46
Laporan Simulasi Kasus DERMATITIS ATOPIK Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran Oleh : M. Taufiqurrahman I1A004064 Friskae I1A005044 Rizka Aullya I1A005013 Pembimbing : Isnaini, S.Si, Apt, M.Si UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 1

Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Laporan Simulasi Kasus

DERMATITIS ATOPIK

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti UjianIlmu Farmasi Kedokteran

Oleh :

M. Taufiqurrahman I1A004064

Friskae I1A005044

Rizka Aullya I1A005013

Pembimbing :

Isnaini, S.Si, Apt, M.Si

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERANBAGIAN FARMAKOLOGI

BANJARBARU2010

1

Page 2: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1Latar Belakang

Dermatitis atopik (DA) adalah suatu penyakit kulit inflamasi yang kronis

dan berulang, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat, kulit kering, inflamasi

dan eksudasi. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami

ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural). Hal ini dapat

disebabkan oleh stress fisik dan emosional. DA seringkali berhubungan dengan

peningkatan nilai serum IgE dan riwayat alergi tipe I, rhinitis alergika dan asma

pada penderita atau keluarga. 1,2,3

DA seringkali mengenai 10-15% anak diseluruh belahan dunia dan

prevalensinya meningkat dengan cepat. Gejala pertama biasanya dimulai saat

bayi, dan sekitar 50% kasus didiagnosis pada usia 1 tahun, dan DA bersifat jangka

panjang dan menetap hingga dewasa pada sepertiga pasienSekitar 70 persen kasus

DA dimulai pada anak usia dibawah 5 tahun, meskipun sebanyak 10 persen kasus

yang dijumpai di rumah sakit dimulai saat usia dewasa. 3,4

Dermatitis atopik dicetuskan oleh sejumlah faktor pencetus. Meliputi

bahan iritan (bahan pakaian yang tidak cocok, air keras), mikroba (khususnya

Staphylococcus aureus), psikologis (khususnya keadaan stres) dan faktor alergi.

Pasien DA seringkali mengalami peningkatan serum IgE dan derajat sensitisasi

yang tinggi terhadap alergen lingkungan, termasuk makanan. Polutan dalam

2

Page 3: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

maupun luar ruangan seperti asam tembakau dapat mempengarugi produksi IgE.

Sebanyak sepertiga anak dengan DA memiliki alergi terhadap makanan.5

I.2 Definisi

Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,

disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,

sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi

pada keluarga atau penderita (DA, rhinitis alergik atau asma bronkhial). Kelainan

kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,

distribusinya di lipatan (fleksural).1

Kata "atopi" pertama diperkenalkan oleh Coca (1928), yaitu istilah yang

dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat

kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis

atopik, dan konjungtivitis alergik.2

I.3 Epidemiologi

Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat, maka untuk

menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologik harus berhati-hati. Berbagai

penelitian menyatakan bahwa prevalensi DA semakin meningkat sehingga

merupakan salah satu masalah utama kesehatan dunia, dengan prevalensi DA pada

anak mencapai 10 sampai 20 persen di Amerika Serikat, Eropa utara dan barat,

Afrika, Jepang, Australia dan negara-negara industri lainnya. Prevalensi DA pada

orang dewasa berkisar antara 1-3%. Uniknya, prevalensi DA lebih rendah pada

negara-negara agraris, seperti Cina, Eropa barat, pedalaman Afrika dan Asia.

3

Page 4: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Wanita lebih banyak menderita DA daripada pria dengan rasio 1,3:1. Sekitar 60%

pasien anak dengan DA tidak menunjukkan gejala apapun pada masa remaja awal,

meskipun sebanyak 50% terjadi rekurensi pada saat dewasa. Onset dini penyakit,

permulaan penyakit yang berat, penyakit yang bersamaan dengan asma dan hay

fever, serta riwayat keluarga DA merupakan suatu pertanda perjalanan penyakit

yang berlangsung terus-menerus. 2,4,6

Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi DA,

misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan

meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunaan antibiotik,

berpotensi meningkatkan penderita DA.2

I.4 Etiologi dan Patogenesis

I.4.1 Etiologi

Penyebab dermatitis atopi belum diketahui. Sekitar 70% penderita

ditemukan riwayat stigmata atopi pada pasien atau anggota keluarga, yaitu

berupa ; 7,8

1. Rhinitis alergika, asma bronkhiale, hay fever

2. Alergi terhadap berbagai alergen protein (polivalen)

3. Pada kulit : Dermatitis atopi, dermatografisme putih dan

kecenderungan timbul urtikaria.

4. Reaksi abnormal terhadap perubahan suhu (panas dan dingin) dan

stress.

5. Resistensi menurun terhadap infeksi virus dan bakteri.

6. Lebih sensitif terhadap serum dan obat.

4

Page 5: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

7. Kadang-kadang terdapat katarak juvenelis.

I.4.2 Patogenesis

Patogenesa dari terjadinya dermatitis atopi belum diketahui secara pasti.

Pada sebagian besar penderita (80%) penderita dermatitis atopi ditemukan

peningkatan jumlah Ig E dalam serum, terutama bila terjadi bersamaan dengan

asma bronkhiale dan rhinitis alergika karena defisiensi sel T supressor. 8

Pada temuan laboratorium penderita dermatitis atopi terdapat abnormalitas

dari sel T helper (TH2) yang menginduksi peningkatan produksi interleukin 4 (IL-

4) dan berujung pada peningkatan Ig E. Kelebihan produksi IL-4 mengakibatkan

penurunan level interferon gamma. Sel-sel dapat bereaksi dengan antigen

lingkungan untuk memproduksi peningkatan level dari Ig E. Histamin serum dan

pengeluaran sel histamin meningkat, dimana dianggap menimbulkan pengeluaran

sel mast dari reaksi antigen-antibodi. 2,7

I.5 Faktor Pencetus5

Pemahaman dan pengaturan terhadap faktor-faktor pencetus diperlukan

untuk keberhasilan penanganan DA. Riwayat anamnesis yang lengkap sangat

diperlukan karena tidak ada pemeriksaan yang standar, seperti pada rhinitis dan

asma untuk mengidentifikasi faktor pencetus DA yang spesifik

Perubahan suhu dan berkeringat

Penderita atopi tidak tahan terhadap perubahan suhu mendadak. Berkeringat

menimbulkan rasa gatal, terutama pada daerah antecubiti dan fossa poplitea.

Penurunan kelembaban

5

Page 6: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Udara dingin tidak mampu memberikan kelembaban yang cukup. Uap yang

terkandung dalam lapisan kulit terluar mencapai titik keseimbangan (ekuilibrium)

atmosfer dan secara konsekuen akan mengurangi kelembaban. uapKulit kering

menjadi kurang luwes, lebih rapuh dan lebih mudah teriritasi.

Pencucian yang berlebihan

Pengulangan pencucian dan pengeringan mengurangi air yang mengikat

lemak dari lapisan pertama kulit. Mandi setiap hari masih bisa ditoleransi pada

musim panas tetapi dapat menyebabkan kekeringan kulit yang berlebihan pada

musim gugur dan salju.

Kontak dengan bahan iritan

Wool, bahan kimia rumah tangga dan industri, kosmetik, dan beberapa sabun

dan detergen dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada pasien atopi. Asap

rokok mungkin menyebabkan lesi ekszem pada kelopak mata. Inflamasi seringkali

diartikan sebagai reaksi alergi oleh pasien, sehingga mereka mengklaim bahwa

mereka alergi terhadap sesuatu yang mereka sentuh.

Alergi kontak

Reaksi alergi kontak memerlukan sediaan topical, termasuk kortikosteroid

dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak memebrikan respon terhadap

terapi. Uji temple dapat membantu mengidentifikasi bahan pencetus.

Aeroallergen

Tungau debu rumah merupakan aeroalergen yang paling penting. Banyak

pasien DA yang memiliki antibodi anti-IgE terhadap antigen tungan debu rumah,

tetapi peranan tungau debu rumah dalam kekambuhan DA masih kontroversial.

6

Page 7: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Inhalasi debu rumah dan penetrasi alergen melalui kulit mungkin dapat terjadi.

Aeroalergen lainnya seperti serbuk sari dan alergen dari binatang peliharaan atau

tembok dapat memperberat DA.

Agen mikroba

Staphylococus aureus merupakan mikroorganisme utama kulit pada lesi DA.

Mikroba ini secara signifikan meningkat pada kulit yang tidak terinfeksi.

Normalnya, S. aureus mewakili kurang dari 5% dari total mikroflora kulit pada

orang tanpa DA. Antibiotik diberikan secara sistemik atau topical secara dramatis

dapat memperbaiki DA.

Makanan

Makanan diyakini dapat mencetuskan kekambuhan pada DA. Banyak pasien

yang menimbulkan reaksi terhadap makanan tidak mengetahui hipersensitivitas

mereka. Makanan dapat mencetuskan reaksi alergi dan non-alergi. Makan yang

paling banyak menimbulkan reaksi alergi adalah telur, kacang, susu, ikan, kedelai

dan gandum. Urtikaria, ekszema, gejala saluran napas atau cerna, atau reaksi

anafilaksis mungkin sebagai tanda makanan yang menimbulkan reaksi.

Stress emosional

I.6 Gambaran Klinis

Gejala utama dermatitis atopik ialah gatal (pruritus). Akibat garukan akan

terjadi kelainan kulit yang bermacam-macam, misalnya papul, likenifikasi dan lesi

ekzematosa berupa eritema, papulo- vesikel, erosi, ekskoriasi, dan krusta.2

7

Page 8: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Gambar 1. Predileksi Dermatitis Atopi 6

Karakteristik penyakit berbeda-beda berdasarkan usia. DA dapat dibagi

menjadi tiga fase, yaitu DA infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai usia 2

tahun); DA anak (2 sampai 12 tahun); dan DA pada remaja dan dewasa. Pada DA

tipe infantil lebih sering mengenai daerah wajah dan badan, sedangkan pada DA

pada remaja dan dewasa terutama pada daerah fleksural dan tangan. Pola

pewarisan DA sampai saat ini masih belum diketahui, namun beberapa data yang

ada menyebutkan bahwa pola pewarisannya bersifat poligenik. 2,5,9

DA infantil (2 bulan - 2 tahun)

Masa awitan paling sering pada usia 2-6 bulan. Lesi mulai di muka (pipi,

dahi) dan skalp, tetapi dapat pula mengenai tempat lain (badan, leher, lengan, dan

tungkai). Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Lesi berupa eritema

dan papulovesikel miliar yang sangat gatal; karena garukan terjadi erosi,

ekskoriasi dan eksudasi atau krusta, tidak jarang mengalami infeksi. Garukan

8

Page 9: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

dimulai setelah usia 2 bulan. Rasa gatal ini sangat mengganggu sehingga anak

gelisah, susah tidur, dan menangis. Lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia

18 bulan, mulai tampak likenifikasi di bagian fleksor. Pada usia 2 tahun sebagian

besar penderita sembuh, sebagian berlanjut menjadi bentuk anak. 2,5,6

Gambar 2. Dermatitis Atopi infantil 6

DA pada Anak (2-12 tahun)

Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendin (de novo).

Lesi kering, likenifikasi, batas tidak tegas karena garukan terlihat pula ekskoriasi

memanjang dan krusta. Tempat predileksi di lipat siku, lipat lutut, leher,

pergelangan tangan dan kaki; jarang mengenai muka. Tangan mungkin kering,

likenifikasi atau eksudasi; bibir dan perioral dapat pula terkena; kadang juga pada

paha belakang dan bokong. Sering ditemukan lipatan Dennie Morgan, yaitu

lipatan kulit di bawah kelopak mata bawah. 2,5,6

9

Page 10: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Gambar 3. Dermatitis atopi Anak 6

DA pada remaja dan dewasa (12-40 tahun)

Tempat predileksi di muka (dahi, kelopak mata, perioral), leher, dada

bagian atas, lipat siku, lipat lutut, punggung tangan; biasanya simetris. Gejala

utama adalah pruritus; kelainan kulit berupa likenifikasi, papul, ekskoriasi dan

krusta. Umumnya dermatitis atopik bentuk remaja dan dewasa berlangsung lama,

tetapi intensitasnya cenderung menurun setelah usia 30 tahun. Sebagian kecil

dapat terus berlangsung sampai tua. Dapat pula ditemukan kelainan setempat,

misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, skalp. 2,5,6

Selain terdapat kelainan tersebut, kulit pendenta tampak kering dan sukar

berkeringat. Ambang rangsang gatal rendah, sehingga pendenta mudah gatal,

apalagi bila berkeringat. 2,5,6

Berbagai kelainan dapat menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis,

hiperlinearis palmaris et plantaris, pomfoliks, pitiaris alba, keratosis pilaris,

lipatan Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis,

katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken spinularis (papulpapul

tersusun numular), dan keratokonus (bentuk komea yang abnormal). Selain itu,

10

Page 11: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

penderita dermatitis atopik cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi

anafilaktik terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga. 2,5,6

Gambar 4. dermatitis atopi dewasa 6

I.7 Pemeriksaan Penunjang 2,10

- Pada pemeriksaan darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar Ig

E

- Dermatografisme putih (+)

Pada kulit normal jika digores akan menimbulkan 3 respon yaitu ;

1. Garis merah pada tempat yang di gores selama 15 detik

2. Warna merah menjalar ke daerah sekitar garis selama beberapa detik

3. Timbul edem setelah beberapa detik

Pada pasien dengan dermatitis atopi penggoresan pada kulit tidak akan

menimbulkan kemerahan sekitar garis, melainkan kepucatan selama 2 detik

sampai 5 menit dan edem tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme

putih

11

Page 12: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

- Pada pemberian suntikan asetil kolin secara intra kutan 1/5000 akan

menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada pasien dermatitis atopi akan

timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.

- Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi, eritem akan berkurang. Bila

disuntikkan secara parenteral tampak eritem bertambah pada kulit yang normal.

I.8 Diagnosis

Diagnosis DA biasanya didasarkan pada beberapa variabel, meliputi

anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Namun, tidak ada gejala kelainan

kulit yang spesifik, gambaran histologis tidak diketahui dengan jelas, dan tidak

ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik dalam menegakkan diagnosis DA.

Terdapat beberapa karakteristik yang menyatakan bahwa pasien tersebut

menderita DA. Rajka merupakan orang pertama yang membuat daftar diagnosis

yang terdiri dari Kriteria mayor dan minor. Kriteria ini kemudian direvisi dan

dikenal sebagai kriteria Hanifin dan Rajka. Diagnosis DA ditegakkan bila pada

pasien dijumpai tiga atau lebih tanda mayor dan ditambah tiga atau lebih tanda

minor. Setiap pasien dapat menunjukkan kombinasi tanda mayor dan minor yang

berbeda. 2,5

Tanda Mayor :1

1. Pruritus.

2. Morfologi dan distribusi yang khas:

- likenifikasi fleksural pada orang dewasa,

- gambaran dermatitis di pipi dan ekstensor pada bayi.

3. Dermatitis kronis atau kronis kambuhan.

12

Page 13: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

4. Riwayat atopi pribadi atau keluarga : Asma, rinitis alergika, dermatitis

atopik

Tanda Minor :1

1. Tes kulit tipe cepat yang reaktif (tipe 1).

2. Dermografisme putih atau timbul kepucatan pada tes dengan zat

kolinergik.

3. Katarak subkapsular anterior.

4. Xerosis/iktiosis/hiperlinear palmaris.

5. Pitiriasis alba.

6. Keratosis pilaris.

7. Kepucatan fasial/warna gelap infra orbital.

8. Tanda Dennie Morgan (lipatan infraorbital)

9. Peningkatan kadar IgE.

10. Keratokonus.

11. Kecenderungan mendapatkan dermatitis nonspesifik di tangan.

12. Kecenderungan infeksi kulit yang berulang.

13. Seilitis

14. Konjungtivitis berulang

15. Kepucatan pada wajah/eritema fasial

16. Gatal saat berkeringat

17. Intoleransi makanan

18. Dermatitis pada putting susu

19. Intoleransi wool

13

Page 14: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Kriteria ini secara ilmiah dievaluasi dan ditemukan dapat digunakan secara

wajar dengan baik, meskipun tidak ada definisi yang tepat, beberapa tidak

spesifik, dan beberapa tidak umum. William et al mengembangkan daftar

minimum kriteria yang dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosis DA yang

dapat digunakan secara klinis pada studi epidemiologi.1

* Adapted from Williams et al.

Gambar. 5 Kriteria diagnosis dermatitis atopi berdasarkan Williams et al 2

I.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding DA yang penting adalah dermatitis seboroik, psoriasis,

rosasea dan dermatitis perioral, infeksi jamur, ikhtiosis vulgaris, scabies dan

dermatitis kontak.2

14

Page 15: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Gambar. 6 Diagnosis banding dermatitis atopi 2

I.10 Penatalaksanaan

Tujuan terapi meliputi usaha untuk mengeliminasi inflamasi dan infeksi,

memelihara dan memperbaiki sawar stratum korneum dengan menggunakan

pelembab, menggunakan bahan anti gatal untuk mengurangi kerusakan kulit

akibat perbuatan sendiri, dan mengontrol faktor-faktor yang menyebabkan

kekambuhan. Kebanyakan pasien masih bisa diawasi dibawah kontrol yang baik

hanya kurang dari 3 minggu. Beberapa kemungkinan alasan kegagalan respon :

kesediaan pasien yang jelek, dermatitis kontak alergika dengan pengobatan

topikal, terjadi secara bersamaan dengan asma dan hay fever, sedasi yang

15

Page 16: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

inadekuat, dan stres emosional yang berkelanjutan. Terapi terutama fokus

terhadap gambaran simptomatik (hidrasi kulit dan mengurangi gatal). 1,5

Terapi dermatitis atopi dapat didefinisikan sebagai berikut : 1

Mengurangi tanda dan gejala

Mencegah atau mengurangi kekambuhan

Mempersiapkan penanganan jangka panjang dengan mencegah eksaserbasi

Memodifikasi perjalanan penyakit

Gambar 7. Algoritma terapi dermatitis atopi 1

16

Page 17: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Pengobatan topikal

Terapi dasar adjuvant

Sebagai sawar, fungsi pada kulit terganggu, terapi dasar adjuvant

merupakan penanganan dasar terhadap penyakit yang meliputi pemakaian rutin

pelembab yang adekuat. Penentuan pelembab pada tiap-tiap pasien berbeda

tergantung pilihan tertentu, usia, dan tipe dermatitis. Emolien menjaga hidrasi

kulit dan mengurangi gatal. Emolien digunakan secara rutin dua kali sehari,

meskipun tidak ada gejala penyakit dan setelah berenang atau mandi. Untuk

membersihkan kulit jangan mernakai sabun alkali, tetapi memakai detergen

dengan pH asam, atau sabun nonalkali berlemak. 1

Kortikosteroid topikal

Pengobatan DA dengan kortikosteroid topikal adalah yang paling sering

digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Namun, demikian harus waspada

karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. 2

Potensi kortikosteroid topikal diklasifikasikan berdasarkan potensinya

untuk vasokonstriksi. Secara umum, hanya sediaan dengan kekuatan sangat lemah

atau sedang yang dapat digunakan di wajah atau daerah genital, sedangkan

sediaan dengan kekuatan sedang dan kuat digunakan untuk daerah lainnya

diseluruh tubuh. DA dengan likenifikasi memerlukan sediaan yang lebih kuat

untuk waktu yang lebih lama. 3

17

Page 18: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Imunomodulator topical 2

Takrolimus

Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin, dapat diberikan

dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03%

dan 0,1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam DA,

yaitu : sel Langerhans, sel T, sel mast, dan keratinosit.

Pimekrolimus

Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin yaitu

imunomodulator golongan makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil

permentasi Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus.

Preparat ter

Efek ter yang sebenarnya belum diketahui pasti; rupanya berkhasiat

vasokonstriksi, astringen, desinfektan, antipruritus, dan memperbaiki

keratinisasi abnormal dengan cara mengurangi proliferasi epidermal dan

infiltrasi dermal. Pada penggunaan ter yang lama dapat terjadi Efek samping

ter yang lain ialah fotosensitisasi. Ter dapat pula dikombinasi dengan

kortikosteroid.

Antihistamin

Pengobatan DA dengan antihistamin topical tidak dianjurkan karena

berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit.

Pengobatan sistemik 2

Kortikosteroid

18

Page 19: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan

eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-

seling (alternate) atau diturunkan bertahap (tapering), kemudian segera

diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang

menimbulkan berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat

akan muncul kembali.

Antihistamin

Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang

hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu,

antihistamin yang dipakai adalah yang mempunyai efek sedative, misalnya

hidroksisin atau difenhidramin.

Anti-infeksi

Pada DA ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk yang belum

resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin, sedang

untuk yang sudah resisten diberikan diklosasilin, oksasilin, atau generasi

pertama sefalosporin.

Interferon

IFN-γ diketahui menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan

proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN- γ rekombinan menghasilkan

perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam

sirkulasi.

19

Page 20: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Siklosporin

Pada pasien tanpa gangguan ginjal, dapat digunakan siklosporin dengan

dosis yang dimulai dari 5 mg/Kg BB/hari. Obat ini di indikasikan apabila

semua pengobatan gagal, tetapi harus di awasi secara ketat. Pengobatan ini

hanya terbatas 3 sampai 6 bulan saja karena potensi efek sampingnya

termasuk hipertensi dan penurunan fungsi renal.

Terapi sinar (phototherapy)2

Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA

(photochemotherapy) seperti yang dipakai pada psoriasis. Kombinasi UVB dan

UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada sel langerhans, dan

eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara

memblokade fungsi sel langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.

I.11 Prognosis 2,5

Penderita dermatitis atopik yang bermula sejak bayi, sebagian (± 40%)

sernbuh spontan, sebagian berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Ada pula yang

menyatakan bahwa 40-50% sembuh pada usia 15 tahun. Sebagian besar

menyembuh pada usia 30 tahun.

Secara umum, bila ada riwayat dermatitis atopik di keluarga, bersamaan

dengan asma bronkial, masa awitan lambat, atau dermatitisnya berat, maka

penyakitnya lebih persisten.

20

Page 21: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

BAB II

SIMULASI KASUS

2.1. Kasus

Anamnesa

Nn. Riana, usia 25 tahun, pekerjaan pegawai BKD. Alamat Jl. Sinar

No. 112, datang dengan keluhan gatal-gatal. Gatal-gatal muncul sejak 2 hari

yang lalu dengan adanya bintil-bintil kecil muncul di tengkuk, leher, lipatan

siku, belakang lutut dan pinggang. Bintil-bintil tidak berisi cairan. 2 hari

yang lalu penderita mendapat kiriman ikan peda dari orang tuanya, dan

mengkonsumsi dalam jumlah cukup banyak, karena biasanya tidak gatal-

gatal bila makan ikan peda. Penderita hanya gatal-gatal bila makan ayam

ras dan udang. Pasien sudah makan CTM dan pakai bedak salisil, tapi masih

gatal-gatal lagipula di kantor menjadi mengantuk. Dalam keluarga ada

riwayat gatal-gatal yang sama (saudara), asma (ibu), dan pilek bila pagi

(nenek).

Pemeriksaan

Tanda vital : TD = 110/70 mmHg

N = 88 x/’

t = 37,5o C

RR = 20 x/’

21

Page 22: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Pemeriksaan fisik :

Kulit : tengkuk, leher, fossa cubiti, fossa poplitea, sekitar pinggang nampak

papul-papul yang tersebar, tidak basah dan ada bekas garukan.

Kepala, thorax, abdomen dan ekstremitas : tidak ada kelainan

Tes dermatografisme putih : positif

Diagnosa : Dermatitis atopik

2.2. Tujuan Pengobatan

- Kausatif dengan menghindari faktor predisposisi

- Mengatasi simptomatik dengan anti histamin dan anti radang.

2.3. Daftar Kelompok Obat beserta Jenisnya

No. Kelompok Obat

Jenis Obat Nama Obat

1 Anti pruritus Antihistamin H-1 1. Loratadin2. Feksofenadin3. Cetirizine4. Astemizol5. Terfenadine6. Desloratadine

2 Anti radang Kortikosteroid topical

1.Hidrokortison 1-2%2.Metil prednisolon oinment 1%3.Triamnisolon asetonid 0,05-

1,1%

22

Page 23: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

2.4 Perbandingan Kelompok Obat beserta Jenisnya

A. Antihistamin H-1

Jenis Obat Khasiat Efek samping KontraindikasiLoratadin Dapat digunakan

untuk mengatasi gejala alergi pada kulit, non sedasi

Loratadine tidak memperlihatkan efek samping yang secara klinis bermakna, karena rasa mual, lelah, sakit kepala, mulut kering, jarang dilaporkan. Frekuensi efek-efek ini pada loratadine maupun placebo tidak berbeda secara statistik.

Hipersensitifitas, penderita yang sedang mendapat terapi ketokonazol/ eritromisin/ procarbazin/ simetidin, alkoholik, bayi prematur, bayi baru lahir, asma akut, hamil dan menyusui.

Feksofenadin Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi

Sakit kepala, susah tidur, mual, muntah, mulut kering.

Glaukoma dan pasien dengan retensi urin. Hipersensitif. Kombinasi dengan pseudoefedrin dikontraindikasikan pada pasien dengan hipertensi grade III atau penyakit arteri koroner.

Cetirizine Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi pada kulit, sedasi minimal

Somnolen, lesu, pusing, mulut kering, faringitis

Hipersensitif terhadap obat yang mengandung hidroksin

Astemizole Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi pada kulit, non sedasi

Peningkatan berat badan pada pemakaian jangka panjang

Hipersensitif

Terfenadine Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi pada kulit, non sedasi

Sakit kepala,berkeringat, gangguan saluran cerna

Hipersensitif

Desloratadine Dapat digunakan untuk mengatasi gejala alergi pada

Nyeri otot, lesu, mual, mulut kering, nyeri

Pasien dengan penyakit ginjal, hamil dan

23

Page 24: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

kulit, non sedasi menelan, sesak nafas, gatal- gatal dan kemerahan pada kulit

menyusui

B. Kortikosteroid topikal

Jenis Obat Khasiat Efek samping KontraindikasiHidrokortison 1%

Ruam kulit ringan seperti ekzema, ruam popok

Efek samping penggunaan jangka lama : penyebaran dan memperburuk keadaan infeksi, penipisan kulit, striae atopi yang irreversibel, dermatitia kontak, dermatitis perioral, jerawat pada tempat pengolesan dan depigmetasi ringan

Luka kulit akibat bakteri, jamur atau virus yang tak diobati

Rosaea perioral dermatitis

Tidak dianjurkan untuk akne vulgaris

Metilprednisolon asetat oinment 1%

Dermatitis atopi, neurodermatitis, ekzema kontak, ekzema degeneratif dishidrotik, ekzema vulgaris dan psoariasis

Efek samping penggunaan jangka lama bersifat lokal yaitu : penyebaran dan memperburuk keadaan infeksi, penipisan kulit, striae atopi yang irreversibel, dermatitia kontak, dermatitis perioral, jerawat pada tempat pengolesan dan depigmetasi ringan

Riwayat hipersensitivitas

Adanya proses infeksi atau virus pada lesi

Roseae dan dermatitis perioral

Triamnisolon asetonid 0,1%

Dapat digunakan untuk mengatasi reaksi alergi, ekzema, psoriasis

Kesulitan bernapas, pembengkakan bibir, lidah, tenggorokan atau wajah, insomnia, menaikkan berat badan

Hipersensitif

24

Page 25: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

2.4. Pilihan dan Alternatif Obat Yang Digunakan sebagai Antihistamin

Uraian Obat pilihan Obat alternativeNama Obat Loratadin FeksofenadinNama Generik, nama paten, kekuatan

Generik : Loratadin (tab. 10 mg ).Paten : Histaritin, Alloris (tab 10 mg), syrup 5 mg/dl

Generik : -Paten : Telfast

BSO yang diberikan

Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan

Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan

Dosis referensi 10 mg/hari 120 mg/hari Dosis kasus tersebut dan alasannya

10 mg/hari, agar tercapai dosis terapi (sesuai dosis referensi)

120 mg/hari, agar tercapai dosis terapi (sesuai dosis referensi)

Frekuensi pemberian dan alas an

1 kali/hari karena masa kerjanya 24 jam dan bisa diberikan kapan saja karena merupakan antihistamin non sedatif (tidak menyebabkan ngantuk)

1 kali/hari karena masa kerjanya 12-24 jam dan bisa diberikan kapan saja karena merupakan antihistamin non sedatif (tidak menyebabkan ngantuk)

Cara pemberian Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan

Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan

Saat pemberian dan alasannya

Sebelum makan karena dipengaruhi oleh makanan

Sebelum makan. Karena adanya absorbsi dihambat oleh makanan

Lama pemberian 5 hari karena berupa obat simptomatik dan apabila perlu

5 hari karena berupa obat simptomatik dan apabila perlu

25

Page 26: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

2.5 Obat Pilihan dan Alternatif yang digunakan sebagai anti radang topikal.

Uraian Obat pilihan Obat alternativeNama Obat Hidrokortison krim 1 % Metil prednisolon

oinment 1%Nama Generik, nama paten, kekuatan

Generik : Hydrocortisone krim 1% dan 2,5%Paten : Demacort

Generik : metil prednisolon asetat 1%Paten : Advatan krim 5 gram dan 10 gram

BSO yang diberikan Topikal : krim karena pemberian topikal krim sudah cukup efektif

Topikal : krim karena pemberian topikal krim sudah cukup efektif

Dosis referensi 1% - 2,5 % 1% - 2,5%Dosis kasus tersebut dan alasannya

1% karena dosis yang diberikan tidak terlalu besar

1% karena dosis yang diberikan tidak terlalu besar

Frekuensi pemberian dan alas an

2 x/hari karena kelainan kulit yang terjadi tidak terlalu berat dan untuk mencegah efek samping

2 x/hari karena kelainan kulit yang terjadi tidak terlalu berat dan untuk mencegah efek samping

Cara pemberian Dioleskan tipis ditempat lesi agar tidak menimbulkan dosis penyerapan yang besar

Dioleskan tipis ditempat lesi agar tidak menimbulkan dosis penyerapan yang besar

Saat pemberian Pagi dan sore hari setelah mandi

Pagi dan sore hari setelah mandi

Lama pemberian 7 hari (steroid lemah) untuk mencegah efek samping.

7 hari (steroid lemah) untuk mencegah efek samping.

26

Page 27: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

2.6 Resep yang Benar dan Rasional untuk Kasus Tersebut

Resep obat pilihan

dr. Munawarah

SIP 9050/06/RA/2009

Alamat rumah Alamat Praktek

Jl.Kuin Selatan No.1 Jl. S. Parman No.40

Banjarmasin, 0511 (44231) Banjarmasin, 0511 (44232)

Praktek pukul 16.00-21.00 WITA

Banjarmasin, 4 Mei 2010

R/ Hidrokortison 1% crem 40 g

S bdd extend ter m.et.v ue (o.12.h)

R/ Loratadin tab 10 mg No. V

S sdd tab p.c vesp (o.24.h)

Pro : Nn. Riana

Umur : 25 tahun

Alamat : Jl. Sinar No. 112, Banjarmasin

Resep obat Alternatif

27

Page 28: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

dr. Munawarah

SIP 9050/06/RA/2009

Alamat rumah Alamat Praktek

Jl.Kuin Selatan No.1 Jl. S. Parman No.40

Banjarmasin, 0511 (44231) Banjarmasin, 0511 (44232)

Praktek pukul 16.00-21.00 WITA

Banjarmasin, 4 Mei 2010

R/ Metilprednisolon asetat oinment 1% crem 40 g

S bdd extend ter m.et.v ue (o.12.h)

R/ Telfast tab 120 mg No. V

S sdd tab I ac (o.24.h)

Pro : Nn. Riana

Umur : 25 tahun

Alamat : Jl. Sinar No. 112, Banjarmasin

2.7 Pengendalian Obat

28

Page 29: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

Pada kasus ini dilakukan pengendalian obat dengan cara memperhatikan

dosis, lama pemberian dan efek samping dari obat yang diberikan. Penentuan

dosis obat telah disesuaikan dengan aturan dosis untuk orang dewasa.

Pengobatan dalam kasus ini dibagi menjadi 2 terapi simptomatik yaitu

antihistamin dan antiradang (antipruritus). Karena terapi kausatif pada kasus

dermatitis ini masih belum diketahui secara pasti. Hanya dengan cara memberikan

informasi kepada pasien untuk menghindari faktor predisposisi/pencetus seperti

makananyang mengandung protein (polivalen), daerah yang panas sehingga

banyak mengeluarkan keringat, menjaga kebersihan lingkungan, serta mengurangi

stress. Prinsip utama pada pengobatan atopi adalah mencegah agar pasien tidak

menggaruk sebab akan memperberak kelainan kulit sehingga dapat menyebabkan

terjadinya infeksi sekunder. Sedangkan pengobatan simptomatik diindikasikan

untuk mengatasi rasa gatal. Pemberian dilakukan hanya bila gejala gatal timbul.

Dimana disini dipilih loratadin sebagai antihistamin karena merupakan

antihistamin non sedatif yang tidak akan menyebabkan mengantuk sehingga tidak

mengganggu aktifitas (kerja). Pemberian obat antihistamin diberikan selama 3-5

hari karena pengobatannya hanya bersifat simptomatis yaitu selama gejala gatal

masih ada. Sedangkan pada pemberian kortikosteroid yaitu hidrokortison 1%

dilakukan selama 7 hari untuk meminimalkan terjadinya efek samping obat dan

hidrokortison 1% merupakan kortikosteroid lemah.

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 30: Laporan Simulasi Kasus Dermatitis Atopi

1. C.Ellis, T. Luger, D.Abeck, R.Allen, R.A.C.Graham-Brown, Y.de Prost et al. International Consensus Conference on Atopic Dermatitis II (ICCAD II*): clinical update and current treatment strategies. British Journal of Dermatology 2003;148 (Suppl. 63):3–10

2. Djuanda Suria, Sri Adi S. Dermatitis. Dalam: Adhi Djuanda, Ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke Tiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2004;131-5

3. Hywel C. Williams, Ph.D.. Atopic Dermatitis. N Engl J Med 2005;352:2314-24.

4. B R Allen, M Lakhanpaul, A Morris, S Lateo, T Davies, G Scott et al. Systemic exposure, tolerability, and efficacy of pimecrolimus cream 1% in atopic dermatitis patients. Arch Dis Child 2003;88:969–73

5. Habif Thomas P. Atopic Dermatitis. Dalam: Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. Third Edition. St. Louis, Missouri: Mosby-Year Book Inc, 1996;5:345-7

6. Wolff Klaus, Richard Allen Johnson, Dick Suurmond. Atopic Dermatitis. Dalam : Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. Jakarta : Salemba Medika, 2005;2:33-8

7. Lorraine M Wilson, Sylvia. Ekzema dan gangguan Vaskuler dalam Patofisiologi Penyakit. EGC. Jakarta, 2006

8. Mansjoer Arif. Dermatitis Atopi dalam Kapita Selekta Jilid 2 edisi III. Media Aesculaplus. FKUI, Jakarta, 2001

9. Jan Faergemann. Atopic Dermatitis and Fungi. Clinical Microbiology Reviews, 2002. p. 545–563

10. Hassan, Rusepno. Dermatitis Atopi dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta: Infomedika, 1998

30