Upload
alvianita-agiswi-sumul
View
3
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
stroke
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN STROKE DI RUANG IGD
RS
DISUSUN OLEH :
ALVIANITA AGISWI SUYADI
12.1095
PRODI DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH
PROVINSI JAWA TENGAH
2014
KONSEP DASAR
STROKE
A. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal
2131)
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan
yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke
embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi
adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.
B. Etiologi
1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )
3. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah penghentian
suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen
gerakan, berpikir, memori , bicara atau sensasi.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
Faktor resiko pada penyakit stroke :
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit
6. Diabetes
7. Kontrasepsi oral
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat
10. Konsumsi alkohol
C. Tanda dan Gejala
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,
dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.
3. Gangguan persepsi
Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-
spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dengan kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi
dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan.
D. Patofisiologi
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor
penting trhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat revensibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebtal dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah
satunya cardiac arrest.
E. Pathway
F. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
G. Fokus Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
- Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Integritas ego
Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus ( ileus paralitik )
e. Makan/ minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
- Obesitas ( factor resiko )
f. Sensori neural
Data Subyektif:
- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif,
global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral
g. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
h. Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
i. Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
j. Interaksi social
Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)
H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan
penglihatan
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak
5. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi
6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan
7. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat
8. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
9. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.
10. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) yang berhubungan dengan lesi
pada upper motor neuron .
I. Intervensi keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah
untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien.
Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa
keperawatan,penentuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menentukan intervensi
keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra
cerebral
a. Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
b. Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)
c. Rencana tindakan
- Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
- Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
- Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap
dua jam
- Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis)
- Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
- Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
d. Rasional
- Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
- Untuk mencegah perdarahan ulang
- Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat
- Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
- Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
- Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
- Memperbaiki sel yang masih viabel
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
a. Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
b. Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
c. Rencana tindakan
- Ubah posisi klien tiap 2 jam
- Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
- Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
- Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
- Tinggikan kepala dan tangan
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
d. Rasional
- Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah
yang jelek pada daerah yang tertekan
- Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
- Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan
3. Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori
penurunan penglihatan
a. Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
b. Kriteria hasil :
- Adanya perubahan kemampuan yang nyata
- Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
c. Rencana tindakan
- Tentukan kondisi patologis klien
- Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
- Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
- Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan,
halusinasi setiap saat
- Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat
pendek.
d. Rasional
- Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai
penetapan rencana tindakan
- Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
- Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
- Untuk mengetahui keadaan emosi klien
- Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat
dimengerti.
4. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak
a. Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
b. Kriteria hasil
-Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
-Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
c. Rencana tindakan
- Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
- Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
- Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak”
- Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
- Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
d. Rasional
- Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
- Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
- Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
- Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
- Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
- Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
a. Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
b. Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan
klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan
c. Rencana tindakan
- Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan
diri
- Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan
dengan sikap sungguh
- Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri,
tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
- Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
d. Rasional
- Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individual
- Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
- Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan
meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi,
adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-
sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
- Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien
untuk berusaha secara kontinyu
- Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi
dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.
6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan
a. Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
b. Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
c. Rencana tindakan
- Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
- Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan
- Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
- Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
- Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
- Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air
- Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
- Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
- Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang
d. Rasional
- Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
- Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
- Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler
- Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
- Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
- Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
- Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko
terjadinya tersedak
- Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan
nafsu makan
- Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan
jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
7. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat
a. Tujuan : Klien tidak mengalami kopnstipasi
b. Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
c. Rencana tindakan
- Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
- Auskultasi bising usus
- Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
- Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi
- Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
- Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema)
d. Rasional
- Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
- Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
- Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
reguler
- Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses
yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
- Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
- Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan membantu eliminasi
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
a. Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
b. Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
c. Rencana tindakan
- Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
- Rubah posisi tiap 2 jam
- Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah
yang menonjol
- Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi
- Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
- Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit
d. Rasional
- Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
- Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
- Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
- Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
- Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
- Mempertahankan keutuhan kulit
9. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
a. Tujuan : Jalan nafas tetap efektif.
b. Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
c. Rencana tindakan :
- Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
- Rubah posisi tiap 2 jam sekali
- Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
- Observasi pola dan frekuensi nafas
- Auskultasi suara nafas
- Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
d. Rasional :
- Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
- Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
- Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
- Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
- Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
- Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
10. Gangguan eliminasi urine (incontinensia urine) yang berhubungan dengan
kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat
berkemih.
a. Tujuan : Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
b. Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
c. Rencana tindakan :
- Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
- Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
- Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
- Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan
- Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc
per hari bila tidak ada kontraindikasi)
d. Rasional :
- Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung
kemih yang berlebih
- Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
- Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
- Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume
urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih
- Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan
batu ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans.
Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC ,2002
Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.