62

Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Page 2: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

LAPORAN FINAL

Policy Study (Studi Kebijakan)

FRAMEWORK SCALING UP (KERANGKA KERJA REPLIKASI)

HASIL-HASIL TERBAIK PROYEK-PROYEK PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI

Sustainable Economic Development Through South-South

and Triangular Cooperation In Indonesia

Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(BAPPENAS)

2014

Page 3: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Page 4: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri iii

RINGKASAN STUDI

Indonesia telah memanfaatkan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) sejak

tahun 60-an, sebagai salah satu skema pendanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) untuk mencapai tujuan dan prioritas pembangunan

dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dari sisi kebijakan ekonomi

makro, pinjaman luar negeri dimanfaatkan untuk memenuhi defisit APBN dan

merupakan skema pembiayaan utang yang harus dibayar kembali dan dengan

demikian menjadi beban keuangan negara.

Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat, saat ini kebijakan

pinjaman luar negeri diarahkan menjadi semakin selektif pemanfaatannya. Di

sisi lain, posisi Indonesia yang telah masuk dalam kategori negara

berpendapatan menengah (Middle Income Country/ MIC), mengakibatkan

Indonesia tidak layak lagi mendapatkan sumber pinjaman lunak dan

mendapatkan alokasi dana hibah yang terbatas.

Kondisi perekonomian Indonesia tersebut, dan pengaruh dari kondisi ekonomi

global, telah merubah paradigma pemanfaatan pendanaan luar negeri, dari

yang semula sebagai bantuan menjadi kemitraan dan menuntut pengelolaan

dana luar negeri yang lebih efektif dan efisien serta memberikan nilai tambah

yang lebih optimal. Terlebih lagi, intervensi pembangunan yang dikembangkan

dengan pendanaan luar negeri dinilai memiliki potensi untuk memanfaatkan

jaringan dan pengalaman mitra internasional untuk menghasilkan model yang

inovatif, sebagai salah satu solusi dalam mengatasi berbagai tantangan

pembangunan.

Selaras dengan amanah dari Komitmen Jakarta dan peraturan perundangan

mengenai pengelolaan PHLN, pemanfaatan PHLN di masa mendatang akan

diarahkan agar tidak hanya sebagai tambahan pendanaan, tetapi juga sebagai

pengungkit dan katalis pembangunan dengan pemanfaatannya sebagai sarana

berbagi pembelajaran (transfer of knowledge), pengungkit investasi (investment

leverage) dan meningkatkan peran Indonesia dalam kerjasama internasional

(international cooperation).

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam

mengoptimalkan manfaat PHLN, adalah melalui scaling up/ replikasi hasil-hasil

terbaik PHLN untuk mendukung tujuan pembangunan di Indonesia. Scaling up

sendiri bukan merupakan konsep baru, namun telah mengemuka sejak

berkembangnya bantuan untuk pembangunan dan merupakan wacana yang

terus bergulir bagi para pelaku pembangunan, sebagai upaya untuk mencapai

dampak intervensi pada skala yang lebih luas. Scaling up dapat disebut

ekspansi, replikasi, adaptasi, difusi atau istilah lain yang tujuannya merujuk pada

upaya perluasan suatu keberhasilan proyek/ program.

Page 5: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri iv

Sejak awal pemanfaatan PHLN di Indonesia, jumlah intervensi pembangunan

melalui pelaksanaan kegiatan yang didanai mitra pembangunan internasional telah

mencapai ratusan kegiatan dengan hasil yang bervariasi. Banyak hasil,

pembelajaran dan praktik-praktik terbaik yang telah dikembangkan, dan beberapa

proyek PHLN telah mengupayakan penguatan keberlanjutan serta telah melakukan

upaya scaling up proyek.

Hanya saja, saat ini upaya perluasan hasil-hasil terbaik PHLN baru diinisasi

oleh beberapa aktor pelaksana secara terpisah, belum memiliki panduan

yang jelas dan menyeluruh, dan belum terhubung secara sistematis dengan

proses pembangunan nasional guna kemudian dimanfaatkan untuk skala

yang lebih luas. Kondisi ini beresiko menjadikan upaya yang telah

dikembangkan menjadi kurang efektif dan efisien, serta berpotensi menjadi

upaya yang sifatnya reaktif dan sporadis tanpa memiliki tujuan jangka

panjang tertentu.

Studi ini kemudian disusun untuk mengembangkan kerangka kerja (framework)

awal untuk scaling up (perluasan atau replikasi) hasil-hasil terbaik dari proyek

PHLN, agar manfaat yang dihasilkan dari proyek PHLN tidak hanya berhenti pada

saat proyek berakhir, namun juga dapat memberikan manfaat yang lebih luas dan

memberikan masukan yang inovatif terhadap proses pembangunan. Studi disusun

dengan pemahaman bahwa banyak langkah yang dapat diambil oleh pemerintah

untuk mengoptimalkan manfaat PHLN, dan scaling up merupakan salah satu

langkah yang dapat diambil, dan harus disertai dengan penguatan kebijakan

pengoptimalan pemanfaatan PHLN lainnya.

Studi ini akan mencoba menjawab bagaimana agar manfaat yang dihasilkan oleh

PHLN dapat diperluas (scaling up), melalui identifikasi awal faktor-faktor yang

perlu diperhatikan dalam melakukan scaling up, penguatan kebijakan yang

diperlukan untuk mendorong scaling up, serta merekomendasikan tahapan dan

langkah-langkah scaling up sebagai masukan awal pemerintah untuk menyusun

kerangka kerja yang lebih sistematis untuk memperluas manfaat PHLN. Untuk

mencapai tujuan studi, dilakukan tinjauan terhadap literatur dan konsep mengenai

scaling up, sebagai dasar untuk mengulas proses scaling up yang telah dilakukan

pada dua contoh proyek PHLN, yaitu (i) Rural Empowerment and Agricultural

Development (READ) yang didukung oleh pinjaman dan hibah IFAD; dan (ii)

Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas/

REKOMPAK (Community-based Settelement Rehabilitation and Reconstruction

Project/ CSRRP) yang didukung oleh hibah Bank Dunia.

Pada akhirnya, disimpulkan bahwa scaling up dapat dilakukan dengan berbagai

cara, dan studi ini mengusulkan rekomendasi tahapan umum scaling up yang

dirumuskan untuk menjembatani antara kondisi ideal dengan kondisi eksisting

kebijakan PHLN yang saat ini diimplementasikan, sebagai berikut:

Scaling up

diartikan sebagai

upaya perluasan

kesuksesan proyek

atau program untuk

mencapai penerima

yang lebih luas.

Scaling up

merupakan suatu

konsep yang memiliki

tujuan/ visi jangka

panjang dan

dilaksanakan melalui

pemanfaatan

model/pendekatan

yang telah terbukti

keberhasilannya.

Scaling up bukan

merupakan proses

linier, tidak memiliki

definisi dan bentuk

yang pasti serta terus

berkembang dan

memerlukan tinjauan

ulang yang terus

menerus untuk

mencapai tujuan

jangka panjang yang

telah ditetapkan.

Page 6: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri v

Tahapan tersebut diperuntukkan bagi Kementerian/Lembaga pelaksana proyek

PHLN yang berkomitmen untuk melakukan scaling up hasil-hasil terbaik yang

telah dibangun untuk mencapai dampak yang lebih luas. Tahapan tersebut

utamanya juga akan menjadi masukan untuk Bappenas, sebagai salah satu

regulator pemanfaatan PHLN, untuk menjadikan tahapan scaling up sebagai

bagian dari proses pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PHLN dan proses

perencanaan PHLN.

Kerangka kerja yang dihasilkan dari studi ini baru merupakan awal dari upaya

pelaksanaan scaling up proyek-proyek PHLN yang lebih sistematis.

Penyempurnaan kerangka kerja lebih lanjut dan penguatan kebijakan

pemanfaatan PHLN, baik untuk tahapan perencanaan, pelaksanaan, maupun

tahapan evaluasi saat proyek telah berakhir akan diperlukan di masa

mendatang. Beberapa tindak lanjut jangka pendek yang dapat diusulkan,

diantaranya adalah:

• Implementasi tahapan scaling up yang dihasilkan dalam studi ini pada

kelanjutan pelaksanaan scaling up READ dan REKOMPAK yang saat ini

tengah dalam proses perluasan.

• Penyempurnaan tahapan scaling up yang telah dikembangkan dalam studi

ini, berdasarkan evaluasi proses scaling up di lapangan.

• Penguatan kebijakan PHLN untuk jangka pendek, yaitu penguatan

pemantauan dan evaluasi proyek PHLN sebagai fondasi pelaksanaan scaling

up, serta memasukkan aspek-aspek tahapan scaling up yang telah

dikembangkan dalam studi ini sebagai bagian dari sistem pemantauan dan

evaluasi pemerintah.

Intervensi

Proyek

PHLN

Evaluasi

capaian

Identifikasi model/ pendekatan yang

dibangun

Strategi Scaling

Up

Masa Transisi

Pelaksanaan

Scaling Up

Scaling Up

dengan Dana dan Mekanisme

Pemerintah

Page 7: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Page 8: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri vii

DAFTAR ISI

RINGKASAN STUDI | iii

DAFTAR ISI | vii

1. PENDAHULUAN |1

A. Latar Belakang |1

B. Policy Questions (Pertanyaan Kebijakan) | 4

C. Kerangka Kerja Studi dan Organisasi Penulisan Laporan | 5

2. KONSEP SCALING UP (REPLIKASI) | 5

A. Definisi dan bentuk Scaling Up | 6

B. Langkah-langkah Scaling Up | 7

3. KEBIJAKAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PHLN* | 11

4. CONTOH PRAKTIK SCALING UP/ PROYEK PHLN DI INDONESIA | 16

A. Pemilihan Contoh Praktik Scaling Up | 16

1. PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) | 17

2. READ (Rural Empowerment and Agricultural Development) | 23

3. REKOMPAK (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis

Komunitas) | 29

B. Pemetaan Proses Scaling Up Proyek PHLN | 39

C. Kesimpulan Scaling Up Proyek PHLN | 42

5. FRAMEWORK SCALING UP/ (KERANGKA KERJA REPLIKASI) PHLN | 44

A. Langkah Scaling Up Proyek PHLN secara Umum | 44

B. Penguatan Kebijakan untuk Scaling Up | 51

C. Tindak Lanjut | 53

*PHLN: Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Page 9: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Page 10: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

ii Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perekonomian

tertinggi di wilayah Asia Tenggara dengan kondisi perekonomian yang stabil.

Dengan saat ini tingkat pertumbuhan ekonomi di kisaran 5-6 persen, masuk

menjadi kelompok negara berpendapatan menengah (middle income country).

Meskipun Indonesia telah mencapai hasil yang signifikan dalam memenuhi

tujuan dan prioritas pembangunannya, saat ini Indonesia juga masih

menghadapi berbagai tantangan pembangunan, diantaranya.

• Belum tercapainya target pemerintah untuk penurunan

tingkat kemiskinan pada 8-10 persen,

• tingkat kesenjangan yang meningkat,

• dan belum tercapainya seluruh target Millennium

Development Goals (MDGs).

Untuk menghadapi tantangan tersebut serta mencapai tujuan dan prioritas

pembangunan, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN), pemerintah memanfaatkan pendanaan luar negeri dalam

bentuk pinjaman dan hibah sebagai salah satu skema pendanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selain sebagai skema pendanaan, pengembangan program dengan pendanaan

luar negeri berpotensi untuk menghasilkan model pembangunan yang inovatif.

Hal ini sebagai salah satu solusi untuk mengatasi tantangan pembangunan

melalui pemanfaatan jaringan dan pengalaman dari mitra pembangunan

internasional.

Hanya saja, saat ini hasil, pembelajaran dan praktik-praktik terbaik yang telah

dikembangkan belum terhubung secara sistematis dengan proses pembangunan

nasional guna kemudian dimanfaatkan pada skala yang lebih luas.

Kontribusi Pendanaan Luar Negeri dalam

Pembangunan

Dari sisi kebijakan makro, pinjaman luar negeri dimanfaatkan

untuk memenuhi defisit APBN dan merupakan skema pem-

biayaan utang yang harus dibayar kembali dan menjadi

beban keuangan negara.

Dengan demikian, kebijakan pinjaman luar negeri diarahkan untuk mengurangi

rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan semakin selektif

pemanfaatannya.

Di sisi lain, posisi Indonesia yang telah masuk dalam kategori MIC

mengakibatkan Indonesia tidak layak lagi mendapatkan sumber pinjaman

lunak dan mendapatkan alokasi hibah.

Pemerintah meman-

faatkan pendanaan

luar negeri dalam

bentuk pinjaman dan

hibah, sebagai salah

satu skema pen-

danaan APBN.

Pengembangan

program dengan

pendanaan luar

negeri berpotensi

untuk menghasilkan

model pembangu-

nan yang inovatif.

Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri 1

Page 11: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

2 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Kondisi perekonomian global dan dinamika kerjasama internasional juga

berpengaruh terhadap perubahan paradigma dan alokasi pendanaan luar

negeri. Semula sebagai bantuan, sekarang menjadi kemitraan sehingga

menuntut pengelolaan dana luar negeri yang lebih efektif, efisien, dan

memberikan nilai tambah yang lebih optimal.

Peran PHLN sebagai

sarana berbagi

pembelajaran

semakin ditekankan

dalam RPPLN

2011-2014. Yaitu

mengarahkan agar

pinjaman luar negeri

mempunyai rentang

manfaat yang luas dan

bersifat inovatif.

Dengan demikian, dapat

menjadi model untuk

replikasi dengan dana

rupiah dan bermanfaat

dalam transfer ilmu

pengetahuan dan

teknologi.

Namun demikian, pemanfaatan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)

seharusnya tidak hanya sekedar dilihat dari sisi kebutuhan tambahan pendanaan.

PHLN memiliki peran sebagai pengungkit dan katalis pembangunan,

dengan pemanfaatannya sebagai sarana berbagi pembelajaran (transfer of

knowledge), pengungkit investasi (investment leverage) dan meningkatkan

peran Indonesia dalam kerjasama internasional (international cooperation).

Peran ini selaras dengan amanah dari Komitmen Jakarta yaitu.

Bantuan luar negeri bukanlah merupakan tambahan dana

bagi sumberdaya dalam negeri melainkan sebagai pelengkap sumber-

daya dalam negeri. Selain itu, mempunyai peran sebagai katalisa-

tor yang memungkinkan Indonesia menjangkau pengetahuan dan

praktik-praktik yang baik dari negara-negara lain, untuk meningkatkan

kemampuan kelembagaan, dan memberikan masukan bagi perbaikan

sistem-sistem yang strategis.

PHLN bukanlah sekedar alternatif sumber pendanaan, bisa sebagai sarana

bertukar informasi dan pembelajaran. Dengan demikian, dapat memperkuat

dan menyempurnakan sistem perencanaan, anggaran, pengadaan,

pemantauan, dan evaluasi nasional serta kapasitas kelembagaan dan sumber

daya manusia.

Kebutuhan Pengoptimalan Pemanfaatan PHLN

Sejak awal pemanfaatan PHLN oleh Indonesia hingga saat ini, jumlah

intervensi pembangunan melalui pelaksanaan kegiatan yang didanai mitra

pembangunan internasional telah mencapai ratusan kegiatan dengan hasil

yang bervariasi dan memiliki kompleksitas tersendiri di dalam intervensinya

(Lihat Fakta Pinjaman Indonesia hal 3).

Pelaksanaan proyek PHLN selama ini telah memberikan hasil dan manfaat

langsung untuk penerimanya, serta menghasilkan banyak pengalaman dan

pembelajaran (keberhasilan dan kegagalan) yang diperoleh baik di level

konsep, teknis, maupun pengelolaan proyek.

Hasil dan manfaat dari proyek PHLN tersebut tidak seharusnya berhenti

setelah proyek berakhir. Oleh karena itu, pemerintah mengarahkan agar

keberlanjutan proyek dapat diperhatikan dan diperkuat.

Page 12: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

3 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Kotak 1

Fakta Pinjaman Indonesia

Indonesia telah meman-

faatkan pendanaan luar

negeri sejak tahun 60-

an melalui bantuan dari

negara/lembaga bilateral

dan multilateral untuk

berbagai sektor pemba-

ngunan.

Triwulan tiga 2014,

pinjaman kegiatan

berjalan USD

18.042,90 juta. Untuk

153 proyek bersumber dari 5

lembaga multilateral

dan 8 negara/

lembaga bilateral,

disalurkan melalui 26 Kementerian/ Lembaga.

PP 10 Tahun 2011, Indonesia memanfaat-

kan dua bentuk pinjaman.

Pinjaman tunai (atau pinjaman program)

yang berbentuk devisa dan/atau rupiah yang

digunakan untuk pembiayaan defisit APBN

dan pengelolaan portofolio utang

Pinjaman kegiatan (atau pinjaman proyek)

yang digunakan untuk membiayai kegiatan

tertentu.

Pinjaman kegiatan merupakan portofolio ter-

besar pendanaan luar negeri yang dimanfaat-

kan untuk pelaksanaan proyek dalam men-

dukung prioritas pembangunan tertentu.

Pendanaan hibah digunakan untuk men-

dukung program pembangunan nasional,

dan/atau mendukung penanggulangan ben-

cana alam dan bantuan kemanusiaan.

Pemerintah Jepang melalui JICA (Japan Internation-

al Cooperation Agency) merupakan lembaga bilateral

yang memberikan pinjaman terbesar di Indonesia

Pinjaman terbesar dari lembaga multilateral didapatkan

dari Bank Dunia.

Lembaga multilateral lain yang memberikan dukungan

PHLN untuk Indonesia antara lain meliputi ADB (Asian

Development Bank), IDB (Islamic Development Bank), UN

(United Nations) Family, Uni Eropa, dan IFAD (International

Fund for Agricultural Development).

Mitra pembangunan memberikan dukungan PHLN un-

tuk Indonesia, baik melalui skema kerjasama bilateral

maupun melalui lembaga- lembaga multilateral tersebut.

Terkait dengan arah pemerintah tersebut, beberapa proyek PHLN telah

melakukan inisiasi keberlanjutan dan lebih jauh lagi telah melakukan perlua-

san manfaat, misalnya yang telah dilakukan oleh Rural Empowerment for

Agriculture Development/READ (Kementerian Pertanian) dan Rehabilitasi

dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas/

REKOMPAK (Kementerian Pekerjaan Umum).

Page 13: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

4 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Identifikasi Scaling up

Konsep scaling up Bentuk operasionalisasi dari

konsep scaling up

• Apa yang dimaksud dengan scaling up?

• Bagaimana bentuk pelaksanaan scaling up?

• Bagaimana kebijakan eksisting yang telah

dilaksanakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan

PHLN, khususnya dalam konteks scaling up?

• Dari contoh praktik-praktik scaling up PHLN yang telah

dilakukan di Indonesia, faktor apa saja yang memiliki

nilai penting untuk dapat memungkinkan terjadinya

scaling up?

• Bagaimana proses yang ditempuh oleh contoh praktik-

praktik tersebut dalam melakukan scaling up?

• Apa saja faktor yang

perlu diperhatikan

dan langkah-langkah

yang diperlukan untuk

melakukan scaling up?

• Penguatan kebijakan apa

saja yang perlu dilakukan

untuk mendorong

pelaksanaan scaling up?

Proses perluasan manfaat yang telah diinisiasi beberapa proyek PHLN Penyusunan

studi kebijakan ini

akan fokus pada

pengembangan

framework (kerangka

kerja) awal untuk scaling

up (replikasi) hasil-hasil

terbaik dari proyek

PHLN.

Kerangka kerja tersebut

disusun dengan sasaran

agar manfaat proyek

PHLN tidak hanya

berhenti pada saat

proyek berakhir.

Namun manfaat tersebut

juga dapat meluas, serta

memberikan masukan

yang inovatif terhadap

proses pembangunan.

diawali dengan adanya penilaian bahwa proyek dinilai berhasil dan inovatif.

Perluasan manfaat selanjutnya dilakukan salah satunya melalui replikasi dan

pelembagaan pendekatan proyek. Namun demikian, pemerintah selama ini

melaksanakan perluasan manfaat tanpa memiliki suatu kerangka kerja yang

jelas dan sistematis.

Justifikasi untuk melakukan perluasan manfaat, berdiri di atas fondasi yang

lemah, karena belum adanya sistem pemantauan dan evaluasi proyek PHLN

yang utuh dan efektif sebagai masukan atau evidence mengenai hasil dan

inovasi proyek. Selain itu, tanpa adanya panduan yang jelas dan menyeluruh,

pelaksanaan perluasan manfaat beresiko menjadi tidak efektif dan efisien dan

berpotensi hanya menjadi upaya-upaya yang sifatnya reaktif dan sporadik

tanpa memiliki tujuan jangka panjang tertentu. Dengan demikian, kebutuhan

pemerintah untuk memiliki kerangka kerja perluasan manfaat PHLN adalah

nyata adanya.

Kondisi dan berbagai latar belakang yang mendasari kebutuhan tersebut,

sebagaimana dijelaskan dalam paragraf-paragraf sebelumnya, kemudian

menjadi dasar bagi penyusunan studi kebijakan ini.

B. Policy Questions (Pertanyaan Kebijakan)

“Bagaimana agar manfaat yang dihasilkan oleh PHLN dapat diperluas atau scaling up (direplikasi)?”

Melalui pertanyaan kebijakan ini, akan dilakukan identifikasi awal mengenai

faktor-faktor dalam melakukan scaling up, tahapan, dan langkah-langkah

scaling up. Hal ini sebagai masukan awal bagi pemerintah menyusun kerangka

kerja yang lebih sistematis untuk memperluas manfaat PHLN.

Kedua kelompok pertanyaan dalam tabel tentang konseptual dan operasional

tersebut kemudian akan menjadi bahan dasar dalam menyusun suatu usulan

kerangka kerja scaling up.

Page 14: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

5 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

C. Kerangka Kerja Studi dan Organisasi Penulisan Laporan

Studi ini akan fokus pada kegiatan scaling up

sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan

pemanfaatan PHLN. Ruang lingkup studi akan

dibatasi pada proyek PHLN lembaga multilateral,

khususnya Bank Dunia yang merupakan lembaga

multilateral terbesar dan IFAD (International

Fund for Agricultural Development) yang saat ini

memiliki contoh kegiatan scaling up yang dinilai

cukup sistematis.

Metode analisis studi akan dilakukan secara

kualitatif melalui studi literatur dengan

menggunakan data dan informasi mengenai

konsep PHLN, kebijakan terkait, konsep scaling

up, serta dokumen proyek yang dipilih sebagai

contoh praktik scaling up.

Penyusunan studi ini akan didukung dengan

arahan dan masukan dari tim Direktorat

Pendanaan Luar Negeri Multilateral, Bappenas

yang memiliki tugas untuk mengelola PHLN

multilateral dari tahap perencanaan, pelaksanaan,

monitoring hingga evaluasi.

Bagian pertama studi kebijakan menjabarkan

mengenai latar belakang dan kerangka penyusu-

nan studi.

Bagian kedua, akan dibahas mengenai konsep

scaling up yang banyak mengemuka di dalam

isu pembangunan, untuk menyamakan

pemahaman mengenai scaling up yang dibahas

dalam studi ini.

Bagian ketiga akan melakukan identifikasi

umum mengenai kebijakan dan tindak lanjut

yang telah dilakukan dalam mengoptimalkan

pemanfaatan PHLN, khususnya dalam konteks

pelaksanaan scaling up.

Bagian keempat akan membahas mengenai

contoh praktik- praktik scaling up yang telah

dikembangkan di beberapa proyek PHLN,

untuk mendapatkan informasi mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi dan proses

yang dilakukan dalam pelaksanaan scaling

up. Berdasarkan konsep dan analisis contoh

pelaksanaan scaling up.

Bagian kelima akan melakukan identifikasi dan

pengembangan kerangka kerja awal mengenai

langkah- langkah dalam melakukan scaling

up/replikasi. Terakhir, bagian penutup akan

memberikan rekomendasi penguatan kebijakan

untuk penyusunan framework lebih lanjut.

2. KONSEP SCALING UP (REPLIKASI)

Dalam konteks bantuan luar negeri, scaling up merupakan

upaya yang dilakukan dalam rangka memperkuat

efektivitas bantuan. Dimana tantangan yang dihadapi dalam

pemanfaatan bantuan untuk intervensi pembangunan

adalah skala pelaksanaan yang seringkali terbatas dan dalam

waktu singkat, sehingga tidak memiliki dampak yang luas dan

berkelanjutan.

Konsep dan literatur mengenai scaling up menawarkan

berbagai definisi, bentuk maupun langkah- langkah dalam

melakukan scaling up.

Saat ini konsep scaling up tidak hanya mencakup perluasan

intervensi proyek pembangunan, tetapi juga terkait dengan

perluasan inovasi sosial, dan diterapkan dalam berbagai

sektor oleh berbagai pelaku pembangunan.

Scaling up intervensi

pembangunan bukan merupakan

konsep baru. Konsep ini

muncul sejak 1970, dengan

berkembangnya bantuan untuk

pembangunan. Wacana ini terus

bergulir dikalangan pelaku

pembangunan. Tujuannya

mencapai dampak intervensi

pada skala yang lebih luas.

Upaya scaling up merupakan

tantangan para pelaku

pembangunan, baik pemerintah

pusat dan daerah, organisasi

pembangunan internasional,

maupun NGO (Non-Government

Organization).

Page 15: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

6 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Variansi tersebut menunjukkan bahwa scaling up merupakan konsep yang

luas, dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, multi dimensi, tidak memiliki

definisi yang pasti, dan dapat disesuaikan dengan berbagai konteks.

Bagian ini akan menjabarkan mengenai konsep scaling up yang diambil dari

literatur terkait, untuk memberikan gambaran mengenai luasnya dimensi dan

bentuk scaling up. Menemukan definisi yang tepat untuk scaling up proyek

PHLN di Indonesia bukan merupakan tujuan utama dari studi ini,

namun definisi mengenai scaling up diperlukan untuk menyamakan persepsi

dan pemahaman para pelaku pembangunan, khususnya pemerintah.

Dalam kaitannya

dengan intervensi

pembangunan,

Arntraud Hartmann

dan Johannes F.Linn1

mendefinisikan scaling

up sebagai upaya

ekspansi, adaptasi dan

melanjutkan kebijakan,

program atau proyek

yang sukses di lokasi

yang lain dan waktu

yang berkelanjutan

untuk mencapai

penerima yang lebih

luas.

1 Hartmann, Arntraud and Linn, Johannes F.

In Scaling up-A Framework and Lessons for

Development Effectiveness from Literature and

Practice (Brookings Institute, October 2008).

A. Definisi dan Bentuk Scaling up

Scaling up merupakan salah satu cara untuk mengungkit

solusi atau inovasi pembangunan yang muncul pada level

proyek atau berskala kecil dalam mencapai suatu tujuan

jangka panjang, dan bukan semata-mata menduplikasi

untuk menambah cakupan sasaran proyek.

Scaling up bisa saja tidak dilakukan dalam satu kali intervensi, namun melalui

proses untuk dibangun dan diperbaiki terus menerus hingga dapat memenuhi

kebutuhan dan mengatasi tantangan pembangunan.

Scaling up bukan satu-satunya solusi dalam memperluas

proyek, dan tidak semua model atau inovasi proyek dapat di

scaling up.

Ada kalanya suatu program gagal dan tidak dapat dilanjutkan. Namun, belajar

dari proses kegagalan ini sangat penting untuk menjadi masukan dalam

menentukan intervensi mana yang harus di scaling up dan mana yang tidak.

Uvin (1995) dalam Hartmann and Linn (2008) mengidentifikasi empat dimensi

scaling up:

• Quantitative/ horizontal scaling up, yaitu sebaran geografis untuk lebih

banyak penerima manfaat dalam sektor yang sama, melalui ekspansi

program dengan replikasi di lokasi lain atau menambah jumlah penerima

manfaat di lokasi program.

• Functional scaling up, yaitu ekspansi dengan menambah cakupan

kegiatan. Sebagai contoh, program yang awalnya mengintervensi sektor

pertanian, kemudian menambah cakupannya pada sektor lain.

• Political scaling up, yaitu ekspansi yang dilakukan melalui pengaruh

terhadap proses politik, melalui keterlibatan stakeholder lain.

• Organizational (institutional) scaling up, yaitu ekspansi organisasi

yang melaksanakan intervensi, atau menambah keterlibatan organisasi

lain, atau pembentukan organisasi baru.

Dalam kaitannya dengan perluasan proyek-proyek PHLN yang dilakukan di

Indonesia, pemerintah umumnya mengartikan scaling up sebagai penambahan

jumlah masyarakat penerima manfaat atau perluasan lokasi proyek melalui

replikasi di lokasi lain.

Page 16: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

7 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Hal inilah yang oleh literatur disebut quantitative/horizontal scaling up.

Dikarenakan bentuk scaling up ini merupakan yang paling umum dilakukan,

pemerintah umumnya menggunakan istilah replikasi untuk menyebut upaya

perluasan manfaat.

Namun, intervensi pembangunan bukan merupakan proses yang linier, tetapi

bersifat dinamis dan terus berkembang, dan scaling up juga bukan merupakan

satu kali proses intervensi.

Pengembangan dan penambahan proyek terus menerus dilakukan pada proses

tersebut, agar model yang diperluas memiliki dampak yang lebih besar sebagai

solusi pembangunan.

Pengembangan yang dilakukan dapat berasal dari model atau inovasi lain, dan

berbentuk perubahan kebijakan dan regulasi. Pada upaya perluasan manfaat oleh

pemerintah di Indonesia, proses scaling up di lokasi lain atau penambahan

penerima manfaat akan membutuhkan penyesuaian struktur kelembagaan.

Dengan demikian, pelaksana scaling up disesuaikan dengan konteks lokal

atau daerah.

Ketika suatu model dinilai berjalan dengan baik dan akan diperluas pada

skala nasional, dibutuhkan adaptasi program pada tingkat kebijakan dan

organisasi dengan dukungan politik yang kuat. Hal inilah yang kemudian

disebut sebagai functional atau vertical scaling up.

B. Langkah-langkah Scaling up

Berdasarkan berbagai literatur, langkah pertama scaling up

adalah menentukan suatu proyek apakah dapat dan perlu untuk

diperluas, serta berapa lama akan di scaling up.

Beberapa pertimbangan memutuskan pelaksanaan scaling up, diantaranya.

• Memahami skala proyek, apakah suatu proyek berkonteks lokal, atau sesuai

untuk skala nasional atau bahkan global.

• Memastikan evaluasi model yang telah dijalankan terbukti efektif dan efisien

dalam mengatasi tantangan pembangunan jika dibandingkan dengan

solusi lain.

• Scaling up tidak dapat dilakukan tanpa demonstrasi yang baik dari

model proyek, dan tidak perlu dilakukan jika suatu intervensi proyek telah

mencapai tujuannya.

Dalam konteks inovasi sosial, Nesta2 menjabarkan bahwa model yang layak

diperluas adalah model yang relevan untuk diimplementasikan di luar konteks

model, sederhana, lebih baik dari alternatifnya, tidak bergantung pada individual,

serta efektif dan efisien dari segi biaya.

Pada upaya

perluasan manfaat

oleh pemerintah

di Indonesia,

proses scaling

up di lokasi lain

atau penambahan

penerima

manfaat akan

membutuhkan

penyesuaian

struktur

kelembagaan.

Dengan demikian,

pelaksana scaling

up disesuaikan

dengan konteks

lokal atau daerah.

2 Nesta merupakan lembaga independen Inggris yang memfokuskan tujuan lembaganya untuk

pengembangan inovasi, termasuk inovasi sosial. Making it Big: Strategies for Scaling Social Innovations

(Nesta, 2014) mengidentifikasi strategi yang diperlukan untuk melakukan perluasan inovasi sosial.

Page 17: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

8 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

BENTUK Scaling up

Versi Hartmann and Linn (2008) Versi Nesta

Ekspansi, yaitu perluasan proyek pilot

oleh organisasi pelaksana, termasuk

jika dibutuhkan restrukturisasi

organisasi.

Ekspansi (perluasan cakupan proyek

oleh instansi pelaksana ke target

sasaran dan lokasi yang baru);

Replikasi, perluasan proyek pilot.

Replikasi juga dapat berbentuk

franchising dengan menerapkan

standar yang harus dipenuhi oleh

organisasi lain yang akan menerapkan

modelnya.

Replikasi (penggunaan model oleh

instansi lain di luar pelaksana proyek

untuk memperluas pemanfaatan

model);

Difusi spontan, yaitu penyebaran

praktik-praktik terbaik tanpa upaya

sistematis karena dinilai inovatif.

Proses ini mensyaratkan manajemen

informasi dan pengetahuan yang baik.

Kolaborasi (kerjasama antar

organisasi); dan Adopsi Kebijakan

(adopsi inovasi yang telah

dilakukan oleh pemerintah terkait

dan disesuaikan dengan program

pemerintah yang sedang berjalan).

Hanya saja, literatur mengenai langkah scaling up di atas, menggambarkan

suatu proses yang ideal dimana suatu proyek percontohan sejak awal telah

dibangun untuk merealisasikan ide atau pendekatan baru, untuk kemudian

dievaluasi dan dilakukan perluasan (Gambar 1).

Oleh karena itu, penentuan apakah suatu proyek dapat dan perlu untuk

diperluas akan semakin relevan bagi proyek-proyek PHLN di Indonesia

yang saat ini belum dikembangkan dengan tujuan perluasan sejak awal

perencanaannya.

1. engagement and Innovation 2. Learning 3. Action

New investment proposal,

new model or aproach

Small-scale Activity

Knowladge Framework

Internal monitoring & evaluation

(How well is the activity

working?)

Scale-up Activity

Selanjutnya Apa?

Setelah suatu organisasi

Limited outcomes/impact

External Analysis && evaluation

(What do we know of other experiences?)

Multiple/Increased outcomes/impact

memutuskan untuk

melakukan scaling up,

diperlukan penyusunan

strategi untuk memastikan

tujuan yang ingin dicapai.

Strategi ini akan saling

terkait satu sama lain, dan

akan terus berubah dan

berkembang.

Gambar 1. Proses Scaling up (sumber: Nesta)

Beberapa literatur mengenai scaling up mengidentifikasi kebutuhan untuk

penyusunan strategi yang terdiri dari:

a. Pathways (rute dalam melakukan scaling up) yang dapat dilaksanakan

dalam berbagai bentuk.

Page 18: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

9 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Rute dalam menjalankan scaling up dapat mengambil berbagai bentuk. Rute

tersebut akan ditentukan oleh drivers (penggerak) dan spaces (ruang) untuk

melakukan scaling up.

b. Drivers (Penggerak), yang terdiri dari:

Ide/model/inovasi yang

fleksibilitas. Bentuknya model

proyek, konsep, organisasi

atau manajemen proyek yang

berdampak terbesar pada

pelaksanaannya.

Scaling up harus terkoneksi

manajemen pengetahuan, untuk

memastikan bahwa suatu ide

memang telah terbukti berjalan

dengan baik.

Visi agar ide atau

inovasi tidak berhenti

di lingkup proyek,

namun mencapai jangka

panjang.

Idealnya visi untuk

model yang dapat

diperluas sudah

ada sejak proyek

percontohan.

Kondisi proyek PHLN

biasanya didesain

untuk tujuan satu

kali intervensi. Faktor

perlu atau tidaknya

scaling up perlu dijawab

terlebih dahulu sebelum

merencanakan strategi.

Aktor (kepemimpinan)

penggerak utama

melaksanakan scaling up.

Banyak kasus pelaksanaan scaling

up, aktor lebih menentukan

dibandingkan bukti hasil dan

manfaat dari ide atau inovasi yang

ditawarkan.

Katalis eksternal. Mitra

pembangunan, salah satu

faktor eksternal yang

memengaruhi scaling up

intervensi pembangunan.

Namun saat ini, mitra pembangunan juga

belum memiliki mekanisme yang

sistematis untuk melakukan scaling up

praktik-praktik yang telah dilakukannya.

Insentif dan akuntabilitas menjadi salah satu

faktor utama dalam pelaksanaan scaling up.

Penting!

Mekanisme pelaksanaan scaling up perlu dipastikan

akuntabilitasnya dan memiliki insentif yang memadai.

Oleh karena itu ketersediaan, pengelolaan informasi, dan

mekanisme pemantauan kinerja yang baik perlu dijalankan.

Page 19: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

10 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

c. Ruang Gerak Untuk Terus Mengembangkan Scaling up (Spaces)

Intervensi yang telah dikembangkan melalui model percontohan, memerlukan

ruang gerak untuk terus bertumbuh, yaitu dalam hal: fiskal atau pembiayaan,

politik, kebijakan, organisasi, budaya, kemitraan dan pembelajaran.

Untuk menyamakan

pemahaman,

selanjutnya dalam

studi ini digunakan

istilah scaling up untuk

menjelaskan upaya

perluasan hasil-hasil

terbaik proyek PHLN

secara umum.

Penting! Langkah utama

yang perlu dilakukan

organisasi yang akan

melakukan scaling up:

Tentukan apakah suatu

proyek perlu dan layak

untuk diperluas.

Langkah selanjutnya,

menyusun strategi yang

membantu pelaksana

menerjemahkan

rencana pelaksanaan

scaling up. Kemudian

mengurangi resiko

pelaksanaan scaling

up yang tidak terarah

serta kurang efektif dan

efisien.

Pertimbangan dalam menentukan ruang gerak tersebut, dapat dilakukan

melalui refleksi bentuk ide utama atau model yang dikembangkan. Apakah

suatu model atau inovasi tersebut bersifat “memperkuat” (menawarkan model

yang lebih baik untuk sistem eksisting), atau “menghilangkan” (menawarkan

model baru yang menantang atau bahkan menghentikan sistem eksisting).

Model yang radikal atau mempengaruhi sistem akan lebih sulit

untuk dijalankan, dan membutuhkan lebih banyak ruang gerak untuk

dikembangkan. Hal ini juga akan mempengaruhi waktu pelaksanaan scaling up.

Semakin kompatibel suatu model dengan sistem eksisting, dan infrastruktur

atau sistem pendukung telah berjalan, maka scaling up akan lebih mudah

untuk dilaksanakan.

D. Kesimpulan

Dari penjabaran literatur di atas, dapat disimpulkan bahwa scaling up

diartikan sebagai upaya perluasan kesuksesan proyek atau program untuk

mencapai penerima yang lebih luas.

Istilah scaling up dapat mencakup seluruh dimensi dan bentuk perluasan, baik

secara kuantitatif maupun fungsional (atau vertikal maupun horisontal).

Strategi scaling up secara umum terdiri dari: pathways (rute), drivers (penggerak),

spaces (ruang). Dari kesemuanya, penentuan tujuan, ide utama/produk yang

akan diperluas, dan aktor pelaksana, menjadi faktor utama dalam menentukan

keberhasilan pelaksanaan scaling up.

Scaling up merupakan suatu konsep yang memiliki tujuan jangka panjang

dan dilaksanakan melalui pemanfaatan model/pendekatan yang terbukti

berhasil hingga tujuan tersebut tercapai.

Pelaksanaan scaling up sangat tergantung dengan konteks tujuan yang ingin

dicapai dan model/pendekatan yang telah dikembangkan, tidak memiliki

definisi dan bentuk yang pasti serta dapat dilakukan dalam berbagai dimensi

yang saling terkait satu sama lain.

Literatur di atas dengan demikian hanya dapat menggambarkan mengenai

konsep scaling up, namun belum tentu dapat digunakan untuk mendefinisikan

upaya perluasan yang dilakukan oleh proyek-proyek PHLN.

Page 20: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

11 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

&

3. KEBIJAKAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN PHLN

Studi ini tidak membahas secara mendalam atau memperbandingkan mengenai

Bagian ini akan kebijakan pemerintah dan guideline mitra pembangunan dalam melakukan

optimalisasi pemanfaatan PHLN.

Identifikasi kondisi eksisting ini akan menjadi masukan bagi penguatan kebijakan

sebagai faktor pendorong yang diperlukan dalam melakukan scaling up PHLN.

Salah satu alat implementasi kebijakan yang digunakan untuk memastikan

proyek-proyek PHLN berjalan secara optimal sesuai dengan tujuan yang

direncanakan di awal adalah melalui pelaksanaan pemantauan dan evaluasi.

Pemantauan dan evaluasi pinjaman dan hibah luar negeri pemerintah

diantaranya berlandaskan pada.

melakukan identifikasi

kebijakan yang

telah dilakukan

pemerintah maupun

mitra pembangunan

dalam mendukung

optimalisasi

pemanfaatan PHLN,

khususnya terkait

dengan upaya scaling

up hasil terbaik proyek-

proyek PHLN.

Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.

Peraturan Menteri PPN No. 4 tahun 2011 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah.

Dari kedua landasan peraturan tersebut, pemerintah diamanatkan untuk

melakukan pemantauan dan evaluasi pinjaman dan hibah luar negeri secara

triwulanan, yang meliputi realisasi penyerapan dan kinerja pelaksanaan kegiatan

yang dibiayai PHLN.

Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan adalah untuk menilai pencapaian

sasaran dan tujuan kegiatan, serta kewajiban yang harus dilakukan suatu

proyek PHLN sesuai dengan perjanjian pinjaman atau hibahnya. Selain yang

diamanatkan peraturan pemerintah, mitra pembangunan internasional juga

melakukan pemantauan dan evaluasi secara reguler.

Untuk Bank Dunia dan IFAD, dilakukan supervisi minimal sekali pertahun. Menilai

pencapaian kinerja proyek, capaian penyerapan, serta manajemen proyek.

Selain pencapaian proyek sesuai dengan tujuannya, arah kebijakan PHLN

mengamanatkan agar PHLN dapat memberikan transfer pembelajaran sebagai

masukan untuk penguatan sistem pembangunan di Indonesia. Pengalaman dan

pembelajaran yang dihasilkan dari suatu proyek tersebut dinilai merupakan

kunci utama untuk meningkatkan hasil dan keluaran pembangunan.

Dalam konteks upaya scaling up proyek-proyek PHLN, pembelajaran berperan

dalam menentukan praktik mana saja yang dapat diperluas manfaatnya dan

mana yang tidak, sebagai salah satu bukti hasil pelaksanaan proyek.

Untuk Bank Dunia

dan IFAD, dilakukan

supervisi minimal

sekali pertahun.

Menilai pencapaian

kinerja proyek,

capaian penyerapan,

dan manajemen

proyek.

Page 21: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

12 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Evaluation office IFAD3 mendefinisikan lesson learned (pembelajaran) sebagai

hasil dari proses pembelajaran yang melibatkan refleksi terhadap pengalaman.

Dengan demikian, bukan semua pengalaman, fakta, temuan, atau hasil

evaluasi serta merta menghasilkan pembelajaran.

Pembelajaran

menunjukkan apa

yang akan terjadi,

dan apa yang harus

dilakukan agar sesuatu

dapat tercapai

atau dicegah.

Pembelajaran

merupakan bagian

dari pemantauan dan

evaluasi program.

Beberapa mitra

pembangunan

internasional,

seperti IFAD telah

mensyaratkan

pengelolaan

pengetahuan dalam

proyek-proyek

yang didukung

pendanaannya.

Selain capaian proyek,

IFAD juga

mengamanatkan

dokumentasi penge-

tahuan dan inovasi

yang terjadi pada

pelaksanaan proyek.

Pembelajaran menunjukkan apa yang akan terjadi, dan apa yang harus

dilakukan agar sesuatu dapat tercapai atau dicegah. Pembelajaran

merupakan bagian dari pemantauan dan evaluasi program, dan akan

membantu baik untuk proses penyusunan rekomendasi tindak lanjut dan

sebagai masukan untuk proses desain.

Pembelajaran didapatkan pada setiap tahapan proyek, baik pada proses

desain, pelaksanaan, maupun pada saat proyek berakhir. Bentuk pembelajaran

tidak hanya dalam hal teknis substansi proyek, tetapi juga didapatkan dari

administrasi maupun pengelolaan proyek.

Namun demikian, pemerintah saat ini masih belum memiliki alat yang sistematis

untuk menangkap dan membagi pembelajaran dari proyek-proyek PHLN.

Selama ini, pembelajaran didapatkan dari masing-masing pengelola proyek

PHLN, tanpa mekanisme yang dapat memastikan pembelajaran tersebut

dapat dilembagakan dan diteruskan sebagai masukan pembangunan yang

lebih luas. Hal inilah yang saat ini tengah diupayakan oleh pemerintah melalui

penguatan monitoring dan evaluasi proyek-proyek PHLN agar dapat lebih

berbasis kinerja dan menangkap pembelajaran.

Beberapa mitra pembangunan internasional, seperti IFAD telah mensyaratkan

pengelolaan pengetahuan dalam proyek-proyek yang didukung pendanaannya.

Selain capaian proyek, IFAD juga mengamanatkan dokumentasi pengetahuan

dan inovasi yang terjadi pada pelaksanaan proyek. Hanya saja,

pemanfaatan pengetahuan tersebut masih terbatas bagi masukan perbaikan

dan keberlanjutan pengelolaan proyek yang bersangkutan.

Kemudian, bagaimana dengan evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut yang

harus dilakukan agar hasil proyek dapat optimal ? Permen PPN No. 4 tahun

2011 telah mengatur mengenai evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan PHLN.

Pemerintah sebagai pelaksana kegiatan diamanatkan untuk

melakukan evaluasi akhir atas pencapaian sasaran kegiatan

yang telah ditetapkan, paling lambat enam bulan setelah

perjanjian PHLN berakhir. Hasil evaluasi tersebut kemudian

akan dipergunakan oleh Bappenas sebagai bahan untuk

perencanaan selanjutnya.

Selain peraturan pemerintah, guidelines (tata cara) mitra pembangunan

multilateral juga mensyaratkan penyusunan laporan akhir proyek yang

disebut dengan PCR (Project Completion Report).

3 IFAD merupakan salah satu mitra pembangunan internasional yang mengharuskan dokumentasi pembelajaran pada proyek yang mendapatkan dukungan pendanaannya. Pemantauan/evaluasi proyek IFAD mencakup penilaian terhadap dokumentasi pembelajaran yang telah dilakukan.

Page 22: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

13 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Umumnya, PCR mencantumkan penilaian terhadap keberlanjutan pelaksanaan

proyek dan lesson learned yang didapatkan pada saat pelaksanaan proyek.

Meskipun peraturan pemerintah mengamanatkan evaluasi pelaksanaan

kegiatan PHLN setelah proyek berakhir, saat ini belum terdapat mekanisme

untuk menindaklanjuti evaluasi hasil dan pembelajaran tersebut. Akibatnya,

sebagian besar manfaat dan pembelajaran proyek PHLN berhenti pada saat

proyek berakhir.

Namun demikian, pada beberapa proyek PHLN, telah dilakukan inisiasi tindak

lanjut yang berasal dari kesepakatan bersama antara pemerintah pelaksana

proyek dan mitra pembangunan terkait. Tindak lanjut yang dilakukan umumnya

sangat bergantung pada kegiatan proyek, serta komitmen pelaksana proyek

yang bersangkutan.

Tindak lanjut hasil dan pembelajaran proyek PHLN tidak selalu dilaksanakan

setelah proyek berakhir, tetapi idealnya dimulai sejak pelaksanaan proyek

dan telah tercantum dalam strategi keberlanjutan yang disepakati pada saat

perencanaan proyek.

Berdasarkan pada pengalaman pelaksanaan proyek PHLN tersebut,

diidentifikasi beberapa opsi tindak lanjut yang telah dilakukan.

1Memastikan keberlanjutan

hasil yang telah dibangun

Opsi tindak lanjut ini dilakukan untuk me- mastikan hasil-hasil yang telah dibangun proyek, diserahterimakan kepada penerima manfaat, dipastikan kelanjutan pengelolaan-

nya, dan dikembangkan lebih lanjut.

Opsi ini adalah yang paling umum dilaksanakan pada saat proyek berakhir,

dengan didukung adanya ketentuan dari mitra pembangunan internasional

untuk melakukan serah terima hasil yang telah dibangun.

Beberapa proyek PHLN dengan komitmen kuat pelaksana, strategi keberlanjutan

tidak normatif hanya salah satu unsur desain proyek atau PCR. Namun disusun,

memastikan transisi proyek sepenuhnya dimiliki dan dilanjutkan masyarakat

penerima manfaat atau unsur pemerintahan yang terkait.

Untuk melengkapi dan memastikan keberlanjutan, pada beberapa proyek PHLN

Bank Dunia dan IFAD, misalnya pada READ (Rural Empowerment for Agriculture

Development) dan FEATI (Farmer Empowerment Agricultural Technology and

Information Project), strategi tersebut juga ditindaklanjuti dengan penyusunan

Memorandum of Understanding antara pemerintah pusat dan daerah. MOU

itu berisi komitmen pemerintah daerah untuk mengelola dan melanjutkan hasil

yang telah dibangun proyek.

Namun demikian, upaya keberlanjutan yang dilakukan mitra pembangunan

dan pemerintah sebagai pelaksana proyek hanya sebagai fasilitator. Hal ini juga

bergantung pada komitmen dari unsur pemerintah yang melanjutkan hasil

proyek. Tidak adanya mekanisme untuk mengevaluasi hasil yang telah dibangun

proyek PHLN, mensyaratkan agar opsi tindak lanjut ini dibangun sejak awal

proyek dan harus disertai dengan tingkat ownership yang tinggi dari pemerintah.

Melalui opsi 1, desain

proyek PHLN, khususnya

untuk Bank Dunia dan IFAD,

telah memasukkan aspek

keberlanjutan. Berbentuk

identifikasi isu atau resiko

yang akan menghambat

keberlanjutan proyek,

penyusunan strategi

keberlanjutan, dan

ownership pemerintah.

Aspek keberlanjutan

tersebut yang kemudian

akan dipantau dan

dievaluasi pada saat

pelaksanaan proyek dan

pada saat penyusunan

PCR.

Page 23: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

14 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Melalui opsi 2, hasil

dan pembelajaran

yang didapatkan dari

proyek-proyek PHLN

dilembagakan pada

2 Pelembagaan hasil

dan pembelajaran untuk keberlanjutan proyek

Umumnya, komponen kegiatan proyek me-

mang dirancang sejak awal untuk dapat

diadopsi pada lembaga pelaksana yang ber-

sangkutan.

Kementerian/Lembaga

terkait pelaksana proyek.

Melalui adopsi substansi,

pengelolaan, maupun

administrasi kegiatan

proyek.

Kemudian diterapkan

sebagai mekanisme atau

kebijakan Kementerian/

Lembaga yang

bersangkutan.

Misalnya, adalah pelembagaan modul pendidikan anak usia dini yang dilakukan

di proyek ECED (Early Childhoold Education Development) pada Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan. Pelembagaan merupakan bagian dari strategi

keberlanjutan yang dilakukan untuk memastikan hasil dan pembelajaran

proyek dapat berlanjut.

Melalui opsi 3,

Penyebarluasan yang

dilakukan umumnya

berbentuk penambahan

cakupan penerima

3 Penyebarluasan

hasil dan manfaat proyek

Opsi tindak lanjut ini dilaksanakan untuk

menyebarluaskan hasil yang didapatkan dari

proyek-proyek PHLN.

manfaat proyek, replikasi

proyek di lokasi lain, atau

adopsi hasil dan model

dari proyek-proyek

PHLN dalam kebijakan

pemerintah untuk

dilaksanakan di skala

lebih luas.

Penyebarluasan hasil dan manfaat proyek secara kuantitatif, selama ini

umumnya disepakati bersama antara pelaksana proyek dengan mitra

pembangunan. Melalui penambahan pendanaan dari mitra pembangunan

untuk pelaksanaan proyek di lokasi yang lain atau untuk target penerima

manfaat yang lebih banyak.

Melalui opsi 4, Opsi

kebijakan ini diatur

oleh pemerintah

dalam Permen PPN

No. 4 tahun 2011.

4 Masukan untuk

penajaman perencanaan PHLN dan perencanaan pembangunan ke depan

Selama ini, masukan terkait PHLN untuk rencana

pembangunan ke depan, baru terkait dengan pe-

nentuan jumlah besaran dan penentuan priori-

tas pemanfaatan PHLN untuk sektor tertentu.

Dengan menggunakan

monitoring dan evaluasi

sebagai alat untuk

mengekstrak hasil dan

pembelajaran proyek-

proyek PHLN sebagai

masukan perencanaan

pembangunan.

Padahal, proyek-proyek PHLN memiliki pembelajaran yang bisa diambil, baik

dari segi teknis pelaksanaan, administrasi maupun pengelolaan proyek yang

dapat bermanfaat bagi penguatan sistem pemerintah.

Page 24: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

15 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Dari opsi tindak lanjut di atas, dapat diklasifikasikan dua kebijakan keber-

lanjutan yang ditempuh pemerintah dan mitra pembangunan terkait dengan

pengoptimalan pemanfaatan PHLN, yaitu:

� Memastikan manfaat proyek tidak berhen-

ti setelah proyek berakhir, melalui strate-

gi keberlanjutan dan pelembagaan hasil

atau pembelajaran yang terkait dengan

teknis maupun administrasi pengelolaan

proyek.

� Penyebarluasan hasil dan manfaat proyek,

melalui perluasan cakupan penerima man-

faat serta masukan penajaman perenca-

naan PHLN dan perencanaan pemban-

gunan ke depan.

Opsi kebijakan ini dilakukan dalam lingkup keproyekan dan bertujuan untuk memas- tikan hasil dan pembelajaran proyek terus berlanjut dan dikembangkan oleh pener- ima manfaat atau unsur pemerintah ter- kait, meskipun proyek telah berakhir masa lakunya.

Opsi kebijakan ini dilakukan dalam rang- ka memperluas hasil dan pembelajaran proyek PHLN agar mencakup penerima yang lebih luas dari lingkup proyek awal.

Kedua klasifikasi kebijakan yang ditempuh untuk memastikan keberlanjutan di

atas memang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait.

Identifikasi pemisahan kebijakan keberlanjutan tersebut dilakukan untuk

menyamakan pemahaman bahwa optimalisasi maupun keberlanjutan proyek-

proyek PHLN tidak ditempuh dengan hanya satu opsi kebijakan saja, tetapi

terdapat banyak pilihan kebijakan yang dapat diambil.

Dalam studi ini, kebijakan optimalisasi pemanfaatan PHLN yang dibahas

adalah dalam konteks kebijakan keberlanjutan yang kedua, yaitu perluasan

hasil dan manfaat terbaik proyek (scaling up) agar mencakup penerima yang

lebih luas di luar lingkup proyek.

Berkaitan dengan hal tersebut, hasil dan pembelajaran proyek akan menjadi

fondasi utama dalam menentukan diperlukan atau tidaknya pelaksanaan scaling

up, serta untuk menyusun strategi yang akan memastikan perluasan manfaat

berjalan efektif dan efisien. Dengan demikian, penguatan pemantauan dan

evaluasi akan menjadi kebutuhan utama dalam mendukung pelaksanaan

scaling up.

Pemantauan dan evaluasi yang diperlukan tidak hanya pada tahapan pelaksanaan

proyek, tetapi juga pada saat proyek telah berakhir dan saat pemerintah mulai

menjalankan scaling up.

Page 25: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

16 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

4. CONTOH PRAKTIK SCALING UP PROYEK PHLN DI INDONESIA

Dalam studi ini, ke-

bijakan optimalisasi

pemanfaatan PHLN

yang dibahas adalah

dalam konteks kebi-

jakan keberlanjutan

yang kedua, yaitu

perluasan hasil dan

manfaat terbaik proyek

(scaling up) agar

mencakup penerima

yang lebih luas di luar

lingkup proyek.

Tanpa adanya

peraturan atau

kerangka kerja

yang sistematis,

Kementerian/Lembaga

pengelola proyek

PHLN selama ini secara

mandiri berinisiatif

untuk melakukan

scaling up.

Bukti manfaat proyek

bisa didapatkan dari

hasil monitoring

Praktik scaling up yang telah dilakukan memiliki bentuk yang beragam

sesuai dengan keragaman pendekatan proyek PHLN dan Kementerian/

Lembaga penanggungjawab. Variansi tersebut timbul dari pemahaman

masing-masing pelaksana, tujuan, serta proses yang dijalankan pelaksana

dalam melakukan scaling up.

Meskipun bervariasi, landasan pelaksana proyek dalam melakukan scaling up

adalah pemikiran mengenai kebutuhan untuk melanjutkan dan memperluas/

mengungkit hasil-hasil terbaik yang telah dihasilkan proyek.

Pelaksana merasakan manfaat atau kelebihan pendekatan proyek jika

dibandingkan dengan program-program serupa. Oleh karena itu, pelaksana

menginginkan agar manfaat tersebut dapat digunakan di wilayah lain atau

bahkan dipergunakan sebagai pendekatan standar untuk sektor pembangunan

tertentu.

A. Pemilihan Contoh Praktik Scaling up

Studi ini akan mengambil dua contoh proyek PHLN, READ (Rural

Empowerment and Agricultural Development) yang didukung

oleh pinjaman dan hibah IFAD; dan REKOMPAK (Rehabilitasi dan

Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas)/ CSRRP

(Community-based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project)

yang didanai oleh hibah Bank Dunia.

Kedua proyek tersebut dipilih sebagai contoh karena meskipun masing-

masing proyek memiliki proses scaling up yang berbeda, keduanya saat ini

menjadi salah satu percontohan bagi masukan kebijakan pemerintah pusat

dalam mengembangkan upaya scaling up proyek-proyek PHLN yang lebih

sistematis.

Waktu pelaksanaan READ yang baru berakhir di tahun 2014, dan REKOMPAK

yang akan berakhir di pertengahan tahun 2015 juga mempermudah

dokumentasi proses scaling up yang saat ini sedang berjalan.

Selain itu, komitmen aktor pelaksana kedua proyek yang sangat kuat, yaitu

dari Kementerian/Lembaga pelaksana proyek dan mitra pembangunan

multilateral, juga menjadi pertimbangan pemilihan contoh proyek.

dan evaluasi, atau

untuk beberapa kasus

merupakan rekomendasi

kelanjutan hasil dan

pendekatan proyek

yang didukung dengan

komitmen yang kuat.

Sebelum membahas kedua contoh proyek di atas, akan dibahas mengenai

proses scaling up Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

secara umum. Studi ini tidak akan mengambil PNPM sebagai contoh untuk

dianalisis dengan lebih mendalam, dengan pertimbangan kompleksitas dan

luasnya cakupan program tersebut.

Namun demikian, kisah sukses scaling up PNPM tidak dapat dilewatkan.

PNPM merupakan salah satu contoh scaling up proyek PHLN yang paling

menonjol dan gambaran umum mengenai proses scaling up program ini

dinilai dapat memberikan masukan bagi keluaran studi.

Page 26: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

17 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

1. PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat)

Pelaksana PNPM adalah Kementerian Dalam Negeri untuk PNPM Perdesaan,

dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk PNPM Perkotaan. Hingga 2014, PNPM

masih berjalan dan menjadi salah satu program utama pemerintah dalam

penanggulangan kemiskinan dan merupakan program berbasis pemberdayaan

masyarakat terbesar di Indonesia.

Desain PNPM berpusat pada pendekatan program yang berbasis

pada partisipasi dan penguatan kapasitas masyarakat, sehingga

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran

dana pemerintah untuk program penanggulangan kemiskinan.

Bentuk scaling up PNPM

Setiap tahunnya, cakupan lokasi pelaksanaan PNPM diperluas dan saat ini PNPM

telah menjangkau seluruh wilayah di Indonesia. Perluasan PNPM tidak hanya

pada jumlah penerima manfaat atau perluasan lokasi program, tetapi juga pada

penguatan dan modifikasi program yang terus menerus.

Kesuksesan scaling up PNPM tidak hanya berhenti di level proyek,

tetapi juga memengaruhi pendekatan program-program pem-

bangunan lain di Indonesia menjadi lebih partisipatif dan

fleksibel sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Seiring dengan berkembangnya program menjadi salah satu prioritas

pembangunan pemerintah, mitra pembangunan bilateral dan multilateral

selain Bank Dunia juga turut berkontribusi memberikan pembiayaan

dan melakukan pengembangan PNPM. Besarnya sumber pendanaan luar negeri

untuk PNPM yang berbentuk pinjaman dan hibah, menghasilkan kreativitas dan

inovasi pengembangan proyek-proyek pilot yang berskala lebih kecil dengan

fokus sektor pembangunan tertentu. Misalnya, adalah PNPM Generasi yang fokus

di sektor kesehatan dan pendidikan, yang mendapatkan dukungan pendanaan

dari Pemerintah Australia dan MCC (Millenium Challenge Corporation) melalui

Bank Dunia.

Pemerintah, baik pusat dan daerah, juga telah menginisiasi scaling

up PNPM melalui replikasi program serta adopsi konsep dan

pendekatan PNPM yang disesuaikan dengan konteks kedaerahan

atau fokus sektor tertentu.

Beberapa bentuk scaling up yang telah dikembangkan di PNPM dapat

diidentifikasi sebagai berikut.

Diluncurkan pada 2007,

PNPM dilaksanakan

dengan dukungan

pendanaan Bank Dunia

yang dimulai 2008.

Berlokasi di wilayah

perdesaan, PNPM

Mandiri Perdesaan.

Berlokasi di wilayah

perkotaan, PNPM

Mandiri Perkotaan.

Ekspansi PNPM di lokasi lain, tanpa

adanya modifikasi program, melalui

perluasan cakupan PNPM hingga men-

jangkau seluruh Indonesia dan perluasan

sasaran penerima manfaat.

Bentuk ini dilakukan melalui ekspansi

PNPM reguler oleh Kementerian Dalam

Negeri dan Kementerian Pekerjaan Umum

sebagai pelaksana proyek.

Ekspansi PNPM memungkinkan dengan

dukungan pendanaan terus menerus dari

Bank Dunia sebagai mitra pemerintah

yang mendukung mulainya inisiasi

program ini.

Page 27: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

18 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

2005 GoI menilai efektivitas pelaksanaan

program pembangunan berbasis masyarakatnya

2010 Penguatan regulasi PNPM, melalui Inpres No.1/2010 tentang prioritas

pembangunan dan pendirian TNP2K (Tim Nasional percepatan

Penanggulangan Kemiskinan)

Ekspansi PNPM dengan modifikasi

program, melalui fokus kegiatan yang

disesuaikan de-ngan kebutuhan sek-

tor tertentu, namun tetap dilaksanakan

oleh Kementerian Dalam Negeri dan

Kementerian Pekerjaan Umum.

Replikasi PNPM dengan menggunakan

dana pemerintah pusat dan pemer-

intah daerah, serta dukungan dana

dari mitra pembangunan lainnya.

Replikasi dilakukan dengan penye-

suaian program sesuai dengan konteks

lokal dan fokus kegiatan yang menjadi

tujuan proyek.

Adopsi kebijakan PNPM menjadi pro-

gram utama untuk penanggulangan

kemiskinan nasional.

Misalnya, adalah program pilot Pe-

nataan Lingkungan Permukiman Berbasis

Komunitas (PLPBK) atau PNPM Neighbour-

hood Development yang fokus pada kegia-

tan penataan lingkungan permukiman mi-

skin di perkotaan.

Program pilot ini juga dipersiapkan sebagai

kelanjutan dari PNPM Perkotaan, serta

didanai oleh Bank Dunia dan Kementerian

Pekerjaan Umum.

Misalnya, adalah PNPM RESPEK (Rencana

Strategi Pembangunan Kampung) yang

dilaksanakan oleh Kementerian Dalam

Negeri dan Pemda Papua dengan

menggunakan dana otonomi khusus

Papua dan disesuaikan dengan kondisi

masyarakat Papua.

Dilakukan dengan dukungan kebijakan

dan regulasi oleh pemerintah pusat.

2006 Hasil penilaian program menunjukkan keefektifan penggunaan pendekatan

berbasis masyarakat

2009 Cakupan PNPM diperluas

di seluruh Indonesia (nationwide)

2007 Launching PNPM Mandiri

2009 Penerbitan Perpres No. 13/2009

yang mencantumkan pendekatan program berbasis masyarakat

sebagai salah satu program

penanggulangan kemiskinan

Gambar 2. Timeline: Lima Tahun Pelaksanaan PNPM di Indonesia (sumber: www.worldbank.org)

Selain upaya scaling up di atas, juga terdapat scaling up (eplikasi) dan adopsi

konsep pemberdayaan masyarakat PNPM pada berbagai proyek atau program

lain yang memiliki tujuan dan pendekatan yang berbeda-beda.

Seperti PAMSIMAS (Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

Berbasis Masyarakat) yang bertujuan untuk memenuhi target pelayanan air

bersih dan sanitasi, atau SPADA (Support for the Poor and Disadvantaged

Area) yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan di daerah tertinggal.

Page 28: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

19 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Faktor Pendorong Scaling up PNPM

Scaling up PNPM hingga menjadi suatu program nasional yang bersifat multi

dimensi mengalami proses yang sangat panjang dan memiliki keistimewaan

jika dibandingkan dengan proyek-proyek PHLN lainnya.

Keistimewaan tersebut misalnya adalah pada jangka waktu program yang

memakan waktu enam tahun sejak PNPM diluncurkan di 2008 dan bahkan

sampai dengan 16 tahun pelaksanaan sejak awal inisiasi model pendekatan

PNPM melalui KDP dan UPP.

Hal ini tentu berbeda dengan proyek-proyek PHLN lainnya yang

dijalankan hanya sebagai satu kali intervensi dan umumnya memiliki

jangka waktu program selama 5 – 6 tahun.

PNPM juga tidak dapat disebut sebagai series projects dikarenakan tujuan jangka

panjangnya untuk menanggulangi kemiskinan bukan lagi merupakan

intervensi proyek, namun merupakan program prioritas nasional yang disepakati

bersama oleh pemerintah.

Studi ini akan mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendorong yang

mendukung scaling up PNPM.*

� Pendekatan PNPM dinilai inovatif jika dibandingkan dengan program pem-

bangunan lainnya dan berhasil dalam mencapai target pembangunan

yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Inovasi tidak hanya dalam hal pendekatan program yang berbasis ma-

syarakat, tetapi juga dalam manajemen pelaksanaan yang bekerjasama den-

gan sektor privat (konsultan individu dan LSM).

� Adanya standarisasi prosedur program yang membuat PNPM sesuai

untuk diterapkan di lingkup nasional. Prosedur standar tersebut di-

jalankan dengan ketat, didukung oleh pengawasan program oleh

konsultan di tingkat pusat, provinsi, kecamatan, dan desa/kelurahan.

� Pendanaan Bank Dunia sebagai sumber pembiayaan utama dalam

menjalankan PNPM, sekaligus sebagai katalis untuk memperkuat penga-

wasan program dengan mekanisme monev Bank Dunia yang dijalankan se-

cara reguler.

Perjanjian pinjaman/hibah juga menjadi acuan yang memungkinkan pelak-

sanaan program menjadi lebih ketat dan inovatif (not business as usual).

� Dukungan politik yang kuat dari pemerintah untuk menjadikan PNPM

sebagai program nasional dengan tujuan jangka panjang bagi penanggu-

langan kemiskinan di Indonesia.

Hal ini memungkinkan PNPM diterima oleh seluruh unsur pemerintah

serta dijalankan dalam jangka waktu lama yang memberikan kesempatan

pengembangan dan perbaikan program yang terus menerus.

REKOMPAK yang

menjadi salah satu

contoh proyek

dalam studi ini, juga

menggunakan konsep

dasar pemberdayaan

masyarakat dari PNPM.

Proyek ini juga

memanfaatkan

kelompok masyarakat

dan fasilitator yang

telah berjalan pada

PNPM di lokasi sasaran.

PNPM di Indonesia

tidak lagi diartikan

sebagai single project

yang berdiri sendiri,

namun merupakan

program payung

yang mengumpulkan

seluruh inisiatif program

penanggulangan

kemiskinan berbasis

pemberdayaan

masyarakat di

Indonesia.

* Meskipun analisis mengenai scaling up PNPM memerlukan kajian tersendiri untuk memberikan gambaran yang lebih utuh.

Page 29: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

20 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

� Dukungan yang kuat dari aktor pelaksana PNPM juga memungkinkan

perubahan kebijakan dan penguatan regulasi yang perlu dijalankan untuk

mendukung PNPM.

Misalnya, adalah pelaksanaan pekerjaan konstruksi oleh masyarakat,

yang membutuhkan penyesuaian kebijakan baik di sisi pemerintah maupun

Bank Dunia.

� Scaling up PNPM dilakukan dengan berdasarkan penilaian hasil, evaluasi

dan penguatan program yang terus menerus, dengan ditopang mekanisme

pengelolaan data dan MIS (Management Information System) yang baik.

Selain pengelolaan database yang baik, PNPM juga memiliki sistem complain

handling yang handal, sehingga memastikan transparansi dan akuntabilitas

program.

Seperti yang akan dijelaskan dalam hasil evaluasi KDP (Kotak 2.), faktor-faktor

pendorong pelaksanaan scaling up di atas memang memberikan keuntungan

tersendiri bagi perluasan manfaat program.

Namun, di sisi lain, juga terdapat pertanyaan mengenai sampai berapa

lama scaling up dalam bentuk series projects akan dilakukan? Sampai

kapan pendanaan luar negeri akan terus dimanfaatkan untuk PNPM?

Untuk tujuan jangka panjang, idealnya scaling up berujung pada adopsi PNPM

dalam program dan sistem pemerintah. Tanpa visi dan strategi yang jelas, scaling

up akan terus terjebak pada fase pilot.

Pelaksanaan scaling up beresiko berubah menjadi birokrasi program yang

rutin dan kehilangan tujuan awalnya. Diperlukan evaluasi yang terus menerus

terhadap program yang telah dijalankan dan refleksi terhadap tujuan pemerintah

melakukan scaling up. Hal ini agar pemerintah dapat menyusun strategi dan

langkah selanjutnya.

PNPM telah menghasilkan banyak capaian dan perubahan, namun capaian

tersebut beresiko menjadi suatu intervensi “jangka pendek” yang terfragmentasi

dan tidak mencapai manfaat yang maksimal bagi penguatan kelembagaan dan

sistem pemerintah untuk jangka panjang.

Untuk tujuan jangka

panjang, idealnya scal-

ing up berujung pada

adopsi PNPM dalam

program dan sistem

pemerintah.

Tanpa visi dan strate-

gi yang jelas, scaling

up akan terus terjebak

pada fase pilot.

Page 30: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

21 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Kotak 2.

Studi Kasus KDP dalam Reducing Poverty on a Global Scale,

Learning and Innovating for Development, Findings from the

Shanghai Global Learning Initiative (Blanca Moreno-Dodson, 2005)

KDP dikembangkan sebagai respon Indonesia terhadap krisis ekonomi,

keuangan, dan politik di Indonesia pada tahun 1998. Program ini lahir dengan

dukungan politis yang kuat dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.

KDP berhasil membangun infrastruktur di lokasi yang sulit diakses dan

dengan biaya yang lebih murah dari pihak ketiga, memberikan lapangan

kerja jangka pendek bagi masyarakat, dan dari sisi penyaluran dana

(disbursement) menjadi yang tercepat dibandingkan program dukungan

Bank Dunia lainnya.

Kelebihan KDP di antaranya terletak pada:

� Pemberdayaan masyarakat melalui pengambilan keputusan yang

berdasarkan pada partisipasi.

� Hierarki program yang langsung diserahkan ke pemerintah di tingkat lokal.

� Tingginya transparansi program yang disebabkan karakter kegiatan dengan

partisipasi masyarakat yang kuat, dan sanksi yang tegas bagi pelanggaran.

� Penguatan akuntabilitas pemerintah.

� Jaringan kerjasama dengan individual sebagai fasilitator dan LSM sebagai

pemantau kegiatan.

Scaling up ini dimungkinkan dengan standarisasi prosedur dan proses KDP.

Selain itu, juga terdapat katalis dari pendanaan Bank Dunia yang melakukan

monitoring dan evaluasi program secara reguler dan Bank Dunia juga melakukan

penyesuaian mekanismenya untuk memungkinkan prosedur KDP menjadi lebih

sederhana.

Pelaksanaan scaling up KDP dipercepat dengan penggunaan konsultan

individu untuk memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat. Di satu sisi,

hal ini memberikan keuntungan jika dibandingkan pelaksanaan program

KDP sebagai salah satu

praktik pemberdayaan

masyarakat untuk

penanggulangan

kemiskinan, cukup

dikenal di dunia

pembangunan

internasional.

KDP merupakan salah satu

contoh kasus yang diulas

dalam Shanghai Global

Learning Initiative yang

dilaksanakan atas

kerjasama Bank Dunia dan

Pemerintah Cina.

Seiring berjalannya

program, KDP telah

memperluas cakupan

lokasi sasarannya.

KDP telah meluas dari

yang semula pilot proyek

di 25 desa menjadi 28.000

desa dalam jangka waktu

6 tahun (1998-2003).

oleh pemerintah yang pasti akan membutuhkan banyak penyesuaian. Namun

demikian, hal ini di sisi lain menjadi kontroversi tersendiri karena tidak mendukung

pembangunan kelembagaan pemerintah.

Tujuan jangka panjang program pemberdayaan masyarakat seperti KDP,

idealnya adalah untuk menjadi bagian permanen dari kelembagaan pemerintah.

Hal ini pada akhirnya menjadi paradoks, karena di awal perencanaan, model

proyek dikembangkan sebagai kendaraan untuk mengatasi tantangan yang

dihadapi jika proyek dilaksanakan langsung oleh pemerintah. Kondisi inilah

yang kemudian menyebabkan banyak proyek tidak pernah “lulus” dari fase pilot.

Scaling up KDP menjadi salah satu contoh potensi trade-off yang terjadi antara

memilih kecepatan pelaksanaan scaling up dengan tujuan penguatan kapasitas

kelembagaan pemerintah untuk jangka panjang.

Page 31: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

22 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Daftar proyek yang menggunakan pendekatan PNPM

Judul

Pelaksana Mitra

Pembangunan Proyek Pilot

Ekspansi (geografis)

Ekspansi

Replikasi

Kecamatan Development Project (KDP)

Kementerian Dalam Negeri

Bank Dunia

ü

PNPM Mandiri Perdesaan

Kementerian Dalam Negeri

Bank Dunia ü

PNPM Pertanian Kementerian Dalam Negeri

IFAD ü ü

PNPM Generasi Kementerian Dalam Negeri

Bank Dunia ü

PNPM Peduli Kementerian Dalam Negeri

Bank Dunia ü

PNPM Green Kementerian Dalam Negeri

Bank Dunia ü

PNPM Paska Bencana

Kementerian Dalam Negeri

Bank Dunia ü

PNPM Village Training

Kementerian Dalam Negeri

Bank Dunia ü

PNPM Respek Kementerian Dalam Negeri & Pemda Papua

- ü ü

Urban Poverty Project

Kementerian PU Bank Dunia, IDB ü

PNPM Paska Bencana

Kementerian PU Bank Dunia ü

USRI Kementerian PU ADB ü

PLPBK (PNPM Neighbourhood Development)

Kementerian PU Bank Dunia ü ü

Page 32: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

23 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

2. READ (Rural Empowerment and Agricultural Development)

READ (Rural Empowerment and Agricultural Development) adalah proyek

kerjasama pemerintah dan IFAD, yang bertujuan untuk meningkatkan mata

pencaharian masyarakat miskin secara berkelanjutan melalui peningkatan

pertumbuhan kegiatan ekonomi pertanian masyarakat.

Lima kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah: Kabupaten Banggai, Kabupaten

Buol, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Toli-Toli.

Tingkat pusat adalah Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian. Dinas Pertanian

provinsi dan kabupaten bertindak sebagai pelaksana di tingkat daerah.

Dukungan pendanaan IFAD untuk READ adalah pinjaman sebesar USD 21,08 juta

dan hibah sebesar USD 500.000.

Dinamika dan Hasil Pelaksanaan READ

Dilaksanakan akhir 2008 Desain READ sebelum MTR dinilai belum

dan telah berakhir 2014, memberikan kejelasan mengenai keterkaitan

kinerja READ di awal komponen kegiatan untuk mencapai tujuan proyek.

Apa itu READ?

Penerima manfaat READ

Pelaksana READ

Dukungan Pendanaan

Dalam jangka waktu

enam tahun

pelaksanaannya, READ

telah membentuk 1.075 dinilai kurang memuaskan

dan mengakibatkan

perubahan desain proyek

pada MTR (Mid Term

Review) 2011.

Tiga tahun pelaksanaan

pasca MTR, READ terus

memperbaiki kinerjanya

dan mendapatkan penilaian

satisfactory berturut-

turut pada supervisi yang

Selain itu, pelaksanaan kegiatannya terlalu

menitikberatkan pada pengembangan infrastruktur

yang tidak terhubung langsung dengan tujuan proyek

dalam meningkatkan kegiatan pertanian masyarakat.

Melalui redesain, kegiatan READ lebih

difokuskan pada sektor pertanian yang

dicerminkan dengan perubahan komponen

menjadi:

(A) Pemberdayaan masyarakat;

(B) Peningkatan penghidupan masyarakat;

kelompok masyarakat

yang berbasis

komoditas unggulan.

Komoditas itu adalah

padi/jagung, kakao,

kopra, sayuran, pekara-

ngan/ternak kecil, usaha

off farm untuk kelom-

pok perempuan, dan

kelompok dana bergulir.

Kelompok masyarakat

tersebut mendapatkan

dilakukan bersama-sama oleh

pemerintah dan IFAD pada

2012 s.d. 2014.

(C) Infrastruktur pedesaan;

dan (D) Manajemen program dan analisis

kebijakan.

dukungan

pengembangan

kegiatan pertanian

produktif melalui

pendampingan, Evaluasi hasil READ pada pertengahan 2014 yang dilakukan oleh pengelola

proyek, menunjukkan bahwa pendekatan pemberdayaan READ telah sesuai

dengan kebutuhan masyarakat dan berkontribusi pada peningkatan produksi

pertanian masyarakat.

pelatihan, dukungan

sarana dan prasarana,

dukungan infrastruktur,

serta bantuan dana

bergulir.

Page 33: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

24 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Identifikasi evaluasi awal keunggulan READ dari pembelajaran

pelaksanaan proyek, sebagai berikut:

Meskipun pada akhir

pelaksanaannya READ telah

menunjukkan kontribusi

positif terhadap kegiatan

pertanian masyarakat,

kelanjutan pengelolaan

hasil yang telah dibangun

menjadi kebutuhan utama.

Oleh karena itu, pemerintah

dan IFAD bersama-sama

memperkuat penyusunan

strategi keberlanjutan agar

hasil yang telah dibangun

READ dapat terus diperkuat

dan diperluas.

Scaling up READ

direncanakan sebagai

bagian dari strategi

keberlanjutan yang

penyusunannya di awal

dimandatkan oleh IFAD

dalam rangka memastikan

keberlanjutan hasil READ

setelah proyek berakhir.

� Desain proyek yang komprehensif, mencakup seluruh aspek pendukung

kegiatan pertanian.

� Pendekatan pemberdayaan masyarakat, yang mendorong inisiatif dan

rasa kepemilikan dari masyarakat dalam melaksanakan kegiatan.

� Manajemen proyek lintas sektoral yang meningkatkan kerjasama antar

dinas terkait di daerah.

� Adanya kemitraan dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang

dikontrak oleh proyek sebagai fasilitator masyarakat, dan inisiasi

kemitraan dengan pihak swasta melalui kerjasama pelatihan komoditas

kakao dengan PT. Mars.

� Penguatan kelembagaan masyarakat dan perluasan jejaring bagi

penerima manfaat dan pengelola READ dengan lembaga penelitian

teknologi pertanian dan pihak swasta.

Pemerintah bersama-sama dengan IFAD tengah melaksanakan evaluasi akhir

atas pelaksanaan READ yang ditargetkan selesai di awal 2015.

Kinerja READ memang membaik pada paruh akhir pelaksanaan proyek,

namun demikian, capaian tersebut dinilai terlalu dini untuk diakhiri pada

2014 sesuai desain awal READ.

Karakter proyek yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat

menimbulkan tantangan tersendiri ketika proyek didesain ulang pada saat

MTR. Kelompok masyarakat yang semula berbasis pada pengelolaan dana

bergulir, dirubah menjadi kelompok berbasis komoditas unggulan. Hal ini

memerlukan pendampingan yang intensif untuk sosialisasi ulang ke kelompok

masyarakat.

Scaling up dalam Strategi Keberlanjutan READ

Exit strategy (strategi keberlanjutan) READ disusun sejak akhir 2013, dan

melalui proses konsultasi yang terus menerus antara Kementerian Pertanian,

dinas terkait di daerah, Bappenas, Kementerian Keuangan, dan IFAD.

Pada 30 Juni 2014, dokumen awal exit strategy READ difinalkan oleh BPPSDMP

Kementerian Pertanian sebagai bahan konsultasi untuk penyusunan strategi

lebih lanjut.

Dalam dokumen exit strategy tersebut, keberlanjutan READ dimaksudkan untuk

memanfaatkan pengetahuan dari efektifitas READ, dengan melembagakan

model READ menjadi salah satu model pengembangan pertanian di

Indonesia.

Dengan rasa kepemilikan yang kuat dari manajemen proyek, pengelola

READ kemudian memanfaatkan proses penyusunan strategi tersebut untuk

secara optimal memfasilitasi keberlanjutan dan perluasan proyek.

Page 34: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

25 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Strategi READ direncanakan untuk dilaksanakan setelah 2014, dengan dua

tujuan utama, yaitu:

(i) Menjaga keberlanjutan pelaksanaan komponen READ di lokasi sasaran eksisting proyek di Provinsi Sulawesi Tengah.

Strategi tahap pertama ini akan dilaksanakan di lokasi eksisting, tanpa penam-

bahan lokasi baru. Pemerintah pusat akan memfasilitasi keberlanjutan READ,

melalui kegiatan penguatan kelembagaan masyarakat, penguatan pemeli-

haraan infrastruktur dan alat tani. Kemudian penguatan fasilitasi pening-

katan produksi pertanian melalui penangkaran benih padi dan jagung, serta

pelembagaan kerjasama yang telah dibangun dengan pihak swasta.

Kegiatan penguatan tersebut dilaksanakan untuk menanggulangi resiko

keberlanjutan yang paling besar pada area kegiatan READ yang spesifik

di level masyarakat, yaitu pada kelembagaan dan fasilitasi peningkatan mata

pencaharian.

Mendukung fasilitasi dari pemerintah pusat tersebut, pemerintah daerah juga

telah melakukan penyusunan strategi keberlanjutan READ untuk masing-masing

kabupatennya. Setiap kabupaten pelaksana READ memiliki pendekatan yang

beragam dalam menyikapi keberlanjutan proyek.

Umumnya, pemerintah daerah melakukan integrasi komponen kegiatan READ

dengan program- program reguler pemerintah sesuai dengan tugas dan

fungsinya masing-masing. Sementara, di beberapa daerah merencanakan untuk

melanjutkan READ secara utuh dan melakukan penambahan lokasi sasaran.

Variansi keberlanjutan juga tampak pada transfer kelembagaan yang berbeda-

beda, dimana ada daerah yang tetap melaksanakan READ melalui Dinas Pertanian,

dan ada daerah yang melaksanakan READ melalui koordinasi Bappeda.

(ii) Replikasi4 READ di wilayah lain

Tahapan strategi keberlanjutan ini dimaksudkan untuk memperluas

cakupan penerima manfaat dan lokasi READ.

Dengan mempertimbangkan pembelajaran dan pencapaian READ, pemerintah

pusat berinisiatif untuk mereplikasi READ di wilayah perbatasan dengan negara

lain, yaitu pada Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut, adalah kesamaan karakteristik wilayah

dengan Provinsi Sulawesi Tengah dan kondisi daerah yang relatif masih tertinggal

dari wilayah lain di Indonesia. Masyarakat di lokasi tersebut umumnya memiliki

tingkat kesejahteraan yang rendah, dengan pertanian sebagai mata pencaharian

utama.

4 Penggunaan istilah replikasi, mengacu pada Strategi Keberlanjutan yang disusun oleh Kementerian Pertanian.

Setelah berakhirnya

READ pada 2014,

pemerintah

berkomitmen untuk

mengimplementasikan

strategi keberlanjutan

READ di awal 2015

dengan dukungan dana

APBN dari BPPSDMP

Kementerian Pertanian.

Pada akhirnya, pemerintah

pusat dan IFAD hanya

bertindak sebagai

fasilitator dalam

memastikan keberlanjutan

READ.

Keberlanjutan hasil proyek

akan sangat bergantung

pada komitmen

dari masing-masing

pemerintah daerah.

Replikasi READ

diusulkan untuk

mencakup 30 desa di

dua provinsi tersebut.

Pelaksanaan kegiatan

yang akan dilakukan

diusulkan untuk secara

utuh mereplikasi

seluruh komponen

proyek READ, dan

dilaksanakan selama

tiga tahun dari tahun

2015 – 2017, dengan

menggunakan dana

pemerintah pusat dan

daerah.

Page 35: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

26 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Proses Scaling Up READ

Scaling up READ diusulkan untuk dilaksanakan dalam bentuk replikasi

proyek di lokasi lain dengan menggunakan pendanaan pemerintah.

READ dinilai memiliki keunggulan program yang komprehensit dan

diharapkan dapat dilembagakan untuk menjadi salah satu model kegiatan

pertanian yang menggunakan pendekatan berbasis masyarakat.

Sebagai bagian dari strategi

keberlanjutan proyek/ replikasi

READ dimungkinkan terjadi

dengan dukungan yang kuat dari

Kepala BPPSDMP dan Sekretaris

Jenderal Kementerian Pertanian.

Mereka mengapresiasi keber­

hasilan pendekatan proyek dan

mendorong pelembagaan model

proyek di Kementerian Pertanian.

Kementerian Pertanian yang

bertindak sebagai pengelola

replikasi proyek di tingkat

pusat akan melakukan

koordinasi dengan Pemprov

Kalbar dan NTT untuk

mendetailkan desain replikasi

READ.

Rencana replikasi READ dalam

strategi keberlanjutan/ masih

perlu pendetailan strategi

replikasi. Rencananya akan

dimulai pertengahan 2015.

lnisiasi replikasi yang

dilakukan oleh Kementerian

Pertanian tersebut juga

mendapatkan dukungan

yang kuat dari Bappenas/

Kementerian Keuangan/ dan

IFAD sebagai stakeholder READ

di tingkat pusat.

Kesimpulannya/ replikasi READ didasarkan pada penilaian

terhadap pemantauan dan evaluasi proyek yang dilakukan selama

proyek berjalan. Termasuk perbandingan dengan program­program

serupa yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian.

Meskipun sempat terkendala di awal/ READ dapat menyempurnakan

pendekatannya dengan didukung standarisasi prosedur proyek yang

pelaksanaannya dipantau dengan ketat oleh IFAD dan pemerintah pusat.

Pemerintah menilai READ sebagai model yang ideal dalam mengimplementasikan

kegiatan pertanian berbasis masyarakat berdasarkan amanat Undang­Undang

perlindungan dan pemberdayaan petani.

Hal ini karena komponen kegiatannya yang utuh/ baik dari dukungan pember­

dayaan/ pendanaan/ maupun infrastruktur untuk mengatasi berbagai tantangan

yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan pertaniannya.

Hal ini kemudian didukung dengan komitmen dari pejabat Kementerian Pertanian/

yang memungkinkan inisiasi replikasi READ dapat disepakati untuk

dilaksanakan oleh jajaran pelaksana program di tingkat teknis.

Page 36: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

27 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Tantangan dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Replikasi READ

Meskipun saat ini belum dilakukan penyusunan strategi yang mendetail untuk

replikasi READ, Kementerian Pertanian sebagai lembaga pelaksana telah

mengidentifikasi tantangan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan replikasi

READ di lokasi baru dengan menggunakan dana pemerintah.

Tantangan tersebut utamanya terjadi karena pelaksanaan proyek yang semula

didukung oleh pendanaan IFAD dan menggunakan acuan financing/grant

agreement sebagai dasar pelaksanaan.

Tantangan pelaksanaan replikasi READ, tidak hanya terkait pelaksanaan

pendekatan proyek di lokasi yang berbeda, tetapi juga perubahan mekanisme

yang memerlukan penyesuaian kebijakan yang cukup besar. Beberapa

kendala yang diidentifikasi diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2. Tantangan

Replikasi READ di Lokasi Baru.

Isu READ Eksisting Tantangan Replikasi

Kelembagaan READ dilaksanakan oleh

BPPSDMP Kementerian Per-

tanian, dengan satker lintas

sektoral di daerah.

Komponen READ mencakup kegiatan di luar

tupoksi BPPSDMP, misalnya untuk penyediaan

infrastruktur

BPPSDMP hanya memiliki hubungan

kelembagaan vertikal dengan Dinas Pertanian

di daerah, sementara READ membutuhkan

kerjasama dengan satker lintas sektoral

Keunggulan READ terletak

pada pemberdayaan

masyarakat yang dilakukan

oleh LSM dan pelatihan

kegiatan pertanian yang

dilakukan oleh penyuluh

lapangan pemerintah.

Peraturan pemerintah tidak memungkinkan

kerjasama/kontrak dengan pihak LSM

Mekanisme

Pengadaan

Pengadaaninfrastruktur

dilaksanakan oleh masyarakat

Pengadaan infrastruktur dengan nilai tertentu

harus dilaksanakan oleh pihak ketiga

Pendanaan Pendanaan READ

dialokasikan untuk lintas

tahun (multi-years), sehingga

memastikan kesinambungan

pelaksanaan proyek

Pendanaan dengan APBN dan APBD

dialokasikan setiap tahun dengan persetujuan

dari DPR. Hal ini beresiko terhadap komitmen

pelaksanaan READ untuk jangka panjang

Dasar

Pelaksanaan

Proyek

Pelaksanaan proyek mengacu

pada financing/grant

agreement yang mengikat

Meskipun model READ selaras dengan kebijakan

dan prioritas Kementerian Pertanian, belum

ada dasar pelaksanaan yang dapat memastikan

komitmen pelaksanaan dan penganggaran READ

di tingkat pusat atau daerah

Sumber: Workshop Exit Strategy READ, Palu (November, 2014)

Page 37: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

28 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Beberapa Tantangan Scaling UP proyek PLHN lainnya.

• Proyek PHLN sejak awal tidak didesain untuk tujuan perluasan.

• Terkadang ada ketidaksesuaian ketentuan mitra pembangunan luar

negeri dengan regulasi atau ketentuan pemerintah. Ketidaksesuain

tersebut baik dalam hal pendanaan, pengadaan, maupun safeguard

lingkungan dan sosial.

• Proyek PHLN umumnya didesain dengan pola pelaksanaan yang

memotong jalur kelembagaan pemerintah agar dapat memperkenalkan

pendekatan inovatif atau mempercepat pelaksanaan proyek yang memiliki

jangka waktu terbatas.

Dengan kondisi demikian, replikasi proyek READ ke depan membutuhkan

ruang kelembagaan, kebijakan maupun politik jika pemerintah berkomitmen

untuk memanfaatkan READ sebagai salah satu model kegiatan di

Kementerian Pertanian.

Dukungan yang terus menerus dari aktor utama pelaksana READ, serta

Bappenas dan Kementerian Keuangan sebagai penentu kebijakan

pemerintah untuk jangka panjang juga akan menjadi faktor utama

keberhasilan replikasi READ dengan sepenuhnya menggunakan dana

pemerintah.

Dengan pertimbangan replikasi READ sebagai salah satu contoh kasus

pertama pemerintah dalam melakukan upaya scaling up yang lebih sistematis,

pemerintah mengusulkan adanya strategi jangka pendek untuk masa transisi

pelaksanaan replikasi READ.

Dalam masa transisi tersebut, pemerintah mengusulkan adanya dukungan

dari IFAD yang dapat berbentuk MoU (Memorandum of Understanding) antara

pemerintah dan IFAD, atau pendanaan berbentuk hibah yang dituangkan

dalam grant agreement sebagai dasar pelaksanaan READ di lokasi lain.

Kebutuhan dukungan dari IFAD tidak lagi berbentuk pendanaan,

namun dukungan advisory dan kelembagaan untuk ikut menga-

wal pelaksanaan replikasi READ. Dalam jangka panjang dukungan

itu untuk pelembagaan model READ dalam sistem dan program

pemerintah.

Kementerian Pertanian, Bappenas, dan Kementerian Keuangan sebagai

stakeholder utama READ menyepakati bahwa masa transisi tersebut

dilaksanakan untuk memberikan waktu bagi pemerintah dalam menyiapkan

ruang yang dibutuhkan untuk mengadopsi model READ sebagai salah

satu program di Kementerian Pertanian.

Page 38: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

29 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Scaling up dalam hal ini membutuhkan proses dan memakan waktu, serta akan

sangat bergantung pada komitmen jangka panjang aktor pelaksananya dari

sisi pemerintah maupun IFAD sebagai mitra pembangunan.

Pelaksanaan scaling up READ untuk skala yang lebih luas di masa mendatang

akan diperkuat dengan hasil evaluasi dampak pelaksanaan READ yang saat ini

tengah disusun, serta bukti pelaksanaan READ di lokasi lain tersebut. Selanjutnya,

pemerintah akan melakukan penyusunan strategi scaling up lebih lanjut, baik

untuk masa transisi maupun untuk jangka panjang pelembagaan READ dalam

program pemerintah.

3. REKOMPAK (REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI MASYARAKAT DAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS)

REKOMPAK atau CSSRP (Community-Based Settlements Rehabilitation and

Reconstruction Project) adalah model rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman

dan perumahan pascabencana yang berbasis masyarakat dan berorientasi

pada pendekatan Pengurangan Resiko Bencana (PRB).

Pendekatan REKOMPAK pertama kali diperkenalkan 2005 sebagai respon

dari terjadinya bencana tsunami Aceh 2004 yang membutuhkan rekonstruksi

permukiman masyarakat.

Selanjutnya, pendekatan REKOMPAK digunakan kembali pada beberapa lokasi

pascabencana, yaitu di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, bencana tsunami

dan gempa bumi 2006 serta Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah erupsi

Gunung Merapi 2010.

REKOMPAK dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan

pendanaan hibah dan keahlian dari berbagai mitra pembangunan internasional.

Pelaksana REKOMPAK adalah Kementerian Pekerjaan Umum, yang bekerjasama

dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pemerintah

daerah setempat dan pelaku pembangunan terkait lainnya.

Mitra utama pemerintah dalam pelaksanaan REKOMPAK adalah Bank Dunia

yang kemudian juga memperkenalkan pendekatan ini ke wilayah pascabencana

di negara lain.

Berbeda dari proyek-proyek PHLN lainnya yang bertujuan untuk men-

dukung sektor pembangunan prioritas tertentu, REKOMPAK memerlu-

kan pemicu dalam pelaksanaannya yaitu jika terjadi bencana yang mem-

butuhkan rehabilitasi/rekonstruksi permukiman dan perumahan.

Karakter kebencanaan tersebut juga mensyaratkan kecepatan dalam pelaksanaan

kegiatannya, dan kondisi demikian yang kemudian menjadi keunikan lain dari

REKOMPAK yaitu pemanfaatan fasilitator PNPM yang telah ada di lapangan

untuk menjembatani proses pemberdayaan masyarakat di awal pelaksanaan

REKOMPAK.

Apa itu REKOMPAK?

Penerima manfaat REKOMPAK

Pelaksana REKOMPAK

Mitra Utama

Page 39: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

30 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Seperti yang telah disebutkan pada bagian pembahasan PNPM, pendekatan

REKOMPAK mengadopsi dan memanfaatkan mekanisme pemberdayaan

masyarakat dari PNPM (atau disebut UPP dan KDP pada saat REKOMPAK

pertama kali diperkenalkan di Aceh).

Dilaksanakan sejak 2005, REKOMPAK tidak lagi dapat dinilai sebagai satu

intervensi proyek, namun merupakan model inovatif yang terus menerus

diperkuat dan dikembangkan. Pada saat ini, telah menjadi suatu model/

pendekatan yang diakui efektif oleh pemerintah untuk rehabilitasi dan

rekonstruksi permukiman pascabencana.

tahap

perencanaa

n penataan

permukiman

tahap

perencanaa

n penataan

permukiman

pelaksanaa

n

pembanguna

n

tahap

pemetaa

n

swadaya

Gambar 4. Siklus REKOMPAK Sumber: Buku Pendampingan Yang Mencerahkan, 2013

REKOMPAK terdiri dari dua komponen kegiatan.

Keberhasilan

pelaksanaan

REKOMPAK sangat

bertumpu pada

masyarakat itu

sendiri dan fasilitator

pendamping

masyarakat di

lapangan.

(i) Bantuan teknis dan pendampingan masyarakat, melalui penugasan tim

fasilitator untuk melakukan sosialisasi dan mendampingi masyarakat

dalam menyusun rencana penataan permukiman masyarakat CSP

(Community Settlement Plan), pelaksanaan konstruksi, dan pelaporan

(ii) Bantuan dana, yang terdiri dari BDR (Bantuan Dana Rumah) dan BDL

(Bantuan Dana Lingkungan). Bantuan dana yang langsung diberikan ke

masyarakat untuk melakukan pembangunan perumahan dan infrastruktur

pendukungnya.

Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. di atas, siklus REKOMPAK

menekankan proses pembangunan di level masyarakat dan juga memiliki

standar pelaksanaan yang mendukung transparansi dan efektifitas dalam

penyaluran dananya.

Page 40: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

31 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Hasil dan Keunggulan REKOMPAK

Meskipun terpisah secara administrasi dan manajemen keproyekan, REKOMPAK

dapat dipandang sebagai satu proyek dengan cakupan lokasi yang berbeda.

Dalam jangka waktu pelaksanaan sepuluh tahun sejak pendekatan REKOMPAK

diperkenalkan, evaluasi dan pengembangan REKOMPAK dilakukan secara

terus menerus, sehingga menghasilkan proyek REKOMPAK di wilayah

pascabencana erupsi Merapi yang dinilai paling mewakili penyempurnaan

pendekatan REKOMPAK. Pada saat ini menjadi laboratorium hidup internasional

karena keberhasilan praktik relokasi dan rekonstruksi permukiman

masyarakatnya yang berskala besar.

Berdasarkan Project Completion Report REKOMPAK untuk MDF-AN (Multi Donor

Fund-Aceh Nias), JRF (Java Reconstruction Fund) dan PSF (PNPM Support Facility),

REKOMPAK memiliki kinerja yang baik ditunjukkan dengan capaian outcome dan

output proyek yang sebagian besar telah tercapai.

Selain capaian yang berbentuk pembangunan fisik, proyek ini juga telah

berkontribusi terhadap penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah, serta

memberikan banyak pembelajaran dan masukan untuk kebijakan pemulihan

pascabencana di Indonesia.

Pelaksanaan REKOMPAK juga telah diakui sebagai praktik rehabilitasi dan

rekonstruksi permukiman yang tercepat dan efektif jika dibandingkan

praktik di negara lain, serta telah dikenal luas di dunia pembangunan

internasional.

Hingga 2014,

pendekatan REKOMPAK

dengan dukungan

dana hibah mitra

pembangunan

internasional telah

dilaksanakan pada

tiga wilayah terdampak

pascabencana (Tabel 3.).

Ketiganya dilaksanakan

melalui kerjasama

antara Kementerian

Pekerjaan Umum

dan Bank Dunia, namun

mendapatkan

dukungan sumber

pendanaan yang

berbeda dari berbagai

negara sahabat

Tabel 3. Daftar Proyek PHLN dengan Pendekatan REKOMPAK

Kejadian Bencana

Sumber Dana

Total Dana

Hibah

Waktu Pelaksanaan

Keluaran

Tsunami Aceh dan Sumatera Utara, 2004.

MDF-AN (Multi Donor

Fund Aceh-Nias).

USD 85 juta 2005 – 2010 Pembangunan 8.000 rumah, rehabilitasi 7.000 rumah, 180 unit infrastruktur desa, 126

CSP

Gempa Bumi DIY dan Jawa Tengah, 2006 Tsunami Jawa Barat,

2006.

JRF (Java Reconstruction Fund).

USD 71,6 juta 2007 – 2012 Pembangunan 15.153 unit rumah, 265 unit infrastruktur desa, 265 CSP.

Erupsi Gunung Merapi, DIY dan Jawa Tengah, 2010

JRF, PSF (PNPM Support Facility), IDF (Indonesia Disaster Fund)

USD 16,5 juta 2011 – 2015 Pembangunan 2.516 rumah, 1.363 infrastruktur, 106

CSP.

Sumber: Diolah dari www.worldbank.org dan laporan evaluasi REKOMPAK

Pelaksanaan REKOMPAK selama ini telah menghasilkan banyak dokumentasi

berbentuk laporan, pembelajaran dan kisah sukses serta evaluasi pelaksanaan,

yang disusun baik oleh pemerintah maupun mitra pembangunan.

Page 41: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

32 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Berdasarkan hasil dan evaluasi pelaksanaan REKOMPAK tersebut, diidentifikasi

keunggulan pendekatan proyek, sebagai berikut:

Pendekatan yang menempatkan masyarakat sebagai inti program, meng-

hasilkan tingkat kepemilikan dan kepuasan yang tinggi dari masyarakat

penerima manfaat.

Dalam konteks kebencanaan, REKOMPAK juga menjadi sarana pemulihan

mental masyarakat yang seringkali masih trauma dengan kejadian bencana

yang dialami.

REKOMPAK memiliki standar dan pedoman pelaksanaan yang jelas un-

tuk memastikan kesamaan hak dan kewajiban seluruh anggota masyarakat.

Selain itu, juga memastikan transparansi dan akuntabilitas yang turut dijaga

bersama-sama oleh masyarakat.

Pembangunan yang dilakukan REKOMPAK, dilaksanakan sendiri oleh mas-

yarakat dan terbukti lebih murah secara biaya dan berkualitas, jika dibanding-

kan dengan pelaksanaan oleh pihak ketiga.

Dengan pengalaman pelaksanaan di berbagai lokasi pascabencana,

model REKOMPAK memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan tipe ben-

cana serta kondisi masyarakat dan pemerintah daerah setempat.

Pendekatan PRB dalam penyusunan Rencana Penataan Permukiman dan

pembangunan rumah, turut meningkatkan kapasitas masyarakat dan peme-

rintah daerah untuk menjadi lebih tanggap terhadap kejadian bencana di

masa mendatang.

Keterlibatan seluruh stakeholders yang proporsional, memberikan ruang

untuk peranan pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan mitra

pembangunan.

Berbeda dengan

scaling up READ yang

masih rencana, scaling

up REKOMPAK telah

dilaksanakan.

Melalui penggunaan

model REKOMPAK untuk

dilaksanakan di wilayah

pascabencana lain.

Scaling up REKOMPAK

Scaling up didasarkan pada capaian dan evaluasi REKOMPAK yang

menunjukkan keunggulan model/pendekatan tersebut, serta fakta bahwa

pemerintah belum memiliki standar atau panduan yang memadai mengenai

rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

Perluasan yang dilakukan tidak hanya bersifat kuantitatif melalui penambahan

lokasi dan jumlah penerima manfaat, tetapi juga kualitatif melalui adopsi

model untuk diimplementasikan sesuai karakteristik bencana dan

masyarakat, serta kelembagaan pemerintah daerah setempat.

Perluasan dilakukan diantaranya dengan menggunakan dana hibah maupun

dana pemerintah, serta diinisiasi baik oleh Kementerian Pekerjaan Umum

sebagai executing agency yang memperkenalkan model REKOMPAK, dan

lembaga pemerintah lainnya.

Page 42: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

33 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Berikut adalah identifikasi praktik scaling up yang telah dilakukan untuk

pendekatan REKOMPAK:

Replikasi REKOMPAK oleh Kemen­

terian Pekerjaan Umum dengan

didukung Bank Dunia. Keduanya

merupakan aktor pelaksana utama

yang mengembangkan pendeka­

tan REKOMPAK sejak awal model

tersebut diperkenalkan di Aceh.

Replikasi dilaksanakan untuk

wilayah pascabencana gempa bumi

di Jawa Tengah dan Jawa Barat

dan selanjutnya untuk wilayah

pascabencana erupsi Gunung

Merapi.

Replikasi REKOMPAK oleh

pemerintah daerah.

Replikasi REKOMPAK oleh

Kementerian Pekerjaan Umum

Replikasi REKOMPAK oleh BNPB

Replikasi di Jawa didanai dengan dana hibah

yang digunakan untuk rehabilitasi/rekonstruk­

si sebagian kecil perumahan masyarakat ter­

dampak sebagai proyek percontohan. Untuk

selanjutnya diperluas cakupannya dengan

menggunakan dana pemerintah namun de­

ngan proses fasilitasi yang dipersingkat.

Melalui REKOMPAK/ pemerintah telah berhasil

membangun 200.000 rumah/ 15.000 diantara­

.. . . nya berasal dari dana hibah. Pembangunan di

wilayah pascabencana gempa bumi di Jawa ha­

nya dalam waktu kurang dari dua tahun.

Sementara itu/ replikasi REKOMPAK untuk

erupsi Gunung Merapijuga menggunakan dana

hibah sebagai proyek percontohan. Setelah itu/

diperluas cakupannya dengan menggunakan

dana pemerintah namun dengan proses yang

sama dengan REKOMPAK yang didanai hibah.

Beberapa pemerintah daerah Aceh telah

melakukan replikasi skema REKOMPAK untuk

rehabilitasi/rekonstruksi dengan menggunakan

APBD di 50 desa yang telah memiliki Rencana

Penataan Permukiman.

Pada wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat/

pemerintah daerah melakukan replikasi dengan

dana APBD untuk penyusunan Rencana

Penataan Permukiman yang merupakan

komponen kegiatan REKOMPAK.

untuk wilayah pascabencana gempa bumi di

Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan

dana pemerintah.

untuk wilayah pascabencana gempa bumi

di Aceh Tengah dengan menggunakan dana

.... .pemerintah/ namun dengan proses fasilitasi

yang dipersingkat.

Page 43: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Scaling up REKOMPAK di atas dilakukan dalam berbagai bentuk, baik

melalui replikasi seluruh kegiatan model secara utuh, adopsi pendekatan,

atau adopsi sebagian komponen kegiatan.

Bentuk yang berbeda-beda tersebut memberikan hasil yang beragam dan

dapat menjadi masukan untuk pelembagaan model REKOMPAK lebih lanjut,

serta sebagai pembelajaran pelaksanaan scaling up proyek PHLN secara

umum.

2005 REKOMPAK Aceh (MDF,APBN PU)

Rekonstruksi, Penerbitan Sertifikat lahan

• 2009,Replikasi oleh Pemda Aceh di 50 desa yang telah memiliki CSP

• 2009,Replikasi oleh PU untuk gempa Bumi Sumbar

2010 REKOMPAK pasca erupsi Merapi di

DIY & Jawa Tengah (PSF,IDF,APBN

PU dan BNPB,APBD) Rehabilitasi, Relokasi

dan Rekonstruksi

Integrasi kegiatan

livelihood di

kawasan relokasi

(bermitra dengan

UN Agency)

UPP dan KDP

menjembatani

inisiasi pendekatan

REKOMPAK

2007-2008

REKOMPAK pasca tsunami

dan gempa bumi di DIY

& Jawa Barat (JRF,APBN

PU,APBD) Rehabilitasi,

Rekonstruksi

Pengembangan proyek

pilot dengan berbagai

tema penguatan,

termasuk relokasi yang

menjadi masukan

REKOMPAK Merapi

Replikasi oleh BNPB

pascabencana

gempa bumi Aceh

Tengah (2013),

dengan pr oses yang

dipersingkat

Gambar 5. Scaling up REKOMPAK (diolah dari berbagai sumber)

Faktor Pendorong Scaling up REKOMPAK

Berdasarkan keunggulan REKOMPAK dan pengalaman pelaksanaan

perluasannya, faktor utama yang mendorong scaling up REKOMPAK

adalah pendekatannya yang inovatif dan efektif dalam memenuhi

kebutuhan masyarakat. Dengan tetap memperhatikan kecepatan

proses yang sangat diperlukan dalam pemulihan wilayah pascabencana.

Pendekatan ini menjadi semakin unggul, ketika pemerintah sendiri belum

memiliki kebijakan eksisting mengenai pemulihan pascabencana.

Kejadian bencana yang pada saat itu terjadi terus-menerus dalam waktu

berdekatan di berbagai wilayah di Indonesia, membutuhkan solusi yang

cepat dan telah teruji untuk dapat segera dilaksanakan bagi masyarakat yang

terdampak.

Urgensi pemulihan pascabencana tersebut merupakan karakter khusus

proyek yang terjadi pada REKOMPAK dan turut mendorong pelaksanaan

scaling up.

Faktor urgensi ini membutuhkan keputusan yang cepat dari pemerintah

dalam menentukan kebijakan dan program pemulihan wilayah terdampak

Page 44: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

35 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

pascabencana, serta mendorong kerjasama yang kuat antara Kementerian/

Lembaga, pemerintah daerah dan mitra pembangunan.

Karakter khusus proyek tersebut juga memastikan ketersediaan pendanaan

untuk scaling up, berbentuk hibah dari negara/lembaga mitra pembangunan

dan dana khusus dari pemerintah untuk penanganan pascabencana.

Faktor lainnya yang tidak kalah penting, adalah aktor pelaksana scaling up, yaitu

keterlibatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Bank Dunia sebagai aktor

utama yang sejak awal mengawal pelaksanaan REKOMPAK. Keduanya berperan

dalam mempromosikan pendekatan REKOMPAK untuk digunakan di lokasi

lain, dengan dukungan manajemen dan kepemimpinan lembaga yang handal.

Pembelajaran dari Scaling up REKOMPAK

Perluasan REKOMPAK selama ini dilaksanakan dengan inisiatif dari pemerintah

dan mitra pembangunan, tanpa suatu upaya scaling up yang sistematis. Upaya

perluasan merupakan bagian dari pelaksanaan proyek yang terpisah-pisah

sesuai kebutuhan dan kebijakan dari penanganan pascabencana di masing-

masing lokasi.

Meskipun perluasannya telah banyak diinisiasi oleh berbagai pihak, replikasi

REKOMPAK yang menggunakan dana hibah dan dilaksanakan oleh aktor yang

sama merupakan praktik scaling up yang memiliki keunggulan lebih dalam

pelaksanaan perluasannya.

Hal ini dikarenakan pelaksanaan replikasi dilakukan dengan evaluasi dan

pengembangan yang dilakukan terus menerus, sehingga menghasilkan

model REKOMPAK yang lebih baik, memiliki panduan mekanisme yang

jelas, serta fleksibel sesuai kebutuhan dan konteks lokal.

Kementerian Pekerjaan Umum sebagai pelaksana pendekatan REKOMPAK sejak

awal, memiliki pemahaman yang lebih utuh terhadap pendekatan tersebut

dan dapat melakukan penyesuaian yang dibutuhkan tanpa menghilangkan inti

program.

Dukungan pendanaan hibah untuk replikasi juga mempermudah

pelaksanaan REKOMPAK di lokasi lain, karena tidak membutuhkan

penyesuaian dengan mekanisme pemerintah.

Sementara itu, replikasi REKOMPAK yang menggunakan dana pemerintah

dan dieksekusi oleh Kementerian/Lembaga lain memerlukan penyesuaian

mekanisme dan beresiko menghilangkan komponen program yang krusial

dalam keberhasilan REKOMPAK.

Misalnya adalah pengurangan proses fasilitasi pada REKOMPAK yang

dilaksanakan dengan menggunakan dana pemerintah dapat berakibat pada

gagalnya proses pemberdayaan dan fasilitasi masyarakat.

Hanya saja, saat ini dokumen evaluasi pelaksanaan scaling up REKOMPAK

hanya tersedia untuk praktik- praktik yang mendapatkan pendanaan hibah.

Page 45: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

36 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Di masa mendatang, evaluasi yang mendetail mengenai scaling up yang

diinisasi oleh berbagai pihak untuk REKOMPAK, akan sangat dibutuhkan

sebagai masukan pelembagaan REKOMPAK dalam sistem dan program

pemerintah.

Pembelajaran utama yang dapat ditarik dari proses scaling up REKOMPAK

yang dilakukan oleh pemerintah dan mitra pembangunan adalah.

Pelaksanaan replikasi tidak

semata-mata melakukan

duplikasi proyek dari satu

lokasi ke lokasi yang lain,

namun melalui proses

penyesuaian, evaluasi dan

penguatan yang terus-

menerus.

Hal inilah yang kemudian

memungkinkan REKOMPAK

untuk berkembang menjadi

model yang fleksibel dan

dapat dilaksanakan di lokasi

lain.

Berikut ini adalah beberapa penyesuaian dan pengembangan yang dilakukan

pada replikasi REKOMPAK:

Penyesuaian kegiatan dengan tipe bencana.

REKOMPAK di Aceh yang sebagian lahan masyarakatnya tersapu

gelombang tsunami dan membutuhkan registrasi ulang lahan. Hal ini tentu

berbeda dengan REKOMPAK di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang lebih banyak

membutuhkan rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman yang rusak karena

gempa bumi.

Pelaksanaan REKOMPAK juga berbeda pada lokasi pascabencana Gunung

Merapi yang merupakan bencana alam yang berpotensi berulang di masa

mendatang. REKOMPAK di lokasi ini melakukan kegiatan relokasi dan

pengadaan lahan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana.

Penyesuaian dengan kondisi dan kapasitas pemerintah daerah.

Bencana gempa bumi dan tsunami Aceh mengakibatkan kerugian besar dan

ditetapkan sebagai bencana nasional. Pemerintah Daerah Aceh pada saat itu

juga terdampak dan tidak dapat berfungsi, sehingga pelaksanaan REKOMPAK

dipimpin oleh pemerintah pusat dengan bantuan dana dan keahlian dari mitra

pembangunan dan mitra internasional.

Sementara itu, bencana yang terjadi di Jawa terlokalisir dan tidak

mempengaruhi jalannya pemerintahan di daerah. REKOMPAK di Jawa

dengan demikian dilaksanakan dengan keterlibatan yang kuat dari pemerintah

daerah.

Pengembangan model REKOMPAK dilakukan terus menerus.

Pada saat memperkenalkan pendekatan REKOMPAK di Jawa, pemerintah

pusat melakukan simplifikasi prosedur serta menambahkan aspek fleksibilitas

dalam pembangunan perumahan dan permukiman masyarakat.

Page 46: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

37 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Bantuan Dana Rumah (BDR) pada REKOMPAK di Jawa, diberikan hanya untuk

konstruksi bangunan rumah utama, sementara dekorasi dan pembangunan

lebih lanjut diserahkan kepada masyarakat. Hal ini untuk meningkatkan rasa

kepemilikan dari masyarakat dan memberikan kesempatan bagi masyarakat

untuk memiliki rumah sesuai keinginannya.

Contoh lain dari pengembangan model adalah pada REKOMPAK di Jawa Tengah,

yang banyak menginisiasi proyek percontohan yang berasal dari aspirasi

masyarakat dan pemerintah daerah. Misalnya untuk rehabilitasi bangunan yang

merupakan warisan budaya, penguatan pelayanan publik pemerintahan desa,

serta relokasi wilayah yang beresiko longsor.

Mengambil pengalaman dari pelaksanaan REKOMPAK di dua lokasi sebelumnya,

REKOMPAK untuk wilayah pascabencana erupsi Gunung Merapi juga terus

melakukan penyempurnaan.

Pada lokasi relokasi masyarakat, pemerintah mengintegrasikan kegiatan

REKOMPAK dengan kegiatan pemenuhan mata pencaharian agar masyarakat

tidak kembali ke lokasi yang rawan bencana. Proyek ini juga menunjukkan

penguatan kerjasama antara berbagai pelaku pembangunan termasuk pihak

swasta dan akademisi.

Pendekatan REKOMPAK di awal pengenalannya dapat mencapai keberhasilan,

karena pemerintah dan Bank Dunia pada saat itu telah memiliki contoh praktik

pendekatan berbasis masyarakat yang dilaksanakan melalui UPP dan KDP di

Aceh sebelum terjadinya bencana tsunami.

Mekanisme yang telah berjalan tersebut, juga memberikan kemudahan dan

kecepatan proses pelaksanaan REKOMPAK di awal dan perluasan yang dilakukan

selanjutnya. Pembelajaran lainnya dari scaling up REKOMPAK, adalah adanya

peran dari mitra pembangunan internasional sebagai katalis pelaksanaan

pemulihan pascabencana di Indonesia.

Mitra pembangunan memberikan dukungan berbentuk pendanaan dan

keahlian, serta mempercepat pelaksanaan pemulihan pascabencana di Indonesia

yang pada saat itu belum memiliki regulasi dan pedoman yang lengkap untuk

penanggulangan bencana.

Tindak Lanjut Scaling up REKOMPAK

Pemerintah dan mitra pembangunan saat ini telah menyepakati bahwa REKOMPAK

merupakan salah satu model yang efektif dalam rehabilitasi dan rekonstruksi

pascabencana. REKOMPAK juga telah terbukti menjadi pendekatan yang

cukup fleksibel untuk diperluas di lokasi lain.

Untuk itu, pemerintah saat ini tengah mengupayakan agar model REKOMPAK

dapat dilembagakan sebagai salah satu program pemerintah untuk digunakan

bagi pemulihan pascabencana di wilayah lain di Indonesia.

Upaya perluasan yang

dilakukan di REKOMPAK

menjadi bukti nyata bahwa

scaling up dapat muncul

dalam berbagai bentuk

dan memiliki banyak

dimensi yang terus

menerus berkembang.

Selai itu juga dapat berasal

dari inovasi yang telah

terjadi pada intervensi

pembangunan lainnya.

Page 47: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

38 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Melalui adopsi dan pelembagaan REKOMPAK dalam sistem pemerintah, ke

depannya pelaksanaan REKOMPAK di lokasi lain tidak perlu dilaksanakan

melalui bentuk proyek dengan manajemen dan mekanisme yang berbeda-

beda, namun menggunakan sepenuhnya mekanisme pemerintah dan

dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah terkait.

Upaya scaling up ini saat ini sedang dikembangkan sebagai bagian dari strategi

keberlanjutan proyek REKOMPAK untuk pemulihan pascabencana erupsi

Gunung Merapi, yang bertujuan agar pelaksanaan REKOMPAK dapat

berlanjut tidak hanya di lokasi proyek tetapi juga untuk diterapkan di lokasi

pascabencana lainnya di Indonesia.

Dengan dukungan pendanaan hibah Bank Dunia, Kementerian Pekerjaan

Umum akan bekerjasama dengan akademisi untuk melakukan evaluasi yang

menyeluruh atas pelaksanaan REKOMPAK dan mempersiapkan ruang yang

dibutuhkan untuk pelembagaannya dalam sistem pemerintah. Selain itu,

pelembagaan ini juga akan diisi dengan pelaksanaan pendekatan REKOMPAK

di lokasi baru, yaitu wilayah pascabencana Erupsi Gunung Sinabung, sebagai

masa transisi untuk proyek percontohan rehabilitasi/rekonstruksi perumahan

dan permukiman di lokasi tersebut.

Perubahan Kelembagaan

Rencana Ke depan

Memahami tantangan dalam pelaksanaan perluasan REKOMPAK yang

dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah, pelembagaan REKOMPAK akan

membutuhkan beberapa penyesuaian ruang, salah satunya yang utama

adalah perubahan kelembagaan.

Selama ini, REKOMPAK dilaksanakan melalui Satker (satuan kerja) Kementerian

Pekerjaan Umum yang dibentuk dengan mengacu pada grant agreement JRF

dan PSF. Namun demikian, satker tersebut dibentuk sebagai pengelola proyek

hibah dan hanya ditugaskan untuk lokasi Jawa.

Padahal, saat ini telah terdapat banyak permintaan baik dari pemerintah pusat

dan daerah untuk pelaksanaan pendekatan REKOMPAK di lokasi terdampak

pascabencana lainnya yang terjadi di luar Pulau Jawa.

Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini pemerintah sedang mengupayakan

pembentukan organisasi pengelola REKOMPAK sebagai bagian dari

kelembagaan Kementerian Pekerjaan Umum. Selain ruang kelembagaan, juga

dibutuhkan ruang kebijakan dan politik untuk menyepakati pelembagaan

model REKOMPAK dalam program pemerintah untuk penanganan

pascabencana.

Ke depannya, REKOMPAK akan membutuhkan penyusunan strategi scaling

up agar pelaksanaan perluasan dapat dilakukan dengan lebih sistematis.

Peran Bappenas sebagai salah satu regulator PHLN yang mendorong upaya

scaling up PHLN akan sangat diperlukan dalam memfasilitasi pelembagaan

REKOMPAK yang mencakup lintas Kementerian/Lembaga.

Page 48: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

39 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

B. Pemetaan Proses Scaling up Proyek PHLN

Berdasarkan contoh praktik-praktik scaling up di atas, dilakukan pemetaan

dari proses scaling up proyek PHLN yang telah dilakukan di Indonesia.

Tabel 4. Pemetaan Proses Scaling up Contoh Proyek PHLN

Point READ REKOMPAK

Hasil

Evaluasi

• Evaluasi hasil dan dampak dari ke- seluruhan pelaksanaan proyek se- dang dilakukan.

• Setelah MTR, proyek dinilai memuas- kan dan hasil evaluasi READ pada pertengahan 2014 menunjukkan bahwa pendekatan READ telah ses- uai dengan kebutuhan masyarakat dan berkontribusi pada peningkatan produksi pertanian.

• -Desain proyek dinilai komprehensif dan membangun kemitraan lintas sektoral.

• Capaian indikator output dan out- come proyek sebagian besar telah ter- capai.

• Tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi terhadap hunian yang diba- ngun REKOMPAK.

• Model REKOMPAK dinilai efektif dan merupakan salah satu model rehabili- tasi/rekonstruksi tercepat di dunia.

Bentuk

Scaling up

• Rencana replikasi READ di Provin- si NTT dan Kalimantan Barat oleh pemerintah pusat, dengan menggu- nakan APBN.

• Rencana replikasi READ di kabupa- ten eksisting oleh pemerintah dae- rah, dengan menggunakan APBD.

• Rencana pelembagaan READ se- bagai model nasional untuk ke- giatan berbasis pemberdayaan mas- yarakat di Kementan.

• Replikasi pendekatan utuh REKOMPAK oleh Kementerian Pekerjaan Umum bekerjasama dengan Bank Dunia di lo- kasi pascabencana lain (menggunakan dana hibah).

• Replikasi komponen kegiatan REKOM- PAK oleh pemerintah daerah, dengan menggunakan APBD.

• Ekspansi dan replikasi REKOMPAK oleh pemerintah pusat di lokasi pas- cabencana lain, dengan menggu- nakan APBN.

• Rencana pelembagaan model RE- KOMPAK dalam program dan sis- tem pemerintah, sebagai salah satu model untuk pemulihan pascaben- cana di Indonesia.

Produk yang

diperluas

• Program utuh READ yang dinilai sebagai model komprehensif untuk pengembangan kegiatan pertanian yang berbasis pemberdayaan ma- syarakat.

Alternatif program lain: program per- tanian yang terpisah-pisah, tidak satu paket seperti READ yang menyediakan benih, alat, pelatihan, dan pendamp- ingan. Atau program pemberdayaan masyarakat yang tidak memiliki pendekatan pertanian.

• Pendekatan utuh REKOMPAK sebagai model rehabilitasi/rekonstruksi pas- cabencana berbasis masyarakat den- gan basis PRB (Pengurangan Resiko Bencana).

Alternatif program lain: rehabilitasi/re- konstruksi oleh pihak ketiga, beresiko terhadap ketidakpuasan masyarakat untuk menempati hunian. Pendekatan PRB harus diperkenalkan terpisah.

• Komponen kegiatan REKOMPAK.

Page 49: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

40 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Point READ REKOMPAK

Tujuan

Scaling up

• Memanfaatkan model yang tel- ah dibangun dan dinilai baik serta memiliki kelebihan dibandingkan dengan pendekatan yang lain, agar mencakup penerima manfaat yang lebih luas.

• Tujuan jangka panjang: READ sebagai program berbasis.

• pemberdayaan masyarakat di sektor pertanian di Indonesia.

• Memanfaatkan model pemulihan pascabencana yang telah dibangun dan telah teruji pelaksanaannya, un- tuk digunakan di lokasi terdampak pascabencana lain.

• Tujuan jangka panjang: REKOMPAK sebagai model rehabilitasi/rekon- struksi permukiman dan perumahan pascabencana di Indonesia.

Faktor-faktor

Utama yang

menentukan

Scaling up

• Pendekatan READ dinilai inovatif dan lebih baik dibandingkan alter- natifnya.

• Adanya standar dan mekanisme yang jelas dalam pelaksanaan READ.

• Dukungan yang kuat dari pimpinan BPPSDMP Kementan Kerjasama yang kuat pada manajemen proyek di pusat dan daerah (Kementan dan Dinas Pertanian).

• Mandat dari IFAD yang men- dorong penyusunan strategi keber- lanjutan dan scaling up. Pada setiap misi supervisi, IFAD melakukan pe- nilaian terhadap aspek keberlanjutan tersebut.

• Pendekatan REKOMPAK dinilai in- ovatif dan lebih baik dibandingkan alternatifnya. Pada awal pengenalan pendekatan REKOMPAK, pemerin- tah belum memiliki kebijakan yang memadai mengenai pemulihan pas- cabencana.

• Faktor urgensi penanganan pas- cabencana yang memungkinkan ker- jasama lintas Kementerian/Lembaga, ketersediaan pendanaan, dan komit- men politik dari pemerintah.

• Adanya standar dan mekanisme yang jelas dalam pelaksanaan RE- KOMPAK.

• Manajemen REKOMPAK yang baik, dan dukungan dari pejabat Kemen- terian PU dan pemerintah daerah.

• Dukungan Bank Dunia sebagai kata- lis dalam mempercepat pelaksanaan REKOMPAK, mendorong model RE- KOMPAK untuk dilaksanakan di lokasi lain, dan selanjutnya mendorong RE- KOMPAK untuk menjadi model reha- bilitasi/rekonstruksi pascabencana di skala nasional maupun di negara lain.

Proses

Scaling up

• Penyusunan strategi keberlanjutan awalnya dimandatkan oleh IFAD, untuk memastikan keberlanjutan setelah proyek berakhir.

• Scaling up READ direncanakan de- ngan penyusunan strategi replikasi sebagai bagian dari strategi keber- lanjutan READ. Strategi keberlan- jutan disusun di akhir pelaksanaan proyek, oleh pemerintah pusat dan daerah.

• Replikasi REKOMPAK dari satu lokasi pascabencana ke lokasi lainnya, dilak- sanakan dalam bentuk proyek dan didorong oleh kerjasama pemerintah dengan mitra pembangunan

• REKOMPAK tidak secara spesifik menyusun strategi scaling up sebagai suatu model atau program, replikasi dilakukan dengan penyusunan desain proyek di masing-masing lokasi

Page 50: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

41 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Point READ REKOMPAK

• Sebagai masa transisi, pemerin- tah merencanakan strategi jangka pendek replikasi READ di lokasi baru, dengan tetap menggunakan dukungan IFAD berbentuk penyusu- nan MoU atau grant agreement.

• Meskipun telah ada wacana untuk melembagakan REKOMPAK di Kemen- terian Pekerjaan Umum, saat ini belum ada upaya sistematis untuk pelem- bagaan tersebut.

• Pemerintah berencana mereplikasi REKOMPAK di lokasi baru lagi den- gan dukungan hibah Bank Dunia, sambil mengupayakan pelembagaan REKOMPAK dalam sistem dan pro- gram pemerintah

Stakeholder

kunci

• BPPSDMP Kementerian Pertanian menjadi penggerak scaling up.

• IFAD sebagai katalis eksternal da- lam mendukung pendanaan dan pengembangan model yang ino- vatif dengan pemantauan/evaluasi proyek yang kuat. IFAD men- dukung scaling up READ dari sisi kelembagaan.

• Bappenas dan Kementerian Keuan- gan untuk mendorong upaya sca ling up yang lebih sistematis dan menyediakan ruang gerak bagi ter- laksananya scaling up READ untuk tujuan jangka panjang.

• Bank Dunia sebagai katalis eksternal dalam mendukung pendanaan dan pengembangan model yang inovatif dengan pemantauan/evaluasi proyek yang kuat. Bank Dunia mendukung scaling up REKOMPAK dari sisi pen- danaan dan kelembagaan

• Kementerian PU sebagai peng- gerak utama scaling up, dan men- dorong ruang kelembagaan agar REKOMPAK dapat diperluas untuk jangka panjang

• Bappenas dan Kementerian Keua- ngan untuk mendorong upaya scaling up yang lebih sistematis dan menye- diakan ruang gerak bagi terlaksana nya scaling up REKOMPAK untuk tu- juan jangka panjang

Pembelajaran

dan Kendala

• Upaya scaling up READ dijalankan dengan cukup sistematis melalui penyusunan strategi replikasi se- bagai bagian dari keberlanjutan.

• Telah diidentifikasi kendala utama dalam replikasi, yaitu mengimple- mentasikan program yang semula didanai pinjaman, menjadi program dengan pendanaan dan ketentuan pemerintah.

• REKOMPAK sebagai suatu pendeka- tan telah melewati jangka waktu dan proses yang cukup panjang. Pada seti- ap implementasi pendekatan REKOM- PAK, terdapat evaluasi dan pengua- tan model yang terus menerus

• Saat ini belum dilakukan pelem- bagaan REKOMPAK, karena belum adanya upaya yang sistematis untuk hal tersebut dan masih diperlukan berbagai penyesuaian

Page 51: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

42 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Pemerintah selama ini

melakukan upaya scaling

up sebagai upaya terpisah

yang disesuaikan dengan

kebutuhan dan inisiatif

untuk memperluas

pendekatan terbaik yang

didapatkan dari proyek-

proyek PHLN. Hal ini agar

dapat menjangkau penerima

manfaat dan lokasi yang

lebih luas.

Akibatnya, keberhasilan

scaling up yang dilakukan

sangat bergantung

pada komitmen dan

kepemimpinan Kementerian/

Lembaga pelaksana proyek

yang bersangkutan.

Visi Jangka Panjang

C. Kesimpulan Scaling up Contoh Proyek PHLN

Faktor utama yang mendorong pelaksanaan scaling up contoh-contoh proyek

PHLN di atas, diantaranya.

� Pendekatan proyek yang dinilai unggul dan inovatif jika dibandingkan

dengan program lain.

� Adanya standar dan mekanisme yang jelas dalam pelaksanaan proyek.

� Komitmen dari aktor pelaksana scaling up yang kuat.

Mitra pembangunan dalam hal ini berperan sebagai katalis untuk

mendorong pelaksanaan scaling up, baik melalui dukungan pendanaan,

dukungan komitmen kelembagaan, maupun ketentuan yang mensyaratkan

adanya praktik scaling up sebagai bagian exit strategy seperti yang dilakukan

oleh IFAD. Mitra pembangunan juga berperan dalam memastikan

akuntabilitas proyek melalui dukungan pemantauan dan evaluasi yang

kuat dan dilaksanakan secara reguler.

Faktor-faktor pendorong tersebut tidak hanya bersumber dari evaluasi

pelaksanaan proyek, namun juga dari rekomendasi aktor pelaksana yang

memiliki dukungan politik yang kuat secara kelembagaan.

Bentuk scaling up yang dilakukan pada contoh-contoh proyek di atas, adalah

penambahan cakupan penerima manfaat secara kuantitatif melalui ekspansi

dan replikasi proyek di lokasi lain.

Namun demikian, proyek PHLN memiliki kompleksitas dalam

pelaksanaannya yang membutuhkan penyesuaian kelembagaan dan

kebijakan yang berujung pada pelaksanaan perluasan secara kualitatif.

Misalnya, karakter contoh proyek yang berbasis pemberdayaan masyarakat

memerlukan penyesuaian konteks lokal dan kerjasama dengan masing-

masing pemerintah daerah yang bersangkutan.

Sementara itu, untuk kasus REKOMPAK, terdapat kondisi khusus yang

mensyaratkan pelaksanaan proyek, yaitu kejadian bencana yang membutuhkan

rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan/permukiman. Scaling up yang

dilakukan di REKOMPAK dengan demikian, tidak semata- mata menambah

jumlah penerima manfaat, tetapi menggunakan model/pendekatan inti dari

proyek pilot untuk diterapkan di lokasi lain sesuai dengan konteks bencana

dan sosial masyarakatnya.

Meskipun belum dikembangkan secara sistematis, saat ini READ dan REKOMPAK

telah memiliki visi jangka panjang untuk memanfaatkan pendekatan yang

telah dibangun di proyek PHLN tersebut pada skala nasional dan dengan

pendanaan dari pemerintah.

Tujuan pelembagaan model tersebut memang masih bersifat parsial dan

masih sangat bergantung pada individu/kelompok pelaksana sebagai

aktor penggerak. Namun, proses tersebut merupakan langkah positif bagi

pemerintah dalam mengembangkan upaya pelaksanaan scaling up yang lebih

sistematis.

Page 52: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

43 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Hal ini juga tidak terlepas dari peran Bappenas dan Kementerian Keuangan

sebagai regulator proyek-proyek PHLN yang saat ini tengah mendorong

pelaksanaan scaling up sebagai salah satu upaya optimalisasi pemanfaatan

pendanaan luar negeri.

Tantangan yang dihadapi dalam rencana replikasi READ di lokasi lain

dengan dana pemerintah, dapat menjadi pembelajaran dalam menyikapi

upaya scaling up proyek-proyek PHLN.

Proyek PHLN yang selama ini tidak direncanakan untuk diperluas sejak

awal, berpotensi mengalami kesulitan penyesuaian antara mekanisme

mitra pembangunan dengan mekanisme pemerintah pada saat

dilakukan scaling up.

Tantangan yang sama juga terjadi pada upaya pelembagaan REKOMPAK

sebagai program pemerintah. Praktik scaling up REKOMPAK selama ini

mendapatkan dukungan yang terus menerus dari mitra pembangunan, sehingga

upaya pelembagaan memerlukan masa transisi untuk menyesuaikan pendekatan

REKOMPAK dengan mekanisme pemerintah.

Berdasarkan praktik-praktik scaling up proyek PHLN yang telah dilakukan di

Indonesia, dapat disimpulkan bahwa pemerintah memahami scaling up sebagai

upaya perluasan hasil-hasil terbaik proyek. Namun demikian, pemerintah

masih menganggap scaling up sebagai tujuan akhir dari pelaksanaan proyek,

dan bukan merupakan proses dalam mencapai tujuan jangka panjang yang

mensyaratkan komitmen dari organisasi pelaksananya.

Padahal, komitmen pelaksanaan scaling up akan menjadi salah satu

faktor penentu keberhasilan perluasan.

Keberhasilan pelaksanaan scaling up PNPM dan REKOMPAK misalnya,

memerlukan waktu yang panjang dalam pelaksanaannya dan komitmen yang

terus menerus baik secara kelembagaan maupun politik dari pemerintah dan

mitra pembangunan.

Sementara itu, upaya pelembagaan REKOMPAK dalam sistem dan

program pemerintah juga akan memerlukan waktu tersendiri yang akan sangat

bergantung pada komitmen dari pemerintah, tidak hanya Kementerian Pekerjaan

Umum sebagai pelaksana, tetapi juga dari Bappenas, Kementerian Keuangan

dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya.

Tanpa komitmen dan visi yang jelas dari pemerintah, scaling up yang

dilakukan pada proyek-proyek PHLN pada akhirnya dapat beresiko menjadi

satu dari sekian intervensi pembangunan yang sifatnya sporadis. Bahkan

tidak memberikan perubahan yang berarti bagi penguatan pembangunan

nasional.

Scaling up READ dan

REKOMPAK akan menjadi

salah satu contoh awal

yang dapat menjadi

masukan kebijakan

bagi upaya scaling up

pemerintah.

Kementerian/Lembaga

pelaksana kedua contoh

proyek tersebut saat ini

tengah mengupayakan

perumusan strategi dan

perubahan ruang yang

diperlukan agar model

yang telah dihasilkan

dapat dilembagakan

dan menjadi bagian dari

program nasional.

Page 53: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

44 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Melalui pelaksanaan

scaling up, suatu model

atau pendekatan akan

terus berkembang dan

memerlukan tinjauan

ulang serta penyesuaian

yang terus menerus agar

mencapai hasil yang

maksimal.

Scaling up dapat

disebut ekspansi,

replikasi, adaptasi,

difusi atau istilah

lain yang definisinya

merujuk pada

perluasan suatu

keberhasilan proyek/

program yang telah

sukses dilaksanakan.

Dalam konteks PHLN,

scaling up dilakukan

sebagai salah satu upaya

optimalisasi pemanfaatan

pendanaan luar negeri

yang selama ini telah

menghasilkan berbagai

pembelajaran dan hasil-

hasil terbaik.

5. FRAMEWORK SCALING UP/REPLIKASI PHLN

Scaling up, sebagai salah satu tahapan dalam upaya pembangunan, bukan

merupakan proses yang linier dan dalam pelaksanaannya memiliki dimensi

dan kompleksitas yang tidak dapat diperkirakan sejak awal.

Scaling up dapat mengambil berbagai bentuk dan memiliki banyak pendekatan

yang tidak mungkin diatur dalam satu mekanisme yang kaku dan berlaku

untuk semua inisiatif.

Oleh karena itu, kerangka kerja awal mengenai scaling up ini dibangun tidak

untuk memberikan panduan, namun untuk membantu pemerintah dalam

mengidentifikasi langkah-langkah yang patut dipertimbangkan dalam

melakukan scaling up.

Studi ini akan memberikan gambaran awal bagi penyusunan kerangka kerja

scaling up, melalui indikator sebagai berikut.

� Identifikasi faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan langkah yang perlu

dilakukan dalam melaksanakan scaling up.

� Penguatan kebijakan yang diperlukan untuk mendorong scaling up.

� Tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh pemerintah agar kerangka kerja

scaling up dapat dibangun sebagai upaya sistematis pemerintah.

A. Langkah Scaling up Proyek PHLN secara Umum

Dengan semakin terbatasnya pendanaan luar negeri, kesuksesan yang telah

terbukti di skala terbatas dan dalam lingkup proyek tersebut terus diupayakan

untuk dapat memiliki dampak yang lebih besar serta berkontribusi pada

penguatan pembangunan nasional.

Untuk itu, pemerintah menginginkan agar scaling up proyek PHLN dapat

dilakukan dengan lebih sistematis dan tidak menjadi inisiatif yang terpisah

dan sangat bergantung pada komitmen pelaksana proyek.

Pendanaan luar negeri diharapkan dapat berperan sebagai katalis untuk

pengembangan pendekatan inovatif yang dapat diperluas sebagai masukan

program pembangunan dengan menggunakan dana dan mekanisme

pemerintah sendiri.

Langkah Scaling up Proyek PHLN yang Ideal

Idealnya scaling up didesain sejak awal perencanaan proyek dan intervensi

dilakukan sebagai percontohan model/pendekatan baru yang inovatif untuk

kemudian dievaluasi dan diperluas oleh pemerintah.

Hal ini sesuai dengan konsep scaling up intervensi pembangunan yang

menguraikan bahwa proses scaling up umumnya dilakukan dalam tiga tahapan.

(1) inisiasi inovasi/model/pendekatan baru yang dilaksanakan pada

proyek percontohan berskala kecil;

(2) proses pembelajaran melalui evaluasi; dan

(3) pelaksanaan scaling up untuk memperluas cakupan dan dampak.

Page 54: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

45 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Dengan demikian, apabila pemerintah berkomitmen melaksanakan scaling up

untuk proyek-proyek PHLN, maka akan diperlukan penguatan perencanaan

proyek PHLN yang memilah antara proyek yang memiliki tujuan scaling up dan

yang tidak.

Proyek yang dimaksudkan untuk diperluas nantinya, dapat direncanakan

secara terpisah sebagai proyek yang akan digunakan menjadi testing ground

untuk mengembangkan pendekatan yang akan dilaksanakan pada lokasi

percontohan yang berskala terbatas untuk kemudian dipantau dan dievaluasi

pelaksanaannya secara terus menerus.

Hasil evaluasi tersebut akan menjadi dasar untuk penentuan apakah pendekatan

tersebut layak dan perlu untuk diperluas. Selanjutnya, dilakukan penyusunan

strategi yang akan membantu pelaksanaan scaling up yang dapat diawali

dengan pendanaan luar negeri untuk kemudian dilembagakan dalam program

pemerintah jika dibutuhkan.

Pemerintah dan mitra pembangunan dalam hal ini juga perlu memahami sejak

awal bahwa tidak seluruh proyek PHLN yang meskipun menghasilkan model/

pendekatan yang baik, dapat sesuai dan perlu untuk dilakukan perluasan lebih

lanjut. Pemantauan dan evaluasi untuk itu akan menjadi alat yang utama dalam

menentukan pelaksanaan scaling up, baik melalui hasil dan pembelajarannya

yang positif maupun negatif.

Kondisi Eksisting Kebijakan Pemanfaatan PHLN

Faktanya saat ini proyek-proyek PHLN memiliki tujuan intervensi yang beragam,

dan tidak seluruhnya bertujuan untuk mengembangkan pendekatan yang

dapat diperluas.

Proyek PHLN terdiri dari banyak sektor, dimensi, dan dipengaruhi oleh berbagai

faktor, termasuk faktor politik terkait kerjasama dengan mitra pembangunan.

Contoh yang paling jelas adalah pada proyek PHLN untuk sektor infrastruktur

skala besar, dimana pembiayaan merupakan tujuan utama pemanfaatan PHLN

dan scaling up tidak relevan untuk dilaksanakan bagi jenis proyek ini.

Sementara itu, proyek PHLN yang lain didesain sebagai proyek satu kali intervensi

untuk mencapai tujuan besar dalam jangka waktu yang relatif pendek, dengan

biaya yang mahal dan cakupan kegiatan yang sangat luas dan kompleks.

Karakter proyek yang demikian, meskipun menghasilkan capaian atau model

yang baik akan sulit untuk diperluas karena kompleksitas dan biayanya.

Hal lain yang menjadi kendala, adalah belum adanya upaya yang sistematis

dari sisi mitra pembangunan untuk pelaksanaan scaling up. Seiring dengan

mengemukanya isu mengenai scaling up, beberapa mitra pembangunan

memang telah memulai upaya untuk mengembangkan mekanisme scaling

up.

IFAD merupakan salah satu mitra pembangunan internasional yang cukup

maju terkait isu scaling up tersebut. Fokus IFAD yang khusus di sektor

pertanian dan penanggulangan kemiskinan, mendorong lembaga ini

Dengan perencanaan

scaling up sejak awal,

diharapkan pemerintah

dan mitra pembangunan

memiliki pemahaman

yang sama dan mendesain

proyek PHLN dengan

kompatibilitas yang lebih

baik dengan sistem dan

kelembagaan pemerintah

untuk jangka panjang.

Page 55: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

46 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

untuk membangun mekanisme yang memastikan intervensi skala kecil di

proyek-proyek PHLN IFAD dapat berpengaruh besar pada peningkatan sektor

pertanian dan pengurangan kemiskinan.

Proyek Coastal Community Development Project (CCDP) yang juga didanai

oleh IFAD misalnya, sejak awal didesain dengan fungsi manajemen proyek

yang akan menjadi fondasi awal untuk pelaksanaan replikasi dan perluasan

proyek di masa mendatang. Hanya saja, upaya scaling up yang didorong oleh

mitra pembangunan tersebut merupakan pengecualian dari keseluruhan

proyek-proyek PHLN yang dilaksanakan di Indonesia.

Usulan Tahapan Scaling up Proyek PHLN

Dengan kondisi eksisting pemanfaatan PHLN tersebut, studi ini

mengusulkan tahapan scaling up proyek PHLN untuk terdiri dari

langkah-langkah seperti yang tampak pada Gambar 6.

Tahapan pada Gambar 6. disusun dengan pemahaman bahwa intervensi

proyek PHLN direncanakan dengan latar belakang tujuan yang berbeda-

beda dan tidak seluruhnya memiliki model/pendekatan yang dibangun

dan dapat diperluas.

Meskipun idealnya scaling up proyek PHLN disusun sejak awal, implementasi

kebijakan eksisting pemerintah untuk upaya tersebut akan memerlukan

penguatan perencanaan PHLN yang akan membutuhkan waktu dan diharapkan

dapat dikembangkan oleh pemerintah dalam jangka panjang.

Tahapan berikut disusun sebagai alternatif awal upaya scaling up proyek PHLN

untuk menjembatani antara kondisi ideal dan kondisi eksisting kebijakan

PHLN yang saat ini diimplementasikan.

Dasar Pelaksanaan Scaling up

Intervensi

Proyek PHLN

Evaluasi

capaian

Identifikasi

model/

pendekatan yang

dibangun

Strategi

Scaling Up

Masa Transisi

Pelaksanaan

Scaling Up

Scaling Up

dengan Dana

dan Mekanisme

Pemerintah

Tahapan Scaling up

Gambar 6. Tahapan Umum Scaling up Proyek PHLN

Pengaturan Organisasi Pelaksanaan Scaling up Proyek PHLN

Selama ini, inisiasi pelaksanaan scaling up dengan sendirinya berkembang

pada level pelaksana proyek baik di tingkat pusat dan daerah, dengan

dorongan dukungan dari mitra pembangunan. Ide awal pelaksanaan scaling

up tersebut dapat muncul dari berbagai lapisan, baik dari pemerintah

Page 56: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

47 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

pusat, pemerintah daerah, mitra pembangunan, maupun dari masyarakat

sendiri. Tanpa menghilangkan inisiasi yang muncul dari berbagai pelaku

pembangunan tersebut, tahapan pelaksanaan scaling up di atas diperuntukkan

bagi Kementerian/Lembaga pelaksana proyek PHLN yang berkomitmen untuk

melakukan scaling up pendekatan yang telah dibangun untuk mencapai dampak

yang lebih luas.

Kerangka kerja scaling up di masa mendatang, sebaiknya memang dapat berlaku

bagi seluruh pelaku pembangunan yang berkomitmen melakukan perluasan

hasil-hasil terbaik yang dikembangkan oleh proyek PHLN di Indonesia.

Namun, hal tersebut dimungkinkan hanya jika pemerintah telah memiliki sistem

pengelolaan pengetahuan yang baik dalam mendokumentasikan pembelajaran

serta pendekatan/model inovatif yang dihasilkan oleh proyek- proyek PHLN.

Dengan belum tersedianya mekanisme yang baik untuk hal tersebut,

pelaksanaan scaling up oleh Kementerian/Lembaga pelaksana proyek diharapkan

akan lebih sistematis dan dapat mengurangi resiko kegagalan perluasan.

Meskipun diperuntukkan bagi Kementerian/Lembaga pelaksanaan proyek,

tahapan di atas perlu menjadi upaya sistematis pemerintah dalam mekanisme

pelaksanaan PHLN.

Bappenas sebagai salah satu regulator pemanfaatan PHLN yang bertugas untuk

memantau dan mengevaluasi kinerja pelaksanaan proyek PHLN akan sangat

berperan dalam mendukung Kementerian/Lembaga pelaksana dalam

mengidentifikasi model/pendekatan yang dibangun sejak awal pelaksanaannya.

Selain itu, membantu Kementerian/Lembaga dalam mengembangkan scaling

up yang akan melalui tahapan yang lebih sistematis tersebut.

Bappenas juga dapat memasukkan tahapan tersebut sebagai bagian dari proses

pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PHLN, serta sebagai bagian dari proses

perencanaan PHLN untuk masa mendatang.

Sementara itu, pada tahapan pelaksanaan dengan dana dan mekanisme

pemerintah, akan diperlukan koordinasi lintas Kementerian/Lembaga pemerintah

di tingkat pusat untuk memastikan penganggaran dan pencantuman kegiatan

dalam program prioritas pemerintah.

Selain pemerintah, pelaksanaan tahapan scaling up juga membutuhkan dukungan

yang kuat dari mitra pembangunan terkait. Komitmen dari mitra pembangunan

dalam penyiapan dan penyusunan strategi scaling up akan sangat dibutuhkan

untuk memastikan keberhasilan pelaksanaannya.

Terkait dengan waktu pelaksanaan, tahapan scaling up di atas sebaiknya

sedapat mungkin dilaksanakan sejak sebelum proyek percontohan berakhir.

Pelaksanaan tahapan scaling up yang dilakukan di penghujung pelaksanaan

proyek, dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian

dan pengembangan yang diperlukan untuk pelaksanaan perluasan. Selain itu,

proyek PHLN umumnya memiliki jangka waktu pelaksanaan yang terbatas sesuai

dengan yang disepakati oleh pemerintah dan mitra pembangunan di awal.

Kerangka kerja scaling

up di masa mendatang,

sebaiknya memang

dapat berlaku bagi

seluruh pelaku pem-

bangunan yang ber-

komitmen melakukan

perluasan hasil-hasil

terbaik yang dikem-

bangkan oleh proyek

PHLN di Indonesia.

Page 57: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

48 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Tahapan pelaksanaan scaling up diharapkan dapat dilakukan pada jangka waktu

pelaksanaan proyek PHLN, dan memberikan waktu bagi masa transisi dan

penyesuaian yang dibutuhkan untuk pelaksanaan scaling up sepenuhnya

dengan sistem dan kelembagaan pemerintah.

Penjabaran Langkah-Langkah Scaling up Proyek PHLN

Mengacu pada Gambar 6. di atas, langkah-langkah yang dapat dilaksanakan

dalam melakukan scaling up dijabarkan sebagai berikut:

Langkah 1. Identifikasi model/pendekatan yang dibangun

Berdasarkan pada evaluasi capaian pelaksanaan, langkah pertama dalam

melakukan scaling up adalah identifikasi model atau pendekatan yang

telah dibangun dalam proyek PHLN, kemudian menentukan apakah model/

pendekatan tersebut sesuai dan perlu untuk dilakukan perluasan. Organisasi

pelaksana scaling up setidaknya perlu mempertimbangkan beberapa hal

terkait model/pendekatan yang akan diperluas.

� Proyek PHLN diidentifikasi memiliki model/pendekatan yang baik dan teruji,

berdasarkan capaian kinerja dan pembelajaran dari pelaksanaan proyek.

Pada tahap ini, setidaknya pemerintah telah dapat mengidentifikasi

bahwa proyek PHLN memiliki model atau pendekatan yang berhasil

dan unggul dalam pelaksanaannya.

� Model/pendekatan yang dikembangkan dinilai dapat dan perlu

untuk diperluas.

Berdasarkan pengalaman

pelaksanaan scaling up

PHLN, model yang dapat

diperluas adalah.

• Model yang sederhana.

• Memiliki standar dan pedoman yang jelas dan akuntabel.

• Lebih baik dari alternatif program atau menawarkan inovasi yang be-

lum pernah dikembangkan di program lain.

• Tidak berkonteks lokal.

• Tidak memiliki karakteristik tertentu yang dapat mengurangi relevansi

perluasan.

• Efektif dan efisien dari segi biaya maupun kelembagaan.

Model yang memiliki keunggulan dalam pelaksanaannya seperti tersebut di

atas, memerlukan scaling up. Hal ini agar dapat memberikan dampak yang

lebih luas sesuai dengan tujuan untuk mengatasi tantangan pembangunan

tertentu.

Apabila proyek PHLN telah memenuhi tujuan pelaksanaannya, maka

proyek tersebut tidak relevan untuk diperluas.

Misalnya, adalah pelaksanaan REKOMPAK yang bertujuan untuk pemulihan

wilayah pascabencana di lokasi tertentu. Perluasan REKOMPAK di lokasi yang

tidak terdampak bencana akan tidak relevan untuk dilaksanakan. Namun

perluasan REKOMPAK di lokasi terdampak bencana lain dapat dilakukan

untuk mencapai tujuan pemulihan pascabencana yang lebih efisien dan efektif

di Indonesia secara umum.

Page 58: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

49 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

� Identifikasi skala dan waktu pelaksanaan scaling up.

Meskipun model/pendekatan telah dipastikan tidak berkonteks lokal. Apakah

model yang dikembangkan akan sesuai untuk konteks desa atau kabupaten/

kota, provinsi, atau bahkan untuk skala nasional.

Skala perluasan ditentukan skala isu pembangunan yang akan diatasi. Misalnya,

adalah perluasan PNPM untuk skala nasional sangat diperlukan untuk mengatasi

tingkat kemiskinan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Organisasi pelaksana sebaiknya sejak awal mengidentifikasi jangka waktu

pelaksanaan perluasan yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan tertentu.

Dengan mempertimbangkan waktu pelaksanaan proyek PHLN yang telah

disepakati.

Langkah 2. Penyusunan Strategi Scaling up

Strategi dapat disusun dalam berbagai bentuk dan setidaknya terdiri dari

beberapa hal sebagai berikut:

� Penentuan tujuan scaling up.

Tujuan scaling up idealnya dirumuskan sejak proyek PHLN didesain. Namun

dengan kondisi eksisting yang dikemukakan sebelumnya, penentuan tujuan

scaling up akan sangat ditentukan oleh langkah pertama, yaitu apakah suatu

proyek perlu dan layak untuk diperluas.

Apabila organisasi pelaksana menilai bahwa suatu proyek akan diperluas, tujuan

dan visi yang jelas harus dirumuskan. Hal ini agar model/pendekatan proyek

PHLN yang telah dibangun mampu memberikan dampak pembangunan yang

lebih berkelanjutan dan menjangkau penerima manfaat yang lebih luas

untuk jangka panjang.

Tanpa tujuan dan visi perluasan yang jelas, pelaksanaan scaling up akan

terus menerus dilakukan sebagai proyek percontohan yang tidak jelas tujuan

akhirnya. Akibatnya akan sulit untuk menyusun strategi scaling up yang paling

efektif dan efisien untuk memastikan keberhasilan perluasan.

Rencana scaling up proyek READ misalnya, telah memiliki tujuan untuk

melembagakan READ menjadi salah satu model pengembangan pertanian di

Indonesia. Dengan tujuan tersebut, pelaksana scaling up dapat menyusun

strategi yang dibutuhkan dan sejak awal mengidentifikasi tantangan yang

akan dihadapi dalam mewujudkan tujuannya.

� Penentuan rute untuk melakukan scaling up.

Pemerintah umumnya melakukan scaling up melalui rute sebagai berikut:

a) Scaling up yang bersifat kuantitatif, berbentuk ekspansi dan replikasi untuk

menjangkau penerima manfaat yang lebih luas atau berada di lokasi lain.

b) Scaling up yang bersifat kualitatif, berbentuk adopsi dan pelembagaan

sebagian atau keseluruhan model dalam sistem dan program pemerintah.

Identifikasi skala

Identifikasi waktu

pelaksanaan

scaling up.

Setelah suatu

pendekatan proyek

PHLN diidentifikasi

layak dan perlu untuk

diperluas, langkah

selanjutnya adalah

penyusunan strategi

untuk membantu

mengarahkan

pelaksanaan scaling up.

Page 59: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

50 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Rute scaling up tersebut dapat mengambil berbagai bentuk, disesuaikan

dengan kebutuhan dan skala perluasan model/pendekatan yang akan

dilakukan.

� Penentuan model/pendekatan yang akan di-scaling up.

Organisasi pelaksana scaling up perlu melakukan identifikasi inti model/

pendekatan yang akan diperluas, serta memilah-milah antara komponen ke-

giatan utama yang tidak dapat dirubah, dengan komponen kegiatan yang

dapat fleksibel dilakukan perubahan pada saat perluasan.

Berdasarkan hasil evaluasi, juga perlu dilakukan analisis gap untuk menentukan

penguatan dan penyesuaian yang diperlukan dalam mengimplementasikan

scaling up.

Model/pendekatan yang berhasil diperluas umumnya adalah yang se-

derhana, serta memiliki standar dan fokus kegiatan yang jelas.

� Penentuan driver (penggerak) dan space (ruang yang dibutuhkan) untuk

pelaksanaan scaling up.

Berdasarkan pembelajaran dari pelaksanaan scaling up contoh proyek PHLN,

aktor adalah salah satu faktor penentu keberhasilan perluasan. Aktor mengi-

nisiasi dan mendukung pelaksanaan scaling up.

Peranan individu/kelompok yangmenginisiasi perluasan sangat krusial

dalam menentukan strategi scaling up yang paling efektif dan efisien, serta

mempersiapkan komitmen kelembagaan untuk jangka panjang.

Mitra pembangunan juga memiliki peran sebagai aktor utama dalam

mengkatalis inisiasi pelaksanaan scaling up. Seperti terjadi pada contoh proyek

REKOMPAK dan READ.

Penggerak lain yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan strategi

adalah memastikan akuntabilitas pelaksanaan dan penggunaan mekanisme

insentif bagi pelaksana scaling up.

Scaling up juga memerlukan ruang penyesuaian untuk pelaksanaannya.

Semakin inovatif pendekatan yang diperkenalkan, maka kemungkinan ruang

yang dibutuhkan akan semakin besar.

Penyiapan ruang dalam strategi scaling up proyek PHLN, utamanya relevan

dalam proses transisi pelaksanaan model/pendekatan. Model/pendekatan

yang semula berbentuk proyek dan mengacu pada ketentuan mitra

pembangunan, menjadi dilaksanakan oleh pemerintah sebagai bagian dari

program pembangunan.

Ruang yang perlu disediakan, diantaranya adalah ruang fiskal dan pen-

danaan, dukungan politik, serta ruang kebijakan dan kelembagaan.

Page 60: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

51 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Langkah 3. Pelaksanaan Scaling up Proyek PHLN

Dengan penyusunan strategi, pelaksanaan scaling up selanjutnya akan

lebih memiliki arah dan tujuan yang jelas. Pelaksanaan scaling up umumnya

memerlukan masa transisi untuk mengujicoba perluasan model/pendekatan

yang telah dibangun. Dengan disertai evaluasi dan pengembangan yang terus

menerus, model/pendekatan akan mendapatkan kesempatan penyempurnaan,

seperti yang telah dilakukan pada contoh scaling up REKOMPAK. Dengan arah

kebijakan pemerintah agar pemanfaatan pendanaan luar negeri digunakan

sebagai pengembangan inovasi dan perluasannya dilakukan oleh pemerintah,

maka masa transisi akan semakin dibutukan. Masa transisi akan memberikan

waktu bagi penyesuaian yang dibutuhkan untuk adopsi model/pendekatan

dalam kelembagaan dan program pemerintah, seperti yang tertuang dalam

strategi scaling up.

B. Penguatan Kebijakan untuk Scaling up

Tanpa adanya penguatan kebijakan, kerangka kerja yang telah dikembangkan

untuk pelaksanaan scaling up di atas tidak akan dapat terlaksana, dan inisiasi

scaling up akan tetap dilakukan secara sporadis oleh pengelola proyek PHLN.

Penguatan perlu dilakukan baik untuk tahapan perencanaan,

pelaksanaan, dan saat proyek telah berakhir.

Bappenas dan Kementerian Keuangan sebagai regulator PHLN di tingkat pu-

sat akan berperan dalam memastikan penguatan kebijakan untuk mendorong

pelaksanaan scaling up tersebut.

a. Penguatan perencanaan PHLN dalam jangka pendek dapat dilaksanakan

melalui penguatan ownership proyek di semua level pelaksanaan,

baik pusat maupun daerah. Dengan peningkatan rasa kepemilikan dari

pemerintah pada tahap perencanaan, keberlanjutan dan perluasan proyek

PHLN akan menjadi kebutuhan dari pelaksana proyek.

Sementara itu, untuk jangka panjang, penguatan perencanaan proyek

PHLN merupakan penguatan utama yang diperlukan dalam pelaksanaan

scaling up.

Pemerintah perlu memperkuat dan lebih mendetailkan rencana pemanfaatan

PHLN dengan memilah sektor pembangunan yang memerlukan pemanfaatan

PHLN sebagai wadah untuk mengembangkan praktik-praktik terbaik dan

memperkuat program pembangunan. Dengan tujuan pemanfaatan PHLN

tersebut, aspek inovasi, keberlanjutan dan scaling up akan disertakan

dalam desain proyek PHLN.

Penguatan jangka panjang juga perlu dilakukan untuk harmonisasi ketentuan

dan mekanisme pemerintah dan mitra pembangunan. Kesesuaian

mekanisme merupakan salah satu persyaratan utama agar proyek PHLN

dapat diperluas dan dilembagakan dalam program pemerintah.

Penguatan kebijakan

pemanfaatan PHLN

untuk mendorong

pelaksanaan scaling

up diperlukan dalam

mendukung pelaksanaan

upaya scaling up yang

lebih sistematis.

Page 61: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

52 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Hal ini memerlukan kerjasama yang kuat dari mitra pembangunan untuk

bersama-sama mendorong pemanfaatan PHLN yang memiliki dampak

yang lebih luas dan berkelanjutan secara kelembagaan.

b. Penguatan pelaksanaan proyek PHLN, melalui pemantauan dan

evaluasi merupakan hal utama yang perlu diperkuat untuk mendorong

pelaksanaan scaling up. Hasil evaluasi merupakan instrumen utama yang

akan menjadi evidence (fondasi) pelaksanaan scaling up.

Sistem pemantauan dan

evaluasi pemerintah.

Kerjasama yang baik

lintas Kementerian/

Lembaga merupakan

hal penting untuk

mempersiapkan

kelembagaan

pelaksanaan scaling up

dalam jangka panjang.

Sistem pemantauan dan evaluasi proyek PHLN diharapkan dapat

menangkap kinerja proyek, pembelajaran, serta inovasi dari pelaksanaan

proyek PHLN yang berpotensi untuk diperluas. Dengan demikian,

manajemen pengetahuan hasil dan pembelajaran dari pelaksanaan

proyek akan menjadi hal utama yang perlu diperkuat.

Selama belum ada penguatan aspek scaling up yang dilakukan untuk

kebijakan perencanaan PHLN, langkah-langkah scaling up akan dilakukan

pada saat pelaksanaan.

Bappenas dan Kementerian Keuangan dapat memanfaatkan instrumen

monev untuk mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan proyek

dalam melakukan perluasan. Persiapan tersebut berdasarkan pada hasil

evaluasi yang dilakukan secara reguler. Untuk proyek yang melakukan

perluasan, pemantauan dan evaluasi juga perlu dilakukan untuk pelaksanaan

scaling up itu sendiri.

c. Penguatan evaluasi pada saat proyek akan berakhir diperlukan, untuk

memastikan pelaksanaan scaling up sebagai strategi berkelanjutan dapat

berlanjut dan dapat dilembagakan dalam sistem pemerintah.

Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan pemantauan dan evaluasi yang

lebih intensif bagi proyek-proyek PHLN yang akan berakhir. Khusus untuk

pelaksanaan scaling up, berakhirnya proyek PHLN akan memerlukan

penyesuaian strategi pelaksanaan perluasan. Hal ini memerlukan transisi

kelembagaan dari mekanisme PHLN menjadi mekanisme pemerintah.

Pemerintah juga perlu mengembangkan sistem pemantauan dan evaluasi

bagi pelaksanaan scaling up setelah proyek berakhir. Hal ini untuk terus

mengawal pelaksanaan pelembagaan model/pendekatan yang telah

dibangun pada proyek PHLN. Kerjasama yang baik lintas Kementerian/

Lembaga merupakan hal penting untuk mempersiapkan kelembagaan

pelaksanaan scaling up dalam jangka panjang.

Page 62: Laporan Studi Kebijakan Hasil Terbaik Proyek-proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

53 Studi Kebijakan: Replikasi Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

C. Tindak Lanjut yang Diperlukan

Kerangka kerja yang dihasilkan dari studi ini baru merupakan awal upaya

untuk pelaksanaaan scaling up proyek-proyek PHLN yang lebih sistematis.

Penyempurnaan kerangka kerja lebih lanjut dan penguatan kebijakan

akan diperlukan di masa mendatang.

Beberapa tindak lanjut yang dapat dilakukan diantaranya:

� Implementasi tahapan scaling up yang dihasilkan dalam studi ini pada

percontohan scaling up proyek PHLN. Diusulkan agar pemerintah dapat

mengimplementasikan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk kelanjutan

pelaksanaan scaling up READ dan REKOMPAK yang saat ini tengah dalam

proses perluasan.

� Penyempurnaan tahapan scaling up yang telah dikembangkan dalam studi

ini, berdasarkan evaluasi proses scaling up di lapangan.

� Penguatan kebijakan PHLN untuk jangka pendek, yaitu penguatan

pemantauan dan evaluasi proyek PHLN sebagai fondasi pelaksanaan

scaling up, serta memasukkan aspek-aspek tahapan scaling up yang telah

dikembangkan dalam studi ini sebagai bagian dari sistem pemantauan dan

evaluasi pemerintah.