Upload
mrifqifarizan8539
View
432
Download
54
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Simulasi Kasus
DERMATITIS ATOPIK
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti UjianIlmu Farmasi Kedokteran
Oleh :
M. Taufiqurrahman I1A004064
Friskae I1A005044
Rizka Aullya I1A005013
Pembimbing :
Isnaini, S.Si, Apt, M.Si
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERANBAGIAN FARMAKOLOGI
BANJARBARU2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1Latar Belakang
Dermatitis atopik (DA) adalah suatu penyakit kulit inflamasi yang kronis
dan berulang, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat, kulit kering, inflamasi
dan eksudasi. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural). Hal ini dapat
disebabkan oleh stress fisik dan emosional. DA seringkali berhubungan dengan
peningkatan nilai serum IgE dan riwayat alergi tipe I, rhinitis alergika dan asma
pada penderita atau keluarga. 1,2,3
DA seringkali mengenai 10-15% anak diseluruh belahan dunia dan
prevalensinya meningkat dengan cepat. Gejala pertama biasanya dimulai saat
bayi, dan sekitar 50% kasus didiagnosis pada usia 1 tahun, dan DA bersifat jangka
panjang dan menetap hingga dewasa pada sepertiga pasienSekitar 70 persen kasus
DA dimulai pada anak usia dibawah 5 tahun, meskipun sebanyak 10 persen kasus
yang dijumpai di rumah sakit dimulai saat usia dewasa. 3,4
Dermatitis atopik dicetuskan oleh sejumlah faktor pencetus. Meliputi
bahan iritan (bahan pakaian yang tidak cocok, air keras), mikroba (khususnya
Staphylococcus aureus), psikologis (khususnya keadaan stres) dan faktor alergi.
Pasien DA seringkali mengalami peningkatan serum IgE dan derajat sensitisasi
yang tinggi terhadap alergen lingkungan, termasuk makanan. Polutan dalam
2
maupun luar ruangan seperti asam tembakau dapat mempengarugi produksi IgE.
Sebanyak sepertiga anak dengan DA memiliki alergi terhadap makanan.5
I.2 Definisi
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (DA, rhinitis alergik atau asma bronkhial). Kelainan
kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural).1
Kata "atopi" pertama diperkenalkan oleh Coca (1928), yaitu istilah yang
dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat
kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis
atopik, dan konjungtivitis alergik.2
I.3 Epidemiologi
Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat, maka untuk
menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologik harus berhati-hati. Berbagai
penelitian menyatakan bahwa prevalensi DA semakin meningkat sehingga
merupakan salah satu masalah utama kesehatan dunia, dengan prevalensi DA pada
anak mencapai 10 sampai 20 persen di Amerika Serikat, Eropa utara dan barat,
Afrika, Jepang, Australia dan negara-negara industri lainnya. Prevalensi DA pada
orang dewasa berkisar antara 1-3%. Uniknya, prevalensi DA lebih rendah pada
negara-negara agraris, seperti Cina, Eropa barat, pedalaman Afrika dan Asia.
3
Wanita lebih banyak menderita DA daripada pria dengan rasio 1,3:1. Sekitar 60%
pasien anak dengan DA tidak menunjukkan gejala apapun pada masa remaja awal,
meskipun sebanyak 50% terjadi rekurensi pada saat dewasa. Onset dini penyakit,
permulaan penyakit yang berat, penyakit yang bersamaan dengan asma dan hay
fever, serta riwayat keluarga DA merupakan suatu pertanda perjalanan penyakit
yang berlangsung terus-menerus. 2,4,6
Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi DA,
misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan
meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunaan antibiotik,
berpotensi meningkatkan penderita DA.2
I.4 Etiologi dan Patogenesis
I.4.1 Etiologi
Penyebab dermatitis atopi belum diketahui. Sekitar 70% penderita
ditemukan riwayat stigmata atopi pada pasien atau anggota keluarga, yaitu
berupa ; 7,8
1. Rhinitis alergika, asma bronkhiale, hay fever
2. Alergi terhadap berbagai alergen protein (polivalen)
3. Pada kulit : Dermatitis atopi, dermatografisme putih dan
kecenderungan timbul urtikaria.
4. Reaksi abnormal terhadap perubahan suhu (panas dan dingin) dan
stress.
5. Resistensi menurun terhadap infeksi virus dan bakteri.
6. Lebih sensitif terhadap serum dan obat.
4
7. Kadang-kadang terdapat katarak juvenelis.
I.4.2 Patogenesis
Patogenesa dari terjadinya dermatitis atopi belum diketahui secara pasti.
Pada sebagian besar penderita (80%) penderita dermatitis atopi ditemukan
peningkatan jumlah Ig E dalam serum, terutama bila terjadi bersamaan dengan
asma bronkhiale dan rhinitis alergika karena defisiensi sel T supressor. 8
Pada temuan laboratorium penderita dermatitis atopi terdapat abnormalitas
dari sel T helper (TH2) yang menginduksi peningkatan produksi interleukin 4 (IL-
4) dan berujung pada peningkatan Ig E. Kelebihan produksi IL-4 mengakibatkan
penurunan level interferon gamma. Sel-sel dapat bereaksi dengan antigen
lingkungan untuk memproduksi peningkatan level dari Ig E. Histamin serum dan
pengeluaran sel histamin meningkat, dimana dianggap menimbulkan pengeluaran
sel mast dari reaksi antigen-antibodi. 2,7
I.5 Faktor Pencetus5
Pemahaman dan pengaturan terhadap faktor-faktor pencetus diperlukan
untuk keberhasilan penanganan DA. Riwayat anamnesis yang lengkap sangat
diperlukan karena tidak ada pemeriksaan yang standar, seperti pada rhinitis dan
asma untuk mengidentifikasi faktor pencetus DA yang spesifik
Perubahan suhu dan berkeringat
Penderita atopi tidak tahan terhadap perubahan suhu mendadak. Berkeringat
menimbulkan rasa gatal, terutama pada daerah antecubiti dan fossa poplitea.
Penurunan kelembaban
5
Udara dingin tidak mampu memberikan kelembaban yang cukup. Uap yang
terkandung dalam lapisan kulit terluar mencapai titik keseimbangan (ekuilibrium)
atmosfer dan secara konsekuen akan mengurangi kelembaban. uapKulit kering
menjadi kurang luwes, lebih rapuh dan lebih mudah teriritasi.
Pencucian yang berlebihan
Pengulangan pencucian dan pengeringan mengurangi air yang mengikat
lemak dari lapisan pertama kulit. Mandi setiap hari masih bisa ditoleransi pada
musim panas tetapi dapat menyebabkan kekeringan kulit yang berlebihan pada
musim gugur dan salju.
Kontak dengan bahan iritan
Wool, bahan kimia rumah tangga dan industri, kosmetik, dan beberapa sabun
dan detergen dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada pasien atopi. Asap
rokok mungkin menyebabkan lesi ekszem pada kelopak mata. Inflamasi seringkali
diartikan sebagai reaksi alergi oleh pasien, sehingga mereka mengklaim bahwa
mereka alergi terhadap sesuatu yang mereka sentuh.
Alergi kontak
Reaksi alergi kontak memerlukan sediaan topical, termasuk kortikosteroid
dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak memebrikan respon terhadap
terapi. Uji temple dapat membantu mengidentifikasi bahan pencetus.
Aeroallergen
Tungau debu rumah merupakan aeroalergen yang paling penting. Banyak
pasien DA yang memiliki antibodi anti-IgE terhadap antigen tungan debu rumah,
tetapi peranan tungau debu rumah dalam kekambuhan DA masih kontroversial.
6
Inhalasi debu rumah dan penetrasi alergen melalui kulit mungkin dapat terjadi.
Aeroalergen lainnya seperti serbuk sari dan alergen dari binatang peliharaan atau
tembok dapat memperberat DA.
Agen mikroba
Staphylococus aureus merupakan mikroorganisme utama kulit pada lesi DA.
Mikroba ini secara signifikan meningkat pada kulit yang tidak terinfeksi.
Normalnya, S. aureus mewakili kurang dari 5% dari total mikroflora kulit pada
orang tanpa DA. Antibiotik diberikan secara sistemik atau topical secara dramatis
dapat memperbaiki DA.
Makanan
Makanan diyakini dapat mencetuskan kekambuhan pada DA. Banyak pasien
yang menimbulkan reaksi terhadap makanan tidak mengetahui hipersensitivitas
mereka. Makanan dapat mencetuskan reaksi alergi dan non-alergi. Makan yang
paling banyak menimbulkan reaksi alergi adalah telur, kacang, susu, ikan, kedelai
dan gandum. Urtikaria, ekszema, gejala saluran napas atau cerna, atau reaksi
anafilaksis mungkin sebagai tanda makanan yang menimbulkan reaksi.
Stress emosional
I.6 Gambaran Klinis
Gejala utama dermatitis atopik ialah gatal (pruritus). Akibat garukan akan
terjadi kelainan kulit yang bermacam-macam, misalnya papul, likenifikasi dan lesi
ekzematosa berupa eritema, papulo- vesikel, erosi, ekskoriasi, dan krusta.2
7
Gambar 1. Predileksi Dermatitis Atopi 6
Karakteristik penyakit berbeda-beda berdasarkan usia. DA dapat dibagi
menjadi tiga fase, yaitu DA infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai usia 2
tahun); DA anak (2 sampai 12 tahun); dan DA pada remaja dan dewasa. Pada DA
tipe infantil lebih sering mengenai daerah wajah dan badan, sedangkan pada DA
pada remaja dan dewasa terutama pada daerah fleksural dan tangan. Pola
pewarisan DA sampai saat ini masih belum diketahui, namun beberapa data yang
ada menyebutkan bahwa pola pewarisannya bersifat poligenik. 2,5,9
DA infantil (2 bulan - 2 tahun)
Masa awitan paling sering pada usia 2-6 bulan. Lesi mulai di muka (pipi,
dahi) dan skalp, tetapi dapat pula mengenai tempat lain (badan, leher, lengan, dan
tungkai). Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Lesi berupa eritema
dan papulovesikel miliar yang sangat gatal; karena garukan terjadi erosi,
ekskoriasi dan eksudasi atau krusta, tidak jarang mengalami infeksi. Garukan
8
dimulai setelah usia 2 bulan. Rasa gatal ini sangat mengganggu sehingga anak
gelisah, susah tidur, dan menangis. Lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia
18 bulan, mulai tampak likenifikasi di bagian fleksor. Pada usia 2 tahun sebagian
besar penderita sembuh, sebagian berlanjut menjadi bentuk anak. 2,5,6
Gambar 2. Dermatitis Atopi infantil 6
DA pada Anak (2-12 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendin (de novo).
Lesi kering, likenifikasi, batas tidak tegas karena garukan terlihat pula ekskoriasi
memanjang dan krusta. Tempat predileksi di lipat siku, lipat lutut, leher,
pergelangan tangan dan kaki; jarang mengenai muka. Tangan mungkin kering,
likenifikasi atau eksudasi; bibir dan perioral dapat pula terkena; kadang juga pada
paha belakang dan bokong. Sering ditemukan lipatan Dennie Morgan, yaitu
lipatan kulit di bawah kelopak mata bawah. 2,5,6
9
Gambar 3. Dermatitis atopi Anak 6
DA pada remaja dan dewasa (12-40 tahun)
Tempat predileksi di muka (dahi, kelopak mata, perioral), leher, dada
bagian atas, lipat siku, lipat lutut, punggung tangan; biasanya simetris. Gejala
utama adalah pruritus; kelainan kulit berupa likenifikasi, papul, ekskoriasi dan
krusta. Umumnya dermatitis atopik bentuk remaja dan dewasa berlangsung lama,
tetapi intensitasnya cenderung menurun setelah usia 30 tahun. Sebagian kecil
dapat terus berlangsung sampai tua. Dapat pula ditemukan kelainan setempat,
misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, skalp. 2,5,6
Selain terdapat kelainan tersebut, kulit pendenta tampak kering dan sukar
berkeringat. Ambang rangsang gatal rendah, sehingga pendenta mudah gatal,
apalagi bila berkeringat. 2,5,6
Berbagai kelainan dapat menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis,
hiperlinearis palmaris et plantaris, pomfoliks, pitiaris alba, keratosis pilaris,
lipatan Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis,
katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken spinularis (papulpapul
tersusun numular), dan keratokonus (bentuk komea yang abnormal). Selain itu,
10
penderita dermatitis atopik cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi
anafilaktik terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga. 2,5,6
Gambar 4. dermatitis atopi dewasa 6
I.7 Pemeriksaan Penunjang 2,10
- Pada pemeriksaan darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar Ig
E
- Dermatografisme putih (+)
Pada kulit normal jika digores akan menimbulkan 3 respon yaitu ;
1. Garis merah pada tempat yang di gores selama 15 detik
2. Warna merah menjalar ke daerah sekitar garis selama beberapa detik
3. Timbul edem setelah beberapa detik
Pada pasien dengan dermatitis atopi penggoresan pada kulit tidak akan
menimbulkan kemerahan sekitar garis, melainkan kepucatan selama 2 detik
sampai 5 menit dan edem tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme
putih
11
- Pada pemberian suntikan asetil kolin secara intra kutan 1/5000 akan
menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada pasien dermatitis atopi akan
timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.
- Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi, eritem akan berkurang. Bila
disuntikkan secara parenteral tampak eritem bertambah pada kulit yang normal.
I.8 Diagnosis
Diagnosis DA biasanya didasarkan pada beberapa variabel, meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Namun, tidak ada gejala kelainan
kulit yang spesifik, gambaran histologis tidak diketahui dengan jelas, dan tidak
ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik dalam menegakkan diagnosis DA.
Terdapat beberapa karakteristik yang menyatakan bahwa pasien tersebut
menderita DA. Rajka merupakan orang pertama yang membuat daftar diagnosis
yang terdiri dari Kriteria mayor dan minor. Kriteria ini kemudian direvisi dan
dikenal sebagai kriteria Hanifin dan Rajka. Diagnosis DA ditegakkan bila pada
pasien dijumpai tiga atau lebih tanda mayor dan ditambah tiga atau lebih tanda
minor. Setiap pasien dapat menunjukkan kombinasi tanda mayor dan minor yang
berbeda. 2,5
Tanda Mayor :1
1. Pruritus.
2. Morfologi dan distribusi yang khas:
- likenifikasi fleksural pada orang dewasa,
- gambaran dermatitis di pipi dan ekstensor pada bayi.
3. Dermatitis kronis atau kronis kambuhan.
12
4. Riwayat atopi pribadi atau keluarga : Asma, rinitis alergika, dermatitis
atopik
Tanda Minor :1
1. Tes kulit tipe cepat yang reaktif (tipe 1).
2. Dermografisme putih atau timbul kepucatan pada tes dengan zat
kolinergik.
3. Katarak subkapsular anterior.
4. Xerosis/iktiosis/hiperlinear palmaris.
5. Pitiriasis alba.
6. Keratosis pilaris.
7. Kepucatan fasial/warna gelap infra orbital.
8. Tanda Dennie Morgan (lipatan infraorbital)
9. Peningkatan kadar IgE.
10. Keratokonus.
11. Kecenderungan mendapatkan dermatitis nonspesifik di tangan.
12. Kecenderungan infeksi kulit yang berulang.
13. Seilitis
14. Konjungtivitis berulang
15. Kepucatan pada wajah/eritema fasial
16. Gatal saat berkeringat
17. Intoleransi makanan
18. Dermatitis pada putting susu
19. Intoleransi wool
13
Kriteria ini secara ilmiah dievaluasi dan ditemukan dapat digunakan secara
wajar dengan baik, meskipun tidak ada definisi yang tepat, beberapa tidak
spesifik, dan beberapa tidak umum. William et al mengembangkan daftar
minimum kriteria yang dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosis DA yang
dapat digunakan secara klinis pada studi epidemiologi.1
* Adapted from Williams et al.
Gambar. 5 Kriteria diagnosis dermatitis atopi berdasarkan Williams et al 2
I.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding DA yang penting adalah dermatitis seboroik, psoriasis,
rosasea dan dermatitis perioral, infeksi jamur, ikhtiosis vulgaris, scabies dan
dermatitis kontak.2
14
Gambar. 6 Diagnosis banding dermatitis atopi 2
I.10 Penatalaksanaan
Tujuan terapi meliputi usaha untuk mengeliminasi inflamasi dan infeksi,
memelihara dan memperbaiki sawar stratum korneum dengan menggunakan
pelembab, menggunakan bahan anti gatal untuk mengurangi kerusakan kulit
akibat perbuatan sendiri, dan mengontrol faktor-faktor yang menyebabkan
kekambuhan. Kebanyakan pasien masih bisa diawasi dibawah kontrol yang baik
hanya kurang dari 3 minggu. Beberapa kemungkinan alasan kegagalan respon :
kesediaan pasien yang jelek, dermatitis kontak alergika dengan pengobatan
topikal, terjadi secara bersamaan dengan asma dan hay fever, sedasi yang
15
inadekuat, dan stres emosional yang berkelanjutan. Terapi terutama fokus
terhadap gambaran simptomatik (hidrasi kulit dan mengurangi gatal). 1,5
Terapi dermatitis atopi dapat didefinisikan sebagai berikut : 1
Mengurangi tanda dan gejala
Mencegah atau mengurangi kekambuhan
Mempersiapkan penanganan jangka panjang dengan mencegah eksaserbasi
Memodifikasi perjalanan penyakit
Gambar 7. Algoritma terapi dermatitis atopi 1
16
Pengobatan topikal
Terapi dasar adjuvant
Sebagai sawar, fungsi pada kulit terganggu, terapi dasar adjuvant
merupakan penanganan dasar terhadap penyakit yang meliputi pemakaian rutin
pelembab yang adekuat. Penentuan pelembab pada tiap-tiap pasien berbeda
tergantung pilihan tertentu, usia, dan tipe dermatitis. Emolien menjaga hidrasi
kulit dan mengurangi gatal. Emolien digunakan secara rutin dua kali sehari,
meskipun tidak ada gejala penyakit dan setelah berenang atau mandi. Untuk
membersihkan kulit jangan mernakai sabun alkali, tetapi memakai detergen
dengan pH asam, atau sabun nonalkali berlemak. 1
Kortikosteroid topikal
Pengobatan DA dengan kortikosteroid topikal adalah yang paling sering
digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Namun, demikian harus waspada
karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. 2
Potensi kortikosteroid topikal diklasifikasikan berdasarkan potensinya
untuk vasokonstriksi. Secara umum, hanya sediaan dengan kekuatan sangat lemah
atau sedang yang dapat digunakan di wajah atau daerah genital, sedangkan
sediaan dengan kekuatan sedang dan kuat digunakan untuk daerah lainnya
diseluruh tubuh. DA dengan likenifikasi memerlukan sediaan yang lebih kuat
untuk waktu yang lebih lama. 3
17
Imunomodulator topical 2
Takrolimus
Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin, dapat diberikan
dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03%
dan 0,1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam DA,
yaitu : sel Langerhans, sel T, sel mast, dan keratinosit.
Pimekrolimus
Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin yaitu
imunomodulator golongan makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil
permentasi Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus.
Preparat ter
Efek ter yang sebenarnya belum diketahui pasti; rupanya berkhasiat
vasokonstriksi, astringen, desinfektan, antipruritus, dan memperbaiki
keratinisasi abnormal dengan cara mengurangi proliferasi epidermal dan
infiltrasi dermal. Pada penggunaan ter yang lama dapat terjadi Efek samping
ter yang lain ialah fotosensitisasi. Ter dapat pula dikombinasi dengan
kortikosteroid.
Antihistamin
Pengobatan DA dengan antihistamin topical tidak dianjurkan karena
berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit.
Pengobatan sistemik 2
Kortikosteroid
18
Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan
eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-
seling (alternate) atau diturunkan bertahap (tapering), kemudian segera
diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang
menimbulkan berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat
akan muncul kembali.
Antihistamin
Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang
hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu,
antihistamin yang dipakai adalah yang mempunyai efek sedative, misalnya
hidroksisin atau difenhidramin.
Anti-infeksi
Pada DA ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk yang belum
resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin, sedang
untuk yang sudah resisten diberikan diklosasilin, oksasilin, atau generasi
pertama sefalosporin.
Interferon
IFN-γ diketahui menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN- γ rekombinan menghasilkan
perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam
sirkulasi.
19
Siklosporin
Pada pasien tanpa gangguan ginjal, dapat digunakan siklosporin dengan
dosis yang dimulai dari 5 mg/Kg BB/hari. Obat ini di indikasikan apabila
semua pengobatan gagal, tetapi harus di awasi secara ketat. Pengobatan ini
hanya terbatas 3 sampai 6 bulan saja karena potensi efek sampingnya
termasuk hipertensi dan penurunan fungsi renal.
Terapi sinar (phototherapy)2
Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA
(photochemotherapy) seperti yang dipakai pada psoriasis. Kombinasi UVB dan
UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada sel langerhans, dan
eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara
memblokade fungsi sel langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.
I.11 Prognosis 2,5
Penderita dermatitis atopik yang bermula sejak bayi, sebagian (± 40%)
sernbuh spontan, sebagian berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Ada pula yang
menyatakan bahwa 40-50% sembuh pada usia 15 tahun. Sebagian besar
menyembuh pada usia 30 tahun.
Secara umum, bila ada riwayat dermatitis atopik di keluarga, bersamaan
dengan asma bronkial, masa awitan lambat, atau dermatitisnya berat, maka
penyakitnya lebih persisten.
20
BAB II
SIMULASI KASUS
2.1. Kasus
Anamnesa
Nn. Riana, usia 25 tahun, pekerjaan pegawai BKD. Alamat Jl. Sinar
No. 112, datang dengan keluhan gatal-gatal. Gatal-gatal muncul sejak 2 hari
yang lalu dengan adanya bintil-bintil kecil muncul di tengkuk, leher, lipatan
siku, belakang lutut dan pinggang. Bintil-bintil tidak berisi cairan. 2 hari
yang lalu penderita mendapat kiriman ikan peda dari orang tuanya, dan
mengkonsumsi dalam jumlah cukup banyak, karena biasanya tidak gatal-
gatal bila makan ikan peda. Penderita hanya gatal-gatal bila makan ayam
ras dan udang. Pasien sudah makan CTM dan pakai bedak salisil, tapi masih
gatal-gatal lagipula di kantor menjadi mengantuk. Dalam keluarga ada
riwayat gatal-gatal yang sama (saudara), asma (ibu), dan pilek bila pagi
(nenek).
Pemeriksaan
Tanda vital : TD = 110/70 mmHg
N = 88 x/’
t = 37,5o C
RR = 20 x/’
21
Pemeriksaan fisik :
Kulit : tengkuk, leher, fossa cubiti, fossa poplitea, sekitar pinggang nampak
papul-papul yang tersebar, tidak basah dan ada bekas garukan.
Kepala, thorax, abdomen dan ekstremitas : tidak ada kelainan
Tes dermatografisme putih : positif
Diagnosa : Dermatitis atopik
2.2. Tujuan Pengobatan
- Kausatif dengan menghindari faktor predisposisi
- Mengatasi simptomatik dengan anti histamin dan anti radang.
2.3. Daftar Kelompok Obat beserta Jenisnya
No. Kelompok Obat
Jenis Obat Nama Obat
1 Anti pruritus Antihistamin H-1 1. Loratadin2. Feksofenadin3. Cetirizine4. Astemizol5. Terfenadine6. Desloratadine
2 Anti radang Kortikosteroid topical
1.Hidrokortison 1-2%2.Metil prednisolon oinment 1%3.Triamnisolon asetonid 0,05-
1,1%
22
2.4 Perbandingan Kelompok Obat beserta Jenisnya
A. Antihistamin H-1
Jenis Obat Khasiat Efek samping KontraindikasiLoratadin Dapat digunakan
untuk mengatasi gejala alergi pada kulit, non sedasi
Loratadine tidak memperlihatkan efek samping yang secara klinis bermakna, karena rasa mual, lelah, sakit kepala, mulut kering, jarang dilaporkan. Frekuensi efek-efek ini pada loratadine maupun placebo tidak berbeda secara statistik.
Hipersensitifitas, penderita yang sedang mendapat terapi ketokonazol/ eritromisin/ procarbazin/ simetidin, alkoholik, bayi prematur, bayi baru lahir, asma akut, hamil dan menyusui.
Feksofenadin Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi
Sakit kepala, susah tidur, mual, muntah, mulut kering.
Glaukoma dan pasien dengan retensi urin. Hipersensitif. Kombinasi dengan pseudoefedrin dikontraindikasikan pada pasien dengan hipertensi grade III atau penyakit arteri koroner.
Cetirizine Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi pada kulit, sedasi minimal
Somnolen, lesu, pusing, mulut kering, faringitis
Hipersensitif terhadap obat yang mengandung hidroksin
Astemizole Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi pada kulit, non sedasi
Peningkatan berat badan pada pemakaian jangka panjang
Hipersensitif
Terfenadine Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi pada kulit, non sedasi
Sakit kepala,berkeringat, gangguan saluran cerna
Hipersensitif
Desloratadine Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi pada
Nyeri otot, lesu, mual, mulut kering, nyeri
Pasien dengan penyakit ginjal, hamil dan
23
kulit, non sedasi menelan, sesak nafas, gatal- gatal dan kemerahan pada kulit
menyusui
B. Kortikosteroid topikal
Jenis Obat Khasiat Efek samping KontraindikasiHidrokortison 1%
Ruam kulit ringan seperti ekzema, ruam popok
Efek samping penggunaan jangka lama : penyebaran dan memperburuk keadaan infeksi, penipisan kulit, striae atopi yang irreversibel, dermatitia kontak, dermatitis perioral, jerawat pada tempat pengolesan dan depigmetasi ringan
Luka kulit akibat bakteri, jamur atau virus yang tak diobati
Rosaea perioral dermatitis
Tidak dianjurkan untuk akne vulgaris
Metilprednisolon asetat oinment 1%
Dermatitis atopi, neurodermatitis, ekzema kontak, ekzema degeneratif dishidrotik, ekzema vulgaris dan psoariasis
Efek samping penggunaan jangka lama bersifat lokal yaitu : penyebaran dan memperburuk keadaan infeksi, penipisan kulit, striae atopi yang irreversibel, dermatitia kontak, dermatitis perioral, jerawat pada tempat pengolesan dan depigmetasi ringan
Riwayat hipersensitivitas
Adanya proses infeksi atau virus pada lesi
Roseae dan dermatitis perioral
Triamnisolon asetonid 0,1%
Dapat digunakan untuk mengatasi reaksi alergi, ekzema, psoriasis
Kesulitan bernapas, pembengkakan bibir, lidah, tenggorokan atau wajah, insomnia, menaikkan berat badan
Hipersensitif
24
2.4. Pilihan dan Alternatif Obat Yang Digunakan sebagai Antihistamin
Uraian Obat pilihan Obat alternativeNama Obat Loratadin FeksofenadinNama Generik, nama paten, kekuatan
Generik : Loratadin (tab. 10 mg ).Paten : Histaritin, Alloris (tab 10 mg), syrup 5 mg/dl
Generik : -Paten : Telfast
BSO yang diberikan
Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan
Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan
Dosis referensi 10 mg/hari 120 mg/hari Dosis kasus tersebut dan alasannya
10 mg/hari, agar tercapai dosis terapi (sesuai dosis referensi)
120 mg/hari, agar tercapai dosis terapi (sesuai dosis referensi)
Frekuensi pemberian dan alas an
1 kali/hari karena masa kerjanya 24 jam dan bisa diberikan kapan saja karena merupakan antihistamin non sedatif (tidak menyebabkan ngantuk)
1 kali/hari karena masa kerjanya 12-24 jam dan bisa diberikan kapan saja karena merupakan antihistamin non sedatif (tidak menyebabkan ngantuk)
Cara pemberian Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Saat pemberian dan alasannya
Sebelum makan karena dipengaruhi oleh makanan
Sebelum makan. Karena adanya absorbsi dihambat oleh makanan
Lama pemberian 5 hari karena berupa obat simptomatik dan apabila perlu
5 hari karena berupa obat simptomatik dan apabila perlu
25
2.5 Obat Pilihan dan Alternatif yang digunakan sebagai anti radang topikal.
Uraian Obat pilihan Obat alternativeNama Obat Hidrokortison krim 1 % Metil prednisolon
oinment 1%Nama Generik, nama paten, kekuatan
Generik : Hydrocortisone krim 1% dan 2,5%Paten : Demacort
Generik : metil prednisolon asetat 1%Paten : Advatan krim 5 gram dan 10 gram
BSO yang diberikan Topikal : krim karena pemberian topikal krim sudah cukup efektif
Topikal : krim karena pemberian topikal krim sudah cukup efektif
Dosis referensi 1% - 2,5 % 1% - 2,5%Dosis kasus tersebut dan alasannya
1% karena dosis yang diberikan tidak terlalu besar
1% karena dosis yang diberikan tidak terlalu besar
Frekuensi pemberian dan alas an
2 x/hari karena kelainan kulit yang terjadi tidak terlalu berat dan untuk mencegah efek samping
2 x/hari karena kelainan kulit yang terjadi tidak terlalu berat dan untuk mencegah efek samping
Cara pemberian Dioleskan tipis ditempat lesi agar tidak menimbulkan dosis penyerapan yang besar
Dioleskan tipis ditempat lesi agar tidak menimbulkan dosis penyerapan yang besar
Saat pemberian Pagi dan sore hari setelah mandi
Pagi dan sore hari setelah mandi
Lama pemberian 7 hari (steroid lemah) untuk mencegah efek samping.
7 hari (steroid lemah) untuk mencegah efek samping.
26
2.6 Resep yang Benar dan Rasional untuk Kasus Tersebut
Resep obat pilihan
dr. Munawarah
SIP 9050/06/RA/2009
Alamat rumah Alamat Praktek
Jl.Kuin Selatan No.1 Jl. S. Parman No.40
Banjarmasin, 0511 (44231) Banjarmasin, 0511 (44232)
Praktek pukul 16.00-21.00 WITA
Banjarmasin, 4 Mei 2010
R/ Hidrokortison 1% crem 40 g
S bdd extend ter m.et.v ue (o.12.h)
R/ Loratadin tab 10 mg No. V
S sdd tab p.c vesp (o.24.h)
Pro : Nn. Riana
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Sinar No. 112, Banjarmasin
Resep obat Alternatif
27
dr. Munawarah
SIP 9050/06/RA/2009
Alamat rumah Alamat Praktek
Jl.Kuin Selatan No.1 Jl. S. Parman No.40
Banjarmasin, 0511 (44231) Banjarmasin, 0511 (44232)
Praktek pukul 16.00-21.00 WITA
Banjarmasin, 4 Mei 2010
R/ Metilprednisolon asetat oinment 1% crem 40 g
S bdd extend ter m.et.v ue (o.12.h)
R/ Telfast tab 120 mg No. V
S sdd tab I ac (o.24.h)
Pro : Nn. Riana
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Sinar No. 112, Banjarmasin
2.7 Pengendalian Obat
28
Pada kasus ini dilakukan pengendalian obat dengan cara memperhatikan
dosis, lama pemberian dan efek samping dari obat yang diberikan. Penentuan
dosis obat telah disesuaikan dengan aturan dosis untuk orang dewasa.
Pengobatan dalam kasus ini dibagi menjadi 2 terapi simptomatik yaitu
antihistamin dan antiradang (antipruritus). Karena terapi kausatif pada kasus
dermatitis ini masih belum diketahui secara pasti. Hanya dengan cara memberikan
informasi kepada pasien untuk menghindari faktor predisposisi/pencetus seperti
makananyang mengandung protein (polivalen), daerah yang panas sehingga
banyak mengeluarkan keringat, menjaga kebersihan lingkungan, serta mengurangi
stress. Prinsip utama pada pengobatan atopi adalah mencegah agar pasien tidak
menggaruk sebab akan memperberak kelainan kulit sehingga dapat menyebabkan
terjadinya infeksi sekunder. Sedangkan pengobatan simptomatik diindikasikan
untuk mengatasi rasa gatal. Pemberian dilakukan hanya bila gejala gatal timbul.
Dimana disini dipilih loratadin sebagai antihistamin karena merupakan
antihistamin non sedatif yang tidak akan menyebabkan mengantuk sehingga tidak
mengganggu aktifitas (kerja). Pemberian obat antihistamin diberikan selama 3-5
hari karena pengobatannya hanya bersifat simptomatis yaitu selama gejala gatal
masih ada. Sedangkan pada pemberian kortikosteroid yaitu hidrokortison 1%
dilakukan selama 7 hari untuk meminimalkan terjadinya efek samping obat dan
hidrokortison 1% merupakan kortikosteroid lemah.
DAFTAR PUSTAKA
29
1. C.Ellis, T. Luger, D.Abeck, R.Allen, R.A.C.Graham-Brown, Y.de Prost et al. International Consensus Conference on Atopic Dermatitis II (ICCAD II*): clinical update and current treatment strategies. British Journal of Dermatology 2003;148 (Suppl. 63):3–10
2. Djuanda Suria, Sri Adi S. Dermatitis. Dalam: Adhi Djuanda, Ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke Tiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2004;131-5
3. Hywel C. Williams, Ph.D.. Atopic Dermatitis. N Engl J Med 2005;352:2314-24.
4. B R Allen, M Lakhanpaul, A Morris, S Lateo, T Davies, G Scott et al. Systemic exposure, tolerability, and efficacy of pimecrolimus cream 1% in atopic dermatitis patients. Arch Dis Child 2003;88:969–73
5. Habif Thomas P. Atopic Dermatitis. Dalam: Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. Third Edition. St. Louis, Missouri: Mosby-Year Book Inc, 1996;5:345-7
6. Wolff Klaus, Richard Allen Johnson, Dick Suurmond. Atopic Dermatitis. Dalam : Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. Jakarta : Salemba Medika, 2005;2:33-8
7. Lorraine M Wilson, Sylvia. Ekzema dan gangguan Vaskuler dalam Patofisiologi Penyakit. EGC. Jakarta, 2006
8. Mansjoer Arif. Dermatitis Atopi dalam Kapita Selekta Jilid 2 edisi III. Media Aesculaplus. FKUI, Jakarta, 2001
9. Jan Faergemann. Atopic Dermatitis and Fungi. Clinical Microbiology Reviews, 2002. p. 545–563
10. Hassan, Rusepno. Dermatitis Atopi dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta: Infomedika, 1998
30