30
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. (Baughman C Diane, 2000) Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. (Smeltzer C Suzanne, 2002) Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995) 2. Anatomi dan Fisiologi 1) Anatomi sistem pernapasan a. Hidung Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh sekat septum

Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian

Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses

penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain.

Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau

dapat berupa darah atau pus. (Baughman C Diane, 2000)

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak

diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi

biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang

pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai

pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi.

(Smeltzer C Suzanne, 2002)

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam

rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)

2. Anatomi dan Fisiologi

1) Anatomi sistem pernapasan

a. Hidung

Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang

dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk

menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis

inferior, konka nasalis posterior dan onka nasalis media yang berfungsi untuk

mengahangatkan udara.

b. Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan

makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan

mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat

jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.

Page 2: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

c. Laring

Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara.

Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan

masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir,

kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium

berlapis.

d. Trakea

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang

terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi

untuk mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi

oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi

untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara

pernapasan.

e. Bronkus

Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian

vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan

dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek

daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang.

Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang

bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan

terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.

f. Paru-paru

Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-

gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam

darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.

Paru-paru dibagi dua : Paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus

pulmodekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Paru-paru kiri, terdiri

dari dua lobus, pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus

terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri

mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan

lima buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai sepuluh segmen,

yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus

medial, dan tiga buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih

terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Page 3: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang

berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat

sebuah bronkeolus. Di dalam lobulus, bronkeolus ini bercabang-cabang yang

disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang

diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.

Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga

dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat bagian tampuk paru-

paru yang disebut hilus. Pada mediastinum depan terdapat jantung. Paru-paru

dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua:

a. Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang

langsung membungkus paru.

b. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.

Antara kedua pleura ini terdapat ronggga (kavum) yang disebut kavum

pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-

paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang

berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara

paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.

Gambar 1 Anatomi Paru-paru

2) Fisiologi sistem pernapasan

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang

terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang

telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,

volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat

kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas

Page 4: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.

(Price,1994)

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat

elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus

relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam

rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume

toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.

Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara

mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama

kembali pada akhir ekspirasi. (Price,1994)

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas

melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm).

Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara

darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut

besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di

alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103

mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara

inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan

dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang

jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.

Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir. (Price,1994)

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di

kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total

waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru

normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;

fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium

mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total

berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak

diakui sebagai faktor utama. (Rab,1996)

3. Etiologi

a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti

pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig

(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.

Page 5: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

b. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,

virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,

karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia

80% karena tuberculosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit

neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh

sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :

Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik

Penurunan tekanan osmotic koloid darah

Peningkatan tekanan negative intrapleural

Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:

Transudat

Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik

sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis

peritoneal, dan atelektasis akut.

Eksudat

- Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)

- Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)

4. Tanda dan Gejala

a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,

setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan

sesak napas.

b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri

dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),

banyak keringat, batuk, banyak riak.

c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi

penumpukan cairan pleural yang signifikan.

d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena

cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam

pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah

pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung

(garis Ellis Damoiseu).

Page 6: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani

dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah

pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah

ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

5. Fatofisiologi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.

Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura

parietalis sebesar 9 cm H2O. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis

karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian

cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil

lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini

mencapai 1 liter seharinya.

Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila

keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia

akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan

tekanan vena (gagal jantung).

Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura.

Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai

peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid

yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi.

Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya

tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat

kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. (Guyton

dan Hall , 1997)

Page 7: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

Secara skematis, patofisiologi efusi pleura dapat digambarkan sebagai berikut :

TBC 80 % Cardiomegali, neoplasma, penyakit abdomen, infeksi, cedera, dll

Proses peradangan Adanya bendungan cairan dalam ronggga pleura

Pembentukan cairan berlebihan Hambatan reabsorbsi cairan dari rongga pleura

Efusi Pleura

Akumulasi cairan yang Proses peradangan pada rongga pleura Fungsi pleura (torakosintesis)Berlebihan dari rongga pleura

Penurunan ekspansi paru Nyeri Pengeluaran Aspirasi cairan pleura Endogen+Pyrogen melalui jarum

Sesak napas Febris Hipersecresi mukus Resiko infeksi

Ketidakefektifan Penurunan suplai O2 Demam Secret tertahan di saluran napas Pola napas

Gg. Pertukaran gas Kelemahan Gg. Rasa nyaman hipertermi Ronchi (+)

Intoleransi aktifitas Metabolisme tubuh Bersihan jalan napas tidak meningkat efektif

Nutrisi kurang

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya

sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak cairan dengan

permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.

Ultrasonografi

Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan

tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan

Page 8: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),

berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa

mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).

Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam

(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,

amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel

malignan, dan pH.

Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

7. Komplikasi

a. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang

baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan

ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan

hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.

Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan

membran-membran pleura tersebut.

b. Atalektasis

Atalektasis adalah pengembahan paru yang tidak sempurna yang disebabkan

oleh penekanan akibat efusi pleura.

c. Fibrosis Paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat

paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan

jaringan sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan

peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat

menyebabkan penggantian jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

8. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah

penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta

dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung

kongestif, pneumonia, sirosis).

Torakosentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen

guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.

Page 9: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari

tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan

elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan

pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase

water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan

paru.

Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam

ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan

lebih lanjut.

Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,

bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

1. Kebutuhan Oxygenasi

Penumpukan cairan dalam rongga pleura mengakibatkan penurunan ekspansi

paru menyebabkan complience dan recoil paru menurun sehingga pernapasan

menjadi dangkal dan suplai oksigen berkurang.

2. Kebutuhan rasa aman

Penumpukan cairan dalam rongga pleura dan proses inflamasi menstimulasi sel

mast memproduksi mediator kimia : bradikinin, prostaglandin, serotonin dan

histamin mengakibatkan rasa nyeri dan pireksia.

3. Kebutuhan nutrisi

Penekanan terhadap struktur abdomen sekunder akibat penumpukan cairan

dalam ronggga pleura mengakibatkan rasa penuh pada abdomen dan mual,

mengakibatkan intake nutisi menurun.

4. Kebutuhan aktifitas

Ekspansi paru menurun mengakibatkan supay O2 kejaringan menurun,

mengakibatkan metabolisme anaerob, penimbunan asam laktat, produksi ATP

menurun, terjadi kelemahan fisik (patique).

Page 10: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis

kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang

dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari

pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi

pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri

pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama

pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-

tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat

badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan

itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau

menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

3. Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC

paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini

diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-

penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,

asma, TB paru dan lain sebagainya.

c Pemeriksaan fisik

1) Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien

secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan

perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui

tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran

tinggi badan berat badan pasien.

Page 11: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

2) Sistem Respirasi

Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit

mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan

menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang

diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan

pasien biasanya dyspneu.

Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah

cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan

dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila

cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas

cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita

dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini

paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.

Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk

cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari

parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari

atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda

i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan

terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni. (Alsagaf H, Ida Bagus,

Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994)

3) Sistem Cardiovasculer

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada

ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk

menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman

dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu

getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah

jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah

pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara

jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang

merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan

adanya peningkatan arus turbulensi darah.

Page 12: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

4) Sistem Pencernaan

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,

tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga

perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai

normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah

nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk

mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien

teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan

akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).

5) Sistem Neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan

pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks

patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-

fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,

penciuman, perabaan dan pengecapan.

6) Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada

kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan

pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan

pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7) Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi

pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat

adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai

kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-

lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul

1) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi

paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan

Martin Tucleer, dkk, 1998).

2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan

Page 13: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara

Engram, 1993).

3) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan

(ketidakmampuan untuk bernafas).

4) Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan

sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).

5) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan

keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

6) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan

dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)

3. Intervensi keperawatan

1) Diagnosa Keperawatan I

Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya

ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu

mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil :

Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada

pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi

nafas terdengar jelas.

Rencana tindakan :

a.Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat

menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan

yang tepat.

b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap

perubahan yang terjadi.

Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman

pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi

pasien.

c.Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan

kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

Page 14: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga

ekspansi paru bisa maksimal.

d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon

pasien).

Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya

penurunan fungsi paru.

e.Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada

bagian paru-paru.

f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.

Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan

serta foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan

mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat

dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya

kembang paru.

2) Diagnosa Keperawatan II

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu

makan akibat sesak nafas.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi

terpenuhi

Kriteria hasil :

Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil

laboratorium dalam batas normal.

Rencana tindakan :

a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.

Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,

kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya

nutrisi bagi tubuh.

Page 15: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

b. Auskultasi suara bising usus.

Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan

adanya gangguan pada fungsi pencernaan.

c. Lakukan oral hygiene setiap hari.

Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu

makan.

d. Sajikan makanan semenarik mungkin.

Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu

makan.

e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi,

banyak selingan memudahkan reflek.

f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP

Rasional : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan

pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan

semua asam amino esensial.

g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan

pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan

suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake

diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.

Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat

menambah asam lemak dalam tubuh.

3) Diagnosa Keperawatan III

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang

dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam pasien mampu

memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil :

Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan

keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas

teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Page 16: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

Rencana tindakan :

a. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya

Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga

dapat diajak kerjasama dalam perawatan.

b. Ajarkan teknik relaksasi

Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

c. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif

sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.

d. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.

Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik

e. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah

yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi

kecemasan.

f. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah

teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

4) Diagnosa Keperawatan IV

Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap

dan nyeri pleuritik.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi

gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil :

Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa

mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-

40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.

Rencana tindakan :

a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.

Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan

memperlancar peredaran O2 dan CO2.

b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan

kebiasaan pasien sebelum dirawat.

Page 17: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur

akan mengganggu proses tidur.

c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.

d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.

Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan

terhadap kondisi pasien.

5) Diagnosa Keperawatan V

Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan

keletihan (keadaan fisik yang lemah).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam pasien mampu

melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil :

Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan

bersemangat, personel hygiene pasien cukup.

Rencana tindakan :

a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat

aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.

Rasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam

melakukan aktivitas.

b. Bantu pasien memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.

c. Awasi pasien saat melakukan aktivitas.

Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan

selanjutnya.

d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

Rasional : Kelemahan suatu tanda pasien belum mampu beraktivitas

secara penuh.

e. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan

istirahat.

Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.

Page 18: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

f. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu

mengembalikan pasien pada kondisi normal.

6) Diagnosa Keperawatan VI

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan

dengan kurangnya informasi.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam pasien dan

keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.

Kriteria hasil :

a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.

b. Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang

memerlukan evaluasi medik.

c. Pasien dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan

perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

Rencana tindakan :

a. Kaji patologi masalah individu.

Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.

Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan

pentingnya intervensi terapeutik.

b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.

Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru

infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.

c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat

(contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).

Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik

untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.

d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat,

latihan).

Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan

penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

Page 19: Laporan Pendahuluan Efusi Fleura

DAFTAR PUSTAKA

1. Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya ; 1995

2. Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995

3. Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995

4. Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999

5. Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998

6. Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 1995

7. Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991

8. Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru, Surabaya; 1994

9. Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990

10. Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999

11. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994

12. B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992

13. Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990

14. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998

15. Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000