26
LAPORAN PENDAHULUAN RINITIS ALERGI DI POLI THT RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH Oleh: Ramadhatil Mauraty NIM. P07120113106 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN JURUSAN KEPERAWATAN BANJARBARU 2015

Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

Citation preview

Page 1: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

LAPORAN PENDAHULUAN RINITIS ALERGI

DI POLI THT

RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH

Oleh:

Ramadhatil Mauraty

NIM. P07120113106

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN KEPERAWATAN

BANJARBARU

2015

Page 2: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : RAMADHATIL MAURATY

NIM : P07120113106

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN RHINITIS ALERGI DI POLI

THT RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Banjarmasin. Januari 2015

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Agustine Ramie., S. Kep., Ns., M. Kep Erwina Hamim., S. Kep

NIP. NIP.

Page 3: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

LAPORAN PENDAHULUAN RINITIS ALERGI

DI POLI THT

RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh alergi

pada pasien yang atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan

alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi

paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.

Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi

hidung yang terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi pada

mukosa hidung.

Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and It’s Impact on

Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-

bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar

alergen yang diperantarai oleh IgE.

Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering

ditemukan dan diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat

(hipersensitivitas) . ( Brunner and Suddart, Edisi 8 vol 3)

2. Klasifikasi

Rinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi

rinitis alergi musiman (seasonal), sepanjang tahun (perenial) dan akibat

kerja (occasional). Rinitis alergi musiman hanya ada di negara yang

memiliki empat musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari

dan spora jamur. Gejala ketiganya hampir sama, hanya sifat

berlangsungnya yang berbeda. Gejala rinitis alergi sepanjang tahun timbul

terus menerus atau intermiten.

Page 4: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

Namun sekarang klasifikasi rinitis alergi menggunakan parameter

gejala dan kualitas hidup, berdasarkan lamanya dibagi menjadi intermiten

dengan gejala ≤4 hari perminggu atau ≤4 minggu dan persisten dengan

gejala >4 hari perminggu dan >4 minggu. Berdasarkan beratnya penyakit

dibagi dalam ringan dan sedang-berat tergantung dari gejala dan kualitas

hidup. Dikatakan ringan yaitu tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan

aktivitas harian, bersantai, olah raga, belajar, bekerja dan lain-lain yang

mengganggu. Dikatakan sedang-berat jika terdapat satu atau lebih

gangguan tersebut di atas.

Intermiten

Gejala

≤ 4 hari per minggu

atau ≤ 4 minggu

Persisten

Gejala

> 4 hari per minggu

dan > 4 minggu

Ringan

tidur normal

aktivitas sehari-hari, saat olah

raga dan santai normal

bekerja dan sekolah normal

tidak ada keluhan yang

mengganggu

Sedang-Berat

Satu atau lebih gejala

tidur terganggu

aktivitas sehari-hari, saat olah

raga dan santai terganggu

masalah dalam sekolah dan

bekerja

ada keluhan yang mengganggu

Page 5: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

3. Etiologi

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:

a. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan,

misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang,

rerumputan, serta jamur.

b. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,

misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepiting, dan

kacang-kacangan.

c. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan,

misalnya penisilin dan sengatan lebah.

d. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasanBerbagai pemicu

yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor

nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang

kuat atau merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban yang

tinggi.

4. Manifestasi Klinik

Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari,

keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung

dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air

mata (lakrimasi).

Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa

bersin, mata atau palatum yang gatal berair, rinore, hidung gatal, hidung

tersumbat.

Pada mata dapat menunjukkan gejala berupa mata merah, gatal,

conjungtivitis, mata terasa terbakar, dan lakrimasi.

Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba, efusi telinga bagian

tengah.

Page 6: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

Yang paling umum terjadi adalah:

a. Kongesti nasal

b. Secret hidung yang jernih serta encer

c. Bersin- bersin

d. Rasa gatal pada hidung

e. Sering terdapat rasa gatal pada tenggorok dan palatum mole

f. Timbul batuk kering atau suara parau

g. Sakit kepala, nyeri didaerah paranasal

h. Epistaksis dapat juga menyertai rhinitis alergi

5. Patofisiologi

Awal terjadinya reaksi alergi dimulai dengan respon pengenalan

alergen/antigen oleh sel darah putih yang dinamai sel makrofag, monosit

dan atau sel dendrit. Sel-sel tersebut berperan sebagai sel penyaji ( antigen

presenting cell/sel APC), dan berada di mukosa saluran pernafasan.

Antigen yang menempel pada permukaan mukosa tersebut ditangkap oleh

sel-sel APC, kemudian dari antigen terbentuk fragmen peptida

imunogenik. Fragmen pendek peptida ini bergabung dengan MHC-II yang

berada pada permukaan sel APC. Komplek peptida-MHC-II ini akan

dipresentasikan ke limfosit T yang diberi nama Helper-T cells (TH0).

Apabila sel TH0 memiliki reseptor spesifik terhadap molekul komplek

peptida-MHC-II tersebut, maka akan terjadi penggabungan kedua molekul

tesebut.

Sel APC akan melepas sitokin yang salah satunya adalah IL-1. IL-1

akan mengaktivasi TH0 menjadi TH1 dan TH2. Sel TH2 melepas sitokin antara

lain IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 akan ditangkap resptornya

pada permukaan limfosit-B, akibatnya akan terjadi aktivasi limfosit-B.

Limfosit-B aktif ini memproduksi IgE.

Molekul IgE beredar dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan

dan ditangkap eleh reseptor IgE pada permukaan sel mastosit atau sel

basofil. Maka akan terjadi degranulasi sel mastosit dengan akibat

Page 7: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

terlepasnya mediator alergis.Mediator yang terlepas terutama histamin.

Histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan goblet mengalami

hipersekresi, sehingga hidung beringus. Efek lainnya berupa gatal hidung,

bersin-bersin, vasodilatasi dan penurunan permeabilitas pembuluh darah

dengan akibat pembengkakan mukosa sehingga terjadi gejala sumbatan

hidung.

Reaksi alergi yang segera terjadi akibat histamin tersebut dinamakan

reaksi alergi fase cepat (RAFC), yang mencapai puncaknya pada 15-20

menit pasca paparan alergen dan berakhir pada sekitar 60 menit kemudian.

Sepanjang RAFC mastosit juga melepas molekul-molekul kemotaktik

yang terdiri dari ECFA (eosinophil chemotactic factor of anaphylatic) dan

NCEA (neutrophil chemotactic factor of anaphylatic). Kedua molekul

tersebut menyebabkan penumpukkan sel eosinofil dan neutrofil di organ

sasaran.

Reaksi alergi fase cepat ini dapat berlanjut terus sebagai reaksi alergi

fase lambat (RAFL) sampai 24 bahkan 48 jam kemudian. Tanda khas

RAFL adalah terlihatnya pertambahan jenis dan jumlah sel-sel inflamasi

yangberakumulasi di jaringan sasaran dengan puncak akumulasi antara 4-

8 jam. Sel yang paling konstan bertambah banyak jumlahnya dalam

mukosa hidung dan menunjukkan korelasi dengan tingkat beratnya gejala

pasca paparan adalah eosinofil.

Page 8: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

PATHWAY

Allergen

Inhalasi & konsumsi antigen

Jaringan mukosa

pe↑ permeabilitas kapiler perlambatan silia sinus

paranasal

vasodilatasi kuman mudah msuk sal. nafas bawah nyeri

odema jaringan Risiko Infeksi Nyeri Akut

secret hidung jernih odema mukosa hidung epistaksis

bersin, rasa gatal Risiko Aspirasi

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Gangguan Rasa Nyaman

Page 9: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

6. Komplikasi

a. Asma alergik

b. Obstruksi nasal kronik

c. Otitis kronik dengan gangguan pendengaran

d. Anosmia ( gangguan kemampuan membau)

e. Pada anak-anak deformitas dental orofasial

7. Pemeriksaan Khusus

a. Pemeriksaan sitologi hidung sebagai pemeriksaan penyaring atau

pelengkap. Ditemukan eosofil dalam jumlah banyak menunjukkan

kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan dan

sel polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.

b. Pada pemeriksaan darah tepi, hitung eosinofil dan IgE total serum

dapat normal atau meningkat.

c. Yang lebih bermakna tes IgE spesifik dengan RAST (radio

immunosorbent test) atau ELISA (enzyme linked immuno assay).

d. Dapat juga dicari secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal

atau berseri, uji tusuk ( prick test ), uji provokasi hidung / uji inhalasi

dan uji gores. Pemeriksaan eliminasi dan provokasi untuk alergi

makanan.

8. Penatalaksanaan/Terapi

Tujuan terapi adalah untuk meringankan gejala. Terapi dapat

mencakup salah satu atau seluruh intervensi berikut ini : tindakan

menghindari alergen, farmakoterapi atau imunoterapi.

a. Terapi penghindaran ( menghindari alergen)

Setiap upaya harus dilakukan untuk menghilangkan alergen yang

bekerja sebagai factor pemicu. Tindakan sederhana dan kontrol

lingkungan sering efektif untuk mengurangi gejala. Contoh

tindakan ini adalah penggunaan alat pengendali suhu ruangan atau

Page 10: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

air conditioner, pembersih udara, pelembab / penghilang

kelembaban dan lingkungan yang bebas asap.

b. Farmakoterapi

1) Antihistamin

Merupakan kelompok utama obat yang diprogramkan untuk

mengatasi gejala rinitis alergik. Efek samping yang utama dari

kelompok obat ini adalah sedasi. Efek samping tambahan

mencakup keadaan gelisah, tremor, vertigo, mulut yang

kering, palpitasi, anoreksia, mual dan vomitus. Contoh

kelompok kimia preparat antihistamin H1 berefek sedasi:

difenildramin, hidroksizin, CTM, tripelenamina, prometazin.

Contoh kelompok kimia preparat antihistamin H1 tidak

berefek sedasi: Hismanal, Claritin, seldane.

2) Preparat adrenergic

Merupakan vasokontriksi pembuluh darah mukosa dan dapat

diberikan secara topical (nasal serta oftalmika) disamping

peroral. Pemberian topical (tetesan dan semprotan )

menyebabkan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan

peroral.

3) Natrium kromolin intranasal

Merupakan semprotan yang bekerja dengan cara menstabilkan

membrane sel mast dan menghambat pelepasan histamine serta

mediator lainnya dalam respons alergi.

4) Kortikosteroid

Merupakan indikasi untuk kasus alergi yang berat dan

persisiten. Dapat diberikan sistemik atau intranasal untuk

kortikosteroid yang diabsopsi buruk seperti beklometason atau

flunisolid.

Page 11: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

c. Imunoterapi

Merupakan indikasi hanya jika hipersensivitas Ig E terlihat pada

alergen inhalan yang spesifik yang tidak dapat dihindari oleh

pasien ( debu rumah, serbuk sari).

Tujuan imunoterapi mencakup : penurunan kadar IgE dalam darah,

peningkatan tingkat penghambatan antibody Ig G dan pengurangan

sensitivitas sel mediator.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian Fokus

a. Anamnesis

Data subjektif :

a. pasien mengatakan gatal pada hidungnya

b. pasien mengeluh sakit kepala

c. batuk kering

d. pasien mengatakan bersin-bersin

Data objektif :

a. secret hidung jernih

b. odema mukosa hidung

c. nyeri di daerah paranasal

d. epistaksis

e. gatal pada tenggorokan

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang.

Bersin ini merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL

sebagai akibat dilkepaskannya histamin. Gejala lain adalah keluar ingus

(rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal,

yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi).

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan. Pasien juga

perlu ditanya gangguan alergi selain yang menyerang hidung, seperti

Page 12: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

asma, eczema, urtikaria, atau sensitivitas obat. Keadaan lingkungan kerja

dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk mengaitkan awitan gejala.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi

pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting.

1) Wajah

a) Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan

dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung

b) Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang

melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan

menggosok hidung keatas dengan tangan.

2) Hidung

a) Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi

spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi

b) Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna

pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.

c) Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis

alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya

berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental,

purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.

d) Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi

septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit

granulomatus.

e) Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip

dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan

tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut.

Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.

3) Telinga, mata dan orofaring

a) Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, air-

fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani

Page 13: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan

tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan

disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder.

b) Pada pemeriksaan mata

Akan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva

palpebral yang disertai dengan produksi air mata.

4) Leher. Perhatikan adanya limfadenopati

5) Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma

6) Kulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan Rasa Nyamanb. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas c. Risiko Aspirasid. Nyeri Akute. Risiko Infeksi

Berdasarkan masalah diatas maka prioritas diagnose keperawatan yang

muncul yaitu sebagai berikut:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan

produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk

kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih, nyeri di

daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung

b. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala,

pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan bersin-

bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah paranasal.

c. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien

mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih,

d. Risiko aspirasi b/d edema jaringan

e. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama

sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan

Page 14: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

3. Rencana Asuhan Keperawatan (Tujuan, Intervensi, Rasional)

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan

produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk

kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih, nyeri di

daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung

Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/

jelas.

Kriteria hasil :

- ronchi tidak ada

- wheezing tidak ada

- tidak ada penumpukan sekrret

- respirasi 20 X / menit

Tindakan perawatan Rasional

1. Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada

2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas krakels

3. Berikan minum air hangat daripada air dingin

4. Kolaborasi pemberian mukolitik, ekspektoran

1. Takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.

2.Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan, krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan, secret.

3. Cairan hangat memobilisasi dan mengeluarkan secret.

4. Membantu menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret.

Page 15: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

b. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala,

pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan bersin-

bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah paranasal.

Tujuan : nyeri pasien berkurang atau hilang

Kriteria hasil :- pasien mengatakan nyerinya berkurang

- Pasien tidak meringis lagi

- Tanda –tanda vital normal

Tindakan perawatan Rasional

1. Tentukan karakteristik nyeri, misal : tajam, ditusuk, konstan

2. Observasi adanya tanda tanda nyeri non verbal, seperti: ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaphoresis, perubahan frekuensi jantung/pernapasan dan tekanan darah

3. Pantau tanda vital

4. Berikan tindakan nyaman, misal : relaksasi, pijatan punggung

5. Kolaborasi dalam pemberian analgesic.

1. nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi yang diberikan

2. merupakan indicator derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami. Sakit kepala bersifat akut atau kronis, jadi manifestasi fisiologis bisa muncul atau tidak

3. perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri

4. tindakan non analgesic diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.

5. Diharapkan dapat membantu mengurangi nyeri

Page 16: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

c. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien

mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih,

Tujuan : pasien menunjukkan tanda-tanda kearah perbaikan

kenyamanan

Tindakan perawatan Rasional

1.Minta pasien menunjukkan lokasi dan lama waktu munculnya rasa tidak nyaman

2.Pantau berat ringan rasa tidak nyaman yang dirasakan dengan menunjuk pada skala nyeri

3.Pantau saat muncul awitan rasa tidak nyaman

1.Memudahkan pemberian intervensi

2.Mengetahui sejauh mana rasa tidak nyaman sehingga memudahkan intervensi

3.Menghindari pencetus merupakan salah satu metode distraksi yang effektif

d. Risiko aspirasi berhubungan dengan edema jaringan

Tujuan : Tidak terjadi gangguan aspirasi

Kriteria hasil : Jalan napas pasien lancar

Tindakan perawatan Rasional

1. Kurangi resiko aspirasi, jika pada pasien tirah baring, tinggikan posisi kepala

2. Bantu bersihkan sekresi dari hidung menggunakan tissue

3. Kaji kembali adanya obstruksi karena sekresi

1.Membantu membuka saluran napas

2.Mengurangi resiko aspirasi

3.Untuk menentukan intervensi selanjutnya

Page 17: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

e. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama

sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan.

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : tanda-tanda vital normal

Tindakan perawatan Rasional

1. Pantau tanda vital, khususnya selama awal terapi

2. Observasi adanya inflamasi

3. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : anti biotic

1. Selama periode waktu ini potensial komplikasi dapat terjadi maka perlu dilakukan pemantauan terhadap tanda-tanda infeksi

2. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan

3. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme sehingga tidak terjadi penyebaran kuman

Page 18: Laporan Pendahuluan Rinitis Alergi

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. Maryline. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC.

Javed Sheikh. 2014. Allergic Rhinitis di http://emedicine.medscape.com/article/134825 diakses pada 19/01/2014 (20:17)

Stuart I. Henochowicz. 2014. Allergic Rhinitis di http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000813.htm diakses pada 19/01/2014 (19:58)