Laporan PKPA Dinkes Kota Tangerang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan PKPA Dinkes Apoteker ISTN, Program Studi Profesi Apoteker ISTN, Laporan Bidang Pemerintahan, ISTN

Citation preview

93

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.(1) Orang yang memiliki keahlian dan diberikan kewenangan tersebut adalah Apoteker.(2)Berdasarkan pertimbangan bahwa pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, maka pemerintah daerah membentuk Dinas Daerah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah dan tugas perbantuan yang salah satunya adalah Dinas Kesehatan.(3)

Apoteker sebagai pelaku utama pelayanan kefarmasian yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibannya. Kompetensi dan kewenangan Apoteker tersebut menunjukkan kemampuan profesional yang baku dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan tersebut. Untuk membangun atau mencapai kompetensi tersebut diperlukan keterampilan yang sesuai.(4)Sebagai upaya agar para Apoteker memiliki keterampilan tersebut, maka seorang calon Apoteker perlu mengerti tentang tugas pokok, fungsi dan peranan Apoteker di bidang Pemerintah. Untuk itu Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) memasukkan mata kuliah Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di sektor pemerintah sebagai mata kuliah yang wajib diambil. 1.2. Tujuan

Melakukan pelaksanaan PKPA di Dinas Kesehatan Kota Tangerang, diharapkan mahasiswa calon Apoteker :

1.2.1. Tujuan Umum

Memperoleh gambaran tentang kegiatan terkait kefarmasian dan tugas pokok serta fungsi Apoteker di Dinas Kesehatan Kota Tangerang 1.2.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan Kota Tangerang

b. Memahami dan dapat berlatih melaksanakan kegiatan terkait kefarmasian di Dinas Kesehatan Kota Tangerang yang meliputi pengawasan, pembinaan dan pengendalian serta pengelolaan perbekalan farmasi. c. Mengetahui tugas pokok dan fungsi seorang Apoteker di Dinas Kesehatan Kota Tangerang

1.3. Sistematika Laporan

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bidang Pemerintahan meliputi Bab I berisi tentang latar belakang dan tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Dinas Kesehatan. Bab II berisi tentang Tinjauan Pustaka yang terkait tentang materi PKPA di Dinas Kesehatan Kota Tangerang secara teoritis.Bab III berisi tahapan kegiatan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Bab IV berisi hasil pengamatan dan kegiatan yang dilakukan selama PKPA di Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Bab V berisi tentang Pembahasan yang mengkaji dan menganalisa hasil pengamatan dan kegiatan yang dilaksanakan di lapangan serta membandingkannya dengan teori yang sebenarnya. Bab VI berisi tentang kesimpulan dan saran. Dan yang terakhir daftar pustaka yang berisi tentang sumber pustaka yang digunakan untuk menyusun laporan PKPA serta lampiran mengenai data-data yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota2.1.1.Definisi Dinas kesehatan Kabupaten/Kota

Dinas kesehatan Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang kepala dinas yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.(5)

2.1.2.Landasan hukumLandasan hukum yang berhubungan dengan aspek pelayanan kefarmasian didinas kesehatan kota tangerang, antara lain :

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika 2. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

3. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

4. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

5. Undang-undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan;

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom;

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Kesehatan Daerah;11. Peraturan Menteri Kesehatan No. 284 Tahun 2007 tentang Apotik Rakyat;12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional;15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Ijin Praktek, Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian.16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya;

17. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1191 Tahun 2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan;

18. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik.

19. Keputusan Menteri Kesehatan No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;

20. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 267/Menkes/SK/III/2008 tentang Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah.2.1.3. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota(5)Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 267/Menkes/SK/III/2008 tentang pedoman teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, pola organisasi dinas kesehatan mengacu pada visi sebagaimana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010. Berdasarkan pertimbangan perkembangan masalah dan kecenderungan pembangunan kesehatan ke depan, penjabaran visi dan misi harus mempunyai 4 strategi utama (Grand Design) dan 17 sasaran yaitu sebagai berikut :1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.

a. Seluruh desa menjadi desa siaga.

b. Seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.

c. Seluruh keluarga sadar gizi.

2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.

a. Setiap orang miskin mendapat pelayanan kesehatan bermutu.

b. Setiap bayi, anak, ibu hamil dan kelompok masyarakat resiko tinggi terlindung dari penyakit.

c. Di setiap desa tersedia sumber daya manusia kesehatan yang kompeten.d. Di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar.

e. Setiap puskesmas dan jaringannya dapat dijangkau dan menjangkau seluruh masyarakat di wilayah kerja.

f. Pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu.

3. Meningkatkan survailans, monitoring dan informasi kesehatan.

a. Setiap kejadian terlaporkan secara cepat kepada Lurah/Kades untuk diteruskan ke instansi kesehatan terdekat.

b. Setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit dapat tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan.

c. Semua sediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat.

d. Terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai standar kesehatan.

e. Berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia.

4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan

a. Pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran di pusat dan daerah.

b. Anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk pencegahan dan promosi kesehatan.

c. Terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama, bagi rakyat miskin. 2.1.4.Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan(5,6)Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 267/Menkes/SK/III/2008 tentang pedoman teknis pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah, dinas kesehatan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, dinas kesehatan menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya; 2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya;3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2.1.5. Urusan Bidang Kesehatan Pemerintahan Kabupaten/Kota, meliputi :

1) Penyelenggaraan, bimbingan dan pengendalian operasional bidang kesehatan.

2) Penyelenggaraan survailans epidemiologi, penyelidikan kejadian luar biasa/KLB dan gizi buruk.

3) Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular.

4) Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan skala Kabupaten/Kota.

5) Penyelenggaran penanggulangan gizi buruk

6) Pengendalian operasional penanggulangan bencana dan wabah skala Kabupaten/Kota.

7) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan haji setempat.

8) Penyelenggaraan upaya kesehatan pada daerah perbatasan, terpencil, rawan dan kepulauan skala Kabupaten/Kota.

9) Penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan nasional.

10) Pengelolaan jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kondisi lokal.

11) Penyediaan dan pengelolaan buffer stock obat Kabupaten/Kota , alat kesehatan, reagensia dan vaksin.

12) Penempatan tenaga kesehatan strategis.

13) Registrasi, akreditasi, sertifikasi tenaga kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan.

14) Registrasi, akreditasi, sertifikasi sarana kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan.

15) Pengambilan sampling/contoh sediaan farmasi di lapangan.

16) Pemeriksaan setempat sarana produksi dan distribsi sediaan farmasi

17) Pengawasan dan registrasi makanan minuman produksi rumah tangga.

18) Sertifikasi alat kesehatan dan PKRT Klas I.

19) Pemberian izin praktek tenaga kesehatan tertentu.

20) Pemberian rekomendasi izin sarana kesehatan tertentu yang diberikan oleh pemerintah pusat dan provinsi.

21) Pemberian izin sarana kesehatan meliputi RS Pemerintah kelas C, kelas D, RS Swasta yang setara, praktek berkelompok, klinik umum/spesialis, rumah bersalin, klinik dokter keluarga / dokter gigi keluarga, kedokteran komplementer, dan pengobatan tradisional serta sarana penunjang yang setara.

22) Pemberian rekomendasi izin PBF Cabang, PBAK dan industri kecil obat tradisional.

23) Pemberian izin apotik, toko obat.

24) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kesehatan yang mendukung perumusan kebijakan Kabupaten/Kota.

25) Pengelolaan survey kesehatan daerah skala Kabupaten/Kota.

26) Implementasi penampisan IPTEK dibidang pelayanan kesehatan.

27) Pengelolaan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan sekunder.

28) Penyelenggaraan promosi kesehatan

29) Perbaikan gizi keluarga dan masyarakat

30) Pengendalian penyakit

31) Penyelenggaraan kerjasama luar negeri skala Kabupaten/Kota.

32) Pembinaan, monitoring, pengawasan dan evaluasi skala Kabupaten/Kota.

33) Pengelolaan system informasi kesehatan Kabupaten/Kota.2.1.6. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kapubaten/Kota (5,7)Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 267/Menkes/SK/III/2008 tentang pedoman teknis pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah, ada 2 (dua) jenis pola organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yaitu pola maksimal dan pola minimal.

2.1.6.1. Besar OrganisasiMengingat urusan kesehatan mempunyai sasaran seluruh penduduk, namun dalam besaran organisasi harus mempertimbangkan potensi daerah, maka besaran organisasi dinas kesehatan daerah dapat dipertimbangkan dari kapasitas fisikal daerah dan jumlah pendudukan :

1) Bagi daerah dengan kapasitas fisikal rendah, menganut pola minimal.

2) Bagi daerah dengan kapasitas fiskal sedang dengan kepadatan penduduk rendah, menganut pola minimal.

3) Bagi daerah dengan kapasitas fiskal sedang dengan jumlah penduduk tinggi, menganut pola maksimal.

4) Bagi daerah dengan kapasitas fiskal tinggi, menganut pola maksimal.

2.1.6.2. Pola Maksimal

1) Bidang Pelayanan Kesehatan, mempunyai fungsi :a. Penyelenggaraan upaya kesehatan dasarDalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar termasuk kesehatan komunitas.

b. Penyelenggaraan upaya kesehatan rujukan meliputi kesehatan rujukan/spesialistik, dan sistem rujukan.

c. Penyelenggaraan upaya kesehatan khusus.

Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan khusus meliputi : kesehatan jiwa, kesehatan mata, kesehatan kerja, kesehatan haji, kesehatan gigi dan mulut.

2) Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, mempunyai fungsi :a. Pengendalian dan pemberantasan penyakit

Dalam penyelenggaraan pengendalian dan pemberantasan penyakit meliputi surveilans epidemiologi, pengendalian penyakit menular langsung, pengendalian penyakit bersumber binatang, pengendalian penyakit tidak menular, imunisasi dan kesehatan matra.

b. Pengendalian wabah dan bencana

Dalam penyelenggaraan pengendalian wabah dan bencana meliputi kesiapsiagaan, mitigasi dan tanggap darurat serta pemulihan.

c. Penyelenggaraan penyehatan lingkungan

Dalam penyelenggaraan penyehatan lingkungan meliputi : penyehatan air, pengawasan kualitas lingkungan, penyehatan kawasan dan sanitasi darurat, sanitasi makanan dan bahan pangan serta pengamanan limbah.

3) Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan, mempunyai fungsi :a. Perencanaan dan pendayagunaanb. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

c. Penyelenggaraan registrasi dan akreditasiDalam penyelenggaraan registrasi dan akreditasi meliputi registrasi, perizinan dan akreditasi tenaga medis, tenaga para medis dan tenaga non medis/tradisional terlatih.

4) Bidang Jaminan dan Sarana Kesehatan, mempunyai fungsi :a. Penyelenggaraan jaminan kesehatan.

Dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan meliputi kepesertaan, pemeliharaan kesehatan dan pembiayaan.

b. Pelayanan sarana dan peralatan kesehatan

Dalam pelayanan sarana dan peralatan kesehatan meliputi : monitoring dan evaluasi, registrasi, akreditasi dan sertifikasi sarana dan peralatan kesehatan.

c. Penyelenggaraan kefarmasian

Dalam penyelenggaraan kefarmasian meliputi obat, makanan dan minuman, napza, kosmetika dan alat kesehatan.

5) Sekertariat, mempunyai fungsi :a. Penyusunan program

Dalam penyelenggaraan penyusunan program meliputi : penyusunan program dan anggaran.

b. Penyelenggaraan ketatausahaan

Dalam penyelenggaraan urusan ketatausahaan meliputi : urusan rumah tangga, kepegawaian, hukum dan organisasi, hubungan masyarakat.

c. Penyelenggaraan urusan keuangan dan perlengkapan

Dalam penyelenggaraan urusan keuangan dan perlengkapan meliputi : urusan perbendaharaan, akuntansi, verifikasi, ganti rugi, tindak lanjut LHP dan perlengkapan.

Gambar 1. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Pola Maksimal

2.1.6.3. Pola Minimal

1) Bidang Pelayanan Kesehatan, mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan upaya kesehatan dasar Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar termasuk kesehatan komunitas.

b. Penyelenggaraan upaya kesehatan rujukan meliputi : kesehatan rujukan/spesialistik, dan sistem rujukan.

c. Penyelenggaraan upaya kesehatan khususDalam penyelenggaraan upaya kesehatan khusus meliputi : kesehatan jiwa, kesehatan mata, kesehatan kerja, kesehatan haji, kesehatan gigi dan mulut.

2) Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, mempunyai fungsi :

a. Pengendalian dan pemberantasan penyakit

Dalam penyelenggaraan pengendalian dan pemberantasan penyakit meliputi surveilans epidemiologi, pengendalian penyakit menular langsung, pengendalian penyakit bersumber binatang, pengendalian penyakit tidak menular, imunisasi dan kesehatan matra.

b. Pengendalian wabah dan bencana

Dalam penyelenggaraan pengendalian wabah dan bencana meliputi kesiapsiagaan, mitigasi dan tanggap darurat serta pemulihan.

c. Penyelenggaraan penyehatan lingkungan

Dalam penyelenggaraan penyehatan lingkungan meliputi : penyehatan air, pengawasan kualitas lingkungan, penyehatan kawasan dan sanitasi darurat, sanitasi makanan dan bahan pangan serta pengamanan limbah.

3) Bidang Jaminan dan Sarana Kesehatan, mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan jaminan kesehatan.

Dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan meliputi kepesertaan, pemeliharaan kesehatan dan pembiayaan.

b. Pengelolaan ketenagaanDalam pengelolaan ketenagaan meliputi : perencanaan, pendayagunaan, pendidikan dan pelatihan, registrasi, perizinan dan akreditasi tenaga dan sarana kesehatan medis, tenaga para medis dan tenaga non medis/tradisional terlatih.

c. Penyelenggaraan kefarmasian dan sarana kesehatanDalam penyelenggaraan kefarmasian meliputi obat, makanan dan minuman, napza, kosmetika dan alat kesehatan; registrasi, akreditasi dan sertifikasi sarana dan peralatan kesehatan.4) Sekertariat, mempunyai fungsi :

a. Penyusunan program

Dalam penyelenggaraan penyusunan program meliputi : penyusunan program dan anggaran.

b. Penyelenggaraan urusan ketatausahaanDalam penyelenggaraan urusan ketatausahaan meliputi : urusan rumah tangga, kepegawaian, hukum dan organisasi, hubungan masyarakat.

c. Penyelenggaraan urusan keuangan dan perlengkapan

Dalam penyelenggaraan urusan keuangan dan perlengkapan meliputi : urusan perbendaharaan, akuntansi, verifikasi, ganti rugi dan perlengkapan.

Gambar 1. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Pola Minimal

2.2. Kegiatan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Kefarmasian di Dinas Kesehatan

Pembinaan adalah kegiatan untuk menyiapkan, mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas agar mempunyai kompetensi untuk memenuhi persyaratan. Pengawasan adalah teknik pemantauan yang tujuannya adalah melihat adanya kesesuaian antara pelaksanaan suatu kegiatan/program dengan standar/prosedur dan atau peraturan yang berlaku. Pengendalian adalah kegiatan yang terkoordinasi untuk mengarahkan pelaksanaan kegiatan agar memenuhi standar maupun persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak terjadi pengulangan adanya pelayanan yang tidak sesuai.

2.2.1. Kegiatan Pembinaan

Pembinaan dilakukan terhadap masyarakat dan terhadap setiap penyelenggaraan kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya kesehatan. Kegiatan pembinaan tersebut diarahkan untuk (1) :

a. Memenuhi kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan;

b. Menggerakkan dan melaksanakan penyelenggaraan upaya kesehatan;c. Memfasilitasi dan menyelenggarakan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan;

d. Memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perbekalan kesehatan, termasuk sediaan farmasi dan alat kesehatan serta makanan dan minuman;e. Memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan standar dan persyaratan;

f. Melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.Kegiatan pembinaan dilaksanakan melalui kegiatan komunikasi, informasi, edukasi (KIE) dan pemberdayaan masyarakat; pemberdayaan tenaga kesehatan dan pembiayaan.

2.2.2. Kegiatan Pengawasan

Pengawasan dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Dalam melakukan pengawasan, apabila tenaga kesehatan atau fasilitas pelayanan kesehatan terdapat dugaan atau patut diduga adanya pelanggaran hukum maka tim pengawas dapat mengambil tindakan administratif berupa peringatan secara tertulis; pencabutan izin sementara atau izin tetap.

Kegiatan pengawasan dapat berupa pemberian izin terhadap setiap penyelenggaraan upaya kesehatan dan pemeriksaan terhadap setiap penyelenggaraan upaya kesehatan.(1) Pemberian izin yang dilakukan di dinas kesehatan kota/kabupaten, meliputi :1. Perizinan Tenaga Kefarmasian(2,11)Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian dan Permenkes No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian, setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut berupa :a. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian;b. Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitasi produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran; atau

c. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK) bagi tenaga teknis kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

Untuk memperoleh SIPA dan SIKA, Apoteker harus mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan.

Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan :a. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN);

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan

d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar;

Untuk pengajuan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Penerbitan SIPA atau SIKA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.

Sedangkan untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Memiliki ijazah Apoteker;

2) Memiiki sertifikat kompetensi profesi;

3) Memiliki surat persyaratan telah mengucapkan sumpah/ janji Apoteker;

4) Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan

5) Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Untuk memperoleh SIKTTK, tenaga teknis kefarmasian mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota tempat pekerjaan. Permohonan SIKTTK harus melampirkan :

a. Fotokopi STRTTK;

b. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian;

c. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun tenaga teknis kefarmasian; dand. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar.Untuk memperoleh STRTTK, tenaga teknis kefarmasian harus memenuhi persyaratan :

a. Memiiki ijazah sesuai dengan pendidikannya;

b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;

c. Memilik rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan

d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan secara tegas permintaan SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Penerbitan SIKTTK paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.

Sedangkan untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;

2) Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;

3) Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan

4) Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.

2. Perizinan Sarana Kesehatan Perizinan sarana kesehatan yang diberikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota meliputi Pedagang Eceran Obat (Toko Obat), Apotik.a) Pedagang Eceran Obat (Toko Obat)(9,10)Pedagang Eceran Obat adalah orang atau badan hukum Indonesia yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas (daftar W) untuk menjual secara eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin. Untuk mendirikan pedagang eceran obat, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon, diantaranya memiliki bagunan, sarana dan fasilitas yang lengkap, papan nama yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Persyaratan lain yang harus dipenuhi pedagang eceran obat untuk mendirikan toko obat antara lain :

1) Surat permohonan

2) Fotokopi KTP pemohon / pemilik toko obat

3) Akta pendirian perusahaan bila berbentuk Badan Hukum yang disahkan terdaftar pada Menkem HAM.

4) Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan (toko)

5) Fotokopi ijazah dan SIKTTK6) Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab pada toko obat diatas materai.7) Fotokopi tanda bukti kepemilikan tempat / status bangunan tempat usaha milik sendiri lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal 2 tahun dengan melampirkan surat sewa dan fotokopi KTP pemilik.

8) Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bila berbentuk badan hukum.9) Surat pernyataan tidak akan menjual obat daftar G dan tidak melayani resep dokter.

10) Pas foto berwarna dari pemohon dan tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab sebanyak 2 lembar ukuran 4x6.

Untuk mendapatkan izin harus mengajukan permohonan yang mengikuti tata cara perizinan, adapun proses perizinan pedagang eceran obat adalah sebagai berikut :

Pedagang eceran obat harus membuat surat permohonan izin usaha pedagang eceran obat yang ditujukan kepada Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat dengan melampirkan :

Alamat, denah lokasi Nama toko obat

Nama pemilik

Nama dan Alamat Tenaga Teknis Kefarmasian

Fotokopi ijazah dan nomer SIK Tenaga Teknis Kefarmasian

Izin Usaha Pedagang Eceran Obat ini berlaku selama 2 tahun terhitung mulai tanggal ditetapkan. Pada setiap pemberian izin Pedagang Eceran Obat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus menyampaikan tembusan kepada Menteri Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi serta Kepala Balai POM setempat.b) Apotek(11,12,19)Apotek adalah suatu tempat, tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Dalam rangka mendirikan apotek, Apoteker harus memiliki Surat Ijin Apoteker (SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indoseia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten / Kota. Selanjutnya Kepala Dinkes wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek setahun sekali kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.a. Persyaratan Perizinan Apotek Fotokopi ijazah dan sumpah apoteker

Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)

Fotokopi KTP apoteker

Surat Keterangan sehat dari dokter

Fotokopi lolos butuh (jika diperlukan)

Surat pernyataan dari APA yang menyatakan bahwa dirinya tidak merangkap bekerja di apotek / industry lain dan sanggup melaksanakan pekerjaan menjadi APA di apotek yang dimaksud.

Melampirkan peta lokasi dan denah bangunan (dibuat sendiri)

Melampirkan akte sewa /kontrak rumah

Untuk apoteker yang menggunakan bangunan pihak lain, maka surat perjanjian kontrak rumah harus dibuat di notaries (kontrak minimal 5 tahun). Sedangkan untuk apoteker yang menggunakan bangunan milik sendiri, maka akte sewa /kontrak tidak diperlukan (cukup dengan fotokopi sertifikat kepemilikan rumah). Surat izin atasan untuk APA yang bekerja sebagai PNS/BUMN.b. Tata Cara Pemberian Izin ApotekSesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut :1. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1.

2. Dengan menggunakan Formulir APT-2 kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.

3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-3.

4. Apabila pemeriksaan tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan menggunkan contoh Formulir Model APT-4.

5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5.

6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota atau Kepala Balai POM masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6.

7. Terhadap Surat Penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

8. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7.Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

1) Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

2) Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam mendirikan sebuah apotek yaitu:

b. Lokasi dan Tempat

Lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh masyarakat, keamanan lingkungan, ada atau tidaknya apotek lain, letak apotek yang didirikan mudah atau tidaknya pasien untuk memarkir kendaraan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, serta keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.

c. Bangunan

Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat drai bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA),nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem sanitasi yang baik.d. Perlengkapan Apotek

Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah :

1. Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan, seperti timbangan, mortar, dan gelas ukur.

2. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin.

3. Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket dan plastik pengemas.

4. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika, dan bahan beracun.

5. Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana seperti erlenmeyer, dan gelas ukur.

6. Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, dan salinan resep.

7. Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia edisi terbaru.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dapat mencabut Surat Izin Apotek, apabila :

1) Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA

2) Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.

3) APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus.

4) Terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tentang narkotika dan psikotropika.

5) Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotik dicabut.

6) Pemilik sarana apotek tersebut terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat.

7) Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.

Khusus SIK yang dimaksud pada butir 5) telah diganti dengan SIPA berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Ijin Praktek, Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian.c) Cabang Penyalur Alat Kesehatan (13)

Cabang penyalur alat kesehatan adalah unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang penyaluran alat kesehatan, untuk mendapatkan izin usaha cabang penyalur alat kesehatan harus diajukan permohonan yang mengikuti tata cara perizinan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut :

1) Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan;

2) Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh dengan pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;

3) Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun;

4) Memiliki benkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya;5) Memenuhi Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB)

Adapun proses perizinan cabang penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut :

1) Setelah pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi memberikan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat lambatnya 12 hari sejak menerima tembusan. Kemudian akan berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;

2) Tim pemeriksaan bersama selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan.

3) Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama meneruskan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi;

4) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor 2 sampai dengan nomor 4 tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat;

5) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada nomor 5, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dapat melakukan tindakan penundaan atau penolakan permohonan izin Cabang Penyalur Alat Kesehata (CPAK);

6) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor 4, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan izin Cabang PAK terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada nomor 6 kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.

Pencabutan izin cabang penyalur alat kesehatan akan dicabut apabila :

1) Mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar;

2) Mengadakan atau menyalurkan alat kesehatan yang bukan dari cabang penyalur alat kesehatan;

3) Dengan sengaja menyalahi jaminan purna jadi;

4) Izin cabang penyalur alat kesehatan tidak berlaku;

5) Berdasarkan hasil pemeriksaan setempat sudah tidak memenuhi persyaratan sarana, prasarana dan/atau sudah tidak aktif selama 1 (satu) tahun penuh.3. Perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) (14)

Perizinan pangan industri rumah tangga adalah perizinan yamg diberikan kepada perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.

Perizinan produk yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota adalah sertifikasi produksi produk pangan industri rumah tangga. Sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1640 tentang Setifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), SPP-IRT diberikan oleh oleh Bupati / Walikota. SPP-IRT diberikan setelah Industri Rumah Tangga (IRT) memenuhi persyaratan dengan membuktikan :

1. Surat Penyuluhan Keamanan Pangan

2. Hasil Rekomendasi Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Indutri Rumah Tangga.

Tata cara pemberian SPP-IRT adalah sebagai berikut :1. Penerimaan Pengajuan Permohonan SPP-IRT

Permohonan diterima oleh Bupati / Walikota melalui Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan dievaluasi kelengkapan dan kesesuaiannya yang meliputi :

(1) Formulir Permohonan SIPP-IRT yang memuat informasi sebagai berikut :

(a) Nama jenis pangan

(b) Nama dagang

(c) Jenis kemasan

(d) Berat bersih / isi bersih (mg/g/kg atau ml/l/kl)

(e) Komposisi

(f) Tahapan produksi

(g) Nama, alamat, kode pos dan nomor telepon IRTP

(h) Nama pemilik

(i) Nama penanggung jawab

(j) Informasi tentang masa simpan (kadaluwarsa)

(k) Informasi tentang kode produksi

(2) Dokumen lain antara lain :

(a) Surat keterangan atau izin usaha dari instansi yang berwenang

(b) Rancangan label pangan

2. Penyelenggaraan Penyuluhan Keamanan Pangan

(a) Penyelenggaraan Penyuluhan Keamanan Pangan dikoordinasi oleh Bupati / Walikota melalui Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.(b) Kriteria Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki Sertifikasi kompetensi di bidang penyuluhan keamanan pangan dari Badan POM dan ditugaskan oleh Bupati / Walikota melalui Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.

(c) Narasumber pada penyuluhan keamanan pangan adalah tenaga PKP yang kompeten dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan Balai Besar / Balai POM setempat.

(d) Peserta Penyuluhan Keamanan Pangan

Peserta Penyuluhan Keamanan Pangan adalah pemilik atau penanggung jawab IRTP

Untuk mendapatkan izin perbekalan kesehatan rumah tangga permohonan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

Surat permohonan dari direktur atau piminan perusahaan yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat sebanyak dua rangkap dan satu rangkap diatas materai Rp.6.000.

Surat izin perindustrian atau tanda daftar industri (TDI) dari Dinas Perindustrian (yang operasionalnya > dari lima juta rupiah).

Surat keterangan dari perindustrian dan energi (yang operasionalnya > dari lima juta rupiah).

Akte pendirian perusahaan, bila dalam bentuk CV lampirkan akte notaris;

Peta lokasi dan denah ruang produksi.

Rancangan etiket atau label.

Fotokopi KTP pemilik

Pas foto pemilik 3x4 berwarna sebanyak 2 lembar

Status bangunan (sewa/ bangunan milik sendiri). Apabila milik sendiri harus melampirkan fotocopy sertifikat dan bila sewa harus melampirkan surat sewa minimal dua tahun beserta fotokopi pemilik bangunan yang masih berlaku.

4. Perizinan Usaha Obat Tradisional (15)Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan minerak, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun menurun telah digunakn untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.

Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan effervescens.

Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan.

Menteri dalam pemberian izin mendelegasikan kewenangan pemberi izin untuk :

IOT kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan. UKOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi;

UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

a. Persyaratan izin UMOT terdiri dari :

1) Surat permohonan;

2) Fotokopi akta pendirian bahan usaha perorangan yang sah sesuai ketententuan peraturan perundang-undangan;

3) Susunan Direksi/ Pengurus dan Komisaris/ Badan Pengawas dalam hal permohonan bukan perseorangan;

4) Fotokopi KTP/ Identitas pemohon dan/ atau Direksi/ Pengurus dan Komisaris/ Badan Pengurus;

5) Pernyataan pemohon dan/ atau Direksi/ Pengurus dan Komisaris/ Badan Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;

6) Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;

7) Surat Tanda Daftar Perusahaan dalamhal permohonan bukan perseorangan;

8) Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan perseorangan;

9) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan

10) Fotokopi Surat Keterangan Domisili.

b. Proses Perizinan UMOT

1) Permohonan Izin UMOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan untuk izin UMOT, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menunjuk izin untuk melakukan pemeriksaan setempat.

3) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim melakukan pemeriksaan terhadap administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

4) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyetujui, menunda, atau menolak permohonan izin UMOT dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM Setempat.

5) Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tidak dilakukan pemeriksaan/ verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon dapat membuat surat penyataan siap berproduksi kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.2.2.3. Kegiatan Pengendalian

Kegiatan pengendalian kefarmasian di Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota adalah pengendalian terhadap tenaga kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan produk farmasi, makanan dan minuman. Kegiatan pengendalian yang dimaksud adalah kegiatan yang terkoordinasi untuk mengarahkan pelaksanaan yang telah ditetapkan agar tidak terjadi pengulangan adanya pelayanan yang tidak sesuai. Kegiatan yang dilakukan terkait pengendalian :1. Penerimaan, perekapan dan pengevaluasian laporan bulanan pemakaian obat narkotik, psikotropik dan zat adiktif lainnya dari apotik dan sarana pelayanan kesehatan lainnya kemudian dimasukkan kedalam Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) yang dapat diakses secara online.2. Sampling serta pengujian produk makanan dan minuman tertentu yang beredar di pasaran.

2.3. Sumber Daya Manusia(5)2.3.1.Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Jabatan Fungsional

Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ditentukan bahwan pengangkatan dalam jabatan (fungsional dan structural) berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang telah ditetapkan.

Dalam mengimplementasikan kompetensi jabatan bidang kesehatan perlu mempertimbangkan hal-hal yang secara substansial terkait dengan sifat pembangunan kesehatan antara lain :

a. Pelayanan kesehatan terkait dengan pelayanan public yang sangat spesifik yang bertujuan menyelamatkan jiwa manusia yang membutuhkan tingkat kompetensi yang tinggi yang diikuti dengan pengawasan, bimbingan dan pengendalian teknis oleh tenaga yang mumpuni.

b. Pelayanan kesehatan merupakan pelayanan yang padat teknologi dan padat profesi, yang hinga saat ini tidak kurang dari 24 jabatan fungsional kesehatan dan nonkesehatan:

c. Sebagai penanggung jawab Upaya Kesehatan Masyarakat Strata kedua (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) dan Strata ketiga (Dinas Kesehatan Provinsi) dalam Sistem Kesehatan Nasional maka organisasi kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Daerah baik Dinas Kesehatan Provinsi maupun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dituntut tidak hanya berciri manajerial, melainkan juga harus berciri pelayanan.

2.3.2.Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Jabatan Struktural

Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas tercantum dalam struktur organisasi yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jabatan struktural Dinas Kesehatan Daerah meliputi jabatan dalam organisasi Dinas Kesehatan Daerah.

Sesuai dengan uraian di atas dan merujuk Persyaratan Jabatan yang diatur dalam Pedoman Formasi Dan Persyaratan Jabatan Dinas Kesehatan Daerah, disamping telah memehui jenjang kepangkatan dan standar kompetensi umum yang telah ditetatpkan, pejabat perangkat daerah bidang kesehatan mempunyai tugas pokok dan fungsinya harus mempunyai penguasaan bidang pengetahuan yang terkait dengan bidang kesehatan berupa penguasaan teknis, manajerial maupun profesionalisme,serta memiliki motivasi untuk menggunakan dan mengembangkannya.

2.4.Pengelolaan Perbekalan Kesehatan

Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan (pemilihan obat, kompilasi pemakaian obat dan perhitungan obat), pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi penggunan obat, pencatatan, pelaporan dan penghapusan atau pemusnahan.

2.4.1. Perencanaan(16,17)Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan yang telah ditetapkan.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mutlak diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu adalah merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten/Kota.

1) Manfaat Perencanaan Obat Terpadu

a) Menghindari tumpang tindih penggunaan anggaran.

b) Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan anggaran.

c) Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran.

d) Estimasi kebutuhan obat lebih tepat.

e) Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat.

f) Pemanfaatan dana pengadaan obat dapat lebih optimal.2) Tim Perencaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu.

Tim Perencaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu di Kabupaten/Kota dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota.

3) Proses Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

Proses perencanaan pengadaan obat diawali dengan kompilasi data yang disampaikan Puskesmas kemudian oleh instalasi farmasi Kabupaten/Kota diolah menjadi rencana kebutuhan obat dengan menggunakan teknik-teknik perhitungan tertentu. Kegiatan yang dilakukan perencanaan kebutuhan obat, meliputi : a) Tahap Pemilihan Obat

Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi :

(2) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.

(3) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam julah banyak, maka kita memilih bersadarkan Drug of choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

(4) Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.

(5) Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal.

Pemilihan obat berdasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Dafat Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku.

b) Tahap Kompilasi Pemakaian Obat

Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelaksanaan kesehatan, yag bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).

Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok optimum.

Informasi yang diperoleh adalah :

(1) Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan/ puskesmas pertahun.

(2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan / puskesmas.

(3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota secara periodicc) Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat

Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitunan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.

(1) Metode Konsumsi

Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(a) Pengumpulan dan pengolahan data(b) Analisa data untuk informasi dan evaluasi

(c) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat

(d) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih.

Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi :

(a) Daftar obat,

(b) Stok awal,

(c) Penerimaan,(d) Pengeluaran,(e) Sisa stok,(f) Obat hilang/ rusak, kadaluarsa,(g) Kekosongan obat,(h) Pemakaian rata rata/ pengerakan obat pertahun,

(i) Waktu tunggu,(j) Stok pengaman,(k) Perkembangan pola kunjungan,Rumus :

A = ( B+C+D ) E

A= Rencana pengadaan

B= Pemakaian rata-rata x 12 bulan

C= Stok pengaman 10 % - 20 %

D= Pemakaian selama waktu tunggu 3-6 bulan

E= Sisa stok

(2) Metode Morbiditas.

Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor-faktor yang pelru diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu dan stok pengaman.

Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :

(a) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur penyakit.

(b) Menyiapkan data populasi penduduk. Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara :

0 s/d 4 tahun

5 s/d 14 tahun

15 s/d 44 tahun

45 tahun

(c) Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.

(d) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.

(e) Mengitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.

(f) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang.

d) Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat

Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana kemasan, untk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.

Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :(1) Analisa ABC.

Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis / item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis / item obat menggunakan dana sebesar 30%.

Oleh karena itu analisa ABC mengkelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu :

Kelompok A: adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.

Kelompok B: adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.

Kelompok C: adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan

(2) Analisa VEN

Salah satu cara untuk meningkatkan effisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan.

Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut :

Kelompok V: adalah kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :

Obat penyelamat (life saving drugs)

Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll)

Obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.

Kelompok E: adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.

Kelompok N: merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.

Penggolongan obat system VEN dapat digunakan untuk :

a. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat-obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokkan obat menurut VEN.

b. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.

Langkah-langkah menentukan VEN

Menyusun kriteria menentukan VEN

Menyediakan data pola penyakit

Merujuk pada pedoman pengobatan

2.4.2.Pengadaan(18,19)Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyedian obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pengadaan obat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah Junto Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 70 Tahun 2012.Tujuan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah :

1) Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan.

2) Mutu obat dan perbekalaan kesehatan terjamin

3) Obat dan perbekalan kesehatan dapat diperoleh pada saat diperlukan.

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui :a. Pembelian

Pembelian baik secara tender (terbuka dan tertutup), penunjukan langsung dan pembelian langsung dari pabrik, distributor, pedagang besar farmasi atau rekanan.

b. Sumbangan atau pemberian atau rekanan

Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk kesehatan dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai sumber anggaran yang membiayai pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut antara lain :

APBD : Program Kesehatan, Program Pelayanan Keluarga Miskin

APBD I

Dana Alokasi Umum (DAU/ APBD II)

Sumber-sumber lain.

Pengadaan barang/ jasa pemerintah yang dibiayai dengan APBN/APBD dapat dilaksanakan dengan efisien, efektif terbuka dan bersaing, transparan, adil/ tidak diskriminatif atau akuntabel. Penunjukan langsung adalah salah satu metode pengadaan barang/ jasa pemerintah sesuai Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Instansi Pemerintah, disamping beberapa metode pengadaan barang/ jasa, yaitu : lelang, pemilihan langsung, maupun swakelola.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2007 bahwa pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dimasukkan kedalam kriteria barang/ jasa khusus. Pelaksanaan pengadaan barang/ jasa khusus dapat dilakukan dengan metode penunjukkan langsung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat perbekalan kesehatan adalah :

Kriteria obat dan perbekalan kesehatan

Persyaratan pemasok

Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat

Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan

Pemantauan status pesanan

2.4.3.Pemeriksaan dan Penerimaan(16,17)Pemeriksaan dan penerimaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar obat yang diterima sesuai denga jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan dokumen yang menyertainya dilakukan oleh panitia penerima yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi.

Pemeriksaan mutu obat dilakukan secara organoleptik, khusus pemeriksaan label dan kemsan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch terhadap obat yang diterima. Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat diakukan pemeriksaan mutu di Laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok yang menyediakan pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi adalah sebagai berikut :

a. Obat harus mempunyai Sertifikat Analisa

b. Obat harus bersumber dari distributor utama

c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) jika bahan kimia atau obatd. Khusus untuk alat kesehatan atau kedokteran harus mempunyai Certificate of Origin (CO).

e. Kadaluarsa minimal 2 tahun.

2.4.4.Penyimpanan(16,17)Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.

Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk :

Memelihara mutu obat

Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab

Menjaga kelangsungan persediaan

Memudahkan pencarian dan pengawasan

Kegiatan penyimpanan obat meliputi :

1. Pengaturan Tata Ruang

Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut :

a. Kemudahan bergerak

Untuk memudahkan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut :

Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat- sekat. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.

Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U atau arus L.

b. Sirkulasi udara yang baik

Salah satu faktor yang penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja.

Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin, apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap.c. Rak dan Pallet

Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet yang akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok obat.

Penggunaan pallet memberikan keuntungan :

Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir

Peningkatan efisiensi penanganan stok

Dapat menampung obat lebih banyak

Pallet lebih murah dari pada rakd. Kondisi penyimpanan khusus

Vaksin memerlukan cold chain khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik (diperlukan tenaga khusus untuk memantau suhu).

Narkotik dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci.

Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter disimpan dalam mangan khusus, sebaiknya disimpan dalam bangunan khusus terpisah dari gudang induk

e. Pencegahan kebakaran

Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, kartoon, dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran sebaiknya diperiksa secara berkala untuk memastikan g masih berfungsi atau tidaknya.2. Penyusunan Stok Obat

Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah berikut :

a) Gunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In Fist Out) dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa kadaluarsanya lebih awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal sebab umumnya obat yang datang lebih awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan umumnya relatife lebih tua dan masa kadaluarsanya mungkin lebih awal.

b) Susunan obat dalam kemasan besar diatas pallet secara rapih dan teratur.

c) Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika

d) Simpan obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.

e) Simpan obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat dalam dengan obat-obatan untuk pemakaian luar.

f) Cantumkan nama pada masing-masing obat pada rak dengan rapih.

g) Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam boks masing-masing dan ambil seperlunya.

h) Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian perlu dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang sehingga obat dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluarsanya tiba.

i) Item obat harus ditempatkan pada satu lokasi walaupun dari sumber anggaran yang berbeda.

3. Pencatatan dan Kartu Stok

Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluarsa). Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat mutasi 1 (satu) jenis obat yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat satu kejadian mutasi obat. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpananya.

Kegiatan yang harus dilakukan :

Kartu stok diletakkan bersamaan / berdekatan dengan obat bersangkutan.

Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari

Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/kadaluarsa) langsung dicatat dalam kartu stok.

Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan.

4. Pencatatan dan Kartu Stok Induk

a. Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan dan pengeluaran obat di Kartu Stok Induk (Formulir II) berdasarkan BAPPB, SBBK atau dokumen lain yang sejenis.

b. Kartu Stok Induk adalah :

1. Sebagai pencerminan obat-obat yang ada di gudang

2. Alat pembantu bagi ordonatur untuk pengeluaran obat

3. Alat pembantu dalam menentukan kebutuhan

c. Bagian judul pada kartu stok induk persediaan obat diisi dengan :

Nama obat tersebut

Satuan obat

Sumber/ asal obat

Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan, dihitung sebesar waktu tunggu (6 bulan)

Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam persediaan, dihitung sebesar stok kerja + waktu tunggu + stok pengaman ( 20 bulan).

d. Kolom-kolom pada kartu stok induk persediaan obat diisi dengan :

1. Tanggal diterima atau dikeluarkan obat

2. Nomor tanda bukti BAPPO dan atau DBMO dan lain lain

3. Dari siapa diterima obat atau kepada siapa dikirim obat

4. Sampai dengan (9) jumlah obat yang diterim berdasarkan sumbet anggaran.

5. Sampai dengan (15) jumlah obat yang dikeluarkan

6. Sampai dengan (21) sisa stok obat dalam persediaan

7. Keterangan yang dianggap perlu, missal tanggal dan tahun kadaluarsa, nomor batch dan lain-lain.5. Pengamatan Mutu Obat

Mutu obat yang disimpan digudang dapat mengalami perubahan baik karena faktor fisik maupun kimiawi, Perubahan mutu obat dapat diamati secara visual dan jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan cara organoleptik, harus dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium.

Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak adalah :

Dikumpulkan dan disimpan terpisah

Dikembalikan/ diklaim sesuai aturan yang berlaku

Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku.

2.4.5Pendistribusian(16,17)Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan.

1) Tujuan Distribusi

a. Terlaksananya distribusi obat publik dan perbekalan kesehatan secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutukan.

b. Terjaminnya ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan.

2) Rencana Distribusi

a. Membuat jadwal pengiriman obat

b. Penyusunan peta lokasi, jalur dan jumlah pengiriman obat3) Kegiatan Distribusi

Kegiatan distribusi obat publik dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi terdiri dari :

a. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan.

b. Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat publik dan perbekalan kesehatan diluar jadwal distribusi rutin.

Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

(1) Perumusan Stok Optimum

Perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan memperhitungkan siklus distribusi rata-rata pemakaian, waktu tunggu serta ketentuan mengenai stok pengaman. Rencana distribusi obat ke setiap unit pelayanan kesehatan termasuk rencana tingkat ketersediaan, didasarkan kepada besarnya stok optimum setiap jenis obat di setiap unit pelayanan kesehatan.

Stok optimum = stok kerja + stok pengaman

Ket :

Stok kerja: rata-rata pemakaian obat dalam satu periode tertentu

Pada akhir periode distribusi akan diperoleh persediaan sebesar stok pengaman di setiap unit pelayanan kesehatan.

Rencana tingkat ketersediaan di Instalasi Farmasi tiap akhir periode juga dapat ditetapkan. Tujuan dari penetapan rencana ketersediaan pada akhir atau awal rencana distribusi adalah untuk memastikan bahwa persediaan obat di Instalasi Farmasi cukup untuk melayani kebutuhan obat selama perode distribusi tersebut. Posisi persediaan yang direncanakan tersebut diharapkan dapat mengatasi setiap penyimpanan keterlambatan pelaksanaan permintaan obat oleh unit pelayanan kesehatan atau pengiriman obat oleh Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota.

(2) Penetapan frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan ditetapkan dengan memperhatikan :

a. Anggaran yang tersedia

b. Jarak unit pelayanan Kesehatan dari instalasi farmasi

c. Fasilitas gudang unit pelayanan kesehatan

d. Sarana yang ada di instalasi farmasi

e. Jumlah tenaga di instalasi farmasi

f. Faktor geografis dan cuaca

(3) Penyusunan peta lokasi, jalur dan jumlah pengiriman

Agar lokasi biaya pengiriman dapat dipergunakan secara efektif dan efisien maka instalasi farmasi perlu membuat peta lokasi dari unit-unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. Hal ini sangat diperlukan terutama untuk pelaksanaan distribusi aktif dari instalasi farmasi. Jarak (km) antara instalasi farmasi dengan setiap unit pelayanan kesehatan dicantumkan pada peta lokasi. Dengan mempertimbangkan jarak, biaya transportasi atau kemudahan fasilitas yang tersedia, dapat ditetapkan rayonisasi dari wilayah pelayanan distribusi. Disamping itu dilakukan pula upaya untuk memanfaatkan kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat membantu pengangkutan obat ke UPK misalnya kunjungan rutin petugas Kabupaten ke UPK, pertemuan dokter Puskesmas yang diselenggarakan di kabupaten/kota.

(4) Tata Cara Pendistribusian Obat

a) Instalasi farmasi di Kabupaten/Kota melaksanakan distribusi obat ke Puskesmas di wilayah kerjanya sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit pelayanan kesehatan.

b) Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat-obatan untuk Puskesmas Pembantu, Puskesmas keliling dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya.

c) Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari instalasi farmasi ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah atas persetujuan Kepala Dinas Kesehatan.

d) Tata cara distrbusi obat ke unit pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan cara dikirim oleh instalasi farmasi atau diambil oleh unit pelayanan kesehatan.

e) Obat-obatan yang akan dikirim ke puskesmas harus disertai dengan LPLPO dan atau SBBK.

f) Tiap pengeluaran obat dari instalasi farmasi harus segera dicatat pada kartu stok obat dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran Obat.2.4.6.Pencatatan dan Pelaporan(16,17)Pencatatan dan pelaporan data obat di Dinas Kesehatan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan dan didistribusikan maupun yang digunakan di puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya. Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang diberikan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan dari pencatatan dan pelaporan untuk mengetahui tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/ pengunaan obat.

1. Kegiatan pencatatan dan pelaporanKegiatan pencatatan dan pelaporan meliputi :

a. Pencatatann dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan pengadaan obat melalui kegiatan perhitungan tingkat kecukupan obat per unit pelayanan kesehatan.b. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana distribusi akan dapat didukung sepenuhnya oleh sisa stok obat di instalasi farmasi.c. Perhitungan dilakukan langsung pada kartu rencana distribusi obat.

d. Tingkat kecukupan dihitung dari sisa stok obat di instalasi farmasi dibagi dengan pemakaian rata-rata obat di unit pelayanan kesehatan.

2. Pencatatan dan pelaporanPencatatan dan pelaporan terdiri dari :

c. Kartu stok dan kartu stok induk

d. LPLPO dan SBBK

e. Buku penerimaan

f. Buku pengeluaran

a. Pencatatan kartu stok

Fungsi :

1. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluarsa)

2. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis obat yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.

3. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatatat 1 (satu) kejadian mutasi obat

4. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanannya. Kegiatan yang harus dilakukan :

1. Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan

2. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari

3. Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/daluarsa) langsung dicatat didalam kartu stok

4. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan.b. Pencatatan kartu stok induk

Fungsi :

1. Kartu stok induk digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluarsa)

2. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis obat yang berasal dari semua sumber anggaran

3. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi obat

4. Data pada kartu stok induk diguanakan sebagai :

a. Alat kendali bagi Kepala Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanan.

b. Alat bantu untuk penyusun laporan, perencanaan pengadaan dan distribusi serta pengendalian persediaan.

Kegiatan yang harus dilakukan :

a. Kartu stok induk diletakkan diruang Kepala Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

b. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke haric. Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/daluarsa) langsung dicatat didalam kartu stok

d. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan.c. LPLPO

Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) disampaikan oleh puskesmas/unit pelayanan kesehatan ke instalasi farmasi. Petugas pencatatan dan melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi dari instalasi farmasi lalu dikirimkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Formulir yang digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat adalah formulir LPLPO atau disebut juga formulir laporan pemakaian dan lembar permintaan obat. Formulir ini dipakai untuk permintaan dan pengeluaran obat. LPLPO berguna sebagai :

1. Bukti pengeluaran obat di unit pengelolaan obat public dan perbekalan kesehatan

2. Bukti penerimaan obat di rumah sakit/puskesmas

3. Surat permintaan/pesanan obat dari rumah sakit/puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota

4. Sebagai bukti penggunaan obat di rumah sakit/puskesmas.

d. SBBK

Surat Bukti Barang Keluar adalah sebuah dokumen bukti pengeluaran obat yang dibuat oleh Gudang Farmasi Kabupaten / Kota kepada pihak penerima obat, yaitu Puskesmas. Dokumen ini berisi tanggal dan nomer dokumen, alamat Puskesmas penerima, nama obat, jumlah obat, nama petugas yang menyerahkan dan petugas yang menerima dengan persetujuan kepala gudang farmasi.2.4.7.Penghapusan / Pemusnahan(16,17)Pemusnahan adalah rangkaian kegiatan pemusnahan sediaan farmasi dalam rangka pembebasab barang milik / kekayaan negara ini tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan penghapusan sediaan farmasi adalah sebagai berikut :

a. Penghapusan merupakan bentuk pertanggung jawaban petugas terhadap sediaan farmasi/ obat-obatan yang diurusinya, yang sudah ditetapkan untuk dihapuskan/ dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Menghindarkan pembiayaan (biaya, penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk diperlihara.

c. Menjaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran lingkungan.

Kegiatan penghapusan/ pemusnahan sediaan farmasi adalah sebagai berikut :

a. Membuat daftar sediaan farmasi/ obat-obatan yang akan dihapuskan beserta alasan-alasannya.

b. Memisahkan sediaan farmasi/ obat-obatan yang kadaluarsa/ rusak pada tempat tertentu sampai pelaksanaan pemusnahan.

c. Memisahkan narkotik dan psikotropika dari obat lainnya.

d. Melaporkan kepada atasan mengenai sediaan farmasi/ obat-obatan yang akan dihapuskan.

e. Membentuk panitia pemeriksaan sediaan farmasi/ obat-obatan melalui surat Keputusan Bupati/ Walikota.

f. Membuat berita acara hasil pemeriksaan sediaan farmasi/ obat-obatan oleh panitia pemeriksaan dan penghapusan sediaan farmasi/ obat-obatan.

g. Melaporkan hasil pemeriksaan kepada berwenang/ pemilik toko.

h. Melaksanakan penghapusan setelah ada keputusan dari yang berwenang.

2.4.8.Monitoring dan Evaluasi Kabupaten/Kota ke Puskesmas(16,17)1. Tujuan Kegiatan

Diperolehnya informasi tentang kinerja Dinas Kesehatan maupun Puskesmas terutama dari aspek manajerial sebagai input dalam perbaikan manajemen.

2. Metode dan Langkah kegiatan :

a. Pemberitahuan ke puskesmas

b. Pengumpulan data di lokasi dilaksanakan dengan metode wawancara, pengamatan dan penelaahan dokumen serta pemaparan hasil.

c. Tim monitoring dan evaluasi terpadu Kabupaten/Kota melakukan kunjungan ke Puskesmas dan jajarannya minimal setiap 6 (enam) bulan sekali.

d. Tim melakukan pertemuan dengan pengelola program di puskesmas dan melakukan kunjungan ke sasaran yang disepakati (Pustu, Poskesdes, dll)

e. Kegaiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan instrument monitoring yang telah disiapkan.

f. Tim monitoring dan evaluasi terpadu melakukan telaahan terhadap hasil monitoring yang dilaksanakan di puskesmas dan jajarannya serta memberikan umpan balik secara langsung baik lisan maupun tulisan tertulis di buku tamu puskesmas.

g. Hasil monitoring dan evaluasi selanjutnya akan dikaji oleh Tim monitoring dan evaluasi terpadu bersama penanggung jawab program terkait di Kabupaten/Kota.

h. Tim monitoring dan evaluasi terpadu memberikan laporan hasil monitoring kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.5.Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota 2.5.1.Definisi(19)

Gudang perbekalan di bidang Farmasi di Kabupaten/Kota adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam lingkungan Departemen Kesehatan yang selanjutny disebut gudang farmasi. Gudang farmasi adalah tempat penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pemeliharaan barang persediaan berupa obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya yang bertujuan akan digunakan untuk melaksanakan program kesehatan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 610/Menkes/SK/XI/1981 tentang Organisasi dan Tata Kerja Gudang Perbekalan Kesehatan di bidang farmasi Kabupaten/Kota menetapkan bahwa gudang farmasi berkedudukan sebagai unit pelaksanaan teknis dalam lingkungan Departemen Kesehatan penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi dan peralatan kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Departemen Kesehatan Kabupaten/Kota.

Dengan berlakunya otonomi daerah untuk selanjutnya gudang farmasi Kabupaten diusulkan menjadi instalasi farmasi Kabupaten/Kota dan berkedudukan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan. Tujuan pembentukan instalasi farmasi Kabupaten/Kota adalah untuk melaksanakan pengelolaan obat dan alat kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna agar obat dan alat kesehatan tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup dan pada waktu yang tepat, serta melaksanakan pemeliharaan mutu obat dan alat kesehatan yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan upaya kesehatan yang menyeluruh, terarah dan terpadu.

2.5.2.Kedudukan dan Struktur Organisasi(19)

Sebagai unit pelaksana teknis dalam lingkungan Depkes yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Ka. Dinas Kesehatan, gudang farmasi Kabupaten/Kota terdiri dari 2 type yaitu type A dan type B yang didasarkan pada :

a. Beban kerja

b. Jumlah kefarmasianc. Institusi kesehatand. Jumlah penduduk yang dilayani e. Jumlah proyek yang dilaksanakan

Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu dipertimbangkan keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam merumuskan/ melaksanakan kebijakan kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi Kementrian Kesehatan.

Untuk tugas dan fungsi unit pengelola obat dari perbekalan kesehatan dapat mengacu kepada SK Menkes RI No. 610/Menkes/SK/XI/81 Tahun 1981 tentang Organisasi dan Tata Kerja Gudang Perbekalan Kesehatan di bidang Farmasi di Kabupaten/Kota, sementara untuk kedudukan organisasi yang akan dibentuk disesuaikan dengan keperluan dalam rangka pelaksanaan salah satu bidang tugas untuk menunjang tugas pokok induknya.

Kebijakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota mencakup berbagai obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari berbagai sumber anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di masing masing Kabupaten/Kota untuk melakukan secara terpadu. Adapun fungsi yang harus dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang berintegrasi dengan unit kerja terkait. Kebijakan ini didasarkan kepada efisiensi, efektifitas dan profesionalisme. Gambaran mengenai situasi sumber daya manusia pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi penanggung jawab Instalasi Farmasi dan proporsi tenaga berdasarkan latar belakang pendidikan.

BAB III

PELAKSANAAN PKPA

3.1. Waktu dan Tempat PKPA

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di laksanakan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Seksi Perbekalan Kesehatan, UPTD Gudang Farmasi dan Seksi Pengawasan Obat dan Makanan pada bulan Oktober 2012.

3.2. Kegiatan PKPA

Adapun kegiatan yang dilaksanakan selama PKPA, yaitu :1. Tahap pengenalan terdiri dari : observasi dokumen dan buku panduan di dinas kesehatan tangerang

2. Pengamatan dan pelatihan di gudang farmasi yang terdiri dari : wawancara, diskusi, observasi, pelayanan dan pemantauan puskesmas melalui pengecekan LPLPO, penyiapan obat pada saat kegiatan distribusi obat.

3. Perencanaan dan pengadaan obat di Dinas Kesehatan terdiri dari : diskusi, observasi dokumen dan ikut bekerja4. Mengikuti kegiatan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian terdiri dari:

- Pembinaan : diskusi, observasi dokumen, melakukan bimbingan kepada apotek-apotek di tangerang, melakukan supervise ke apotek dan rumah sakit.

- Pengawasan : penyelenggaraan pengawasan terhadap pengelolaan dan penggunaan bahan narkotika, psikotropioka, zat adiktif serta bahan berbahaya lainnya

- Pengendalian : observasi dokumen, penerimaan, perekapan dan pengevaluasian laporan bulanan pelaporan obat narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya dari apotek dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN KEGIATAN

4.1. Dinas Kesehatan Kota Tangerang

4.1.1. Pengertian Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Dinas Kesehatan Kota Tangerang merupakan salah satu unit pelaksana pemerintahan daerah dibidang kesehatan yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat kota Tangerang, Dinas Kesehatan Kota Tangerang dikepalai oleh seorang kepala Dinas Kesehatan yang dibantu oleh seorang kepala tata usaha (bagian sekretariatan) Dinas Kesehatan Kota Tangerang.(7)4.1.2. Landasan Hukum

Berdasarkan penelusuran dokumen di Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota Tanggerang, Landasan hokum yang digunakan antara lain :1. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika 2. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;3. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;4. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;5. Undang-undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan;7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom;9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Kesehatan Daerah;11. Peraturan Menteri Kesehatan No. 284 Tahun 2007 tentang Apotik Rakyat;12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional;15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Ijin Praktek, Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian.16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya;17. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1191 Tahun 2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan;18. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik.19. Keputusan Menteri Kesehatan No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;20. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 267/Menkes/SK/III/2008 tentang Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah.

4.1.3. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Visi Dinas Kesehatan Kota Tangerang adalah Masyarakat Kota Tangerang yang Sehat Secara Mandiri. Latar belakang dan makna visi tersebut adalah bahwa dalam mewujudkan seksesnya pembangunan setidaknya terdapat dua komponen yaitu pemerintah dan masyarakat. Selama ini terdapat kesan bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan kewajiban pemerintah dan masyarakat adalah obyek pembangunan. Hal ini membawa konsekuensi tujuan pembangunan tidak tercapai dengan optimal karena pemerintahan memiliki berbagai keterbatasan antara lain sumber dana dan sumber daya manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan pembangunan saat ini menempatkan pemerintahan sebagai fasilitator pembangunan bukan lagi penguasa dan mendorong pertisipasi aktif konstruktif masyarakat.

Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan di atas, maka misi Dinas Kesehatan Kota Tangerang yang dirumuskan adalah mendorong masyarakat Kota Tangerang yang sehat secara mandiri. Upaya untuk mendukung pencapaian Misi Kota Tangerang tahun 2009-2013 maka Dinas Kesehatan Kota Tangerang menetapkan Misi Tahun 2009-2013 sebagai berikut :

1.