62
LAPORAN PENDAHULUAN A. TEORI KELUARGA 1. Definisi Beberapa definisi keluarga menurut para ahli: a. Keluarga adalah unit terecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. ( Jhonsons dan Leny, 2010) b. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ibu dan anaknya ( Suprayitno, 2008) c. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 2010). d. Menurut Departemen Kesehatan RI (1988). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang berkumpul dan tinggal dalam suatu tempat dibawah atap dalam keadaan saling bergantung. 2. Tipe-Tipe Keluarga Macam-macam tipe keluarga menurut Jhonsons dan Leny, 2010 Ada beberapa tipe keluarga yakni:

LAPORAN PENDAHULUAN TUNARUNGU 2

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN

A. TEORI KELUARGA

1. Definisi

Beberapa definisi keluarga menurut para ahli:

a. Keluarga adalah unit terecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga

dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu

tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. ( Jhonsons

dan Leny, 2010)

b. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan

anaknya, atau ibu dan anaknya ( Suprayitno, 2008)

c. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan

keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing

yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 2010).

d. Menurut Departemen Kesehatan RI (1988). Keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang berkumpul dan

tinggal dalam suatu tempat dibawah atap dalam keadaan saling bergantung.

2. Tipe-Tipe Keluarga

Macam-macam tipe keluarga menurut Jhonsons dan Leny, 2010

Ada beberapa tipe keluarga yakni:

1) Menyatakan bahwa tipe-tipe keluarga dibagi atas keluarga inti, keluarga

orientasi, keluarga besar. Keluarga inti adalah keluarga yang sudah menikah,

sebagai orang tua, atau pemberi nafkah. Keluarga inti terdiri dari suami istri

dan anak mereka baik anak kandung ataupun anak adopsi.

2) Keluarga konjugal, yang terdiri dari pasangan dewasa ( ibu dan ayah ) dan

anak-anak mereka, dimana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu

atau dua pihak orang tua atau Keluarga orientasi (keluarga asal) yaitu unit

keluarga yang didalamnya seseorang dilahirkan.

3) Selain itu terdapat juga Keluarga luas atau keluarga besar yang ditarik atas

dasar garis keturunan di atas keluarga aslinya. Keluarga luas ini yaitu

keluarga inti ditambah anggota keluarga lainyang masih mempunyai

hubungan darah meliputi hubungan antara paman,bibi, keluarga kakek, dan

keluarga nenek.

Menurut (Suprajitno,2008) Keluarga juga dibedakan menjadi keluarga tradisional

dan non tradisional.

1) Tradisional

Nuclear Family atau Keluarga Inti: Ayah, ibu, anak tinggal dalam satu

rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan

perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

Reconstituted Nuclear: Pembentukan baru dari keluarga inti melalui

perkawinan kembali suami atau istri. Tinggal dalam satu rumah dengan

anak-anaknya baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari

perkawinan baru.

Niddle Age atau Aging Cauple: Suami sebagai pencari uang, istri di

rumah atau kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah

meninggalkan rumah karena sekolah atau perkawinan / meniti karier.

Keluarga Dyad / Dyadie Nuclear: Suami istri tanpa anak.

Single Parent: Satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak.

Dual Carrier: Suami istri / keluarga orang karier dan tanpa anak.

Commuter Married: Suami istri / keduanya orang karier dan tinggal

terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu

tertentu.

Single Adult: Orang dewasa hidup sendiri dan tidak ada keinginan untuk

kawin.

Extended Family: 1, 2, 3 generasi bersama dalam satu rumah tangga.

Keluarga Usila: Usila dengan atau tanpa pasangan, anak sudah pisah.

2) Non Tradisional

Commune Family: Beberapa keluarga hidup bersama dalam satu rumah,

sumber yang sama, pengalaman yang sama.

Cohibing Coiple: Dua orang / satu pasangan yang tinggal bersama tanpa

kawin.

Homosexual / Lesbian: Sama jenis hidup bersama sebagai suami istri.

Institusional: Anak-anak / orang-orang dewasa tinggal dalam suatu

panti-panti.

Keluarga orang tua (pasangan) yang tidak kawin dengan anak.

3. Ciri –ciri Struktur Keluarga

Ciri-ciri struktur keluarga ada 3 yaitu :

a. Terorganisasi: Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota

keluarga.

b. Ada Keterbatasan: Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga

mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing -

masing.

c. Ada perbedaan dan kekhususan: Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan

fungsinya masing - masing.

4. Fungsi dan Peran Keluarga

a. Fungsi keluarga menurut Jhonsons dan Leny, 2010

1) Fungsi pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan

menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan

anak.

2) Fungsi sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak

menjadi anggota masyarakat yang baik.

3) Fungsi perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak

sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

4) Fungsi perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan

perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan

berinteraksi antar sesama anggota kelurga. Sehingga saling pengertian satu

sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

5) Fungsi agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak

anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan

keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.

6) Fungsi ekonomi dilihat dari bagaimana kepala kelurga mencari penghasilan,

mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-

kebutuhan keluarga,

7) Fungsi rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang

menyenangkan dalam keluarga, seperti acara menonton TV bersama, bercerita

tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.

8) Fungsi biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan

sebagai generasi selanjutnya. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa

aman diantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota

keluarga.

b. Peran Keluarga menurut Jhonsons dan Leny, 2010

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat,

kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu.

Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari

keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam

keluarga adalah sebagai berikut:

1) Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan sebagai

pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala

keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya.

2) Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk

mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,

pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta

sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat

berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

3) Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat

perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

5. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Suprajitno (2008) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga

mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan,

meliputi:

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan

keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak

akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan

dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan

perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun

yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang

tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat

kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan

upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan

keadaan keluarga dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang

mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.

Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar

masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan diatasi. Jika keluarga memiliki

keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat

tinggal.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali keluarga

telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki

keterbatasan yang telah diketahui keluarga sendiri. Jika demikian, anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan

lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.

6. Tahap Perkembangan Keluarga

Tahap perkembangan keluarga menurut (Friedman, 2010)

a. Pasangan Baru

Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan

(istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga

masing-masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena kenyataannya

banyak keluarga baru yang masih tinggal dengan orang tuanya.

Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan

fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan

sendiri dan pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya.

Tugas perkembangan

1) Membina hubungan intim danmemuaskan.

2) membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.

3) mendiskusikan rencana memiliki anak.

4) Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami,

keluarga istri dan keluarga sendiri.

b. Keluarga “child bearing” kelahiran anak pertama

Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak

berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.

Tugas perkembangan keluarga yang penting pada tahap ini adalah:

1) Persiapan menjadi orang tua

2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual

dan kegiatan.

3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman orang tuan

berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua

dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan

orang tua dapat tercapai.

c. Keluarga dengan anak pra sekolah

Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia

5 tahun.

Tugas perkembangan:

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi

dan rasa aman.

2) Membantu anak untuk bersosialisasi

3) Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus

terpenuhi.

4) Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan

masyarakat.

5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.

6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.

d. Keluarga dengan anak sekolah

Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat

anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal

sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak

memiliki minat sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda

dengan anak.

Tugas perkembangan keluarga.

1) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.

2) Mempertahankan keintiman pasangan.

3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk

kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.

Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada

anak untuk bersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.

e. Keluarga dengan anak remaja

Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian.

Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk

mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.

Tugas perkembangan:

1) Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.

2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.

3) Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari

perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.

Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.

Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan

membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua

dan remaja.

f. Keluarga dengan anak dewasa

Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak

terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada

atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.

Tugas perkembangan:

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

2) Mempertahankan keintiman pasangan.

3) Membantu orang tua memasuki masa tua.

4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.

5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

g. Keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat

pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini

dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal

sebagai orang tua.

Tugas perkembangan

1) Mempertahankan kesehatan.

2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-

anak.

3) Meningkatkan keakraban pasangan.

4) Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga

rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.

h. Keluarga usia lanjut

Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya

meninggal.

Tugas perkembangan:

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan

pendapatan.

3) Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.

4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.

5) Melakukan life review.

6) Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga

pada tahap ini.

C. KELUARGA DENGAN USIA SEKOLAH

1. Definisi

Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 18 tahun dalam masa tumbuh

kembang dengan kebutuhan yang khusus baik itu kebutuhan fisik, psikologis,

sosoial, dan spiritual (Hidayat, 2008). Anak usia sekolah adalah anak usia sekolah

dasar yang dimulai dari usia 6 tahun sampai dengan usia 12 tahun (DeLaune dan

Ladner, 2008; Potter dan Perry, 2009).

Hidayat (2008) mengatakan bahwa anak usia sekolah dimulai dari usia 5 tahun

sampai dengan usia 11 tahun. Sedangkan Nursalam dkk (2005) anak usia sekolah

dibagi menjadi dua yaitu anak laki – laki dimulai dari usia 8 – 12 tahun dan anak

perempuan dimulai dari usia 6 – 10 tahun. Pada masa anak usia sekolah juga akan

terjadi perkembangan yang lebih baik dalam hal perkembangan fisik, kognitif, dan

psikososial (Potter dan Perry, 2009; Supartini, 2010; Hidayat, 2008).

2. Tumbuh kembang anak

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik / anatomi dan struktur tubuh

seperti bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh secara

kuantitatif yang dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan dan struktur / fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ – organ yang bersifat

kualitatif dan dapat dicapai melalui pertambahan kematangan fungsi dari masing –

masing bagian tubuh (IDAI, 2012 cit Nursalam dkk, 2009; Whalley dan Wong, 2010

cit Hidayat, 2008).

3. Tahapan tumbuh kembang anak

Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami berbagai tumbuh

kembang dan setiap tahap memilki ciri – ciri tertentu. Biasanya tumbuh kembang

pada masa anak - anak yang paling memerlukan perhatian lebih. Tahapan tumbuh

kembang tersebut adalah :

a. Masa Pranatal (konsepsi – lahir) yang terdiri atas masa embrio / mudigah

dimulai dari masa konsepsi – 8 minggu, dan masa janin / fetus dimulai dari 9

minggu – kelahiran

b. Masa pascanatal yang terbagi atas

1) Masa neonatus / usia 0 – 28 hari yang terdiri atas neonatal dini / perinatal

yang dimulai dari usia 0 – 7 hari, dan neonatal lanjut yang dimulai dari usia

8 – 28 hari

2) Masa bayi juga terdiri dari masa bayi dini dimulai dari usia 1 – 12 bulan,

dan masa bayi akhir yang dimulai dari usia 1 – 2 tahun.

c. Masa pra sekolah (usia 2 – 6 tahun) yang terbagi atas masa pra sekolah awal /

masa balita dimulai dari usia 2 – 3 tahun, dan masa pra sekolah akhir dimulai

dari usia 4 – 6 tahun.

d. Masa sekolah atau masa pubertas dibagi atas anak perempuan yang dimulai

lebih awal dari anak laki – laki yaitu usia 6 – 10 tahun, dan anak laki – laki baru

dimulai dari usia 8 – 12 tahun.

e. Masa adolesensi atau masa remaja juga dibagi atas anak perempuan yang

dimulai lebih awal dari anak laki – laki yaitu usia 10 – 18 tahun, dan anak laki –

laki baru dimulai dari usia 12 – 20 tahun (Soejtiningsih, 2012 cit Nursalam dkk,

2009).

4. Tumbuh kembang anak usia sekolah

a. Fisik

Pertumbuhan fisik pada anak usia sekolah terjadi lebih lambat dibanding setelah

lahir, namun pertumbuhan pada anak usia sekolah berlangsung secara terus –

menerus. Pada anak usia sekolah nampak lebih proporsional bentuknya tubuhnya

dibanding dengan anak usia pra sekolah, hal ini disebabkan karena adanya

perubahan distribusi dan konsistensi lemak pada tubuh. Pada masa ini anak

memiliki tinggi badan meningkat sekitar 5 cm per tahun dan berat badan juga

mengalami peningkatan sekitar 2 – 3,5 kg per tahunnya. (Edelman dan Mendel,

2005 cit Potter dan Perry, 2008).

b. Kognitif

Perkembangan kognitif pada masa ini, anak mampu berpikir secara logis tentang

kondisi yang dialaminya saat ini. Saat usia mereka menginjak sekitar 7 tahun,

anak cenderung lebih sedikit egosentris dan mampu berkonsentrasi lebih dari satu

aspek situasi dibanding saat usia mereka pada masa pra sekolah. Selain itu anak

juga memiliki kemampuan dalam menempatkan obyek berdasarkan tempat dan

ukurannya serta kemampuan mental yang lebih kompleks. Dan saat mereka

menginjak usia pertengahan sekolah, anak mulai mampu dalam memecahkan

permasalahan (Potter dan Perry, 2008).

Anak usia sekolah sebagian besar sudah mampu dan mengerti bahasa yang

sedemikian kompleks, memberikan penjelasan dengan interpretasi bagaimana

keadaan yang mengganggu dan menakutkan (Wong, 2010). Perkembangan

bahasa yang dialami pada anak masa pertengahan sekolah sangat cepat. Rata –

rata mencapai 300 kosakata seiring dengan pergaulan serta kemampuan membaca

sang anak. Anak usia sekolah menerima bahasa sebagai alat untuk

menggambarkan dunia secara subyektif dan menyadari bahwa kata – kata

mempunyai arti yang tidak absolut (Potter dan Perry, 2008).

c. Psikososial

Dalam hubungannya dengan teman sebaya, anak usia sekolah menyukai sebaya

sejenis daripada lain jenis dan terjadi peningkatan identitas kelompok. Masa ini

juga mulai terjadi ketertarikan dalam seksualitasnya. Anak akan belajar

bekerjasama sama dan bersaing dengan teman sebayanya dalam hal positif,

seperti dalam akademik, pergaulan yang dilakukan secara bersama – sama.

Gambaran diri seorang anak dapat dipengaruhi apabila terjadi perubahan fisik,

emosi, dan sosialnya (Supartini, 2012).

Dalam masa tumbuh kembang, pola tidur pada setiap anak berbeda – beda,

semakin dewasa terjadi perubahan pola tidur baik secara kualitas maupun

kuantitasnya (Whalley dan Wong, 2007 cit Umeda dan Nawangwulan, 2009).

A. MASALAH KESEHATAN (TUNA RUNGU)

1. Definisi

Menurut Hallahan dan Kauffman (2011) memberikan batasan tentang

tunarungu di tinjau dari kehilangan kemampuan mendengarnya, bahwa : Hearing

impairment. A genetic term indicating a hearing disabiliti that range insevety from

milk to profound in includis the subsets deaf and hard of hearing. Deaf person in

one whos hearing disability precludes successful processing of linguistic

information though audio, with or without a haering aid, has residual hearing

sufficient to enable sucxessful processing of linguistic information thoght audition.

Andreas Dwijosumarto dalam seminar ketuna runguan di bandung (2010)

mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu kehilangan pendengaran yang

mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang, terutama

indra pendengaran.

Menurut batasan dari Sri Moerdiani (2012) dalam buku psikologi anak luar

biasa bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang menaglami gangguan

pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan tujuan

komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik umum mengemukakan bahwa

anak tuna rungu adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan

kemampuan mendengar yang disebakan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya

sebagian atau seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam

perkembanganya sehingga memerlukan bimbingan pendidikan khusus. (2010).

Ahli lainnya memberikan batasan mengenai tunarungu ditinjau dari segi medis

dan pedagogis sebagai berikut : “Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan

kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan seluruh alat pendengaran

yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga memerlukan

bimbingan dan pelayanan khusus”. ( Salim, 2008).

Orang tuli adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan untuk

mendengar sehingga tidak dapat mengembangkan, biasanya pada tingkat 70 dB ISO

atau lebih besar sehinga menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain

melalui pendengaranya sendiri tanpa mengunakan alat bantu dengar. Seseorang

dikatakan kurang mendengar adalah ketidak mampuan untuk mendengar sehingga

tidak dapat mengembangkan, bisanya pada tingkat 35 sampai 69 Db ISO tetapi tidak

menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melauli pendengaranya sendiri

tanpa atau menggunakan alat bantu dengar.

Pernyataan tersebut kurang lebih berarti bahwa tunarungu adalah suatu istilah

umun yang menunjukan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat

dan di golongkan kedalam bagian tuli dan kurang dengar.

Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga

tidak dapat memproses informasi bahasa melalui pendengaran dengan atau tanpa alat

bantu dengar. Sedangkan orang kurang dengar adalah seseorang yang pada

umumnya menggunakan alat bantu dengar sisa pendengarannya  cukup

memungkinkan keberhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengarannya.

Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa anak tunarungu

adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar  yang di sebabkan karena

tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan  alat pendengaran sehingga anak

memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat mengembangkan bahasa

serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin.

Atau dengan menggunakan bahasa lain, bahwa anak tuna rungu adalah anak

yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang

diakibatkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya indra pendengaran sehingga

mengalami hambatan dalam perkembanganya. Denagn demikian anak tuna rungu

memerlukan pendidikan secara khusus untuk mencapai kehidupa lahir batin yang

layak.

2. Faktor predisposisi

Banyak faktor yang menyebakan seseorang mengalami ketunarunguan,

sebagaimana diungkapkan dalam buku petunjuk praktis penyelenggaraan Sekolah

Luara Biasa bagian B atau tuna rungu, Depdikbud mengemukakan bahwa :

a. Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (masa prenatal)

b. Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (neo natal)

c. Sesudah anak dilahirkan (post natal).

a. Klasifikasi tunarungu

Menurut Hallahan dan Kauffman klasifikasi ketunarunguan

berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran di bagi kedalam dua

kelompok besar yaitu tuli (deaf)  dan kurang dengar (hard of hearing).

b. Karakteristik Anak Tunarungu

Semua individu memiliki karakteristik tertentu demikian pula

anak-anak yang mengalami ketunarunguan dan dampak yang paling

mencolok yaitu terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara, mereka

terbatas dalam kosa kata dan pengertian kata-kata yang abstrak. Hal ini

karena mereka hanya memanfaatkan penglihatan dalam belajar bahasa.

Belajar bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak kelemahan-

kelemahan sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya

secara maksimal, akibatnya mereka tampak bodoh.

Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda

dengan perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak

mencapai pada tahap meraban. Pada perkembangan ini semua anak

mengalaminya karena merupakan awal untuk belajar bahasa.

Anak yang sejak lahir mengalami ketunarunguan, pada saat bayi

mengulang-ulang bunyi bayi tidak dapat mendengar bunyi yang

dikeluarkan begitu pula ia tidak dapat mendengar respon yang

dikeluarkan oleh orang tua atau orang-orang yang dekat darinya.

Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu

dengan anak normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang

sedemikian rupa sehingga mempunmyai karakter yang khas yang

menyebabkan anak tunarungu mendapatkan kesulitan untuk dapat

beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat

pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah ketunarunguan.

Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai

berikut:

a. Fisik

Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak

terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai

karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1)

sebagai berikut :

b. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak

tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat

keseimbangannya.

c. Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai

lingkungan sekitarnya.

d. Gerakan kaki dan tangan yang cepat.

e. Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi

karena tidak terlatih terutama pada masa meraban yanmg merupakan masa

perkembangan bahasa.

f. Bahasa dan Bicara

Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman

pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan

mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu

proses penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran.

Dengan demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan

bahasa sebagai berikut:

1. Fase motorik yang tidak teratur.

Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur,

misalnya :

Gerakan tangan

Menangis. Menangis permulaan adalah gerak refleks dari bayi

yang baru lahir. Menangis sangat penting bagi perkembangan

selanjutnya karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah

melatih otot-otot bicara, pita suara dan paru-paru.

2. Fase meraban (babbling)

Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena

fase meraban ini merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan

pita suara.

Mula-mula bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan itu terdengar

oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang mkenjadi

proses terpenting dalam pembinaan bicara anak. Bagi anak

tunarungu tidak terjadi pengulangan bunyinya sendiri, karena anak

tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya. Dengan demikian

perkembangan bicara selanjutnya menjadi terhambat.

3. Fase penyesuaian diri.

Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi kemudian

ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus menerus. Pada

anak tunarungu hal tersebut terbatas pada peniruan penglihatan

(visual) yaitu gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat, sedangkan

peniruan pendengaran (auditif) tidak terjadi karena anak tunarungu

tidak dapat mendengar suara.

Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidakmampuan bahasa

dan bicara dengan ketajaman pendengaran menurut Daniel F.

Hallahan dan James M. Kauffman yang dikutip oleh Andreas

Dwijosumarto (1990 : 2) adalah sebagai berikut :

1. Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia

membuat suara.

2. Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang

pendengarannya.

3. Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang mendengar.

Ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah

miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit

mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan. Sedangkan

ciri-ciri anak tunarungu  berkenaan dengan bicaranya adalah

nada bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus akibat

dari penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara

cenderung diikuti oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit

menguasai warna dan gaya bahasa.

g. Intetelegensi

Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di

klasifikasikan menjadi tiga bagian.

Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal

(YukeSiregar, 2004)

Kedua, dianggap bahwa  intelegensi anak tunarungu lebih rendah

dari anak normal .

h. Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada segi

non verbal.

i. Kepribadian dan emosi.

Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang

di tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit

didapatkan oleh anak tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan

ungkapan tersebut melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal

yang dapat merasakan ungkapan yang diberikan melalui nada suara yang

diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada

perkembangan emosi anak tunarungu. Karena keadaanya itu anak

tunarungu merasa terasing dan terisolasi dari lingkungannya. Sering terjadi,

ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi mengakibatkan suatu

kekurangan dalam keseluruhan pengalaman anak yang sebenarnya dasar

bagi perkembangan, sikap dan kepribadian.

Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu akibat dari kekurangannya 

adalah :

1. Sifat egosentris yang lebih besar daripada aanak normal, dunia

penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada

dirinya sendiri. Sifat egosentis ini berarti :

Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan

orang  lain.

Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran

sendiri   mereka sulit menyusuaikan diri.

2. Mempunyai perasaan takut akan hidup

3. Sikap ketergantungan kepada orang lain

4. Perhatian yang sukar di alihkan

5. Kemiskinan dalam bidang fantasi

6. Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem

7. Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa

8. Lekas marah dan cepat tersinggung

9. Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.

j. Sosial

Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat

berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan kematangan

sosial. Yuke R Siregar (1986 : 26 ) mengemukakan tentang saran untuk

mencapai kematangan sosial, yaitu:

Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan

dalam masyarakat

Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan

kemampuannya

Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial

Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman

Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang baik.

Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk

mencapai kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan

memperlakukan mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan

menyebabkan mereka cenderung memiliki rasa curiga pada

lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan memiliki

kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan sesuatu

secara negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa

disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan cenderung

mementingkan diri sendiri.

c. Prinsip Pembelajaran Umum Dan Khusus Pada Anak Tunarungu

Prinsip pembelajaran umum agar tujuan pembelajaran dapat

tercapai secara aktif dan efesien guru perlu memperhatikan prinsip-

prinsip secara umum sama dengan prinsip-prinsip pembelajaran

yang berlaku pada siswa pada umumnya, namun demikian, karena di

dalam kelas inklusi terdapat siswa berkelainan yang mengalami kelainan

atau penyimpangan baik fisik, intelektual, sosial, emosional dan sensor

isneurologis dibanding dengan siswa pada umumnya, maka guru yang

mengajar di kelas inklusif disamping menerapkan prinsip-prinsip

umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip

khusus sesuai  dengan kelainan siswa.

Prinsip-prinsip umum pada pembelajaran anak tuna rungu adalah:

1. Prinsip motivasi guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada anak

agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti

kegiatan belajar mengajar.

2. Prinsip latar/konteks guru perlu mengenal siswa secara mendalam,

menggunakancontoh, memanfaatkan sumber belajar yang di lingkungan

sekitar, dan maksimal mungkin menghindari pengulangan-

pengulanganmateri pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi

siswa.

3. Prinsip keterarahan setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru

harusmerumuskan tujuan secara jelas menetapkan bahan dan alat yangsesuai

serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.

4. Prinsip hubungan sosial dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu

mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan

interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan

lingkungan, serta interaksi banyak arah.

5. Prinsip belajar sambil bekerja dalam kegiatan pembelajaran, guru harus

banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan

praktek/percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penilaian,

dansebagainya.

6. Prinsip individualisasi guru perlu mengenal kemampuan awal dan

karakteristik setiap siswa secara mendalam baik dari segi kemampuan

maupun ketidakmampuan, kelambanannya dalam belajar, dan perilakunya

sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing siswa mendapat

perhatian dan perlakuan yang sesuai.

7. Prinsip menemukan guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang

mampu memancing siswa untuk terlibat secara aktif baik fisik, mental,sosial

dan emosional.

8. Prinsip pemecahan masalah guru hendaknya sering mengajukan berbagai

persoalan yang ada di lingkungan sekitar, dan siswa dilatih untuk

merumuskan, mencari data, menganalisis dan memecahkan masalah yang

sesuai dengan kemampuan.

Prinsip Pemecahan Masalah

a. Prinsip keterarahan wajah siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami

gangguan pendengarannya (kurang dengar atau bahkan tuli), sehingga

organ pendengarannya kurang/tidak berfungsi dengan baik. Bagi yang sudah

terlatih, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara melihat

gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh karena itu ada yang menyebut

siswa tuna rungu dengan istilah ”permata”, karena matanya seolah-olah tanpa

berkedip melihat gerak bibir lawan bicaranya. Prinsip ini menuntut guru

ketika member penjelasan hendaknya menghadap ke siswa (face to face).

Sehingga siswa dapat membaca gerak bibir guru, karena organ bicaranya

kurang berfungsi sempurna, akibatnya bicaranya sulit dipahami (karena

kurang sempurna) oleh lawan bicaranya. Agar guru dapatmemahaminya,

maka siswa diminta menghadap guru (face to face) ketika berbicara.

Prinsip keterarahan suara

Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber  suara/bunyinya. Dengan sisa

pendengarannya, siswa hendaknya dibiasakan mengkonsentrasikan sisa

pendengarannya ke arah sumber suara/bunyi yang dihayatinya sangat

membantu proses belajar-mengajar siswa terutama dalam pembentukan

sikap, pribadi, tingkah laku, dan perkembangan bahasanya. Dalam proses

belajar-mengajar, ketika berbicara guru hendaknya menggunakan lafal atau

ejaan yang jelas dan cukup keras, sehingga arah suaranya dikenali siswa.

Demikian pula, bagis i swa yang menga l ami gangguan komunikasi,

agar bicaranya selalu menghadap ke lawan bicaranya agar suaranya terarah.

Prinsip keperagaan

Siswa tunarungu karena mengalami ganguan organ pendengaran,maka

mereka lebih banyak menggunakan indera.

3. Faktor Presipitasi

Untuk faktor presipitasi dari gangguan tunarungu belum bisa di pastikan baik

karena virus ataupun bakteri, yang jelaskan pada orang yang mengalami gangguan

tuna rungu ada bagian dari syaraf pendengaran mau bicara mengalami gangguan

sehingga tidak bisa merespon apa yang di sampaikan dan tidak paham apa yang akan

dijelaskan.

4. Patofisologi

Penyebab ketuna runguan tersebut dijabarkan sebagai berikut :

Prenatal

Masa Prenatal Pada masa prenatal pendengaran anak menjadi tuna rungu

disebakan oleh: Faktor keturunan atau hereditas disebabkna anak mengalami

tuna rungu sejak dia dia dilahirkan Karena ada di antara keluarga ada yang

tuna rungu genetis akibat dari rumah siput tidak berkembang secara normal,

dan ini kelainan corti (selaput-selaput), Cacar air, campak (rubella, german

measles) pada waktu ibu sedang mengandung menderita penyakit campak,

cacar air, sehingga anak yang di lahirkan menderita tunarungu mustism (tak

dapat bicara lisan), Toxamela (keracunan darah) apabila ibi sedang

mengandung menderita keracunan darah (toxameia) akibatnya placenta

menjadi rusak. Hal ini sangat berpengaruh pada janin. Besar kemungkinan

anak yang lahir menderita tuna rungu. Menurut Audiometris pada umumnya

anak ini kehilangan pendengaran 70-90 dB.

Penggunaan obat pil dalam jumlah besar

Hal ini akibat menggugurkan kandungan dengan meminum banyak obat pil

pengggugur kandngan, tetapi kandunganya tidak gugur, ini dapat

mengakibatkan tuna rungu pada anak yang dilahirkan, yaitu kerusakan

cochlea.

Kelahiran premature

Bagi bayi yang dilahirkan premature, berat badanya di bawah normal,

jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah terserang anoxia (kurangnya

zata asam). Hal ini merusak inti cochlea (cochlear nuclei)

Kekeurangan Oksigen (anoxia), adlah anoxia dapat mengakibatkan kerusakan

pada inti brain system dan bagal ganglia. Anak yang dilahirkan dapat

menderita tuna rungu pada taraf berat.

Masa Neo Natal

Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis

Manusia selain mempinyai jenis darah A-B-AB-0. Juga mempunyai jenis

darah factor rh positif dan negative. Kedua jenis rh tersebut masing-masing

normal. Tetapi ketidak cocokan dapat terjadi apabila seseorag perempuan ber-

rh negatif kawin dengan seseorang laki-laki ber-rh positif, seperti ayahnya

tidak sejenis dengan ibunya. Akibat sel-sel darah itu membentuk anti body

yang justru merusak anak. Akibatnya anak menderita anemia (kurang darah)

dan sakit kuning setelah dilahirkan, hal ini dapat berakibat anak menjadi

kurang pendengaran.

Anak lahir premature atau sebelum 9 bulan dalam kandungan. Anak yang

dilahirkan prematur, mempunyai gejala-gejala yang sama dengan anak yang rh

nya tidak sejenis dengan rh ibunya, yaitu akan menderita anemia dan

mengakibatkan anoxia.

Post Natal

Sesudah anak lahir dia menderita infeksi misalnya campak (measles) infection

atau anak terkena syphilis sejak lahir karena ketularan orang tuanya. Anak

dapat menderita tunarungu perseptif. Virus akan menyerang cairan cochlea

Meningitis (peradangan selaput otak), penderita meningitis mengalami

ketulian yang perseptif, biasanya yang mengalami kelainan ialah pusat syarf

pendengaran

Tuli perseptif yang bersifat keturunan

Ketunarunguan ini akibat dari keturunan orang tuanya

Otitis media yang kronis.

Cairan otitis media yang kekuning-kuningan menyebakan kehilanagn

pendengaran secara konduktif. Pada secretory media akibatnya sama dengan

kronis atitis media, yaitu keturunan konduktif

Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan

Infeksi pada alat-alat pernafasan, misalnya pembesaran tonsil adenoid dapat

menyebabkan ketuna runguan konduktif (media penghantar suara tidak

berfungsi).

Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian

dalam.

5. Pathway

Pre natal Natal Post natal

Tuli konduktif Tuli sensori

Kerusakan komunikasi verbal

Degenerasi tulang-tulang pendengaran bagian

dalam

Koping tidak efektif

Kurang pengetahuan

Resiko jatuh

Hilangnya sel-sel rambaut pada basal kohlea

Stessor pada klien

Perubahan status kesehatan

Penurunan pendengaran terhadap rangsangan suara

Perubahan persepsi sensori : pendengaran

Penurunan fungsi pendengaran

Suara sebagai gelombang getaran

Membran Tympani

6. TANDA DAN GEJALA

Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan Hernawati (

2010) sebagai berikut:

a. Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang  memiliki

ciri- ciri :

Sukar mendengar percakapan yang lemah

Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah tentang    

kesulitannya

Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan       

penguasaan perbendaharaan kata.

b. Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter

Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak

normal dan  kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap

percakapan kelompok

Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata

yang terbatas

Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca,

penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan

perhatian dalam perkembangan perbendaharaan kata.

c. Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang  

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter

Perbendaharaan kata terbatas

d. Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-

ciri : Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya

klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus

untuk anak-anak tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran

yang dapat mengembangkan bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.

e. Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas.

Memiliki ciri : Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau

sama sekali tidak mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.

Menurut buku pendidikan anak tuna rungu untuk sekolah Guru Pendidikan Luar

Biasa ( SGPLB ) menyebutkan, bahwa ada klarifikasi ketuna runguan yang

didasarkan klasifikasi etiologis, klasifikasi anatomos fisiologis, menurut nada

yang tak dapat didengar dan menurut saat terjadinya ketuna runguan,

Depdikbud ( 1977 : 8 ).

7. Akibat yang ditimbulkan

a. Tuna rungu hantaran (konduksi) adalah ketunarunguan yang disebabkan

kerusakan atau tidak berfungsinya alat penghantar getaran pada telinga bagian

bawah

b. Tuna rungu syaraf (perseptif) adalah ketunarunguan sebagai akibat dari kerusakan

atau tidak berfungsinya alat pendengarn telinga bagian dalam

c. Menurut nada yang tak dapat di dengar

Tuna rungu nada rendah

Tuna rungu nada tinggi

Tuna rungu total

Menurut terjadinya ketunarunguan

d. Tuna rungu yang terjadi saat dalam kandungan (prenatal)

Ketunarunguan terjadi akibat keracunan makanan, kekurangan gizi, pengaruh

obat obatan dan infeksi virus yang dialami pada masa triwulan pertama

menimbulkan kerusakan syaraf, dan jaringan otak.

e. Tuna rungu yang terjadi saat kelahiran (natal)

Segala bentuk ganguan pada saat bayi lahir seperti : Prematuresasi, pinggul

sempit, lahir dengan porceps dan berbagai kesulitan saat kelahiran dapat

menimbulkan kerusakan syaraf dan jaringan otak.

f. Tuna rungu yang terjadi saat kelahiran (post natal)

Dapat terjadi akibat peradangan selaput otak infeknsi telinga tengah, peradangan

gendang telinga dan sebagainya

g. Ditinjau dari tingkat kehilanagn pendengaran dalam satuan ukuran bunyi

( deciblell/Db ) tuna rungu dibedakan atas :

Mereka yang kehilangan pendengaran 90 dB atau lebih (golongan tuli). Batas

90 dB diambil sebagi patokan karena pada tingkat kehilanagn yang demikian

si penderita tak akan mampu lagi untuk mendengar suara sendiri

Mereka yang kehilangan pendengaran kurang dari 90 dB (golongan kurang

dengar).

- Kehilanagn pendengaran antara 35-34 dB, termasuk kurang dengar

ringan

- Kehilangan pendengaran antara 55-69 dB, termasuk kurang dengar

sedang.

h. Ditinjau dari waktu kehilangan pendengaran dibedakan atas:

Tuli prabahasa yaitu kehilangan pendengaran, waktu anak berumur kurang

dari 2 tahun sebelum menguasai bahasa

Tuli purna bahasa yaitu kehilangan pendengaran waktu anak berumur lebih

dari 4 tahun, setelah menguasai berbagi bahasa.

8. Penatalaksanaan medis

a. Alat Bantu Dengar ( Hear Aid)

Untuk membantu pendengaran digunakan alat bantu berikut : model saku,

model telinga belakang, model dalam telinga dan model kaca mata

b. Untuk membantu pendengaran dalam proses pembelajaran: Hearing Group dan

loop Induction System

c. Latihan bina persepsi bunyi dan irama : Anak  tunarungu biasanya memiliki

gangguan dan hambatan dalam berkomunikasi dan bahasa. Untuk membantunya

digunakan alat bantu sebagai berikut: Cermin, alat latihan meniup (seruling,

terompet,kapas, peluit), alat musik perkusi, sikat getar, lampu aksen, meja

latihan wicara, Speech and Sound Simulation, Spatel.

d. Alat Latihan Fisik : untuk mengembangkan kemampuan fisik anak tunarungu.

Alat – alat yang dapat dipergunakan adalah sebagai berikut: Bola, net voly, bola

sepak, meja tenis, raket, net bulu tangkis, suttle cock, power rider, static bycicle 

e. SCAN TEST (alat untuk mendeteksi pendengaran)

f. BUNYI –BUNYIAN(segala alat yang dapat menimbulkan bunyi)

g. GARPUTALA(pengukur tinggi nada)

h. AUDIOMETER & BLANGKO AUDIOGRAM

i. MOBILE SOUND PROOF

j. Soaud level materi

9. Pengkajian keperawatan

a. Identitis

Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat

kejadiannya sama.

b. Keluhan utama

Demam yang mendadak. Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia

dan nyeri tekan (frontal) mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam

disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran

dan injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-3 hari.

c. Riwayat keperawatan

1) Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh

2) Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD,

penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin

3) Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti

bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani.

d. Pemeriksaan dan observasi

Fisik, keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun Review

of sistem :

1. Sistem pernafasan

Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada

2. Sistem cardiovaskuler

Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.

3. Sistem persyrafan

Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata

merah.fotofobia, injeksi konjunctiva,iridosiklitis

4. Sistem perkemihan

Oligoria, azometmia,perdarahan adernal

5. Sistem pencernaan

Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana

6. Sistem muskoloskletal

Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria yang

teresebar pada badan. Pretibial.

Pengkajian tentang pembelajaran anak

Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi tidaklah mudah. Sebelum

menempatkan anak tunarungu di kelas inklusi, sebaiknya persyaratan dibawah ini

dapat dipenuhi, yaitu:

2. Anak tunarungu harus memiliki bahasa yang cukup. Artinya sebelum anak

tunarungu dimasukan dalam kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki bahasa

yang dapat menjembatani pembelajaran yang dilakukan dikelas inklusi dan

mampu berkomunikasi dengan baik. Hal ini sangat diperlukan agar anak

tunarungu mampu mengikuti pembelajaran dengan anak regular lainnya tanpa

harus menjadi penonton di dalam kelas. Tanpa bahasa yang cukup anak

tunarungu hanya sebagai hiasan di kelas inklusi tanpa bisa mencerna dan

memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru.

3. Sekolah yang di dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus

memiliki guru pendamping yang berlatarbelakang PLB, lebih baik lagi jika guru

pendamping tersebut berlatarbelakang dari sekolah luar biasa dengan bidang

kajian yang sama dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas inklusi.

4. Guru regular hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu serta sedapat

mungkin mampu berempati terhadap anak tunarungu agar pembelajaran yang

diberikan dapat dipahami dengan mudah.

5. Guru regular mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak

tunarungu seperti prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip

intersubyektivitas dan prinsip kekonkritan.

6. Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan

anak berkebutuhan khusus.

7. Sarana dan prasarana yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus.

Jika persyaratan diatas telah dipenuhi, maka selanjutnya pembelajaran di kelas

inklusi bagi anak tunarungu dapat dilakukan. Pembelajaran tunarungu yang paling

utama dan terutama adalah pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa ini diperoleh

melalui percakapan. Untuk mencapai kepada pembelajaran yang bermakna bagi

tunarungu dibutuhkan pendekatan khusus yaitu metode maternal reflektif (MMR).

Pembelajaran bagi tunarungu berbeda dari pembelajaran yang ada pada

umumnya. Hal ini dikarenakan tunarungu tidak dapat menerima informasi melalui

pendengarannya dan untuk itu maka diperlukan adanya visualisasi untuk lebih

memudahkan tunarungu menyerap informasi.

Melalui metode maternal reflektif  ini tunarungu diolah bahasanya. Mulai dari

mengeluarkan suara, mengucapkan kata dengan benar sesuai dengan artikulasinya,

hingga tunarungu mampu berkomunikasi dengan menggunakan beberapa kalimat

yang baik dan benar.Secara garis besar, kegiatan pembelajaran dengan menggunakan

metode ini terdiri atas kegiatan percakapan, termasuk di dalamnya menyimak,

membaca dan menulis yang dikemas secara terpadu dan utuh. Dengan ini anak

memahami dan dapat menemukan sendiri kaidah-kaidah percakapan.

1. Kegiatan Percakapan

Kegiatan percakapan menjadi ciri utama dalam menggunakan metode maternal

reflektif, karena penyampaian materi ajar semua bidang studi dilakukan

melalui percakapan. Dalam metode ini dikenal dua jenis percakapan, yaitu

percakapan dari hati ke hati atau conversation form heart to heart dan

percakapan linguistik atau linguistic conversation (Uden, 1977).Percakapan

dari hati ke hati merupakan percakapan yang spontan, fleksibel untuk

mengembangkan empati anak. Ungkapan yang dimaksud anak melalui kata-

kata atau suara yang kurang jelas, gesti atau gerakan-gerakan lainnya dan

isyarat ditangkap oleh guru(seizing method) dan dibahasakan sesuai dengan

maksudnya kemudian meminta anak untuk mengucapkannya kembali (play a

double part). Namun dalam kegiatan ini guru tetap menjaga lajunya

percakapan dan pertukaran yang terjadi di antara anggota yang bercakap (anak

dengan anak atau anak dengan guru) misalnya berupa persetujuan,

penyangkalan, imbauan, atau komentar atau pertanyaan untuk memperjelas

pesan komunikasi. Membaca dan menulis penyandang tunarungu

dikembangkan melalui percakapan. Pada awalnya perilaku berbahasa mereka

berada pada taraf pengungkapan diri melalui gesti atau gerakan-gerakan

lainnya, isyarat, dan suara-suara yang kurang jelas maknanya yang kemudian

dibahasakan oleh guru melalui seizing method dan play a double part. Anak

menerima masukan bahasa tersebut melalui membaca ujaran dan atau melalui

pemanfaatan sisa pendengarannya. Ungkapan-ungkapan bahasa yang belum

ditangkap secara sempurna dari diucapkannya dalam kegiatan percakapan itu

dituliskan atau divisualkan dalan bentuk tulisan yang kemudian dibacanya.

Bacaan visualisasi hasil percakapan dipahami anak secara global intutif karena

apa yang ditulisi dan dibacanya merupakan ide-ide mereka sendiri. Oleh

karena itu membaca merupakan ide-ide mereka sendiri. Oleh karena itu

membaca permulaan pada anak tunarungu menurut MMR merupakan

membaca ideo visual. Pengenalan bunyi fonem (vokalisasi dan konsonan)

diberikan menyatu dalam kata dan pengucapannya sehingga lebih bermakna

yang pada akhirnya anak mengenal huruf, kata, cara pengucapan, dan cara

penulisannya. Dengan demikian dapat diaktakan bahwa perkembangan

kemampuan berbahasa anak berlangsung secara serempak. Pelaksanaan

pembelajaran di kelas inklusi bagi guru reguler hendaknya mengikuti teknik

atau kaidah-kaidah guru sekolah luar biasa dalam membelajarkan anak

tunarungu, prinsip-prinsip MMR harus dipahami oleh guru reguler, sehingga

sekalipun di dalam kelas regular anak tunarungu tetap dilibatkan dalam proses

pembelajaran yang sedang berlangsung. Kemampuan guru dalam melibatkan

anak tunarungu dalam proses pembelajaran memang tidak semudah

membelajarkan anak-anak yang mendengar, dikarenakan setiap kata yang

diucapkan oleh guru harus dimengerti dan dipahami anak terlebih dahulu

sebelum masuk ke dalam substansi materi yang akan diberikan. Pembelajaran

anak tunarungu di kelas inklusi haruslah benar-benar terprogram dan selalu

berbasis pada pengembangan bahasa anak yang dilakukan secara

berkesinambungan, karena tanpa bahasa yang dikuasai anak tunarungu, maka

pembelajaran di kelas inklusi tidak akan bermanfaat.

2. BKPBI dan Bina Wicara Sebagai Pendukung dalam Pembelajaran Tunarungu

di Sekolah Inklusi

Ruang Khusus untuk kegiatan pembelajaran yang sebaiknya dilengkapi

dengan medan pengantar bunyi (sistem looping)

Perlengkapan terdiri atas perlengkapan nonelektronik dan perlengkapan

elektronik

Alat-alat penunjang yaitu perlengkapan bermain

Tenaga khusus pelaksana BKPBI hendaknya memenuhi beberapa

persyaratan, antara lain memiliki latar belakang pendidikan guru anak

tunarungu, memiliki dasar pengetahuan tentang musik, dan memiliki

kreativitas dalam bidang seni tari dan musik

Agar anak tunarungu dapat terhindar dari cara hidup yang semata-mata

tergantung pada daya penglihatan saja, sehingga cara hidupnya lebih

mendekati anak normal

Agar kehidupan emosi anak tunarungu berkembang dengan lebih

seimbang

Agar penyesuaian anak tunarungu menjadi lebih baik berkat dunia

pengalamannya yang lebih luas

Agar motorik anak tunarungu berkembang lebih sempurna

Agar anak tunarungu mempunyai kemungkinan untuk mengadakan kontak

yang lebih baik sebagai bekal hidup di masyarakat yang mendengar. 

Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) ialah pembinaan dalam

penghayatan bunyi yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja, sehingga sisa-

sisa pendengaran dan perasaan vibrasi yang dimiliki anak-anak tunarungu dapat

dipergunakan sebaik-baiknya untuk berintegrasi dengan dunia sekelilingnya yang

penuh bunyi. Pembinaan secara sengaja yang dimaksud adalah bahwa pembinaan itu

dilakukan secara terprogram; tujuan, jenis pembinaan, metode yang digunakan dan

alokasi waktunya sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan pembinaan secara tidak

sengaja adalah pembinaan yang spontan karena anak bereaksi terhadap bunyi latar

belakang yang hadir pada situasi pembelajaran di kelas, sepeti bunyi motor, bunyi

helikopter atau halilintar, kemudian guru membahasakannya. Misalnya, “Oh kalian

dengar suara motor ya ? Suaranya ‘brem… brem… brem…’ benar begitu ?”.

Kemudian guru mengajak anak menirukan bunyi helikopter dan kembali

meneruskan pembelajaran yang terhenti karena anak bereaksi terhadap bunyi latar

belakang tadi Secara singkat tujuan BKPBI adalah sebagai berikut : Dalam hal

kemampuan berbicara, BKPBI dapat membantu agar anak tunarungu dapat

membentuk sikap terhadap bicara yang lebih baik dan cara berbicara yang lebih jelas.

Sarana BKPBI mencakup : Sekolah yang di dalamnya terdapat anak

tunarungu,hendaknya memiliki ruang BKPBI sebagai pendukung dalam

membelajarkan anak tunarungu dalam mengolah bahasanya.

Sehingga kemampuan berbahasa anak tunarungu dapat ditingkatkan dan

semakin berkembang. Guru berlatarbelakang pendidikan luar biasa kajian tunarungu,

sangat diperlukan dalam mengembangkan bahasa anak tunarungu

melalui BKPBI dan Bina Wicara. Untuk itu sekalipun berada di kelas inklusi namun

anak tunarungu tetap mendapatkan latihan strong (BKPBI dan Bina Wicara. Strong).

BKPBI dan Bina Wicara ini sebaiknya diberikan secara rutin dan terus

menerus hingga kosa kata anak bertambah banyak dan pada akhirnya mampu

berkomunikasi dengan baik dan benar. Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi

yang dipaparkan diatas adalah salah satu contoh bentuk pembelajaran yang

memasukan anak tunarungu di kelas regular untuk bersama-sama belajar dengan anak

mendengar lainnya namun dalam waktu tertentu anak tunarungu tersebut diberikan

latihan-latihan yang mampu membantu anak untuk memperoleh bahasa dan mengolah

bahasa yang sudah dimilkinya melalui pendekatan MMR lalu ditunjang dengan

latihan strong>BKPBI dan Bina Wicara.

Memasukan anak tunarungu ke dalam kelas inklusi tanpa memberikan layanan

yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut hanyalah sia-sia dan menambah

penderitaan anak tunarungu saja. Untuk itu agar tidak menjadi penderitaan anak

tunarungu sebaiknya sekolah harus benar-benar memberikan semua kebutuhan anak

tunarungu dalam proses pembelajarannya melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran

dengan pendekatan MMR melalui percakapan dengan didukung strong BKPBI dan

Bina Wicara. Dengan demikian pembelajaran anak tunarungu yang dilakukan di

kelas inklusi dapat bermakna, sehingga anak tunarungu keberadaanya di sekolah

inklusi bukan hanya sekedar diterima namun juga terlayani secara kebutuhannya yang

terkait dengan kemampuannya untuk berbahasa dan berkomunikasi tanpa harus

mendiskriminasikannya.

10. Diagnosa Keperawatan

a. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga

mengenal masalah kesehatan

b. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga

mengenal masalah kesehatan

c. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga

memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarganya

d. Resiko jatuh berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga memodifikasi

lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

11. Rencana tindakan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

Visual (Body image, Cognitive orientation, Sensory function)

Auditory (Cognitive orientation. Communicative receptiveability, Distorted thought control )

Setelah dilakukan kunjungan keluarga sebanyak 3 x, pasien mampu meningkatkan komunikasi verbal dengan kriteria hasil : Menunjukkan pemahaman

verbal, tulis atau sinyal respon Menunjukkan pergerakan dan

ekspresi wajah yang rileks Menjelaskan rencana

memodifikasi gaya hidup untuk mengakomodasi kerusakan visual dan pendengaran

Bebas dari bahaya fisik karena penurunan keseimbanganpendengaran, penglihatan dan sensasi

Memelihara kontak dengan sumber komunitas yang tepat

Communication enhancement : speech deficit (Komunikasiperangkat tambahan: defisit pendengaran)

memfasilitasi janji untuk mendengar pemeriksaan yang sesuai

memfasilitasi penggunaan alat bantu dengar, yang sesuai

mengajarkan pasien bahwa suara akan dialami berbedadengan penggunaan alat bantu dengar

menjaga alat bantu dengar bersih memeriksa baterai alat bantu dengan

rutin memberikan satu arah sederhana pada

suatu waktu mendengarkan dgn perhatian menahan diri dari berteriak pada

pasien dengan gangguankomunikasi pindah dekat dengan telinga kurang

terpengaruh menghadapi klien secara langsung,

berbicara perlahan, jelas, dan ringkas menggunakan kata sederhana dan

kalimat pendek, yangsesuai meningkatkan volume suara, yang

sesuai mendapatkan perhatian pasien melalui

sentuhan

memvalidasi pemahaman pesan dengan meminta pasien untuk mengulangi apa yang dikatakan

menggunakan kertas, pensil, atau komunikasi komputerbila diperlukan

memfasilitasi lokasi sumber daya untuk alat bantu dengar

memfasilitasi lokasi telepon diadaptasi untuk tuna rungu.

2 Kurang Pengetahuan b/d ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

Kowlwdge : disease process Kowledge : health BehaviorSetelah dilakukan kunjungan keluarga sebanyak 3 x, pengetahuan pada pasien bertambah dengan kriteria hasil : Dapat membina hubungan saling

percaya antara keluarga dan perawat

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

Teaching : disease Process Berikan penilaian tentang tingkat

pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

Hindari harapan yang kosong Sediakan bagi keluarga informasi tentang

kemajuan pasien dengan cara yang tepat

Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat

Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

3 Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Coping (koping) Pengambilan keputusan

Setelah dilakukan kunjungan keluarga sebanyak 3 x, keluarga dapat mengambil keputusan dengan kriteria hasil :

Mengungkapkan kemampuan untuk menaggulangi dan meminta bantuan jika perlu

Menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah dan ikut serta bermasyaraka

Mempertahankan bebas dari perilaku yang destruktif pada

Nursing Interventian Classification Monitor risiko membahayakan diri atau

orang lain dan tangani secara tepat Amati penyebab tidak efektifnya

penaggulangan seperti konsep diri yang buruk, kesedihan, kurangnya ketrampilan dalam memecahkan masalah, kurangnya dukungan, atau perubahan yang ada dalam hidup.

Amati kekuatan seperti kemampuan untuk menceritakan kenyataan dan mengenali sumber tekanan

Bantu pasien menentukan tujuan yang realistis dan mengenali ketrampilan dan

diri sendiri maupun orang lain

Mengkomunikasikan kebutuhan dan berunding dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan

Mendiskusikan bagaimana tekanan kehidupan yang ada melebihi strategi penanggulangan yang normal

Menemukan kecepatan penyakit dan kecelakaan tidak melebihi tingkat perkembangan dan usia

pengetahuan pribadi Gunakan komunikasi empatik, dan dorong

pasien/keluarga untuk mengungkapkan ketakutan, mengekspresikan emosi, dan menetapkan tujuan

Anjurkan pasien untuk membuat pilihan dan ikut serta dalam perencanaan perawatan dan aktivitas yang terjadwal

Berikan aktivitas fisik dan mental yang tidak melebihi kemampuan pasien (misal bacaan, televisi, radio, ukiran, tamasya, bioskop, makan keluar, perkumpulan sosial, latihan, olahraga, permainan)

Dorong pasien untuk menggambarkan tekanan yang dihadapi sebelumnya dan mekanisme penganggulangan yang digunakan

Dukunglah perilaku penanggulangan; berikan pasien waktu untuk bersantai

Anjurkan penggunaan relaksasi perilaku kognitif (misal terapi musik, guided imagery)

Ajarkan teknik relaksasi4 Resiko jatuh berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

NOC : Risk KontrolSetelah dilakukan kunjungan keluarga sebanyak 3 x, klien tidak dapat terhindar dari resiko injury dengan kriteria hasil :

Klien terbebas dari cederaKeluarga mampu menjelaskan

cara/metode untukmencegah

Environment Management (Manajemen lingkungan) Sediakan lingkungan yang aman untuk

pasien Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,

sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

injury/jatuhKeluarga mampu menjelaskan

factor resiko dari lingkungan/perilaku personal

Mampumemodifikasi gaya hidup untuk mencegah jatuh

Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

Mampu mengenali perubahan status kesehatan

Menghindarkan lingkungan yang berbahaya

Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.

Memberikan penerangan yang cukup Menganjurkan keluarga untuk menemani

pasien. Memindahkan barang-barang yang dapat

membahayakan Berikan penjelasan pada pasien dan

keluarga adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito LJ. 2010. Dokumentasi dan Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta

Efendi, Ferry Makhfudi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik

dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Friedman, Marilyn. (2008). Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. edisi Jakarta :

EGC.

Komang. 2010. Aplikasi Praktik Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Jhonson & Leny. (2010). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika.

Onna, D.I. Et al. 2009. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd

Edition : WB Sauders.

Rothrock, C. J. 2012. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.

Soetjiningsih, (2009). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

Suherman, (2012). Perkembangan Anak. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 2011 . Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Supartini, (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Suprajitno.(2010). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi Dalam Praktek. Jakarta : EGC.

Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Edisi Pertama. Yogyakarta:    

Graha Ilmu.

Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan

Transtruktural. Jakarta: EGC.

Sylviana. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Buku 1. EGC. JAkarta

LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

(Suwarno, S.Kep.,Ns) (Ina Triharjanti, S.Kep.,Ns) (Anggit Prakasiwi)

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS PADA

An. “I” KELUARGA Bp. ”S” DENGAN TUNARUNGU DI DUSUN SUKOROJO,

BANYUROTO, NANGGULAN KULONPROGO YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

ANGGIT PRAKASIWI

3212006

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI

YOGYAKARTA

2013