84
SKENARIO A BLOK 23 Mrs. A, a 60 year old Woman, came to Moh. Hoesin Hospital with chief complain of weakness. She also had palpitation, cephalgia, and epigastric pain. She has also complain her knee and she always taken NSAID since 4 years ago. The defecation sometimes blood occult. Physical examination: Weight: 45 kg, height: 155 cm General appearance: pale, fatique Vital sign: HR: 110x/minute, RR: 28 x/minute, Temp: 36,6 0 C, BP: 100/70 mmHg Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy No lymphadenopathy Abdomen: epigastric pain (+), liver and spleen non palpable Extremities: koilonychia negative Laboratory: Hb 6 g/dL, Ht 20 vol%, RBC 2.500.000/mm 3 WBC 7.000/mm 3 , trombosit 460.000/ mm 3 , RDW 20%, MCV: 62 fl, MCH n: 23 pg Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis Faeces:blood occult (+) Additional examination: Serum iron is 12 mikrog/dL Total iron-binding capacity is 480 mikrog/dL Ferritin is 9ng/ml 1

Laporan Sken a Blok 23

  • Upload
    balhum

  • View
    25

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tutorial

Citation preview

Page 1: Laporan Sken a Blok 23

SKENARIO A BLOK 23

Mrs. A, a 60 year old Woman, came to Moh. Hoesin Hospital with chief complain of

weakness. She also had palpitation, cephalgia, and epigastric pain. She has also

complain her knee and she always taken NSAID since 4 years ago. The defecation

sometimes blood occult.

Physical examination:

Weight: 45 kg, height: 155 cm

General appearance: pale, fatique

Vital sign: HR: 110x/minute, RR: 28 x/minute, Temp: 36,6 0C, BP: 100/70 mmHg

Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy

No lymphadenopathy

Abdomen: epigastric pain (+), liver and spleen non palpable

Extremities: koilonychia negative

Laboratory:

Hb 6 g/dL, Ht 20 vol%, RBC 2.500.000/mm3 WBC 7.000/mm3, trombosit 460.000/ mm3,

RDW 20%, MCV: 62 fl, MCH n: 23 pg

Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis

Faeces:blood occult (+)

Additional examination:

Serum iron is 12 mikrog/dL

Total iron-binding capacity is 480 mikrog/dL

Ferritin is 9ng/ml

A.Klarifikasi Istilah1. Cephalgia: nyeri kepala

2. Palpitasi: perasaan berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur yang sifatnya

subjektif.

3. Epigastric pain: nyeri pada regio ulu hati.

4. NSAID: suatu kelompok obat anti inflamasi non steroid yang berfungsi sebagai anti

inflamasi analgetik dan antipiretik.

1

Page 2: Laporan Sken a Blok 23

5. Blood occult: darah yang terdapat dalam jumlah sedikit yang tidak bisa dilihat

dengan mata telanjang dan hanya bisa dideteksi dengan tes laboratorium dari

suspected material seperti feses.

6. Cheilitis: peradangan pada permukaan bibir dengan ciri-ciri bibir kering dan pecah-

pecah, dan penglupasan.

7. Papil atrophy: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilat karena papil lidah

menghilang.

8. Koilonychia: kuku yang terlalu tipis, rapuh, bergaris-garis vertikal dan sisi-sisnya

melengkung seperti sendok.

9. RDW: (Red Dystribution Width, yaitu koefisien variasi dari volume eritrosit yang

menentukan variasi dari ukuran sel darah merah.

10. MCV: (Mean Corpuscular Volume), ukuran dari volume RBC rata-rata yang

dilaporkan sebagai bagian dari hitung darah lengkap standar

11. MCH: (Mean Corpuscular Hemoglobin), ukuran dari massa hemoglobin yang

terkandung di dalam sel darah merah, berkurang pada anemia mikrositik dan

meningkat pada anemia makrositik.

12. Anisocytosis: kondisi di mana eritrosit pasien memiliki ukuran yang berbeda-beda

13. Hypochrome microcyter: eritrosit yang kecil secara abnormal dengan diameter 5

mikrometer atau kurang dan penurunan abnormal kandungan hemoglobin dalam

eritrosit.

14. Poikilocytosis: adanya poikilosit dalam darah yaitu, eritrosit dengan bentuk yang

abnormal, misalnya akantosit.

B.Identifikasi Masalah1. Mrs. A, a 60 year old Woman, came to Moh. Hoesin Hospital with chief complain of

weakness. She also had palpitation, cephalgia, and Epigastric pain.

2. She has also complain her knee and she always taken NSAID since 4 years ago.

3. Physical examinaton:

Weight: 45 kg, height: 155 cm

General appearance: pale, fatique

Vital sign: HR: 110x/minute, RR: 28 x/minute, Temp: 36,6 0C, BP: 100/70 mmHg

Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy

No lymphadenopathy

2

Page 3: Laporan Sken a Blok 23

Abdomen: epigastric pain (+), liver and spleen non palpable

Extremities: koilonychia negative

4. Laboratory:

Hb 6 g/dL, Ht 20 vol%, RBC 2.500.000/mm3 WBC 7.000/mm3, trombosit 460.000/

mm3, RDW 20%, MCV: 62 fl, MCH n: 23 pg

Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis

Faeces:blood occult (+)

5. Additional examination:

Serum iron is 12 mikrog/dL

Total iron-binding capacity is 480 mikrog/dL

Ferritin is 9ng/ml

C.Analisis Masalah1. Mrs. A, a 60 year old Woman, came to Moh. Hoesin Hospital with chief complain

of weakness. She also had palpitation, cephalgia, and Epigastric pain.

a. Bagaimana mekanisme eritropoiesis?

Pembentukan sel darah

(Hemopoesis/Hematopoiesis) Hemopoesis

atau hematopoiesis ialah proses

pembentukan darah. Tempat hemopoesis

pada manusia berpindah-pindah sesuai

dengan umur :

a. Janin : umur 0-2 bulan (kantung

kuning telur) umur 2-7 bulan (hati, limpa)

umur 5 9 bulan (sumsum tulang)

b. Bayi : Sumsum tulang

c. Dewasa. : vertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum dan

pelvis, ujung proksimal femur.

Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi

pada sumsum tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan : 1. Sel induk

hemopoetik (hematopoietic stem cell) Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang

3

Page 4: Laporan Sken a Blok 23

akan berkembang menjadi sel-sel darah, termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan

juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti fibroblast. Sel induk yang paling

primitif sebagai pluripotent (totipotent) stem cell

Eritropoietin bersama-sama dengan stem cell factor, interleukin-3,

interleukin-11, granulocyte-macrophage colony stimulating factor dan

trombopoietin akan mempercepat proses maturasi stem cell eritroid menjadi

eritrosit (Hoffman,2005). Secara umum proses pematangan eritosit dijabarkan

sebagai berikut :

1. Stem cell : eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat

memperbaharui diri dan berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit, monosit dan

megakariosit (bakal platelet). EPOberperan pada proses apoptosis yaitu

menurunkan laju kematian sel progenitor eritroid dalam sumsum tulang. SCF, IL-

1, IL-3, IL-6, dan IL-11 memberikan rangsang yang menyebabkan diferensiasi sel

induk pluripoten menjadi sel induk mieloid dan CFU granulosit, eritroid, monosit,

dan megakariosit (GEMM). Kemudian CFU-GEMM berkembang menjadi CFU

yang spesifik untuk granulosit, eritroid, monosit, megakariosit, makrofag, dan

eosinofil.

2. BFU-E : burst-forming unit eritroid, merupakan prekursor imatur eritroid

yang lebih fleksibel dalam ekspresi genetiknya menjadi eritrosit dewasa maupun

fetus. Sensitivitas terhadap eritropoeitin masih relatif rendah.

3. CFU-E : colony-forming unit eritroid, merupakan prekursor eritroid yang

lebih matur dan lebih terfiksasi pada salah satu jenis eritrosit (bergantung pada

subunit hemoglobinnya. EPOterutama merangsang colony forming unit eritroid

(CFU-E) untuk berproliferasi menjadi normoblas, retikulosit, dan eritrosit matur.

Target primer EPOdalam sumsum tulang adalah CFU-E.

Lalu dilanjutkan dengan proses yang lebih lanjut seperti dibawah ini.

4

Page 5: Laporan Sken a Blok 23

Siklus Eritropoesis

1. Rubiblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda

dalam sel eritrosit. Sel iniberinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin

yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan

normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari

seluruh jumlah sel berinti.

2. Prorubrisit

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran

lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh

sel berinti.

3. Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti

sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di

beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat

lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya

lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-

RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang

dewasa normal adalah 10-20 %.

4. Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel

ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah

mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun

masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal

adalah 5-10%.

5. Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan

inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA.

Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam

darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar

sebagai retikulositselama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5

 –2,5% retikulosit.

5

Page 6: Laporan Sken a Blok 23

6. Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran

diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis

daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna

kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar

120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

Faktor Pembentukan Eritropoesis

Ada 3 faktor yang mempengaruhi eritropoiesis:

1. Eritropoietin

Penurunan penyaluran ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan

hormon eritropoietin ke dalamdarah, dan hormon ini kemudian merangsang

eritropoiesis di sumsum tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal

yang belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjaadi sel darah

merah, yaitu merangsang proliferasi dan pematangan mereka.

2. Kemampuan respon sumsum tulang (anemia, perdarahan)

3. Intergritas proses pematangan eritrosit

b. Bagaimana hubungan dari usia, jenis kelamin dengan keluhan pada kasus?

Pada usia yang semakin tua, jumlah eritrosit dan leukosit semakin menurun

karena produktivitas sumsum tulang belakang juga semakin rendah. Jumlah

eritrosit dan leukosit juga dapat menurun karena adanya radikal bebas yang

menyerang sel sehingga jumlahnya tidak seimbang antara jumlah sel yang

terdapat dalam sirkulasi dengan jumlah sel yang disintesis

Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria,

yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria

meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai

usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai

meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini

mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil

serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III

bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Pada laki-laki dan

wanita postmenopause kadar feritin kurang dari 300ng/ml, pada wanita

premonoupase kurang dari 200 ng/ml.

6

Page 7: Laporan Sken a Blok 23

c. Apa penyebab dan mekanisme dari kelemahan?

Kelelahan dalam kasus anemia disebabkan oleh

karena kurangnya suplai darah yang mengandung nutrisi

dan dan oksigen sebagai metabolisme sel di otot

pembentuk ATP atau energi akibat keadaan kurangnya

pengangkutan oksigen. Mekanisme yang terjadi yaitu

diawali defisiensi besi proses eritropoesis kekurangan

penyediaan besi cadangan besi kosong/pembentukan Hb

berkurang kemampuan pengikatan oksigen untuk

kebutuhan sel menurun terjadi metabolisme anaerob

penimbunan asam laktat kelelahan

Kelemahan ini dikarenakan di otot juga terdapat

myoglobin sebanyak 10%, akibatnya otot kekurangan

suplai nutrisi dan oksigen untuk metabolisme serta sumber energi ATP. Maka

terjadilah kelelahan.

d. Apa penyebab dan mekanisme dari palpitasi?

Palpitasi merupakan kesadaran pasien terhadap detak jantungnya sendiri.

Dalam kondisi normal, seseorang tidak akan menyadari detak jantungnya.

Umumnya pasien mendeskripsikan perasaan berdebar atau jantung seakan

berhenti. Gejala ini dapat disebabkan oleh perubahan ritme jantung atau

peningkatan kekuatan kontraksi otot jantung.

Pada kasus, palpitasi merupakan gejala yang dirasakan pasien saat jantung

mengalami takikardia. Takikardia tersebut sendiri disebabkan oleh mekanisme

kompensasi jantung terhadap kurangnya pasokan oksigen ke jaringan sehingga

jantung berusaha meningkatkan curahnya.

Mekanisme kompensasi jantung sendiri saat ini masih diteliti dan belum

konklusif, namun sangat mungkin melibatkan hypoxia-inducible factor (HIF) 1

dan 2 yang diekspresikan secra berlebihan pada kondisi hipoksia. HIF-1 dan HIF-

2 dapat menyebabkan peningkatan kadar eritropoietin (EPO) darah. Dalam jangka

waktu yang lama, keadaan hipoksia dapat menginduksi remodelling jantung.

7

Page 8: Laporan Sken a Blok 23

Gambar: kaskade molekuler dalam hipoksia jaringan kronik

e. Apa penyebab dan mekanisme dari cephalgia?

Jaringan otak tidak memiliki nosiseptor sehingga sebenarnya tidak sensitif

terhadap rangsangan nyeri. Meskipun demikian, nosiseptor ada pada regio-regio

berikut: arteri-arteri ekstrakranial, arteri meningeal media, vena-vena besar, sinus

venosus, nervi kraniales dan spinales, otot-otot kepala dan leher, meninges, falx

cerebri, beberapa bagian batang otak, serta mata, telinga, gigi, dan mulut.

Nyeri kepala paling sering diakibatkan oleh traksi atau iritasi meninges dan

pembuluh darah otak. Nosiseptor juga dapat distimulasi oleh spasme dan dilatasi

pembuluh darah, inflamasi meninges, dan regangan otot.

Pada kasus anemia, tingkat hemoglobin menurun sehingga kemampuan

distribusi oksigen ke jaringan tubuh juga menurun. Untuk mengompensasi

penurunan pasokan oksigen ini, jantung akan berkontraksi lebih cepat sehingga

aliran darah lebih cepat. Meskipun mekanisme kompensasi tersebut mampu

memenuhi kebutuhan oksigen jaringan, hal ini juga berarti lebih banyak darah

yang mengalir di pembuluh darah dalam suatu periode waktu tertentu, atau dapat

dikatakan debit darah meningkat. Dampak peningkatan debit darah tersebut

adalah dilatasi arteri dan kapiler untuk dapat menerima aliran darah yang

meningkat. Dilatasi pembuluh darah akan merangsang nosiseptor sekitar. Selain

8

Page 9: Laporan Sken a Blok 23

itu, dilatasi pembuluh darah otak juga dapat merupakan respons kompensasi

primer dari pembuluh darah tersebut sendiri.

f. Apa penyebab dan mekanisme dari nyeri epigastrik?

Faktor risiko (usia tua, perempuan, penggunaan NSAID jangka

panjang) Mengganggu permeabilitas mukosa lambung iritasi dinding

mukosa lambung nyeri epigastrik

2.She has also complain her knee and she always taken NSAID since 4 years ago.

a. Bagaimana hubungan dari keluhan pada lutut dan mengkonsumsi NSAID

dengan keluhan utama berupa kelemahan?

Patogenesis NSAID dalam menyebabkan luka dan perdarahan lambung

Anemia Hb < N pembawa O2 dari paru ke jaringan tubuh kurang

kelemahan (weakness) kompensasi jantung berupa memompa darah lebih kuat

aritmia, murmur jantung, pembesaran jantung, dan gagal jantung

9

Page 10: Laporan Sken a Blok 23

b. Apa indikasi, kontraindikasi, farmakokinetik, dan farmakodinamik dari

NSAID?

NSAID dapat digunakan untuk mengobati penyakit seperti rheumatoid

arthritis dan osteoarthritis. NSAID memiliki efek samping seperti gangguan

pencernaan (nyeri abdomen, displasia, mual, muntah, perdarahan saluran cerna),

pusing, edema, asma, gangguan hati dan tidak boleh digunakan pada wanita hamil

dan menyusui, anak-anak, penderita dengan gangguan ginjal berat, penderita yang

hipersensitif terhadap NSAID, serta penderita dengan tukak lambung.

Farmakokinetik dari NSAID yaitu sebagian besar obat dapat diserap baik.

NSAID seperti aspirin cepat diserap dari lambung dan usus halus bagian atas

menghasilkan kadar salisilat plasma puncak dalam 1-2 jam. Aspirin diserap

secara utuh dan cepat dihidrolisis menjadi asam asetat dan salisilat oleh esterase

di jaringan dan darah. Salisilat terikat secara non-linier ke albumin.

Farmakodinamik dari NSAID yaitu obat bekerja dengan menghambat siklo-

oksigenase (COX) seperti pada obat aspirin, di mana aspirin megnhambat secara

ireversibel COX trombosit sehingga efek anti-trombosit aspirin menetap 8-10

hari.

3. Physical examination:

Weight: 45 kg, height: 155 cm

General appearance: pale, fatique

Vital sign: HR: 110x/minute, RR: 28 x/minute, Temp: 36,6 0C, BP: 100/70 mmHg

Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy

No lymphadenopathy

Abdomen: epigastric pain (+), liver and spleen non palpable

Extremities: koilonychia negative

a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik

umum di atas ?

Weight : 45 kg BMI: 18,739 BMI masih normal

10

Page 11: Laporan Sken a Blok 23

Height : 155cm

General appearance:

pale, fatigue

Normal: tidak ada pucat

ataupun kelemahan

Anemia ditandai oleh

penurunan eritrosit dan

hemoglobin sehingga terjadi

pucat.

Penurunan pengangkutan

oksigen mengakibatkan

penurunan sel metabolisme,

sehingga energi juga ikut

menurun dan terjadi

kelemahan.

HR: 110x/minute Normal: 60-100x/menit

Takikardi

Pada kasus ini, Hb pada

Mrs. A turun, sehingga

pengikatan oksigen ke

plasma darah berkurang,

jadi tubuh

mengkompensasikannya

dengan taikardi dan

tachypnea.

RR: 28 x/minute Normal: 16-20x/menit

Tachypnea

Temp: 36,6 0C, Normal 36,5-37,5 =

Borderline bawah

BP: 100/70 mmHg 120/80 Agak menurun terjadi

karena kehilangan darah

oleh karena terjadinya

perdarahan saluran cerna.

11

Laki-Laki Perempuan

Kurus <17 kg/m2 <18 kg/m2

Normal 17-23 kg/m2 18-25 kg/m2

Gemuk 23-27 kg/m2 25-27 kg/m2

Obesitas >27 kg/m2 >27 kg/m2

Page 12: Laporan Sken a Blok 23

Tabel BMI menurut Depkes 2003

b. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan kepala

hingga perut?

12

Page 13: Laporan Sken a Blok 23

13

Cheilitis (+) Peradangan

pada

mukosa

bibir

Defisiensi Fe→aktivitas enzim

yang mengandung besi pada

epitel menurun→fungsi dalam

melindungi mukosa terhadap

infeksi rendah→mudah terjadi

peradangan pada mukosa bibir

Papil atrophy Pengecilan

papil

Anemia Suplai darah ke papil

↓ papil atrophy

No

Lymphadenopathy

Normal Tidak menandakan adanya

infeksi, radang ataupun

keganasan. Juga menepis

diagnosis banding adanya

filariasis limphatic.

Epigastric pain Karena terjadi tukak lambung

atau perdarahan di lambung GIT

bleeding akibat konsumsi NSAID

jangka panjang.

Liver and spleen non

palpable

Normal Karena pada skenario, anemia

disebabkan oleh defisiensi besi

bukan, anemia hemolisis. Sel

darah merah tidak mengalami

pemecahan secara berlebihan

sehingga kerja hati dan limpa

tidak bertambah berat.

Hepatomegali terjadi pada anemia

hemolitik, akibat dari kerja hati

yang lebih keras dalam

merombak eritrosit karena

hemolisis yang tidak

wajar.Sedangkan splenomegali

juga terjadi pada anemia

hemolitik, dimana eritrosit yang

rapuh melewati kapiler yang

sempit dalam limpa, sehingga

pecah dan menyumbat kapiler

limpa sehingga terjadi

pembesaran limpa. Tidak adanya

hepatomegali dan splenomegali

menunjukkan bahwa pasien

dalam kasus tidak mengalami

anemia jenis hemolitik.

Page 14: Laporan Sken a Blok 23

c. Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan yang normal?

Tidak ada lymphadenopathy

Tidak menandakan adanya infeksi, radang ataupun keganasan. Juga

menepis diagnosis banding adanya filariasis limphatic.

Tidak terabanya hati dan lien

Sel darah merah tidak mengalami pemecahan secara berlebihan sehingga

kerja hati dan limpa tidak bertambah berat. Hepatomegali terjadi pada anemia

hemolitik, akibat dari kerja hati yang lebih keras dalam merombak eritrosit karena

hemolisis yang tidak wajar.Sedangkan splenomegali juga terjadi pada anemia

hemolitik, dimana eritrosit yang rapuh melewati kapiler yang sempit dalam limpa,

sehingga pecah dan menyumbat kapiler limpa sehingga terjadi pembesaran

limpaBukanmerupakansuatu anemia hemolitik

Koilonychias

Koilonychias merupakan indikator khas anemia hemolitik yang bias ada

atau tidak. Secara patologis, pembengkokan/ perlunakan kuku terjadi akibat

gangguan laju pertumbuhan kuku di proximal kuku (matriks / nail root).Laju

pertumbuhan kuku ini biasa disebabkan karena defek genetic atau penurunan

asupan nutrisi dan oksigen untuk proliferasi keratin. Sirkulasi darah ke kuku

berasal dari arteri digitalis yang berjalan di lateral jari.

Kekerasan kuku dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perlekatan dan

orientasi protein keratin, rendahnya kandungan air pada lempeng kuku, kadar

14

Page 15: Laporan Sken a Blok 23

sulfur protein matriks, hubungan interselular. Kandungan asam amino pembentuk

keratin yang paling tinggi adalah sistein, asam glutamat, arginin dan leusin.

Sistein adalah protein jenis iron-sulfide protein, atau protein yang terdiri

dari sulfide dan ion besi.Sistein berfungsi sebagai pemberi kekuatan dan

kekakuan pada jembatan disulfide dalam keratin.

4. Laboratory:

Hb 6 g/dL, Ht 20 vol%, RBC 2.500.000/mm3 WBC 7.000/mm3, trombosit 460.000/

mm3, RDW 20%, MCV: 62 fl, MCH n: 23 pg

Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis

Faeces: blood occult (+)

a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan

laboratorium?

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi Mekanisme

Hb 6 g/dL 12-16 gr/dL Rendah Pemakaian NSAID GIT

bleeding perdarahan

kronik RBC, Hb, Ht.

Ht 20 vol% 37 – 43 % Rendah Pemakaian NSAID GIT

bleeding perdarahan

kronik RBC, Hb, Ht.

RBC 2.500.000/mm3 4,2 – 5,4

jt/mm3

Rendah Pemakaian NSAID GIT

bleeding perdarahan

kronik RBC, Hb, Ht.

WBC 7.000/mm3 4000-10.000/

mm3

Normal

Trombosit

460.000/mm3

150.000-

500.000

sel/mm3

Normal

RDW 20% 10-15% Tinggi,

manifestasi

hematologi

paling awal

dari

kekurangan

Anisositosis RDW

meningkat

15

Page 16: Laporan Sken a Blok 23

zat besi

Blod smear:

- Anisocytosis:

Ukuran diameter

eritrosit yang

terdapat di dalam

suatu sediaan apus

berbeda-beda

(bervariasi)

- Diameter < 7 mikron

(mikrositer), disertai

dengan warna pucat

(hipokromia)

- Poikilocytosis:

Bermacam-macam

variasi bentuk

eritrosit

Bentuk cakram

bikonkaf.

Ukuran 6,2 –

8,2 Nm

(normosit).

Warna merah.

Abnormal Defisiensi besi

terganggunya komponen

eritrosit anisositosis dan

poikilositosis

MCV 62 fl 82-92 fl Menurun,

mikrositik

Defisiensi besi heme

sedikit ukuran eritrosit

kecil

MCH 23 pg 27-31 pg Menurun,

hipokrom

Defisiensi besi heme

sedikit warna eritrosit

pucat (hipokrom)

Faeces: blood occult

(+)

Blood occult (-) Abnormal Pemakaian NSAID GIT

bleeding blood occult

16

Page 17: Laporan Sken a Blok 23

b. Bagaimana gambaran mikroskopik dari blood smear?

1. Poikilositosis

Disebut poikilositosis apabila pada suatu sediaan apus

ditemukan bermacam-macam variasi bentuk eritrosit. Didapatkan pada

thalassemia dan anemia berat

17

Page 18: Laporan Sken a Blok 23

Gambar (1) Target cell ; (2) Ovalositosis (?) ; (3) Akantosit (berduri) ;

(4) Stomatosit ; (5) Keratosit (helmet cell) ; (6) Spherositosis (bola)

2. Anisositosis

Eritrosit dengan ukuran tidak sama besar pada GDT (ukuran mikrosit dan

makrosit)

3. Hipokrom mikrositer

Mikrositer : Ukuran lebih kecil dari eritrosit normal

Hipokrom : Eritrosit terlihat pucat disebabkan oleh

- Konsentrasi Hb : Kegagalan pembentukan heme pada anemia

defisiensi Fe, anemia sideroblastik

- Kegagalan pembentukan globin : Pada thalassemia

18

Page 19: Laporan Sken a Blok 23

c. Bagaimana cara menentukan MCV, MCH, MCHC, dan RDW?

MCV (Mean Corpuscular Volume)

MCV mengindikasikan ukuran eritrosit : mikrositik (ukuran kecil), normositik

(ukuran normal), dan makrositik (ukuran besar). Nilai MCV diperoleh dengan

mengalikan hematokrit 10 kali lalu membaginya dengan hitung eritrosit

nilai normal: 82-92 femtoliter (fL)

MCV: nilai hematokrit(%) x 10 fL

jumlah RBC (jt/L)

MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)

MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan

ukurannya. MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb 10 kali, lalu

membaginya dengan hitung eritrosit.

nilai normal: 27-31 pikogram (pg)

MCH: kadar hemoglobin (g/dL) x 10 pg

jumlah RBC (jt/L)

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)

MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit.

Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi

serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari

hemoglobin dan hematokrit.

nilai normal: 31-36 g/dL

MCHC: kadar hemoglobin (g/dL) x 100 g/dL

nilai hematokrit(%)

RDW (Red Cell Distribution Width)

19

Page 20: Laporan Sken a Blok 23

RDW adalah perbedaan ukuran (luas) dari eritrosit. RDW adalah pengukuran luas

kurva distribusi ukuran pada histogram. Nilai RDW dapat diketahui dari hasil

pemeriksaan darah lengkap (full blood count, FBC) dengan hematology analyzer.

Nilai RDW berguna untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai

MCV berubah dan sebelum terjadi tanda dan gejala.

Peningkatan nilai RDW dapat dijumpai pada : anemia defisiensi (zat besi, asam

folat, vit B12), anemia hemolitik, anemia sel sabit.

nilai normal: 11,6-14,6 %

RDW: SD (fL) x 100%

MCV (fL

5. Additional examination:

Serum iron is 12 mikrog/dL

Total iron-binding capacity is 480 mikrog/dL

Ferritin is 9ng/ml

a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan penunjang?

b. Bagaimana metabolisme besi dalam tubuh?

20

Dikasus Nilai Normal keterangan

Serum iron 12 µg/dL 60-90 µg/dL Menurun (akibat menurunnya

besi)

TIBC 480 µg/dL 250-420 µg/dL Meningkat (kompensasi untuk

mengikat besi lebih banyak)

Ferritin 9 ng/ml 30-300 ng/mL Menurun( akibat menurunnya

cadangan besi)

Page 21: Laporan Sken a Blok 23

c. Mengapa TIBC meningkat sedangkan serum besi dan ferritin menurun?

Kadar besi serum mewakilkan jumlah besi terikat transferrin yang ada di

serum. TIBC (Total Iron-Binding Capacity) adalah pengukuran tak langsung

terhadap jumlah transferrin. Ferritin adalah protein intrasel yang dapat

menyimpan dan melepaskan besi yang tersimpan di dalamnya. Nilai saturasi

transferrin dapat ditentukan dengan mengikuti rumus berikut:

Saturasi transferrin=Fe serum

TIBC× 100 %

Kadar TIBC yang meningkat pada kasus anemia defisiensi besi merupakan

mekanisme kompensasi terhadap menurunnya ketersediaan besi serum. TIBC

21

Page 22: Laporan Sken a Blok 23

meningkat untuk memaksimalkan distribusi besi ke sumsum tulang. Ferritin

menurun juga akibat kompensasi defisiensi besi yaitu untuk meminimalkan

penyimpanan besi intrasel sehingga lebih banyak besi yang bersirkulasi di serum.

d. Berapa saturasi transferrin pada kasus?

Nilai saturasi transferin dapat dihitung dengan rumus berikut :

Saturasi transferin=Besi serumTIBC

x100

Pada Kasus :

Saturasi transferin= 12 µ g/dL480 µg /dL

x100=2.5 %

Nilai rujukan saturasi transferin berdasarkan usia :

Dewasa : 20 – 50%

Anak-anak : > 16 %

Interpretasi :

Saturasi transferin tinggi kelebihan besi ( anemia megaloblastik, anemia

sideroblastik, dan keadaan overload besi )

Saturasi transferin rendah kekurangan besi kronis , infeksi kronis, keganasan

ekstensif, inflamasi jaringan, uremia, dan sindroma nephrotik.

6. Aspek klinis

a. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan apa saja pemeriksaan penunjang

yang perlu dilakukan pada kasus?

Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi, yaitu :

1. Penentuan adanya anemia

22

Page 23: Laporan Sken a Blok 23

Anemia secara klinis dapat memberikan beberapa gambaran, yang disebut

sebagai sindroma anemia yakni badan lemah, letih, leu, cepat lelah, mata

berkunang-kunang, telinga sering berdenging. Namun, biasanya, gejala

simptomatis ini ditemukan apabila kadar Hb < 7 g/dl.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan anemis pada konjutiva dan jaringan bawah

kuku.

Berdasarkan kadar hemoglobin, kriteria anemia menurut WHO :

Kelompok Kriteria anemia ( Hb)

Laki-laki dewasa < 13 g/dl

Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl

Wanita dewasa hamil < 11 g/dl

2. Penentuan defisiensi besi sebagai penyebab anemia

Manifestasi klinis yang khas untuk anemia defisiensi besi adalah ;

Atrofi papil lidah ; permukaan lidah licin, mengkilap karena papil lidah hilang

Stomatitis angularis ; radang pada sudut mulut

Disfagia akibat kerusakan epitel hipofaring

Koilonichya ; kuku sendok ( spoon nail ), kuku rapuh, bergaris-garis vertical

dan menjadi cekung sehingga mirip sendok

Atrofi mukosa gaster

Pica ; keinginan untuk memakan makanan yang tidak lazim seperti tanah liat,

es, lem dll

Secara laboratorium, untuk menegakan diagnosis defisiensi besi yaitu :

Anemia hipokrom mikrositik pada apusan darah tepi , atau MCV < 80 fl, dan

MCHC < 31 % dengan salah satu dari criteria berikut :

2 dari 3 parameter berikut :

Besi serum < 50 mg/dl

TIBC > 350 mg/dl

23

Page 24: Laporan Sken a Blok 23

Saturasi transferin < 15 %

Feritin serum < 20 mg/l

Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s Stain)

menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negative, atau

Pemberian Sulfus Ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)

selama 4 minggu dapat meningkatkan kadar Hb > 2 gr.dl

3. Penentuan penyebab dasar timbulnya anemia defisiensi besi

Gejala klinis tergantung pada penyeakit dasar yang menyertai. Pada anemia

yang disebabkan oleh penyakit cacing tambang, ditemukan dyspepsia, parotis

membengkak, dan kulit telapak tangan kuning seperti jerami. Apada anemia

akibat perdarahan kronik akibat kanker kolon akan ditemukan keluhan BAB .

Apabila dicurigai penyakit cacing tambang, dilakukan pemeriksaan feses

untuk mencari telur cacing. Pada kecurigaan perdarahn sementara tidak

ditemukan perdarahan nyata, maka dapat dilakukan tes darah samar ( occult

blood test ) pada feses, dapat juga dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau

bawah jika ada indikasi.

b. Apa saja Differential Diagnosis dan apa Working Diagnosis pada kasus ?

24

Page 25: Laporan Sken a Blok 23

Gejala dan tanda IDA ACD Thalassemia major

Anemia sideroblastik

Weakness + + + +Cheilitis + - - -Atrofi papil + - - -Anisositosis + + + +/-Hipokrom mikrositer

+ + (tahap lanjut)

+ +

Poikilositosis + + + +/-Fecal blood occult + - - -MCV menurun + +/- +/- +/-MCH menurun + +/- + +/-Besi serum menurun + + - (normal) - (meningkat)TIBC meningkat + - (menurun) - (normal) - (normal)Ferritin menurun + - (normal

atau meningkat

- (normal) - (meningkat)

Saturasi transferrin 2,5%

+ - (menurun, tetapi jarang <5%

- - (meningkat)

Working Diagnosis pada kasus adalah Anemia Defisiensi Besi.

25

Page 26: Laporan Sken a Blok 23

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron

store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang

(Bakta, 2006).

c. Bagaimana epidemiologi pada kasus?

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering

dijumpai, terutama di negara berkembang berhubungan dengan tingkat sosial

ekonomi masyarakat. Di Indonesia, anemia defisiensi besi terjadi pada 16-50%

laki-laki dan 25-84% perempuan; 46-92% ibu hamil dan 55,5% balita.

d. Apa faktor resiko pada kasus?

Faktor resiko

Diet rendah besi - Rendah pemasukan dari bahan pemacu penyerapan

besi yakni ‘meat factors’ dan vitamin C.

- Pemasukan tinggi dari bahan penghambat penyerapan

besi seperti tanat, fitat dan serat.

Masa Pertumbuhan

Cepat

- Masa Remaja

- Kehamilan

Meningkatnya volume darah

Pertumbuhan fetal dan placental

Jaringan maternal lainnya

- Kehamilan ganda

Kondisi yang

menyebabkan

kehilangan darah

- Perdarahan saluran cerna, genitalia perempuan,

saluran kemih dan saluran nafas.

- Menstruasi

- Penggunaan obat NSAID jangka panjang karena dapat

menyebabkan perdarahan traktus gastrointestinal

Factor resiko postpartum - Anemia pada trimester ketiga

- Kehilangan darah saat pengantaran

- Kelahiran ganda

26

Page 27: Laporan Sken a Blok 23

Tabel Penelitian Faktor Risiko di Amerika Serikat

e. Apa etiologi pada kasus?

Etiologi anemia defisiensi besi:

a. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun.

1. Saluran cernaTukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker

lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing

tambang.

2. Saluran genitalia perempuan: menorrhagia

3. Saluran kemih: hematuria

4. Saluran napas: hemoptoe

b. Faktor nutrisi.

Kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi tidak baik

(makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah daging).

c. Kebutuhan besi meningkat.

Pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.

d. Gangguan absorbsi besi.

Gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

27

Page 28: Laporan Sken a Blok 23

f. Apa patofisiologi pada kasus?

Diawali pasien sering mengkonsumsi obat NSAID dikarenakan nyeri pada lutut

sejak 4 tahun. Efek samping dari NSAID adalah iritasi lambung, kelamaan pada

pasien akan menyebabkan efek yang sama. Selain itu juga kemungkinan tidak

diimbangi dengan obat untuk menghindari iritas lambung serta kemungkinan

menggunakan obat yang tidak sesuai cara pemakaian setelah makan, maka akan

28

Status

anemia

Feritin

serum

ss

tulang

Protopofirin

eritrosit

Saturasi

transferi

n

TIBC Hb

Keseimbang

an besi

negatif

↓ ↓ N N N N

Eritropoesis

def besi

↓ ↓ ↑ ↓ ↑ N

Anemia def

besi

↓ ↓ ↑ ↓ ↑ ↓

mikrositik

hipokromi

k

Page 29: Laporan Sken a Blok 23

dapat menyebabkan kemungkinan perdarahan yang menahun dan kehilangan besi

lewat saluran cerna.

Anemia defisiensi besi melalui beberapa fase patologis yaitu:

Deplesi Besi

Diawali dengan berkurangnya besi maka terjadilah deplesi besi. Berbagai proses

patologis yang menyebabkan kurangnya besi memacu tubuh untuk menyesuaikan

diri yaitu dengan meningkatkan absorbsi besi dari usus. Pada tahapan ini tanda

yang ditemui adalah penurunan ferritin serum dan besi dalam sumsum tulang

berkurang. Namun eritropoesis belum terganggu.

Eritropoesis defisiensi besi

Kekurangan besi yang terus berlangsung menyebabkan besi untuk eritropoiesis

berkurang namun namun secara klinis anemia belum terjadi, kondisi ini

dinamakan eritropoiesis defisiensi besi. Tanda-tanda yang ditemui pada fase ini

adalah peningkatan kadar protoporhyrin dalam eritrosit, penurununan saturasi

transferin, dan peningkatan Total iron binding capacity (TIBC).

Anemia defisiensi besi

Jika jumlah besi terus menurun maka eritropoiesis akan terus terganggu dan kadar

hemoglobin mulai menurun sehingga terjadi anemia hipokromik mikrositik.

Kondisi ini sudah bisa dikategorikan sebagai anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi memberikan dampak kesehatan yang cukup banyak

kepada seseorang misalnya gangguan sistem neuromuscular, gangguan kognitif,

gangguan imunitas, dan gangguan terhadap janin.

g. Apa saja manifestasi klinis pada kasus?

1. Gejala Umum

Gejala berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta

telinga mendenging. Pada anemia ini, penurunan kadar Hb terjadi

secara perlahan-lahan. Anemia bersifat simtomatik jika kadar Hb turun di bawah

7 g/dL. Pada pemeriksaan fisik, pasien dijumpai pucat, terutama pada konjungtiva

dan daerah bawah kuku

2. Gejala Khas

Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-

garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok

29

Page 30: Laporan Sken a Blok 23

Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil

lidah menghilang

Stomatitis angularis: radang pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak

berwarna pucat keputihan

Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

Pica: keinginan memakan makanan yang tidak lazim, ex: tanah liat, es, lem, dll

3. Gejala Penyakit Dasar

Pada anemia penyakit cacing tambang, dijumpai dyspepsia, parotis membengkak,

dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena

perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan

buang air besar atau gejala lain tergantung lokasi kanker tersebut.

h. Apa SKDI pada kasus?

i. Bagaimana tata laksana (farmakologi dan non farmakologi) dan edukasi

pada kasus?

Terapi Kausal

Terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing

tambang. Tujuan utama dari pengobatan infeksi STH adalah mengeluarkan semua

cacing dewasa dari saluran gastrointestinal. Obat yang banyak digunakan adalan

Mebendazole (dosis tunggal 500 mg) dan albendazole (dosis tunggal 400 mg).

Benzimidazole bekerja menghambat polymerase dari microtubule parasit yang

menyebabkan kematian dari cacing dewasa dalam beberapa hari. Walupun

albendazole Idan mebendazole merupakan broad-spectrum terdapat perbedaan

30

Page 31: Laporan Sken a Blok 23

penggunaanya dalam klinik. Kedua obat efektif terhadap ascaris dengan

pemebrian dosisi tunggal. Namun, untuk cacing tambang, mebendazole dosis

tunggal memberikan rate pengobatan rendah dan albendazole lebih efektif.

Sebaliknya albendazole dosis tunggal tidak efektif untuk kasus trichiuriasis. Obat

antihelmentik bensimidazole adalah embriotoksik dan teratogenik pada tikus yang

hamil, sehingga jangan digunakan untuk bayi dan selama kehamilan. Pyrantel

pamoate dan levamisole merupakan pengobatan alternative untuk infeksi Ascaris

dan cacing tambang, walaupun pyrantel pamoate tidak efektif untuk mengobati

trichiuriasis.

Akhir-akhir ini ditemukan resistensi terhadap obat-obat tersebut. Untuk

itu diperlukan cara pengendalian yang baru. Vaksinasi tetap merupakan metode

yang tepat untuk mengendalikan infeksi STH, karena dapat memotong

penyebaran infeksi STH. Vaksin cacing tambang yang mengandung antigen larva

Ancylosoma – secreted protein (ASP)2 efektif pada model hewan (anjing dan

tupai) dan studi epidemiologi menunjukan adanya efek pencegahan. Vaksin

cacing tambang Na ASP-2 saat ini masih dalam tahap pengembangan untuk dapat

digunakan pada manusia.

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh ( iron

replacemen therapy ).

1. Terapi Besi Oral

efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat ini lebih murah. Preparat yang

tersedia berupa

Ferro Sulfat : merupakan preparat pilihan pertama karena paling murah dan

efektif, dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan saat perut kosong [sebelum

makan]. Jika hal ini memberikan efek samping misalkan terjadi mual, nyeri

perut, konstipasi maupun diare maka sebaiknya diberikan setelah makan/

bersamaan dengan makan atau menggantikannya dengan preparat besi lain.

Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah

daripada ferro sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama.

Ferro Fumarat, Ferro Laktat.

Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu untuk

memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia sering kambuh lagi.

Berhasilnya terapi besi peroral ini menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam

31

Page 32: Laporan Sken a Blok 23

waktu kira-kira satu minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam

waktu 2-4 minggu, dimana akan terjadi perbaikan anemia yang sempurna dalam

waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan berarti terapi dihentikan tetapi terapi harus

dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi cadangan besi tubuh. Jika pemberian

terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu dipikirkan kemungkinan –

kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi parenteral. Beberapa hal

yang menyebabkan kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi peroral

antara lain perdarahan yang masih berkelanjutan (kausanya belum teratasi),

ketidak patuhan pasien dalam minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang,

malabsorbsi, salah diagnosis atau anemia multifaktorial.

2. Parenteral

Indikasi pemeberiaan besi parenteral : (1) intoleransi terhadap pemberian

besi oral ; (2) kepatuhan terhadap obat yang rendah ; (3) gagngguan pencernaan

seperti colitis ulseratif yang dpat kambuh jika diberikan besi; (4) penyerapan besi

terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi ; (5) kehilangan darah banyak pada

hereditary hemorrhagic teleangiectasia; (6) kebeutuhan besi yang cepat,

misalnya pada ibu kehamilan trisemester ketiga atau sebelum operasi; (7)

difisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia

gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit krnik.

Ada beberapa contoh preparat besi parenteral: - Besi Sorbitol Sitrat

(Jectofer) Pemberian dilakukan secara intramuscular dalam dan dilakukan

berulang. - Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena lambat

atau infus. Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian besi

parenteral meliputi nyeri setempat dan warna coklat pada tempat suntikan,

flebitis, sakit kepala, demam, artralgia, nausea, vomitus, nyeri punggung,

flushing, urtikaria, bronkospasme, dan jarang terjadi anafilaksis dan kematian.

c. Pengobatan lain

32

Dosis besi parenteral Kebutuhan besi [ m g]= (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 100 mg

Page 33: Laporan Sken a Blok 23

1. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan

tinggi protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.

2. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini

akan membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg.

3. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi

kecuali dengan indikasi tertentu.

Jadi pada kasus ini terapi yang dapat diberikan adalah

- Pemberian Sulfas ferrosus 3x200 mg, 1 hr ante-coenam- Pemberian vitamin C 3x100 mg, 1 hr ante-coenam- Pemberian Sukralfat untuk melindungi lambung- Stop NSAID, ganti dengan analgetik ringan lain seperti Parasetamol- Endoskopi untuk melihat lokasi dan luas lesi mukosa saluran cerna- Jika lesi luas dan massif operasi

j. Bagaimana pencegahan pada kasus?

Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan

masyarakat tentang kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi

masyarakat yang tingkat pendidikan dan faktor sosial ekonominya yang rendah

yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di

daerah pedesaan, atau daerah yang terpencil. Menganjurkan supaya memakai alas

kaki terutama ketika keluar rumah, membiasakan cuci tangan pakai sabun

sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan yang ditujukan

kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu dengan

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang

berasal dari protein hewani,yaitu daging dan penjelasan tentang bahan –bahan

makanan apa saja yang dapat membantu penyerapan zat besi dan yang dapat

menghambat penyerapan besi.

Beberapa makanan yang mengandung besi heme kurang, seperti daging

sapi, ayam, ikan, telur sebagai protein hewani yang mudah diserap. Serta

kurangnya intake besi non heme seperti sereal, gandum, jagung, kentang, ubi

jalar, talas, beras merah, beras putih, kismis, tahu, sayuran, kacang-kacangan,

buah-buahan (kurma, apel, jambu, alpukat, nangka, salak). Selain itu makanan

yang menghambat absorpsi besi seperti polifenol, kalsium dan protein kedelai.

Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber

perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah tropik.

33

Page 34: Laporan Sken a Blok 23

k. Apa komplikasi pada kasus?

Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung

bisa membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya,

sehingga terjadilah gagal jantung.

Gangguan kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat

lahir rendah.

Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.

Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau

pening.Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat

dan dada berdebar

l. Bagaimana prognosis pada kasus?

Prognosis pada kasus bisa dubia ad bonam jika menunjukkan respon pengobatan

baik, antara lain retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada

hari ke-10 dan kembali normal setelah hari ke-14, kenaikan Hb 0,15 g/dL per hari

atau 2 g/dL setelah 3-4 minggu sehingga Hb akan kembali normal setelah 4-10

minggu.

D.Merumuskan Keterbatasan Masalah dan Learning Issue

34

Page 35: Laporan Sken a Blok 23

E.

Sintesis Masalah

E.1. Eritropoiesis

Siklus Eritropoesis

1. Rubiblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel

eritrosit. Sel iniberinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel

35

No. Learning Issues What I Know What I Don’t

Know

What I Have To

Know

Sumber

1. Eritropoiesis Pengertian

Sel yang

terlibat

Gambaran

umum

Proses Proses

Lecture,

Literatur,

Text Books,

Jurnal

2. Metabolisme

Besi dalam

tubuh

Gambaran

umum

Fungsi

Proses Proses

3. Anemia

Defisiensi Besi

Definisi

Penyebab

Klasifikasi

Patofisiologi

Tatalaksana

Penegakkan

diagnosis

Klasifikasi

Patofisiologi

Tatalaksana

Penegakkan

diagnosis

Page 36: Laporan Sken a Blok 23

rubriblast bervariasi 18-25 mikron.Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum

tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah selberinti.

2. Prorubrisit

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari

rubriblast. Jumlahnyadalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

3. Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini

mengandung kromatin yangkasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat

tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudahtidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih

kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandungwarna biru karena

asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini

dalamsumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

4. Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil

padat dengan strukturkromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih

banyak hemoglobin sehingga warnanya merahwalaupun masih ada sisa-sisa warna biru

dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%.

5. Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,

masih diperlukanbeberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini

berlangsung di dalam sumsum tulang dansebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan

dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulositselama 1-2 hari. Dalam darah

normal terdapat 0,5

 –2,5% retikulosit.

6. Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8

mikron dan tebal 1,5- 2,5mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi.

Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarnakemerah-merahan karena mengandung

hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkanbila mencapai

umurnya oleh limpa.

Faktor Pembentukan Eritropoesis

Ada 3 faktor yang mempengaruhi eritropoiesis:

1. Eritropoietin

36

Page 37: Laporan Sken a Blok 23

Penurunan penyaluran ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan hormon

eritropoietin ke dalamdarah, dan hormon ini kemudian merangsang eritropoiesis di sumsum

tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal yang belum berdiferensiasi yang telah

berkomitmen untuk menjaadi sel darah merah, yaitu merangsang proliferasi dan pematangan

mereka.

2. Kemampuan respon sumsum tulang (anemia, perdarahan)

3. Intergritas proses pematangan eritrosit

E.2. Metabolisme BesiBesi merupakan unsur vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan

hemoglobin, dan merupakan komponen penting pada system enzim pernafasan. Pada

metabolisme besi perlu diketahui komposisi dan distribusi besi dalam tubuh, cadangan besi

tubuh, siklus besi, absorbsi besi dan transportasi besi.

A. Bentuk zat besi dalam tubuh.

Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu:

a. Zat besi dalam hemoglobin.

b. Zat besi dalam depot (cadangan) sebagai feritin dan hemosiderin

c. Zat besi yang ditranspor dalam transferin.

d. Zat besi parenkhim atau zat besi dalam jaringan seperti mioglobin dan beberapa

enzim antara lain sitokrom, katalase, dan peroksidase.

Tabel Kompartemen zat besi dalam tubuh.

Dari tabel ini kelihatan bahwa sebagian besar zat besi terikat dalam hemoglobin yang

berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan metabolisme dalam jaringan-

37

Page 38: Laporan Sken a Blok 23

jaringan. Sebagian lain dari zat besi terikat dalam sistem retikuloendotelial (RES) di hepar

dan sumsum tulang sebagai depot besi (cadangan). Sebagian kecil dari zat besi dijumpai

dalam transporting iron binding protein (transferin), sedangkan sebagian kecil sekali didapati

dalam enzim-enzim yang berfungsi sebagai katalisator pada proses

metabolisme dalam tubuh. Fungsi-fungsi tersebut diatas akan terganggu pada penderita

anemia defisiensi besi.

Proses metabolisme zat besi digunakan untuk biosintesa hemoglobin, dimana zat besi

digunakan secara terus- menerus. Sebagian besar zat besi yang bebas dalam tubuh akan

dimanfaatkan kembali (reutilization), dan hanya sebagian kecil sekali yang diekskresikan

melalui air kemih, feses dan keringat.

B. Kebutuhan zat besi.

Kebutuhan zat besi dalam makanan setiap harinya sangat berbeda, hal ini tergantung pada

umur, sex, berat badan dan keadaan individu masing-masing. Kebutuhan zat besi yang

terbesar ialah dalam 2 tahun kehidupan pertama. selanjutnya selama periode pertumbuhan,

kenaikan berat badan pada usia remaja dan sepanjang masa produksi wanita.

Pada masa pertumbuhan diperlukan tambahan sekitar 0,5 -1 mg / hari, sedangkan

wanita pada masa mensturasi memerlukan tambahan zat besi antara 0,5 -1 mg / hari. Pada

wanita hamil kebutuhan zat besi sekitar 3 -5 mg/hari dan tergantung pada tuanya kehamilan.

Pada seorang laki laki normal dewasa kebutuhan besi telah cukup bila dalam makanannya

terdapat 10-20 mg zat besi setiap harinya.

Asupan zat besi yang masuk ke dalam tubuh kita kira-kira 10 – 20 mg setiap harinya,

tapi ternyata hanya 1 – 2 mg atau 10% saja yang di absorbs oleh tubuh. 70% dari zat besi

yang di absorbsi tadi di metabolisme oleh tubuh dengan proses eritropoesis menjadi

hemoglobin, 10 - 20% di simpan dalam bentuk feritin dan sisanya 5 – 15% di gunakan oleh

tubuh untuk proses lain. Besi Fe3+ yang disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan

kembali bila ternyata tubuh membutuhkannya.

Feritin merupakan salah satu protein kunci yang mengatur hemostasis besi dan juga

merupakan biomarker klinis yang tersedia secara luas untuk mengevaluasi status besi dan

secara khusus penting untuk mendeteksi defisiensi besi. Kadar feritin pada laki-laki dan

wanita berbeda, pada laki-laki dan wanita postmenopause kadar feritin kurang dari

300ng/ml , pada wanita premonoupase kurang dari 200 ng/ml.

38

Page 39: Laporan Sken a Blok 23

Tabel Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)

Gambar Distribusi

Besi Dalam Tubuh

Dewasa Andrews,

N. C., 1999.

C. Absorbsi besi

Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

1. Fase Luminal

Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi

heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi

non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi

dalam makanan diolah di lambung, karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan

dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke

fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.

2. Fase Mukosal

39

Page 40: Laporan Sken a Blok 23

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.

Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks. Dikenal adanya

mucosal block (mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus)

3. Fase Korporeal

Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan,

serta penyimpanan besi (storage) oleh tubuh. Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus),

melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh

apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui

proses pinositosis.

Gambar Absorbsi zat besi. Sumber: Andrews NC,New Engl J Med. 341:1986-1995,

Copyright © 1999 Massachusetts Medical Society.

D. Mekanisme regulasi absorbsi besi

Terdapat 3 mekanisme regulasi absorbsi besi dalam usus:

1. Regulator dietetik : absorbsi besi dipengaruhi oleh jumlah kandungan besi dalam makanan,

jenis besi dalam makanan (besi heme atau non heme), adanya penghambat atau pemacu

absorbsi dalam makanan.

2. Regulator simpanan : Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.

3. Regulator eritropoetik : Besar absorbsi besi berhubungan dengan kecepatan eritropoesis.

Mekanisme ini belum diketahui dengan pasti.

E. Transport zat besi.

Transferin

40

Page 41: Laporan Sken a Blok 23

Transferin adalah β1 globulin (protein fase akut negatif), merupakan glikoprotein

dengan berat molekul 79570 dalton, terdiri dari polypeptide rantai tunggal dengan 679 asam

amino dalam dua domain homolog. N-terminal dan C-terminal masing-masing mempunyai

satu tempat ikatan dengan Fe3+. Satu molekul transferin mengikat 2 atom besi (Fe3+).

Transferin akan berikatan dengan reseptor transferin, setiap reseptor transferin mengikat 2

molekul transferin.

Transferin terutama disintesis oleh sel parenkim hati, sebagian kecil di otak, ovarium,

dan limfosit T helper. Transferin mempunyai waktu paruh 8-11 hari.

Transferin mempunyai 3 fungsi utama yaitu

1. Solubilisasi Fe3+, mengikat besi dengan afinitas tinggi

2. Mengantar besi ke sel

3. Berinteraksi dengan reseptor membran

Jumlah transferin dinyatakan dalam jumlah besi yang terikat disebut sebagai Total

Iron Binding Capacity (TIBC). Pada orang dewasa normal kadar besi plasma kira-kira 18

µmol/L setara dengan 100 µg/dL. TIBC 56 µmol setara dengan 300 µg/dL. Dengan demikian

hanya sepertiga bagian dari transferin yang berikatan dengan besi, sehingga masih tersedia

cadangan yang cukup banyak untuk berikatan dengan besi apabila terjadi kelebihan besi. Hal

ini penting dalam diagnosis gangguan metabolism besi.

Besi (Fe3+) di dalam plasma yang berikatan dengan apotransferin (Tf), Fe-Tf akan

berikatan dengan reseptor transferin (TfR) pada permukaan sel. Kompleks TfR dan Fe3+ -Tf

bersama DMT 1 di clathin-coated pit, mengalami invaginasi membentuk endosom. Pompa

proton di dalam endosom akan menurunkan pH menjadi asam (5,5) mengakibatkan ikatan

antara Fe3+ dan apotransferin terlepas. Apotransferin tetap berikatan dengan TfR di

permukaan sel, sedangkan Fe3+ yang dilepaskan akan keluar melalui DMT 1 mitokondria

dan disimpan. Besi dengan protoporfirin selanjutnyadipergunakan untuk pembentukan heme.

Besi yang berlebih akan disimpan sebagai feritin dan hemosiderin. Akibat pH ekstrasel 7,4

ikatan antara apotransferin TfR di permukaan sel akan terlepas. Apotransferin akan

dilepaskan keluar dari sel menuju sirkulasi dan berfungsi kembali sebagai pengangkut besi,

sedangkan TfR akan menjadi Truncated Transferin Receptor atau Soluble Transferin

Receptor (sTfR).

41

Page 42: Laporan Sken a Blok 23

Gambar Siklus Transferin. Sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism.

N Engl J Med; 26: 1986-95).

Reseptor Transferin

Reseptor Transferin merupakan protein transmembran homodimer terdiri dari 2 molekul

monomer yang identik, terikat pada 2 ikatan sulfide pada residu sitein 89 dan 92, terletak

ekstraseluler. Tiap monomer mempunyai berat molekul 90 kD, terdiri dari 780 residu asam

amino dengan 3 domain, yaitu protease-like domain (A) berikatan dengan aminopeptidase,

apical domain (B), dan helical domain (C). Setiap monomer mengikat 1 molekul transferin

yang telah mengikat 2 atom Fe3+. Setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul transferin.

Hampir semua sel tubuh mengekspresikan reseptor transferin.

Soluble Transferin Receptor (sTfR)

Dalam plasma STfR berada dalam bentuk kompleks dengan transferin, memiliki berat

molekul 320 kD. Kadar sTfR serum berkorelasi dengan jumlah reseptor transferin yang

diekspresikan pada permukaan sel. Kadar sTfR tidak di pengaruhi oleh protein fase akut,

kerusakan hati akut, dan keganasan. Kadar sTfR menggambarkan aktivitas eritropoiesis.

sehingga kadar sTfR dapat digunakan monitoring aktivitas eritropoiesis.

F. Erythropoiesis

Sistem eritroid terdiri atas sel darah merah (eritrosit) dan precursor eritroid. Unit

fungsional dari sitem eritroid ini dikenal sebagai eritron yang berfungsi sebagai pembawa

oksigen. Prekursor eritroid dalam sumsum tulang berasal dari sel induk hemopoietik, melalui

42

Page 43: Laporan Sken a Blok 23

jalur sel induk myeloid, kemudian menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E dan selanjutnya

CFU-E. Prekursor eritroid dalam sumsum tulang dikenal sebagai pronormoblast, berkembang

menjadi basophilic selanjutnya polychromatophilic normoblast dan acidophilic (late)

normoblast. Sel ini kemudian kehilangan intinya, masih tertinggal sisa-sisa RNA, yang jika di

cat dengan pengecatan khusus akan tampak, seperti jala sehingga disebut retikulosit.

Retikulosit akan dilepas ke darah tepi, kehilangan sisa RNA sehingga menjadi erotrosit

dewasa. Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis, yang terjadi dalam sumsum tulang.

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari.

Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan (senescence) kemudian dikeluarkan dari

sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi terjadi sebelum waktunya (<120 hari) maka

proses ini disebut sebagai hemolisis. Komponen eritrosit terdiri atas membran eritrosit,

system enzim (pyruvat kinase dan G6PD) dan hemoglobin (alat angkut oksigen).

Hb merupakan senyawa biomolekul yang terdiri dari heme (gabungan protoporfirin

dan besi) dan globin (bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta). Besi

didapat dari transferin. Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin.

Jumlah eritrosit normal dalam tubuh kita berkisar antara 4-5 juta/µl (pada wanita) atau 5-6

juta/µl (pada pria).

Gambar 4. Eritropoiesis. Adapted from Bron et al. Semin Oncol.2001, and Weiss et al. N

Engl J Med.2005

Gambar diatas menjelaskan bahwa hanya Fe2+ yang terdapat dalam transferin dapat

digunakan dalam eritropoesis, karena sel "eritroblas" dalam sumsum tulang hanya memiliki

"reseptor" untuk feritin. Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma

sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang terikat pada β-globulin (feritin) selain berasal dari

43

Page 44: Laporan Sken a Blok 23

mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua (berumur 120 hari)

dihancurkan sehingga besinya masuk ke dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada β-

globulin (menjadi transferin) dan kemudian ikut aliran darah ke sumsum tulang untuk

digunakan eritroblas membentuk hemoglobin.

Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan

terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb

di dalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk

pembentukan Hb dapat disebabkan oleh karena rendahnya kadar Fe dalam darah (kurang gizi,

gangguan absorbsi Fe, kebutuhan besi yang meningkat) dan rendahnya kadar transferin dalam

darah.

G. Feritin

Feritin adalah salah satu protein yang penting dalam proses metebolisme besi di

dalam tubuh. Sekitar 25% dari jumlah total zat besi dalam tubuh berada dalam bentuk

cadangan zat besi (depot iron), berupa feritin dan hemosiderin. Feritin dan hemosiderin

sebagian besar terdapat dalam limpa, hati, dan sumsum tulang. Feritin adalah protein intra sel

yang larut didalam air, yang merupakan protein fase akut. Hemosiderin merupakan cadangan

besi tubuh berasal dari feritin yang mengalami degradasi sebagian, terdapat terutama di

sumsum tulang, bersifat tidak larut di dalam air.

Pada kondisi normal, feritin menyimpan besi di dalam intraseluler yang nantinya

dapat di lepaskan kembali untuk di gunakan sesuai dengan kebutuhan. Serum feritin adalah

suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi pada orang

sehat. Serum feritin <12 ug/l sangat spesifik untuk defisiensi zat besi, yang berarti bila semua

cadangan besi habis, dapat dianggap sebagai diagnostik untuk defisiensi zat besi.

Struktur dan fungsi feritin

Ferritin adalah kompleks protein yang berbentuk globular, mempunyai 24 subunit-

subunit protein yang menyusunnya dengan berat molekul 450kDa, terdapat di semua sel baik

di sel prokayotik maupun di sel eukaryotik. Pada manusia, subunit - subunit pembentuk

feritin ada dua tipe, yaitu Tipe L (Light) Polipeptida dan Tipe H (Heavy) Polipeptida, dimana

masing – masing memiliki berat molekul 19 kD dan 21 kD Tipe L yang disimbolkan dengan

44

Page 45: Laporan Sken a Blok 23

FTL berlokasi di kromosom 19 sementara Tipe H yang disimbolkan dengan FTH1 berlokasi

di kromosom 11.

Feritin mengandung sekitar 23% besi. Setiap satu kompleks feritin bisa menyimpan

kira – kira 3000 - 4500 ion Fe3+ di dalamnya. Feritin bisa ditemukan atau disimpan di liver,

limpa, otot skelet dan sumsum tulang. Dalam keadaan normal, hanya sedikit feritin yang

terdapat dalam plasma manusia. Jumlah feritin dalam plasma menggambarkan jumlah besi

yang tersimpan di dalam tubuh kita. Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer feritin

mempunyai lima helix penyusun yaitu blue helix, orange helix, green helix, yellow helix dan

red helix dimana ion Fe berada di tengah kelima helix tersebut.

Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas merupakan katalisis

pembentukan radikal bebas dari Reactive Oxygen Species (ROS) melalui reaksi Fenton.

Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme perlindungan diri yaitu dengan cara membuat

ikatan besi dengan feritin. Jadi feritin merupakan protein utama penyimpan besi di dalam sel.

Hubungan feritin dan CRP

Besi berperan penting dalam pembentukan sel-sel darah merah, pengangkutan

elektron, imunitas tubuh serta proses tumbuh kembang terutama motorik dan mental.

Kekurangan zat besi berhubungan dengan kejadian infeksi dan inflamasi, hal ini digambarkan

dengan perubahan kadar feritin serum, zat besi serum, dan saturasi transferin pada saat fase

akut. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa penanda proses inflamasi yang dapat

digunakan untuk menggambarkan proses inflamasi yang berkaitan dengan perubahan kadar

zat besi dalam tubuh. Penelitian terbaru menunjukkan penanda protein fase akut yang paling

sering yaitu C-Reaktive Protein.

Protein fase akut memegang peran dalam proses inflamasi yang kompleks.

Konsentrasi protein fase akut akan meningkat secara signifikan selama proses inflamasi akut

misalnya adanya infeksi, tumor, tindakan pembedahan, infark miokard. Peningkatan tersebut

disebabkan oleh peningkatan sintesis di hati namun tidak dapat digunakan untuk menentukan

penyebab inflamasi. Pengukuran protein fase akut dapat digunakan untuk mengamati

progresivitas dari inflamasi serta melihat respon terapi dengan menilai kapan protein fase

akut mulai meningkat dan kapan kadar yang tertinggi tercapai.

Kadar CRP kan meningkat cepat pada infeksi disebut respon fase akut. Peningkatan

CRP berhubungan dengan peningkatan konsentrasi interleukin-6 (IL-6) didalam pasma yang

sebagian besar diproduksi oleh makrofag. Makrofag merupakan sel imun yang berperan

langsung dengan kadar zat besi dalam tubuh manusia. Makrofag membutuhkan zat besi untuk

45

Page 46: Laporan Sken a Blok 23

memproduksi highly toxic hydroxyl radical , juga merupakan tempat penyimpanan besi yang

utama pada saat terjadi proses inflamasi. Sitokin, radikal bebas, serta protein fase akut yang

dihasilkan oleh hati akan mempengaruhi homeostasis besi oleh makrofag dengan cara

mengatur ambilan dan keluaran besi sehingga akan memicu peningkatan retensi besi dalam

makrofag pada saat terjadi inflamasi. Besi juga mengatur aktivitas sitokin, proliferasi, dan

aktivitas limfosit sehingga diferensiasi dan aktivasi makrofag akan terpengaruh.

E.3. Anemia Defisiensi BesiAnemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya persediaan

besi untk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) sehngga

pembentukan hemoglobin berkurang.

Epidemiologi

Anemia ini merupakan anemia yang paling sering dijumpai di negara berkembang.

Martoatmojo et al memperkirakan prevalensi ADB di Indonesia adalah 16-50% pada laki-

laki, 25-84%pada perempuan tidak hamil, dan 46-92% pada perempuan hamil. Anemia ini

merupakan bentuk anemia yang paling prevalens, termasuk anemia defisiensi nutrisi.

Pada anak-anak usia 1-2 tahun terjadi anemia bentuk ini hingga 47%.

Kriteria Anemia menurut WHO:

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)

Laki-laki dewasa < 14 g/dl

Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl

Wanita hamil < 11 g/dl

Di Indonesia memakai kriteria Hb < 10 g/dl sebagai awal dari anemia.

Lebih sering laki-laki karena intensitas terpapar lingkungan lebih sering. Untuk usia,

produktif

Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi

Deplesi besi : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum

terganggu.

46

Page 47: Laporan Sken a Blok 23

Eritropoiesis defisiensi besi: cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritopoiesis

terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.

Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.

Etiologi

Keseimbangan besi negative dapat disebabkan karena:

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:

- Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker

lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang

- Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia

- Saluran kemih: hematuria

- Saluran napas: hemoptoe

Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang tidak

baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging)

Peningkatan kebutuhan

Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan,

masa menyusui, dan kehamilan

Besi yang dibutuhkan laki-laki dewasa sekitar 5-10 mg/hari, sedangkan pada wanita

mencapai7-20 mg/hari. Pada wanita hamil, kebutuhan dapat meningkat hingga 30

mg/hari.

Patogenesis

Anemia defisiensi besi melalui beberapa fase patologis yaitu:

Deplesi Besi

Deplesi besi merupakan tahapan awal dari ADB. Berbagai proses patologis yang

menyebabkan kurangnya besi memacu tubuh untuk menyesuaikan diri yaitu dengan

meningkatkan absorbsi besi dari usus. Pada tahapan ini tanda yang ditemui adalah

penurunan ferritin serum dan besi dalam sumsum tulang berkurang.

Eritropoesis defisiensi besi

Kekurangan besi yang terus berlangsung menyebabkan besi untuk eritropoiesis

berkurang namun namun secara klinis anemia belum terjadi, kondisi ini dinamakan

eritropoiesis defisiensi besi. Tanda-tanda yang ditemui pada fase ini adalah peningkatan

47

Page 48: Laporan Sken a Blok 23

kadar protoporhyrin dalam eritrosit, penurununan saturasi transferin, dan peningkatan

Total iron binding capacity (TIBC).

Anemia defisiensi besi

Jika jumlah besi terus menurun maka eritropoiesis akan terus terganggu dan kadar

hemoglobin mulai menurun sehingga terjadi anemia hipokromik mikrositik. Kondisi ini

sudah bisa dikategorikan sebagai anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi memberikan dampak kesehatan yang cukup banyak kepada

seseorang misalnya gangguan sistem neuromuscular, gangguan kognitif, gangguan

imunitas, dan gangguan terhadap janin.

Pengaruh Defisiensi Besi Selain Anemia

Sistem nuromuskular yang menimbulkan gangguan kapasitas kerja: defisiensi besi

menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat

oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis asam laktat menumpuk kelelahan otot

Gangguan terhadap fungsi mental dan kecerdasan: gangguan pada enzim aldehid

oksidase serotonin menumpuk, enzim monoaminooksidase  penumpukan

katekolamin dalam otak.

Gangguan imunitas dan ketahanan infeksi

Gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis anemia defisiensi besi dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu gejala

langsung anemia (anemic syndrome) dan gejala khas defisiensi besi. Gejala yang termasuk

dalam anemic syndrome terjadi ketika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 mg/dL berupa

lemah, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga berdenging. Pada pemeriksaan fisik

dapat ditemukan konjungtiva pasien pucat. Gejala khas yang muncul akibat defisiensi besi

antara lain koilonychia (kuku sendok), atrofi papil lidah, cheilosis (Stomatitis angularis),

disfagia, atrofi mukosa gaster, dan Pica (Keinginan untuk memakan tanah).

Selain gejala-gejala tersebut jika anemia disebabkan oleh penyakit tertentu maka gejala

penyakit yang mendasarinya juga akan muncul misalnya infeksi cacing tambang

menyebabkan gejala dyspepsia atau kanker kolon menyebabkan hematoskezia

Gejala Umum

48

Page 49: Laporan Sken a Blok 23

Gejala berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga

mendenging. Pada anemia ini, penurunan kadar Hb terjadi secara perlahan-lahan. Anemia

bersifat simtomatik jika kadar Hb turun di bawah 7 g/dL. Pada pemeriksaan fisik, pasien

dijumpai pucat, terutama pada konjungtiva dan daerah bawah kuku

Gejala Khas

Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan

menjadi cekung sehingga mirip sendok

Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah

menghilang

Stomatitis angularis: radang pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna

pucat keputihan

Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

Pica: keinginan memakan makanan yang tidak lazim, ex: tanah liat, es, lem, dll

Gejala Penyakit Dasar

Pada anemia penyakit cacing tambang, dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit

telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat

kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung

lokasi kanker tersebut.

Diagnosis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang

mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek

anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan

berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.

Pemeriksaan laboratorium

Jenis Pemeriksaan   Nilai

Hemoglobin     Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal

      berdasarkan jenis kelamin pasien

49

Page 50: Laporan Sken a Blok 23

MCV     Menurun (anemia mikrositik)

MCH     Menurun (anemia hipokrom)

Morfologi     Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell

Ferritin    

Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem

RE

     

sehingga kadar Ferritin secara tidak langsung

menggambarkan

     

konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin pada

tiap

     

center kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum

normal

      tidak menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi namun

      kadar ferritin >100 mg/L memastikan tidak adanya anemia

      defisiensi besi

TIBC    

Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat

>350

      mg/L (normal: 300-360 mg/L )

Saturasi transferin  

Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-

50%)

Pulasan sel   Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai

sumsum tulang   sedang dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat

     

menunjukkan butir hemosiderin (cadangan besi) negatif.

Sel-

     

sel sideroblas yang merupakan sel blas dengan granula

ferritin

      biasanya negatif. Kadar sideroblas ini adalah Gold standar

50

Page 51: Laporan Sken a Blok 23

     

untuk menentukan anemia defisiensi besi, namun

pemeriksaan

      kadar ferritin lebih sering digunakan.

Diagnosis anemia defisiensi besi meliputi bukti-bukti anemia, bukti defisiensi besi, dan

menentukan penyebabnya. Menentukan adanya anemia dapat dilakukan secara sederhana

dengan pemeriksaan hemoglobin. Untuk pemeriksaan yang lebih seksama bukti anemia dan

bukti defisiensi besi dapat dilakukan kriteria modifikasi Kerlin yaitu:

Anemia hipokrom mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan

MCHC<31% dengan salah satu dari berikut ;

a. Dua dari tiga parameter di bawah ini:

Besi serum <50 mg/dl

TIBC >350 mg/dl

Saturasi transferin <15%

b. Feritin serum <20 mg/l

c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia ( Perl’s stain ) menunjukan cadangan

besi (butir0butir hemosiderin ) negative

d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)

selam 4 minggu disertai keniakn kadar hemoglobin lebih dari 2 g/d

Diagnosis Banding

Diagnosis diferensial utama dari anemia defisiensi besi yang mikrostik hipokromik

adalah thallasaemia, penyakit inflamasi kronik, dan sindroma mielodisplastik. Perbedaan dari

kondisi-kondisi tersebut antara lain:

Parameter Anemia Thallasaemia Inflamasi kronik Sindroma

  defisiensi besi       mielodisplastik

Klinis Sindroma Sindroma Sindroma anemiaSindroma anemia

  anemia, tanda- anemia, jelas/tidak, gejala  

51

Page 52: Laporan Sken a Blok 23

  tanda defisiensi hepatomegali, sistemik lain    

  besi overload besi      

Blood Micro/hypo Normal, Micro/hypo, targetMicro/hypo

Smear   micro/hypo Cell    

TIBC Meningkat Menurun Normal   -

Ferritin Menurun Normal Normal   Normal/meningkat

Transferin Menurun Normal Normal/Meningkat -

  Anemia defisiensi Anemia akibat Anemia

  Besi penyakit kronik Sideroblastik

Derajat anemia Ringan-Berat Ringan   Ringan-berat

MCV menurun Menurun/N   Menurun/N

MCH Menurun Menurun/N   Menurun/N

Besi serum Menurun<30 Menurun < 50 Normal/naik

TIBC Meningkat > 360 Menurun< 300 Normal/ menurun

Saturasi transferin Menurun < 15% Menurun/N 10-20% Meningkat > 20%

Besi sumsum tulang Negatif Posotif   Positif dengan ring

        sideroblast

Protoporfirin Meningkat Meningkat   Normal

Eritrosit        

Feritin serum Menurun < 20µg/l Normal 20-200µg/l Meningkat >50µg/l

Elektroforesis Hb N N   N

Terapi

52

Page 53: Laporan Sken a Blok 23

Terapi Kausal

Terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang. Tujuan

utama dari pengobatan infeksi STH adalah mengeluarkan semua cacing dewasa dari saluran

gastrointestinal. Obat yang banyak digunakan adalan Mebendazole (dosis tunggal 500 mg)

dan albendazole (dosis tunggal 400 mg). Benzimidazole bekerja menghambat polymerase

dari microtubule parasit yang menyebabkan kematian dari cacing dewasa dalam beberapa

hari. Walupun albendazole Idan mebendazole merupakan broad-spectrum terdapat

perbedaan penggunaanya dalam klinik. Kedua obat efektif terhadap ascaris dengan

pemebrian dosisi tunggal. Namun, untuk cacing tambang, mebendazole dosis tunggal

memberikan rate pengobatan rendah dan albendazole lebih efektif. Sebaliknya albendazole

dosis tunggal tidak efektif untuk kasus trichiuriasis. Obat antihelmentik bensimidazole adalah

embriotoksik dan teratogenik pada tikus yang hamil, sehingga jangan digunakan untuk bayi

dan selama kehamilan. Pyrantel pamoate dan levamisole merupakan pengobatan alternative

untuk infeksi Ascaris dan cacing tambang, walaupun pyrantel pamoate tidak efektif untuk

mengobati trichiuriasis.

Akhir-akhir ini ditemukan resistensi terhadap obat-obat tersebut. Untuk itu diperlukan

cara pengendalian yang baru. Vaksinasi tetap merupakan metode yang tepat untuk

mengendalikan infeksi STH, karena dapat memotong penyebaran infeksi STH. Vaksin cacing

tambang yang mengandung antigen larva Ancylosoma – secreted protein (ASP)2 efektif pada

model hewan (anjing dan tupai) dan studi epidemiologi menunjukan adanya efek pencegahan.

Vaksin cacing tambang Na ASP-2 saat ini masih dalam tahap pengembangan untuk dapat

digunakan pada manusia.

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh ( iron replacemen

therapy ).

1. Terapi Besi Oral

efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat ini lebih murah. Preparat yang tersedia

berupa

Ferro Sulfat : merupakan preparat pilihan pertama karena paling murah dan efektif,

dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan saat perut kosong [sebelum makan]. Jika hal ini

memberikan efek samping misalkan terjadi mual, nyeri perut, konstipasi maupun diare

maka sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan dengan makan atau

menggantikannya dengan preparat besi lain.

53

Page 54: Laporan Sken a Blok 23

Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada

ferro sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama.

Ferro Fumarat, Ferro Laktat.

Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu untuk memulihkan

cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia sering kambuh lagi. Berhasilnya terapi besi

peroral ini menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kira-kira satu minggu dan

perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu, dimana akan terjadi

perbaikan anemia yang sempurna dalam waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan berarti terapi

dihentikan tetapi terapi harus dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi cadangan besi tubuh.

Jika pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu dipikirkan kemungkinan –

kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi parenteral. Beberapa hal yang

menyebabkan kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi peroral antara lain

perdarahan yang masih berkelanjutan (kausanya belum teratasi), ketidak patuhan pasien

dalam minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang, malabsorbsi, salah diagnosis atau

anemia multifaktorial.

2. Parenteral

Indikasi pemeberiaan besi parenteral : (1) intoleransi terhadap pemberian besi oral ;

(2) kepatuhan terhadap obat yang rendah ; (3) gagngguan pencernaan seperti colitis ulseratif

yang dpat kambuh jika diberikan besi; (4) penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada

gastrektomi ; (5) kehilangan darah banyak pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia; (6)

kebeutuhan besi yang cepat, misalnya pada ibu kehamilan trisemester ketiga atau sebelum

operasi; (7) difisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia

gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit krnik.

Ada beberapa contoh preparat besi parenteral: - Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer)

Pemberian dilakukan secara intramuscular dalam dan dilakukan berulang. - Ferri hidroksida-

sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena lambat atau infus. Beberapa efek samping

yang dapat ditimbulkan dari pemberian besi parenteral meliputi nyeri setempat dan warna

coklat pada tempat suntikan, flebitis, sakit kepala, demam, artralgia, nausea, vomitus, nyeri

punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan jarang terjadi anafilaksis dan kematian.

c. Pengobatan lain

54

Dosis besi parenteral Kebutuhan besi [ m g]= (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 100 mg

Page 55: Laporan Sken a Blok 23

1. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan tinggi

protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.

2. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini akan

membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg.

3. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi kecuali

dengan indikasi tertentu.

Komplikasi

Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa

membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga

terjadilah gagal jantung.

Gangguan kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir rendah.

Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.

Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.Telapak kaki

tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada berdebar

Prognosis

Ketika penyebab merupakan sesuatu yang tidak berat, maka prognosisnya baik, dapat

dilakukan terapi pemberian besi secara berkelanjutan. Jika terapi dihentikan setelah anemia

membaik tetapi cadangan besi belum kembali maka dapat terjadi rekurensi anemia. Untuk

itulah, terapi harus dilakukan paling tidak 12 bulan agar tidak hanya kebutuhan zat besi yang

tercukupi, tetapi juga cadangan besinya terisi. Quo ad vitam: Bonam, Quo ad fungsionam:

Bonam

F. Kerangka Konsep

55

Page 56: Laporan Sken a Blok 23

G. KesimpulanMrs. A, 60 tahun menderita anemia defisiensi besi et causa GIT bleeding yang diakibatkan

penggunaan NSAID jangka panjang.

Daftar PustakaSudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Internal

Publishing.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakti, Edisi 6,

Volume 2. Jakarta: EGC.

56

Page 57: Laporan Sken a Blok 23

Paruthi, shalini. 2015.Transferrin Saturation.

http://emedicine.medscape.com/article/2087960-overview#showall (diakses tanggal 22

desember 2015 )

Setiawan, Wawang.2012.Standar Kompetensi Dokter Indonesia.Jakarta : Konsil Kedokteran

Indonesia

Wallace, john L.Prostaglandins, NSAIDs, and Gastric Mucosal Protection: Why Doesn't the

Stomach Digest Itself?.Physiological Reviews Vol. 88 no. 4, 1547-1565.

http://physrev.physiology.org/content/88/4/1547 (Diakses tanggal 22 desember 2015)

Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta : Media

Aesculapius

dr. Phey. 2014. IT : RBC, Anemia. Palembang : FK UNSRI

Diupload oleh Bilqis Biladi. [Online]. Diambil dari :

www.academia.edu/9012400/Memahami_dan_Menjelaskan_ Eritropoesis . Akses pada

22 Desember 2015

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Bakta, I Made, dkk. 2012. IPDL Vol. 2. Jakarta: Interna Publishing. Hal. 2592

Greenwold, M.J.; Sawyer, R.H. (2010). "Genomic organization and molecular phylogenies of

the beta (β) keratin multigene family in the chicken (Gallus gallus) and zebra finch

(Taeniopygia guttata): implications for feather evolution". BMC Evolutionary

Biology 10. doi:10.1186/1471-2148-10-148Harper, James L., dkk. 2015. “Iron

Deficiency Anemia Treatment & Management”. http://emedicine.medscape.com

/article/202333-treatment#d8, diunduhpada 22 Desember 2015

Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Soetedjo, A.Y. 2009.MengenalPenyakitMelaluiHasilPemeriksaanLaboratorium. Jogjakarta:

Amara BooksWallace. John L. 2008. “Prostaglandins, NSAIDs, and Gastric Mucosal

Protection: Why Doesn't the Stomach Digest Itself?”

http://physrev.physiology.org/content/88/4/1547.article-info: American Psychology

Association, diunduhpada 22 Desember 2015

Tim FK Universitas Indonesia. 2013. KapitaSelekta. Jakarta: FKUI

WiseGEEK.com. 2014. "What is Keratin?". http://www.wisegeek.org/what-is-keratin.htm,

Diunduhpada 22 Desember 2015.

57

Page 58: Laporan Sken a Blok 23

Killip, Sherten, et al. Iron Deficiency Anemia. University of Kentucky, Lexington, Kentucky.

Am Fam Physician. 2007 Mar 1;75(5):671-678. diunduh pada 21 Desember 2015

Theml,H., H. Diem, T. Haferlach. Color Atlas of Hematology: Practical Microscopic and

Clinical Diagnosis, Ed. 2. New York: Thieme. 2004

Metha, A. B.. A. V. Hoffbrand. Haematology at a Glance. Blackwell. 2000

Martini, F. H., J. L. Nath, E. F. Bartholomew. Fundamentals of Anatomy and Physiology, Ed.

9. Singapore: Benjamin Cummings. 2012

Adamson, J. W.. Iron deficiency and other hypoproliverative anemias. dalam Kasper, D. L. et al (Eds.). Harrison’s Principles of Internal Medicine, ed. 16. McGraw-Hill, 2005: 586-592

Camaschella, C.. dalam Longo D. L. (Ed.). Iron-Deficiency Anemia. N Engl J Med, 2015; 372: 1832-43. diunduh pada 22 November 2015WHO. Iron Deficiency Anaemia Assessment, Prevention and Control: A guide for programme managers. WHO, 2001

Fairbanks, V. F., E. Beutler. Iron Deficiency. dalam Beutler, E. et al (Eds.). Williams Hematology, ed. 6. McGraw-Hill, 2000

58