43
LAPORAN PERENCANAAN BANGUNAN AIR BUANGAN SUSPENDED GROWTH REACTOR Disusun oleh: Indra Sanjaya 1009035001 Syarifah Auliya Firda 1009035007 Nuri Irianti 1009035009 Gidion Putra Tamtama 1009035021 Destya Norsitasari 1009035026 Sekar Inggar Rengganis 1009035048 Muhammad Yusuf 1009035055 Nur Azizah 1009035060 Melinda Anggraini 1009035065 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013

LAPORAN PBAB

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN PBAB

LAPORAN

PERENCANAAN BANGUNAN AIR BUANGAN

SUSPENDED GROWTH REACTOR

Disusun oleh:

Indra Sanjaya 1009035001Syarifah Auliya Firda 1009035007Nuri Irianti 1009035009Gidion Putra Tamtama 1009035021Destya Norsitasari 1009035026Sekar Inggar Rengganis 1009035048Muhammad Yusuf 1009035055Nur Azizah 1009035060Melinda Anggraini 1009035065

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2013

Page 2: LAPORAN PBAB

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah merupakan fasilitas sosial yang tak mungkin dapat dipisahkan

dengan masyarakat, dan keberadaannya sangat diharapkan oleh masyarakat, karena

sebagai manusia atau masyarakat tentu menginginkan agar keseahatan tetap terjaga.

Oleh karena itu rumah sakit mempunyai kaitan yang erat dengan keberadaan kumpulan

manusia atau masyarakat tersebut. Di masa lalu, suatu rumah sakit dibangun di suatu

wilayah yang jaraknya cukup jauh dari dareah pemukiman, dan biasanya dekat dengan

sungai dengan pertimbangan agar pengelolaan limbah baik padat maupun cair tidak

berdampak negatip terhadap penduduk, atau bila ada dampak negatip maka dampak

tersebut dapat diperkecil.

Sejalan dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat, lokasi rumah sakit yang

dulunya jauh dari daerah pemukiman penduduk tersebut sekarang umumnya telah

berubah dan berada di tengah pemukiman penduduk yang cukup padat, sehingga

masalah pencemaran akibat limbah rumah sakit baik limbah padat atau limbah cair

sering menjadi pencetus konflik antara pihak rumah sakit dengan masyarakat yang ada

di sekitarnya.

Dengan pertimbangan alasan tersebut, maka rumah sakit yang dibangun setelah tahun

1980 an telah diwajibkan menyediakan sarana limbah padat maupun limbah cair.

Namun dengan semakin mahalnya harga tanah, serta besarnya tuntutan masyarakat akan

kebutuhan peningkatan sarana penunjang pelayanan kesehatan yang baik, dan di lain

pihak peraturan pemerintah tentang pelestarian lingkungan juga semakin ketat, maka

pihak rumah sakit umumnya menempatkan sarana pengolah limbah pada skala prioritas

yang rendah. Akibatnya, sering terjadi benturan perbedaan kepentingan antar pihak

rumah sakit dengan masyarakat atau pemerintah. Dengan adanya kebijakan legal yang

mengharuskan pihak rumah sakit agar menyediakan fasilitas pengolahan limbah yang

dihasilkan, mengakibatkan biaya investasi maupun biaya operasional menjadi lebih

besar.

Page 3: LAPORAN PBAB

Air limbah yang berasal dari limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber

pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit

mengandung senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan mengandung

senyawa-senyawa kimia lain serta mikro-organisme patogen yang dapat menyebabkan

penyakit terhadap masyarakat di sekitarnya. Oleh karena potensi dampak air limbah

rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit

diharuskan mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang

berlaku.

Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus

mengolah air limbah sampai standar yang diijinkan, maka kebutuhan akan teknologi

pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu

dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kendala yang paling banyak dijumpai yakni

teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain pihak dana yang

tersedia untuk membangun unit alat pengolah air limbah tersebut sangat terbatas sekali.

Untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar umumnya dapat membangun unit alat

pengolah air limbahnya sendiri karena mereka mempunyai dana yang cukup. Tetapi

untuk rumah sakit tipe kecil sampai dengan tipe sedang umumnya sampai saat ini masih

membuang air limbahnya ke saluran umum tanpa pengolahan sama sekali.

Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air

limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau,

khususnya untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Untuk mencapai

tujuan tersebut, terdapat kedala yang cukup besar yakni kurangnya tersedianya

teknologi pengolahan yang baik dan harganya murah. Masalah ini menjadi kendala

yang cukup besar terutama untuk rumah sakit kecil, yang mana pihak rumah sakit

tidak/belum mampu untuk membangun unit alat pengilahan air limbah sendiri, sehingga

sampai saat ini masih banyak sekali rumah sakit yang membuang air limbahnya ke

saluran umum.

Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar, umumnya

menggunakan teknlogi pengolahan air limbah "Lumpur Aktif" atau Activated Sludge

Process, tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonmis karena biaya

Page 4: LAPORAN PBAB

operasinya cukup besar. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu menyebarluaskan

informasi teknologi khususya teknologi pengolahan air limbah rumah sakit berserta

aspek pemilihan teknologi serta keunggulan dan kekurangannya. Dengan adanya

informasi yang jelas, maka pihak pengelola rumah sakit dapat memilih teknologi

pengolahan limbah yang sesuai dengan kodisi maupun jumlah air limbah yang akan

diolah, yang layak secara teknis, ekonomis dan memenuhi standar lingkungan.

1.2. Tujuan Dan Sasaran

Tujuan kegiatan ini yakni mengkaji dan mengembangkan teknologi pengolahan air

limbah rumah sakit, khususnya untuk rumah sakit tipe besar yang sesuai dengan kondisi

di Indonesia misalnya dengan proses Activated Sludge. Unit alat pengolah air limbah

tersebut dapat di dalam bentuk paket sehingga pembangunan atau operasinya mahal dan

rumit. Selain itu, dapat menghilangkan limbah organik sederhana yang mudah terurai

dan limbah organik kompleks dan menghilangkan logam berat.

1.3. Manfaat

Teknologi pengolahan air limbah dengan sistem Activated Sludge sangat cocok

digunakan untuk mengolah air limbah dengan skala besar, tahan terhadap perubahan

beban hidrolik maupun beban organik, dan biaya opersinya sangat mahal. Selain itu,

untuk menurunkan SS, BOD, COD, Fe, dan NH3.

Page 5: LAPORAN PBAB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Cair

2.1.1 Pengertian Limbah

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit

dalam bentuk padat, cair dan gas. Limbah cair rumah sakit adalah semua air buangan

termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung

mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi keseshatan

(Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).

2.1.2 Sumber Limbah Cair

Menurut jenisnya limbah cair dapat dibagi menjadi tiga golongan. Adapun sumber

limbah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sumber Limbah menurut Jenisnya

Golongan Contoh

Gologan ekskresi manusia

Golongan tindakan pelayanan

Golongan penunjang pelayanan

Dahak, air seni, tinja, darah

Sisa kumur, limbah cair pembersih alat

medis

Limbah cair dari instalasi gizi,limbah cair

dari kendaraan,limbah cair dari laundry

Sumber : Sakti A. Siregar, 2005

2.2. Komponen Primer Air Limbah

Elemen biologis dalam sistem perairan berkaitan erat dengan komponen-komponen

kimia. Pengetahuan mengenai komponen primer sangat penting untuk menganalisis

elemen biologis dan menganalisis efek dari perubahan kualitas air. Komponen-

komponen dalam perairan dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang disebut zat-

Page 6: LAPORAN PBAB

zat organik yang terdiri dari senyawa organik alam dan senyawa organik sintetis, bahan-

bahan anorganik dan gas. Komponen dasar dari senyawa organik adalah karbon,

hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor dan sulfur. Tiga dari kelompok senyawa organik

adalah protein, karbohidrat dan lipida. Protein merupakan bahan dasar dari sel-sel

binatang, yakni sekitar 40-60%. Karakteristik yang diketahui dari protein adalah

kandungan nitrogren didalamnya. Karbohidrat merupakan bahan penyusun utama dalam

sel tumbuhan dan meliputi selulosa, serat kayu, gula dan tepung. Lipida tidak terlarut

dalam air dan meliputi lemak, minyak, dan lilin. Zat-zat organik di dalam air dalam

kadar yang rendah dan hanya sebagian kecil dari seluruh jumlah padatan yang ada.

Keberadaan senyawa organik di dalam air akan menimbulkan berbagai masalah, antara

lain masalah rasa dan bau. Keberadaaan senyawa organik juga menyebabkan air

memerlukan proses pengolahan air bersih yang lebih kompleks, menurunkan kandungan

oksigen, serta menyebabkan terbentuknya substansi beracun (Sakti A. Siregar,2005 :

15).

2.3 Karakter Air Limbah

Karakteristik limbah cair dapat diketahui menurut sifat dan karakteristik kimia, biologis

dan fisika. Studi karakteristik limbah perlu dilakukan agar dapat dipahami sifat-sifat

tersebut serta konsentrasinya dan sejauh mana tingkat pencemaran dapat ditimbulkan

limbah terhadap lingkungan (Perdana Ginting, 2007 : 45). Dalam menentukan

karakteristik limbah maka ada tiga jenis sifat yang harus diketahui yaitu:

2.3.1 Sifat Fisik

a) Padatan

Dalam limbah ditemukan zat padat yang secara umum diklasifikasikan kedalam dua

kelompok besar yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi Padatan tersuspensi

terdiri dari partikel koloid dan partikel biasa. Jenis partikel dapat dibedakan berdasarkan

diameternya. Jenis padatan terlarut maupun tersuspensi dapat bersifat organis dan

anorganis tergantung dari mana sumber limbah. Disamping kedua jenis padatan ini

adalagi padatan terendap karena mempunyai diameter yang lebih besar dan dalam

keadaan tenang dalam beberapa waktu akan mengendap sendiri karena beratnya. Zat

Page 7: LAPORAN PBAB

padat tersuspensi yang mengandung zat-zat organik pada umumnya terdiri dari protein,

ganggang dan

bakteri.

b) Kekeruhan

Sifat keruh air dapat dilihat dengan mata secara langsung karena ada partikel koloidal

yang terdiri dari tanah liat, sisa bahan-bahan, protein dan ganggang yang terdapat dalam

limbah. Kekeruhan merupakan sifat optis larutan. Sifat keruh membuat hilang nilai

estetikanya.

c) Bau

Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah berurai dalam limbah

mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang menimbulkan penciuman tidak

enak yang disebabkan adanya campuran dari nitrogen, sulfur dan fosfor yang berasal

dari pembusukan protein yang dikandung limbah. Timbulnya bau yang diakibatkan

limbah merupakan suatu indikator bahwa terjadi proses alamiah.

d) Temperatur

Limbah yang mempunyai temperatur panas akan mengganggu pertumbuhan biota

tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan temperatur

alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktivitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi

pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih

besar daripada suhu tiggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah.

e) Warna

Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan (secara alami),

humus, plankton, tanaman air dan buangan. Warna berkaitan dengan kekeruhan dan

dengan menghilangkan kekeruhan kelihatan warna nyata. Demikian pula warna dapat

disebabkan oleh zat-zat terlarut dan zat tersuspensi. Warna menimbulkan pemandangan

yang jelek dalam air limbah meskipun warna tidak menimbulkan racun.

Page 8: LAPORAN PBAB

2.3.2 Sifat Kimia

Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biological Oxygen Demand (BOD),

Chemical Oxygen Demand (COD) dan logam-logam berat yang terkandung dalam air

limbah. Tes BOD dalam air limbah merupakan salah satu metode yang paling banyak

digunakan sampai saat ini. Metode pengukuran limbah dengan cara ini sebenarnya

merupakan pengukuran tidak langsung dari bahan organik. Pengujian dilakukan pada

temperatur 200 C selama 5 hari. Kalau disesuaikan dengan temperatur alami Indonesia

maka seharusya pengukuran dapat dilakukan pada lebih kurang 300°C. Pengukuran

dengan COD lebih singkat tetapi tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi secara

biologis. Nilai-nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD.

a) Biological Oxygen Demand (BOD)

Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organis dengan

oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah

bakteri. Diperhitungkan selama dua hari reaksi lebih dari sebagian reaksi telah tercapai.

BOD adalah kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan semua zat-zat

organik yang terlarut maupun sebagian tersuspensi dalam air menjadi bahan organik

yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organik yang

dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi secara alami. Dengan

habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang membutuhkan oksigen

menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang memerlukan oksigen ini tidak dapat

hidup. Semakin tinggi angka BOD semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan

oksigen untuk bertahan hidup.

b) Chemical Oxygen Demand (COD)

Pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan

oksigen dalam air limbah. Metode ini lebih singkat waktuya dibandingkan dengan

analisis BOD. Pengukuran ini menekankan kebutuhan oksigen akan kimia dimana

senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan yang tidak dipecah secara biokimia.

Adanya racun atau logam tertentu dalam limbah pertumbuhan bakteri akan terhalang

dan pengukuran BOD menjadi tidak realistis. Untuk mengatasinya lebih tepat

meggunakan analisis COD. COD adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk

Page 9: LAPORAN PBAB

mengoksidasi zat-zat anorganis dan organis sebagaimana pada BOD. Angka COD

merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat anorganik. Semakin dekat nilai BOD

terhadap COD menunjukkan bahwa semakin sedikit bahan anorganik yang dapat

dioksidasi dengan bahan kima. Pada limbah yang mengandung logam-logam

pemeriksaan terhadap BOD tidak memberi manfaat karena tidak ada bahan organik

dioksida. Hal ini bisa jadi karena logam merupakan racun bagi bakteri. Pemeriksaan

COD lebih cepat dan sesatannya lebih mudah mengantisipasinya. Perbandingan BOD

dengan COD pada umumnya bervariasi untuk berbagai jenis limbah. Adapun

perbandingan antara BOD dengan COD dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan BOD dengan COD

Jenis air buangan BOD5/COD

Dari rumah tangga

Air sungai

Buangan organik

Buangan anorganik

0,4-0,6

0,1

0,5-0,65

0,2

Sumber : Perdana Ginting, 2007

c) Metan

Gas metan terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada air

limbah. Gas ini dihasilkan oleh lumpur yang membusuk pada dasar kolam, tidak

berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar. Metan juga dapat ditemukan pada rawa-

rawa dan sawah. Suatu kolam limbah yang menghasilkan gas metan akan sedikit sekali

menghasilkan lumpur, sebab lumpur telah habis terolah menjadi gas metan dan air serta

CO2.

d) Keasaman Air

Keasaman air diukur dengan pH meter. Keasaman ditetapkan berdasarkan tinggi

rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Air buangan yang mempunyai pH tinggi

atau rendah menjadikan air steril dan sebagai akibatnya membunuh mikroorganisme air

yang diperlukan untuk keperluan biota tertentu. Demikian juga makhluk-makhluk lain

tidak dapat hidup seperti ikan. Air yang mempunyai pH rendah membuat air korosif

terhadap bahan-bahan konstruksi besi dengan kontak air.

Page 10: LAPORAN PBAB

e) Alkalinitas

Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan air senyawa karbonat, garam-garam

hidroksida, kalsium, magnesium, dan natrium dalam air. Tingginya 10 kandungan zat-

zat tersebut mengakibatkan kesadahan dalam air. Semakin tinggi kesadahan suatu air

semakin sulit air berbuih. Untuk menurunkan kesadahan air dilakukan pelunakan air.

Pengukuran alkalinitas air adalah pegukuran kandungan ion CaCO3, ion Mg bikarbonat

dan lain-lain.

f) Lemak dan minyak

Kandungan lemak dan minyak yang terkandung dalam limbah bersumber dari instalasi

yang mengolah bahan baku mengandung minyak. Lemak dan minyak merupakan bahan

organis bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri. Limbah ini membuat lapisan pada

permukaan air sehingga membentuk selaput.

g) Oksigen terlarut

Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin tinggi BOD

semakin rendah oksigen terlarut. Keadaan oksigen terlarut dalam air dapat menunjukkan

tanda-tanda kehidupan ikan dan biota dalam perairan. Kemampuan air untuk

mengadakan pemulihan secara alami banyak tergantung pada tersedianya oksigen

terlarut. Angka oksigen yang tinggi menunjukkan keadaan air semakin baik. Pada

temperatur dan tekanan udara alami kandungan oksigen dalam air alami bisa mencapai

8 mg/liter. Aerator salah satu alat yang berfungsi meningkatkan kandungan oksigen

dalam air. Lumut dan sejenis ganggang menjadi sumber oksigen karena proses

fotosintesis melalui bantuan sinar matahari. Semakin banyak ganggang semakin basar

kandungan oksigennya.

h) Klorida

Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Sebagai klor beba berfungsi

desinfektan tetapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion natrium menyebabkan

air menjadi asin dan dapat merusak pipa-pipa instalasi.

Page 11: LAPORAN PBAB

i) Phospat

Kandungan phospat yang tinggi menyebabkan suburnya algae dan organisme lainnya

yang dikenal dengan eutrophikasi. Ini terdapat pada ketel uap yang berfungsi untuk

mencegah kesadahan. Pengukuran kandungan phospat dalam air limbah berfungsi untuk

mencegah tingginya kadar phospat sehingga tumbuh-tumbuhan dalam air berkurang

jenisnya dan pada gilirannya tidak merangsang pertumbuhan tanaman air. Kesuburan

tanaman ini akan menghalangi kelancaran arus air. Pada danau suburnya tumbuh-

tumbuhan air akan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut.

2.3.3 Sifat Biologi

Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir dalam semua

bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108 organisme/ml. Kebanyakan

merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan

proses-proses kehidupan (tumbuh, metabolisme, dan reproduksi). Secara tradisional

mikroorganisme dibedakan menjadi binatang dan tumbuhan. Namun, keduanya sulit

dibedakan. Oleh karena itu, mikroorganisme kemudian dimasukkan kedalam kategori

protista, status yang sama dengan binatang ataupun tumbuhan. Virus diklasifikasikan

secara terpisah. Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan kunci

efisiensi proses biologis. Bakteri juga berperan penting dalam mengevaluasi kualitas air

(Perdana Ginting, 2007 : 50-57).

2.4 Activated Sludge

Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit yakni yang berasal dari

limbah domestik maupun kegiatan klinis rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa

pengumpul, selanjutnya dialirkan ke bak kontrol. Fungsi dari bak kontrol adalah

mencegah limbah padat misalnya ; plastik, kaleng, kayu dsb. agar tidak masuk ke dalam

unit pengolahan limbah. Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob

yang dibagi menjadi tiga buah ruangan yaitu ; bak pengendapan, bak pengurai awal

biofilter anaerob, serta bak stabilisasi. Selanjutnya dari bak stabilisasi, air limbah

dialirkan ke unit pengolahan lanjut.

Page 12: LAPORAN PBAB

IPAL yang ada pada umumnya merupakan gabungan dari ketiga proses pengolahan air

limbah baik secara fisik-mekanik, biologis maupun kimia. Pengolahan secara fisik-

mekanik dan kimia pada dasarnya sama dengan pengolahan air limbah untuk

mendapatkan air bersih. Pengolahan air limbah secara biologis yang banyak dijumpai

adalah proses lumpur aktif. Proses lumpur aktif adalah salah satu bentuk pengolahan air

limbah secara biologis. Sekitar tahun 1880, telah dikenal bahwa air limbah yang

diaerasi dapat mereduksi bau dan menurunkan kadar polusi serta menghasilkan lumpur

(Veenstra S & Polpraset C. 1995).

Diagram Alir Activated Sludge

Desinfeksi

Daur Lumpur Aktif

Desinfeksi

Limbah Lumpur

Lumpur yang dihasilkan dirangsang agar dapat menguraikan air limbah secara biologis.

Lumpur inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan lumpur aktif. Fenomena lumpur

yang dapat menguraikan air limbah menjadi bersih ini, kemudian dikembangkan

menjadi metode pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif. Proses lumpur aktif

pertama kali dikembangkan di Inggris pada tahun 1914, oleh Ardern dan Lockett

(Metcalf & Eddy, 1979). Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif adalah

sistem pengolahan air limbah dengan menggunakan bakteri aerobik yang dibiakkan

dalam tangki aerasi. Tujuannya adalah untuk menurunkan karbon atau organik nitrogen.

Dalam menurunkan organik karbon, bakteri yang berperan adalah bakteri heterotrophic.

Sumber energi berasal dari oksidasi senyawa organik dan sumber karbon adalah organik

karbon. Organik karbon biasanya diukur dengan besarnya BOD dan COD. Selanjutnya

BOD dan COD ini, dalam lingkup pengolahan biologis disebut sebagai substrat.

Grit Chamber

Screen Bak Aerasi Bak Pengendap Akhir

Bak Khlorinasi

Blower Udara Khlorine

Bak Pengering Lumpur

Air Olahan

Page 13: LAPORAN PBAB

Bahan organik dalam air limbah akan diuraikan oleh jasad renik/mikroorganisme

menjadi karbon dioksida, amonia dan sel baru serta hasil lain berupa lumpur (sludge).

Bakteri juga perlu respirasi dan melakukan sintesa untuk kelangsungan hidupnya. Pada

reaksi respirasi terlihat bahwa ultimate BOD untuk sel sebesar 1,42 kali konsentrasi sel.

Dengan kata lain 1 unit biomassa yang dioksidasi, membutuhkan 1,42 unit O2 (Benefild

L.D. & Randal CW, 1980).

Proses lumpur aktif intinya terdiri dari dua tangki, yakni bak aerasi dan bak pengendap

(clarifier). Pada bak aerasi terjadi penguraian zat organik secara biokimia oleh jasad

renik aerob dengan suplai oksigen yang cukup. Bak pengendap berfungsi untuk

memisahkan lumpur aktif (biomassa) yang berasal dari bak aerasi. Lumpur aktif yang

mengendap sebagian dikembalikan lagi ke bak aerasi dan sebagian lain di buang.

Modifikasi pada proses lumpur aktif, terutama dilakukan dengan merubah konfigurasi

sistem inlet, merubah konfigurasi sistem aerator, merubah parameter F/M unsur lumpur,

merubah suplai udara dengan oksigen murni. Proses lumpur aktif yang sudah

dimodifikasi antara lain: Step aerasi, Tapered Aeration, Contact stabilisasi, Pure

oxygen, Oxydation ditch, Hight rate aeration, dan extended aeration.

Pada prakteknya proses lumpur aktif adalah merupakan suatu pengolahan air limbah,

dimana air limbah bersama lumpur aktif masuk ke bak aerasi, kemudian di aerasi terus

menerus. Air limbah (zat organik) akan dioksidasi oleh jasad renik menjadi gas karbon

dioksida dan sel baru. Banyaknya gas dan sel baru yang terbentuk mengikuti persamaan

reaksi oksidasi dan sintesis sel sebagaimana telah diterangkan sebelumnya. Jumlah sel

baru dalam tangki aerasi akan terus bertambah. Disisi lain sel-sel tua akan mati, namun

demikian jumlah sel baru yang terbentuk harus jauh lebih banyak dari sel yang mati.

Hal ini untuk memungkinkan terjadinya positivenet growth (sel terus bertambah).

Prinsip pengolahan biologis adalah memanfaatkan aktivitas mikroorganisme pada fase

pertumbuhan sebagaimana dimaksud di atas. Nutrien yang berupa bahan-bahan organik

dapat tereduksi dengan cepat untuk keperluan pertumbuhan sel yang bersifat

eksponensial. Akibatnya nutrien (bahan organik) akan cepat habis, dan selanjutnya sel

Page 14: LAPORAN PBAB

akan mengalami kematian. Agar dapat berlangsung dengan sukses pada fase

pertumbuhan (dalam pengolahan air limbah), perlu optimalisasi fase lag. Optimalisasi

fase lag adalah dengan menciptakan kondisi luar yang mendukung kehidupan

mikroorganisme, misalnya: dengan cara pengendalian pH, temperatur dan suplai

oksigen yang mencukupi. Oleh karena itu pemantauan pH, temperatur dan DO pada

tangki aerasi sangat penting untuk dilakukan (Muslimin, L.W, 1995).

Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat dilakukan

dengan cara fisika, kimia dan biologi atau gabungan dari ketiga sistem pengolahan

tersebut. Pengolahan limbah secara biologis dapat digolongkan menjadi pengolahan

cara aerob dan pegolahan limbah dengan cara anaerob. Berdasarkan sistem unit

operasinya teknologi pengolahan limbah dibagi menjadi unit operasi phisik, unit operasi

kimia dan unit operasi biologi. Sedangkan bila dilihat dari tigkatan perlakuan

pengolahan maka sistem perlakuan limbah diklasifikasikan menjadi: pretreatment,

primary treatment system, secondary treatment system dan tertiary treatment system

(Perdana Ginting, 2007 : 63).

Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas besar umumnya

menggunakan teknologi pengolahan air limbah lumpur aktif atau Active Sludge Procces.

Untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonomis karena biaya operasional cukup

mahal. Air limbah rumah sakit yang berasal dari limbah domestik maupun buangan

limbah cair klinis umumnya mengandung senyawa polutan organik yang cukup tinggi

dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Sedangkan untuk air limbah

rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat.

Kalau limbah ini dialirkan ke dalam proses pengolahan air limbah secara biologis,

logam berat tersebut dapat mengganggu proses pengolahanmya. Oleh karena itu, limbah

dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara khusus dengan

cara kimia-fisika selanjutnya air hasil olahannya dialirkan bersama-sama dengan air

limbah lainnya kemudian diolah secara biologis.

Page 15: LAPORAN PBAB

2.4.1 Proses Pengolahan Fisika

Terdapat 3 jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu

fisik,biologis dan kimia. Proses fisik, dilakukan dengan cara memberikan perlakuan

fisik pada air limbah seperti menyaring, mengendapkan atau mengatur suhu. Proses

fisik dilakukan dengan menggunakan alat screening, grit chamber, settling tank/settling

pond, dan lain-lain.

a) Screening

Screening merupakan tahap awal pada proses pengolahan air limbah. Proses ini

bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu, plastik, dan sebagainya. Screen

terdiri atas batangan-batangan besi yang berbentuk lurus atau melengkung dan dipasang

dengan tingkat kemirigan 750-900 terhadap horisontal.

b) Grit Chamber

Bertujuan untuk menghilangkan kerikil, pasir, dan partikel-partikel lain yang dapat

mengendap di dalam saluran dan pipa-pipa serta untuk melindungi pompa-pompa dan

peralatan lain dari penyumbatan.

c) Equalisasi

Equalisasi laju alir digunakan untuk menangani variasi laju alir dan memperbaiki proses

berikutnya. Di samping itu, equalisasi juga bermanfaat untuk mengurangi ukuran dan

biaya proses berikutnya. Adapun keuntungan yang diperoleh dari peggunaan equalisasi

sebagai berikut:

1. Pada pegolahan biologi, perubahan beban secara mendadak dapat dihindari

dan pH dapat diatur supaya konstan.

2. Pengaturan bahan-bahan kimia lebih dapat terkontrol.

3. Pencucian filter lebih dapat teratur.

4. Performance filter dapat diperbaiki.

Lokasi equalisasi harus dipertimbangkan pada saat pembuatan diagram alir

pengolahan limbah. Lokasi equalisasi yang optimal dan sangat bervariasi menurut

tipe pengolahan limbah yang dilakukan, karakteristik sistem pegumpulan, dan jenis

air limbah. Pada beberapa kasus, equalisasi dapat ditempatkan setelah pengolahan

Page 16: LAPORAN PBAB

primer dan sebelum pengolahan biologis. Equalisasi yang diletakkkan setelah

pengolahan primer biasanya disebabkan oleh masalah-masalah ynag ditimbulkan

oleh lumpur dan buih. Dalam pelaksanaan equalisasi dibutuhkan pengadukan untuk

mencegah pegendapan dan aerasi untuk menghilangkan bau. Equalisasi biasanya

dilaksanakan bersamaan dengan netralisasi.

d) Sedimentasi

Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Proses ini bertujuan untuk memperoleh air buangan yang jernih dan mempermudah

proses penanganan lumpur. Dalam proses sedimentasi hanya partikel-partikel yang

lebih berat dari air yang dapat terpisah misalnhya, kerikil dan pasir. Bagian terpenting

dalam perencanaan unit sedimentasi adalah mengetahui kecepatan pengendapan dari

partikel-partikel yang akan dipindahkan. Kecepatan pegendapan ditentukan oleh ukuran,

densitas larutan, viskositas cairan, dan temperatur.

e) Floatasi

Floatasi atau pengapungan digunakan untuk memisahkan padatan dari air. Unit floatasi

digunakan jika densitas partikel lebih kecil dibandingkan dengan densitas air sehingga

cenderung megapung. Floatasi antara lain digunakan dalam proses pemisahan lemak

dan minyak serta pengentalan lumpur.

2.4.2 Proses Pengolahan Kimia

a) Netralisasi

Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa yang menghasilkan air dan garam. Dalam

pengolahan air limbah pH diatur antara 6,0-9,5. Di luar kisaran pH tersebut, air limbah

akan bersifat racun bagi kehidupan air termasuk bakteri. Jenis bahan kimia yang dapat

ditambahkan tergantung pada jenis dan jumlah air limbah serta kondisi lingkungan

setempat. Netralisasi air limbah yang bersifat asam dapat dilakukan dengan

penambahan NaOH (natrium hidroksida); sedangkan netralisasi air limbah yang bersifat

basa dapat dilakukan dengan penambahan H2SO4 (asam sulfat).

Page 17: LAPORAN PBAB

b) Koagulasi dan flokulasi

Proses koagulasi dan flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yangtersuspensi

koloid yang sangat halus di dalam air limbah, menjadi gumpalan-gumpalan yang dapat

diendapkan, disaring atau diapungkan. Berikut gambaran mengenai ukuran benda-benda

dan waktu yang diperlukan untuk pengendapan dengan jarak satu meter yang dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Waktu yang Diperlukan oleh Partikel untuk Mengendap dengan

Jarak Satu Meter

Diameter pertikel

(mm)

Material Waktu penegendapan per 1

m

10 Kerikil 1 detik

1 Pasir 10 detik

0,1 Pasir Halus 2 menit

0,01 Tanah Liat 2 jam

0,001 Bakteri 8 hari

0,0001 Partikel Koloid 2 tahun

0,00001 Partikel Koloid 20 tahun

Sumber : Sakti A. Siregar 2005

Dari Tabel 3 terlihat bahwa partikel koloid sangat sulit mengendap dan merupakan

bagian yang besar dalam polutan, serta menyebabkan kekeruhan. Untuk

memisahkannya koloid harus diubah menjadi partikel yang berukuran lebih besar

melalui proses koagulasi dan flokulasi.

2.4.3 Proses Pengolahan Biologi

Secara umum proses pengolahan biologi menjadikan pengolahan air limbah secara

modern lebih terstruktur, tergantung pada syarat-syarat air yang harus dijaga atau jenis

air limbah yang harus dikelola. Pengolahan air limbah secara biologi bertujuan untuk

membersihka zat-zat organik atau mengubah bentuk zat-zat organik menjadi bentuk-

bentuk yang kurang berbahaya. Proses pengolahan secara biologi juga bertujuan untuk

meggunakan kembali zat-zat organik yang terdapat dalam air limbah.

Page 18: LAPORAN PBAB

Secara garis besar alat pengolahan air limbah ini terdiri dari bak pengurai anaerob dan

unit pengolahan dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Bak pengurai anaerob dibuat

dari bahan beton cor atai dari bahan fiber glass (FRB), disesuaikan dengan kondisi yang

ada. Ukuran bak ini yaitu: Panjang = 160 cm, Lebar = 160 cm dan kedalaman efektif

sekitar 200 cm. Dengan waktu tinggal sekitar 8 jam.

Unit pengolah lanjut dibuat dari bahan fiber glass (FRP) dan dibuat dalam bentuk yang

kompak dan langsung dapat dipasang dengan ukuran ” Panjang = 310 cm, Lebar = 100

cm, dan tinggi 190 cm. Ruangan di dalam alat ini terbagi menjadi beberapa zone yaitu :

ruang pengendapan awal, zone biofilter anaerob, zone biofilter aerob dan ruangan

pengendapan akhir. Untuk lebih jelasnya dapat diligat pada Gambar Diagram Proses

Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit berikut ini.

Bakteri atau jasad renik yang ada dalam lumpur aktif termasuk gram negatif dari

berbagai genus (Metcalf & Eddy, 1979) yaitu antara lain: Pseudomonas, Zoagloea,

Achromobacter, Flvobacterium, Nocardia, Bdellovibrio, Mycobacterium dan dua

bakteri nitrifikasi yakni: Nitrosomonas dan Nitrobacter. Terdapat pula beberapa

organism filamentous antara lain seperti : Sphaerotilus, Beggiatoa, Thiothrix,

Lecicathrix, Geotrichum, Lyngbya dan lain-lain. Pada daerah dekat effluent terdapat

beberapa jenis protozoa yang berfungsi sebagai pembersih (polisher). Protozoa makan

bakteri yang tak menggumpal dan tersebar dalam air, sedangkan rotifera memakan flok

biologis berukuran kecil yang tidak mengendap. Disamping berfungsi sebagai

polisher/pembersih, protozoa juga dapat berfungsi sebagai indikator/penunjuk dalam

proses lumpur aktif.

Dalam bak aerasi terdapat berbagai organisme, salah satu diantaranya adalah protozoa.

Menurut K. Mudrack & S. Kunst (1981). Beberapa protozoa yang terdapat dalam bak

aerasi yang dapat digunakan sebagai indikator proses lumpur aktif, antara lain adalah:

Zooflagellates, Amoebae, Cilliates (antara lain : Colpidium campylum, parameciun

caudatun, Apisdisca costata, Euplotes affinis, Vorticella spp, carchesium polypinum,

Opercularia coartata), dan Suctoria. Disamping protozoa, dalam lumpur aktif sering

Page 19: LAPORAN PBAB

juga terdapat jasad multiseluler antara lain Rotifera, larva serangga, Nematoda dan

bangsa udang (Crustacean), Zooflagellates dari klas Nasthiophorae, terutama Bodo spp,

dan Trigonomonas, apabila hadir dalam bak aerasi dalam jumlah yang mendominasi,

hal tersebut menunjukkan suatu kondisi an-aerobik. Dengan demikian hal tersebut

menunjukkan bahwa sistem aerasi berjalan tidak sesuai dengan kriteria yang

diharapkan. Amoeba biasanya hadir pada fase star up atau pada kondisi beban yang

berat (over loading). Sebaliknya spesies Testate amoeba selalu hadir pada kondisi beban

organik yang sangat kecil/ringan.

Keberadaan Cilliates dapat menunjukkan kondisi sock loading karena adanya unsur

toksik, atau kondisi over loading atau defisiensi oksigen. Pada kondisi optimal jumlah

Cilliates berkisar antara 2.000–100.000 sel/ml. Bila kondisi mendadak menurun secara

drastis, menunjukkan adanya unsur toksik dalam air limbah. Berbagai spesies Cilliates

dapat merupakan indikator spesifik terhadap kondisi sistem aerasi pada suatu bak aerasi.

Colpidium campylum jika hadir dalam jumlah yang banyak menunjukkan kondisi suplai

oksigen tidak baik atau kondisi over loading. Paramecium caudatum menunjukkan

bahwa pada proses lumpur aktif terjadi kondisi pembebanan di bawah normal. Asidisca

costata apabila tiba-tiba menghilang, menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut <

2 mg/l. Sebaliknya bila keberadaannya tetap, hal tesebut menunjukkan kondisi aerasi

cukup baik. Demikian juga Euplotes affinis, kehadirannya menunjukkan suplai oksigen

yang bagus.

Keberadaan Vorticella spp, khususnya Vorticella microstoma, menunjukkan kondisi

miskin oksigen atau kondisi pembebanan berat. Sedangkan kehadiran Vorticella

convallaria dan Vorticella campanulla, menunjukkan pembebanan normal dan ini

menunjukkan juga bahwa suplai oksigen cukup baik. Keberadaan Carchesium

polypinum selalu berhubungan dengan Vorticella. Opeercularia coarctata juga

merupakan Ciliata yang merupakan indikator suplai oksigen yang baik bila terdapat

dalam bak aerasi. Sedangkan keberadaan Suctoria dalam bak aerasi merupakan

indikator pembebanan sangat ringan.

Page 20: LAPORAN PBAB

Dari uraian di atas dapat dikemukakan perbedaan berdasarkan keberadaan protozoa

dalam proses lumpur aktif sebagai berikut pembebanan berat biasanya terdapat

Flagelata atau Amoeba, pembebanan normal biasanya terdapat spesies Ciliata antara

lain: Vorticella convallaria, Opercularia coarctata, Euplotes affinis dan Apisdisca

costata. Sedangkan pembebanan ringan biasanya terdapat Rotifera dan sedikit Protozoa.

2.5 Pemeriksaan Limbah Olahan

2.5.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

Pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan

oksigen dalam air limbah. Metode ini lebih singkat waktuya dibandingkan dengan

analisis BOD. Pengukuran ini menekankan kebutuhan oksigen akan kimia dimana

senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan yang tidak dipecah secara biokimia

(Perdana Ginting, 2007 : 50).

Pemeriksaan COD, dilakukan sebagai suatu ukuran pencemaran dari air limbah. Hal

ini,untuk mengukur oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat orgaik.

Metode pemeriksaan dilakukan dengan titrasi di laboratorium (tanpa refluks) dengan

prinsip analisis sebagai berikut; pemeriksaan parameter COD ini menggunakan

oksidator potassium dikromat yang berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada

temperature tertentu. Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan

organic menjadi air dan CO2, setelah pemanasan. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS

maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan jalan titrasi, oksigen yang ekifalen

dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm (Mahida, 1994 : 32).

2.5.2 Biological Oxygen Demand (BOD)

Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organis dengan

oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah

bakteri. Diperhitungkan selama dua hari reaksi lebih dari sebagian reaksi telah tercapai

(Perdana Ginting, 2007 : 50).

Page 21: LAPORAN PBAB

Pemeriksaan BOD merupakan salah satu dari pemeriksaan ujicoba-ujicoba yang paling

penting untuk menentukan daya cemar air limbah. Pemeriksaan biokimia yang

mengukur zat-zat organik yang kemungkinan akan dioksidasi oleh kegiatan-kegiatan

bakteri aerobik dalam masa 5 hari pada 20°C. Metode pemeriksaanya dengan Winkler

(Titrasi di Laboratorium), dan menggunakan prinsip analisis sebagai berikut;

Pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan

oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik.

Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari

untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes

BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol

dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20 °C atau 3 hari pada suhu

25°C–27°C diukur lagi DO air tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap

sebagai konsumsi oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari

dipergunakan dengan anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari,

walau sesungguhnya belum selesai (Sakti A. Siregar, 2005 : 106).

2.5.3 Total Suspended Solid (TSS)

Menurut Sakti A. Siregar (2005), TSS yaitu jumlah berat zat yang tersuspensi dalam

volume tertentu di dalam air ukurannya mg/l. Pengukuran TSS dapat dilakukan sebagai

berikut :

a) Menyiapkan kertas saring dan cawan penguapan dipanaskan dengan suhu 105°C

selama 1 jam. Kemudian diambil dan didinginkan ke dalam desikator selama ± 15

menit lalu ditimbang untuk mengetahui beratnya.

b) Mengukur air limbah batik sebanyak 1000 ml.Liter, 6 ml/L EM-4 dan 6 gram/L

starbio.

c) Mengambil air limbah sebanyak 100 ml/L, 6 ml/L EM-4 dan 100 ml/L air

limbah, 6 gram/L starbio.

d) Kemudian masing-masing sampel dicampur merata lalu amati keduanya antara air

limbah yang dicampur 6 ml/L EM-4 dan 6 gram/L starbio, terdapat endapan airnya

keruh atau tidak.

e) Menyaring masing- masing sampel dengan kertas saring yang sudah diketahui

beratnya lalu masukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 1 jam, kemudian

Page 22: LAPORAN PBAB

dinginkan dalam desikator selama ±15 menit lalu ditimbang untuk mengethaui

beratnya.

f) TSS dihitung dengan menggunakan rumus :

(B - A) Mg/1 zat padat terlarut = C x 1000

A = berat cawan dan residu sesudah pemanasan 1050 C (mg)

B = berat cawan kosong (mg)

C = M1 sampel

d. pH

pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan

mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. pH dapat ditentukan dengan mudah dengan

mempermudah petunjuk-petunjuk colorimetric, petunjuk-petunjuk ini memberikan

suatu ketepatan pada kira-kira 0,2 unit. Pengukuran pH adalah sesuatu yang penting dan

praktis, karena banyak reaksi-reaksi kimia dan biokimia yang penting terjadi pada

tingkat pH yang khusus atau pada lingkungan pH yang sangat sempit. Untuk

pengukuran yang lebih tepat dapat digunakan sebuah potentioner yang mengukur

kekuatan listrik yang dikeluarkan oleh ion-ion H-. Apabila hasil pengukuran

menunjukkan kadar pH melebihi baku mutu, maka dapat dilakukan upaya untuk

menurunkan kadar dengan cara penggunaan Reverse Osmosis selain dapat

menghasilkan air murni / tanpa mineral juga dapat menurunkan pH air dari 7 menjadi

6,5 hingga 5,0 (Mahida, 1994 : 37).

e. Phosphat

Keberadaan phosphat yang berlebihan di badan air menyebabkan suatu fenomena yang

disebut eutrofikasi (pengkayaan nutrien). Untuk mencegah kejadian tersebut, air limbah

yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan phosphat

sampai pada nilai tertentu (baku mutu efluen 2 mg/l). Dalam pengolahan air limbah,

phosphat dapat disisihkan dengan proses fisika-kimia maupun biologis. Penyisihan

phosphat secara presipitasi kimiawi dapat dilakukan dalam filter teraerasi secara

biologis dengan menambahkan FeSO4.7H2O (Clark et al., 1997). Media yang

digunakan adalah plastik dengan luas permukaan spesifik 275 m2/m3 dan porositas

0,95. Penambahan presipitan pada filter biologis ini tidak mempengaruhi secara

Page 23: LAPORAN PBAB

signifikan penyisihan BOD, COD, NH4, TKN dan SS, tetapi mampu meningkatkan

efisiensi penyisihan fosfat dari 35,5 % menjadi 85,3 %. Ratio P : Fe optimum yang

didasarkan pada pertimbangan paling efisien dan ekonomis adalah 1 : 1,25. Penyisihan

fosfat dalam fluidized bed reactor (FBR) menggunakan pasir kuarsa dapat

menghasilkan kristal struvite (MgNH4PO4). Penyisihan dengan kristalisasi ini

dilakukan dengan aerasi kontinyu dan dapat mencapai efisiensi 80% dalam waktu 120 -

150 menit (Battistoni, et al., 1997).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan penurunan konsentrasi

Phosphat antara lain:

1) Enhanced Biological Phosphorus Removal (EBPR) Menurut (Hammer, 1996 dalam

Strom 2006) Enhanced biological phosphorus removal (EBPR) adalah pengembangan

dari biological phosphorus removal dengan metode dan proses untuk mereduksi

konsentrasi Phosphat dari outlet pengolahan biologis konvensional. EBPR memiliki

kinerja yang sangat baik dengan menghasilkan effluent <0,1 mg/l (Strom, 2006). Untuk

menurunkan konsentrasi Phosphat ada alternatife lain yaitu EBPR yang menggunakan

proses anaerobic. Telah diketahui bahwa poly Phosphat accumulating organisms

(PAOs) dan volatile fatty acids (VFAs) digunakan oleh Bio-P bacteria pada kondisi

anaerobic sebagai sumber energy (Tanyi, 2006). EBPR menggunakan Acinetobacter

dan Microthrix parvicella karena bisa menyimpan Phosphate dalam bentuk poly

Phosphate untuk perkembangannya (Atur, 2007). Kedua bacteri tersebut dapat bertahan

dalam kondisi anaerobic karena memiliki poly-P, PAO juga memberikan keuntungan

pada kondisi anaerobic dengan menggunakan VFA dan energi dari poly-P.

2) Sequencing Anoxic/Anaerobic Membrane Bioreactor (SAM)

Untuk membandingkan proses fisik (filtrasi) antara biosand filter dengan teknologi

alternative SAM (Sequencing anoxic/anaerobic membrane bioreactor) yang merupakan

pengembangan dari Enhanced biological phosphorus removal (EBPR) dengan

menggunakan filter papper 0,4 μm dan telah diuji kemampuanya. SAM sangat stabil

dan efektif untuk menurunkan konsentrasi Phosphate hingga 93% (Hong Ahn,2003).

Sendangkan pada biosand filter Dengan ukuran media 0,25 mm, maka partikel

berukuran > 20 μm akan tertahan pada media. Koloid (0,001-1 μm) dan bakteri (1 μm)

Page 24: LAPORAN PBAB

tidak dapat disisihkan dengan mekanisme ini. Mechanical straining terjadi pada

permukaan filter sampai kedalaman 5 cm. Klasifikasi Phosphate berdasarkan sifat fisis

adalah fosfat terlarut, fosfat tersuspensi (tidak terlarut), dan fosfat total (terlarut dan

tersuspensi)(Alaerts,1984).

f. Amonia Bebas

Metode standar untuk menentukan amonia bebas dalam air dapat dilakukan dengan

prosedur Kjeldahl, namun prosedur pemeriksaan ini sangat rumit dan membutuhkan

banyak waktu, yakni sekitar enam jam. Prosedur Kjeldahl terdiri dari beberapa langkah.

Pada prosedur ini, seluruh senyawa amonia bebas diuraikan secara kimia dengan

menggunakan campuran asam sulfur, merkuri sulfat, dan potasium sulfat. Selanjutnya,

amonia dan bentukan yang baru di destilasi dengan penambahan NaOH ke dalam

larutan asam borat. Kadar amonia dapat diketahui dengan cara titrasi menggunakan

asam sulfur 0,02 N (Sakti A. Siregar, 2005 : 108).

g. Suhu

Suhu air limbah biasanya ±30C dari suhu udara. Pengukuran dilakukan membelakangi

sinar matahari, sehingga panas yang diukur tidak terpengaruh oleh sinar matahari.

Temperatur air limbah akan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata kehidupan

dalam air, sehingga perlu dilakukan pengukuran suhu di unit pengolahan limbah.

Pengukuran suhu dilakukan insitu di bak equalisasi, bak aerasi, dan outlet. Pengukuran

suhu menggunakan thermometer berdasarkan prinsip pemuaian. Praktikum ini

dilakukan pada pagi hari, yaitu pukul 13.00 sehingga nilai suhu yang diperoleh sedang.

Page 25: LAPORAN PBAB

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Limbah Rumah Sakit

Debit = 273,5 m3/hari

Data awal:

Konsentrasi total per hari = Konsentrasi × Debit

BOD = 675,33 mg/l × 273,5 m3/hari = 184,7 kg/hari

COD = 1183,4 mg/l × 273,5 m3/hari = 323,66 kg/hari

NH3 = 158,73 mg/l × 273,5 m3/hari = 43,41 kg/hari

SS = 211 mg/l × 273,5 m3/hari = 57,7 kg/hari

Fe (besi) = 70 mg/l × 273,5 m3/hari = 19,145 kg/hari

1. Grit Chamber

Removal Total: BOD = 10%

COD = 5%

NH3 = -

SS = 5%

Fe = -

Effluen Grit Chamber (kg/hari):

BOD = 184,7 kg/hari × (100 – 10)% = 166,23 kg/hari

COD = 323,66 kg/hari × (100 – 5)% = 307,477 kg/hari

NH3 = 43,41 kg/hari

SS = 57,7 kg/hari × (100 – 5)% = 54,815 kg/hari

Fe (besi) = 19,145 kg/hari

Sludge waste Grit Chamber (kg/hari):

BOD = 184,7 kg/hari 166,23 kg/hari = 18,7 kg/hari

COD = 323,66 kg/hari 307,477 kg/hari = 16,183 kg/hari

NH3 = 43,41 kg/hari

Page 26: LAPORAN PBAB

SS = 57,7 kg/hari 54,815 kg/hari = 2,885 kg/hari

Fe (besi) = 19,145 kg/hari

Konsentrasi Effluen Grit Chamber (mg/l) = Effluen Grit Chamber ( kg /hari)Debit

BOD = 166,23 kg/hari

273,5 m3 /hari × 1000 m3.mg/kg.l = 607,78 mg/l

COD = 307,477 kg/hari

273,5 m3 /hari × 1000 m3.mg/kg.l = 1124,23 mg/l

NH3 = 43,41 kg/hari

SS = 54,815 kg/hari

273,5 m3 /hari × 1000 m3.mg/kg.l = 200,42 mg/l

Fe (besi) = 19,145 kg/hari

2. Primary Settling (Pengendap Pertama)

Removal Total: BOD = 35%

COD = 35%

NH3 = 15%

SS = 65%

Fe = 20%

Effluen primary settling (kg/hari):

BOD = 166,23 kg/hari × (100 – 35)% = 108,04 kg/hari

COD = 307,477 kg/hari × (100 – 35)% = 199,86 kg/hari

NH3 = 43,41 kg/hari × (100 – 15)% = 36,89 kg/hari

SS = 54,815 kg/hari × (100 – 65)% = 19,18 kg/hari

Fe (besi) = 19,145 kg/hari × (100 – 15)% = 16,273 kg/hari

Sludge waste primary settling (kg/hari):

BOD = 166,23 kg/hari 18,7 kg/hari = 147,53 kg/hari

COD = 307,477 kg/hari 199,86 kg/hari = 107,617 kg/hari

NH3 = 43,41 kg/hari 36,89 kg/hari = 6,52 kg/hari

SS = 54,815 kg/hari 19,18 kg/hari = 35,635 kg/hari

Page 27: LAPORAN PBAB

Fe (besi) = 19,145 kg/hari 16,273 kg/hari = 2,872 kg/hari

QwasteBerat Solid

= 6% total lumpur SS

Massa Lumpur = 1006

× SS = 1006

× 35,635 kg/hari = 593,92 kg/hari

Volume Lumpur = Massa LumpurBerat Jenis Lumpur

= 593,921000,05

= 0,565 m3/hari

Qeffluen = Qinfluen – Qlumpur = 273,5 m3/hari – 0,565 m3/hari = 272,935 m3/hari

Konsentrasi Effluen primary settling (mg/l) = Effluen primary settling (kg / hari)Debit

BOD = 108,04 kg/hari

272,935 m3 /hari × 1000 m3.mg/kg.l = 395,84 mg/l

COD = 199,86 kg/hari

272,935 m3 /hari × 1000 m3.mg/kg.l = 732,36 mg/l

NH3 = 36,89 kg/hari

272,935 m3 /hari × 1000 m3.mg/kg.l = 135,16 mg/l

SS = 19,18 kg/hari

272,935 m3 /hari × 1000 m3.mg/kg.l = 70,273 mg/l

Fe (besi) = 1 6,273 kg/hari

272,935 m3 /hari × 1000 m3.mg/kg.l = 59,6 mg/l

3. Tangki Aerasi (Activated Sludge)

Data Perencanaan:

Q = 10 m3/hari

Qw = 4,3 m3/hari

So = 675.33 mg/l

S = 6 mg/l

MLSS = 3300 mg/l

Xr = 11750 mg/l

µmax = 5,75/hari

Ks = 718,75 mg/l

VSS out = 350 mg/l

Page 28: LAPORAN PBAB