20
LAPORAN PRAKTIKUM PESTISIDA PERTANIAN Acara : 5. Aplikasi Fungisida pada Tanaman Hortikultura Tanggal : 5 Oktober 2015 Tempat : Lab Hama, Universitas Jember Tujuan : Mengetahui cara kerja fungisida serta keefektifitasan fungisida terhadap cendawan. Nama : Faiz Stania Rusdi (141510501148) Golongan :C PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

Citation preview

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

LAPORAN PRAKTIKUM

PESTISIDA PERTANIAN

Acara : 5. Aplikasi Fungisida pada Tanaman Hortikultura

Tanggal : 5 Oktober 2015

Tempat : Lab Hama, Universitas Jember

Tujuan : Mengetahui cara kerja fungisida serta keefektifitasan fungisida

terhadap cendawan.

Nama : Faiz Stania Rusdi (141510501148)

Golongan : C

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam membudidayakan tanaman tidak terlepas dari hama dan penyakit

yang menyerang tanaman tersebut. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman

berbeda-beda sesuai dengan jenis dan varietas dari tanaman yang ditanam. Untuk

mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang biasanya menggunakan

pestisida. Pestisida adalah semua bahan-bahan racun yang digunakan untuk

membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang

diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya.

Patogen fungi hidup dengan berasosiasi secara parasitik dengan tanaman

pertanian. Asosiasi parasitik ini menimbulkan kerugian yang besar bagi petani

yaitu merusak benih dorman, benih di persemaian, dan tanaman (akar, batang,

daun, bunga, dan buah). Hal yang biasa dilakukan petani dalam memutuskan

asosiasi parasitik antara tumbuhan dan fungi patogen adalah dengan menggunakan

fungisida. Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan

cendawan (fungi). Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam

tubuh tanaman sasaran yang diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan

sistemik local. Pada fungisida, terutama fungisida sistemik dan non sistemik,

pembagian ini erat hubungannya dengan sifat dan aktifitas fungisida terhadap

jasad sasarannya.

Cendawan merusak tanaman dengan berbagai cara. Misalnya sproranya

masuk kedalam bagian tanaman lalu mengadakan pembelahan dengan cara

pembesaran sel yang tidak teratur sehingga menimbulkan bisul-bisul.

Pertumbuhan yang tidak teratur ini mengakibatkan sistem kerja jaringan

pengangkut air menjadi terganggu sehingga kehidupan tanaman menjadi merana.

1.2 Tujuan

Mengetahui cara kerja fungisida serta keefektifitasan fungisida terhadap

cendawan.

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Sayuran merupakan salah satu bahan makanan yang berperan untuk

kesehatan, dalam usaha pemenuhannya, dilakukan berbagai upaya peningkatan

produksi, namun seringkali terkendala dengan adanya serangan hama dan

penyakit. Dalam mengatasi serangan hama penyakit dilakukan berbagai cara

pengendalian, mayoritas masyarakat menggunakan pestisida sintetik (Tuhumury

dkk., 2012). Pestisida sintetik memiliki berbagai macam jenis tergantung dari

sasarannya, salah satunya adalah fungisida. penyakit jamur tersebut, perlu solusi

dengan memanfaatkan bahan-bahan alami agar tidak menimbulkan dampak

negative terhadap manusia dan lingkungan disekitarnya, bahan alami tersebut

mudah ditemukan dan yang utama adalah mengandung zat yang dapat (Iskarlia

dkk., 2014). Pestisida nabati berbahan aktif minyak atsiri terbukti prospektif untuk

mengendalikan penyakit tanaman, namun biasanya kurang stabil selama dalam

penyimpanan, terutama formula yang berbentuk cair yang dapat larut dalam air.

Formula tersebut mudah terpisah menjadi lapisan minyak dan zat pembawanya

(Hartati, 2013).

Fungisida adalah senyawa kimia atau organisme biologis yang merusak

atau menghambat pertumbuhan jamur atau spora jamur . Penggunaan fungisida

untuk kontrol yang efektif dari tanaman penyakit telah menjadi penting dalam

dekade terakhir dalam Sistem pertanian karena diperkirakan bahwa infeksi jamur

pengurangan penyebab hasil hampir 20% dari tanaman di seluruh dunia. Karena

biaya yang relatif rendah, kemudahan penggunaan, dan efektivitas, fungisida

menjadi sarana utama pengendalian jamur . Namun, penggunaan ekstensif dari

senyawa ini untuk mengontrol penyakit jamur pada tanaman menimbulkan

munculnya strain baru patogen yang telah menjadi resisten terhadap tersedia

produk komersial (Dias, 2012), untuk menghindari efek tersebut dari bahan kimia

fungisida maka digunakanlah fungisida alami, mereka umumnya lemah

dibandingkan dengan fungisida sintetis. Fungisida alami lebih aman untuk

manusia dan ekosistem dari senyawa fungisida kimia, dan dapat dengan mudah

digunakan oleh masyarakat (El-Ghany et al., 2015).

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

Menurut Hadi (dalam Suharti dan Suita, 2013) terdapat empat patogen

penyebab benih yang ditanam tak berkecambah, yaitu : fungi yang menyerang

benih saat masih di pohon, fungi terdapat pada benih saat di panen dan sedang di

lapang, fungi berkembang pada waktu proses pengangkutan, maupun fungi yang

berada pada medium perkecambahan di persemaian. Identifikasi patogen dapat

dilihat dari gejala-gejala yang muncul pada daun muda dengan pengamatan

mikroskopik hasil korekan daun bergejala tersebut dapat dilihat konidium yang

berbentuk oval yang merupakan morfologi konidium ciri dari jamur

(Sumardiyono dkk., 2011)

Menurut Waid (dalam Sekarsari dkk., 2013), ekstrak daun sirih

mengandung senyawa aromatik seperti hidroksikavikol, kavikol, dan betlepenol.

Senyawasenyawa aktif tersebut mampu menekan pertumbuhan jamur patogen

dengan cara mengganggu dinding sel atau menghambat permeabilitas dinding sel

sehingga komponen penting seperti protein keluar dari sel dan sel berangsur-

angsur mati.

Fungi tidak hanya menjadi patogen bagi tumbuhan, akan tetapi juga dapat

dimanfaatkan sebagai patogenik serangga hama. Salah satu jenis jamur

entomopatogenik yang telah ditemukan di ekosistem rawa lebak Sumatera Selatan

adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Cendawan ini terbukti

cukup efektif membunuh serangga hama dari ordo Hemiptera dan Lepidoptera

(Herlinda dkk., 2012), tak hanya menjadi entomopatogen terhadap serangga saja,

akan tetapi jamur juga dapat menjadi agens hayati dalam pengendalian bakteri,

yaitu Bacillus subtilis. Bacillus subtilis adalah salah satu agen biokontrol untuk

mengendalikan penyakit karena kemampuannya dalam menghasilkan antimikroba

dan memacu pertumbuhan tanaman (Wartono, 2014).

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Pestisida Pertanian untuk prodi Agroteknologi pada acara

Aplikasi Fungisida pada Tanaman Hortikultura dilaksanakan pada hari Senin,

tanggal 5 Oktober 2015 pukul 12.30 WIB hingga selesai, bertempat di

Laboraturium Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember.

3.2 Bahan dan Alat

1. Fungisida (Dithan M-45, Antracol 70WP, Delsen 200MX)

2. Jamur R. Solani

3. PDA

4. Petridish

5. Air steril

6. Kertas filter

7. Pipet ukur

8. Beker glass.

3.3 Cara kerja

1. Metode filter

a. Menyelupkan kertas filter yang berdiameter 5mm kedalam larutan fungisida

dengan konsentrasi 0,1% ; 0,2% ; 0,4%.

b. Meniriskan 4 kertas filter tersebut dan diletakkan kedalam media PDA padat

pada petridish dengan membentuk bujur sangkar.

c. Menanam sklerotia R. solani pada bagian tengah PDA.

d. Sebagai kontrol, menyelupkan kertas filter kedalam air steril.

e. Melakukan 3 ulangan pada setiap perlakuan.

f. Mengamati pertumbuhan diameter koloni hingga hari ke-7.

g. Menghitung prosentase penghambatan berdasarkan rumus :

DK – DP

DKX 100% DK : diameter koloni pada kontrol

DP : diameter koloni pada perlakuan

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

2. Metode larutan

a. Pada metode ini prinsipnya sama dengan metode filter, hanya saja fungisida

yang diuji tidak menggunakan kertas filter tetapi langsung menuangkannya

pada media dalam petridish.

b. Pada setiap perlakuan fungisida membuat konsentrasi 0,1% ; 0,2% ; 0,4%

dan menuangkan 0,5ml pada setiap petridish.

c. Membuat ulanag sebanyak 3 kali pada setiap perlakuan.

d. Mengamati pertumbuhan diameter koloni hingga hari ke-7.

e. Menghitung prosentase penghambatan berdasarkan rumus :

DK – DP

DKX 100% DK : diameter koloni pada kontrol

DP : diameter koloni pada perlakuan

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

Gambar kontrol

Gambar konsentrasi

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL DATA

Tabel 1. Metode Filter

GambarKontrol Konsentrasi

H + 3 H + 7 H + 3 H + 7

6 cm

(diameter

koloni).

9

(diameter

koloni)

jamur

semakin

menyebar

keseluruh

media.

7,5 cm

(diameter

koloni).

9

(diameter

koloni)

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

Gambar kontrol

Gambar konsentrasi

Gambar kontrol

Gambar konsentrasi

Tabel 2. Seed Treathment

GambarKontrol Konsentrasi

H + 3 H + 7 H + 3 H + 7

2 biji

rusak dan

8 biji

dalam

Kondisi

baik

2 biji

rusak

dan 8 biji

dalam

Kondisi

baik

Semua biji

dalam

Kondisi

baik

3 biji

rusak dan

7 biji

dalam

Kondisi

baik

Tabel 3. Soil Treathment

GambarKontrol Konsentrasi

H + 7 H + 7

2 helai daun

mengering

Kondisi tanaman baik

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

4.2 Pembahasan

Berdasarkan data praktikum diatas menunjukkan bahwa adanya sedikit

perbedaan dari perlakuan serta kontrol, pada metode filter, seed treathment,

maupun soil treathment. Perbedan tersebut dikarenakan ada tidaknya kandungan

fungisida yang ada pada setiap macam perlakuan. Dimana pada metode filter,

dihari ke-3 diameter koloni pada perlakuan kontrol mencapai 6cm sedangkan pada

perlakuan konsentrasi mencapai 7,5cm. Pada seed treathment hari ke-3 jumlah biji

yang rusak pada perlakuan kontrol mencapai 2 biji sedangkan pada perlakuan

konsentrasi biji tak mengalami kerusakan. Jumlah daun kering dalam soil

treathment pengamatan hari ke-7 terdapat 2 daun kering pada perlakuan kontrol,

serta kondisi tanaman baik pada perlakuan konsentrasi.

Istilah fungisida berasal dari bahasa Latin yang berarti suatu agens yang

mampu membunuh cendawan. Menurut Dias (2012) fungisida merupakan

senyawa kimia atau organisme biologis yang merusak atau menghambat

pertumbuhan jamur atau spora jamur . Fungisida dapat digunakan sesuai dengan

dosis dan konsentrasi tertentu. Dosis adalah banyaknya jumlah bahan aktif yang

diperlukan dalam satuan luas daerah. Konsentrasi adalah banyaknya jumlah bahan

aktif yang diperlukan dibandingkan dengan pelarut yang digunakan. Penggunaan

fungisida dalam usaha pengendalian terhadap serangan cendawan cukup efektif.

Dengan penggunaan fungisida yang mengandung zat kimia, sangat efektif dalam

menekan pertumbuhan cendawan. Sehingga keparahan penyakit yang lebih tinggi

bisa dihindari.

Secara umum gejala yang ditimbulkan oleh serangan cendawan adalah

klorosis , pembusukan akar, batang, daun atau bagian tumbuhan yang lainnya,

muncul bulu-bulu halus yang menutupi daun atau batang dan sebagainya, untuk

mengendalikan perkembangbiakannya sel-sel cendawan ini di matikan dengan

fungisida. Berdsasarkan cara kerjanya mematikan sel cendawan, fungisida

dibedakan menjadi :

1) Fungisida Sistemik

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan

ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui pembuluh angkut maupun

melalui jalur simplas (melalui dalam sel). Pada umumnya fungisida sistemik

ditranslokasikan ke bagian atas (akropetal), yakni dari organ akar ke daun.

Beberapa fungisida sistemik juga dapat bergerak ke bawah, yakni dari daun ke

akar.

2)       Fungisida Non Sistemik

Fungisida non sistemik tidak dapat diserap dan ditranslokasikan di dalam

jaringan Tanaman. Fungisida non sistemik hanya membentuk lapisan penghalang

di permukaan tanaman (umumnya daun) tempat fungisida disemprotkan.

Fungisida ini hanya berfungsi mencegah infeksi cendawan dengan cara

menghambat perkecambahan spora atau miselia jamur yang menempel di

permukaan tanaman.

Sedangkan berdasarkan cara aplikasinya fungisida dikelompokkan

menjadi:

- Penyemprotan pada bagian-bagian tanaman di atas permukaan tanah

- Perlakuan benih/bahan perbanyakan tanaman

- Perlakuan pada tanah (fumigasi)

- Perlakuan terhadap luka

- Perawatan pasca panen

- Desinfektan untuk gudang penyimpanan.

Pada praktikum kali ini kelompok kamu menggunakan fungisida dengan

nama dagang Antracol 70WP. Antracol adalah fungisida yang sangat cocok untuk

mengontrol Phytophthora dan Alternaria untuk sayur-sayuran. Antracol dapat

ditoleransi dengan baik oleh tanaman dalam konsentrasi tertentu. Tidak ada

bahaya terbentuknya resistensi (multi-site) atau juga dapat berguna dalam

program anti-resistance untuk jenis patogen yang berbeda. Antracol juga

merupakan sumber zinc yang sangat baik bila terjadi kekurangan zinc pada

tanaman, seperti kentang, tomat dan anggur. Kelebihan antracol adalah bekerja

efektif di segala musim (musim kering dan hujan), cocok untuk diaplikasikan di

dataran rendah atau tinggi, dapat diandalkan, telah menjadi pemimpin pasar

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

selama 30 tahun, merupakan sumber elemen penting (zinc), dapat ditoleransi oleh

beragam tanaman, juga untuk tanaman yang usianya masih muda (dalam tahap

awal pertumbuhan). Berikut merupakan dosis antracol :

Tanaman Masalah Dosis Aplikasi

Cabai Anthracnose

Colletotrichum

capsici

3gr/l Foliar spray, dengan volume air 500-1000 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul atau pada bagian tumbuhnya buah, dengan interval 7 hari. Campur dengan Folicur 25 WP untuk mendapatkan hasil lebih efektif (Antracol 3 g/l + Folicur 0.5 g/l)

Bawang

merah

Puple Blotch

Alternaria

porri

3gr/l Foliar spray, dengan volume air 500-1000 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul dengan interval 5-7 hari. Campur dengan Folicur 25 WP untuk mendapatkan hasil lebih efektif (Antracol 3 g/l + Folicur 0.3 g/l).

Tomat Late Blight

Phytophthora

infestans

1,5-2,5gr/l Foliar spray dengan volume air 750-1000 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul, dengan interval 5-7 hari atau tergantung level kerusakan. Antracol dapat dipergunakan hanya satu kali bila level infeksinya masih rendah, mediun atau dalam tahap vegetatif, namun bila sudah sampai tahap infeksi parah/ generatif, Antracol lebih baik dicampur dengan Melody Duo dengan takaran konsentrasi Antracol 3 g/l + Melody Duo 2-3 g/l.

Jeruk Powdery

mildew

Oidium

tingitaninum

2gr/l Foliar spray, dengan volume air 500l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul, dengan interval 5-7 hari

Anggur Downy

mildew

1,5-3gr/l Foliar spray, dengan volume air 600-800 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul dengan

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

Plasmopara

viticola

interval 4 hari.

Bawang

putih

Purple Blotch

Alternaria

porri

2-4gr/l Foliar spray, dengan volume air 500-1000 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul dengan interval 5-7 hari. Campur dengan Folicur 25 WP 0.5 g/l untuk mendapatkan hasil maksimal

Kacang Leaf Spot

Cercospora

arachidicola,

Cercospora

personata

1,5gr/l Foliar spray, dengan volume air 500l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul, dengan interval 10 hari dan 3-4 kali aplikasi.

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Perbedaan perlakuan kontrol dan konsentrasi terletak pada ada tidaknya

fungisida.

2. Fungisida menurut cara kerjanya dibedakan menjadi fungisida sistemik dan

non sistemik.

3. Fungisida Antracol memiliki dosis tersendiri pada setiap pengaplikasian ke

jenis tumbuhan yang berbeda.

5.2 Saran

Pada dasarnya acara praktikum Aplikasi Fungisida pada Tanaman

Hortikultura sudah berjalan dengan baik, lebih ditingkatkan lagi saja.

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA

DAFTAR PUSTAKA

Dias, M.C.. 2012. Phytotoxicity: An Overview of the Physiological Responses ofPlants Exposed to Fungicides. Botany : 1-4.

El-Ghany, Abd T. M., Roushdy M. M.1, and M. A. Al Abboud. 2015. Efficacy of Certain Plant Extracts as Safe Fungicides Against Phytopathogenic and Mycotoxigenic Fungi. Agricultural and Biological Sciences, 1(3) : 71-75.

Hartati, S.Y.. 2013. Efikasi Formula Fungisida Nabati Terhadap Penyakit Bercak Daun Jahe Phyllosticta sp. Littro, 24(1) : 42 – 48.

Herlinda, S., K.A. Darmawan, Firmansyah, T. Adam, C. Irsan, dan R. Thalib. 2012. Bioesai bioinsektisida Beauveria bassiana dari Sumatera Selatan terhadap kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara De Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Entomologi Indonesia, 9(2): 81-87.

Iskarlia,G.A., L. Rahmawati dan U. Chasanah. 2014. Fungisida Nabati dari Tanaman Serai Wangi (Cymbopogon Nardus) untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur pada Batang Karet (Hevea Brasillensis Mueli, Arg). Polhasains, 3(1) : 1-7.

Sekarsari, R.A., J. Prasetyo, dan T. Maryono. 2013. Pengaruh Beberapa Fungisida Nabati Terhadap Keterjadian Penyakit Bulai Pada Jagung Manis (Zea Mays Saccharata). Agrotek Tropika 1(1) : 98-101.

Suharti, T., dan E. Suita. 2013. Pengaruh Fungisida Terhadap Viabilitas Benih Lamtoro (Leucaena leucocephala). Pembenihan Tanaman Hutan, 1(2) : 103-109.

Sumardiyono, C., T. Joko, Y. Kristiawati, dan Y.D. Chinta. 2011. Diagnosis dan Pengendalian Penyakit Antraknosa Pada Pakis dengan Fungisida. HPT Tropika, 11(2) : 194-200.

Tuhumury, G.N.C., J. A. Leatemia, R.Y. Rumthe dan J.V. Hasinu. 2012. Residu Pestisida Produk Sayuran Segar di Kota Ambon. Agrologia , 1(2): 99-105.

Wartono, Giyanto, dan K.H. Mutaqin. 2014. Efektivitas Formulasi Spora Bacillus subtilis B12 sebagai Agen Pengendali Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 34(1) : 21-28.