Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Hibah Pengabdian Pembangunan Masyarakat Perjanjian No : III/LPPM/2019-01/11-PM
LAPORAN
PENGADAAN AIR BERSIH DI
DESA WEELEWO
Franseno Pujianto, ST., MT. Yenny Gunawan, ST., MA.
Wulani Enggar Sari, ST., MT.
Caecilia S. Wijayaputri, ST., MT.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Katolik Parahyangan 2019
2
DAFTAR ISI
Abstrak 3
BAB 1. MITRA KEGIATAN 4
BAB 2. PERMASALAHAN MITRA 6
BAB 3. PELAKSANAAN KEGIATAN 7
BAB 4. HASIL dan KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN. GAMBAR RENCANA PENAMPUNGAN AIR 12
3
Abstrak
Pengabdian Masyarakat ini merupakan pengabdian yang muncul karena adanya permintaan dari
masyarakat desa Weelewo di Sumba Barat Daya. Desa ini terletak di daerah bukit dengan iklim yang relatif
gersang, dalam arti, musim hujan hanya 3 (tiga) bulan dan musim kemarau 9 (sembilan) bulan sehingga
diperlukan pengadaan air bersih yang cukup untuk kebutuhan warga selama setahun. Saat ini, mata air
terletak jauh di bawah bukit, dan pengambilan air bersih dilakukan secara manual menggunakan ember.
Pengabdian ini berupa konsultasi perencanaan area dan sistem air bersih. Pada saat perbincangan
konsultasi, tercetuskan gagasan pembuatan penampungan air hujan desa menggunakan bahan-bahan
yang banyak tersedia di sekitar, yaitu bambu. Bersama dengan Construye Identidad, Peru, dan masyarakat
desa Weelewo, Universitas Katolik Parahyangan membuat satu penampungan air hujan desa yang
menggabungkan pengetahuan akademik dan kearifan serta ketrampilan lokal (craftmanship) mengenai
konstruksi bambu. Hasil kegiatan ini, penampungan air hujan desa berhasil dibangun, dan digunakan oleh
masyarakat desa.
Kata Kunci : Penampungan Air Hujan, Bambu, Weelewo.
4
BAB 1. MITRA KEGIATAN
Mitra Kegiatan untuk Pengabdian ini ada dua; yang pertama adalah masyarakat desa Weelewo,
dan yang kedua adalah Construye Identidad dari Peru. Desa Weelewo merupakan sebuah
Kampung Adat yang terletak di kecamatan Wejewa kabupaten Sumba Barat Daya. Kampung
Adat ini telah berusia sangat tua, dengan ingatan terjauh mencapai 14 generasi ke masa lampau.
Desa ini adalah induk dari banyak suku di Wejewa, dengan bangunan 9 rumah adat yang masih
tersisa, yang dibangun kembali setelah beberapa kali kebakaran besar. Setiap rumah adat dihuni
oleh seorang pemangku adat ‘Rato’, bersama keluarganya sebagai wakil dari suku yang
bersangkutan. Dengan jumlah penduduk tetap 68 jiwa, yang terdiri dari 5 orang berusia di atas
70 tahun, orang dewasa usia 24 – 65 tahun sebanyak 14 orang, remaja sebanyak 16 orang, dan
anak-anak sebanyak 33 orang. Mata pencaharian mereka adalah bertani sederhana dengan hasil
secukupnya. Kebanyakan mereka menghabiskan waktu mengurus ladang dan beberapa memiliki
sawah yang berada agak jauh di pinggir desa.
Gambar 1. Areal view desa Weelewo, Sumba Barat Daya Sumber: Archive Prodi Arsitektur Unpar
5
Kampung ini ditetapkan sebagai kampung adat oleh pemerintah kabupaten setempat dengan
tujuan ke arah pemberdayaan pariwisata lokal, sekali pun belum terdapat pendampingan yang
memadai. Kampung Weelewo mengangkat seorang pensiunan pegawai negeri: Bapa John Zairo,
yang berasal dari Rumah Taramanu di kampung tersebut sebagai koordinator dan penanggung
jawab. Beliau bertempat tinggal di Desa Mareda Kalada yang merupakan wilayah perluasan
tanah adat Weelewo di mana para keturunan suku-suku Kampung Weelewo membangun
‘rumah kebun’ yakni tempat tinggal biasa yang menginduk ke rumah adat. Bapa John Zairo inilah
yang bertugas memperhatikan kelangsungan budaya, membina kerukunan, menjaga
kesejahteraan serta bertindak selaku tuan rumah bagi tamu-tamu yang datang berkunjung ke
Weelewo.
Gambar 2. Bapak John Zairo, perwakilan Kepala Adat Sumber:
j. Coupertino Umbu, 2017
Sebagai sebuah kampung adat yang tertata dengan baik, Weelewo telah menerima banyak
sekali kunjungan wisatawan dan peneliti serta rombongan mahasiswa. Sebuah kelompok arsitek
‘Construye Identidad’ dari Peru telah melaksanakan penelitian yang intensif mengenai hubungan
antara rumah adat dengan pelestarian hutan di Sumba di Weelewo pada tahun 2017.
Bersama dengan Construye Identidad dari Peru inilah, penampungan air hujan dirancang dan
dibangun secara gotong-royong.
6
BAB 2. PERMASALAHAN MITRA
Kebutuhan mendesak akan Ketersediaan Air Bersih dan MCK yang memadai:
Kampung Weelewo yang terletak di ketinggian bukit batu mengandalkan sumber air di lembah
Mareda Kalada dengan jarak mencapai 370 m, dan perbedaan ketinggian sekitar 180 meter.
Jarak yang curam tersebut ditempuh oleh anak-anak kecil dengan berjalan kaki untuk
mengambil air sebelum ke sekolah dan pada sore hari. Sulitnya memperoleh air bersih untuk
kebutuhan sehari-hari berpengaruh pada kesehatan, kebersihan, pendidikan anak serta
peningkatan kreatifitas budaya yang seharusnya menjadi kesempatan pemberdayaan ekonomi
mereka. Pada cekungan batu dekat pintu masuk kampung Weelewo terdapat jalur air tanah
yang bisa dibor. Ini adalah sebuah alternatif pengadaan air terdekat. Untuk memperoleh
pendanaan, masyarakat memerlukan bantuan konsultasi untuk perencanaan sumur pompa dan
area sekitarnya. Oleh karea itu, kami tim dosen Prodi Arsitektur Unpar membantu perencanaan
pengadaan sistem air bersih, serta bersama dengan Construye identidad Peru, kami membangun
penampungan air bersih bersama masyarakat desa Weelewo menggunakan bahan-bahan yang
ada di sekitar desa, yaitu bambu.
Gambar 3. Para wanita dan anak-anak mengambil air dengan berjalan kaki dengan jarak yang curam.
Sumber: j. Coupertino Umbu, 2017
7
BAB 3. PELAKSANAAN KEGIATAN
Pelaksanaan Kegiatan ini dilakukan secara partisipatori masyarakat, mulai dari tahapan diskusi /
perencanaan, persiapan sampai perangkaian.
Diskusi dan Musyawarah :
Tahap pertama dari pelaksanaan kegiatan pengabdian ini adalah penerimaan tamu (dosen
Unpar dan Construye Identidad) di desa Weelewo. Setelah itu, kami berdiskusi mengenai apa
yang akan dilakukan dan bersepakat penggunaan bambu serta semua Rato (9 kepala Rumah
Adat) bersedia bergotong-royong dalam membangun penampungan air hujan tersebut. Anak-
anak mereka; Agus dan Joni juga bersedia berpartisipasi. Para ibu-ibu menyatakan akan
menyediakan makanan dan kopi pada saat pembangunan.
.
Gambar 4. Salah satu Rumah Adat di desa Weelewo (kiri), suasana diskusi di teras Rumah Adat (kanan)
Sumber: j. Coupertino Umbu, 2019
Persiapan :
Tahap kedua adalah tahap persiapan bahan. Bersama-sama kami mengambil bambu dari kebun
di sekitar. Masyarakat menunjukkan bagaimana mengidentifikasi bambu yang muda, sedang
dan tua, serta menunjukkan jenis-jenis bambu yang ada. Mereka memilih bambu yang tua, dan
menggunakan peralatan sederhana yang mereka punyai yaitu parang yang senantiasa mereka
bawa, serta kapak, mereka mulai menebang bambu yang akan digunakan untuk membuat
penampungan air hujan tersebut. Selain itu, masyarakat desa juga mengambil kayu dari kebun di
sekitar untuk pasak, serta rotan untuk tali pengikat.
8
Catatan: Kebun yang dimaksud adalah hutan yang ada di sekitar Kampung Adat. Sebutan Hutan
bagi masyarakat desa Weelewo menunjuk pada hutan keramat yang tidak boleh didatangi oleh
sembarang orang.
Gambar 5. Proses penebangan bambu oleh Agus, Joni dan salah satu Rato Rumah Adat.
Sumber: Gunawan, Y., 2019
Tahap ketiga adalah tahap persiapan bahan yang dilakukan bersama, mulai dari mengukur,
memotong serta membelah bambu, dan persiapan bahan rotan untuk pengikat menggunakan
peralatan sederhana, yaitu gergaji dan parang.
Gambar 6. Persiapan komponen bambu oleh Maria Paz, Construye Identidad (kiri) dan rotan oleh para Rato (kanan).
Sumber: Gunawan, Y., 2019
Perangkaian :
Setelah komponen-komponen penampungan air hujan selesai disiapkan, kami membagi menjadi
2 tim; tim struktur, dan tim penyaring. Masing-masing tim terdiri dari anggota Construye
Identidad, tim dosen Unpar serta masyarakt desa; para Rato dan anak-anak muda.
9
Gambar 7. Tim Struktur merangkai bambu menjadi rangka segi empat menggunakan bor manual, pasak, dan
diikat dengan tali rotan.
Sumber: Gunawan, Y., 2019
Gambar 8. Pembangunan struktur penampungan air hujan (kiri dan tengah), ikatan khas desa Weelewo (kanan)
Sumber: Gunawan, Y., 2019
Gambar 9. Perangkaian penampung air hujan menggunakan bambu utuh dan bambu belah
Sumber: Gunawan, Y., 2019
10
BAB 4. HASIL dan KESIMPULAN
Hasil kegiatan pengabdian ini berupa penampungan air hujan dari bambu (Gambar 10) yang
dibangun secara kerjasama dan gotong-royong antara masyarakat desa Weelewo, Construye
Identidad Peru, tim dosen Universitas Katolik Parahyangan serta alumni arsitektur Unpar, J.
Avemaria Coupertino Umbu.
Gambar 10. Penampungan Air Hujan desa Weelewo.
Sumber: Gunawan, Y., 2019
11
DAFTAR PUSTAKA
BAE, R. Sugihardjo. 1975. Gambar-gambar Dasar Ilmu Bangunan. Yogyakarta.
Bielefeld, Bert (ed). 2013. Basics Architectural Design. Germany.
Chiara, Joseph de and John Callender. 1980. Time Saver Standards for Building Types, 2nd
edition. New York : Mc Graw Hill, Inc.
Neufert, Ernest. 1979. Data Arsitek. Jakarta : Erlangga.
Sabaruddin, Arief. 2011. A-Z Persyaratan Teknis Bangunan. Jakarta : Griya Kreasi.
Tunggul, Ngodu. 2003. Etika dan Moralitas dalam Budaya Sumba : Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Sumba Timur.
12
Lampiran. GAMBAR RENCANA PENAMPUNGAN AIR HUJAN