bahkan global.
• Memastikan evaluasi model yang telah dijalankan terbukti efektif dan efisien
dalam mengatasi tantangan pembangunan jika dibandingkan dengan
solusi lain.
• Scaling up tidak dapat dilakukan tanpa demonstrasi yang baik dari
model proyek, dan tidak perlu dilakukan jika suatu intervensi proyek telah
mencapai tujuannya.
Dalam konteks inovasi sosial, Nesta2 menjabarkan bahwa model yang layak
diperluas adalah model yang relevan untuk diimplementasikan di luar konteks
model, sederhana, lebih baik dari alternatifnya, tidak bergantung pada individual,
serta efektif dan efisien dari segi biaya.
Pada upaya
perluasan manfaat
oleh pemerintah
di Indonesia,
proses scaling
up di lokasi lain
atau penambahan
penerima
manfaat akan
membutuhkan
penyesuaian
struktur
kelembagaan.
Dengan demikian,
pelaksana scaling
up disesuaikan
dengan konteks
lokal atau daerah.
2 Nesta merupakan lembaga independen Inggris yang memfokuskan tujuan lembaganya untuk
pengembangan inovasi, termasuk inovasi sosial. Making it Big: Strategies for Scaling Social Innovations
(Nesta, 2014) mengidentifikasi strategi yang diperlukan untuk melakukan perluasan inovasi sosial.
8 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
BENTUK Scaling up
Versi Hartmann and Linn (2008) Versi Nesta
Ekspansi, yaitu perluasan proyek pilot
oleh organisasi pelaksana, termasuk
jika dibutuhkan restrukturisasi
organisasi.
Ekspansi (perluasan cakupan proyek
oleh instansi pelaksana ke target
sasaran dan lokasi yang baru);
Replikasi, perluasan proyek pilot.
Replikasi juga dapat berbentuk
franchising dengan menerapkan
standar yang harus dipenuhi oleh
organisasi lain yang akan menerapkan
modelnya.
Replikasi (penggunaan model oleh
instansi lain di luar pelaksana proyek
untuk memperluas pemanfaatan
model);
Difusi spontan, yaitu penyebaran
praktik-praktik terbaik tanpa upaya
sistematis karena dinilai inovatif.
Proses ini mensyaratkan manajemen
informasi dan pengetahuan yang baik.
Kolaborasi (kerjasama antar
organisasi); dan Adopsi Kebijakan
(adopsi inovasi yang telah
dilakukan oleh pemerintah terkait
dan disesuaikan dengan program
pemerintah yang sedang berjalan).
Hanya saja, literatur mengenai langkah scaling up di atas, menggambarkan
suatu proses yang ideal dimana suatu proyek percontohan sejak awal telah
dibangun untuk merealisasikan ide atau pendekatan baru, untuk kemudian
dievaluasi dan dilakukan perluasan (Gambar 1).
Oleh karena itu, penentuan apakah suatu proyek dapat dan perlu untuk
diperluas akan semakin relevan bagi proyek-proyek PHLN di Indonesia
yang saat ini belum dikembangkan dengan tujuan perluasan sejak awal
perencanaannya.
1. engagement and Innovation 2. Learning 3. Action
New investment proposal,
new model or aproach
Small-scale Activity
Knowladge Framework
Internal monitoring & evaluation
(How well is the activity
working?)
Scale-up Activity
Selanjutnya Apa?
Setelah suatu organisasi
Limited outcomes/impact
External Analysis && evaluation
(What do we know of other experiences?)
Multiple/Increased outcomes/impact
memutuskan untuk
melakukan scaling up,
diperlukan penyusunan
strategi untuk memastikan
tujuan yang ingin dicapai.
Strategi ini akan saling
terkait satu sama lain, dan
akan terus berubah dan
berkembang.
Gambar 1. Proses Scaling up (sumber: Nesta)
Beberapa literatur mengenai scaling up mengidentifikasi kebutuhan untuk
penyusunan strategi yang terdiri dari:
a. Pathways (rute dalam melakukan scaling up) yang dapat dilaksanakan
dalam berbagai bentuk.
9 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Rute dalam menjalankan scaling up dapat mengambil berbagai bentuk. Rute
tersebut akan ditentukan oleh drivers (penggerak) dan spaces (ruang) untuk
melakukan scaling up.
b. Drivers (Penggerak), yang terdiri dari:
Ide/model/inovasi yang
fleksibilitas. Bentuknya model
proyek, konsep, organisasi
atau manajemen proyek yang
berdampak terbesar pada
pelaksanaannya.
Scaling up harus terkoneksi
manajemen pengetahuan, untuk
memastikan bahwa suatu ide
memang telah terbukti berjalan
dengan baik.
Visi agar ide atau
inovasi tidak berhenti
di lingkup proyek,
namun mencapai jangka
panjang.
Idealnya visi untuk
model yang dapat
diperluas sudah
ada sejak proyek
percontohan.
Kondisi proyek PHLN
biasanya didesain
untuk tujuan satu
kali intervensi. Faktor
perlu atau tidaknya
scaling up perlu dijawab
terlebih dahulu sebelum
merencanakan strategi.
Aktor (kepemimpinan)
penggerak utama
melaksanakan scaling up.
Banyak kasus pelaksanaan scaling
up, aktor lebih menentukan
dibandingkan bukti hasil dan
manfaat dari ide atau inovasi yang
ditawarkan.
Katalis eksternal. Mitra
pembangunan, salah satu
faktor eksternal yang
memengaruhi scaling up
intervensi pembangunan.
Namun saat ini, mitra pembangunan juga
belum memiliki mekanisme yang
sistematis untuk melakukan scaling up
praktik-praktik yang telah dilakukannya.
Insentif dan akuntabilitas menjadi salah satu
faktor utama dalam pelaksanaan scaling up.
Penting!
Mekanisme pelaksanaan scaling up perlu dipastikan
akuntabilitasnya dan memiliki insentif yang memadai.
Oleh karena itu ketersediaan, pengelolaan informasi, dan
mekanisme pemantauan kinerja yang baik perlu dijalankan.
10 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
c. Ruang Gerak Untuk Terus Mengembangkan Scaling up (Spaces)
Intervensi yang telah dikembangkan melalui model percontohan, memerlukan
ruang gerak untuk terus bertumbuh, yaitu dalam hal: fiskal atau pembiayaan,
politik, kebijakan, organisasi, budaya, kemitraan dan pembelajaran.
Untuk menyamakan
pemahaman,
selanjutnya dalam
studi ini digunakan
istilah scaling up untuk
menjelaskan upaya
perluasan hasil-hasil
terbaik proyek PHLN
secara umum.
Penting! Langkah utama
yang perlu dilakukan
organisasi yang akan
melakukan scaling up:
Tentukan apakah suatu
proyek perlu dan layak
untuk diperluas.
Langkah selanjutnya,
menyusun strategi yang
membantu pelaksana
menerjemahkan
rencana pelaksanaan
scaling up. Kemudian
mengurangi resiko
pelaksanaan scaling
up yang tidak terarah
serta kurang efektif dan
efisien.
Pertimbangan dalam menentukan ruang gerak tersebut, dapat dilakukan
melalui refleksi bentuk ide utama atau model yang dikembangkan. Apakah
suatu model atau inovasi tersebut bersifat “memperkuat” (menawarkan model
yang lebih baik untuk sistem eksisting), atau “menghilangkan” (menawarkan
model baru yang menantang atau bahkan menghentikan sistem eksisting).
Model yang radikal atau mempengaruhi sistem akan lebih sulit
untuk dijalankan, dan membutuhkan lebih banyak ruang gerak untuk
dikembangkan. Hal ini juga akan mempengaruhi waktu pelaksanaan scaling up.
Semakin kompatibel suatu model dengan sistem eksisting, dan infrastruktur
atau sistem pendukung telah berjalan, maka scaling up akan lebih mudah
untuk dilaksanakan.
D. Kesimpulan
Dari penjabaran literatur di atas, dapat disimpulkan bahwa scaling up
diartikan sebagai upaya perluasan kesuksesan proyek atau program untuk
mencapai penerima yang lebih luas.
Istilah scaling up dapat mencakup seluruh dimensi dan bentuk perluasan, baik
secara kuantitatif maupun fungsional (atau vertikal maupun horisontal).
Strategi scaling up secara umum terdiri dari: pathways (rute), drivers (penggerak),
spaces (ruang). Dari kesemuanya, penentuan tujuan, ide utama/produk yang
akan diperluas, dan aktor pelaksana, menjadi faktor utama dalam menentukan
keberhasilan pelaksanaan scaling up.
Scaling up merupakan suatu konsep yang memiliki tujuan jangka panjang
dan dilaksanakan melalui pemanfaatan model/pendekatan yang terbukti
berhasil hingga tujuan tersebut tercapai.
Pelaksanaan scaling up sangat tergantung dengan konteks tujuan yang ingin
dicapai dan model/pendekatan yang telah dikembangkan, tidak memiliki
definisi dan bentuk yang pasti serta dapat dilakukan dalam berbagai dimensi
yang saling terkait satu sama lain.
Literatur di atas dengan demikian hanya dapat menggambarkan mengenai
konsep scaling up, namun belum tentu dapat digunakan untuk mendefinisikan
upaya perluasan yang dilakukan oleh proyek-proyek PHLN.
11 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
&
3. KEBIJAKAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PHLN
Studi ini tidak membahas secara mendalam atau memperbandingkan mengenai
Bagian ini akan kebijakan pemerintah dan guideline mitra pembangunan dalam melakukan
optimalisasi pemanfaatan PHLN.
Identifikasi kondisi eksisting ini akan menjadi masukan bagi penguatan kebijakan
sebagai faktor pendorong yang diperlukan dalam melakukan scaling up PHLN.
Salah satu alat implementasi kebijakan yang digunakan untuk memastikan
proyek-proyek PHLN berjalan secara optimal sesuai dengan tujuan yang
direncanakan di awal adalah melalui pelaksanaan pemantauan dan evaluasi.
Pemantauan dan evaluasi pinjaman dan hibah luar negeri pemerintah
diantaranya berlandaskan pada.
melakukan identifikasi
kebijakan yang
telah dilakukan
pemerintah maupun
mitra pembangunan
dalam mendukung
optimalisasi
pemanfaatan PHLN,
khususnya terkait
dengan upaya scaling
up hasil terbaik proyek-
proyek PHLN.
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
Peraturan Menteri PPN No. 4 tahun 2011 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah.
Dari kedua landasan peraturan tersebut, pemerintah diamanatkan untuk
melakukan pemantauan dan evaluasi pinjaman dan hibah luar negeri secara
triwulanan, yang meliputi realisasi penyerapan dan kinerja pelaksanaan kegiatan
yang dibiayai PHLN.
Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan adalah untuk menilai pencapaian
sasaran dan tujuan kegiatan, serta kewajiban yang harus dilakukan suatu
proyek PHLN sesuai dengan perjanjian pinjaman atau hibahnya. Selain yang
diamanatkan peraturan pemerintah, mitra pembangunan internasional juga
melakukan pemantauan dan evaluasi secara reguler.
Untuk Bank Dunia dan IFAD, dilakukan supervisi minimal sekali pertahun. Menilai
pencapaian kinerja proyek, capaian penyerapan, serta manajemen proyek.
Selain pencapaian proyek sesuai dengan tujuannya, arah kebijakan PHLN
mengamanatkan agar PHLN dapat memberikan transfer pembelajaran sebagai
masukan untuk penguatan sistem pembangunan di Indonesia. Pengalaman dan
pembelajaran yang dihasilkan dari suatu proyek tersebut dinilai merupakan
kunci utama untuk meningkatkan hasil dan keluaran pembangunan.
Dalam konteks upaya scaling up proyek-proyek PHLN, pembelajaran berperan
dalam menentukan praktik mana saja yang dapat diperluas manfaatnya dan
mana yang tidak, sebagai salah satu bukti hasil pelaksanaan proyek.
Untuk Bank Dunia
dan IFAD, dilakukan
supervisi minimal
sekali pertahun.
Menilai pencapaian
kinerja proyek,
capaian penyerapan,
dan manajemen
proyek.
12 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Evaluation office IFAD3 mendefinisikan lesson learned (pembelajaran) sebagai
hasil dari proses pembelajaran yang melibatkan refleksi terhadap pengalaman.
Dengan demikian, bukan semua pengalaman, fakta, temuan, atau hasil
evaluasi serta merta menghasilkan pembelajaran.
Pembelajaran
menunjukkan apa
yang akan terjadi,
dan apa yang harus
dilakukan agar sesuatu
dapat tercapai
atau dicegah.
Pembelajaran
merupakan bagian
dari pemantauan dan
evaluasi program.
Beberapa mitra
pembangunan
internasional,
seperti IFAD telah
mensyaratkan
pengelolaan
pengetahuan dalam
proyek-proyek
yang didukung
pendanaannya.
Selain capaian proyek,
IFAD juga
mengamanatkan
dokumentasi penge-
tahuan dan inovasi
yang terjadi pada
pelaksanaan proyek.
Pembelajaran menunjukkan apa yang akan terjadi, dan apa yang harus
dilakukan agar sesuatu dapat tercapai atau dicegah. Pembelajaran
merupakan bagian dari pemantauan dan evaluasi program, dan akan
membantu baik untuk proses penyusunan rekomendasi tindak lanjut dan
sebagai masukan untuk proses desain.
Pembelajaran didapatkan pada setiap tahapan proyek, baik pada proses
desain, pelaksanaan, maupun pada saat proyek berakhir. Bentuk pembelajaran
tidak hanya dalam hal teknis substansi proyek, tetapi juga didapatkan dari
administrasi maupun pengelolaan proyek.
Namun demikian, pemerintah saat ini masih belum memiliki alat yang sistematis
untuk menangkap dan membagi pembelajaran dari proyek-proyek PHLN.
Selama ini, pembelajaran didapatkan dari masing-masing pengelola proyek
PHLN, tanpa mekanisme yang dapat memastikan pembelajaran tersebut
dapat dilembagakan dan diteruskan sebagai masukan pembangunan yang
lebih luas. Hal inilah yang saat ini tengah diupayakan oleh pemerintah melalui
penguatan monitoring dan evaluasi proyek-proyek PHLN agar dapat lebih
berbasis kinerja dan menangkap pembelajaran.
Beberapa mitra pembangunan internasional, seperti IFAD telah mensyaratkan
pengelolaan pengetahuan dalam proyek-proyek yang didukung pendanaannya.
Selain capaian proyek, IFAD juga mengamanatkan dokumentasi pengetahuan
dan inovasi yang terjadi pada pelaksanaan proyek. Hanya saja,
pemanfaatan pengetahuan tersebut masih terbatas bagi masukan perbaikan
dan keberlanjutan pengelolaan proyek yang bersangkutan.
Kemudian, bagaimana dengan evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut yang
harus dilakukan agar hasil proyek dapat optimal ? Permen PPN No. 4 tahun
2011 telah mengatur mengenai evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan PHLN.
Pemerintah sebagai pelaksana kegiatan diamanatkan untuk
melakukan evaluasi akhir atas pencapaian sasaran kegiatan
yang telah ditetapkan, paling lambat enam bulan setelah
perjanjian PHLN berakhir. Hasil evaluasi tersebut kemudian
akan dipergunakan oleh Bappenas sebagai bahan untuk
perencanaan selanjutnya.
Selain peraturan pemerintah, guidelines (tata cara) mitra pembangunan
multilateral juga mensyaratkan penyusunan laporan akhir proyek yang
disebut dengan PCR (Project Completion Report).
3 IFAD merupakan salah satu mitra pembangunan internasional yang mengharuskan dokumentasi pembelajaran pada proyek yang mendapatkan dukungan pendanaannya. Pemantauan/evaluasi proyek IFAD mencakup penilaian terhadap dokumentasi pembelajaran yang telah dilakukan.
13 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Umumnya, PCR mencantumkan penilaian terhadap keberlanjutan pelaksanaan
proyek dan lesson learned yang didapatkan pada saat pelaksanaan proyek.
Meskipun peraturan pemerintah mengamanatkan evaluasi pelaksanaan
kegiatan PHLN setelah proyek berakhir, saat ini belum terdapat mekanisme
untuk menindaklanjuti evaluasi hasil dan pembelajaran tersebut. Akibatnya,
sebagian besar manfaat dan pembelajaran proyek PHLN berhenti pada saat
proyek berakhir.
Namun demikian, pada beberapa proyek PHLN, telah dilakukan inisiasi tindak
lanjut yang berasal dari kesepakatan bersama antara pemerintah pelaksana
proyek dan mitra pembangunan terkait. Tindak lanjut yang dilakukan umumnya
sangat bergantung pada kegiatan proyek, serta komitmen pelaksana proyek
yang bersangkutan.
Tindak lanjut hasil dan pembelajaran proyek PHLN tidak selalu dilaksanakan
setelah proyek berakhir, tetapi idealnya dimulai sejak pelaksanaan proyek
dan telah tercantum dalam strategi keberlanjutan yang disepakati pada saat
perencanaan proyek.
Berdasarkan pada pengalaman pelaksanaan proyek PHLN tersebut,
diidentifikasi beberapa opsi tindak lanjut yang telah dilakukan.
1Memastikan keberlanjutan
hasil yang telah dibangun
Opsi tindak lanjut ini dilakukan untuk me- mastikan hasil-hasil yang telah dibangun proyek, diserahterimakan kepada penerima manfaat, dipastikan kelanjutan pengelolaan-
nya, dan dikembangkan lebih lanjut.
Opsi ini adalah yang paling umum dilaksanakan pada saat proyek berakhir,
dengan didukung adanya ketentuan dari mitra pembangunan internasional
untuk melakukan serah terima hasil yang telah dibangun.
Beberapa proyek PHLN dengan komitmen kuat pelaksana, strategi keberlanjutan
tidak normatif hanya salah satu unsur desain proyek atau PCR. Namun disusun,
memastikan transisi proyek sepenuhnya dimiliki dan dilanjutkan masyarakat
penerima manfaat atau unsur pemerintahan yang terkait.
Untuk melengkapi dan memastikan keberlanjutan, pada beberapa proyek PHLN
Bank Dunia dan IFAD, misalnya pada READ (Rural Empowerment for Agriculture
Development) dan FEATI (Farmer Empowerment Agricultural Technology and
Information Project), strategi tersebut juga ditindaklanjuti dengan penyusunan
Memorandum of Understanding antara pemerintah pusat dan daerah. MOU
itu berisi komitmen pemerintah daerah untuk mengelola dan melanjutkan hasil
yang telah dibangun proyek.
Namun demikian, upaya keberlanjutan yang dilakukan mitra pembangunan
dan pemerintah sebagai pelaksana proyek hanya sebagai fasilitator. Hal ini juga
bergantung pada komitmen dari unsur pemerintah yang melanjutkan hasil
proyek. Tidak adanya mekanisme untuk mengevaluasi hasil yang telah dibangun
proyek PHLN, mensyaratkan agar opsi tindak lanjut ini dibangun sejak awal
proyek dan harus disertai dengan tingkat ownership yang tinggi dari pemerintah.
Melalui opsi 1, desain
proyek PHLN, khususnya
untuk Bank Dunia dan IFAD,
telah memasukkan aspek
keberlanjutan. Berbentuk
identifikasi isu atau resiko
yang akan menghambat
keberlanjutan proyek,
penyusunan strategi
keberlanjutan, dan
ownership pemerintah.
Aspek keberlanjutan
tersebut yang kemudian
akan dipantau dan
dievaluasi pada saat
pelaksanaan proyek dan
pada saat penyusunan
PCR.
14 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Melalui opsi 2, hasil
dan pembelajaran
yang didapatkan dari
proyek-proyek PHLN
dilembagakan pada
2 Pelembagaan hasil
dan pembelajaran untuk keberlanjutan proyek
Umumnya, komponen kegiatan proyek me-
mang dirancang sejak awal untuk dapat
diadopsi pada lembaga pelaksana yang ber-
sangkutan.
Kementerian/Lembaga
terkait pelaksana proyek.
Melalui adopsi substansi,
pengelolaan, maupun
administrasi kegiatan
proyek.
Kemudian diterapkan
sebagai mekanisme atau
kebijakan Kementerian/
Lembaga yang
bersangkutan.
Misalnya, adalah pelembagaan modul pendidikan anak usia dini yang dilakukan
di proyek ECED (Early Childhoold Education Development) pada Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Pelembagaan merupakan bagian dari strategi
keberlanjutan yang dilakukan untuk memastikan hasil dan pembelajaran
proyek dapat berlanjut.
Melalui opsi 3,
Penyebarluasan yang
dilakukan umumnya
berbentuk penambahan
cakupan penerima
3 Penyebarluasan
hasil dan manfaat proyek
Opsi tindak lanjut ini dilaksanakan untuk
menyebarluaskan hasil yang didapatkan dari
proyek-proyek PHLN.
manfaat proyek, replikasi
proyek di lokasi lain, atau
adopsi hasil dan model
dari proyek-proyek
PHLN dalam kebijakan
pemerintah untuk
dilaksanakan di skala
lebih luas.
Penyebarluasan hasil dan manfaat proyek secara kuantitatif, selama ini
umumnya disepakati bersama antara pelaksana proyek dengan mitra
pembangunan. Melalui penambahan pendanaan dari mitra pembangunan
untuk pelaksanaan proyek di lokasi yang lain atau untuk target penerima
manfaat yang lebih banyak.
Melalui opsi 4, Opsi
kebijakan ini diatur
oleh pemerintah
dalam Permen PPN
No. 4 tahun 2011.
4 Masukan untuk
penajaman perencanaan PHLN dan perencanaan pembangunan ke depan
Selama ini, masukan terkait PHLN untuk rencana
pembangunan ke depan, baru terkait dengan pe-
nentuan jumlah besaran dan penentuan priori-
tas pemanfaatan PHLN untuk sektor tertentu.
Dengan menggunakan
monitoring dan evaluasi
sebagai alat untuk
mengekstrak hasil dan
pembelajaran proyek-
proyek PHLN sebagai
masukan perencanaan
pembangunan.
Padahal, proyek-proyek PHLN memiliki pembelajaran yang bisa diambil, baik
dari segi teknis pelaksanaan, administrasi maupun pengelolaan proyek yang
dapat bermanfaat bagi penguatan sistem pemerintah.
15 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Dari opsi tindak lanjut di atas, dapat diklasifikasikan dua kebijakan keber-
lanjutan yang ditempuh pemerintah dan mitra pembangunan terkait dengan
pengoptimalan pemanfaatan PHLN, yaitu:
� Memastikan manfaat proyek tidak berhen-
ti setelah proyek berakhir, melalui strate-
gi keberlanjutan dan pelembagaan hasil
atau pembelajaran yang terkait dengan
teknis maupun administrasi pengelolaan
proyek.
� Penyebarluasan hasil dan manfaat proyek,
melalui perluasan cakupan penerima man-
faat serta masukan penajaman perenca-
naan PHLN dan perencanaan pemban-
gunan ke depan.
Opsi kebijakan ini dilakukan dalam lingkup keproyekan dan bertujuan untuk memas- tikan hasil dan pembelajaran proyek terus berlanjut dan dikembangkan oleh pener- ima manfaat atau unsur pemerintah ter- kait, meskipun proyek telah berakhir masa lakunya.
Opsi kebijakan ini dilakukan dalam rang- ka memperluas hasil dan pembelajaran proyek PHLN agar mencakup penerima yang lebih luas dari lingkup proyek awal.
Kedua klasifikasi kebijakan yang ditempuh untuk memastikan keberlanjutan di
atas memang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait.
Identifikasi pemisahan kebijakan keberlanjutan tersebut dilakukan untuk
menyamakan pemahaman bahwa optimalisasi maupun keberlanjutan proyek-
proyek PHLN tidak ditempuh dengan hanya satu opsi kebijakan saja, tetapi
terdapat banyak pilihan kebijakan yang dapat diambil.
Dalam studi ini, kebijakan optimalisasi pemanfaatan PHLN yang dibahas
adalah dalam konteks kebijakan keberlanjutan yang kedua, yaitu perluasan
hasil dan manfaat terbaik proyek (scaling up) agar mencakup penerima yang
lebih luas di luar lingkup proyek.
Berkaitan dengan hal tersebut, hasil dan pembelajaran proyek akan menjadi
fondasi utama dalam menentukan diperlukan atau tidaknya pelaksanaan scaling
up, serta untuk menyusun strategi yang akan memastikan perluasan manfaat
berjalan efektif dan efisien. Dengan demikian, penguatan pemantauan dan
evaluasi akan menjadi kebutuhan utama dalam mendukung pelaksanaan
scaling up.
Pemantauan dan evaluasi yang diperlukan tidak hanya pada tahapan pelaksanaan
proyek, tetapi juga pada saat proyek telah berakhir dan saat pemerintah mulai
menjalankan scaling up.
16 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
4. CONTOH PRAKTIK SCALING UP PROYEK PHLN DI INDONESIA
Dalam studi ini, ke-
bijakan optimalisasi
pemanfaatan PHLN
yang dibahas adalah
dalam konteks kebi-
jakan keberlanjutan
yang kedua, yaitu
perluasan hasil dan
manfaat terbaik proyek
(scaling up) agar
mencakup penerima
yang lebih luas di luar
lingkup proyek.
Tanpa adanya
peraturan atau
kerangka kerja
yang sistematis,
Kementerian/Lembaga
pengelola proyek
PHLN selama ini secara
mandiri berinisiatif
untuk melakukan
scaling up.
Bukti manfaat proyek
bisa didapatkan dari
hasil monitoring
Praktik scaling up yang telah dilakukan memiliki bentuk yang beragam
sesuai dengan keragaman pendekatan proyek PHLN dan Kementerian/
Lembaga penanggungjawab. Variansi tersebut timbul dari pemahaman
masing-masing pelaksana, tujuan, serta proses yang dijalankan pelaksana
dalam melakukan scaling up.
Meskipun bervariasi, landasan pelaksana proyek dalam melakukan scaling up
adalah pemikiran mengenai kebutuhan untuk melanjutkan dan memperluas/
mengungkit hasil-hasil terbaik yang telah dihasilkan proyek.
Pelaksana merasakan manfaat atau kelebihan pendekatan proyek jika
dibandingkan dengan program-program serupa. Oleh karena itu, pelaksana
menginginkan agar manfaat tersebut dapat digunakan di wilayah lain atau
bahkan dipergunakan sebagai pendekatan standar untuk sektor pembangunan
tertentu.
A. Pemilihan Contoh Praktik Scaling up
Studi ini akan mengambil dua contoh proyek PHLN, READ (Rural
Empowerment and Agricultural Development) yang didukung
oleh pinjaman dan hibah IFAD; dan REKOMPAK (Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas)/ CSRRP
(Community-based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project)
yang didanai oleh hibah Bank Dunia.
Kedua proyek tersebut dipilih sebagai contoh karena meskipun masing-
masing proyek memiliki proses scaling up yang berbeda, keduanya saat ini
menjadi salah satu percontohan bagi masukan kebijakan pemerintah pusat
dalam mengembangkan upaya scaling up proyek-proyek PHLN yang lebih
sistematis.
Waktu pelaksanaan READ yang baru berakhir di tahun 2014, dan REKOMPAK
yang akan berakhir di pertengahan tahun 2015 juga mempermudah
dokumentasi proses scaling up yang saat ini sedang berjalan.
Selain itu, komitmen aktor pelaksana kedua proyek yang sangat kuat, yaitu
dari Kementerian/Lembaga pelaksana proyek dan mitra pembangunan
multilateral, juga menjadi pertimbangan pemilihan contoh proyek.
dan evaluasi, atau
untuk beberapa kasus
merupakan rekomendasi
kelanjutan hasil dan
pendekatan proyek
yang didukung dengan
komitmen yang kuat.
Sebelum membahas kedua contoh proyek di atas, akan dibahas mengenai
proses scaling up Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
secara umum. Studi ini tidak akan mengambil PNPM sebagai contoh untuk
dianalisis dengan lebih mendalam, dengan pertimbangan kompleksitas dan
luasnya cakupan program tersebut.
Namun demikian, kisah sukses scaling up PNPM tidak dapat dilewatkan.
PNPM merupakan salah satu contoh scaling up proyek PHLN yang paling
menonjol dan gambaran umum mengenai proses scaling up program ini
dinilai dapat memberikan masukan bagi keluaran studi.
17 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
1. PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat)
Pelaksana PNPM adalah Kementerian Dalam Negeri untuk PNPM Perdesaan,
dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk PNPM Perkotaan. Hingga 2014, PNPM
masih berjalan dan menjadi salah satu program utama pemerintah dalam
penanggulangan kemiskinan dan merupakan program berbasis pemberdayaan
masyarakat terbesar di Indonesia.
Desain PNPM berpusat pada pendekatan program yang berbasis
pada partisipasi dan penguatan kapasitas masyarakat, sehingga
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran
dana pemerintah untuk program penanggulangan kemiskinan.
Bentuk scaling up PNPM
Setiap tahunnya, cakupan lokasi pelaksanaan PNPM diperluas dan saat ini PNPM
telah menjangkau seluruh wilayah di Indonesia. Perluasan PNPM tidak hanya
pada jumlah penerima manfaat atau perluasan lokasi program, tetapi juga pada
penguatan dan modifikasi program yang terus menerus.
Kesuksesan scaling up PNPM tidak hanya berhenti di level proyek,
tetapi juga memengaruhi pendekatan program-program pem-
bangunan lain di Indonesia menjadi lebih partisipatif dan
fleksibel sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Seiring dengan berkembangnya program menjadi salah satu prioritas
pembangunan pemerintah, mitra pembangunan bilateral dan multilateral
selain Bank Dunia juga turut berkontribusi memberikan pembiayaan
dan melakukan pengembangan PNPM. Besarnya sumber pendanaan luar negeri
untuk PNPM yang berbentuk pinjaman dan hibah, menghasilkan kreativitas dan
inovasi pengembangan proyek-proyek pilot yang berskala lebih kecil dengan
fokus sektor pembangunan tertentu. Misalnya, adalah PNPM Generasi yang fokus
di sektor kesehatan dan pendidikan, yang mendapatkan dukungan pendanaan
dari Pemerintah Australia dan MCC (Millenium Challenge Corporation) melalui
Bank Dunia.
Pemerintah, baik pusat dan daerah, juga telah menginisiasi scaling
up PNPM melalui replikasi program serta adopsi konsep dan
pendekatan PNPM yang disesuaikan dengan konteks kedaerahan
atau fokus sektor tertentu.
Beberapa bentuk scaling up yang telah dikembangkan di PNPM dapat
diidentifikasi sebagai berikut.
Diluncurkan pada 2007,
PNPM dilaksanakan
dengan dukungan
pendanaan Bank Dunia
yang dimulai 2008.
Berlokasi di wilayah
perdesaan, PNPM
Mandiri Perdesaan.
Berlokasi di wilayah
perkotaan, PNPM
Mandiri Perkotaan.
Ekspansi PNPM di lokasi lain, tanpa
adanya modifikasi program, melalui
perluasan cakupan PNPM hingga men-
jangkau seluruh Indonesia dan perluasan
sasaran penerima manfaat.
Bentuk ini dilakukan melalui ekspansi
PNPM reguler oleh Kementerian Dalam
Negeri dan Kementerian Pekerjaan Umum
sebagai pelaksana proyek.
Ekspansi PNPM memungkinkan dengan
dukungan pendanaan terus menerus dari
Bank Dunia sebagai mitra pemerintah
yang mendukung mulainya inisiasi
program ini.
18 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
2005 GoI menilai efektivitas pelaksanaan
program pembangunan berbasis masyarakatnya
2010 Penguatan regulasi PNPM, melalui Inpres No.1/2010 tentang prioritas
pembangunan dan pendirian TNP2K (Tim Nasional percepatan
Penanggulangan Kemiskinan)
Ekspansi PNPM dengan modifikasi
program, melalui fokus kegiatan yang
disesuaikan de-ngan kebutuhan sek-
tor tertentu, namun tetap dilaksanakan
oleh Kementerian Dalam Negeri dan
Kementerian Pekerjaan Umum.
Replikasi PNPM dengan menggunakan
dana pemerintah pusat dan pemer-
intah daerah, serta dukungan dana
dari mitra pembangunan lainnya.
Replikasi dilakukan dengan penye-
suaian program sesuai dengan konteks
lokal dan fokus kegiatan yang menjadi
tujuan proyek.
Adopsi kebijakan PNPM menjadi pro-
gram utama untuk penanggulangan
kemiskinan nasional.
Misalnya, adalah program pilot Pe-
nataan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas (PLPBK) atau PNPM Neighbour-
hood Development yang fokus pada kegia-
tan penataan lingkungan permukiman mi-
skin di perkotaan.
Program pilot ini juga dipersiapkan sebagai
kelanjutan dari PNPM Perkotaan, serta
didanai oleh Bank Dunia dan Kementerian
Pekerjaan Umum.
Misalnya, adalah PNPM RESPEK (Rencana
Strategi Pembangunan Kampung) yang
dilaksanakan oleh Kementerian Dalam
Negeri dan Pemda Papua dengan
menggunakan dana otonomi khusus
Papua dan disesuaikan dengan kondisi
masyarakat Papua.
Dilakukan dengan dukungan kebijakan
dan regulasi oleh pemerintah pusat.
2006 Hasil penilaian program menunjukkan keefektifan penggunaan pendekatan
berbasis masyarakat
2009 Cakupan PNPM diperluas
di seluruh Indonesia (nationwide)
2007 Launching PNPM Mandiri
2009 Penerbitan Perpres No. 13/2009
yang mencantumkan pendekatan program berbasis masyarakat
sebagai salah satu program
penanggulangan kemiskinan
Gambar 2. Timeline: Lima Tahun Pelaksanaan PNPM di Indonesia (sumber: www.worldbank.org)
Selain upaya scaling up di atas, juga terdapat scaling up (eplikasi) dan adopsi
konsep pemberdayaan masyarakat PNPM pada berbagai proyek atau program
lain yang memiliki tujuan dan pendekatan yang berbeda-beda.
Seperti PAMSIMAS (Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat) yang bertujuan untuk memenuhi target pelayanan air
bersih dan sanitasi, atau SPADA (Support for the Poor and Disadvantaged
Area) yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan di daerah tertinggal.
19 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Faktor Pendorong Scaling up PNPM
Scaling up PNPM hingga menjadi suatu program nasional yang bersifat multi
dimensi mengalami proses yang sangat panjang dan memiliki keistimewaan
jika dibandingkan dengan proyek-proyek PHLN lainnya.
Keistimewaan tersebut misalnya adalah pada jangka waktu program yang
memakan waktu enam tahun sejak PNPM diluncurkan di 2008 dan bahkan
sampai dengan 16 tahun pelaksanaan sejak awal inisiasi model pendekatan
PNPM melalui KDP dan UPP.
Hal ini tentu berbeda dengan proyek-proyek PHLN lainnya yang
dijalankan hanya sebagai satu kali intervensi dan umumnya memiliki
jangka waktu program selama 5 – 6 tahun.
PNPM juga tidak dapat disebut sebagai series projects dikarenakan tujuan jangka
panjangnya untuk menanggulangi kemiskinan bukan lagi merupakan
intervensi proyek, namun merupakan program prioritas nasional yang disepakati
bersama oleh pemerintah.
Studi ini akan mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendorong yang
mendukung scaling up PNPM.*
� Pendekatan PNPM dinilai inovatif jika dibandingkan dengan program pem-
bangunan lainnya dan berhasil dalam mencapai target pembangunan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Inovasi tidak hanya dalam hal pendekatan program yang berbasis ma-
syarakat, tetapi juga dalam manajemen pelaksanaan yang bekerjasama den-
gan sektor privat (konsultan individu dan LSM).
� Adanya standarisasi prosedur program yang membuat PNPM sesuai
untuk diterapkan di lingkup nasional. Prosedur standar tersebut di-
jalankan dengan ketat, didukung oleh pengawasan program oleh
konsultan di tingkat pusat, provinsi, kecamatan, dan desa/kelurahan.
� Pendanaan Bank Dunia sebagai sumber pembiayaan utama dalam
menjalankan PNPM, sekaligus sebagai katalis untuk memperkuat penga-
wasan program dengan mekanisme monev Bank Dunia yang dijalankan se-
cara reguler.
Perjanjian pinjaman/hibah juga menjadi acuan yang memungkinkan pelak-
sanaan program menjadi lebih ketat dan inovatif (not business as usual).
� Dukungan politik yang kuat dari pemerintah untuk menjadikan PNPM
sebagai program nasional dengan tujuan jangka panjang bagi penanggu-
langan kemiskinan di Indonesia.
Hal ini memungkinkan PNPM diterima oleh seluruh unsur pemerintah
serta dijalankan dalam jangka waktu lama yang memberikan kesempatan
pengembangan dan perbaikan program yang terus menerus.
REKOMPAK yang
menjadi salah satu
contoh proyek
dalam studi ini, juga
menggunakan konsep
dasar pemberdayaan
masyarakat dari PNPM.
Proyek ini juga
memanfaatkan
kelompok masyarakat
dan fasilitator yang
telah berjalan pada
PNPM di lokasi sasaran.
PNPM di Indonesia
tidak lagi diartikan
sebagai single project
yang berdiri sendiri,
namun merupakan
program payung
yang mengumpulkan
seluruh inisiatif program
penanggulangan
kemiskinan berbasis
pemberdayaan
masyarakat di
Indonesia.
* Meskipun analisis mengenai scaling up PNPM memerlukan kajian tersendiri untuk memberikan gambaran yang lebih utuh.
20 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
� Dukungan yang kuat dari aktor pelaksana PNPM juga memungkinkan
perubahan kebijakan dan penguatan regulasi yang perlu dijalankan untuk
mendukung PNPM.
Misalnya, adalah pelaksanaan pekerjaan konstruksi oleh masyarakat,
yang membutuhkan penyesuaian kebijakan baik di sisi pemerintah maupun
Bank Dunia.
� Scaling up PNPM dilakukan dengan berdasarkan penilaian hasil, evaluasi
dan penguatan program yang terus menerus, dengan ditopang mekanisme
pengelolaan data dan MIS (Management Information System) yang baik.
Selain pengelolaan database yang baik, PNPM juga memiliki sistem complain
handling yang handal, sehingga memastikan transparansi dan akuntabilitas
program.
Seperti yang akan dijelaskan dalam hasil evaluasi KDP (Kotak 2.), faktor-faktor
pendorong pelaksanaan scaling up di atas memang memberikan keuntungan
tersendiri bagi perluasan manfaat program.
Namun, di sisi lain, juga terdapat pertanyaan mengenai sampai berapa
lama scaling up dalam bentuk series projects akan dilakukan? Sampai
kapan pendanaan luar negeri akan terus dimanfaatkan untuk PNPM?
Untuk tujuan jangka panjang, idealnya scaling up berujung pada adopsi PNPM
dalam program dan sistem pemerintah. Tanpa visi dan strategi yang jelas, scaling
up akan terus terjebak pada fase pilot.
Pelaksanaan scaling up beresiko berubah menjadi birokrasi program yang
rutin dan kehilangan tujuan awalnya. Diperlukan evaluasi yang terus menerus
terhadap program yang telah dijalankan dan refleksi terhadap tujuan pemerintah
melakukan scaling up. Hal ini agar pemerintah dapat menyusun strategi dan
langkah selanjutnya.
PNPM telah menghasilkan banyak capaian dan perubahan, namun capaian
tersebut beresiko menjadi suatu intervensi “jangka pendek” yang terfragmentasi
dan tidak mencapai manfaat yang maksimal bagi penguatan kelembagaan dan
sistem pemerintah untuk jangka panjang.
Untuk tujuan jangka
panjang, idealnya scal-
ing up berujung pada
adopsi PNPM dalam
program dan sistem
pemerintah.
Tanpa visi dan strate-
gi yang jelas, scaling
up akan terus terjebak
pada fase pilot.
21 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Kotak 2.
Studi Kasus KDP dalam Reducing Poverty on a Global Scale,
Learning and Innovating for Development, Findings from the
Shanghai Global Learning Initiative (Blanca Moreno-Dodson, 2005)
KDP dikembangkan sebagai respon Indonesia terhadap krisis ekonomi,
keuangan, dan politik di Indonesia pada tahun 1998. Program ini lahir dengan
dukungan politis yang kuat dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
KDP berhasil membangun infrastruktur di lokasi yang sulit diakses dan
dengan biaya yang lebih murah dari pihak ketiga, memberikan lapangan
kerja jangka pendek bagi masyarakat, dan dari sisi penyaluran dana
(disbursement) menjadi yang tercepat dibandingkan program dukungan
Bank Dunia lainnya.
Kelebihan KDP di antaranya terletak pada:
� Pemberdayaan masyarakat melalui pengambilan keputusan yang
berdasarkan pada partisipasi.
� Hierarki program yang langsung diserahkan ke pemerintah di tingkat lokal.
� Tingginya transparansi program yang disebabkan karakter kegiatan dengan
partisipasi masyarakat yang kuat, dan sanksi yang tegas bagi pelanggaran.
� Penguatan akuntabilitas pemerintah.
� Jaringan kerjasama dengan individual sebagai fasilitator dan LSM sebagai
pemantau kegiatan.
Scaling up ini dimungkinkan dengan standarisasi prosedur dan proses KDP.
Selain itu, juga terdapat katalis dari pendanaan Bank Dunia yang melakukan
monitoring dan evaluasi program secara reguler dan Bank Dunia juga melakukan
penyesuaian mekanismenya untuk memungkinkan prosedur KDP menjadi lebih
sederhana.
Pelaksanaan scaling up KDP dipercepat dengan penggunaan konsultan
individu untuk memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat. Di satu sisi,
hal ini memberikan keuntungan jika dibandingkan pelaksanaan program
KDP sebagai salah satu
praktik pemberdayaan
masyarakat untuk
penanggulangan
kemiskinan, cukup
dikenal di dunia
pembangunan
internasional.
KDP merupakan salah satu
contoh kasus yang diulas
dalam Shanghai Global
Learning Initiative yang
dilaksanakan atas
kerjasama Bank Dunia dan
Pemerintah Cina.
Seiring berjalannya
program, KDP telah
memperluas cakupan
lokasi sasarannya.
KDP telah meluas dari
yang semula pilot proyek
di 25 desa menjadi 28.000
desa dalam jangka waktu
6 tahun (1998-2003).
oleh pemerintah yang pasti akan membutuhkan banyak penyesuaian. Namun
demikian, hal ini di sisi lain menjadi kontroversi tersendiri karena tidak mendukung
pembangunan kelembagaan pemerintah.
Tujuan jangka panjang program pemberdayaan masyarakat seperti KDP,
idealnya adalah untuk menjadi bagian permanen dari kelembagaan pemerintah.
Hal ini pada akhirnya menjadi paradoks, karena di awal perencanaan, model
proyek dikembangkan sebagai kendaraan untuk mengatasi tantangan yang
dihadapi jika proyek dilaksanakan langsung oleh pemerintah. Kondisi inilah
yang kemudian menyebabkan banyak proyek tidak pernah “lulus” dari fase pilot.
Scaling up KDP menjadi salah satu contoh potensi trade-off yang terjadi antara
memilih kecepatan pelaksanaan scaling up dengan tujuan penguatan kapasitas
kelembagaan pemerintah untuk jangka panjang.
22 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Daftar proyek yang menggunakan pendekatan PNPM
Judul
Pelaksana Mitra
Pembangunan Proyek Pilot
Ekspansi (geografis)
Ekspansi
Replikasi
Kecamatan Development Project (KDP)
Kementerian Dalam Negeri
Bank Dunia
ü
PNPM Mandiri Perdesaan
Kementerian Dalam Negeri
Bank Dunia ü
PNPM Pertanian Kementerian Dalam Negeri
IFAD ü ü
PNPM Generasi Kementerian Dalam Negeri
Bank Dunia ü
PNPM Peduli Kementerian Dalam Negeri
Bank Dunia ü
PNPM Green Kementerian Dalam Negeri
Bank Dunia ü
PNPM Paska Bencana
Kementerian Dalam Negeri
Bank Dunia ü
PNPM Village Training
Kementerian Dalam Negeri
Bank Dunia ü
PNPM Respek Kementerian Dalam Negeri & Pemda Papua
- ü ü
Urban Poverty Project
Kementerian PU Bank Dunia, IDB ü
PNPM Paska Bencana
Kementerian PU Bank Dunia ü
USRI Kementerian PU ADB ü
PLPBK (PNPM Neighbourhood Development)
Kementerian PU Bank Dunia ü ü
23 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
2. READ (Rural Empowerment and Agricultural Development)
READ (Rural Empowerment and Agricultural Development) adalah proyek
kerjasama pemerintah dan IFAD, yang bertujuan untuk meningkatkan mata
pencaharian masyarakat miskin secara berkelanjutan melalui peningkatan
pertumbuhan kegiatan ekonomi pertanian masyarakat.
Lima kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah: Kabupaten Banggai, Kabupaten
Buol, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Toli-Toli.
Tingkat pusat adalah Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian. Dinas Pertanian
provinsi dan kabupaten bertindak sebagai pelaksana di tingkat daerah.
Dukungan pendanaan IFAD untuk READ adalah pinjaman sebesar USD 21,08 juta
dan hibah sebesar USD 500.000.
Dinamika dan Hasil Pelaksanaan READ
Dilaksanakan akhir 2008 Desain READ sebelum MTR dinilai belum
dan telah berakhir 2014, memberikan kejelasan mengenai keterkaitan
kinerja READ di awal komponen kegiatan untuk mencapai tujuan proyek.
Apa itu READ?
Penerima manfaat READ
Pelaksana READ
Dukungan Pendanaan
Dalam jangka waktu
enam tahun
pelaksanaannya, READ
telah membentuk 1.075 dinilai kurang memuaskan
dan mengakibatkan
perubahan desain proyek
pada MTR (Mid Term
Review) 2011.
Tiga tahun pelaksanaan
pasca MTR, READ terus
memperbaiki kinerjanya
dan mendapatkan penilaian
satisfactory berturut-
turut pada supervisi yang
Selain itu, pelaksanaan kegiatannya terlalu
menitikberatkan pada pengembangan infrastruktur
yang tidak terhubung langsung dengan tujuan proyek
dalam meningkatkan kegiatan pertanian masyarakat.
Melalui redesain, kegiatan READ lebih
difokuskan pada sektor pertanian yang
dicerminkan dengan perubahan komponen
menjadi:
(A) Pemberdayaan masyarakat;
(B) Peningkatan penghidupan masyarakat;
kelompok masyarakat
yang berbasis
komoditas unggulan.
Komoditas itu adalah
padi/jagung, kakao,
kopra, sayuran, pekara-
ngan/ternak kecil, usaha
off farm untuk kelom-
pok perempuan, dan
kelompok dana bergulir.
Kelompok masyarakat
tersebut mendapatkan
dilakukan bersama-sama oleh
pemerintah dan IFAD pada
2012 s.d. 2014.
(C) Infrastruktur pedesaan;
dan (D) Manajemen program dan analisis
kebijakan.
dukungan
pengembangan
kegiatan pertanian
produktif melalui
pendampingan, Evaluasi hasil READ pada pertengahan 2014 yang dilakukan oleh pengelola
proyek, menunjukkan bahwa pendekatan pemberdayaan READ telah sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan berkontribusi pada peningkatan produksi
pertanian masyarakat.
pelatihan, dukungan
sarana dan prasarana,
dukungan infrastruktur,
serta bantuan dana
bergulir.
24 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Identifikasi evaluasi awal keunggulan READ dari pembelajaran
pelaksanaan proyek, sebagai berikut:
Meskipun pada akhir
pelaksanaannya READ telah
menunjukkan kontribusi
positif terhadap kegiatan
pertanian masyarakat,
kelanjutan pengelolaan
hasil yang telah dibangun
menjadi kebutuhan utama.
Oleh karena itu, pemerintah
dan IFAD bersama-sama
memperkuat penyusunan
strategi keberlanjutan agar
hasil yang telah dibangun
READ dapat terus diperkuat
dan diperluas.
Scaling up READ
direncanakan sebagai
bagian dari strategi
keberlanjutan yang
penyusunannya di awal
dimandatkan oleh IFAD
dalam rangka memastikan
keberlanjutan hasil READ
setelah proyek berakhir.
� Desain proyek yang komprehensif, mencakup seluruh aspek pendukung
kegiatan pertanian.
� Pendekatan pemberdayaan masyarakat, yang mendorong inisiatif dan
rasa kepemilikan dari masyarakat dalam melaksanakan kegiatan.
� Manajemen proyek lintas sektoral yang meningkatkan kerjasama antar
dinas terkait di daerah.
� Adanya kemitraan dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang
dikontrak oleh proyek sebagai fasilitator masyarakat, dan inisiasi
kemitraan dengan pihak swasta melalui kerjasama pelatihan komoditas
kakao dengan PT. Mars.
� Penguatan kelembagaan masyarakat dan perluasan jejaring bagi
penerima manfaat dan pengelola READ dengan lembaga penelitian
teknologi pertanian dan pihak swasta.
Pemerintah bersama-sama dengan IFAD tengah melaksanakan evaluasi akhir
atas pelaksanaan READ yang ditargetkan selesai di awal 2015.
Kinerja READ memang membaik pada paruh akhir pelaksanaan proyek,
namun demikian, capaian tersebut dinilai terlalu dini untuk diakhiri pada
2014 sesuai desain awal READ.
Karakter proyek yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat
menimbulkan tantangan tersendiri ketika proyek didesain ulang pada saat
MTR. Kelompok masyarakat yang semula berbasis pada pengelolaan dana
bergulir, dirubah menjadi kelompok berbasis komoditas unggulan. Hal ini
memerlukan pendampingan yang intensif untuk sosialisasi ulang ke kelompok
masyarakat.
Scaling up dalam Strategi Keberlanjutan READ
Exit strategy (strategi keberlanjutan) READ disusun sejak akhir 2013, dan
melalui proses konsultasi yang terus menerus antara Kementerian Pertanian,
dinas terkait di daerah, Bappenas, Kementerian Keuangan, dan IFAD.
Pada 30 Juni 2014, dokumen awal exit strategy READ difinalkan oleh BPPSDMP
Kementerian Pertanian sebagai bahan konsultasi untuk penyusunan strategi
lebih lanjut.
Dalam dokumen exit strategy tersebut, keberlanjutan READ dimaksudkan untuk
memanfaatkan pengetahuan dari efektifitas READ, dengan melembagakan
model READ menjadi salah satu model pengembangan pertanian di
Indonesia.
Dengan rasa kepemilikan yang kuat dari manajemen proyek, pengelola
READ kemudian memanfaatkan proses penyusunan strategi tersebut untuk
secara optimal memfasilitasi keberlanjutan dan perluasan proyek.
25 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Strategi READ direncanakan untuk dilaksanakan setelah 2014, dengan dua
tujuan utama, yaitu:
(i) Menjaga keberlanjutan pelaksanaan komponen READ di lokasi sasaran eksisting proyek di Provinsi Sulawesi Tengah.
Strategi tahap pertama ini akan dilaksanakan di lokasi eksisting, tanpa penam-
bahan lokasi baru. Pemerintah pusat akan memfasilitasi keberlanjutan READ,
melalui kegiatan penguatan kelembagaan masyarakat, penguatan pemeli-
haraan infrastruktur dan alat tani. Kemudian penguatan fasilitasi pening-
katan produksi pertanian melalui penangkaran benih padi dan jagung, serta
pelembagaan kerjasama yang telah dibangun dengan pihak swasta.
Kegiatan penguatan tersebut dilaksanakan untuk menanggulangi resiko
keberlanjutan yang paling besar pada area kegiatan READ yang spesifik
di level masyarakat, yaitu pada kelembagaan dan fasilitasi peningkatan mata
pencaharian.
Mendukung fasilitasi dari pemerintah pusat tersebut, pemerintah daerah juga
telah melakukan penyusunan strategi keberlanjutan READ untuk masing-masing
kabupatennya. Setiap kabupaten pelaksana READ memiliki pendekatan yang
beragam dalam menyikapi keberlanjutan proyek.
Umumnya, pemerintah daerah melakukan integrasi komponen kegiatan READ
dengan program- program reguler pemerintah sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing. Sementara, di beberapa daerah merencanakan untuk
melanjutkan READ secara utuh dan melakukan penambahan lokasi sasaran.
Variansi keberlanjutan juga tampak pada transfer kelembagaan yang berbeda-
beda, dimana ada daerah yang tetap melaksanakan READ melalui Dinas Pertanian,
dan ada daerah yang melaksanakan READ melalui koordinasi Bappeda.
(ii) Replikasi4 READ di wilayah lain
Tahapan strategi keberlanjutan ini dimaksudkan untuk memperluas
cakupan penerima manfaat dan lokasi READ.
Dengan mempertimbangkan pembelajaran dan pencapaian READ, pemerintah
pusat berinisiatif untuk mereplikasi READ di wilayah perbatasan dengan negara
lain, yaitu pada Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut, adalah kesamaan karakteristik wilayah
dengan Provinsi Sulawesi Tengah dan kondisi daerah yang relatif masih tertinggal
dari wilayah lain di Indonesia. Masyarakat di lokasi tersebut umumnya memiliki
tingkat kesejahteraan yang rendah, dengan pertanian sebagai mata pencaharian
utama.
4 Penggunaan istilah replikasi, mengacu pada Strategi Keberlanjutan yang disusun oleh Kementerian Pertanian.
Setelah berakhirnya
READ pada 2014,
pemerintah
berkomitmen untuk
mengimplementasikan
strategi keberlanjutan
READ di awal 2015
dengan dukungan dana
APBN dari BPPSDMP
Kementerian Pertanian.
Pada akhirnya, pemerintah
pusat dan IFAD hanya
bertindak sebagai
fasilitator dalam
memastikan keberlanjutan
READ.
Keberlanjutan hasil proyek
akan sangat bergantung
pada komitmen
dari masing-masing
pemerintah daerah.
Replikasi READ
diusulkan untuk
mencakup 30 desa di
dua provinsi tersebut.
Pelaksanaan kegiatan
yang akan dilakukan
diusulkan untuk secara
utuh mereplikasi
seluruh komponen
proyek READ, dan
dilaksanakan selama
tiga tahun dari tahun
2015 – 2017, dengan
menggunakan dana
pemerintah pusat dan
daerah.
26 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Proses Scaling Up READ
Scaling up READ diusulkan untuk dilaksanakan dalam bentuk replikasi
proyek di lokasi lain dengan menggunakan pendanaan pemerintah.
READ dinilai memiliki keunggulan program yang komprehensit dan
diharapkan dapat dilembagakan untuk menjadi salah satu model kegiatan
pertanian yang menggunakan pendekatan berbasis masyarakat.
Sebagai bagian dari strategi
keberlanjutan proyek/ replikasi
READ dimungkinkan terjadi
dengan dukungan yang kuat dari
Kepala BPPSDMP dan Sekretaris
Jenderal Kementerian Pertanian.
Mereka mengapresiasi keber
hasilan pendekatan proyek dan
mendorong pelembagaan model
proyek di Kementerian Pertanian.
Kementerian Pertanian yang
bertindak sebagai pengelola
replikasi proyek di tingkat
pusat akan melakukan
koordinasi dengan Pemprov
Kalbar dan NTT untuk
mendetailkan desain replikasi
READ.
Rencana replikasi READ dalam
strategi keberlanjutan/ masih
perlu pendetailan strategi
replikasi. Rencananya akan
dimulai pertengahan 2015.
lnisiasi replikasi yang
dilakukan oleh Kementerian
Pertanian tersebut juga
mendapatkan dukungan
yang kuat dari Bappenas/
Kementerian Keuangan/ dan
IFAD sebagai stakeholder READ
di tingkat pusat.
Kesimpulannya/ replikasi READ didasarkan pada penilaian
terhadap pemantauan dan evaluasi proyek yang dilakukan selama
proyek berjalan. Termasuk perbandingan dengan programprogram
serupa yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian.
Meskipun sempat terkendala di awal/ READ dapat menyempurnakan
pendekatannya dengan didukung standarisasi prosedur proyek yang
pelaksanaannya dipantau dengan ketat oleh IFAD dan pemerintah pusat.
Pemerintah menilai READ sebagai model yang ideal dalam mengimplementasikan
kegiatan pertanian berbasis masyarakat berdasarkan amanat UndangUndang
perlindungan dan pemberdayaan petani.
Hal ini karena komponen kegiatannya yang utuh/ baik dari dukungan pember
dayaan/ pendanaan/ maupun infrastruktur untuk mengatasi berbagai tantangan
yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan pertaniannya.
Hal ini kemudian didukung dengan komitmen dari pejabat Kementerian Pertanian/
yang memungkinkan inisiasi replikasi READ dapat disepakati untuk
dilaksanakan oleh jajaran pelaksana program di tingkat teknis.
27 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Tantangan dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Replikasi READ
Meskipun saat ini belum dilakukan penyusunan strategi yang mendetail untuk
replikasi READ, Kementerian Pertanian sebagai lembaga pelaksana telah
mengidentifikasi tantangan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan replikasi
READ di lokasi baru dengan menggunakan dana pemerintah.
Tantangan tersebut utamanya terjadi karena pelaksanaan proyek yang semula
didukung oleh pendanaan IFAD dan menggunakan acuan financing/grant
agreement sebagai dasar pelaksanaan.
Tantangan pelaksanaan replikasi READ, tidak hanya terkait pelaksanaan
pendekatan proyek di lokasi yang berbeda, tetapi juga perubahan mekanisme
yang memerlukan penyesuaian kebijakan yang cukup besar. Beberapa
kendala yang diidentifikasi diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2. Tantangan
Replikasi READ di Lokasi Baru.
Isu READ Eksisting Tantangan Replikasi
Kelembagaan READ dilaksanakan oleh
BPPSDMP Kementerian Per-
tanian, dengan satker lintas
sektoral di daerah.
Komponen READ mencakup kegiatan di luar
tupoksi BPPSDMP, misalnya untuk penyediaan
infrastruktur
BPPSDMP hanya memiliki hubungan
kelembagaan vertikal dengan Dinas Pertanian
di daerah, sementara READ membutuhkan
kerjasama dengan satker lintas sektoral
Keunggulan READ terletak
pada pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan
oleh LSM dan pelatihan
kegiatan pertanian yang
dilakukan oleh penyuluh
lapangan pemerintah.
Peraturan pemerintah tidak memungkinkan
kerjasama/kontrak dengan pihak LSM
Mekanisme
Pengadaan
Pengadaaninfrastruktur
dilaksanakan oleh masyarakat
Pengadaan infrastruktur dengan nilai tertentu
harus dilaksanakan oleh pihak ketiga
Pendanaan Pendanaan READ
dialokasikan untuk lintas
tahun (multi-years), sehingga
memastikan kesinambungan
pelaksanaan proyek
Pendanaan dengan APBN dan APBD
dialokasikan setiap tahun dengan persetujuan
dari DPR. Hal ini beresiko terhadap komitmen
pelaksanaan READ untuk jangka panjang
Dasar
Pelaksanaan
Proyek
Pelaksanaan proyek mengacu
pada financing/grant
agreement yang mengikat
Meskipun model READ selaras dengan kebijakan
dan prioritas Kementerian Pertanian, belum
ada dasar pelaksanaan yang dapat memastikan
komitmen pelaksanaan dan penganggaran READ
di tingkat pusat atau daerah
Sumber: Workshop Exit Strategy READ, Palu (November, 2014)
28 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Beberapa Tantangan Scaling UP proyek PLHN lainnya.
• Proyek PHLN sejak awal tidak didesain untuk tujuan perluasan.
• Terkadang ada ketidaksesuaian ketentuan mitra pembangunan luar
negeri dengan regulasi atau ketentuan pemerintah. Ketidaksesuain
tersebut baik dalam hal pendanaan, pengadaan, maupun safeguard
lingkungan dan sosial.
• Proyek PHLN umumnya didesain dengan pola pelaksanaan yang
memotong jalur kelembagaan pemerintah agar dapat memperkenalkan
pendekatan inovatif atau mempercepat pelaksanaan proyek yang memiliki
jangka waktu terbatas.
Dengan kondisi demikian, replikasi proyek READ ke depan membutuhkan
ruang kelembagaan, kebijakan maupun politik jika pemerintah berkomitmen
untuk memanfaatkan READ sebagai salah satu model kegiatan di
Kementerian Pertanian.
Dukungan yang terus menerus dari aktor utama pelaksana READ, serta
Bappenas dan Kementerian Keuangan sebagai penentu kebijakan
pemerintah untuk jangka panjang juga akan menjadi faktor utama
keberhasilan replikasi READ dengan sepenuhnya menggunakan dana
pemerintah.
Dengan pertimbangan replikasi READ sebagai salah satu contoh kasus
pertama pemerintah dalam melakukan upaya scaling up yang lebih sistematis,
pemerintah mengusulkan adanya strategi jangka pendek untuk masa transisi
pelaksanaan replikasi READ.
Dalam masa transisi tersebut, pemerintah mengusulkan adanya dukungan
dari IFAD yang dapat berbentuk MoU (Memorandum of Understanding) antara
pemerintah dan IFAD, atau pendanaan berbentuk hibah yang dituangkan
dalam grant agreement sebagai dasar pelaksanaan READ di lokasi lain.
Kebutuhan dukungan dari IFAD tidak lagi berbentuk pendanaan,
namun dukungan advisory dan kelembagaan untuk ikut menga-
wal pelaksanaan replikasi READ. Dalam jangka panjang dukungan
itu untuk pelembagaan model READ dalam sistem dan program
pemerintah.
Kementerian Pertanian, Bappenas, dan Kementerian Keuangan sebagai
stakeholder utama READ menyepakati bahwa masa transisi tersebut
dilaksanakan untuk memberikan waktu bagi pemerintah dalam menyiapkan
ruang yang dibutuhkan untuk mengadopsi model READ sebagai salah
satu program di Kementerian Pertanian.
29 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Scaling up dalam hal ini membutuhkan proses dan memakan waktu, serta akan
sangat bergantung pada komitmen jangka panjang aktor pelaksananya dari
sisi pemerintah maupun IFAD sebagai mitra pembangunan.
Pelaksanaan scaling up READ untuk skala yang lebih luas di masa mendatang
akan diperkuat dengan hasil evaluasi dampak pelaksanaan READ yang saat ini
tengah disusun, serta bukti pelaksanaan READ di lokasi lain tersebut. Selanjutnya,
pemerintah akan melakukan penyusunan strategi scaling up lebih lanjut, baik
untuk masa transisi maupun untuk jangka panjang pelembagaan READ dalam
program pemerintah.
3. REKOMPAK (REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI MASYARAKAT DAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS)
REKOMPAK atau CSSRP (Community-Based Settlements Rehabilitation and
Reconstruction Project) adalah model rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman
dan perumahan pascabencana yang berbasis masyarakat dan berorientasi
pada pendekatan Pengurangan Resiko Bencana (PRB).
Pendekatan REKOMPAK pertama kali diperkenalkan 2005 sebagai respon
dari terjadinya bencana tsunami Aceh 2004 yang membutuhkan rekonstruksi
permukiman masyarakat.
Selanjutnya, pendekatan REKOMPAK digunakan kembali pada beberapa lokasi
pascabencana, yaitu di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, bencana tsunami
dan gempa bumi 2006 serta Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah erupsi
Gunung Merapi 2010.
REKOMPAK dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan
pendanaan hibah dan keahlian dari berbagai mitra pembangunan internasional.
Pelaksana REKOMPAK adalah Kementerian Pekerjaan Umum, yang bekerjasama
dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pemerintah
daerah setempat dan pelaku pembangunan terkait lainnya.
Mitra utama pemerintah dalam pelaksanaan REKOMPAK adalah Bank Dunia
yang kemudian juga memperkenalkan pendekatan ini ke wilayah pascabencana
di negara lain.
Berbeda dari proyek-proyek PHLN lainnya yang bertujuan untuk men-
dukung sektor pembangunan prioritas tertentu, REKOMPAK memerlu-
kan pemicu dalam pelaksanaannya yaitu jika terjadi bencana yang mem-
butuhkan rehabilitasi/rekonstruksi permukiman dan perumahan.
Karakter kebencanaan tersebut juga mensyaratkan kecepatan dalam pelaksanaan
kegiatannya, dan kondisi demikian yang kemudian menjadi keunikan lain dari
REKOMPAK yaitu pemanfaatan fasilitator PNPM yang telah ada di lapangan
untuk menjembatani proses pemberdayaan masyarakat di awal pelaksanaan
REKOMPAK.
Apa itu REKOMPAK?
Penerima manfaat REKOMPAK
Pelaksana REKOMPAK
Mitra Utama
30 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Seperti yang telah disebutkan pada bagian pembahasan PNPM, pendekatan
REKOMPAK mengadopsi dan memanfaatkan mekanisme pemberdayaan
masyarakat dari PNPM (atau disebut UPP dan KDP pada saat REKOMPAK
pertama kali diperkenalkan di Aceh).
Dilaksanakan sejak 2005, REKOMPAK tidak lagi dapat dinilai sebagai satu
intervensi proyek, namun merupakan model inovatif yang terus menerus
diperkuat dan dikembangkan. Pada saat ini, telah menjadi suatu model/
pendekatan yang diakui efektif oleh pemerintah untuk rehabilitasi dan
rekonstruksi permukiman pascabencana.
tahap
perencanaa
n penataan
permukiman
tahap
perencanaa
n penataan
permukiman
pelaksanaa
n
pembanguna
n
tahap
pemetaa
n
swadaya
Gambar 4. Siklus REKOMPAK Sumber: Buku Pendampingan Yang Mencerahkan, 2013
REKOMPAK terdiri dari dua komponen kegiatan.
Keberhasilan
pelaksanaan
REKOMPAK sangat
bertumpu pada
masyarakat itu
sendiri dan fasilitator
pendamping
masyarakat di
lapangan.
(i) Bantuan teknis dan pendampingan masyarakat, melalui penugasan tim
fasilitator untuk melakukan sosialisasi dan mendampingi masyarakat
dalam menyusun rencana penataan permukiman masyarakat CSP
(Community Settlement Plan), pelaksanaan konstruksi, dan pelaporan
(ii) Bantuan dana, yang terdiri dari BDR (Bantuan Dana Rumah) dan BDL
(Bantuan Dana Lingkungan). Bantuan dana yang langsung diberikan ke
masyarakat untuk melakukan pembangunan perumahan dan infrastruktur
pendukungnya.
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. di atas, siklus REKOMPAK
menekankan proses pembangunan di level masyarakat dan juga memiliki
standar pelaksanaan yang mendukung transparansi dan efektifitas dalam
penyaluran dananya.
31 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Hasil dan Keunggulan REKOMPAK
Meskipun terpisah secara administrasi dan manajemen keproyekan, REKOMPAK
dapat dipandang sebagai satu proyek dengan cakupan lokasi yang berbeda.
Dalam jangka waktu pelaksanaan sepuluh tahun sejak pendekatan REKOMPAK
diperkenalkan, evaluasi dan pengembangan REKOMPAK dilakukan secara
terus menerus, sehingga menghasilkan proyek REKOMPAK di wilayah
pascabencana erupsi Merapi yang dinilai paling mewakili penyempurnaan
pendekatan REKOMPAK. Pada saat ini menjadi laboratorium hidup internasional
karena keberhasilan praktik relokasi dan rekonstruksi permukiman
masyarakatnya yang berskala besar.
Berdasarkan Project Completion Report REKOMPAK untuk MDF-AN (Multi Donor
Fund-Aceh Nias), JRF (Java Reconstruction Fund) dan PSF (PNPM Support Facility),
REKOMPAK memiliki kinerja yang baik ditunjukkan dengan capaian outcome dan
output proyek yang sebagian besar telah tercapai.
Selain capaian yang berbentuk pembangunan fisik, proyek ini juga telah
berkontribusi terhadap penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah, serta
memberikan banyak pembelajaran dan masukan untuk kebijakan pemulihan
pascabencana di Indonesia.
Pelaksanaan REKOMPAK juga telah diakui sebagai praktik rehabilitasi dan
rekonstruksi permukiman yang tercepat dan efektif jika dibandingkan
praktik di negara lain, serta telah dikenal luas di dunia pembangunan
internasional.
Hingga 2014,
pendekatan REKOMPAK
dengan dukungan
dana hibah mitra
pembangunan
internasional telah
dilaksanakan pada
tiga wilayah terdampak
pascabencana (Tabel 3.).
Ketiganya dilaksanakan
melalui kerjasama
antara Kementerian
Pekerjaan Umum
dan Bank Dunia, namun
mendapatkan
dukungan sumber
pendanaan yang
berbeda dari berbagai
negara sahabat
Tabel 3. Daftar Proyek PHLN dengan Pendekatan REKOMPAK
Kejadian Bencana
Sumber Dana
Total Dana
Hibah
Waktu Pelaksanaan
Keluaran
Tsunami Aceh dan Sumatera Utara, 2004.
MDF-AN (Multi Donor
Fund Aceh-Nias).
USD 85 juta 2005 – 2010 Pembangunan 8.000 rumah, rehabilitasi 7.000 rumah, 180 unit infrastruktur desa, 126
CSP
Gempa Bumi DIY dan Jawa Tengah, 2006 Tsunami Jawa Barat,
2006.
JRF (Java Reconstruction Fund).
USD 71,6 juta 2007 – 2012 Pembangunan 15.153 unit rumah, 265 unit infrastruktur desa, 265 CSP.
Erupsi Gunung Merapi, DIY dan Jawa Tengah, 2010
JRF, PSF (PNPM Support Facility), IDF (Indonesia Disaster Fund)
USD 16,5 juta 2011 – 2015 Pembangunan 2.516 rumah, 1.363 infrastruktur, 106
CSP.
Sumber: Diolah dari www.worldbank.org dan laporan evaluasi REKOMPAK
Pelaksanaan REKOMPAK selama ini telah menghasilkan banyak dokumentasi
berbentuk laporan, pembelajaran dan kisah sukses serta evaluasi pelaksanaan,
yang disusun baik oleh pemerintah maupun mitra pembangunan.
32 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Berdasarkan hasil dan evaluasi pelaksanaan REKOMPAK tersebut, diidentifikasi
keunggulan pendekatan proyek, sebagai berikut:
Pendekatan yang menempatkan masyarakat sebagai inti program, meng-
hasilkan tingkat kepemilikan dan kepuasan yang tinggi dari masyarakat
penerima manfaat.
Dalam konteks kebencanaan, REKOMPAK juga menjadi sarana pemulihan
mental masyarakat yang seringkali masih trauma dengan kejadian bencana
yang dialami.
REKOMPAK memiliki standar dan pedoman pelaksanaan yang jelas un-
tuk memastikan kesamaan hak dan kewajiban seluruh anggota masyarakat.
Selain itu, juga memastikan transparansi dan akuntabilitas yang turut dijaga
bersama-sama oleh masyarakat.
Pembangunan yang dilakukan REKOMPAK, dilaksanakan sendiri oleh mas-
yarakat dan terbukti lebih murah secara biaya dan berkualitas, jika dibanding-
kan dengan pelaksanaan oleh pihak ketiga.
Dengan pengalaman pelaksanaan di berbagai lokasi pascabencana,
model REKOMPAK memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan tipe ben-
cana serta kondisi masyarakat dan pemerintah daerah setempat.
Pendekatan PRB dalam penyusunan Rencana Penataan Permukiman dan
pembangunan rumah, turut meningkatkan kapasitas masyarakat dan peme-
rintah daerah untuk menjadi lebih tanggap terhadap kejadian bencana di
masa mendatang.
Keterlibatan seluruh stakeholders yang proporsional, memberikan ruang
untuk peranan pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan mitra
pembangunan.
Berbeda dengan
scaling up READ yang
masih rencana, scaling
up REKOMPAK telah
dilaksanakan.
Melalui penggunaan
model REKOMPAK untuk
dilaksanakan di wilayah
pascabencana lain.
Scaling up REKOMPAK
Scaling up didasarkan pada capaian dan evaluasi REKOMPAK yang
menunjukkan keunggulan model/pendekatan tersebut, serta fakta bahwa
pemerintah belum memiliki standar atau panduan yang memadai mengenai
rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Perluasan yang dilakukan tidak hanya bersifat kuantitatif melalui penambahan
lokasi dan jumlah penerima manfaat, tetapi juga kualitatif melalui adopsi
model untuk diimplementasikan sesuai karakteristik bencana dan
masyarakat, serta kelembagaan pemerintah daerah setempat.
Perluasan dilakukan diantaranya dengan menggunakan dana hibah maupun
dana pemerintah, serta diinisiasi baik oleh Kementerian Pekerjaan Umum
sebagai executing agency yang memperkenalkan model REKOMPAK, dan
lembaga pemerintah lainnya.
33 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Berikut adalah identifikasi praktik scaling up yang telah dilakukan untuk
pendekatan REKOMPAK:
Replikasi REKOMPAK oleh Kemen
terian Pekerjaan Umum dengan
didukung Bank Dunia. Keduanya
merupakan aktor pelaksana utama
yang mengembangkan pendeka
tan REKOMPAK sejak awal model
tersebut diperkenalkan di Aceh.
Replikasi dilaksanakan untuk
wilayah pascabencana gempa bumi
di Jawa Tengah dan Jawa Barat
dan selanjutnya untuk wilayah
pascabencana erupsi Gunung
Merapi.
Replikasi REKOMPAK oleh
pemerintah daerah.
Replikasi REKOMPAK oleh
Kementerian Pekerjaan Umum
Replikasi REKOMPAK oleh BNPB
Replikasi di Jawa didanai dengan dana hibah
yang digunakan untuk rehabilitasi/rekonstruk
si sebagian kecil perumahan masyarakat ter
dampak sebagai proyek percontohan. Untuk
selanjutnya diperluas cakupannya dengan
menggunakan dana pemerintah namun de
ngan proses fasilitasi yang dipersingkat.
Melalui REKOMPAK/ pemerintah telah berhasil
membangun 200.000 rumah/ 15.000 diantara
.. . . nya berasal dari dana hibah. Pembangunan di
wilayah pascabencana gempa bumi di Jawa ha
nya dalam waktu kurang dari dua tahun.
Sementara itu/ replikasi REKOMPAK untuk
erupsi Gunung Merapijuga menggunakan dana
hibah sebagai proyek percontohan. Setelah itu/
diperluas cakupannya dengan menggunakan
dana pemerintah namun dengan proses yang
sama dengan REKOMPAK yang didanai hibah.
Beberapa pemerintah daerah Aceh telah
melakukan replikasi skema REKOMPAK untuk
rehabilitasi/rekonstruksi dengan menggunakan
APBD di 50 desa yang telah memiliki Rencana
Penataan Permukiman.
Pada wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat/
pemerintah daerah melakukan replikasi dengan
dana APBD untuk penyusunan Rencana
Penataan Permukiman yang merupakan
komponen kegiatan REKOMPAK.
untuk wilayah pascabencana gempa bumi di
Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan
dana pemerintah.
untuk wilayah pascabencana gempa bumi
di Aceh Tengah dengan menggunakan dana
.... .pemerintah/ namun dengan proses fasilitasi
yang dipersingkat.
Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Scaling up REKOMPAK di atas dilakukan dalam berbagai bentuk, baik
melalui replikasi seluruh kegiatan model secara utuh, adopsi pendekatan,
atau adopsi sebagian komponen kegiatan.
Bentuk yang berbeda-beda tersebut memberikan hasil yang beragam dan
dapat menjadi masukan untuk pelembagaan model REKOMPAK lebih lanjut,
serta sebagai pembelajaran pelaksanaan scaling up proyek PHLN secara
umum.
2005 REKOMPAK Aceh (MDF,APBN PU)
Rekonstruksi, Penerbitan Sertifikat lahan
• 2009,Replikasi oleh Pemda Aceh di 50 desa yang telah memiliki CSP
• 2009,Replikasi oleh PU untuk gempa Bumi Sumbar
2010 REKOMPAK pasca erupsi Merapi di
DIY & Jawa Tengah (PSF,IDF,APBN
PU dan BNPB,APBD) Rehabilitasi, Relokasi
dan Rekonstruksi
Integrasi kegiatan
livelihood di
kawasan relokasi
(bermitra dengan
UN Agency)
UPP dan KDP
menjembatani
inisiasi pendekatan
REKOMPAK
2007-2008
REKOMPAK pasca tsunami
dan gempa bumi di DIY
& Jawa Barat (JRF,APBN
PU,APBD) Rehabilitasi,
Rekonstruksi
Pengembangan proyek
pilot dengan berbagai
tema penguatan,
termasuk relokasi yang
menjadi masukan
REKOMPAK Merapi
Replikasi oleh BNPB
pascabencana
gempa bumi Aceh
Tengah (2013),
dengan pr oses yang
dipersingkat
Gambar 5. Scaling up REKOMPAK (diolah dari berbagai sumber)
Faktor Pendorong Scaling up REKOMPAK
Berdasarkan keunggulan REKOMPAK dan pengalaman pelaksanaan
perluasannya, faktor utama yang mendorong scaling up REKOMPAK
adalah pendekatannya yang inovatif dan efektif dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dengan tetap memperhatikan kecepatan
proses yang sangat diperlukan dalam pemulihan wilayah pascabencana.
Pendekatan ini menjadi semakin unggul, ketika pemerintah sendiri belum
memiliki kebijakan eksisting mengenai pemulihan pascabencana.
Kejadian bencana yang pada saat itu terjadi terus-menerus dalam waktu
berdekatan di berbagai wilayah di Indonesia, membutuhkan solusi yang
cepat dan telah teruji untuk dapat segera dilaksanakan bagi masyarakat yang
terdampak.
Urgensi pemulihan pascabencana tersebut merupakan karakter khusus
proyek yang terjadi pada REKOMPAK dan turut mendorong pelaksanaan
scaling up.
Faktor urgensi ini membutuhkan keputusan yang cepat dari pemerintah
dalam menentukan kebijakan dan program pemulihan wilayah terdampak
35 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
pascabencana, serta mendorong kerjasama yang kuat antara Kementerian/
Lembaga, pemerintah daerah dan mitra pembangunan.
Karakter khusus proyek tersebut juga memastikan ketersediaan pendanaan
untuk scaling up, berbentuk hibah dari negara/lembaga mitra pembangunan
dan dana khusus dari pemerintah untuk penanganan pascabencana.
Faktor lainnya yang tidak kalah penting, adalah aktor pelaksana scaling up, yaitu
keterlibatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Bank Dunia sebagai aktor
utama yang sejak awal mengawal pelaksanaan REKOMPAK. Keduanya berperan
dalam mempromosikan pendekatan REKOMPAK untuk digunakan di lokasi
lain, dengan dukungan manajemen dan kepemimpinan lembaga yang handal.
Pembelajaran dari Scaling up REKOMPAK
Perluasan REKOMPAK selama ini dilaksanakan dengan inisiatif dari pemerintah
dan mitra pembangunan, tanpa suatu upaya scaling up yang sistematis. Upaya
perluasan merupakan bagian dari pelaksanaan proyek yang terpisah-pisah
sesuai kebutuhan dan kebijakan dari penanganan pascabencana di masing-
masing lokasi.
Meskipun perluasannya telah banyak diinisiasi oleh berbagai pihak, replikasi
REKOMPAK yang menggunakan dana hibah dan dilaksanakan oleh aktor yang
sama merupakan praktik scaling up yang memiliki keunggulan lebih dalam
pelaksanaan perluasannya.
Hal ini dikarenakan pelaksanaan replikasi dilakukan dengan evaluasi dan
pengembangan yang dilakukan terus menerus, sehingga menghasilkan
model REKOMPAK yang lebih baik, memiliki panduan mekanisme yang
jelas, serta fleksibel sesuai kebutuhan dan konteks lokal.
Kementerian Pekerjaan Umum sebagai pelaksana pendekatan REKOMPAK sejak
awal, memiliki pemahaman yang lebih utuh terhadap pendekatan tersebut
dan dapat melakukan penyesuaian yang dibutuhkan tanpa menghilangkan inti
program.
Dukungan pendanaan hibah untuk replikasi juga mempermudah
pelaksanaan REKOMPAK di lokasi lain, karena tidak membutuhkan
penyesuaian dengan mekanisme pemerintah.
Sementara itu, replikasi REKOMPAK yang menggunakan dana pemerintah
dan dieksekusi oleh Kementerian/Lembaga lain memerlukan penyesuaian
mekanisme dan beresiko menghilangkan komponen program yang krusial
dalam keberhasilan REKOMPAK.
Misalnya adalah pengurangan proses fasilitasi pada REKOMPAK yang
dilaksanakan dengan menggunakan dana pemerintah dapat berakibat pada
gagalnya proses pemberdayaan dan fasilitasi masyarakat.
Hanya saja, saat ini dokumen evaluasi pelaksanaan scaling up REKOMPAK
hanya tersedia untuk praktik- praktik yang mendapatkan pendanaan hibah.
36 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Di masa mendatang, evaluasi yang mendetail mengenai scaling up yang
diinisasi oleh berbagai pihak untuk REKOMPAK, akan sangat dibutuhkan
sebagai masukan pelembagaan REKOMPAK dalam sistem dan program
pemerintah.
Pembelajaran utama yang dapat ditarik dari proses scaling up REKOMPAK
yang dilakukan oleh pemerintah dan mitra pembangunan adalah.
Pelaksanaan replikasi tidak
semata-mata melakukan
duplikasi proyek dari satu
lokasi ke lokasi yang lain,
namun melalui proses
penyesuaian, evaluasi dan
penguatan yang terus-
menerus.
Hal inilah yang kemudian
memungkinkan REKOMPAK
untuk berkembang menjadi
model yang fleksibel dan
dapat dilaksanakan di lokasi
lain.
Berikut ini adalah beberapa penyesuaian dan pengembangan yang dilakukan
pada replikasi REKOMPAK:
Penyesuaian kegiatan dengan tipe bencana.
REKOMPAK di Aceh yang sebagian lahan masyarakatnya tersapu
gelombang tsunami dan membutuhkan registrasi ulang lahan. Hal ini tentu
berbeda dengan REKOMPAK di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang lebih banyak
membutuhkan rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman yang rusak karena
gempa bumi.
Pelaksanaan REKOMPAK juga berbeda pada lokasi pascabencana Gunung
Merapi yang merupakan bencana alam yang berpotensi berulang di masa
mendatang. REKOMPAK di lokasi ini melakukan kegiatan relokasi dan
pengadaan lahan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana.
Penyesuaian dengan kondisi dan kapasitas pemerintah daerah.
Bencana gempa bumi dan tsunami Aceh mengakibatkan kerugian besar dan
ditetapkan sebagai bencana nasional. Pemerintah Daerah Aceh pada saat itu
juga terdampak dan tidak dapat berfungsi, sehingga pelaksanaan REKOMPAK
dipimpin oleh pemerintah pusat dengan bantuan dana dan keahlian dari mitra
pembangunan dan mitra internasional.
Sementara itu, bencana yang terjadi di Jawa terlokalisir dan tidak
mempengaruhi jalannya pemerintahan di daerah. REKOMPAK di Jawa
dengan demikian dilaksanakan dengan keterlibatan yang kuat dari pemerintah
daerah.
Pengembangan model REKOMPAK dilakukan terus menerus.
Pada saat memperkenalkan pendekatan REKOMPAK di Jawa, pemerintah
pusat melakukan simplifikasi prosedur serta menambahkan aspek fleksibilitas
dalam pembangunan perumahan dan permukiman masyarakat.
37 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Bantuan Dana Rumah (BDR) pada REKOMPAK di Jawa, diberikan hanya untuk
konstruksi bangunan rumah utama, sementara dekorasi dan pembangunan
lebih lanjut diserahkan kepada masyarakat. Hal ini untuk meningkatkan rasa
kepemilikan dari masyarakat dan memberikan kesempatan bagi masyarakat
untuk memiliki rumah sesuai keinginannya.
Contoh lain dari pengembangan model adalah pada REKOMPAK di Jawa Tengah,
yang banyak menginisiasi proyek percontohan yang berasal dari aspirasi
masyarakat dan pemerintah daerah. Misalnya untuk rehabilitasi bangunan yang
merupakan warisan budaya, penguatan pelayanan publik pemerintahan desa,
serta relokasi wilayah yang beresiko longsor.
Mengambil pengalaman dari pelaksanaan REKOMPAK di dua lokasi sebelumnya,
REKOMPAK untuk wilayah pascabencana erupsi Gunung Merapi juga terus
melakukan penyempurnaan.
Pada lokasi relokasi masyarakat, pemerintah mengintegrasikan kegiatan
REKOMPAK dengan kegiatan pemenuhan mata pencaharian agar masyarakat
tidak kembali ke lokasi yang rawan bencana. Proyek ini juga menunjukkan
penguatan kerjasama antara berbagai pelaku pembangunan termasuk pihak
swasta dan akademisi.
Pendekatan REKOMPAK di awal pengenalannya dapat mencapai keberhasilan,
karena pemerintah dan Bank Dunia pada saat itu telah memiliki contoh praktik
pendekatan berbasis masyarakat yang dilaksanakan melalui UPP dan KDP di
Aceh sebelum terjadinya bencana tsunami.
Mekanisme yang telah berjalan tersebut, juga memberikan kemudahan dan
kecepatan proses pelaksanaan REKOMPAK di awal dan perluasan yang dilakukan
selanjutnya. Pembelajaran lainnya dari scaling up REKOMPAK, adalah adanya
peran dari mitra pembangunan internasional sebagai katalis pelaksanaan
pemulihan pascabencana di Indonesia.
Mitra pembangunan memberikan dukungan berbentuk pendanaan dan
keahlian, serta mempercepat pelaksanaan pemulihan pascabencana di Indonesia
yang pada saat itu belum memiliki regulasi dan pedoman yang lengkap untuk
penanggulangan bencana.
Tindak Lanjut Scaling up REKOMPAK
Pemerintah dan mitra pembangunan saat ini telah menyepakati bahwa REKOMPAK
merupakan salah satu model yang efektif dalam rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana. REKOMPAK juga telah terbukti menjadi pendekatan yang
cukup fleksibel untuk diperluas di lokasi lain.
Untuk itu, pemerintah saat ini tengah mengupayakan agar model REKOMPAK
dapat dilembagakan sebagai salah satu program pemerintah untuk digunakan
bagi pemulihan pascabencana di wilayah lain di Indonesia.
Upaya perluasan yang
dilakukan di REKOMPAK
menjadi bukti nyata bahwa
scaling up dapat muncul
dalam berbagai bentuk
dan memiliki banyak
dimensi yang terus
menerus berkembang.
Selai itu juga dapat berasal
dari inovasi yang telah
terjadi pada intervensi
pembangunan lainnya.
38 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Melalui adopsi dan pelembagaan REKOMPAK dalam sistem pemerintah, ke
depannya pelaksanaan REKOMPAK di lokasi lain tidak perlu dilaksanakan
melalui bentuk proyek dengan manajemen dan mekanisme yang berbeda-
beda, namun menggunakan sepenuhnya mekanisme pemerintah dan
dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah terkait.
Upaya scaling up ini saat ini sedang dikembangkan sebagai bagian dari strategi
keberlanjutan proyek REKOMPAK untuk pemulihan pascabencana erupsi
Gunung Merapi, yang bertujuan agar pelaksanaan REKOMPAK dapat
berlanjut tidak hanya di lokasi proyek tetapi juga untuk diterapkan di lokasi
pascabencana lainnya di Indonesia.
Dengan dukungan pendanaan hibah Bank Dunia, Kementerian Pekerjaan
Umum akan bekerjasama dengan akademisi untuk melakukan evaluasi yang
menyeluruh atas pelaksanaan REKOMPAK dan mempersiapkan ruang yang
dibutuhkan untuk pelembagaannya dalam sistem pemerintah. Selain itu,
pelembagaan ini juga akan diisi dengan pelaksanaan pendekatan REKOMPAK
di lokasi baru, yaitu wilayah pascabencana Erupsi Gunung Sinabung, sebagai
masa transisi untuk proyek percontohan rehabilitasi/rekonstruksi perumahan
dan permukiman di lokasi tersebut.
Perubahan Kelembagaan
Rencana Ke depan
Memahami tantangan dalam pelaksanaan perluasan REKOMPAK yang
dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah, pelembagaan REKOMPAK akan
membutuhkan beberapa penyesuaian ruang, salah satunya yang utama
adalah perubahan kelembagaan.
Selama ini, REKOMPAK dilaksanakan melalui Satker (satuan kerja) Kementerian
Pekerjaan Umum yang dibentuk dengan mengacu pada grant agreement JRF
dan PSF. Namun demikian, satker tersebut dibentuk sebagai pengelola proyek
hibah dan hanya ditugaskan untuk lokasi Jawa.
Padahal, saat ini telah terdapat banyak permintaan baik dari pemerintah pusat
dan daerah untuk pelaksanaan pendekatan REKOMPAK di lokasi terdampak
pascabencana lainnya yang terjadi di luar Pulau Jawa.
Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini pemerintah sedang mengupayakan
pembentukan organisasi pengelola REKOMPAK sebagai bagian dari
kelembagaan Kementerian Pekerjaan Umum. Selain ruang kelembagaan, juga
dibutuhkan ruang kebijakan dan politik untuk menyepakati pelembagaan
model REKOMPAK dalam program pemerintah untuk penanganan
pascabencana.
Ke depannya, REKOMPAK akan membutuhkan penyusunan strategi scaling
up agar pelaksanaan perluasan dapat dilakukan dengan lebih sistematis.
Peran Bappenas sebagai salah satu regulator PHLN yang mendorong upaya
scaling up PHLN akan sangat diperlukan dalam memfasilitasi pelembagaan
REKOMPAK yang mencakup lintas Kementerian/Lembaga.
39 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
B. Pemetaan Proses Scaling up Proyek PHLN
Berdasarkan contoh praktik-praktik scaling up di atas, dilakukan pemetaan
dari proses scaling up proyek PHLN yang telah dilakukan di Indonesia.
Tabel 4. Pemetaan Proses Scaling up Contoh Proyek PHLN
Point READ REKOMPAK
Hasil
Evaluasi
• Evaluasi hasil dan dampak dari ke- seluruhan pelaksanaan proyek se- dang dilakukan.
• Setelah MTR, proyek dinilai memuas- kan dan hasil evaluasi READ pada pertengahan 2014 menunjukkan bahwa pendekatan READ telah ses- uai dengan kebutuhan masyarakat dan berkontribusi pada peningkatan produksi pertanian.
• -Desain proyek dinilai komprehensif dan membangun kemitraan lintas sektoral.
• Capaian indikator output dan out- come proyek sebagian besar telah ter- capai.
• Tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi terhadap hunian yang diba- ngun REKOMPAK.
• Model REKOMPAK dinilai efektif dan merupakan salah satu model rehabili- tasi/rekonstruksi tercepat di dunia.
Bentuk
Scaling up
• Rencana replikasi READ di Provin- si NTT dan Kalimantan Barat oleh pemerintah pusat, dengan menggu- nakan APBN.
• Rencana replikasi READ di kabupa- ten eksisting oleh pemerintah dae- rah, dengan menggunakan APBD.
• Rencana pelembagaan READ se- bagai model nasional untuk ke- giatan berbasis pemberdayaan mas- yarakat di Kementan.
• Replikasi pendekatan utuh REKOMPAK oleh Kementerian Pekerjaan Umum bekerjasama dengan Bank Dunia di lo- kasi pascabencana lain (menggunakan dana hibah).
• Replikasi komponen kegiatan REKOM- PAK oleh pemerintah daerah, dengan menggunakan APBD.
• Ekspansi dan replikasi REKOMPAK oleh pemerintah pusat di lokasi pas- cabencana lain, dengan menggu- nakan APBN.
• Rencana pelembagaan model RE- KOMPAK dalam program dan sis- tem pemerintah, sebagai salah satu model untuk pemulihan pascaben- cana di Indonesia.
Produk yang
diperluas
• Program utuh READ yang dinilai sebagai model komprehensif untuk pengembangan kegiatan pertanian yang berbasis pemberdayaan ma- syarakat.
Alternatif program lain: program per- tanian yang terpisah-pisah, tidak satu paket seperti READ yang menyediakan benih, alat, pelatihan, dan pendamp- ingan. Atau program pemberdayaan masyarakat yang tidak memiliki pendekatan pertanian.
• Pendekatan utuh REKOMPAK sebagai model rehabilitasi/rekonstruksi pas- cabencana berbasis masyarakat den- gan basis PRB (Pengurangan Resiko Bencana).
Alternatif program lain: rehabilitasi/re- konstruksi oleh pihak ketiga, beresiko terhadap ketidakpuasan masyarakat untuk menempati hunian. Pendekatan PRB harus diperkenalkan terpisah.
• Komponen kegiatan REKOMPAK.
40 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Point READ REKOMPAK
Tujuan
Scaling up
• Memanfaatkan model yang tel- ah dibangun dan dinilai baik serta memiliki kelebihan dibandingkan dengan pendekatan yang lain, agar mencakup penerima manfaat yang lebih luas.
• Tujuan jangka panjang: READ sebagai program berbasis.
• pemberdayaan masyarakat di sektor pertanian di Indonesia.
• Memanfaatkan model pemulihan pascabencana yang telah dibangun dan telah teruji pelaksanaannya, un- tuk digunakan di lokasi terdampak pascabencana lain.
• Tujuan jangka panjang: REKOMPAK sebagai model rehabilitasi/rekon- struksi permukiman dan perumahan pascabencana di Indonesia.
Faktor-faktor
Utama yang
menentukan
Scaling up
• Pendekatan READ dinilai inovatif dan lebih baik dibandingkan alter- natifnya.
• Adanya standar dan mekanisme yang jelas dalam pelaksanaan READ.
• Dukungan yang kuat dari pimpinan BPPSDMP Kementan Kerjasama yang kuat pada manajemen proyek di pusat dan daerah (Kementan dan Dinas Pertanian).
• Mandat dari IFAD yang men- dorong penyusunan strategi keber- lanjutan dan scaling up. Pada setiap misi supervisi, IFAD melakukan pe- nilaian terhadap aspek keberlanjutan tersebut.
• Pendekatan REKOMPAK dinilai in- ovatif dan lebih baik dibandingkan alternatifnya. Pada awal pengenalan pendekatan REKOMPAK, pemerin- tah belum memiliki kebijakan yang memadai mengenai pemulihan pas- cabencana.
• Faktor urgensi penanganan pas- cabencana yang memungkinkan ker- jasama lintas Kementerian/Lembaga, ketersediaan pendanaan, dan komit- men politik dari pemerintah.
• Adanya standar dan mekanisme yang jelas dalam pelaksanaan RE- KOMPAK.
• Manajemen REKOMPAK yang baik, dan dukungan dari pejabat Kemen- terian PU dan pemerintah daerah.
• Dukungan Bank Dunia sebagai kata- lis dalam mempercepat pelaksanaan REKOMPAK, mendorong model RE- KOMPAK untuk dilaksanakan di lokasi lain, dan selanjutnya mendorong RE- KOMPAK untuk menjadi model reha- bilitasi/rekonstruksi pascabencana di skala nasional maupun di negara lain.
Proses
Scaling up
• Penyusunan strategi keberlanjutan awalnya dimandatkan oleh IFAD, untuk memastikan keberlanjutan setelah proyek berakhir.
• Scaling up READ direncanakan de- ngan penyusunan strategi replikasi sebagai bagian dari strategi keber- lanjutan READ. Strategi keberlan- jutan disusun di akhir pelaksanaan proyek, oleh pemerintah pusat dan daerah.
• Replikasi REKOMPAK dari satu lokasi pascabencana ke lokasi lainnya, dilak- sanakan dalam bentuk proyek dan didorong oleh kerjasama pemerintah dengan mitra pembangunan
• REKOMPAK tidak secara spesifik menyusun strategi scaling up sebagai suatu model atau program, replikasi dilakukan dengan penyusunan desain proyek di masing-masing lokasi
41 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Point READ REKOMPAK
• Sebagai masa transisi, pemerin- tah merencanakan strategi jangka pendek replikasi READ di lokasi baru, dengan tetap menggunakan dukungan IFAD berbentuk penyusu- nan MoU atau grant agreement.
• Meskipun telah ada wacana untuk melembagakan REKOMPAK di Kemen- terian Pekerjaan Umum, saat ini belum ada upaya sistematis untuk pelem- bagaan tersebut.
• Pemerintah berencana mereplikasi REKOMPAK di lokasi baru lagi den- gan dukungan hibah Bank Dunia, sambil mengupayakan pelembagaan REKOMPAK dalam sistem dan pro- gram pemerintah
Stakeholder
kunci
• BPPSDMP Kementerian Pertanian menjadi penggerak scaling up.
• IFAD sebagai katalis eksternal da- lam mendukung pendanaan dan pengembangan model yang ino- vatif dengan pemantauan/evaluasi proyek yang kuat. IFAD men- dukung scaling up READ dari sisi kelembagaan.
• Bappenas dan Kementerian Keuan- gan untuk mendorong upaya sca ling up yang lebih sistematis dan menyediakan ruang gerak bagi ter- laksananya scaling up READ untuk tujuan jangka panjang.
• Bank Dunia sebagai katalis eksternal dalam mendukung pendanaan dan pengembangan model yang inovatif dengan pemantauan/evaluasi proyek yang kuat. Bank Dunia mendukung scaling up REKOMPAK dari sisi pen- danaan dan kelembagaan
• Kementerian PU sebagai peng- gerak utama scaling up, dan men- dorong ruang kelembagaan agar REKOMPAK dapat diperluas untuk jangka panjang
• Bappenas dan Kementerian Keua- ngan untuk mendorong upaya scaling up yang lebih sistematis dan menye- diakan ruang gerak bagi terlaksana nya scaling up REKOMPAK untuk tu- juan jangka panjang
Pembelajaran
dan Kendala
• Upaya scaling up READ dijalankan dengan cukup sistematis melalui penyusunan strategi replikasi se- bagai bagian dari keberlanjutan.
• Telah diidentifikasi kendala utama dalam replikasi, yaitu mengimple- mentasikan program yang semula didanai pinjaman, menjadi program dengan pendanaan dan ketentuan pemerintah.
• REKOMPAK sebagai suatu pendeka- tan telah melewati jangka waktu dan proses yang cukup panjang. Pada seti- ap implementasi pendekatan REKOM- PAK, terdapat evaluasi dan pengua- tan model yang terus menerus
• Saat ini belum dilakukan pelem- bagaan REKOMPAK, karena belum adanya upaya yang sistematis untuk hal tersebut dan masih diperlukan berbagai penyesuaian
42 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Pemerintah selama ini
melakukan upaya scaling
up sebagai upaya terpisah
yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan inisiatif
untuk memperluas
pendekatan terbaik yang
didapatkan dari proyek-
proyek PHLN. Hal ini agar
dapat menjangkau penerima
manfaat dan lokasi yang
lebih luas.
Akibatnya, keberhasilan
scaling up yang dilakukan
sangat bergantung
pada komitmen dan
kepemimpinan Kementerian/
Lembaga pelaksana proyek
yang bersangkutan.
Visi Jangka Panjang
C. Kesimpulan Scaling up Contoh Proyek PHLN
Faktor utama yang mendorong pelaksanaan scaling up contoh-contoh proyek
PHLN di atas, diantaranya.
� Pendekatan proyek yang dinilai unggul dan inovatif jika dibandingkan
dengan program lain.
� Adanya standar dan mekanisme yang jelas dalam pelaksanaan proyek.
� Komitmen dari aktor pelaksana scaling up yang kuat.
Mitra pembangunan dalam hal ini berperan sebagai katalis untuk
mendorong pelaksanaan scaling up, baik melalui dukungan pendanaan,
dukungan komitmen kelembagaan, maupun ketentuan yang mensyaratkan
adanya praktik scaling up sebagai bagian exit strategy seperti yang dilakukan
oleh IFAD. Mitra pembangunan juga berperan dalam memastikan
akuntabilitas proyek melalui dukungan pemantauan dan evaluasi yang
kuat dan dilaksanakan secara reguler.
Faktor-faktor pendorong tersebut tidak hanya bersumber dari evaluasi
pelaksanaan proyek, namun juga dari rekomendasi aktor pelaksana yang
memiliki dukungan politik yang kuat secara kelembagaan.
Bentuk scaling up yang dilakukan pada contoh-contoh proyek di atas, adalah
penambahan cakupan penerima manfaat secara kuantitatif melalui ekspansi
dan replikasi proyek di lokasi lain.
Namun demikian, proyek PHLN memiliki kompleksitas dalam
pelaksanaannya yang membutuhkan penyesuaian kelembagaan dan
kebijakan yang berujung pada pelaksanaan perluasan secara kualitatif.
Misalnya, karakter contoh proyek yang berbasis pemberdayaan masyarakat
memerlukan penyesuaian konteks lokal dan kerjasama dengan masing-
masing pemerintah daerah yang bersangkutan.
Sementara itu, untuk kasus REKOMPAK, terdapat kondisi khusus yang
mensyaratkan pelaksanaan proyek, yaitu kejadian bencana yang membutuhkan
rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan/permukiman. Scaling up yang
dilakukan di REKOMPAK dengan demikian, tidak semata- mata menambah
jumlah penerima manfaat, tetapi menggunakan model/pendekatan inti dari
proyek pilot untuk diterapkan di lokasi lain sesuai dengan konteks bencana
dan sosial masyarakatnya.
Meskipun belum dikembangkan secara sistematis, saat ini READ dan REKOMPAK
telah memiliki visi jangka panjang untuk memanfaatkan pendekatan yang
telah dibangun di proyek PHLN tersebut pada skala nasional dan dengan
pendanaan dari pemerintah.
Tujuan pelembagaan model tersebut memang masih bersifat parsial dan
masih sangat bergantung pada individu/kelompok pelaksana sebagai
aktor penggerak. Namun, proses tersebut merupakan langkah positif bagi
pemerintah dalam mengembangkan upaya pelaksanaan scaling up yang lebih
sistematis.
43 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Hal ini juga tidak terlepas dari peran Bappenas dan Kementerian Keuangan
sebagai regulator proyek-proyek PHLN yang saat ini tengah mendorong
pelaksanaan scaling up sebagai salah satu upaya optimalisasi pemanfaatan
pendanaan luar negeri.
Tantangan yang dihadapi dalam rencana replikasi READ di lokasi lain
dengan dana pemerintah, dapat menjadi pembelajaran dalam menyikapi
upaya scaling up proyek-proyek PHLN.
Proyek PHLN yang selama ini tidak direncanakan untuk diperluas sejak
awal, berpotensi mengalami kesulitan penyesuaian antara mekanisme
mitra pembangunan dengan mekanisme pemerintah pada saat
dilakukan scaling up.
Tantangan yang sama juga terjadi pada upaya pelembagaan REKOMPAK
sebagai program pemerintah. Praktik scaling up REKOMPAK selama ini
mendapatkan dukungan yang terus menerus dari mitra pembangunan, sehingga
upaya pelembagaan memerlukan masa transisi untuk menyesuaikan pendekatan
REKOMPAK dengan mekanisme pemerintah.
Berdasarkan praktik-praktik scaling up proyek PHLN yang telah dilakukan di
Indonesia, dapat disimpulkan bahwa pemerintah memahami scaling up sebagai
upaya perluasan hasil-hasil terbaik proyek. Namun demikian, pemerintah
masih menganggap scaling up sebagai tujuan akhir dari pelaksanaan proyek,
dan bukan merupakan proses dalam mencapai tujuan jangka panjang yang
mensyaratkan komitmen dari organisasi pelaksananya.
Padahal, komitmen pelaksanaan scaling up akan menjadi salah satu
faktor penentu keberhasilan perluasan.
Keberhasilan pelaksanaan scaling up PNPM dan REKOMPAK misalnya,
memerlukan waktu yang panjang dalam pelaksanaannya dan komitmen yang
terus menerus baik secara kelembagaan maupun politik dari pemerintah dan
mitra pembangunan.
Sementara itu, upaya pelembagaan REKOMPAK dalam sistem dan
program pemerintah juga akan memerlukan waktu tersendiri yang akan sangat
bergantung pada komitmen dari pemerintah, tidak hanya Kementerian Pekerjaan
Umum sebagai pelaksana, tetapi juga dari Bappenas, Kementerian Keuangan
dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya.
Tanpa komitmen dan visi yang jelas dari pemerintah, scaling up yang
dilakukan pada proyek-proyek PHLN pada akhirnya dapat beresiko menjadi
satu dari sekian intervensi pembangunan yang sifatnya sporadis. Bahkan
tidak memberikan perubahan yang berarti bagi penguatan pembangunan
nasional.
Scaling up READ dan
REKOMPAK akan menjadi
salah satu contoh awal
yang dapat menjadi
masukan kebijakan
bagi upaya scaling up
pemerintah.
Kementerian/Lembaga
pelaksana kedua contoh
proyek tersebut saat ini
tengah mengupayakan
perumusan strategi dan
perubahan ruang yang
diperlukan agar model
yang telah dihasilkan
dapat dilembagakan
dan menjadi bagian dari
program nasional.
44 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Melalui pelaksanaan
scaling up, suatu model
atau pendekatan akan
terus berkembang dan
memerlukan tinjauan
ulang serta penyesuaian
yang terus menerus agar
mencapai hasil yang
maksimal.
Scaling up dapat
disebut ekspansi,
replikasi, adaptasi,
difusi atau istilah
lain yang definisinya
merujuk pada
perluasan suatu
keberhasilan proyek/
program yang telah
sukses dilaksanakan.
Dalam konteks PHLN,
scaling up dilakukan
sebagai salah satu upaya
optimalisasi pemanfaatan
pendanaan luar negeri
yang selama ini telah
menghasilkan berbagai
pembelajaran dan hasil-
hasil terbaik.
5. FRAMEWORK SCALING UP/REPLIKASI PHLN
Scaling up, sebagai salah satu tahapan dalam upaya pembangunan, bukan
merupakan proses yang linier dan dalam pelaksanaannya memiliki dimensi
dan kompleksitas yang tidak dapat diperkirakan sejak awal.
Scaling up dapat mengambil berbagai bentuk dan memiliki banyak pendekatan
yang tidak mungkin diatur dalam satu mekanisme yang kaku dan berlaku
untuk semua inisiatif.
Oleh karena itu, kerangka kerja awal mengenai scaling up ini dibangun tidak
untuk memberikan panduan, namun untuk membantu pemerintah dalam
mengidentifikasi langkah-langkah yang patut dipertimbangkan dalam
melakukan scaling up.
Studi ini akan memberikan gambaran awal bagi penyusunan kerangka kerja
scaling up, melalui indikator sebagai berikut.
� Identifikasi faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan langkah yang perlu
dilakukan dalam melaksanakan scaling up.
� Penguatan kebijakan yang diperlukan untuk mendorong scaling up.
� Tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh pemerintah agar kerangka kerja
scaling up dapat dibangun sebagai upaya sistematis pemerintah.
A. Langkah Scaling up Proyek PHLN secara Umum
Dengan semakin terbatasnya pendanaan luar negeri, kesuksesan yang telah
terbukti di skala terbatas dan dalam lingkup proyek tersebut terus diupayakan
untuk dapat memiliki dampak yang lebih besar serta berkontribusi pada
penguatan pembangunan nasional.
Untuk itu, pemerintah menginginkan agar scaling up proyek PHLN dapat
dilakukan dengan lebih sistematis dan tidak menjadi inisiatif yang terpisah
dan sangat bergantung pada komitmen pelaksana proyek.
Pendanaan luar negeri diharapkan dapat berperan sebagai katalis untuk
pengembangan pendekatan inovatif yang dapat diperluas sebagai masukan
program pembangunan dengan menggunakan dana dan mekanisme
pemerintah sendiri.
Langkah Scaling up Proyek PHLN yang Ideal
Idealnya scaling up didesain sejak awal perencanaan proyek dan intervensi
dilakukan sebagai percontohan model/pendekatan baru yang inovatif untuk
kemudian dievaluasi dan diperluas oleh pemerintah.
Hal ini sesuai dengan konsep scaling up intervensi pembangunan yang
menguraikan bahwa proses scaling up umumnya dilakukan dalam tiga tahapan.
(1) inisiasi inovasi/model/pendekatan baru yang dilaksanakan pada
proyek percontohan berskala kecil;
(2) proses pembelajaran melalui evaluasi; dan
(3) pelaksanaan scaling up untuk memperluas cakupan dan dampak.
45 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Dengan demikian, apabila pemerintah berkomitmen melaksanakan scaling up
untuk proyek-proyek PHLN, maka akan diperlukan penguatan perencanaan
proyek PHLN yang memilah antara proyek yang memiliki tujuan scaling up dan
yang tidak.
Proyek yang dimaksudkan untuk diperluas nantinya, dapat direncanakan
secara terpisah sebagai proyek yang akan digunakan menjadi testing ground
untuk mengembangkan pendekatan yang akan dilaksanakan pada lokasi
percontohan yang berskala terbatas untuk kemudian dipantau dan dievaluasi
pelaksanaannya secara terus menerus.
Hasil evaluasi tersebut akan menjadi dasar untuk penentuan apakah pendekatan
tersebut layak dan perlu untuk diperluas. Selanjutnya, dilakukan penyusunan
strategi yang akan membantu pelaksanaan scaling up yang dapat diawali
dengan pendanaan luar negeri untuk kemudian dilembagakan dalam program
pemerintah jika dibutuhkan.
Pemerintah dan mitra pembangunan dalam hal ini juga perlu memahami sejak
awal bahwa tidak seluruh proyek PHLN yang meskipun menghasilkan model/
pendekatan yang baik, dapat sesuai dan perlu untuk dilakukan perluasan lebih
lanjut. Pemantauan dan evaluasi untuk itu akan menjadi alat yang utama dalam
menentukan pelaksanaan scaling up, baik melalui hasil dan pembelajarannya
yang positif maupun negatif.
Kondisi Eksisting Kebijakan Pemanfaatan PHLN
Faktanya saat ini proyek-proyek PHLN memiliki tujuan intervensi yang beragam,
dan tidak seluruhnya bertujuan untuk mengembangkan pendekatan yang
dapat diperluas.
Proyek PHLN terdiri dari banyak sektor, dimensi, dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, termasuk faktor politik terkait kerjasama dengan mitra pembangunan.
Contoh yang paling jelas adalah pada proyek PHLN untuk sektor infrastruktur
skala besar, dimana pembiayaan merupakan tujuan utama pemanfaatan PHLN
dan scaling up tidak relevan untuk dilaksanakan bagi jenis proyek ini.
Sementara itu, proyek PHLN yang lain didesain sebagai proyek satu kali intervensi
untuk mencapai tujuan besar dalam jangka waktu yang relatif pendek, dengan
biaya yang mahal dan cakupan kegiatan yang sangat luas dan kompleks.
Karakter proyek yang demikian, meskipun menghasilkan capaian atau model
yang baik akan sulit untuk diperluas karena kompleksitas dan biayanya.
Hal lain yang menjadi kendala, adalah belum adanya upaya yang sistematis
dari sisi mitra pembangunan untuk pelaksanaan scaling up. Seiring dengan
mengemukanya isu mengenai scaling up, beberapa mitra pembangunan
memang telah memulai upaya untuk mengembangkan mekanisme scaling
up.
IFAD merupakan salah satu mitra pembangunan internasional yang cukup
maju terkait isu scaling up tersebut. Fokus IFAD yang khusus di sektor
pertanian dan penanggulangan kemiskinan, mendorong lembaga ini
Dengan perencanaan
scaling up sejak awal,
diharapkan pemerintah
dan mitra pembangunan
memiliki pemahaman
yang sama dan mendesain
proyek PHLN dengan
kompatibilitas yang lebih
baik dengan sistem dan
kelembagaan pemerintah
untuk jangka panjang.
46 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
untuk membangun mekanisme yang memastikan intervensi skala kecil di
proyek-proyek PHLN IFAD dapat berpengaruh besar pada peningkatan sektor
pertanian dan pengurangan kemiskinan.
Proyek Coastal Community Development Project (CCDP) yang juga didanai
oleh IFAD misalnya, sejak awal didesain dengan fungsi manajemen proyek
yang akan menjadi fondasi awal untuk pelaksanaan replikasi dan perluasan
proyek di masa mendatang. Hanya saja, upaya scaling up yang didorong oleh
mitra pembangunan tersebut merupakan pengecualian dari keseluruhan
proyek-proyek PHLN yang dilaksanakan di Indonesia.
Usulan Tahapan Scaling up Proyek PHLN
Dengan kondisi eksisting pemanfaatan PHLN tersebut, studi ini
mengusulkan tahapan scaling up proyek PHLN untuk terdiri dari
langkah-langkah seperti yang tampak pada Gambar 6.
Tahapan pada Gambar 6. disusun dengan pemahaman bahwa intervensi
proyek PHLN direncanakan dengan latar belakang tujuan yang berbeda-
beda dan tidak seluruhnya memiliki model/pendekatan yang dibangun
dan dapat diperluas.
Meskipun idealnya scaling up proyek PHLN disusun sejak awal, implementasi
kebijakan eksisting pemerintah untuk upaya tersebut akan memerlukan
penguatan perencanaan PHLN yang akan membutuhkan waktu dan diharapkan
dapat dikembangkan oleh pemerintah dalam jangka panjang.
Tahapan berikut disusun sebagai alternatif awal upaya scaling up proyek PHLN
untuk menjembatani antara kondisi ideal dan kondisi eksisting kebijakan
PHLN yang saat ini diimplementasikan.
Dasar Pelaksanaan Scaling up
Intervensi
Proyek PHLN
Evaluasi
capaian
Identifikasi
model/
pendekatan yang
dibangun
Strategi
Scaling Up
Masa Transisi
Pelaksanaan
Scaling Up
Scaling Up
dengan Dana
dan Mekanisme
Pemerintah
Tahapan Scaling up
Gambar 6. Tahapan Umum Scaling up Proyek PHLN
Pengaturan Organisasi Pelaksanaan Scaling up Proyek PHLN
Selama ini, inisiasi pelaksanaan scaling up dengan sendirinya berkembang
pada level pelaksana proyek baik di tingkat pusat dan daerah, dengan
dorongan dukungan dari mitra pembangunan. Ide awal pelaksanaan scaling
up tersebut dapat muncul dari berbagai lapisan, baik dari pemerintah
47 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
pusat, pemerintah daerah, mitra pembangunan, maupun dari masyarakat
sendiri. Tanpa menghilangkan inisiasi yang muncul dari berbagai pelaku
pembangunan tersebut, tahapan pelaksanaan scaling up di atas diperuntukkan
bagi Kementerian/Lembaga pelaksana proyek PHLN yang berkomitmen untuk
melakukan scaling up pendekatan yang telah dibangun untuk mencapai dampak
yang lebih luas.
Kerangka kerja scaling up di masa mendatang, sebaiknya memang dapat berlaku
bagi seluruh pelaku pembangunan yang berkomitmen melakukan perluasan
hasil-hasil terbaik yang dikembangkan oleh proyek PHLN di Indonesia.
Namun, hal tersebut dimungkinkan hanya jika pemerintah telah memiliki sistem
pengelolaan pengetahuan yang baik dalam mendokumentasikan pembelajaran
serta pendekatan/model inovatif yang dihasilkan oleh proyek- proyek PHLN.
Dengan belum tersedianya mekanisme yang baik untuk hal tersebut,
pelaksanaan scaling up oleh Kementerian/Lembaga pelaksana proyek diharapkan
akan lebih sistematis dan dapat mengurangi resiko kegagalan perluasan.
Meskipun diperuntukkan bagi Kementerian/Lembaga pelaksanaan proyek,
tahapan di atas perlu menjadi upaya sistematis pemerintah dalam mekanisme
pelaksanaan PHLN.
Bappenas sebagai salah satu regulator pemanfaatan PHLN yang bertugas untuk
memantau dan mengevaluasi kinerja pelaksanaan proyek PHLN akan sangat
berperan dalam mendukung Kementerian/Lembaga pelaksana dalam
mengidentifikasi model/pendekatan yang dibangun sejak awal pelaksanaannya.
Selain itu, membantu Kementerian/Lembaga dalam mengembangkan scaling
up yang akan melalui tahapan yang lebih sistematis tersebut.
Bappenas juga dapat memasukkan tahapan tersebut sebagai bagian dari proses
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PHLN, serta sebagai bagian dari proses
perencanaan PHLN untuk masa mendatang.
Sementara itu, pada tahapan pelaksanaan dengan dana dan mekanisme
pemerintah, akan diperlukan koordinasi lintas Kementerian/Lembaga pemerintah
di tingkat pusat untuk memastikan penganggaran dan pencantuman kegiatan
dalam program prioritas pemerintah.
Selain pemerintah, pelaksanaan tahapan scaling up juga membutuhkan dukungan
yang kuat dari mitra pembangunan terkait. Komitmen dari mitra pembangunan
dalam penyiapan dan penyusunan strategi scaling up akan sangat dibutuhkan
untuk memastikan keberhasilan pelaksanaannya.
Terkait dengan waktu pelaksanaan, tahapan scaling up di atas sebaiknya
sedapat mungkin dilaksanakan sejak sebelum proyek percontohan berakhir.
Pelaksanaan tahapan scaling up yang dilakukan di penghujung pelaksanaan
proyek, dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian
dan pengembangan yang diperlukan untuk pelaksanaan perluasan. Selain itu,
proyek PHLN umumnya memiliki jangka waktu pelaksanaan yang terbatas sesuai
dengan yang disepakati oleh pemerintah dan mitra pembangunan di awal.
Kerangka kerja scaling
up di masa mendatang,
sebaiknya memang
dapat berlaku bagi
seluruh pelaku pem-
bangunan yang ber-
komitmen melakukan
perluasan hasil-hasil
terbaik yang dikem-
bangkan oleh proyek
PHLN di Indonesia.
48 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Tahapan pelaksanaan scaling up diharapkan dapat dilakukan pada jangka waktu
pelaksanaan proyek PHLN, dan memberikan waktu bagi masa transisi dan
penyesuaian yang dibutuhkan untuk pelaksanaan scaling up sepenuhnya
dengan sistem dan kelembagaan pemerintah.
Penjabaran Langkah-Langkah Scaling up Proyek PHLN
Mengacu pada Gambar 6. di atas, langkah-langkah yang dapat dilaksanakan
dalam melakukan scaling up dijabarkan sebagai berikut:
Langkah 1. Identifikasi model/pendekatan yang dibangun
Berdasarkan pada evaluasi capaian pelaksanaan, langkah pertama dalam
melakukan scaling up adalah identifikasi model atau pendekatan yang
telah dibangun dalam proyek PHLN, kemudian menentukan apakah model/
pendekatan tersebut sesuai dan perlu untuk dilakukan perluasan. Organisasi
pelaksana scaling up setidaknya perlu mempertimbangkan beberapa hal
terkait model/pendekatan yang akan diperluas.
� Proyek PHLN diidentifikasi memiliki model/pendekatan yang baik dan teruji,
berdasarkan capaian kinerja dan pembelajaran dari pelaksanaan proyek.
Pada tahap ini, setidaknya pemerintah telah dapat mengidentifikasi
bahwa proyek PHLN memiliki model atau pendekatan yang berhasil
dan unggul dalam pelaksanaannya.
� Model/pendekatan yang dikembangkan dinilai dapat dan perlu
untuk diperluas.
Berdasarkan pengalaman
pelaksanaan scaling up
PHLN, model yang dapat
diperluas adalah.
• Model yang sederhana.
• Memiliki standar dan pedoman yang jelas dan akuntabel.
• Lebih baik dari alternatif program atau menawarkan inovasi yang be-
lum pernah dikembangkan di program lain.
• Tidak berkonteks lokal.
• Tidak memiliki karakteristik tertentu yang dapat mengurangi relevansi
perluasan.
• Efektif dan efisien dari segi biaya maupun kelembagaan.
Model yang memiliki keunggulan dalam pelaksanaannya seperti tersebut di
atas, memerlukan scaling up. Hal ini agar dapat memberikan dampak yang
lebih luas sesuai dengan tujuan untuk mengatasi tantangan pembangunan
tertentu.
Apabila proyek PHLN telah memenuhi tujuan pelaksanaannya, maka
proyek tersebut tidak relevan untuk diperluas.
Misalnya, adalah pelaksanaan REKOMPAK yang bertujuan untuk pemulihan
wilayah pascabencana di lokasi tertentu. Perluasan REKOMPAK di lokasi yang
tidak terdampak bencana akan tidak relevan untuk dilaksanakan. Namun
perluasan REKOMPAK di lokasi terdampak bencana lain dapat dilakukan
untuk mencapai tujuan pemulihan pascabencana yang lebih efisien dan efektif
di Indonesia secara umum.
49 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
� Identifikasi skala dan waktu pelaksanaan scaling up.
Meskipun model/pendekatan telah dipastikan tidak berkonteks lokal. Apakah
model yang dikembangkan akan sesuai untuk konteks desa atau kabupaten/
kota, provinsi, atau bahkan untuk skala nasional.
Skala perluasan ditentukan skala isu pembangunan yang akan diatasi. Misalnya,
adalah perluasan PNPM untuk skala nasional sangat diperlukan untuk mengatasi
tingkat kemiskinan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Organisasi pelaksana sebaiknya sejak awal mengidentifikasi jangka waktu
pelaksanaan perluasan yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan tertentu.
Dengan mempertimbangkan waktu pelaksanaan proyek PHLN yang telah
disepakati.
Langkah 2. Penyusunan Strategi Scaling up
Strategi dapat disusun dalam berbagai bentuk dan setidaknya terdiri dari
beberapa hal sebagai berikut:
� Penentuan tujuan scaling up.
Tujuan scaling up idealnya dirumuskan sejak proyek PHLN didesain. Namun
dengan kondisi eksisting yang dikemukakan sebelumnya, penentuan tujuan
scaling up akan sangat ditentukan oleh langkah pertama, yaitu apakah suatu
proyek perlu dan layak untuk diperluas.
Apabila organisasi pelaksana menilai bahwa suatu proyek akan diperluas, tujuan
dan visi yang jelas harus dirumuskan. Hal ini agar model/pendekatan proyek
PHLN yang telah dibangun mampu memberikan dampak pembangunan yang
lebih berkelanjutan dan menjangkau penerima manfaat yang lebih luas
untuk jangka panjang.
Tanpa tujuan dan visi perluasan yang jelas, pelaksanaan scaling up akan
terus menerus dilakukan sebagai proyek percontohan yang tidak jelas tujuan
akhirnya. Akibatnya akan sulit untuk menyusun strategi scaling up yang paling
efektif dan efisien untuk memastikan keberhasilan perluasan.
Rencana scaling up proyek READ misalnya, telah memiliki tujuan untuk
melembagakan READ menjadi salah satu model pengembangan pertanian di
Indonesia. Dengan tujuan tersebut, pelaksana scaling up dapat menyusun
strategi yang dibutuhkan dan sejak awal mengidentifikasi tantangan yang
akan dihadapi dalam mewujudkan tujuannya.
� Penentuan rute untuk melakukan scaling up.
Pemerintah umumnya melakukan scaling up melalui rute sebagai berikut:
a) Scaling up yang bersifat kuantitatif, berbentuk ekspansi dan replikasi untuk
menjangkau penerima manfaat yang lebih luas atau berada di lokasi lain.
b) Scaling up yang bersifat kualitatif, berbentuk adopsi dan pelembagaan
sebagian atau keseluruhan model dalam sistem dan program pemerintah.
Identifikasi skala
Identifikasi waktu
pelaksanaan
scaling up.
Setelah suatu
pendekatan proyek
PHLN diidentifikasi
layak dan perlu untuk
diperluas, langkah
selanjutnya adalah
penyusunan strategi
untuk membantu
mengarahkan
pelaksanaan scaling up.
50 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Rute scaling up tersebut dapat mengambil berbagai bentuk, disesuaikan
dengan kebutuhan dan skala perluasan model/pendekatan yang akan
dilakukan.
� Penentuan model/pendekatan yang akan di-scaling up.
Organisasi pelaksana scaling up perlu melakukan identifikasi inti model/
pendekatan yang akan diperluas, serta memilah-milah antara komponen ke-
giatan utama yang tidak dapat dirubah, dengan komponen kegiatan yang
dapat fleksibel dilakukan perubahan pada saat perluasan.
Berdasarkan hasil evaluasi, juga perlu dilakukan analisis gap untuk menentukan
penguatan dan penyesuaian yang diperlukan dalam mengimplementasikan
scaling up.
Model/pendekatan yang berhasil diperluas umumnya adalah yang se-
derhana, serta memiliki standar dan fokus kegiatan yang jelas.
� Penentuan driver (penggerak) dan space (ruang yang dibutuhkan) untuk
pelaksanaan scaling up.
Berdasarkan pembelajaran dari pelaksanaan scaling up contoh proyek PHLN,
aktor adalah salah satu faktor penentu keberhasilan perluasan. Aktor mengi-
nisiasi dan mendukung pelaksanaan scaling up.
Peranan individu/kelompok yangmenginisiasi perluasan sangat krusial
dalam menentukan strategi scaling up yang paling efektif dan efisien, serta
mempersiapkan komitmen kelembagaan untuk jangka panjang.
Mitra pembangunan juga memiliki peran sebagai aktor utama dalam
mengkatalis inisiasi pelaksanaan scaling up. Seperti terjadi pada contoh proyek
REKOMPAK dan READ.
Penggerak lain yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan strategi
adalah memastikan akuntabilitas pelaksanaan dan penggunaan mekanisme
insentif bagi pelaksana scaling up.
Scaling up juga memerlukan ruang penyesuaian untuk pelaksanaannya.
Semakin inovatif pendekatan yang diperkenalkan, maka kemungkinan ruang
yang dibutuhkan akan semakin besar.
Penyiapan ruang dalam strategi scaling up proyek PHLN, utamanya relevan
dalam proses transisi pelaksanaan model/pendekatan. Model/pendekatan
yang semula berbentuk proyek dan mengacu pada ketentuan mitra
pembangunan, menjadi dilaksanakan oleh pemerintah sebagai bagian dari
program pembangunan.
Ruang yang perlu disediakan, diantaranya adalah ruang fiskal dan pen-
danaan, dukungan politik, serta ruang kebijakan dan kelembagaan.
51 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Langkah 3. Pelaksanaan Scaling up Proyek PHLN
Dengan penyusunan strategi, pelaksanaan scaling up selanjutnya akan
lebih memiliki arah dan tujuan yang jelas. Pelaksanaan scaling up umumnya
memerlukan masa transisi untuk mengujicoba perluasan model/pendekatan
yang telah dibangun. Dengan disertai evaluasi dan pengembangan yang terus
menerus, model/pendekatan akan mendapatkan kesempatan penyempurnaan,
seperti yang telah dilakukan pada contoh scaling up REKOMPAK. Dengan arah
kebijakan pemerintah agar pemanfaatan pendanaan luar negeri digunakan
sebagai pengembangan inovasi dan perluasannya dilakukan oleh pemerintah,
maka masa transisi akan semakin dibutukan. Masa transisi akan memberikan
waktu bagi penyesuaian yang dibutuhkan untuk adopsi model/pendekatan
dalam kelembagaan dan program pemerintah, seperti yang tertuang dalam
strategi scaling up.
B. Penguatan Kebijakan untuk Scaling up
Tanpa adanya penguatan kebijakan, kerangka kerja yang telah dikembangkan
untuk pelaksanaan scaling up di atas tidak akan dapat terlaksana, dan inisiasi
scaling up akan tetap dilakukan secara sporadis oleh pengelola proyek PHLN.
Penguatan perlu dilakukan baik untuk tahapan perencanaan,
pelaksanaan, dan saat proyek telah berakhir.
Bappenas dan Kementerian Keuangan sebagai regulator PHLN di tingkat pu-
sat akan berperan dalam memastikan penguatan kebijakan untuk mendorong
pelaksanaan scaling up tersebut.
a. Penguatan perencanaan PHLN dalam jangka pendek dapat dilaksanakan
melalui penguatan ownership proyek di semua level pelaksanaan,
baik pusat maupun daerah. Dengan peningkatan rasa kepemilikan dari
pemerintah pada tahap perencanaan, keberlanjutan dan perluasan proyek
PHLN akan menjadi kebutuhan dari pelaksana proyek.
Sementara itu, untuk jangka panjang, penguatan perencanaan proyek
PHLN merupakan penguatan utama yang diperlukan dalam pelaksanaan
scaling up.
Pemerintah perlu memperkuat dan lebih mendetailkan rencana pemanfaatan
PHLN dengan memilah sektor pembangunan yang memerlukan pemanfaatan
PHLN sebagai wadah untuk mengembangkan praktik-praktik terbaik dan
memperkuat program pembangunan. Dengan tujuan pemanfaatan PHLN
tersebut, aspek inovasi, keberlanjutan dan scaling up akan disertakan
dalam desain proyek PHLN.
Penguatan jangka panjang juga perlu dilakukan untuk harmonisasi ketentuan
dan mekanisme pemerintah dan mitra pembangunan. Kesesuaian
mekanisme merupakan salah satu persyaratan utama agar proyek PHLN
dapat diperluas dan dilembagakan dalam program pemerintah.
Penguatan kebijakan
pemanfaatan PHLN
untuk mendorong
pelaksanaan scaling
up diperlukan dalam
mendukung pelaksanaan
upaya scaling up yang
lebih sistematis.
52 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Hal ini memerlukan kerjasama yang kuat dari mitra pembangunan untuk
bersama-sama mendorong pemanfaatan PHLN yang memiliki dampak
yang lebih luas dan berkelanjutan secara kelembagaan.
b. Penguatan pelaksanaan proyek PHLN, melalui pemantauan dan
evaluasi merupakan hal utama yang perlu diperkuat untuk mendorong
pelaksanaan scaling up. Hasil evaluasi merupakan instrumen utama yang
akan menjadi evidence (fondasi) pelaksanaan scaling up.
Sistem pemantauan dan
evaluasi pemerintah.
Kerjasama yang baik
lintas Kementerian/
Lembaga merupakan
hal penting untuk
mempersiapkan
kelembagaan
pelaksanaan scaling up
dalam jangka panjang.
Sistem pemantauan dan evaluasi proyek PHLN diharapkan dapat
menangkap kinerja proyek, pembelajaran, serta inovasi dari pelaksanaan
proyek PHLN yang berpotensi untuk diperluas. Dengan demikian,
manajemen pengetahuan hasil dan pembelajaran dari pelaksanaan
proyek akan menjadi hal utama yang perlu diperkuat.
Selama belum ada penguatan aspek scaling up yang dilakukan untuk
kebijakan perencanaan PHLN, langkah-langkah scaling up akan dilakukan
pada saat pelaksanaan.
Bappenas dan Kementerian Keuangan dapat memanfaatkan instrumen
monev untuk mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan proyek
dalam melakukan perluasan. Persiapan tersebut berdasarkan pada hasil
evaluasi yang dilakukan secara reguler. Untuk proyek yang melakukan
perluasan, pemantauan dan evaluasi juga perlu dilakukan untuk pelaksanaan
scaling up itu sendiri.
c. Penguatan evaluasi pada saat proyek akan berakhir diperlukan, untuk
memastikan pelaksanaan scaling up sebagai strategi berkelanjutan dapat
berlanjut dan dapat dilembagakan dalam sistem pemerintah.
Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan pemantauan dan evaluasi yang
lebih intensif bagi proyek-proyek PHLN yang akan berakhir. Khusus untuk
pelaksanaan scaling up, berakhirnya proyek PHLN akan memerlukan
penyesuaian strategi pelaksanaan perluasan. Hal ini memerlukan transisi
kelembagaan dari mekanisme PHLN menjadi mekanisme pemerintah.
Pemerintah juga perlu mengembangkan sistem pemantauan dan evaluasi
bagi pelaksanaan scaling up setelah proyek berakhir. Hal ini untuk terus
mengawal pelaksanaan pelembagaan model/pendekatan yang telah
dibangun pada proyek PHLN. Kerjasama yang baik lintas Kementerian/
Lembaga merupakan hal penting untuk mempersiapkan kelembagaan
pelaksanaan scaling up dalam jangka panjang.
53 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
C. Tindak Lanjut yang Diperlukan
Kerangka kerja yang dihasilkan dari studi ini baru merupakan awal upaya
untuk pelaksanaaan scaling up proyek-proyek PHLN yang lebih sistematis.
Penyempurnaan kerangka kerja lebih lanjut dan penguatan kebijakan
akan diperlukan di masa mendatang.
Beberapa tindak lanjut yang dapat dilakukan diantaranya:
� Implementasi tahapan scaling up yang dihasilkan dalam studi ini pada
percontohan scaling up proyek PHLN. Diusulkan agar pemerintah dapat
mengimplementasikan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk kelanjutan
pelaksanaan scaling up READ dan REKOMPAK yang saat ini tengah dalam
proses perluasan.
� Penyempurnaan tahapan scaling up yang telah dikembangkan dalam studi
ini, berdasarkan evaluasi proses scaling up di lapangan.
� Penguatan kebijakan PHLN untuk jangka pendek, yaitu penguatan
pemantauan dan evaluasi proyek PHLN sebagai fondasi pelaksanaan
scaling up, serta memasukkan aspek-aspek tahapan scaling up yang telah
dikembangkan dalam studi ini sebagai bagian dari sistem pemantauan dan
evaluasi pemerintah.