28
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (FI ed IV). Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (FI ed III). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %. Sedian setengan padat ini tidak menggunakan tenaga. Akan tetapi salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang dalam salep harus halus. Oleh karena itu pada saat pembuatan salep terkadang mangalami banyak masalah saleb yang harus digerus dengan homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan diserab oleh kulit. Obat bentuk sediaan setengah padat pada umumnya hanya digunakan sebagai obat luar, dioleskan pada kulit untuk keperluan terapi atau berfungsi sebagai pelindung kulit. Sediaan setengah padat terdiri dari salep, pasta, dan krim. Salah 1

laporan salep

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: laporan salep

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian

topikal pada kulit atau selaput lendir (FI ed IV). Bahan obatnya larut atau

terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (FI ed III). Salep tidak

boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep

yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %.  Sedian setengan

padat ini tidak menggunakan tenaga.

Akan tetapi salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil,

tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang

dalam salep harus halus. Oleh karena itu pada saat pembuatan salep

terkadang mangalami banyak masalah saleb yang harus digerus dengan

homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan

diserab oleh kulit.

Obat bentuk sediaan setengah padat pada umumnya hanya

digunakan sebagai obat luar, dioleskan pada kulit untuk keperluan terapi

atau berfungsi sebagai pelindung kulit. Sediaan setengah padat terdiri dari

salep, pasta, dan krim. Salah satu obat dalam bentuk krim yang digunakan

untuk pemakaian luar adalah Kloramfenikol. Antibiotikum broadspektrum

ini berkhasiat terhadap hampir semua kuman Gram- positif dan sejumlah

Gram-negatif, juga terhadap spirokhaeta, chlamydia trachomatis

danMycoplasma. Tidak aktif terhadap suku Psedeomonas, Proteus dan

Enterobacter Khsiatnya bersifat bakteriostatis terhadap Enterobacter dan

staph. Aureus berdasarkan pertintangan sintesa polipeptida kuman.

Kloramfenikol bekerja bakterisid terhadap Str. pneumoniae, Neiss.

meningitides dan H. influenzae.

1

Page 2: laporan salep

Pembuatan sediaan setengah padat atau salep sangat penting

diketahui untuk dapat diterapkan pada pelayanan kefarmasian khususnya di

apotik, puskesmas maupun rumah sakit.

1.2. PRINSIP PERCOBAAN

Dasar salep yang digunakan adalah dasar salep hidrokarbon yang

dikenal sebagai dasar selep berlemak yaitu vaselin album. Salep dibuat

dengan mencampurkan bahan aktif obat dengan propilenglikol kemudian

ditambahkan adeps lanae, setelah homogen ditambahkan vaselin album dan

digerus hingga homogen. Salep dikemas dalam tube dengan persyaratan

tidak boleh terjadi kebocoran ketika dilakukan uji kebocoran (salep dalam

tube) yang telah dibungkus dengan kertas penyerap dan dimasukkan ke

dalam oven pada suhu 60o ± 3o selama 8 jam Dan jika dioleskan pada

sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan

susunan yang homogen (Uji homogenitas)

1.3. TUJUAN PERCOBAAN

- Mengetahui bentuk sediaan salep antibiotik

- Mengetahui bahan dasar salep antibiotik

- Mengetahui persyaratan dan evaluasi salep antibiotik

2

Page 3: laporan salep

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI SALEP

Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian

luar. Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering memerlukan

penambahan pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk

mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi. Pengawet-

pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol-fenol, asam benzoat, asam

sorbat, garam amonium kuartener, dan campuran-campuran lain. Preparat

setengah padat menggunakan dasar salep yang mengandung atau menahan

air, yang membantu pertumbuhan mikroba supaya lebih luas daripada yang

mengandung sedikit uap air, dan oleh karena itu merupakan masalah yang

lebih besar dari pengawetan (Chaerunnisa, 2009).

            Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan

digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispend

homogen dalam dasar salep yang cocok. Pemerian Tidak boleh berbau

tengik. Kadar kecuali dinyatakan lain dan untuk salap yang mengandung

obat keras atau obat narkotik , kadar bahan obat adalah 10 %. Kecuali

dinyatakan sebagai bahan dasar digunakan Vaselin putih . Tergantung dari

sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat dipilih salah satu bahan dasar

berikut: dasar salep senyawa hidrokarbon Vasellin putih, vaselin kuning

atau campurannya dengan malam putih, dengan Malam kuning atau

senyawa hidrokarbon lain yang cocok; dasar salep serap lemak bulu domba

dengan campuran 8 bagian kolesterol 3 bagian stearik alcohol 8 bagian

malam putih dan 8 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian Malam kuning

dan 70 bagian Minyak Wijen; dasar salap yang dapat dicuci dengan air.

Emulsi minyak dan air; dasar salap yang dapat larut dalam air

Polietilenglikola atau campurannya. Homogenitas jika dioleskan pada

sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan

susunan yang homogen (Anif, 2000)

3

Page 4: laporan salep

2.2 PENGGOLONGAN SALEP

1. Menurut Konsistensinya, salep digolongkan menjadi 5 golongan :

a. Unguenta : adalah salep yang memiliki konsistensi seperti mentega.

Tidak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan tanpa

memakai tenaga.

b. Cream : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap

kulit. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.

c. Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat

padat (serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup atau

pelindung bagian kulit yang diberi.

d. Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung presentase

tinggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih keras.

e. Gelones Spumae (Jelly) : adalah suatu salep yang lebih halus.

Umumnya cair dan mengandung sedikit atau tanpa lilin.

2. Menurut Efek Terapinya, salep digolongkan menjadi 3 golongan :

a. Salep Epidermic (Salep Penutup)

Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk

melindung kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat

tidak diabsorbsi. Dasar salep yang terbaik adalah senyawa

hidrokarbon (vaselin).

b. Salep Endodermic

Salep dimana bahan obatnya menembus kedalam tetapi tidak

melalui kulit dan terabsorbsi sebagian. Dasar salep yang baik

adalah minyak lemak.

c. Salep Diadermic (Salep Serap)

Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam melalui

kulit dan mencapai efek yang diinginkan karena diabsorbsi

seluruhnya. Dasar salep yang baik adalah adeps lanae dan oleum

cacao.

4

Page 5: laporan salep

3. Menurut Dasar Salepnya, salep digolongkan menjadi 2 golongan :

a. Salep hydrophobic : yaitu salep-salep dengan bahan dasar

berlemak, misanya campuran dari lemak-lemak, minyak lemak,

malam yang tak tercuci dengan air.

b. Salep hydrophilic : yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya

dasar salep tipe o/w atau seperti dasar salep hydrophobic tetapi

konsistensinya lebih lembek, kemungkinan juga tipe w/o antara

lain campuran sterol dan petrolatum. (Depkes, 1994). 

2.3 KELEBIHAN DAN KEKURANAGN SALEP

a. Kelebihan

Adapun kelebihan menggunakan sediaan salep adalah :

1. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.

2. Sebagai bahan pelumas pada kulit.

3. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan

kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit.

4. Sebagai obat luar

b. Kekurangan

Di samping kelebihan tersebut, ada kekurangan berdasarkan basis di

antaranya yaitu :

1.    Kekurangan basis hidrokarbon 

Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian

serta sulit tercuci hingga sulit di bersihkan dari permukaan kulit.

2.    Kekurangan  basis absorpsi :

Kurang tepat bila di pakai sebagai pendukung bahan bahan

antibiotik dan bahan bahan kurang stabil dengan adanya air

Mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air .

2.4 BAHAN PENYUSUN DASAR SALEP

Dasar salep hidrokarbon

         Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak (bebas air) antara

lain vaselin putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampur

5

Page 6: laporan salep

ke dalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan

obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar

hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolien. Dasar hidrokarbon ini

juga sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu

lama. Contoh : petrolatum, paraffin, minyak mineral.

Dasar salep absorpsi

Dasar salep absorpsi Dibagi menjadi 2 tipe :

a. Yang memungkinkan percampuran larutan berair, hasil dari

pembentukan emulsi air dan minyak. Misalnya petrolatum hidrofilik

dan lanolin anhidrat.

b. Yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi),

memungkinkan bercampur sedikit penambahan jumlah larutan berair.

Misalnya lanolin dan cold cream.

Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan

derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Seperti

dasar salep berlemak dasar salep serap tidak mudah dihilangkan dari kulit

oleh pencucian air. Dasar-dasar salep ini berguna dalam farrnasi untuk

pencampuran larutan berair kedalam larutan berlemak. Contoh : petrolatum

hidrofilik, lanolin, dan lanolin anhidrida, cold  cream.

Dasar salep serap dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok pertama

terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi

air dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat) dan kelompok

kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan

sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat

sebagai emolien.

Dasar salep yang dapat dicuci dengan air

      Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep

hidofilik yang lebih tepat disebut “krim”. Dasar salep ini dinyatakan juga

sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap

basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan

obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar

salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat

6

Page 7: laporan salep

diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi

pada  kelainan dermatologik. Bahan obat tertentu dapat diserap lebih baik

oleh kulit jika dasar salep lainnya. Contoh : salep hidrofilik

Dasar salep larut air

       Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari

konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan

seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung

bahan tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar

salep ini lebih tepat disebut “gel”. Dasar salep ini mengandung komponen

yang larut dalam air. Tetapi seperti dasar salep yang dapat dibersihkan

dengan air, basis yang larut dalam air dapat dicuci dengan air. Basis yang

larut dalam air biasanya disebut greaseless karena tidak mengandung bahan

berlemak. Karena dasar salep ini sangat mudah melunak dengan

penambahan air, larutan air tidak efektif dicampurkan dengan bahan tidak

berair atau bahan padat. Contohnya salep polietilen glikol.

       Pemilihan dasar salep yang tepat untuk dipakai dalam formulasi

tergantung pada pemikiran yang cermat atas beberapa faktor berikut:

a. Laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari dasar salep

b. Keinginan peningkatan oleh dasar salep absorbsi perkutan dari obat

c. Kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh dasar salep

d. Jangka lama dan pendeknya obat stabil dalam dasar salep

e. Pengaruh obat bila ada terhadap kekentalan atau hal lainnya dari dasar

salep.

Semua faktor ini  dan yang lainnya harus ditimbang satu terhadap

yang lainnya untuk  memperoleh dasar salep yang  paling baik. Harus

dimengerti bahwa tidak ada dasar salep yang ideal dan juga tidak ada yang

memiliki semua sifat yang diinginkan. Sebagai contoh suatu obat yang cepat

terhidrolisis, dasar salep hidrolisis akan menyediakan stabilitas yang tinggi.

Walaupun dari segi terapeutik dasar salep yang lain dapat lebih disenangi.

Pemilihannya adalah untuk mendapatkan dasar salep yang secara umum

menyediakan segala sifat yang dianggap paling diharapkan.

7

Page 8: laporan salep

2.5 KUALITAS DASAR SALEP

a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari

inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada

dalam kamar.

b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk

menjadi lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang

teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi.

c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah

dipakai dan dihilangkan dari kulit.

d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika

dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh

merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas

obatnya pada daerah yang diobati.

e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep

padat atau cair pada pengobatan.

2.6 FUNGSI SALEP

         fungsi salep antara lain :

a Sebagai bahan  aktif pembawa sustansi obat untuk pengobatan kulit

b Sebagai bahan pelumas pada kulit

c Sebagai bahan pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit

yang dengan larutan  berair dan perangsang kulit

2.7 KARAKTERISTIK SALEP

a. Stabil, selama masih dipakai dalam masa pengobatan. Maka salep harus

bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban

yang ada dalam kamar.

b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk

menjadi lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang

teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.

c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang palintg mudah

dipakai dan dihilangkan dari kulit.

8

Page 9: laporan salep

d. Dasar salep yang cocok adalah dasar salep yang kompatibel secara

fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya.

e. Terdistribusi secara merata, obat harus terdistribusi merata melalui

dasar salep padat atau cair pada pengobatan. (Ilmu Resep Teori, hal 42)

Suatu dasar salep yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

a. Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit

b. Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.

c. Tidak merangsang kulit.

d. Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.

e. Stabil dalam penyimpanan.

f.Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.

g. Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.

h. Mudah dicuci dengan air.

i.Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.

j.Mudah diformulasikan/diracik

k. Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit.

l.Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.

m. Tidak merangsang kulit.

n. Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.

o. Stabil dalam penyimpanan.

p. Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.

q. Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.

r.Mudah dicuci dengan air.

s. Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.

t.Mudah diformulasikan/diracik

2.8 PERSYARATAN SALEP MENURUT FI EDISI III

a. pemerian : tidak boleh bau tengik

b. kadar : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep ( basis salep )

yang digunaakan vaselin putih ( vaselin album ), tergantung dari sifat

bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dapat Dipilih beberapa bahan

dasar salep  sebagai berikut :

9

Page 10: laporan salep

Dasar salep hidrokarbon : vaselin putih, vaselin kunig, malam putih

atau malam kunig atau campurannya.

Dasar salep serap : lemak, bulu domba campuran 3 bagian kolestrol

dan 3 bagian stearil alcohol, campuran 8 bagian malam putih dan 8

bagian vaselin putih.

Dasar salep yang dapat larut dalam air

Dasar salep yangdapat dicuci dengan air 

c. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan

lain yang cocok harus menunjukan susunan yang homogen.

d. Penandaan : etiket harus tertera ”obat luar “

2.9 CARA PEMBUATAN SALEP

         Aturan umum :

a. Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perlu dengan

pemanasan rendah

b. Zat yang tidak cukup larutdalam dasar salep, lebih dulu disebut dan

diayak dengan ayakan no 100.

c. Zat yang mudah larut dalam air danstabil serta dasarr salep mampu

mendukung/ menyerap air tersebut,dilarutkan didalam air yagn tersedia,

selain itu ditambahkan bagian dasar salep.

d. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebuut

harus diaduk sampai dingin.

2.10 EVALUASI SALEP

Evaluasi salep biasa dilakukan dengan beberapa pengujian sebagai berikut:

1.   DAYA MENYERAP AIR

BA=100.KA100-KA

KA=100.BA100-BA

Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air, yang digunakan

untuk mengkarakterisasikan basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan

10

Page 11: laporan salep

sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas

air pada suhu tertentu (umumnya 15-20o C) secara terus-menerus atau dalam

jangka waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan

secara manual. Kedua bilangan ukur tersebut dapat dihitung satu ke dalam

yang lain melalui persamaan :      

2. KANDUNGAN AIR

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air

dalam salap.

•       Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Sebagai kandungan air

digunakan ukuran kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung

pada saat pengeringan disuhu tertentu (umumnya 100-110oC).

•       Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan

menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat bercampur

dengan air. Dalam hal ini digunakan trikloretan, toluen, atau silen

yang disuling sebagai campuran azeotrop dengan air.

•       Cara titrasi menurut Karl Fischer. Penentuannya berdasarkan atas

perubahan Belerang Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin

dan metanol menurut persamaan reaksi berikut:

I2 + SO2 + CH3OH + H2O -> 2 HI + CH3HSO4

 

Adanya pirin akan menangkap asam yang terbentuk dan

memungkinkan terjadinya reaksi secara kuantitatif.Untuk menghitung

kandungan air digunakan formula berikut :

% Air   =  f . 100 (a-

b) P

 

                                               

                        f = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml),

                        a = larutan standar yang dibutuhkan (ml),

11

Page 12: laporan salep

                        b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko (ml),

                        P = penimbangan zat (mg)      

3.  KONSISTENSI

Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti

sifat lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka

ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode sebagai

berikut:

•       Metode penetrometer.

•       Penentuan batas mengalir praktis

4.   PENYEBARAN

Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada

kulit. Penentuannya dilakukan dengan menggunakan entensometer.

5.   TERMORESISTENSI

Dihasilkan melalui tes berayun. Dipergunakan untuk

mempertimbangkan daya simpan salep di daerah dengan perubahan iklim

(tropen) terjadi secara nyata dan terus-menerus.

6.   UKURAN PARTIKEL

Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang

banyak dipakai dalam industri bahan pewarna.

Metode tersebut hanya menghasilkan harga pendekatan, yang tidak

sesuai dengan harga yang diperoleh dari cara mikroskopik, akan tetapi

setelah dilakukan peneraan yang tepat, metode tersebut daat menjadi metode

rutin yang baik dan cepat pelaksanaannya.

2.11 CHLORAMFENICOL

Kloramfenikol (Farmakope Indonesia edisi IV halaman 189 ; FI III hal

144).

Rumus molekul               = C11H12Cl2N2O5.

Berat Molekul                 = 323,13.

Rumus Struktur :

12

Page 13: laporan salep

Pemerian                         = Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng

memanjang,putih hingga putih  kelabu atau

putih kekuningan.

Kelarutan                        = Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol,

dalam propilena glikol.

Titik Lebur                      = Antara 1490 dan 1530 C.

pH                                   = Antara 4,5 dan 7,5.

OTT                                 = Endapan segera terbentuk bila kloramfenikol

500 mg dan eritromisin 250 mg atau tetrasiklin

Hcl 500 mg dan dicampurkan dalam 1 liter

larutan dekstrosa 5%.

Stabilitas                         = Salah satu antibiotik yang secara kimiawi

diketahui paling stabil dalam segala pemakaian.

Stabilitas baik pada suhu kamar dan kisaran pH

2-7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh

hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil dalam

suasana basa. Kloramfenikol dalam media air

adalah pemecahan hidrofilik pada lingkungan

amida. Stabil dalam basis minyak dalam air,

basis adeps lanae. (Martindale edisi 30 hal 142).

Dosis                               = Dalam salep 1 %  (DI 2010 hal 223-227).

Khasiat                            = Antibiotik, antibakteri  (gram positif, gram

negatif, riketsia, klamidin), infeksi meningitis

(Martindale edisi 30 hal 141).

Indikasi                           = Infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri yang

sensitif terhadap kloramfenikol.

Efek Samping                = Kemerahan kulit angioudem, urtikaria dan

anafilaksis.

Penyimpanan                   = Wadah tertutup rapat.

13

Page 14: laporan salep

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 FORMULA

Salep Kloramfenikol (Form. Nas Hal 66)

R / Chloramfenicol 200 mg

Propilen glikol 1

Adeps lane 1

Vaselin Album ad 10

#

Pro : Liana

3.2 ALAT DAN BAHAN

a. Alat

1. Mortir dan stemfer

2. Timbangan dan anak timbangan

3. Pipet Tetes

4. Sudip

5. Etiket dan Perkament

6. Cawan penguap

7. Oven

8. Kertas Saring

9. Objek Glass

10. Tube

11. Kertas Perkamen

b. Bahan

1. Chloramfenicol

2. Propilen Glikol

3. Adeps Lanae

4. Vaselin Album

14

Page 15: laporan salep

3.3 PERHITUNGAN BAHAN

1. Chloramfenicol 0,200 gram (200 mg)

2. Propilen Glikol 1,00 gram (1.000 mg)

3. Adeps Lanae 1,00 gram (1.000 mg)

1. Vaselin Album 10 – (0,200 + 1,00 + 1,00)

10 – 2,200

7,8 gram (7.800 mg)

3.4 PROSEDUR

1. ditimbang Chloramfenicol, di kertas perkamen

2. ditimbang Propilen Glikol di kaca arloji yang telah ditara

3. ditimbang Adeps Lanae, di kertas perkamen

4. ditimbang Vaselin Album, di kertas perkamen

5. di dalam lumpang, digerus Chloramfenicol dan Propilen Glikol

6. ditambahkan Adeps Lanae ke dalam lumpang

7. ditambahkan Vaselin Album ke dalam lumpang

8. digerus hingga homogen

9. Masukkan krim ke dalam tube.

10. Diberi etiket dan label berwarna biru

3.5 EVALUASI

Evaluasi Tipe krim dilakukan dengan :

a. Uji Kebocoran (Salep dalam tube)

Alat : Oven dan Kertas Penyerap

1. Ambil 8 tube salep, bersihkan permukaan luar tiap tube dengan

kertas penyerap

2. Letakkan tube diatas loyang posisi horizontal

3. Masukkan ke dalam oven diamkan selama 8 jam, temp 600 ± 30C

4. Tidak boleh terjadi kebocoran (Kertas Penyerap harus tetap kering)

b. Uji Homogenitas (F. Ind. Ed. III, 1979)

Alat : Objek Glass / Kertas Perkamen

1. Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang

cocok harus menunjukkan susunan yang homogen

15

Page 16: laporan salep

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

1. Organoleptis

Warna : Putih kekuningan

Bentuk : Semi Padat (Tidak terlalu keras)

Bau : Tidak berbau

2. Homogenitas : Homogen

3. Uji Kebocoran : Bocor

4.2 PEMBAHASAN

Pada uji organoleptik, sediaan berbentuk setengah padat (salep) tidak

terlalu keras, berwarna putih kekningan dan tidak berbau. Uji ini untuk

melihat terjadinya perubahan fase.

Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui kehomogenan zat

aktif dalam basis, sehingga setiap kali salep tersebut digunakan dosisnya

sama. Selain itu, uji homogenitas ini melihat apakah masih ada partikel obat

yang terlalu kasar yang dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Homogenitas

juga dapat dipengaruhi oleh faktor penggerusan yang dilakukan pada saat

pembuatan. Pada uji homogenitas ini, formula salep (Kloramfenikol)

menunjukkan hasil yang homogen di atas kaca objek, tidak terlihat adanya

partikel-partikel kecil yang membuat salep terasa kasar.

Uji Kebocoran dimaksudkan untuk mengetahui kebocoran pada tube.

Pada praktikum ini salep dikemas dalam tube bekas yang telah dibersihkan

melalui bagian bawah tube. Pada uji kebocoran ternyata tube yang

digunakan bocor dimana kertas serap yang digunakan menjadi basah setelah

dilakukan uji kebocoran. hal ini disebabkan karena tidak terampilnya

praktikan dalam membersihkan tube bekas dan tidak terampil dalam melipat

tube.

16

Page 17: laporan salep

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

a. Salep adalah bentuk sedian setengan padat yang mudah

dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.

b. Bahan dasar salep adalah salep hidrokarbon, dimana dasar salep yang

digunakan adalah vaselin album

c. Salep Chloramfenicol hasil percobaan kelompok 8 memenuhi persyratan

5.2 SARAN

a. Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediaan  seorang praktikan

harus benar-banar memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan,

sifat dari masing-masing bahan serta interaksi antar bahan yang besar

kemungkinannnya  sangat bias terjadi. Sehingga dengan demikian

sediaan yang diformulasikan akan menghasilkan suatu sediaan yang

benar-benar layak pakai dan seminimal mungkin dapat mengurangi

kekurangan dari sediaan krim tersebut.

b. Selain itu factor lain yang yang perlu diperhatikan adalah pada proses

pembuatannya,. Dengan mempertimbangkan karakteristik, konsentrasi

dan interaksi dari masig-masing bahan tadi, seorang praktikan harus

mampu merancang dan membuat prosedur kerja yang sebaik mungkin

sesuai ketentuan, agar sediaan yang dibuat dapat memenuhi standar

evaluasi yang ditetapkan.

c. Sebaiknya dilakukan evaluasi dengan menggunakan metode yang lain

17

Page 18: laporan salep

DAFTAR PUSTAKA

Ansel C Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.  Jakarta : UI press

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi Ketiga. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia edisi Keempat. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI

Soetopo dkk. (2002). Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi Kelima. Yogyakarta :

UGM Press

Lachman, L, Lieberman, H, A, dkk. (1994). Teori Dan Praktek Farmasi Industri

Edisi Ketiga. Jakarta : UI Press

Departemen Kesehatan RI. (1978). Formularium Nasional edisi Kedua. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI

C.F. Van Duin, Dr., (1947). Ilmu Resep edisi Kedua. Jakarta : Soeroengan

Moh. Anief, Drs. Apoteker. (2006). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Pres

18