82
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 18 Disusun Oleh : Kelompok 3 Tutor : dr. Nuraidah Anggota Tiara Fortuna 04101401001 Nadia Aini Putri P. 04101401004 Imam Hakiki 04101401007 Ardianto 04101401032 Arzi Larga Guhpta 04101401038 Yorin Mulya Junitia M. 04101401065 Sonia Loviarny 04101401080 Miko Sapta Sera K. 04101401117 Ade Kurnia O. 04101401119 Wenty Septa Aldona 04101401129 Preetibah Ratenavelu 04101401136 1

Laporan Skenario c Blok 18 Kelompok 3 Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lp

Citation preview

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C

BLOK 18

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Tutor : dr. Nuraidah

Anggota

Tiara Fortuna 04101401001

Nadia Aini Putri P. 04101401004

Imam Hakiki 04101401007

Ardianto 04101401032

Arzi Larga Guhpta 04101401038

Yorin Mulya Junitia M. 04101401065

Sonia Loviarny 04101401080

Miko Sapta Sera K. 04101401117

Ade Kurnia O. 04101401119

Wenty Septa Aldona 04101401129

Preetibah Ratenavelu 04101401136

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan

tugas tutorial skenario ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian

dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.

Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik

pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan

di kemudian hari.

Penyusun

2

DAFTAR ISI

Kata Penghantar.......................................................................................................... 2

Daftar Isi………………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang…………………………………………………………………….... 4

Maksud dan Tujuan………………………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN

Skenario ..................................................................................................................... 5

Klarifikasi Istilah ....................................................................................................... 6

Identifikasi Masalah.................................................................................................... 7

Analisis Masalah ........................................................................................................ 7

Hipotesis .................................................................................................................... 16

Kerangka Konsep ....................................................................................................... 17

BAB III SINTESIS

Sintesis ...................................................................................................................... 18

Daftar Pustaka........................................................................................................... 55

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Daur hidup (tumbuh kembang – geriatri) adalah blok delapan belas dari

Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C yang

memaparkan kasus mengenai cerebral palsy.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari

system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario mengenai

cerebral palsy dengan metode analisis dan diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Nuraidah

Waktu : 29 April dan 1 Mei 2013

Moderator : Imam Hakiki

Sekretaris Meja : Nadia Aini Putri Panisutia

Sekretaris Papan : Tiara Fortuna

Rule Tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

3. Berbicara yang sopan dan penuh tata karma.

2.2 SKENARIO C

Tristan anak laki-laki usia 18 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa duduk dan

merangkak. Tristan anak pertama dari ibu usia 27 tahun . Lahir spontan dengan bidan

pada kehamilan 39 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa

kehamilan ke bidan 3 kali. Segera setelah lahir langsung menangis. Berat badan lahir

3.250 gram. Pada saat usia 6 bulan Tristan mengalami kejang yang disertai demam

dan dirawat di RS selama 2 minggu. Sebelum terkena kejang dan demam itu Tristan

sudah bisa tengkurap bolak-balik, sudah bisa tersenyum kearah ibunya dan

perkembangan lainnya sesuai usia. sejak keluar dari RS, tristan mulai terlihat malas

5

bergerak dana hanya bisa tengkurap saja. Sampai saat ini belum bisa duduk dan

merangkak, belum bisa makan nsi, sehingga masih diberi bubur saring dan susu.

Tristan juga belum bisa makan biskuit sendiri. Tristan sudah mengoceh, tapi belum

bisa memanggil mama dan papa, bila bisa menginginkan sesuatu dia selalu menangis.

Pemeriksaan Fisik : berat badan 7,5 kg, panjang badan 75 cm, lingkar kepala 45 cm.

Tidak ada gambaran dismorfik. Anak sadar, kontak mata baik, mau melihat dan

tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras.

Terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan

menahan kepala beberapa detik. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3, lengan dan

tungkai kaku dan susah untuk ditekuk, refleks tendon meningkat. Pada waktu

diangkat keposisi vertikal kedua tungkai dan kaki saling menyilang.

Hasil tes Bera : respon suara telinga kanan dan kiri 30 dB

2.3 KLARIFIKASI ISTILAH :

1. Merangkak : reflek alami yang membantu bayi mengontrol tubuhnya untuk

berpindah tempat sebelum ia bias berjalan. (perkembangan motoric bayi usia

7-8bulan)

2. Lahir spontan : proses lahirnya bayi ,pada letak belakang kepala dengan

tenaga ibu sendiri tanpa alat bantu melalui jalan lahir per vaginam

3. Kejang : suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan relaksasi secara

cepat dan berulang

4. Demam : peningkatan suhu tubuh diatas normal (>37,5)

5. Gambaran dismorfik : kelainan pada perkembangan morfologi

6. Reflex tendon : kontraksi otot yang disebabkan oleh perkusi tendon

7. Test bera : pemeriksaan untuk menilai ambang dengar pada telinga anak

6

2.4 IDENTIFIKASI MASALAH :

1. Tristan, anak laki-laki (18bulan) dibawa keklinik karena belum bias duduk

dan merangkak .

2. Riwayat kehamilan dan persalinan normal, tetapi pada usia anak 6 bulan

mengalami kejang dan demam yang dirawat 2minggu di RS. Sebelumnya ia

sudah bisa tengkurap bolak-balik, tersenyum kea rah ibunya, dan

perkembangan lainnya sesuai usia.

3. Sejak keluar dari rumah sakit ia terlihat :

malas bergerak hanya tengkurap saja

sampai saat ini belum bisa duduk dan merangkak

belum bisa makan nasi, masih diberi bubur saring dan susu.

Belum bisa makan biscuit sendiri

Sudah bisa mengoceh tapi belum bisa memanggil mama dan papa

Bila menginginkan sesuatu dia selalu menangis.

4. Pemeriksaan fisik.

2.5 ANALISIS MASALAH :

1. a. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan normal anak usia 18bulan?

Sintesis

b. Mengapa belum bisa duduk dan merangkak?

Terjadi karena penyakit CP mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf

pusat, akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai

pertumbuhannya bersifat kronik dan tidak progresif. Sehingga mengganggu

kemampuan perkembangan motorik Tristan. Makna klinisnya ialah bahwa

Tristan mengalami gangguan perkembangan motorik kasar.

2. a. Apa penyebab kejang demam pada anak-anak?

7

Faktor demam merupakan faktor utama timbul bangkitan keang

demam. Perubahan kenaikan tubuh berpengaruh pada kanal ion dan

metabolisme seluler serta produksi ATP. Kenaikan temperatur tubuh

menyebabkan peningkatan metabolisme Karbohidrat sebesar 10-15%.

Faktor usia KD lebih banyak ditemukan pada anak-anak yang

berusia lebih muda (bayi) ini dikarenakan otak yang belum matur. KD

juga banyak terjadi pada fase organisasi otak yaitu tahap terjadinya

kematian sel terprogram secara cepat, serta proliferaasi dan

diferensiasi sel glia.

Faktor riwayat keluarga adanya mutasi gen yang dapat

memengaruhi eksitablitas ion-ion.

Faktor prenatal

Faktor perinatal

Faktor pascanatal termasuklah disini adanya infeksi SSP.

b. Apa dampak kejang demam pada anak ?

Kejang berulang.

Retardasi mental.

Palsi cerebralis.

Cerebral atrofi.

Hydrocephalus ex-vacuo.

Epilepsi.

Kelenturan.

Kesulitan makan.

3. a. Apa penyebab gangguan perkembangan motorik, bicara dan sosial pada Tristan?

8

Gangguan pada area broca

Gangguan perkembangan motorik

Lesi pada sel-sel motorik SSP yang sedang tumbuh

Gangguan Pertumbuhan dan perkembangan otak

pada daerah tersebut

Gangguan gerakan motorik baik halus maupun kasar pada gyrus precentralis

Bisa mengoceh tetapi tidak bisa memanggil mama dan papa dan

selalu menangis ketika meminta sesuatu

o Belum bisa duduk

dan merangkak

o Bisa tengkurap tapi

belum bisa berbalik sendiri 9

4. a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik ?

Kasus Normal Interpretasi Penyebab

BB 7,5 kg BB menurut

umur 10,3 kg

BB/umur69,9%

moderate KEP

Ggn neurologi

kelemahan otot-otot

untuk mengunyah

tidak bisa mkn nasi dan

hanya makan bubur

kalori intake kurang

KEP

TB 75 cm TB menurut

umur 75cm

Normal

Lingkar Kepala 45 cm 45-51cm Normal

Gambaran

dismorfik

- - Normal, Bukan

sindrom Down.

-

Sadar, kontak

mata baik, mau

melihat dan

tersenyum kepada

pemeriksa

+ + Interaksi sosial baik.

Bukan autisme.

-

Menoleh ketika

dipanggil

namanya

+ + Pendengaran baik,

Bukan autisme,

interaksi sosial baik.

-

Gerakan tidak

terkontrol

- - Normal, Bukan CP

diskinetik

-

Pada posisi Bisa Bisa Normal sejak anak -

10

tengkurap dapat

mengangkat dan

menahan kepala

beberapa detik

usia 6 bln. Otot-otot

leher sudah mampu

menopang kepala.

Kekuatan kedua

lengan dan

tungkai 3

Nilai

normalnya 5 :

tidak ada

kelumpuhan.

Refteks tendon

meningkat tapi

tungkai sulit di

gerakkan secara

pasif, Dapat

melawan gaya

gravitasi

Lengan dan kedua

tungkai kaku dan

susah untuk

ditekuk

kaku Tidak kaku

dan dapat

ditekuk

Tetra plegi rigid,

spastic, salah satu

indikasi dari

ashworth scale 3

Reflex tendon

meningkat

Salah satu criteria

ashworth scale 3,

Quadriplegia tipe

spastik

Kedua tungkai

saling menyilang

ada Kedua

tungkai lurus

Kelemahan otot/ ggn

neurologis,

CP Quadriplegia tipe

spastik

Kelemahan otot-otot

penyengga tungkai

kedua tungkai tidak

bisa dipertahankan

postur nya slg

menyilang

Tidak ada

kelainan anatomi

pada kedua

Tidak ada

kelainan

Tidak ada

kelainan

Normal -

11

tungkai dan kaki

Tes Bera 30 dB 0 – 25 dB Meningkat tejadi

gangguan pada

pendengaran

b. bagaimana status gizi anak dalam kasus ini ? Sintesis

5. Bagaimana Differential Diagnosis kasus ?

Gejala Kasus Cerebral Palsy Muscular

Distrofi

Duduk Belum bisa Tidak bisa Bisa

Merangkak Belum bisa Tidak bisa

Riwayat Kelahiran Normal - Genetik X

linked,male

Segera setelah lahir menangis Tidak Tidak

Tengkurap dan berbalik sendiri Bisa Tidak bisa

Feeding problem + + -

Memanggil mama atau papa dan

menjulurkan tangan jika ingin sesuatu

Belum bisa Tidak bisa bisa

Kejang + + -

Dismorfik - - +

Reflex Moro dan menggenggam - + -

Ekstremitas sulit digerakkan (hipotoni) + + +

6. Bagaimana ara penegakan diagnosis (pemeriksaan tambahan yang diperlukan)

dan WD dalam kasus ini ? sintesis

7. Bagaimana pathogenesis kasus?

12

8. Bagaimana manifestasi klinis kasus?

Manifestasi klinik dari penyakit ini bermacam–macam, tergantung pada

lokasi yang terkena, apakah kelainan terjadi secara luas di korteks dan batang

otak, atau hanya terbatas pada daerah tertentu. Kelainan kromosom atau

pengaruh zat–zat teratogen yang terjadi pada 8 minggu pertama kehamilan,

dapat berpengaruh terhadap proses embriogenesis sehingga dapat

mengakibatkan kelainan yang berat. Pengaruh zat–zat teratogen setelah

trimester I akan mempengaruhi maturasi otak. Infeksi pada janin yang terjadi

pada masa pertumbuhan janin, akan mengakibatkan kerusakan pada otak.

Kejadian hipoksik–iskemik dapat mengakibatkan kelainan mikroanatomi

sekunder akibat dari gangguan migrasi neural crest. Komplikasi perinatal tipe

hipoksik atau iskemik, dapat mengakibatkan iskemik atau infark bayi. Bayi

prematur sangat rentan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit ini.

Penyebab postnatal seperti infeksi, meningoensefalitis, trauma kepala, racun–

racun yang berasal dari lingkungan seperti CO atau logam berat juga

mengakibatkan terjadinya CP.

9. Bagaimana tatalaksana kasus ini?

13

Tujuan pelaksanaan :

Agar anak ini dapat berfungsi efektif dan normal sebisa mungkin di

rumah, dan untuk tumbuh kembangnya.

Untuk memberikan dasar bagi anak agar mampu berfungsi secara mandiri

saat dewasa.

Penatalaksanaan sebagai berikut :

I.

a. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara multidisipliner dan

mengikutsertakan orangtua/keluarga.

b. Medikamentosa : ditujukan untuk mengurangi spastik, serta

mengontrol gerakan abnormal.

c. Baclofen 10-15 mg/hari PO dinaikkan 5 mg/hari. Tidak > 60 mg/hari.

d. Dantrolene. Diberikan secara intravena.

e. Benzodiazepine. Untuk memicu relaksasi otot.

f. Diazepam (valium) dosis : 0,12 – 0,8 mg/kg PO. Sebagai penenang

dan atasi kejang.

g. Neuromuscular blocker agent : Botox (botulinum type A) : diberikan

pada masing-masing otot. Otot kecil menerima 1-2 U/kg dan otot

besar 4-6 U/kg.

h. Adrenergic agonist agent. Diberikan Tizanidine, efek sebagai

antispastisitas.

i. Pada kejang diberikan antikonvulsan, ex : dilantin.

II.

a. Usaha rehabilitasi, dilakukan fisioterapi, speech therapy sedini

mungkin dan kadang diperlukan tindakan terapi ortopedis.

b. Terapi okupasi : latihan agar anak dapat mandiri dalam melakukan

aktifitas sehari-hari, contoh : makan dan berpakaian.

14

c. Terapi rekreasi; terapi bermain untuk sosialisasi.

d. Konduktif edukasi : latihan fisik, pemandu bahasa verbal, jadwal kegiatan

harian, latihan aktifitas fisik, latihan menggunakan alat.

e. Massage therapy dan yoga.

- Alat bantu ; kursi roda elektronik.

- Walker.

- Electronic door opener.

- Environment control system.

f. Melakukan penersngan/bimbingan kepada orang tua serta masyarakat

agar penderita dapat hidup wajar.

g. Mikrosefali tidak dapat diobati, yang dapat hanya simptomatik. Untuk

kejang diberi antikonvulsan.

h. Nutrisi : pada anak usia 12-24 bulan : diberikan menyusui dengan

diberikan 1-2x snacks (Soft fruit, bread dengan pasta kacang) pertama

diberikan bubur tepung beras yang diperkaya zat besi. Lalu, diberi

hanya 1 jenis makanan seperti pisang yang di encerkan. Lalu pelan-

pelan diberikan memulai makanan padat.

10. Bagaimana komplikasi kasus?

Sistem pencernaan dan nutrisi

a. Failure to thrive dikarenakan gangguan menelan dan kontrol oromotor

yang kurang.

b. Obesitas

c. Gastroesophageal reflux

d. Konstipasi

Sistem pernapasan

e. Risiko aspirasi pneumonia

15

f. Penyakit paru kronik/bronchopulmonary dysplasia

g. Bronkiolitis/asma

Kulit

h. Ulser dekubitus dan sores

Orthopedic

i. Kontraktur, dislokasi pinggang, dan skoliosis

Neurologic

j. Epilepsy

k. Hilangnya pendengaran

l. Ketajaman penglihatan menurun

m. Gangguan lapangan pandang karena kerusakan korteks

n. Strabismus

Kognitif/psikologis/perilaku

o. Retardasi mental

p. Ketidakmampuan belajar

q. Attention-deficit/hyperactivity disorder

r. Kesulitan integrasi sensorik

s. Risiko autism

t. Peningkatan prevalensi depresi

11. Bagaimana prognosis kasus ini?

Ad Fungsioam : dubia, karena lesi nya menetap pada SSP prognosis dubia.

Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis

bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang,

gangguan penglihatan dan pendengaran.

Ad Vitam : bonam. Prognosis biasanya tergantung kepada jenis dan

beratnya CP. Lebih dari 90% anak dengan CP bisa bertahan hidup sampai

dewasa.

16

12. Apa KDU pada kasus ini?

2

2.6 HIPOTESIS

Tristan anak laki-laki usia 18 bulan mengalami keterlambatan perkembangan

motorik, bahasa, sosialisasi (global development delayed) et causa cerebral palsy

quadriplegia tipe campuran (spastik dan diskinetik) yang disertai dengan gizi buruk,

mikrosefali, dan gangguan pendengaran.

2.7 KERANGKA KONSEP

meningitis

Cerebral palsy

mikrosefali GDD Gizi buruk Tuli sensorineural

Umur 18 bulan Belum bisa duduk

dan merangkak

Umur 18 bulan belum bisa makan nasi

Gangguan bicara (hanya bisa mengoceh)

17

BAB III

SINTESIS

1. Pertumbuhan dan Perkembangan anak usia 1-18 bulan

Seorang bayi baru lahir akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan

sebelum menjadi seorang dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua

hal berbeda yang saling berhubungan dan tidak dapat berjalan sendiri-sendiri.

A. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah penambahan jumlah dan ukuran sel dan jaringan interseluler

yang akan menyebabkan bertambahnya ukuran tubuh. Indikator untuk melihat

pertumbuhan bayi adalah berat badan, panjang badan/tinggi badan, lingkar

kepala, dan lingkar lengan atas.

1. Berat badan

Age Body weight (kg)

Newborn

5-6 mo

2,5 – 4,1 kg

2 x birth weight

18

1 yr

2 yr

3 yr

> 3 yr

3 x birth weight

4 x birth weight

5 x birth weight

2 n + 8

Tabel 1. BB normal bayi berdasarkan usia

2. Panjang badan/tinggi badan

Age Body height / length

Newborn

1 yr

4 yr

5 yr

13 yr

+ 50 cm

1,5 x birth length

2 x birth length

2 x birth length + 5 cm

3 x birth length

Tabel 2. Panjang badan/tinggi badan normal anak-anak

3. Lingkar kepala

Kisaran lingkaran kepala bayi normal:

a. Bayi baru lahir : 33 – 35 cm

b. 1 tahun : 45 – 47 cm

c. 2 tahun : 48 – 50 cm

d. 5 tahun : 51 – 53 cm

Tristan anak laki-laki usia 18 bulan, berat badan 7,5 kg, panjang badan 75

cm, lingkar kepala 45 cm

1) BB menurut umur

19

Berdasarkan kurva berat badan Tristan berada di bawah -3SD, sehingga dapat

disimpulkan bahwa Tristan mengalami severely underweight.

2) PB menurut umur

20

Berdasarkan kurva tinggi badan Tristan berada di antara -2SD dan -3SD, sehingga

dapat disimpulkan bahwa Tristan mengalami stunted.

3) BB terhadap PB

Berdasarkan kurva, didapatkan BB terhadap PB Tristan berada pada -3SD,

sehingga dapat disimpulkan bahwa Tristan mengalami wasted.

21

B. Perkembangan

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses

pematangan. Ada empat aspek dalam perkembangan anak: Motorik kasar,

motorik halus, komunikasi dan bahasa, dan kognitif.

Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak bisa berbeda-beda. Namun ada

patokan umur tentang kemampuan apa saja yang perlu dicapai seorang anak pada

usia tertentu.

Motorik kasar Bulan

Kemantapan kepala pada saat duduk 2

Menarik untuk duduk, kepala tidak tertinggal 3

Menempatkan tangan di garis tengah 3

Refleks tonus leher asimetris hilang 4

Duduk tanpa bantuan 6

Tengkurap 6,5

Merangkak 10

Berjalan sendiri 12

Merangkak menaiki tangga 15

Berlari tertatih, menaiki tangga dengan

berpegangan satu tangan

18

Berlari dengan baik, naik turun tangga 24

22

Motorik kasar Bulan

Kemantapan kepala pada saat duduk 2

Menarik untuk duduk, kepala tidak tertinggal 3

Menempatkan tangan di garis tengah 3

Refleks tonus leher asimetris hilang 4

Duduk tanpa bantuan 6

Tengkurap 6,5

Merangkak 10

Berjalan sendiri 12

Merangkak menaiki tangga 15

Berlari tertatih, menaiki tangga dengan

berpegangan satu tangan

18

Berlari dengan baik, naik turun tangga 24

Motorik kasar Bulan

Kemantapan kepala pada saat duduk 2

Menarik untuk duduk, kepala tidak tertinggal 3

Menempatkan tangan di garis tengah 3

Refleks tonus leher asimetris hilang 4

Duduk tanpa bantuan 6

Tengkurap 6,5

Merangkak 10

23

Berjalan sendiri 12

Merangkak menaiki tangga 15

Berlari tertatih, menaiki tangga dengan

berpegangan satu tangan

18

Berlari dengan baik, naik turun tangga 24

Motorik kasar Bulan

Kemantapan kepala pada saat duduk 2

Menarik untuk duduk, kepala tidak tertinggal 3

Menempatkan tangan di garis tengah 3

Refleks tonus leher asimetris hilang 4

Duduk tanpa bantuan 6

Tengkurap 6,5

Merangkak 10

Berjalan sendiri 12

Merangkak menaiki tangga 15

Berlari tertatih, menaiki tangga dengan

berpegangan satu tangan

18

Berlari dengan baik, naik turun tangga 24

Berdasarkan milestone di atas, beberapa kemampuan yang seharusnya telah dapat

dilakukan oleh anak berusia 18 bulan:

24

a. Duduk 6 bulan

b. Merangkak 10 bulan

c. Berjalan 12 bulan

d. Tengkurap bisa dilakukan sendiri 6,5 bulan

e. Bisa mengulang 1 suku kata seperti “ge”, “de”, “ke” 6 bulan

f. Mengucapkan kata pertama 12 bulan

g. Bicara 10 sampai dengan 15 kata 18 bulan

2. Penegakan Diagnosis Kasus

1. Anamnesis

Identitas ibu, riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat penyakit anak,

Anamnesis

Riwayat selama kehamilan

1. Kehamilan letak sungsang

2. Kehamilan kembar

3. Riwayat infeksi pada ibu

4. Riwayat penyakit pada ibu (seperti hipertensi, DM)

Riwayat selama melahirkan

1.Apakah ada trauma saat lahir

Riwayat setelah melahirkan

1.Apakah bayi lahir premature

2.Berapa berat bayi saat lahir

3.Apakah bayi mengalami asfiksia

4.Apakah bayi mengalami kejang

5.Apakah bayi mengalami hiperbilirubinemia

Riwayat keluarga dengan kondisi serupa

Riwayat obat-obatan

Riwayat pembedahan

25

Riwayat trauma

Bagaimana perkembangan anak sebelum mengalami keluhan

Sampai usia berapa ia terlihat normal

Apakah ada riwayat kejang? Bila ada, berapa kali?

Riwayat tumbuh kembang, dan dilakukan KPSP

Perkembangan berdasarkan Kuisioner Pra Skrining Perkembangan

(KPSP) pada usia 18 bulan :

KPSP 18 bulan

1. Tanpa bantuan, apakah anak dapat bertepuk tangan

atau melambai-lambai? Jawab TIDAK bila ia

membutuhkan bantuan.

Sosialisasi &

kemandirian

Ya Tidak

2. Apakah anak dapat mengatakan “papa” ketika ia

memanggil/melihat ayahnya, atau mengatakan

“mama” jika memanggil/melihat ibunya? Jawab

YA bila anak mengatakan salah satu diantaranya.

Bicara &

bahasa

Ya Tidak

3. Apakah anak dapat berdiri sendiri tanpa

berpegangan selama kira-kira 5 detik?

Gerak kasar Ya Tidak

4. Apakah anak dapat berdiri sendiri tanpa

berpegangan selama 30 detik atau lebih?

Gerak kasar Ya Tidak

5. Tanpa berpegangan atau menyentuh lantai, apakah

anak dapat membungkuk untuk memungut mainan

di lantai dan kemudian berdiri kembali?

Gerak kasar Ya Tidak

6. Apakah anak dapat menunjukkan apa yang Sosialisasi & Ya Tidak

26

diinginkannya tanpa menangis atau merengek?

Jawab YA bila ia menunjuk, menarik atau

mengeluarkan suara yang menyenangkan.

kemandirian

7. Apakah anak dapat berjalan di sepanjang ruangan

tanpa jatuh atau terhuyung-huyung?

Gerak kasar Ya Tidak

8. Apakah anak anak dapat mengambil benda kecil

seperti kacang, kismis, atau potongan biskuit

dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk

seperti pada gambar ?

Gerak halus Ya Tidak

9. Jika anda menggelindingkan bola ke anak, apakah

ia menggelindingkan/melemparkan kembali bola

pada anda?

Gerak halus;

Sosialisasi &

kemandirian

Ya Tidak

10. Apakah anak dapat memegang sendiri

cangkir/gelas dan minum dari tempat tersebut

tanpa tumpah?

Sosialisasi &

kemandirian

Ya Tidak

Interpretasi dan Tindakan

• Ya 9 – 10 : Perkembangan sesuai (S)

Tindakan : Stimulasi diteruskan

27

• Ya 7 – 8 : Perkembangan meragukan (M)

Tindakan : Stimulasi, evaluasi ulang 2 minggu kemudian

• Ya < 6 : Perkembangan ada penyimpangan (P)

Tindakan : Intervensi Rujuk

2. Pemeriksaan Fisik

Antropometri:

Measure : BW (kg) L/Ht (Cm) Age (y/m).

Index : BW/A L-Ht/A BW/L-Ht.

Standart : NCHS/ WHO, 50 %-ile =100%.

Local Stand : Lokakarya antropometri 1975.

Classification (lokakarya 1975, Puslitbang Gizi 1978)

LK = 41 cm,

LK normal : 45 cm - 50,4 cm

• Berdasarkan grafik, termasuk di bawah -2SD mikrocephaly

Tidak ada gambaran dismorfik normal, bukan Down Syndrome

Sadar, kontak mata baik, melihat dan tersenyum pada pemeriksa, menoleh bila

dipanggil namanya dengan keras

28

Kategori BW/A L-Ht/A MUAC/A BW/L-Ht LLA/L-Ht

Normal 100-80 100-95 100-85 100-90 100-85

Ringan < 80-60 < 95-85 < 85-70 < 90-70 < 85-70

Berat < 60 < 85 < 70 < 70 < 70

Interpretasi pemeriksaan neurologis

Refleks Moro

• Refleks ini ada pada bayi mulai sejak lahir dan menghilang pada umur

6 bulan.

• Refleks akan menetap pada bayi yang mengalami serebral palsy.

• Cara pemeriksaan:

Bayi dibaringkan telentang, kemudian diposisikan setengah

duduk dan disanggah dengan kedua telapak tangan pemeriksa, secara

tiba-tiba tapi hati-hati kepala dijatuhkan 300-450 .

Tes positif : apabila keempat ektrimitas mengalami abduksi-

ekstensi dan pengembangan jari kecuali falangs distal jari telunjuk dan

ibu jari dalam keadaan fleksi. Gerakan itu segera diikuti adduksi-fleksi

keempat ekstrimitas.

Refleks menggenggam (palmar grasp)

• Refleks ini ada pada bayi mulai sejak lahir dan menghilang pada umur

6 bulan.

• Refleks akan menetap pada bayi yang mengalami serebral palsy.

• Cara pemeriksaan:

Bayi dibaringkan pada posisi supinasi, kepala menghadap

kedepan dan tangan dlam keadaan setengah fleksi, dengan memakai

jari telunjuk pemeriksa menyentuh bagian luar telapak tangan bayi

menuju ketengah telapak tangan secara cepat dan hati-hati.

29

Positif apabila: seluruh jari fleksi ( memegang tangan

pemeriksa)

Refleks tendon

• Refleks tendon meningkat pada kelainan Upper Motor Neuron.

• Pada kelainan UMN juga bisa meyebabkan refleks-refleks primitif

bayi menetap, seperti refleks Moro dan Refleks Menggenggam.

• Kekuatan kedua lengan dan tungkai didapatkan nilai 3

• Untuk menilai derajat kekuatan otot dapat menggunakn derajat nilai 5

sampai 0 dengan interpretasi sbb:

5 = normal

4 = dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat

dan melawan tahanan secara simultan

3 = dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat,

tetapi tidak dapat menggrakkan anggota badan untuk melawan

tahanan pemeriksa

2 = dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat

menahan berat dan tidak dapat melawan tahanan pemeriksa

1 = terlihat atau teraba ada kontraksi otot tetapi tidak ada

gerakan anggota gerak sama sekali

0 = paralisis, tidak ada kontraksi sama sekali.

30

lengan dan tungkai kaku dan susah untuk diketuk fenomena pisau lipat

karena hipertoni pada otot. Adanya rigiditas pada Kamaru yang merupakan

tanda dari CP tipe spastic

pd waktu diangkat ke posisi vertikal ke2 tungkai saling menyilang

• fenomena scissoring leg

• tonus otot adduktor lebih tinggi

• Menunjukkan adanya kelumpuhan pada tungkainya ( spastic),

tidak ada kelainan anatomi – normal tiada malformasi tulang, Tidak ada

kelainan otot dan tulang lengan dan tungkai, misalnya polio, DMP

3. Pemeriksaan laboratorium: Gula darah, darah rutin (Hb)

4. Pemeriksaan penunjang :

o Tes pendengaran (Bera),

oMRI untuk menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan

bawaan

oCT scan untuk identifikasi adanya perdarahan, kelainan struktur,

maupun kelainan bawaan

oPungsi lumbal untuk menyingkirkan penyebab suatu proses

degenerative dan meningitis (pada CP : CSS normal)

oEEG berguna untuk mengevaluasi severe hypoxic-ischemic injury.

EEG merupakan alat penting pada diagnosis seizure disorder. Jika CP

tidak disertai kejang (epilepsy atau epileptic syndrome), EEG tidak

diindikasikan.

31

Berdasarkan hasil pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, maka Diagnosis

Kerja adalah Tristan mengalami cerebral palsy

13. Bagaimana epidemiologi ?

Terjadi pada 1-5 per 1000 anak

Laki-laki lebih sering dari pada wanita

14. Bagaimana etiologi dan factor resiko kasus?

Etiologi cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu:

1) Pranatal (dari masa gestasi smpai saat lahir):

Malformasi kongenital.

Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan

janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifilis, sitomegalovirus,

atau infeksi virus lainnya).

Radiasi.

Toksemia gravidarum.

Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta

previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).

2) Natal (dari lahir sampai 1 bulan kehidupan):

Anoksialhipoksia.

Perdarahan intra kranial.

Trauma lahir.

Prematuritas.

3) Postnatal (dari bln pertama kehidupan sampai 2 tahun):

Trauma kapitis.

Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri,

tromboplebitis, ensefalomielitis.

Kern icterus.

32

Factor resiko

a) 10 kali ditemukan pada bayi premature

b) BBLSR <1500 gram

c) Kepala kecil (mikrocephali)

d) Kehamilan letak sungsang

e) Kejang segera setelah lahir

3. Cerebral Palsy

1. Etiologi Cerebral Palsy

Cerebral palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya.

Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini, maka

kemungkinan besar disebabkan oleh faktor genetik. Menurut Soetjiningsih,

kerusakan pada otak dapat terjadi pada masa prenatal, natal dan postnatal.

1. Riwayat Prenatal

a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan

kromosom.

b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.

c. Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak Jerman,

Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis

d. Radiasi saat masih dalam kandungan

e. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal,

kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain – lain).

f. Keracunan saat kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan

alkohol.

g. Induksi konsepsi.

33

h. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat

melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan

kelainan morotik, retardasi mental atau sensory deficit).

i. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan

yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang

kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–

kejangataukonvulsi dan koma). Patogenetik hubungan antara toksemia pada

kehamilan dengan kejadian cerebral palsy masih belum jelas. Namun, hal

ini mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan kerusakan otak pada

janin.

j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal

pada salah satu bayi kembar

2. Riwayat Natal

a. Anoksia/hipoksia

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa natal ialah cidera otak.

Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian

terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, partus lama, plasenta

previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan

lahir dengan seksio sesar.

b. Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,

mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi

anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan

penyumbatan CSS atau cairan serebrospinalis sehingga mangakibatkan

hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri

sehingga timbul kelumpuhan spastis.

c. Prematuritas

34

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak

lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh

darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum

sempurna.Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita

pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan,

karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain

masih belum sempurna.

d. Postmaturitas

e. Ikterus neonatorum

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat

penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan

konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya kernikterus

atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus

pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang

kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan

inkompatibilitas golongan darah.

f. Kelahiran sungsang

g. Bayi kembar

Ternyata bahwa makin canggih unit perawatan infeksi neonatal, makin tinggi

angka kejadian cerebral palsy. Sehingga dikatakan bahwa cerebral palsy adalah

produk sampah dari suatu kemajuan unit perawatan intensif neonatal.

a. Riwayat Postnatal

a. Trauma kepala

b. Meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan

c. Racun berupa logam berat, CO.

d. Luka parut pada otak paska bedah.

2. Maniferstasi Klinis

35

5.1. Terdapat spastisitas , terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis,

khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau

campuran.

5.2. Terdapat ataksia, gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan

serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun atau

hipotonus, dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai

berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung. 

5.3. Menetapnya refleks primitif dan tidak timbulnya refleks-refleks yang lebih

tinggi, seperti refleks landau atau parasut. 

5.4. Penglihatan

Masalah penglihatan yang biasanya muncul pada anak cerebral palsy

adalah juling. Bila terjadi hal tersebut harus segera diperiksakan ke dokter

karena dapat menyebabkan hanya dapt menggunakan satu matanya saja.

5.5. Pendengaran

Kehilangan pendengaran berhubungan dengan mikrosefali, mikroftalmia

dan penyakit jantung bawaan, dimana disarankan untuk memeriksa ada

tidaknya infeksi TORCH (toksoplasma, rubella, sitomegalovirus dan herpes

simpleks). Pada sebagian penderita diskinesia, kernikterus dapat menyebabkan

ketulian sensorineural frekuensi tinggi. Gangguan pendengan dapat

menyebabkan terjadinya gangguan bahasa atau komunikasi.

5.6. Kesulitan makan dan komunikasi

Kesulitan makan dan komunikasi ini kemungkinan disebabkan karena

adanya air liur yang berlebihan akibat fungsi bulbar yang buruk, aspirasi

pneumonia yang berulang dan terdapat kegagalan pertumbuhan paru-paru.

Masalah kesulitan makan yang menetap dapat menjadi gejala awal dari

kesulitan untuk mengekspresikan bahasa di masa yang akan datang. Penilaian

awal kemampuan berkomunikasi dilakukan dengan bantuan ahli terapi bicara

dan bahasa adalah penting dilakukan untuk mengetahui alat yang sesuai

36

sebagai alternatif untuk membantu berkomunikasi. Hal ini penting dilakukan

untuk memantau perkembangan kognitif anak.

5.7. Pertumbuhan

Kesulitan makan dapat menyebabkan anak tidak tumbuh dengan

semestinya. Anak tersebut dapat kekurangan berat badan.

5.8. Kesulitan belajar

Anak dengan gangguan komunikasi akan sulit dalam menerima suatu

pemahan, walau tidak semua anak dengan cerebral palsy mengalami hal

tersebut.

5.9. Gangguan tingkah laku

Anak cerebral palsy mengalami kesulitan dalam komunikasi dan gerak,

sehingga anak akan lebih mudah marah jika dia diajarkan sesuatu pelajaran

atau hal baru akan mengalami kesulitan. Sehingga harus lebih sabar dalam

menghadapinya.

6. Prognosis

Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy

seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek patologik

dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak dengan

hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun, kadang diperlukan

short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya tangan dengan ukuran

lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa disebabkan adanya disfungsi sensoris

di parietal dan bisa menyebabkan gangguan motorik halus pada tangan tersebut.

Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan pada usia sekitar 3 tahun, tetapi

cara berjalan sering tidak normal dan sebagian anak memerlukan alat bantu.

Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu, meskipun tidak tampak nyata. Anak

dengan tipe kuadriplegi, 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat

berjalan, biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling sering

didapatkan dan menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan

otot-otot bulber, akan menambah gangguan yang terjadi pada tipe ini.

37

Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar

berjalan, sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic neck

reflex, extensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat

belajar berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun

akan belajar berjalan.

Pada penderita Cerebral Palsy didapatkan memendeknya harapan hidup. Pada

umur 10 tahun angka kematian sekitar 10% dan pada umur 30 tahun angka

kematian sekitar 13%. Penelitian didapatkan harapan hidup 30 tahun pada

gangguan motorik berat 42%, gangguan kognitif berat 62% dan gangguan

penglihatan berat 38%. Hasil tersebut lebih buruk dibanding gangguan yang ringan

atau sedang.

Jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh penderita Cerebral Palsy bervariasi

seperti sheltered whorkshops, home based program, pekerjaan tradisional, pekerja

pendukung. Hasil penelitian menunjukkan adanya prediktor sukses atau tidak

suksesnya bekerja pada penderita Cerebral Palsy. Dimana yang dapat bekeja

secara kompetitif bila mempunyai IQ>80, dapat melakukan aktifitas dengan atau

tanpa alat bantu, berbicara susah sampai normal dan dapat menggunakan tangan

secara normal sampai membutuhkan bantuan.

7. Klasifikasi Cerebral Palsy

7.1. Klasifikasi Cerebral Palsy berdasarkan Berdasarkan gejala dan tanda

neurologis:

7.1.1. Tipe Spastik

Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika kerusakan

otak terjadi pada bagian cortex cerebri atau pada traktus piramidalis. Tipe

ini merupakan tipe cerebral palsy yang paling sering ditemukan yaitu

sekitar 70 – 80 % dari penderita.

Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot

(hipertonus), hiperefleks dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya

kekakuan. Selain itu juga dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring

38

sehingga menyebabkan gangguan berbicara, makan, bernapas dan

menelan. Jika terus dibiarkan pederita cerebral palsy dapat mengalami

dislokasi hip, skoliosis dan deformitas anggota badan. Tipe spastik dapat

diklasifikasikan berdasarkan topografinya, yaitu:

a. Monoplegi

Pada monoplegi, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.

Umumnya hal ini terjadi pada lengan atau anggota gerak atas.

b. Diplegi

Disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus

corticospinalbillateral. Kekakuan terjadi pada dua anggota gerak,

sedangkan sistem–sistem lain normal. Anggota gerak bawah biasanya

lebih berat dibanding dengan anggota gerak atas.

c. Triplegi

Spastik pada triplegi menyerang tiga anggota gerak. Umumnya

menyerang pada kedua anggota gerak atas dan satu anggota gerak

bawah.

d. Tetraplegi atau quadriplegi

Ditandai dengan kekakuan pada keempat anggota gerak dan juga

terjadi keterbatasan pada tungkai.

7.1.2. Tipe Diskinetik

Merupakan tipe cerebral palsy dengan otot lengan, tungkai dan

badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali,

tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi

monoplegia quadriplegiatriplegiadiplegia hemiplegia

39

menyebabkan keadaan semakin memburuk. Gerakan akan menghilang

jika anak tidur. Tipe ini dapat ditemukan pada 10 – 15 % kasus cerebral

palsy.

Terdiri atas 2 tipe, yaitu :

a. Distonik

Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga

menyebabkan gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang

abnormal.

b. Athetosis

Menghasilkan gerakan tambahan

yang tidak dapat dikontrol, khususnya

pada lengan, tangan dan kaki serta

disekitar mulut.

7.1.3. Tipe Ataxsia

Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum,

sehingga mempengaruhi koordinasi gerakan,

keseimbangan dan gangguan postur. Tipe ini

merupakan tipe cerebral palsy yang paling sedikit

ditemukan yaitu sekitar 5 – 10 % dari penderita.

Pada penderita tipe ataxia terjadi penurunan tonus

otot atau hipotonus, tremor, cara berjalan yang

lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol gerak motorik halus

yang buruk karena lemahnya koordinasi.

7.1.4. Tipe Campuran

40

Merupakan tipe cerebral palsy yang merupakan gabungan dari dua

tipe cerebral palsy. Gabungan yang paling sering terjadi adalah antara

spastic dan athetoid.

7.2. Klasifikasi cerebral palsy berdasarkan derajat keparahan fungsional:

7.2.1. Cerebral Palsy ringan (10%), masih bisa melakukan pekerjaan atau

aktifitas sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali

membutuhkan bantuan khusus.

7.2.2. Cerebral Palsy sedang (30%), aktifitas sangat terbatas sekali sehingga

membutuhkan bermacam bentuk bantuan pendidikan, fisioterapi, alat

brace dan lain lain.

7.2.3. Cerebral Palsy berat (60%), penderita sama sekali tidak bisa melakukan

aktifitas fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan kegunaan

fisioterapi ataupun pendidikan yang diberikan. Sebaiknya penderita

seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus.

7.3. Derajat keparahan cerebral palsy berdasarkan Gross Motor Function

Classification Systemm atau GMFCS :

Berdasarkan faktor dapat tidaknya beraktifitas atau ambulation, Gross

Motor Functional Classification System atau GMFCS secara luas digunakan

untuk menentukan derajat fungsional penderita cerebral palsy.

Pembagian derajat fungsional cerebral palsy menurut Motor Functional

Classification System, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur

dibagi menjadi 4 kelompok (Peter Rosenbaum et al, 2002) yaitu:

7.3.1. Kelompok sebelum usia 2 tahun

a. Level 1: Bayi bergerak dari terlentang ke duduk di lantai dengan kedua

tangan bebas untuk memainkan objek. Bayi merangkak menggunakan

tangan dan lutut, menarik untuk berdiri dan mengambil langkah-langkah

berpegangan pada benda. Bayi berjalan antara 18 bulan dan 2 tahun tanpa

memerlukan alat bantu atau walker.

41

b. Level 2: Bayi mempertahankan posisi duduk di lantai namun perlu

menggunakan tangan menjaga keseimbangan. Bayi merayap pada perut

atau merangkak pada tangan dan lutut. Bayi mungkin menarik untuk

berdiri dan mengambil langkah berpegangan pada benda.

c. Level 3: Bayi duduk di lantai dengan tegak ketika trunk control baik.

Bayi merayap maju dengan perut.

d. Level 4: Bayi memiliki head control tetapi memerlukan trunk control

untuk duduk di lantai. Bayi dapat berguling untuk terlentang dan

mungkin berguling untuk telungkup.

e. Level 5: Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan. Bayi tidak dapat

mempertahankan kepala dan trunk untuk melawan gravitasisaat

telungkup dan duduk. Bayi memerlukan bantuan orang dewasa untuk

berguling.

7.3.2. Kelompok 2 – 4 tahun

a. Level 1: Anak-anak duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk

memainkan objek. Bergerak dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa

bantuan orang dewasa. Anak-anak berjalan untuk berpindah tempattanpa

memerlukan alat bantu atau walker.

b. Level 2: Anak-anak duduk di lantai, tetapi mungkin memiliki kesulitan

dengan keseimbangan ketika kedua tangan bebas untuk memainkan

objek. Anak-anak menarik benda yang tidak bergerak untuk berdiri.

Anak-anak merangkak dengan tangan dan lutut bergerak bergantian,

berpindah tempat dengan berjalan berpegangan pada benda dan berjalan

menggunakan alat bantu atau walker.

c. Level 3: Anak-anak duduk di lantai dengan posisi duduk W dan mungkin

memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengasumsikan duduk. Anak-

anak merayap atau merangkak dengan tangan dan lutut (sering dengan

gerakan tangan dan lutut yang tidak bergantian) untuk berpindah tempat.

Anak-anak mungkin menarik pada benda yang stabil untuk berdiri. Anak-

42

anak mungkin berjalan dalam ruangan dengan jarak dekat dengan

menggunakan alat bantu atau walkerdan memerlukan bantuan orang

dewasa untuk mengarahkan langkahnya.

d. Level 4: Anak-anak duduk di lantai ketika ditempatkan, tetapi tidak dapat

menjaga keseimbangan tanpa menggunakan tangan untuk mendukung.

Anak-anak sering membutuhkan alat bantu untuk duduk dan berdiri.

Mobilisasi diri untuk jarak pendek atau dalam ruangan tercapai melalui

berguling, merayap, atau merangkak pada tangan dan lutut tanpa gerakan

bergantian atau simultan.

e. Level 5: Gangguan fisik membatasi gerakan dan kemampuan untuk

menjaga kepala dan trunk dalam melawan gravitasi. Semua bidang fungsi

motorik terbatas. Beberapa anak mobilisasi menggunakan kursi roda.

7.3.3. Kelompok 4 – 6 tahun

a. Level 1: Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk pada kursi, tanpa

membutuhkan bantuan tangan. Anak bergerak dari lantai dan dari kursi

untuk berdiri tanpa bantuan obyek. Anak berjalan baik dalam ruangan

maupun diluar ruangan, dan dapat naik tangga. Terdapat kemampuan

untuk berlari atau melompat.

b. Level 2: Anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas memanipulasi

obyek. Anak dapat bergerak dari lantai untuk berdiri, tetapi seringkali

membutuhkan obyek yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan

tangannya. Anak berjalan tanpa alat bantu didalam ruangan dan dengan

jarak pendek pada permukaan yang rata diluar ruangan. Anak dapat

berjalan naik tangga dengan berpegangan pada tepi tangga., tetapi tidak

dapat berlari atau melompat.

c. Level 3: Anak dapat duduk pada kursi, tetapi membutuhkan alat bantu

untuk pelvis atau badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak dapat

duduk dan bangkit dari duduk menggunakan permukaan yang stabil

untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak seringkali

43

dibantu untuk mobilitas pada jarak yang jauh atau diluar ruangan dan

untuk jalan yang tak rata.

d. Level 4: Anak duduk di kursi tapi butuh alat bantu untuk kontrol badan

untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak duduk dan bangkit dari

duduk membutuhkan bantuan orang dewasa atau obyek yang stabil untuk

dapat menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak dapat berjalan

pada jarak pendek dengan bantuan walker dan dengan pengawasan orang

dewasa, tetapi kesulitan untuk jalan berputar dan menjaga keseimbangan

pada permukaan yang rata. Anak dibantu untuk mobilitas ditempat

umum. Anak bisa melakukan mobilitas dengan kursi roda bertenaga

listrik.

e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan

kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas.

Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi

dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak

dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilisasi.

Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi

roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.

7.3.4. Kelompok 6 – 12 Tahun

a. Level 1: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan, naik tangga tanpa

keterbatasan. Anak menunjukkan performa fungsi motorik kasar

termasuk lari dan lompat, tetapi kecepatan, keseimbangan dan koordinasi

berkurang.

b. Level 2: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan dan naik tangga

dengan berpegangan di tepi tangga, tetapi terdapat keterbatasan berjalan

pada permukaan yang rata dan mendaki, dan berjalan ditempat ramai atau

tempat yang sempit. Anak dapat melakukan kemampuan motorik kasar,

seperti berlari atau melompat yang minimal.

44

c. Level 3: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan pada permukaan yang

rata dengan bantuan alat bantu gerak. Anak masih mungkin dapat naik

tangga dengan pegangan pada tepi tangga. Tergantung fungsi dari tangan,

anak menggerakan kursi roda secara manual atau dibantu bila melakukan

aktifitas jarak jauh atau diluar ruangan pada jalan yang tidak rata.

d. Level 4: Anak bisa dengan level fungsi yang sudah menetap dicapai

sebelum usia 6 tahun atau lebih mengandalkan mobilitas menggunakan

kursi roda dirumah, disekolah dan ditempat umum. Anak dapat

melakukan mobilitas sendiri dengan kursi roda bertenaga listrik.

e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan

kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas.

Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi

dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak

dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilitas. Sebagian

anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda

bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.

8. Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi

Dalam makalah ini, kelompok kami kami mengambil kasus mengenai

Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi.

8.1. Pengertian Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi yaitu kerusakan pada sistem saraf

pusat yang berdampak tidak berkembangnya sistem saraf tersebut ditandai

tonus otot yang meninggi serta semua badan terasa kaku terutama pada lengan

sehingga mengalami gangguan pada bagian motorik dan terlambatnya

perkembangan anak. Quadriplegi dibeberapa klinik disebut juga sebagai

double hemiplegi yaitu dua sisi tubuh terutama dilengan lebih kaku dibanding

kaki. (Pamela, 1993)

8.2. Manifestasi klinis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

45

Menurut Sherrill, 1984, ciri fisik yang sering ditemui adalah sebagai

berikut:

1.) Pada kasus ini Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex atau

ATNR yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan, masih ada. 

2.) Kepala dan leher cenderung ke arah fleksi, hal ini dapat disebabkan oleh

gangguan visual.

3.) Persendian bahu atau shoulder cederung ke arah abduksi disebabkan

adanya hipertonus.

4.) Lengan bawah atau forearm akan cenderung ke arah pronasi.

5.) Pergelangan tangan atau wrist seringkali dalam posisi fleksi, sedangkan

jari-jari tangan dalam posisi mengepal.

6.) Sendi panggul atau hip cenderung dalam posisi adduksi, yang

menyebabkan tungkai dan kaki dalam posisi menggunting dan

menyebabkan terjadinya dislokasi hip. Dislokasi ini terjadi karena

adanya gaya yang berlebih yang menyebabkan sendi melampaui batas

normal anatominya.

7.) Sendi lutut atau knee akan cenderung dalam posisi semifleksi.

8.) Ankle joint akan cenderung dalam posisi plantar fleksi, karena terjadi

ketengan dari tendong achilles.

9.) Masalah keseimbangan, terjadi karena adanya kerusakan pada

cerebellum. Anak dengan pola jalan menggunting akan rawan untuk

jatuh ke depan.

10.) Spastik sering berpengaruh pada otot-otot pernafasan.

11.) Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.

12.) Pada kebanyakan kasus Cerebral Plasy Spastic Quadriplegia, anak

berguling dan keduduk dengan flexi patron dan tanpa rotasi trunk.

8.3. Prognosis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

46

Prognosis pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dipengaruhi

beberapa faktor antara lain: 

8.3.1. Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien. 

Menurut tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegisecara

umum diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu:

a. Mild 

Pasien dengan Mild Quadriplegi dapat berjalan tanpa

menggunakan alat bantu seperti billateral crutches atau walker, dan

dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal seusianya

pasien. 

b. Moderate 

   Pasien dengan Moderate Quadriplegi mampu untuk berjalan

saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih

membutuhkan alat bantu seperti billateral crutches atau walker.

Namun demikian untuk perjalanan jauh atau berjalan dalam waktu

yang relatif lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih

memerkulan bantuan kursi roda.

c. Severe

Sedangkan pasien dengan Severe Quadriplegi sangat

tergantung pada alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk berjalan

meskipun hanya untuk mencapai jarak yang dekat, misalnya untuk

berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain dalam satu rumah.

Pasien sangat tergantung pada kursi roda atau orang lain untuk

melakukan aktifitas. 

9. Tatalaksana Cerebral Palsy

CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan ditujukan untuk memperbaiki

kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi pada CP

adalah mengusahakan penderita dapat hidup mendekati kehidupan normal dengan

mengelola problem neurologis yang ada seoptimal mungkin.

47

1. Tatalaksana Masalah Utama Penderita Cerebral Palsy

Kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut dan lidah

akan menyebabkan anak tampak selalu berliur.

Air liur dapat menyebabkan iritasi berat kulit dan menyebabkan seseorang

sulit diterima dalam kehidupan sosial dan pada akhirnya menyebabkan anak akan

terisolir dalam kehidupan kelompoknya. Walaupun sejumlah terapi untuk

mengatasi drooling telah dicoba selama bertahun-tahun, dikatakan tidak ada

satupun yang selalu berhasil. Obat yang dikenal dengan antikholinergik dapat

menurunkan aliran saliva tetapi dapat menimbulkan efek samping yang

bermakna, misalnya mulut kering dan digesti yang buruk. Pembedahan, walaupun

kadang-kadang efektif, akan membawa komplikasi, termasuk memburuknya

masalah menelan. Beberapa penderita berhasil dengan teknik biofeedback yang

dapat memberitahu penderita saat drooling atau mengalami kesulitan untuk

mengendalikan otot yang akan membuat mulut tertutup. Terapi tersebut

tampaknya akan berhasil jika penderita mempunyai usia mental 2-3 tahun, dimana

dapat dimotivasi untuk mengendalikan drooling, dan dapat mengerti bahwa

drooling akan menyebabkan seseorang secara sosial sulit diterima.

Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada

mulut, dapat menyebab gangguan nutrisi yang berat.

Nutrisi yang buruk, pada akhirnya dapat membuat seseorang rentan

terhadap infeksi dan menyebabkan gagal tumbuh. Untuk membuat menelan

lebih mudah, disarankan untuk membuat makanan semisolid, misalnya sayur

dan buah yang dihancurkan.

Posisi ideal, misalnya duduk saat makan atau minum dan menegakkan

leher akan menurunkan resiko tersedak. Pada kasus gangguan menelan berat

dan malnutrisi, klinisi dapat merekomendasikan penggunaan selang makanan,

yang digunakan untuk memasukkan makanan dan nutrien ke saluran

makanan, atau gastrostomy, dimana dokter bedah akan meletakkan selang

langsung pada lambung.

48

Inkontinentia Urin.

Inkontinentia urin adalah komplikasi yang sering terjadi.

Inkontinentia urin ini disebabkan karena penderita CP kesulitan

mengendalikan otot yang selalu menjaga supaya kandung kemih selalu

tertutup. Inkontinentia urin dapat berupa enuresis, dimana seseorang

tidak dapat mengendalikan urinasi selama aktivitas fisik (stress

inkonentia), atau merembesnya urine dari kandung kemih. Terapi

medikasi yang dapat diberikan untuk inkonensia meliputi olah raga

khusus, biofeedback, obatobatan, pembedahan atau alat yang dilekatkan

dengan pembedahan untuk mengganti atau membantu otot.

Terapi Spesifik Cerebral Palsy

a. Terapi Fisik, Perilaku dan Lainnya

Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera

setelah diagnostik ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan

spesifik mempunyai 2 tujuan utama yaitu mencegah kelemahan atau

kemunduran fungsi otot yang apabila berlanjut akan menyebabkan pengerutan

otot (disuse atrophy) dan yang kedua adalah menghindari kontraktur, dimana

otot akan menjadi kaku yang pada akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh

abnormal.

Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan

perkembangan motorik anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut

dengan tehnik Bobath. Dasar dari program tersebut adalah refleks primitif

akan tertahan pada anak CP yang menyebabkan hambatan anak untuk belajar

mengontrol gerakan volunter. Terapis akan berusaha untuk menetralkan

refleks tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang berlawanan.

Jadi, sebagai contoh, jika anak dengan CP normalnya selalu melakukan fleksi

pada lengannya, terapis seharusnya melakukan gerakan ekstensi berulang kali

pada lengan tersebut.

49

Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola, berdasarkan

prinsip bahwa kemampuan motorik seharusnya diajarkan dalam ururtan yang

sama supaya berkembang secara normal. Pada pendekatan kontrovesial

tersebut, terapis akan membimbing anak sesuai dengan gerakan sepanjang

alur perkembangan motorik normal. Sebagai contoh, anak belajar gerakan

dasar seperti menarik badannya pada posisi duduk dan merangkak sebelum

anak mampu berjalan, yang berhubungan dengan tanpa melihat usianya.

Pada terapi okupasi, terapis bekerja dengan anak untuk

mengembangkan kemampuan makan, berpakaian, atau menggunakan kamar

mandi. Hal ini akan menurunkan kebutuhan pada pengasuh dan mempertinggi

kepercayaan pada diri sendiri. Untuk anak yang mengalami kesulitan

berkomunikasi, terapi wicara bekerja untuk mengidentifikasi kesulitan

spesifik dan membawa mereka dalam program latihan, menggunakan alat

komunikasi khusus, misalnya komputer dengan suara.

Terapi perilaku merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan

kemampuan anak. Terapi ini, menggunakan teori dan tehnik psikologi, yang

dapat melengkapi terapi fisik, bicara dan okupasi. Sebagai contoh, terapi

perilaku meliputi menyembunyikan boneka dalam kotak dengan harapan anak

dapat belajar bagaimana meraih kotak dengan menggunakan tangan yang

lebih lemah. Seperti anak belajar untuk berkata dengan huruf depan b dapat

menggunakan balon untuk menciptakan kata tersebut. Pada kasus yang lain,

terapis dapat mencoba menghindari perilaku yang tidak menguntungkan atau

perilaku merusak, misalnya menarik rambut atau menggigit, dengan

menunjukkan hadiah pada anak yang menunjukkan aktivitas yang baik.

Alat Mekanik

Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau

bentuk yang canggih seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan

alat yang diletakkan dirumah, sekolah dan tempat kerja dapat membantu

anak atau dewasa dengan CP untuk menutupi keterbatasannya.

50

Terapi Medikamentosa

Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi

obat anti kejang yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang

ulangan. obat yang diberikan secara individual dipilih berdasarkan tipe

kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat mengontrol semua tipe

kejang.

Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi

spastisitas pada penderita CP adalah:

1. Diazepam

Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh.

Pada anak usia <6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada

anak usia >6 bulan diberikan dengan dosis 0,12 – 0,8

mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 – 8 jam, dan tidak melebihi

10 mg/dosis

2. Baclofen

Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula

spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot.

Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai

berikut:

2 – 7 tahun: Dosis 10 – 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3

– 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 – 5 mg per oral 3 kali per hari,

kemudian dosis dinaikkan 5 – 15 mg/hari, maksimal 40

mg/hari

8 – 11 tahun: Dosis 10 – 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3

-4 dosis. Dosis dimulai 2,5 – 5 mg per oral 3 kali per hari,

kemudian dosis dinaikkan 5 – 15 mg/hari, maksimal 60

mg/hari

51

> 12 tahun: Dosis 20 – 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -

4 dosis. Dosis dimulai 5 mg per oral 3 kali per hari,

kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80 mg/hari

3. Dantrolene

Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot

sehingga kontraksi otot tidak bekerja.

Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40

mg/hari

Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk

periode singkat, tetapi untuk penggunaan jangka waktu panjang

belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Obat-obatan tersebut dapat

menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk, dan efek jangka

panjang pada sistem saraf yang sedang berkembang belum jelas.

Satu solusi untuk menghindari efek samping adalah dengan

mengeksplorasi cara baru untuk memberi obatobat tersebut.

Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan

obat-obatan yang dapat membantu menurunkan gerakan-gerakan

abnormal. Obat yang sering digunakan termasuk golongan

antikolinergik, meliputi trihexyphenidyl, benztropine dan

procyclidine hydrochloride.

Adakalanya, klinisi menggunakan membasuh dengan alkohol

atau injeksi alcohol kedalam otot untuk menurunkan spastisitas

untuk periode singkat.

Botulinum Toxin (BOTOX)

Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat

pelepasan acetilcholine dari presinaptik pada pertemuan otot dan

saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan menyebabkan kelemahan

otot. Kombinasi terapi antara melemahkan otot dan menguatkan

otot yang berlawanan kerjanya akan meminimalisasi atau mencegah

52

kontraktur yang akan berkembang sesuai dengan pertumbuhan

tulang. Intervensi ini digunakan jika otot yang menyebabkan

deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya spastisitas pada tumit

yang menyebabkan gait jalan berjinjit (Toe-heel gait) atau

spastisitas pada otot flexor lutut yang menyebabkan crouch gait.

Perbaikan tonus otot sering akibat mulai berkembangnya saraf

terminal, yang merupakan proses dengan puncak terjadi pada 60

hari.

Baclofen Intratekal

Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara

intratekal melalui pompa yang ditanam akan sangat membantu

penderita dalam mengatasi kekakuan otot berat yang sangat

mengganggu fungsi normal tubuh. Karena Baclofen tidak dapat

menembus BBB secara efektif, obat oral dalam dosis tinggi

diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan jika

dibandingkan dengan cara pemberian intratekal. Dijumpai penderita

dengan baclofen oral akan tampak letargik.

Terapi Bedah

Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur

berat dan menyebabkan masalah pergerakan berat.

9.1. Pencegahan

Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian

CP pun bisa dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau

diterapi antara lain:

1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat

pengaman pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala

saat bersepeda, dan eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai

tambahan, pengamatan optimal selama mandi dan bermain.

53

2. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru

lahir dengan fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan

transfusi tukar.

3. Rubella, atau campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan

imunisasi sebelum hamil.

Sebagai tambahan, sangat baik jika kita berpedoman untuk

menghasilkan kehamilan yang baik dengan cara asuhan pranatal yang

teratur dan nutrisi optimal dan melakukan eliminasi merokok, konsumsi

alkohol dan penyalah-gunaan obat. Walaupun semua usaha terbaik yang

sudah dilakukan oleh orang tua dan dokter, tetapi masih ada anak yang

terlahir dengan CP, hal tersebut karena sebagian besar kasus CP tidak

diketahui sebabnya.

Daftar Pustaka

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Buku Ajar Neonatologi, cetakan pertama.

Jakarta : Badan Penerbit IDAI

54

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak, cetakan pertama.

Jakarta :

Badan Penerbit IDAI

Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15, vol.1. Jakarta

: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Martondang, Corry. 2003. Diagnosis Fisik pada Anak, ed.2. Jakarta : CV Sagung

Seto.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan

Anak. Jakarta: percetakan Infomedika

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan

Neonatal, edisi pertama, cetakan keempat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta :

Kerjasama WHO dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

55