Upload
azzahra-azza
View
125
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LAPORAN PENDAHULUAN NSTEM1
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN NSTEMI
1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit
yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark
miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST
elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau
infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI) (Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan
presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui penanda
biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka
diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi,
maka diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi
total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk
mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling
sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur
pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja
terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi
konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang
terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina
tidak stabil (UA) dan infark miokard non-ST elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari
sindrom koroner akut kontinum, di mana plak pecah dan terbentuk trombosis koroner
aliran darah ke daerah miokardium. UA dan NSTEMI juga disebut sindrom koroner
akut non-ST elevasi, untuk membedakan mereka dari akut infark miokard ST elevasi
(STEMI). Dalam UA dan NSTEMI, tidak ditemukan ST elevasi dan gelombang Q
patologis pada EKG. Pada pasien dengan MI akut, alasan mengapa gelombang Q
atau menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi oklusi, sejauh mana daerah
infark menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak pembuluh darah yang
menentukan ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan pada 60-85% kasus,
dalam periode akut NSTEMI menunjukkan bahwa infark arteri yang terkait tidak
tersumbat.2-5 Hal ini merupakan alasan terhadap kurangnya kemanjuran fibrinolisis
dalam gangguan ini.
2. Patogenesis
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit jantung
koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok iskemik serta
peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik
dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor serta saling terkait.
Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan
proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan
seperti makrofag yang mengandung foam cells, lipid ekstraselular masif dan plak
fibrosa yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini
menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi atau infeksi, dimana
awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel
busa dan fatty streaks, pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses
pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil. Banyak sekali penelitian yang
membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam proses terjadinya
aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner, inflamasi dimulai dari pembentukan
awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis (inisiasi, progresi, dan komplikasi pada plak
aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga
sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada
permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat
berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah)
sehingga terjadinya penyempitan dan atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak
tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik,
yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat
inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses
aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.
Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang
bersifat tidak stabil atau progresif yang dikenal juga dengan SKA.
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang
terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis,
yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada
trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena (trombus
merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak
sel darah merah dan lebih sedikit platelet. Komponen-komponen yang berperan
dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah
sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan
antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan bahwa SKA disebabkan oleh obstruksi dan
oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis
yang rentan mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu
oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi
plak aterosklerotik yang tidak stabil dengan karakteristik inti lipid besar, fibrous cups
tipis, dan bahu plak penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti limfosit T dan
lain sebagainya. Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan
pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama
plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada
plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi
oleh kerentanan plak.
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri
koroner) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor
jaringan) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta
pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang
terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat
yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan
menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian
jaringan. Trombus biasanya transien atau labil dan menyebabkan oklusi sementara
yang berlangsung antara 10–20 menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan
tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh
tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan
miokard).
Trombus yang terjadi dapat lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam.
Bila oklusi menetap dan tidak dikompensasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan
miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI.
Trombus yang terbentuk bersifat stabil dan persisten yang menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan
menyebabkan nekrosis miokard transmural.4
Trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh pecahnya plak
aterosklerotik yang rentan akibat fibrous caps yang tadinya bersifat protektif menjadi
tipis, retak dan pecah. Fibrous caps bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi
selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel,
peran sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular akibat aktivitas matrix
metalloproteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan aktivitas
sitokin inflamasi.
Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi
memegang peran yang sangat menentukan dalam proses patogenesis SKA, dimana
kerentanan plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi dapat bersifat
lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat
mengganggu keseimbangan homeostatik. Pada keadaan inflamasi terdapat
peningkatan konsentrasi fibrinogen dan inhibitor aktivator plasminogen di dalam
sirkulasi. Inflamasi juga dapat menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah
karena terganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada patogenesis SKA.
Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi
atau sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi
mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida
(NO) yang dikenal sebagai Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF),
prostasiklin, serta faktor kontraksi seperti endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin
H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi.
Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet dependent vasoconstriction yang
diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, serta thrombin dependent
vasoconstriction yang diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel
otot polos pembuluh darah.
3. Manifestasi Klinis
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,
rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada
NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang
memiliki gejala dengan onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik
dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala
khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik,
gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
4 Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada
Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru
sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al.
menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif
dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya
memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari
pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer
setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.
Stratifikasi Resiko
Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan
penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini
memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang
heterogen dengan subgrup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang
berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya,
Skor Resiko
Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat
rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41% dengan skor
risiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI
IIB dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry, terdapat
banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan
resiko keluaran yang buruk. Beberapa penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition
Ischemic Syndrome Management in Patien Limited by Unstable Sign and Symptom
(PRISM-PLUS). Treat Angina with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with
invasive or Conservative Strategy (TACTICS)-TIMI 18, DAN Global Use Strategies
to Open Ocluded Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan
pasien-pasien dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran
resiko yang lebih besar dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive
banyak bermanfaat pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko perdarahan
lebih banyak. Karena “molekul kecil” inhibitor GP IIb/IIIa dan LMWH
diekskresikan lewat ginjal. (Sudoyo Aru W, 2006)
Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin,
creatinin kinase MB dan Troponin I memberikan stratifikasi risiko yang lebih akurat
dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabatin et al.
Mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA /NSTEMI yaitu :
- Ketidaksetabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi
- Inflamasi vaskuler
- Kerusakan ventrikel kiri
Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap
petanda-petanda seperti cardiac-spesific troponin. C-reactive protein dan brain
natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, dimana
resiko relative, mortalitas 30 hari pasien dengan bio marker 0, 1, 2, dan 3 semakin
meningkat berkali lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut. Pendekatan petanda
laboratorium sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri tapi seharusnya dapat
memperjelas penemuan klinis.
5. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut
pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang
tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang
rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak
yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi
asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel
makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini
akan mengeluarkan sel , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akansitokin proinflamasi
seperti TNF merangsang pengeluaran hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)
6. Penatalaksanaan
1. I. Harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna
pemantauan segmen ST dan irama jantung.
2. II.Terapi
Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien
NSTEMI yaitu :
Ø Terapi antiiskemia
Ø Terapi anti platelet/antikoagulan
Ø Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),
Ø Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.
1. a. Terapi Antiiskemia o Nitrat ( ISDN )
o Penyekat Beta
Obat Selektivitas Aktivitas Agonis
Parsial
Dosis umum untuk
Angina
Propranolol Tidak Tidak 20-80mg 2 kali sehari
Metoprolol Beta 1 Tidak 50-200mg 2 kali sehari
Atenolol Beta 1 Tidak 50-200mg/hari
Nadolol Tidak Tidak 40-80mg/hari
Timolol Tidak Tidak 10mg 2 kali sehari
Asebutolol Beta 1 Ya 200-600mg 2 kali
sehari
Betaksolol Beta 1 Tidak 10-20mg/hari
Bisoprolol Beta 1 Tidak 10mg/hari
Esmolol (intravena) Beta 1 Tidak 50-300mcg/kg/menit
Labetalol Tidak Ya 200-600mg 2 kali
sehari
Pindolol Tidak Ya 2,5-7,5mg 3 kali sehari
1. b. Terapi Antitrombotik
o Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)
1. c. Terapi Antiplatelet
o Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP IIb/IIIa)
1. d. Terapi Antikoagulan
o LMWH (low Molekuler weight Heparin)
1. e. Strategi Invasif dini vs Konservasif dini
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi invasif dini
(arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi sebagaimana
diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi konservatif dini (kateterisasi
dan jika diindikasikan revaskulaisasi, hanya pada yang mengalami kegagalan
terhadap terapi oral/obat-obatan).
I. Perawatan untuk pasien resiko rendah
a. Tes stres noninvasif
b. Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya
menjalani arteriografi koroner dan berdasarkan temuan
anatomis, revaskularisasi dapat dilakukan
c. Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif
tapi tanpa temuan risiko tinggi.
1. Tatalaksana Predischarge dan pencegahan sekunder
Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain :
Ø Mencapai berat badan optimal
Ø Nasehat diet
Ø Penghentian merokok
Ø Olah raga
Ø Pengontrolan Hipertensi
Ø Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus
yang tidak dikenali sebelumnya
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan utama untuk klien
NSTEMI meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan ischemia miokardium
2. Curah jantung menurun berhubungan dengan gangguan kontraksi
3. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan deficit
knowledge.
Intervention
1.Nyeri berhubungan dengan ischemia miokardium
Setelah dilakukan asuhan selama 1- 3 jam diharap nyeri berkurang/hilang dengan
kreteria:
- Pasien dapat mengekspresikan bahwa nyeri berkurang/hilang secara
verbal dan oral.
- Tanda vital dalam batas normal.
- Individu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk
meningkatkan kenyamanan
- Gambaran EKG tidak ada segmen ST elevated/depresi.
1. Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat dengan cepat bila terjadi nyeri dada.
2. observasi pasien tentang skala nyeri atau ketidaknyamanan
3. Gunakan flow sheet untuk memonitor nyeri terhadap efek pemberian obat angina.
4. Kaji tentang kepercayaan, kebudayaan, terhadap nyeri pasien dan responnya.
5. Managemen nyeri :
- kaji secara komprehensif terhadap nyeri : lokasi, karekteristik, onset,
durasi, frekuensi, dan kualitasnya.
- Observasi nonverbal pasien terhadap ketidaknyamanan.
6. Observasi gejala yang berhubungan dengan dispnea, mual/muntah, pusing,
palpitasi.
7. Evaluasi laporan nyeri pada rahang, leher, bahu, tangan/lengan khususnya sisi kiri.
8. Posisikan pasien pada istirahat total selama episode angina.
9. Observasi tanda-tanda vital tiap 5 menit selama serangan angina.
10.Ciptakan lingkungan yang tenang, nyaman bila perlu batasi pengunjung
11. berikan makanan yang lembut
12. Kolaborasi :
- pemberian oksigen
- Nitrit
- Penyekat beta
- Morfin sulfat
- EKG serial
2. Curah jantung menurun berhubungan dengan gangguan kontraksi
Setelah dilakukan asuhan selama 1- 3 jam diharap curah jantung normal
dengan kreteria:
- Nyeri angina tidak ada
- Klien bertoleransi terhadap aktivitas.
- Klien berpartisipasi dalam prilaku yang menurunkan curah jantung
- Tanda vital dalam batas normal.
- Hipotensi orthostatic tidak ada
- AGD dalam batas normal.
- Tidak ada suara nafas tambahan.
1. Kaji tanda vital : blood pressure, status respirasi rate, nadi dan suhu.
2. Kaji status mental : disorentasi, bingung
3. Catat warna kulit : cianosis, capillary refile.
4. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas terhadap perubahan : nafas pendek, nyeri,
palpitasi, pusing.
5. Evaluasi respon pasien terhadap terapi O2.
6. Auskultasi bunyi nafas : bunyi tambahan dan bunyi jantung : murmur
7. Pertahankan posisi tirah baring pada posisi yang nyaman selama episode akut.
8. Berikin periode istirahat dalam melakukn aktivitas keperwatan.
9. Tekankan untuk menghindari regangan : selama defekasi, batuk
10. Pantau dan catat efek terapeutik/efek samping selama pemberian kalsium
antagonis, beta bloker,dan nitrat.
11. Kolaborasi :
- pemberian kalsium antagonis.
- Tes katerisasi untuk persiapan PTCA
3. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1- 2 hari diharapkan kecemasan
berkurang :
- klien menyatakan ansietas menurunkan akan kematian menurun
sampai tingkat yang dapat diatasi.
- Klien menunjukkan strategi koping yang efektif.
1. Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan : EKG, pemasangan monitor
2. Tingkatkan ekspresi pasien terhadap takut : menolak, depresi, marah
3. Anjurkan keluarga dan teman untuk menganggap pasien seperti
sebelumnya.
4. Beritahu pasien tentang program medis yang telah dibuat untuk
5. Kaji tanda vital
6. Kaji orientasi pasien : orang, tempat dan waktu serangan akan datang
7. Kolaborasi : Pemberian sedative
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan deficit knowledge.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan :
- Berpatisipasi dalam proses belajar
-Bertanggung jawab untuk belajar dan mencari informasi tentang
penyakitnya.
- Berpartisipasi dalam programpengobatan
- Melakukan perubahan pola hidup.
1. Jelaskan kembali tentang perlunya mencegah serangan ulang.
2. Dorong klien untuk menghindari factor yang dapat sebagai pencetus episode
angina : stress, kerja fisik, makan terlalu banyak/berat, perubahan suhu yang
ekstrem.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi sumber fisik dan stress dan diskusikan cara
yang dapat mereka hindari.
4. Jelaskan pentingnya mengkontrol berat badan, menghentikan rokok. Perubahan
diet dan olah raga.
5. Dorong pasien untuk mengikuti program yang ditentukan untuk pencegahan
kelelahan.
6. Tunjukkan pada pasien untuk memantau nadi sendiri selama aktivitas
7. diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina : menghentikan
aktivitas, pemberian obat, penggunaan teknik relaksasi.
8. Diskusikan tentang obat-obat yang sesuai dengan indikasi.
k. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan :
- Bebas dari nyeri.
- Menunjukkan penurunan kecemasan : memahami penyakit dan tujuan
perawatannya, mematuhi semua aturan medis, mengetahui kapan harus
meminta
bantuan medis bila nyeri menetap.
- Mematuhi program perawatan diri : menunjukkan pemahaman mengenai
terapi
farmakologi, kebiasaan sehari-hari mencerminkan penyesesuaian gaya
hidup pada
pasien angina.