Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Asma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

document

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN "ASMA"

A.DEFINISIAsmaadalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napasa yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009)Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer&Bare, 2002).Asma Bronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Huddak & Gallo, 1997).Jadi dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif yang disebabkan oleh berbagai stimulan, yang ditandai dengan spasme otot polos bronkiolus.

B.ETIOLOGIAda beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasitimbulnya serangan asthma bronkial.1.Faktor predisposisia.GenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2.Faktor presipitasia.AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1)Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.2)Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.3)Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit,seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.b.Perubahan cuaca.Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.c.StressStress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.d.Lingkungan kerja.Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.e.Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

C.KLASIFIKASI1.Berdasarkan PenyebabBerdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikanmenjadi 3 tipe, yaitu :a.Ekstrinsik (alergik)Asma ekstrinsikditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), sepertiserbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.Pasien dengan asma ekstrinsik biasanyasering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergidalam keluarganya.b.Intrinsik (non alergik)Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.c.Asthma gabunganBentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.(Smeltzer & Bare, 2002)

2.Berdasarkan Derajat PenyakitNoDerajat AsmaGejalaGejala MalamFaal ParuPengobatan

1Intermitten-Gejala 2 kali sebulan-VEP1atau APE 60-80%-Variabilitas APE >30%-Setiap hari memakai agonis B-2 jangka pendek-Bronkodilator jangka pendek+kortikosteroid inhalasi+bronkodlator jangka panjang (asma malam)

4Persisten berat-Gejala terus menerus-Sering kambuh-Aktivitas fisik terbatasSering-VEP1atau APE60%-(Depkes RI, 2009 ; Mulia, 2000)

3.Berdasarkan derajat seranganParameter Klinis, Fungsi Faal Paru,LaboratoriumRinganSedangBeratAncaman Henti Napas

Sesak (breathless)Aktivitas: BerjalanBayi :Menangis kerasAktivitas:BerbicaraBayi :Tangis pendek dan lemah, kesulitan menetek/makanAktivitas:IstirahatBayi :Tidak mau makan/minum

PosisiBisa berbaringLebih suka dudukDuduk bertopang lengan

BicaraKalimatPenggal kalimatKata-kata

SianosisTidak adaAdaAdaNyata

WheezingSedang, sering hanya pada akhir ekspirasiSulit / tidak terdengar

Penggunaan otot bantu napasBiasanya tidakBiasanya yaYaGerakan paradok torako-abdominal

RetraksiDangkal, retraksi interkostalSedang,ditambah retraksi suprasternalDalam, ditambah napas cuping hidungTakipnuTakipnuTakipnuBradipnu

Frekuensi nadiNormalTakikardiTakikardi90%

(Gina, 2006 dalam Depkes RI 2009)

1.Gejala awal berupa :Batuk terutama pada malam atau dini hariSesak napasNapas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnyaRasa berat di dadaDahak sulit keluar.Belum ada kelainan bentuk thorakAda peningkatan eosinofil darah dan IG EBGA belum patologis

2.Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwaatau disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat adalah:Serangan batuk yang hebatSesak napas yang berat dan tersengal-sengalSianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan dudukKesadaran menurunThorak seperti barel chestTampak tarikan otot sternokleidomastoideusSianosisBGA Pa O2 kurang dari 80%Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)

Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma, diantaranya:1.Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.2.Sianosis karena hipoksia3.Gejala retensi CO2: diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.

E.PEMERIKSAAN PENUNJANG1.Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisikdijumpai napas menjadi cepat dan dangkal,terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas)2.PemeriksaanFungsi Parua.SpirometriSpirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan VEP1>15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.b.Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.

Cara pemeriksaan variabilitas APEPada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.

APE malam APE pagiVariabilitas harian = ------------------------------------- x 100% (APE malam + APE pagi)(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)

3.Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.4.Pemeriksaan DarahAnalisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status asmatikus.

G.KOMPLIKASIBerbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:1.Status asmatikusadalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.2.Atelektasisadalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.3.Hipoksemiaadalah tubuh kekurangan oksigen, defisiensi oksigen darah4.Emfisemaadalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

H.MASALAH KEPERAWATANNoEtiologiMasalah Keperawatan

1.AlergenReaksi Antigen-AntibodiBronkospasmeWheezingKerja NapasPola napas tidak efektifPola Napas Tidak Efektif

2.AlergenReaksi Antigen-AntibodiMastosit degranulasiObstruksi saluran napasBersihan jalan napas tidak efektifBersihan Jalan Napas Tidak efektif

3.AlergenReaksi Antigen-AntibodiMastosit degranulasiKerusakan pertukaran gasKerusakan Pertukaran Gas

4.AlergenReaksi Antigen-AntibodiMastosit degranulasiPelepasan Mediator RadangProduksi mukus >>Intake oral

MK :Resiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh

I.DIAGNOSA KEPERAWATAN1.Pola Napas Tidak Efektif2.Bersihan Jalan Napas Tidak efektif3.Kerusakan Pertukaran Gas4.Resiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh

J.TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA 1 : POLA NAPAS TIDAK EFEKTIFa.TujuanDalam waktu 1 x 24 jam pola napas klien kembali efektifb.Kriteria Hasil1.Klien tidak mengeluh sesak2.RR 16-20 x/menit3.Wajah rileks4.Tidak ada penggunaan otot bantu napasc.Intervensi1.Kaji frekuensi nafas, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada R/:Kecepatan biasanya meningkat, kedalaman pernafasan bervariasitergantung derajat asma2.Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafasR/ : Ronkhi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas3.Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisiR/ : Memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan4.Kolaborasipemberianoksigen tambahanR/ : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas5.Kolaborasi pemberian obat Bronkodilator golongan B2, Nebulizer (via inhalasi) dg golongan terbutaline 0,25 mg, fenoterol HBr 0,1% solution, orciprenaline sulfur 0,75 mg. R/ : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus yg mengalamin spasme shg lebih cepat berdilatasi

DIAGNOSA 2 : BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIFa.TujuanDalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan nafas kembali efektifb.Kriteria Hasil1.Dapat mendemonstrasikan batuk efektif2.Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi3.Tidak ada suara nafas tambahan4.Pernafasan klien normal (16-20x/mnt) tanpa ada penggunaan otot bantu nafasc.Intervensi1.Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputumR/:Kecepatan biasanya meningkat, kedalaman pernafasan bervariasitergantung derajat asma Karakteristik sputumdpt menunjukkan berat ringannya obstruksi.2.Atur posisi semi flowler. R/ : Meningkatkan ekspansidada3.Ajarkan cara batuk efektifR/ : Batuk yg terkontrol & efektif dpt memudahkanpengeluaran sekret yg melekat di jalan nafas4.Bantu klien latihan nafas dalam R/ : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas & meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan nafas besar u/ dikeluarkan5.Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan R/ : Hidrasi yg adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas6.Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik postural drainase, perkusi, & fibrasi dada R/: Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.

DIAGNOSA 3 : KERUSAKAN PERTUKARAN GASa.TujuanKlien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.b.Kriteria Hasil1.Frekuensi nafas 16 20 kali/menit2.Frekuensi nadi 60 120 kali/menit3.Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normalc.Intervensi1.Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran R/: Kecepatan Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien2.Tempatkan klien pada posisi semi fowler R/ : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik3.Berikan terapi intravena sesuai anjuran R/ : Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat obat darurat.4.Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2 R/ : Pemberian oksigen mengurangi beban otot otot pernafasan.5.Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda tanda toksisitas R/ : Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya

DIAGNOSA 4 : NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUHa.TujuanDalam waktu 3x24 jam intake dan output cairanseimbangsetelah dilakukan intervensi.b.Kriteria Hasil1.Frekuensi BB meningkat2.Nafsu makan (+)3.Malnutrisi (-)4.Intake dan output dalam batas normalc.Intervensi1.Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. R/ : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.2.Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai. R/ : Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan mual atau muntah dengan peningkatan kesulitan nafas3.Auskultasi bising ususR/ : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi4.Timbang berat badan sesuai indikasi R/ : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori5.Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi R/ : Pengobatan Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan.6.Konsul denganahli gizi mengenai kebutuhan nutrisi pasien R/: Kebutuhan kalori didasarkan pada kebutuhan pasien untuk memperoleh nutrisi yg maksimal

K.EVALUASIDiagnosaEvaluasi

Pola Napas Tidak EfektifKlien tidak mengeluh sesakRR 16-20 x/menitWajah rileksTidak ada penggunaan otot bantu napas

Bersihan Jalan Napas Tidak efektifDapat mendemonstrasikan batuk efektifDapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresiTidak ada suara nafas tambahanPernafasan klien normal (16-20x/mnt) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas

Kerusakan Pertukaran GasFrekuensi nafas 16 20 kali/menitFrekuensi nadi 60 120 kali/menitWarna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal

Resiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuhBB meningkatNafsu makan (+)Malnutrisi (-)Intake dan output dalam batas normal

B.REFERENSIDepkes RI. 2009.Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.Indonesia.Hudack&Gallo. 1997.Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.Direktorat BIna Farmasi dan Klinik. 2007.Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma.616.238 Ind P. Departemen Kesehatan RI.Doengoes, Marilyn E, et al. 2010.Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition. Philadelphia: F. A. Davis CompanyMulia, J Meiyanti. 2000. Perkembangan Patogenesis Dan Pengobatan Asma Bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol 19 No. 3. Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas TrisaktiSmeltzer& Bare.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001