49

Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen
Page 2: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” i

KATA PENGANTAR

DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN

Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa atas perkenanNYA, Laporan Manajerial ini dapat diterbitkan. Laporan Manajerial merupakan salah satu bentuk laporan yang bermanfaat bagi pimpinan dalam berbagai tingkatan untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang tepat perlu didukung oleh suatu kajian yang mendalam atas fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Kajian yang didasarkan atas identifikasi permasalahan diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat sesuai konteks yang ada. Laporan Manajerial ini mengambil topik Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan. Pada laporan manajerial ini, kami mengkaji permasalahan suspen di LKPP dengan melakukan analisa hubungan kausalitas yang jelas antara permasalahan, langkah-langkah perbaikan/pencegahan yang telah/akan dilakukan, serta tujuan dari langkah-langkah tersebut sebagai solusi permasalahan dimaksud. Suspen dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang menjadi salah satu temuan BPK adalah suatu indikasi masih lemahnya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah saat ini. Untuk itu, Laporan Manajerial ini mengulas secara dalam Sistem Pengendalian Internal pada sistem pelaporan keuangan pemerintah pusat dengan tujuan mendapatkan masukan terhadap permasalahan yang diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya suspen. Dengan demikian diharapkan Laporan Manajerial ini dapat menjadi suatu kajian awal terhadap permasalahan yang terkait Suspen sebagai salah satu penyebab opini Disclaimer terhadap LKPP. Kami harapkan, Laporan Manajerial ini dapat berkontribusi bagi setiap unit penyusun laporan keuangan untuk meningkatkan kualitas data laporan serta dapat memberi masukan bagi pembuat keputusan untuk melakukan langkah-langkah perbaikan, seperti peyusunan kebijakan/peraturan dan implementasinya. Saya menyambut baik penerbitan Laporan Manajerial ini, semoga Laporan Manajerial ini dapat memberikan kontribusi bagi perbaikan Sistem Pengendalian Intern yang tengah diupayakan Pemerintah dalam meningkatkan kualitas Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Direktur Jenderal Perbendaharaan

Herry Purnomo

Page 3: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” ii

KATA PENGANTAR

DIREKTUR AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN

Rasa syukur yang mendalam kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga Laporan Manajerial dengan judul Kajian terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan dapat diterbitkan. Laporan Manajerial ini merupakan laporan awal (preliminary report) yang menggagas berbagai proposal solusi terkait dengan permasalahan suspen dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Adalah tanggung jawab Pemerintah untuk menyampaikan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara yang andal dan komprehensif kepada publik. Adanya suspen pada LKPP berpotensi mengurangi keandalan LKPP yang selanjutnya akan pula berdampak pada perlambatan pencapaian LKPP dengan opini audit tertinggi. Laporan Manajerial ini disusun untuk mengkaji permasalahan suspen pada LKPP. Dengan menggunakan metode analisa hubungan kausalitas antara permasalahan, termasuk analisa need assessment, analisa asumsi dan pengembangan matriks logframe, Laporan Manajerial ini menyimpulkan bahwa penyebab suspen berasal dari berbagai sumber yang berbeda-beda, yaitu sistem dan kebijakan akuntansi, teknologi akuntansi dan Sumber Daya Manusia (SDM). Kami berharap Laporan Manajerial ini dapat menjadi titik awal untuk melakukan kajian yang lebih spesifik dan mendalam untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah suspen pada LKPP. Kami menyadari bahwa Laporan Manajerial ini tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan. Berbagai tanggapan, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan sebagai upaya untuk mewujudkan LKPP yang berkualitas, transparan dan akuntabel. Sebuah persembahan untuk percepatan pencapaian LKPP dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Sonny Loho

Page 4: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” iii

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN

i

KATA PENGANTAR DIREKTUR AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN

ii

DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vi BAB I Pendahuluan 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Suspen dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah 1 I.3. Tujuan 4 I.4. Metodologi 4 I,5. Limitasi 5 BAB II Latar Belakang dan Implementasi Suspen dalam Laporan

Keuangan 6

II.1. Latar Belakang Suspen 6 II.2. Implikasi Suspen pada LKPP 7 BAB III Sistem Pengendalian Intern dalam Upaya Minimalisasi Nilai

Suspen 8

III.1. Sistem Akuntansi 8 III.2. Rekonsiliasi 9 III.4. Sistem Informasi 13 BAB IV Analisa LFA 15 IV.1. Analisis Steakholders dan Analisis Masalah 16 IV.1.1. Sistem akuntansi yang belum diimplementasikan secara

memadai 19

IV.1.1.a. Prosedur pencatatan yang belum jelas 19 IV.1.1.a.i. Perbedaan dalam metode pencatatan 19 IV.1.1.a.ii. Belum memadainya peraturan mengenai waktu pencatatan

untuk menghindari time log 20

IV.1.1.a.iii. Belum tersedianya prosedur pencatatan di beberapa area 20 IV.1.1.b. BAS dan kodefikasi yang belum memadai 20 IV.1.1.c. Prosedur rekonsiliasi yang belum lengkap 21 IV.1.2 Sistem informasi yang belum mapan 23 IV.1.2.a. Belum terintegrasinya sistem aplikasi penyusunan LKPP 23 IV.1.2.b. Modul Penerimaan Negara sebagai salah satu alat dalam

sistem pengendalian atas pendapatan negara dan hibah belum memadai

23

IV.1.2.c. Belum optimalnya implementasi sistem aplikasi 23 IV.1.2.d. Jaringan dan kapasitas computer yang minim di beberapa 24

Page 5: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” iv

tempat IV.1.3. Ketidakpatuhan terhadap peraturan yang telah ada 25 IV.1.4. Kualitas SDM yang belum memadai 25 IV.2. Analisis Tujuan 26 IV.2.1. Sistem akuntansi yang memadai 26 IV.2.1.a. Prosedur pencatatan yang jelas 26 IV.2.1.b. Bagan Akun Standar termasuk kodefikasi yang mapan 27 IV.2.1.c. Prosedur rekonsiliasi yang lengkap 27 IV.2.2. Sistem informasi yang mapan 29 IV.2.2.a. Integrasi sistem aplikasi penyusunan LKPP 29 IV.2.2.b. Pengembangan dan perbaikan Modul Penerimaan Negara

sebagai salah satu alat dalam sistem pengendalian intern 29

IV.2..2.c. Optimalisasi implementasi sistem aplikasi 29 IV.2.2.d. Perbaikan jaringan dan kapasitas computer 30 IV.2.3. Peningkatan kepatuhan terhadap peraturan yang ada 30 IV.2.4. Kualitas SDM yang memadai 30 IV.3. Analisis Strategi 31 IV.3.1. Strategi kebijakan 31 IV.3.2. Strategi IT 33 IV.3.3. Strategi SDM 33 IV.4. Analisis asumsi 34 IV.5. Logframe matriks 35 BAB V Rekomendasi 39 DAFTAR PUSTAKA 40

Page 6: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” v

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 4.1 Skema “Pohon Masalah” ( Problems Tree ) 18 Gambar 4.2 Skema “Pohon Tujuan” ( Objectives Tree ) 28 Gambar 4.3 Skema “Pohon Strategi” ( Strategic Tree ) 32

Page 7: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” vi

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 4.3 Matriks Logframe 36

Page 8: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 1

Bab I

Pendahuluan I.1. Latar Belakang Signifikansi akuntansi tidak terlepas dari kebutuhan manajerial. Selain mengakomodasi kebutuhan pertanggungjawaban keuangan Pemerintah, informasi keuangan juga berfungsi memfasilitasi manajer dalam pengambilan keputusan yang memiliki dampak di masa yang akan datang. Salah satu permasalahan yang perlu dikaji dan dapat dijadikan alat bagi pengambilan keputusan manajerial adalah kajian terhadap suspen dalam laporan keuangan. Selain terkait dengan masalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, suspen akibat dari tidak andalnya data dan informasi yang dihasilkan Pemerintah merupakan salah satu sumber opini disclaimer bagi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat selama empat tahun terakhir. Walaupun berbagai intervensi kebijakan Pemerintah melalui perbaikan sistem dan standar akuntansi telah dilakukan selama lima tahun proses pertanggungjawaban Pemerintah (tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008) melalui penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), suspen masih tercantum pada salah satu komponen laporan keuangan yakni Laporan Realisasi Anggaran. Fakta yang menunjukkan angka nominal dari akun tersebut secara konsisten menurun dari tahun ke tahun namun belum mengurangi permintaan publik yang masih mempertanyakan kredibilitas manajemen keuangan Pemerintah serta menghilangkan angka suspen dalam laporan keuangan. Kajian terhadap suspen juga diperlukan dalam konteks yang lebih luas yakni dalam kaitannya dengan pengendalian intern Pemerintah. Laporan ini adalah laporan awal (preliminary report) yang menggagas berbagai proposal solusi terkait dengan permasalahan suspen dalam LKPP. Laporan manajerial ini bersifat ad-hoc, dan memiliki tujuan internal yang terkait dengan operasi sehari-hari dan memiliki orientasi di masa yang akan datang (future orientation) terutama terkait dengan perencanaan kebijakan. Laporan ini diharapkan dapat menjadi masukan (input) dalam pengambilan keputusan manajerial berupa kebijakan atau langkah-langkah teknis dan praktis dalam meningkatkan kualitas LKPP dan pengendalian intern Pemerintah dalam konteks Manajemen Keuangan Pemerintah. I.2. Suspen dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Seperti yang tersirat dalam namanya, suspen (suspend) dalam akuntansi berbasis kas (cash-based system) dapat disebut sebagai akun sementara yang mencatat pengeluaran, pendapatan, non anggaran atau akun pembiayaan lain sampai dengan informasi lebih lanjut diperoleh. Secara normatif, suspen seyogyanya

Page 9: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 2

dikoreksi pada saat informasi lebih lanjut mengenai akun tersebut diperoleh. Pada kenyataan di lapangan, masalah klasik yang sering ditemui adalah tidak adanya informasi tambahan yang diperoleh, dengan demikian suspen masih terus digunakan tanpa adanya perubahan lebih lanjut. Esensi dari suspen yang terdapat dalam LKPP adalah akun perbedaan (selisih) antara data yang ada pada dua sistem akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, yakni Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan Sistem Akuntansi BUN (SA-BUN) yang keduanya merupakan bagian dari Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat atau sistem akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Secara konseptual, penggunaan dua subsistem akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah dimaksudkan untuk menjamin terjadinya mekanisme check and balance yang meningkatkan validitas, keandalan dan akurasi data yang juga tidak lain merupakan mekanisme pengendalian intern. Sebagai bagian dari Sistem Pengendalian Intern, maka berbagai tindakan (measures) yang diambil dalam rangka mengatasi permasalahan suspen perlu memperhatikan sistem pengendalian intern secara komprehensif dan dalam konteks yang lebih luas. Seperti diketahui, Sistem Pengendalian Intern meliputi berbagai alat manajemen yang bertujuan untuk mencapai berbagai tujuan yang luas, yaitu menjamin kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, menjamin keandalan laporan dan data keuangan, dan memfasilitasi efisiensi dan efektivitas operasi-operasi pemerintah. Dengan demikian, pengendalian intern dapat dikatakan sebagai fondasi good governance dan garis pertama pertahanan dalam melawan ketidakabsahan data dan informasi dalam penyusunan LKPP. Adanya angka suspen sesungguhnya adalah permasalahan yang tak terelakkan karena adanya berbagai isu teknis sehingga dalam proses pencatatan/akuntansi, selisih dan perbedaan tidak dapat dihindarkan. Dengan demikian yang menjadi penting adalah bagaimana merekonsiliasi perbedaan atau selisih dari transaksi keuangan dengan menggunakan subsistem yang berbeda, tetapi berdasarkan data sumber yang sama. Kenyataan yang ada di lapangan, masih terdapat selisih dari informasi yang diperoleh dari subsistem tersebut kerap ditemukan hal-hal yang tidak dapat direkonsiliasi (unreconciled items). Selisih yang tidak dapat direkonsiliasi tersebut adalah indikasi masih lemahnya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Dari nilai nominalnya, semakin kecil selisih atau nilai suspen, maka check and balance yang dilakukan semakin baik. Sebaliknya, selisih yang besar menunjukkan kualitas mekanisme saling uji yang belum optimal. Gambar 1.1. pada halaman 3 menyajikan skema ringkas implementasi Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yang dilakukan oleh Departemen Keuangan (Ditjen Perbendaharaan) dan Kementerian Teknis. (Penjelasan lebih lanjut terdapat pada bab II laporan manajerial ini)

Page 10: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 3

Perbedaan angka yang dihasilkan oleh dua sistem akuntansi tersebut mengindikasikan perlunya peningkatan kualitas sistem pengendalian intern, dengan salah satunya memperbaiki sistem akuntansi pemerintahan yang dalam reformasi ini terus dikembangkan. Pada tahun 2004, suspen yang tercatat sebesar Rp10.361.483.773,00 (nilai absolut). Nilai suspen pada tahun pertama penyusunan LKPP ini belum menggambarkan hal yang sebenarnya. Hal tersebut dikarenakan belum diimplementasikannya Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat secara komprehensif. Pada tahun berikutnya, proses penyusunan LKPP tahun 2005 telah dilaksanakan melalui sistem akuntansi dimana Pemerintah mengimplementasikan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sesuai dengan PMK No. 59/PMK.06/2005. Angka suspen (dalam nilai absolut) berturut-turut adalah sebagai berikut: LKPP 2005 tercatat sebesar Rp1,9 triliun, yang terus menurun pada LKPP tahun 2006 menjadi Rp916,7 miliar, pada LKPP tahun 2007 menjadi Rp236,5 miliar, dan akhirnya pada tahun 2008 menjadi Rp58,7 miliar.

Gambar 1.1.

Skema Implimentasi SAPP

Sistem Pengendalian Intern yang mapan dapat memfasilitasi upaya penurunan bahkan penghapusan (clearance) angka suspen dalam Laporan Keuangan Pemerintah. Sebagai salah satu fondasi manajemen keuangan publik, sistem pengendalian intern juga mencakup sistem akuntansi dan pelaporan keuangan yang terus dikembangkan oleh Pemerintah. Peningkatan sistem akuntansi dan

SA-BUN SAI

Ditjen Perbendaharaan Kementerian Teknis

Rekonsiliasi

Selisih

LAK, LRA, Neraca, CaLK

LRA, Neraca, CaLK

Suspen

Page 11: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 4

pelaporan keuangan bermanfaat untuk memperbaiki proses pencatatan transaksi keuangan pemerintah yang memungkinkan perolehan data dan informasi yang andal. Selain itu peningkatan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan juga memungkinkan perolehan informasi yang lebih komprehensif atas keuangan pemerintah. Seperti tergambar dalam skema di atas, selisih berasal dari keluaran dua sub-sistem yang merupakan bagian dari sistem akuntansi pemerintahan. Dengan demikian fokus permasalahan dari perbedaan (suspen) juga terdapat pada sistem akuntansi itu sendiri. Dengan kata lain, dalam konteks penyusunan LKPP, penerapan SA-BUN dan SAI menjadi penting dalam mendukung keandalan data. I.3. Tujuan Dalam kaitannya dengan uraian di atas, laporan ini bertujuan :

1. Melakukan kajian atas penyebab terjadinya suspen ; 2. Mengidentifikasi alternatif solusi yang terkait dengan permasalahan

rekonsiliasi; 3. Mengidentifikasi strategi yang perlu dilakukan dalam mengatasi

permasalahan yang telah diidentifikasi; 4. Memberikan rekomendasi bagi pengambil keputusan/pembuat kebijakan

dalam kaitannya dengan peningkatan sistem pengendalian intern. I.4. Metodologi Dalam melakukan kajian terhadap penyebab terjadinya suspen, Kerangka Analisis Logis (Logical Framework Analysis atau LFA) digunakan sebagai metode analisis. LFA kerap digunakan oleh OECD dan European Union dalam mengendalikan kualitas output dalam proses kebijakan baik untuk mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan untuk proses perencanaan, pelaksanaan maupun tahap evaluasi. LFA adalah teknik yang efektif dalam mengidentifikasi dan menganalisis masalah, dan untuk mendefinisikan tujuan dan aktivitas yang perlu dilakukan dalam mengatasi permasalahan dimaksud. Dengan LFA dapat diketahui relevansi, kelayakan dan kesinambungan suatu kebijakan. LFA bukan hanya menyediakan dasar bagi perencanaan dan pengembangan sistem monitoring, namun juga merupakan kerangka untuk melakukan evaluasi. Selanjutnya dengan menggunakan metode LFA maka permasalahan dalam proses kebijakan seperti perencanaan dan persiapan yang kurang matang, tidak adanya relevansi antara program/kebijakan dan target, tidak diperhitungkannya risiko, tidak terperhatikannya faktor yang mempengaruhi kesinambungan jangka panjang dan tidak digunakannya pelajaran dari pengalaman masa lampau dapat diatasi.

Page 12: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 5

Analisis LFA terdiri dari: 1. Analisis stakeholser dan masalah 2. Analisis tujuan 3. Analisis strategi 4. Analisis asumsi 5. Logframe matrix 6. Perencanaan aktivitas 7. Perencanaan sumber daya

I.5. Limitasi Output utama dari analisis LFA adalah logframe matrix. Logframe matrix menggambarkan intervention logic dari suatu intervensi/kebijakan/proyek (jika aktivitas dilaksanakan, maka hasil akan tercapai, dan sasaran project tercapai dan seterusnya) serta menggambarkan asumsi-asumsi penting dan risiko yang terdapat pada intervention logic tersebut. Dalam konteks laporan ini, LFA menghasilkan suatu rekomendasi bagi penyelesaian permasalahan yang terkait dengan suspen. Yang perlu diketahui bahwa LFA bukanlah solusi instan dalam merencanakan, mendisain ataupun mengevaluasi intervensi/proyek/kegiatan. LFA hanya berfungsi sebagai alat untuk menunjukkan hubungan logis (logical relationship) antara aktivitas, hasil, sasaran dan tujuan. Dengan demikian, LFA menyediakan dasar untuk mengetahui relevansi dan kelayakan (feasibility) suatu kebijakan, mendefinisikan tugas-tugas yang akan dilaksanakan, sumber daya yang dibutuhkan dan tanggung jawab manajemen. Dengan kata lain, logframe merupakan alat yang dinamis yang seyogyanya dinilai kembali dan direvisi selama kegiatan/kebijakan dijalankan dalam lingkungan yang terus berubah. Di samping itu, pengembangan LFA sendiri mensyaratkan keterlibatan para pihak terkait (stakeholders) untuk mengembangkan suatu intervensi kebijakan. Laporan ini memiliki keterbatasan karena idealnya dilakukan survei lapangan untuk mengetahui kesulitan teknis terutama pada unit-unit Kementerian Negara/Lembaga.

Page 13: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 6

Bab II

Latar Belakang dan Implikasi Suspen dalam Laporan Keuangan

II.1. Latar Belakang Suspen Unsur pembentuk suspen pada LKPP berasal dari selisih yang tidak dapat direkonsiliasi baik pada pendapatan, belanja, non anggaran dan pembiayaan. Suspen seyogyanya diminimalisasi dan dihapuskan (clearance) untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Sebagai salah satu penyebab opini disclaimer atas LKPP, upaya minimalisasi angka suspen perlu mendapat perhatian serius. Minimalisasi dan clearance atas suspen turut mendukung penerapan prinsip penyusunan laporan keuangan yang berkarakteristik andal, relevan dan konsisten. Suspen dalam Laporan Keuangan sesungguhnya tidak dikenal dalam Akuntansi Pemerintahan. Hal ini dikarenakan oleh adanya persyaratan kualitatif yang harus dipenuhi dalam suatu Laporan Keuangan terutama persyaratan relevansi dan keandalan. Di samping itu, suspen sesungguhnya tidak dikenal dikarenakan prasyarat laporan keuangan yang harus disajikan secara lengkap, bebas dari kesalahan penyajian atau kekurangan material, jelas dan dapat diverifikasi. Sumber terjadinya suspen kerap berasal dari permasalahan yang bersifat teknis prosedural. Namun demikian secara konseptual, adanya suspen juga merupakan konsekuensi penerapan desentralisasi pengelolaan keuangan negara. Seperti diketahui, sistem pengelolaan keuangan negara yang menganut prinsip desentralisasi dan penjenjangan membawa konsekuensi entitas akuntansi dan pelaporan yang ada (terutama kementerian/lembaga) berjenjang pula. Dengan demikian proses konsolidasi antar level entitas akuntansi akan dilakukan secara bertahap dan bertingkat mulai dari entitas akuntansi terendah, digabungkan sampai entitas akuntansi tertinggi, yang selanjutnya beberapa tingkat gabungan ini akan menjadi entitas pelaporan. Adanya penggabungan berjenjang ini akan membuka peluang terjadinya sejumlah kesalahan atau adanya transaksi yang luput dalam pencatatan yang mengakibatkan munculnya suspen dalam laporan keuangan pemerintah. Apalagi jika hal tersebut ditambah dengan adanya stakeholders yang tidak tertib mengirim laporan keuangannya sehingga data keuangannya tidak tergabung. Namun demikian, penyajian kesalahan/ketidaksesuaian pencatatan tersebut dalam suspen walaupun tidak sepenuhnya memenuhi kaidah karakteristik akuntansi pemerintahan yang ideal, di lain pihak juga bermanfaat terutama dalam memenuhi kaidah pengungkapan memadai (adequate disclosure) dari laporan keuangan pemerintah. Berdasarkan kaidah pengungkapan yang memadai tersebut, jumlah uang atau transaksi keuangan pemerintah yang belum sesuai

Page 14: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 7

tetap harus dipaparkan dan diupayakan penjelasannya dalam laporan keuangan pemerintah. Jika dikaitkan dengan prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah, suspen juga dapat diposisikan sebagai upaya memenuhi prinsip substansi mengungguli bentuk formal laporan (substance over form). Artinya, walaupun secara normatif tidak dikenal adanya suspen, akan tetapi hal yang lebih penting lagi adalah bahwa setiap transaksi, kondisi atau peristiwa keuangan (termasuk adanya kesalahan/ketidaksesuaian pencatatan) perlu dicatat dan disajikan sesuai substansi dan realitas ekonominya, dan tidak hanya mempertimbangkan aspek formalitas (ketaatan pada kaidah akuntansi pemerintahan yang ideal). Selama ini, Pemerintah telah melakukan berbagai langkah-langkah dalam melakukan clearance atas suspen. Langkah-langkah tersebut antara lain berupa penyelesaian formulasi kebijakan, prosedur dan uraian tugas terkait sistem informasi, strategi sistem informasi, menyempurnakan Sistem Akuntansi, menyempurnakan Modul Penerimaan Negara dan penerbitan berbagai peraturan termasuk intensifikasi rekonsiliasi transaksi keuangan. Namun demikian, seperti yang diuraikan di atas, walaupun nilainya terus menurun, suspen masih tercantum dalam LKPP tahun 2008.

II.2. Implikasi Suspen pada LKPP Suspen sebagai akun yang menampung selisih-selisih yang tidak dapat dijelaskan seyogyanya harus dapat diselesaikan (to be cleared) sebelum laporan keuangan disusun. Dalam konsep pertanggungjawaban Pemerintah, adanya suspen menunjukkan tidak kredibelnya laporan keuangan dan menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk menelusuri data tersebut. Laporan keuangan pemerintah yang baik seharusnya dapat menyajikan pencatatan secara komprehensif seluruh transaksi keuangan pemerintah dalam satu periode akuntansi tertentu, sehingga pada saat dilakukan penutupan pada akhir periode akuntansi, tidak terdapat selisih dalam penyajian laporan keuangan. Karena suspen merupakan selisih yang masih belum dapat ’ditutup’ secara sempurna sampai dengan saat penyajian laporan keuangan pemerintah, suspen dapat dianggap sebagai adanya transaksi keuangan pemerintah yang luput atau tidak tepat waktu dibukukan (atau dilaporkan) dalam sistem akuntansi pemerintahan yang dijalankan. Opini disclaimer yang diberikan oleh BPK atas LKPP selama 5 (lima) tahun berturut-turut, antara lain disebabkan oleh adanya suspen yang diakibatkan oleh Sistem Pengendalian Intern yang belum memadai. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa adanya suspen mengurangi keandalan LKPP. Semakin besar nilai nominal, jumlah transaksi, ataupun bobot ketidakjelasan data laporan keuangan dalam suspen, secara logika akan semakin mengurangi keandalan LKPP yang disajikan.

Page 15: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 8

Bab III

Sistem Pengendalian Intern dalam Upaya Minimalisasi Nilai Suspen

Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (PP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah). Tujuan SPI Pemerintah untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan suspen, SPI merupakan kegiatan pengendalian terutama atas pengelolaan sistem informasi yang bertujuan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi. Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi meliputi pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. Pengendalian umum meliputi: pengamanan sistem informasi, pengendalian atas akses, pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi, pengendalian atas perangkat lunak sistem, pemisahan tugas, dan kontinuitas pelayanan. Pengendalian aplikasi meliputi: pengendalian otorisasi, pengendalian kelengkapan, pengendalian akurasi dan pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data. Dalam upaya terus meningkatkan sistem pengendalian intern, Pemerintah mendisain kerangka pengawasan untuk mencapai kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, keandalan terhadap data dan laporan keuangan, dan efektifitas dan efisiensi operasi. III.1. Sistem Akuntansi Sistem akuntansi Pemerintah pada dasarnya memiliki 2 (dua) tujuan utama:

1. Sistem akuntansi harus dapat menghasilkan laporan keuangan formal/legal dari posisi pemerintah dalam bentuk dan isi yang diamanatkan Undang-Undang dan dapat diaudit.

2. Pencatatan akuntansi dari transaksi keuangan harus merupakan bagian dari data base yang komprehensif dan dapat diklasifikasikan secara penuh untuk mampu menyediakan laporan manajerial temporer, akurat dan sesuai yang dibutuhkan oleh manajer keuangan pada unit-unit pemerintahan termasuk unit Departemen Keuangan dalam memonitor dan mengawasi operasi-operasi fiskal pemerintah.

Page 16: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 9

Dalam kaitannya dengan tujuan pertama terkait dengan laporan keuangan, sistem akuntansi yang ada sekarang belum sepenuhnya mengakomodasi semua transaksi keuangan yang dilakukan Pemerintah. Sistem akuntansi juga harus dikembangkan dengan memperhatikan mekanisme saling uji untuk menghasilkan informasi yang andal. Salah satu mekanisme saling uji yang andal adalah terjadinya kesamaan informasi yang dihasilkan dalam sistem (sub-sistem) yang berbeda namun saling berhubungan. Sistem akuntansi yang belum memadai juga turut berkontribusi dalam mengakibatkan terjadinya ketidaksamaan angka dalam pencatatan. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yakni sistem akuntansi yang digunakan dalam penyusunan LKPP terdiri dari SA-BUN dan SAI. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN), yang menghasilkan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara terdiri dari : Sistem Akuntansi Pusat (SiAP), Sistem Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah (SA-UP&H), Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP), Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PP), Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD), Sistem Akuntansi Bagian Anggaran Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (SA-BSBL), Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK), Sistem Akuntansi Badan Lainnya (SA-BL). Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN) dan Sistem Akuntansi Umum (SAU), dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit Ditjen Perbendaharaan dimulai dari tingkat KPPN, Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan. SiAP terdiri dari SAKUN yang menghasilkan Laporan Arus Kas dan Neraca KUN dan SAU yang menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca SAU. Sedangkan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan secara berjenjang oleh Kementerian Negara/Lembaga dengan membentuk unit akuntansi keuangan yang dimulai dari tingkat Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA), Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah (UAPPA-W), Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1 (UAPPA-E1), Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA) dan unit akuntansi barang (UAPB, UAPPB-E1, UAPPB-W dan UAKPB), pemrosesan data yang dilakukan menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pemerintah terus mengembangkan sistem akuntansi baik berupa revisi/pemutakhiran atas sistem akuntansi yang sudah ada, maupun upaya pembuatan sistem akuntansi dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas. Dalam sistem akuntansi juga terintegrasi aturan mengenai pelaksanaan rekonsiliasi. III.2. Rekonsiliasi Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, salah satu cara untuk menjustifikasi keandalan data adalah nilai suspen itu sendiri. Salah satu tahapan dalam

Page 17: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 10

akuntansi yakni rekonsiliasi bertujuan antara lain untuk menyelesaikan perbedaan pencatatan yang diperoleh dari dua sub-sistem akuntansi yang berbeda. Rekonsiliasi dalam akuntansi mengacu pada suatu proses yang membandingkan dua sumber pencatatan untuk menjamin adanya keandalan angka. Adanya perbedaan dalam pencatatan yang disebabkan oleh berbagai hal (seperti perbedaan/jeda waktu dan kesalahan pencatatan) mensyaratkan rekonsiliasi dalam akuntansi dalam rangka menjamin bahwa uang yang dikeluarkan dari satu akun sesuai dengan uang aktual yang dikeluarkan atau uang yang diterima pada satu akun sesuai dengan uang aktual yang diterima. Dengan dilaksanakannya rekonsiliasi, terdapat kemungkinan ditemuinya selisih/perbedaan antara kedua sumber pencatatan tersebut. Selanjutnya selisih/perbedaan ini harus ditindaklanjuti dengan meneliti penyebab perbedaan dimaksud sehingga dapat diambil langkah-langkah perbaikan data yang berbeda tersebut. Dengan demikian keandalan data dari sumber-sumber yang berbeda tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Rekonsiliasi dalam teori akuntansi pemerintahan dapat dibagi menjadi dua yakni rekonsiliasi horisontal dan rekonsiliasi vertikal. a. Rekonsiliasi horizontal

Rekonsiliasi horizontal merupakan proses pencocokan antara data transaksi keuangan pada level entitas akuntansi yang setara antara pengguna anggaran (K/L) dan bendahara umum negara/pemegang rekening kas negara (KPPN/DJPBN/Menkeu). Walaupun tidak persis sama definisinya, pencocokan laporan keuangan antar kedua entitas akuntansi yang setara ini dapat dianalogikan dengan prinsip perbandingan eksternal (antar entitas tersebut dan entitas akuntansi lainnya di luar entitas dimaksud) dimana kedua entitas tersebut menganut sistem akuntansi yang sama yaitu sistem akuntansi pemerintah pusat (SAPP) yang berdasarkan standar akuntansi pemerintah (SAP). Perbedaan jalannya pembukuan antar entitas ini bisa jadi menimbulkan peluang terjadinya selisih pembukuan yang pada akhirnya harus dimunculkan melalui suspen. Terutama, jika transaksi yang dicatat oleh kedua entitas tersebut merupakan transaksi yang dicatat mengacu pada basis akuntansi yang berbeda (cash basis atau accrual basis) yang sesuai untuk pembukuan suatu transaksi dimaksud pada entitas masing-masing.

b. Rekonsiliasi vertikal Proses ini lebih mengacu pada apa yang disebut dalam teori akuntansi pemerintahan sebagai proses penggabungan data transaksi pembukuan antar tingkat entitas akuntansi yang berjenjang berupa penggabungan/penjumlahan akun (nilai dan pos) dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik. Dalam prosedur konsolidasi inilah juga dimungkinkan adanya data transaksi keuangan yang tidak terkonsolidasi secara sempurna (tertinggal, tidak lengkap atau bahkan duplikasi pembukuan/pencatatan) sehingga menimbulkan selisih pembukuan, yang juga harus ditampilkan dalam laporan keuangan melalui suspen.

Page 18: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 11

Rekonsiliasi dalam penyusunan LKPP telah diakomodir dalam berbagai peraturan terkait dengan penyusunan LKPP yang juga mengakomodasi kedua jenis rekonsiliasi di atas yakni horisontal dan vertikal. Sebagaimana tertuang dalam PP No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah bahwa sistem pengendalian intern yang andal harus dapat menciptakan prosedur rekonsiliasi antara transaksi keuangan yang diakuntansikan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dengan data transaksi keuangan yang diakuntansikan oleh Bendahara Umum Negara/Daerah. Prosedur rekonsiliasi diperlukan untuk ketelitian dan akurasi pencatatan data akuntansi. Selanjutnya PMK 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat mendefinisikan rekonsiliasi sebagai proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. Rekonsiliasi di tingkat BUN diatur dalam Perdirjen No.66 Tahun 2006 tentang Pedoman Rekonsiliasi dan Analisa dan Penyusunan Laporan Keuangan Tingkat Kuasa BUN dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Tahapan rekonsiliasi terdiri dari : rekonsiliasi internal di tingkat KPPN, Kanwil, tingkat Pusat, KPPN Jakarta Khusus dan Bendahara Umum Negara (BUN). Rekonsiliasi tingkat KPPN yang terdiri dari Rekonsiliasi Bank dan Rekonsiliasi SAU-SAKUN, rekonsiliasi tingkat Kanwil yang terdiri dari Rekonsiliasi SAU-SAKUN dan rekonsiliasi tingkat Pusat yang terdiri dari Rekonsiliasi SAU-SAKUN. Sedangkan rekonsiliasi eksternal terdiri dari : rekonsiliasi KPPN dengan UAKPA, rekonsiliasi Kanwil Ditjen PBN dengan UAPPA-W, rekonsiliasi UAPPA-E1 dengan Dit. APK, rekonsiliasi UAPA dengan Dit. APK dan rekonsiliasi KPPN Khusus Jakarta VI dan Data Rekening BUN. Aturan umum mengenai rekonsiliasi terdapat pada PMK 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Dalam tataran lebih teknis juga terdapat Perdirjen No. Per-51/PB/2008 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan yang menyatakan bahwa setiap Kementerian /Lembaga wajib melakukan rekonsiliasi laporan keuangan baik di tingkat UAKPA, UAPPA-W, UAPPA-E1, UAPA. Rekonsiliasi LK tingkat UAKPA dilakukan dengan KPPN setiap bulan, rekonsiliasi LK tingkat UAPPA-W dilakukan dengan Kanwil Ditjen Perbendaharaan setiap triwulan, rekonsiliasi LK tingkat UAPPA-E1 dilakukan dengan Ditjen Perbendaharaan setiap semester dan rekonsiliasi LK tingkat UAPA dilakukan dengan Ditjen Perbendaharaan setiap semester. Substansi dari rekonsiliasi itu terdiri dari dua unsur yakni unsur anggaran (estimasi pendapatan dan allotment) dan unsur realisasi (pendapatan, hibah, pengembalian pendapatan, belanja, pengembalian belanja, pembiayaan dan pengembalian pembiayaan). Ditinjau dari sistem yang digunakan, maka rekonsiliasi data dilaksanakan melalui tiga sistem yang ada yakni : a. Rekonsiliasi Data antara SAU dan SAI;

Page 19: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 12

b. Rekonsiliasi Data antara SAU dan SAKUN; c. Rekonsiliasi Data antara SAU dengan SA-UP&H, SA-PP, SAIP, SATD, SA-

BSBL, SA- BL,SA-TK.

Kenyataan yang terjadi di lapangan, walaupun sudah terdapat prosedur rekonsiliasi, prosedur-prosedur tersebut belum dapat mengakomodasi berbagai permasalahan dalam proses pencatatan transaksi baik pada pendapatan, hibah, belanja, pembiayaan maupun aset dan sebagainya. Temuan BPK terhadap LKPP tahun 2008 mensyaratkan Pemerintah untuk terus memperbaiki dan menerbitkan berbagai prosedur rekonsiliasi yang diharapkan dapat memberikan solusi atas berbagai temuan tersebut.

III.3. Bagan Akun Standar (BAS) Bagan Akun Standar sebagai alat untuk menyelaraskan proses perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem akuntansi pemerintah. Bagan Akun Standar adalah suatu klasifikasi transaksi dan kejadian (pembayaran, pendapatan, kerugian, dsb) sesuai dengan sifat ekonomis, legal dan akuntansi. BAS diorganisasikan dalam cara transaksi atau kejadian didefinisikan dan dalam kategori administratif. Pemerintah telah menerbitkan PMK 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar yang mendefinisikan BAS sebagai daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan anggaran, serta pembukuan dan pelaporan keuangan pemerintah. Dengan disusun dan diimplementasikannya BAS mulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan keuangan, maka akuntabilitas pertanggungjawaban APBN dapat lebih ditingkatkan. Klasifikasi anggaran selanjutnya mendefinisikan struktur akun atau sub akun dari BAS yang terkait dengan operasi-operasi anggaran. Klasifikasi anggaran sebagai bagian dari sistem akuntansi penting dalam formulasi kebijakan dan identifikasi alokasi sumber daya antara sektor-sektor, identifikasi aktivitas pemerintah dan pengukuran kinerja, penyusunan akuntabilitas kepada parlemen, kebijakan dan kinerja, serta analisis dan administrasi anggaran secara harian. Bagan Akun Standar meliputi kode dan uraian fungsi/subfungsi/program, kegiatan/subkegiatan, bagian anggaran/unit/satuan kerja, dan kode perkiraan/akun. Bagan Akun Standar digunakan sebagai pedoman yang dilaksanakan oleh setiap Kementerian/Lembaga untuk penyusunan dan penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dan Pelaporan Keuangan dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Dengan demikian, kesalahan atau ketidaksamaan persepsi dalam menggunakan atau menerapkan BAS dalam proses perencanaan berdampak pada proses pertanggungjawaban (LKPP) yang turut berkontribusi pada timbulnya suspen. Pemerintah telah memulai melaksanakan proses penyempurnaan penerapan

Page 20: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 13

Bagan Akun Standar untuk menyelaraskan norma anggaran dan norma akuntansi. Penyempurnaan penerapan BAS ini antara lain meliputi pemantapan penerapan konsep nilai perolehan, penyelarasan konsep kapitalisasi, penambahan, penghapusan dan perubahan penjelasan kode akun dan sebagainya. Masih terdapatnya perbedaan persepsi terhadap BAS termasuk pemahaman yang minim dari pelaksana adalah salah satu kontributor bagi perbedaan data yang tercatat dalam dua sub-sistem yang berbeda. III.4. Sistem Informasi Informasi merupakan hal yang sangat penting untuk kelangsungan proses penganggaran, alokasi sumber daya dan pertanggungjawaban. Tanpa informasi, maka fungsi-fungsi manajemen keuangan negara tidak dapat berjalan sebagaimana yang diinginkan. Sistem informasi manajemen mencakup formulasi anggaran, pelaksanaan anggaran dan akuntansi. Sistem informasi menyediakan manfaat substansial antara lain memperbaiki pencatatan dan proses transaksi keuangan pemerintah yang memungkinkan akses cepat dan andal serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan. Di samping itu, sistem informasi memperkuat pengawasan keuangan, yang memfasilitasi informasi yang ter-update dari pagu dan pengeluaran secara kontinyu. Berbagai literatur di bidang manajemen keuangan publik merekomendasikan adanya suatu sistem informasi yang mapan. Permasalahan klasik yang kerap terjadi dan juga merupakan fakta pada penerapan SAI dan SA-BUN adalah adanya duplikasi data yang sulit direkonsiliasi, data yang tersebar dan terpecah-pecah (fragmented), penekanan tertentu terhadap suatu subsistem yang membuat subsistem lainnya tidak diperhatikan. Seperti yang direkomendasikan oleh berbagai literatur, Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan modular dalam mengembangkan sistem informasinya dan tidak mengadopsi pendekatan radikal/dipaksakan secara tiba-tiba (big bang approach). Pendekatan ini diperlukan untuk menghindari kekacauan atau ketidakteraturan (chaos) dalam implementasi dengan melakukan perbaikan/ penyesuaian dalam implementasinya. Manfaat penggunaan sistem informasi antara lain meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan aksesibilitas terhadap informasi, dan pada gilirannya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Seperti yang telah tertuang dalam IT Strategi Ditjen Perbendaharaan, peran teknologi informasi dalam penyusunan LKPP antara lain adalah otomatisasi proses, kecepatan proses, konsistensi proses, keakuratan data, keandalan data dan penelusuran atau pengurutan secara kronologis dalam proses audit. Pengendalian intern dalam pengolahan data elektronik yang dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan juga mengacu pada PP mengenai SPI Pemerintah yakni meliputi pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. Pengendalian Umum

Page 21: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 14

Intern Pengolahan data elektronik meliputi pengendalian organisasi, pengendalian dokumentasi, pengendalian akuntabilitas aktiva, pengendalian praktik manajemen, pengendalian operasi pusat informasi, pengendalian otorisasi dan pengendalian akses. Sedangkan pengendalian aplikasi meliputi pengendalian otorisasi, pengendalian input, pengendalian proses dan pengendalian output.

Page 22: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 15

BAB IV

ANALISIS LOGICAL FRAMEWORK APPROACH

Logical Framework Analysis atau Logical Framework Approach (LFA) adalah suatu alat untuk melakukan analisis yang terstruktur dan sistematis terhadap suatu proyek atau ide. Proses analisis dengan LFA memungkinkan kita untuk:

• melibatkan stakeholder yang berkepentingan; • menghubungkan tujuan analisa dan hasil akhir secara logis dan sistematis; • membangun asumsi-asumsi yang berkaitan dengan proyek atau ide

dimaksud; • menentukan indikator untuk melihat apakah tujuan analisis telah tercapai.

Adapun elemen-elemen dari LFA: 1. Analisis stakeholders dan analisis masalah: mengidentifikasi stakeholders,

identifikasi masalah termasuk sumber masalah (core problem), batasan dan kesempatan serta menentukan hubungan kausalitas. Dalam membuat pohon masalah sebagai hasil dari analisis masalah, tulisan ini mencoba menginventarisasi berbagai permasalahan yang ditengarai menjadi sumber perbedaan keluaran sistem/subsistem dan mengklasifikasikannya berdasarkan sifatnya. Hubungan kausalitas dikembangkan dengan melakukan analisis sebab akibat atas permasalahan yang telah diidentifikasi.

2. Analisis tujuan: mengembangkan tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan intervensi misalnya kebijakan dalam mengatasi permasalahan yang telah diidentifikasi. Esensi dari analisis tujuan adalah konversi pohon masalah menjadi pernyataan positif. Analisis tujuan menggambarkan means (alat) dan ends (hasil yang diharapkan). Sama seperti pohon masalah, pohon tujuan juga mengandung logika. Dengan pohon tujuan maka dari masalah yang telah teridentifikasi dapat diidentifikasikan aktivitas dan hasil serta hubungan kausalitasnya.

3. Analisis strategi: mengidentifikasikan perbedaan strategi dalam mencapai tujuan, menentukan tujuan keseluruhan dan tujuan khusus.

4. Analisis asumsi: mengidentifikasikan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kesuksesan proyek. Asumsi adalah faktor-faktor yang tidak dipengaruhi oleh suatu intervensi, tetapi dapat mempengaruhi pelaksanaan intervensi tersebut termasuk kesinambungan dalam jangka panjang.

5. Logframe matrix: mendefinisikan struktur dari proyek/kebijakan, mengujicobakan logika internal dan memformulasikan tujuan yang terukur.

6. Perencanaan aktivitas: menentukan urutan dan ketergantungan aktivitas, memprediksi durasi dan menentukan milestone serta menentukan tanggungjawab.

7. Perencanaan sumber daya: mulai dari jadual aktivitas, mengembangkan jadual input dan anggaran.

Page 23: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 16

IV.1. Analisis Stakeholders dan Analisis Masalah Dalam mengatasi permasalahan terkait dengan suspen, perlu diidentifikasi stakeholders yakni individu atau institusi yang terkait/berhubungan secara langsung maupun tidak langsung, baik secara positif maupun negatif dari program/upaya penyelesaian suspen dalam laporan keuangan. Pentingnya analisis dikarenakan orang atau kelompok berbeda memiliki perhatian, kapasitas dan kepentingan yang berbeda, dan hal-hal tersebut harus dipahami dalam identifikasi masalah, penentuan tujuan serta pemilihan strategi dalam kajian ini.

Tujuan utama dari analisis ini adalah: 1. Mengidentifikasi unit/institusi/kelompok mana yang memiliki masalah

tersebut 2. Siapa (unit/institusi/kelompok) yang akan memperoleh manfaat ataupun

kerugian 3. Memaksimalkan manfaat dari program penurunan angka suspen dan

meminimalisasi dampak negatif termasuk konflik antar stakeholders.

Tabel 4.1. Analisis Stakeholders Stakeholders

dan karakteristik

Interest dan bagaimana

terpengaruh oleh masalah

Kapasitas dan motivasi untuk menghasilkan

perubahan

Tindakan yang dimungkinkan untuk

merespon kepentingan dari

stakeholders Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Depkeu

• Mengembangkan, menyusun dan memperbaiki sistem akuntansi pemerintahan

• Selaku pembina kementerian negara/teknis

• Penyusunan laporan keuangan pemerintah

• Pengembangan standar akuntansi

• Opini BPK terhadap LKPP merupakan salah satu indikator kinerja Direktorat

• Memiliki kapasitas dan keahlian dalam manajemen keuangan negara termasuk sistem akuntansi

• Memiliki kapasitas dalam penetapan kebijakan akuntansi dan pengembangan standar akuntansi pemerintah

• Memberikan dukungan untuk mengorganisasi dan koordinasi

Direktorat Sistem Perbendaharaan, Depkeu

• Mengembangkan dan memperbaiki sistem informasi manajemen dan akuntansi

• Memiliki sumber daya teknis untuk memelihara dan memperbaiki sistem informasi

• Memberikan dukungan kapasitas dan keuangan

Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Depkeu

• Mengembangkan dan memperbaiki sistem penerimaan negara

• Memiliki sumber daya teknis untuk memperbaiki sistem penerimaan

• Memberikan dukungan kapasitas dan keuangan

Direktorat Pengelolaan Utang, Depkeu

• Melaksanakan sistem pengendalian

• Memiliki sumber daya teknis untuk memperbaiki sistem

• Memberikan dukungan kapasitas dan

Page 24: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 17

utang dan hibah pengendalian utang keuangan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai Depkeu

• Mengembangkan dan memperbaiki sistem penerimaan negara

• Memiliki sumber daya teknis untuk memperbaiki sistem penerimaan

• Memberikan dukungan kapasitas dan keuangan

Inspektorat Jenderal

• Mengawasi kinerja pengelolaan keuangan pemerintah dalam lingkup kewenangan dan kapasitasnya selaku Aparat Pengawas Intern Pemerintah

• Memiliki kewenangan dan sumber daya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan pemerintah melalui prosedur pengawasan intern

• Memberikan masukan best practice pengelolaan keuangan pemerintah

• Mengembangkan dan mengkondisikan penerapan manajemen resiko

Kementerian Teknis/ Lembaga

• Menyusun dan memperbaiki pertanggungjawaban keuangan mereka

• Terbatasnya pemahaman mengenai pentingnya data laporan keuangan

• Terbatasnya motivasi untuk mematuhi peraturan

• Meningkatkan kepedulian terhadap pentingnya keandalan data LK

• Meningkatkan peraturan mengenai kepatuhan terhadap hukum

BPK • Mengawasi kinerja pemerintah

• Memiliki motivasi yang sangat tinggi untuk mengawasi kinerja melalui LK

• Memberikan iklim yang kondusif untuk tugas pengawasan

DPR • Mengawasi kinerja pemerintah

• Memiliki motivasi yang sangat tinggi untuk mengawasi kinerja melalui LK

• Memberikan iklim yang kondusif untuk tugas pengawasan

Bank/Kantor Pos

• Mengelola penerimaan dan pengeluaran negara

• Memiliki expertise dan sumber daya pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara

Selanjutnya, analisis masalah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi permasalahan yang ada baik melalui masukan dari

stakeholders, dan/atau laporan, dan/atau kenyataan yang dapat diobservasi di lapangan

2. Mengembangkan hubungan sebab akibat (cause and effect relationship) secara logis

3. Membuat diagram pohon masalah (problem tree) 4. Menentukan masalah pokok (core problem) yang menjadi sasaran dari

intervensi yang akan dilakukan. Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka pohon masalah untuk suspen ini adalah sebagai berikut :

Page 25: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 18

Gambar 4.1. Skema “Pohon Masalah” (Problems tree)

Ket: Suspen merupakan salah satu penyebab disclaimer

LKPP Disclaimer

Suspen

Data Keluaran Sistem tidak Andal

Rekonsiliasi tidak Efektif

Lemahnya SPI

1.1. Sistem Akuntansi yang Belum Memadai 

1.2. Sistem Informasi yang Belum Mapan

1.3. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan

1.4. Kualitas SDM yang belum Memadai

1.4.a. Minimnya Sense of

Ownership

1.4.b. Kapasitas Di

Bidang IT dan Aklap Minim

1.3.c. Kontrol yang Lemah

1.3.b. Ketidakjelasan Peraturan

1.3.a. Kurang Tegasnya Penerapan Sanksi dan Insentif

1.2.a. Belum Terintegrasinya Sistem Informasi

1.2.b. Belum Mapannya MPN sebagai salah satu alat Pengendalian

1.1.a. Prosedur Pencatatan yang Belum Jelas

1.1.c. Prosedur Rekonsiliasi yang Belum Lengkap

1.1.a.i. Belum Jelas Asumsi yang Dipakai Dalam Pencatatan

1.1.a.ii. Aturan Waktu Pencatatan yang Belum Memadai

1.1.a.iii Belum Tersedianya Prosedur Pencatatan Di Beberapa Area

1.2.c. Belum Optimalnya Implementasi Sistem Aplikasi

1.2.d. Jaringan dan kapasitas Komputer yang Minim Di Beberapa Tempat

1.1.b. Bagan Akun Standar yang Masih Dikembangkan termasuk Kodefikasi yang Belum Mapan S

EBAB 

AKIBAT

Page 26: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 19

Berdasarkan hasil observasi dan inventarisasi penyebab suspen dalam LKPP, pada gambar 4.1. Diagram Pohon Masalah dapat dilihat klasifikasi permasalahan tersebut ke dalam beberapa cluster. Dari klasifikasi tersebut, salah satu penyebab LKPP disclaimer adalah masih adanya suspen yang diakibatkan oleh masih lemahnya Sistem Pengendalian Intern. Selanjutnya hubungan sebab akibat yang teridentifikasi adalah bahwa suspen itu sendiri berasal dari output sistem yang tidak andal dan permasalahan rekonsiliasi yang tidak efektif ditangani sehingga masih meninggalkan unreconciled items. Diagram tersebut selanjutnya menunjukkan bahwa data keluaran yang tidak andal dan rekonsiliasi yang tidak efektif sesungguhnya bersumber dari sistem akuntansi yang belum diimplementasikan secara memadai, sistem informasi yang belum mapan, ketidakpatuhan terhadap peraturan dan kualitas SDM yang belum memadai. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci dari permasalahan yang terkait: IV.1.1. Sistem akuntansi yang belum diimplementasikan secara memadai Salah satu indikasi belum memadainya sistem akuntansi adalah informasi hasil keluaran yang belum andal antara lain tidak adanya kesamaan informasi dari dua atau lebih subsistem yang mengakibatkan timbulnya angka suspen dalam laporan keuangan. Di samping menyebabkan ketidaksamaan data, permasalahan sistem akuntansi mengakibatkan tidak tertelusurinya transaksi keuangan yang dilakukan oleh Pemerintah. Salah satu contoh adalah Temuan BPK terhadap LKPP tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian atas Pendapatan Hibah di 13 K/L yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam mekanisme APBN dan terdapat 15 K/L lainnya yang memiliki penerimaan hibah di luar mekanisme APBN. Adapun penyebab dari sistem akuntansi yang belum memadai adalah sebagai berikut : IV.1.1.a. Prosedur pencatatan yang belum jelas

Prosedur pencatatan yang belum jelas mengakibatkan cara dalam pelaksanaan pencatatan, pengikhtisaran dalam akuntansi menjadi berbeda. Tidak adanya standar atau prosedur berdampak pada cara pencatatan yang salah atau tidak tepat.

Prosedur pencatatan yang belum jelas ditengarai diakibatkan oleh hal-hal sebagai berikut:

IV.1.1.a.i. Perbedaan dalam metode pencatatan

Selain menggunakan metode pencatatan nilai bruto, juga dapat dilakukan pencatatan dengan menggunakan metode nilai neto. Metode pencatatan yang berbeda menghasilkan

Page 27: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 20

informasi yang berbeda. Hal ini utamanya terjadi dalam transaksi pembiayaan. Sebagai contoh: Ditjen Perbendaharaan cq. Direktorat Pengelolaan Kas Negara mencatat transaksi hibah dan utang dengan nilai neto berdasarkan rekening koran bank responden yang diterima yang tidak mencantumkan nilai potongan seperti diskon dan biaya administrasi. Di lain pihak, Ditjen Pengelolaan Utang mencatat transaksi ini dengan nilai bruto berdasarkan dokumen sumber Note of Disbursement (NOD). Dengan demikian, laporan SAI yang dihasilkan oleh Ditjen Pengelolaan Utang menjadi berbeda dengan laporan SAU (SAKUN).

IV.1.1.a.ii. Belum memadainya peraturan mengenai waktu pencatatan untuk menghindari time lag Waktu pencatatan yang berbeda akibat adanya kesenjangan waktu mengakibatkan data/informasi yang berbeda. Time lag dalam penyusunan laporan keuangan tidak dapat dihindari, namun dampaknya tidak dapat dipungkiri juga cukup besar bagi keandalan data keuangan pemerintah. Permasalahan ini umumnya terjadi dalam transaksi pembiayaan yang menggunakan mata uang asing yang kemudian menimbulkan suspen. Sumber permasalahan antara lain adalah keterlambatan dokumen sumber Note of Disbursement (NOD) dari lender, yang baru dapat dicatat DJPU jauh setelah diterima dan dicatatnya nota kredit bank responden oleh Dit.PKN, bahkan setelah LKP terbit. Sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur perihal penerimaan NOD setelah tahun anggaran berakhir. Lebih jauh, perbedaan waktu pencatatan juga mengakibatkan perbedaan nilai transaksi pembiayaan dalam Rupiah (walaupun nilai valasnya tetap) akibat perubahan kurs yang terjadi dalam jeda waktu tersebut.

IV.1.1.a.iii. Belum tersedianya prosedur pencatatan di beberapa area Permasalahan yang terjadi adalah seiring dengan berbagai perkembangan di bidang manajemen keuangan publik, sistem akuntansi yang ada kerap belum mengakomodasi berbagai perkembangan tersebut.

IV.1.1.b. BAS dan kodefikasi yang belum memadai

Bagan Akun Standar (BAS) terus dikembangkan oleh Pemerintah. Permasalahan yang ada dalam BAS adalah terkait dengan belum diakomodasinya berbagai transaksi dalam akun-akun yang ada. BAS itu sendiri terus dikembangkan dan disempurnakan oleh Pemerintah. Sampai saat ini telah dilakukan sejumlah peraturan dan revisi peraturan terkait BAS, yaitu : 1. PMK 13/PM.06/2005 mengenai Bagan Perkiraan Standar (BPS) 2. PMK 91/PM.05/2007 tentang Bagan Akun Standar

Page 28: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 21

3. Perdirjen Perbendaharaan No.33/PB/2008 tentang Pedoman Penggunaan akun Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal sesuai dengan PMK No.91/PMK.05/2007 tentang Bagan akun Standar.

4. Perdirjen Perbendaharaan No.Per-08/PB/2009 tentang Penambahan dan Perubahan Bagan Akun Standar

Kodefikasi lain di luar BAS juga memiliki fungsi yang serupa dengan BAS, yakni menyeragamkan dan menyelaraskan proses pencatatan transaksi. Permasalahan terkait kodefikasi yang ada saat ini adalah belum lengkapnya kodefikasi yang diperlukan sehingga berimplikasi pada hasil dari pencatatan tersebut. Kode-kode yang diperlukan dalam pencatatan dikembangkan oleh unit-unit yang berbeda yakni sebagai berikut: a. Kode bank dibuat/dipelihara oleh Direktorat Sistem

Perbendaharaan, DJPBN b. Kode KPPN ditetapkan oleh DJPBN c. Kode satker ditetapkan oleh DJA d. Kode mata anggaran (BAS) ditetapkan oleh DJPBN e. Kode Kantor Pelayanan PBB ditetapkan oleh DJP f. Kode PEB dihasilkan oleh DJBC g. Kode NTPN dihasilkan oleh sistem MPN.

Kurangnya koordinasi antar unit di atas mengakibatkan ketidaksinkronan berbagai kode. Contohnya adalah pencatatan penerimaan yang berasal dari potongan SPM di KPPN tidak dapat dilakukan karena NTPN tidak dapat keluar untuk transaksi seperti itu sehingga diterbitkan NTPN tersendiri yang bersifat manual.

IV.1.1.c. Prosedur rekonsiliasi yang belum lengkap

Mekanisme saling uji perlu didukung dengan pedoman dan prosedur rekonsiliasi. Masih belum lengkapnya prosedur rekonsiliasi mengakibatkan masih adanya beberapa elemen data yang tidak dapat direkonsiliasi. Prosedur rekonsiliasi diperlukan untuk memandu para implementor mengenai elemen-elemen data yang perlu direkonsiliasi, waktu rekonsiliasi, cara rekonsiliasi dan seterusnya. Sampai saat ini prosedur rekonsiliasi yang telah diatur dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2. Peraturan mengenai Rekonsiliasi

No. Peraturan Isi 1. PMK Nomor

171/PMK.05/2007 Tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat

Petunjuk umum / pedoman pelaksanaan: 1. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat 2. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara 3. Sistem Akuntansi Keuangan 4. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi

Barang Milik Negara 2. Perdirjen Nomor PER-

51/PB/2008 Tentang Pedoman

Ketentuan lebih lanjut dari PMK 171/PMK.05/2007 mengenai:

a. Tata cara penyusunan laporan keuangan

Page 29: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 22

Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga

bagi entitas pelaporan b. Tata cara penyusunan laporan keuangan

bagi pos-pos tertentu yang memerlukan perlakuan khusus

3. Perdirjen Nomor PER-36/PB/2009 Tentang Pedoman Rekonsiliasi dan Penyusunan Laporan Keuangan Tingkat Kuasa Bendahara Umum

Prosedur rekonsiliasi antara transaksi keuangan yang diakuntansikan oleh Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran dengan data transaksi keuangan yang diakuntansikan oleh Bendahara Umum Negara/ Daerah:

1. Rekonsiliasi data antara SAU dan SAI 2. Rekonsiliasi data antara SAU dan

SAKUN 3. Rekonsiliasi data antara SAU dengan

SAUP-H, SA-PP, SAIP, SATD, SA-BSBL, SA-BL, SA-TK

4. PMK Nomor 102/PMK.05/2009 Tentang Tata Cara Rekonsiliasi Barang Milik Negara (BMN) dalam Rangka Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

Tata cara rekonsiliasi antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN) , dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Kementerian Negara/Lembaga (K/L) tentang nilai Barang Milik Negara (BMN) pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Perdirjen atas PMK ini saat ini tengah disiapkan.

5. Perdirjen Nomor PER-09/PB/2009 Tentang Pelaksanaan Rekonsiliasi dan Pelaporan Realisasi Pendapatan Sektor Pajak pada Sistem Akuntansi Instansi DJP.

Tata cara rekonsiliasi antara DJPBN dengan DJP tentang data realisasi pendapatan sektor pajak, yaitu antara data Modul Penerimaan Negara (MPN) dan data Sistem Akuntansi Umum (SAU).

Walaupun Pemerintah terus memperbaiki prosedur rekonsiliasi secara teratur sesuai dengan perkembangan sistem akuntansi, namun kenyataan di lapangan membuktikan bahwa aturan lebih lanjut mengenai rekonsiliasi masih diperlukan terutama di area-area sebagai berikut :

1. Rekonsiliasi penerimaan perpajakan antara data MPN/SAI dan SAU.

2. Rekonsiliasi hibah antara Ditjen PU, Kementerian Negara Teknis, Ditjen Perbendaharaan dan donor.

3. Rekonsiliasi pencatatan DBH, PBB, BPHTB Bagian Daerah. Pelaksanaan Rekonsiliasi yang terkait dengan transfer ke daerah belum dapat diimplementasikan dengan baik. Hal ini disebabkan lemahnya koordinasi antara Pemerintah Daerah, Kanwil DJPBN, dan Kanwil Ditjen Pajak yang antara lain karena dokumen sumber yang dimiliki oleh masing-masing unit tidak lengkap. Hal tersebut mengakibatkan terbukanya peluang atas unmatched items di tingkat pusat yakni pada saat DJPK melakukan rekonsiliasi akhir periode terhadap data DJBPN

4. Rekonsiliasi di tingkat satker yang dilakukan bendahara seperti mekanisme rekonsiliasi antara BKU, rekening koran, dan fisik kegiatan.

Page 30: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 23

5. Rekonsiliasi nilai outstanding pinjaman dengan BUMN.

Intensifikasi pelaksanaan rekonsiliasi antara lain perlu dilaksanakan pada area–area tersebut di atas yang mana telah menjadi rencana tindak Pemerintah dalam merespon temuan BPK tentang pengendalian intern tahun 2008. Berbagai prosedur rekonsiliasi yang dibuat, dalam rangka menjamin implementasi yang mapan juga perlu didukung oleh Standard Operating Procedure (SOP) terkait rekonsiliasi baik di tingkat K/L atau BUN.

IV.1.2. Sistem informasi yang belum mapan

Ketidakmapanan sistem informasi antara lain diidentifikasi melalui belum optimalnya dukungan sistem informasi terhadap proses penyusunan LKPP. Sumber penyebab dari belum mapannya sistem informasi adalah sebagai berikut: IV.1.2.a. Belum terintegrasinya sistem aplikasi penyusunan LKPP

Pemerintah juga menyadari bahwa sistem informasi yang mendukung penyusunan LKPP selama ini belum memadai. Belum terintegrasinya sistem informasi mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban menjadi salah satu penyebab terjadinya suspen. Dukungan sistem informasi yang belum terintegrasi mengakibatkan tumpang tindih pengelolaan database.

IV.1.2.b. Modul Penerimaan Negara sebagai salah satu alat dalam sistem

pengendalian atas pendapatan Negara dan hibah belum memadai Permasalahan yang terkait dengan MPN utamanya terkait dengan aturan yang belum semua diterapkan secara penuh dikarenakan sarana yang belum tersedia di dalam MPN seperti: 1. KPPN dapat mengubah mata anggaran dari data yang diterima

sedangkan dalam aplikasi MPN perubahan mata anggaran tersebut tidak bisa dilakukan.

2. Bank memberikan pelayanan ke nasabahnya sehingga data yang seharusnya dikoreksi oleh nasabah dilakukan oleh Bank sehingga data bisa menjadi tidak valid. Kesalahan ini seperti adanya perubahan NPWP penyetor. Perubahan NPWP penyetor ini terjadi dikarenakan banyaknya pemekaran wilayah KPP sehingga banyak dari wajib pajak yang tidak mengetahui adanya perubahan nomor NPWP.

3. Bentuk Format data NTB (Nomor Transaksi Bank) yang berbeda antara yang disampaikan ke KPPN dengan yang disampaikan ke MPN sehingga pada saat dilakukan rekonsiliasi bisa terjadi ketidaksesuaian data. Kesalahan ini terjadi seperti : Format data yang disampaikan ke MPN berisi data alfanumerik sedangkan yang disampaikan ke KPPN hanya data numerik.

IV.1.2.c. Belum optimalnya implementasi sistem aplikasi

Belum optimalnya implementasi sistem aplikasi yang ada saat ini:

Page 31: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 24

a. Proses pengembangan yang tidak mengikuti System Development Life Cycle (SDLC) SDLC dalam pemrograman sangat penting perannya dalam menjamin proses operasionalisasi suatu sistem informasi yang digunakan. SDLC memiliki tahapan yakni penilaian kebutuhan (need assessment), design specifications, design/develop/test software, implement system, support operations dan performance evaluation. Permasalahan yang ada adalah masih terdapatnya perancangan sistem yang dilakukan secara terpisah dan tidak bersifat in-line. Kelemahan dalam proses disain awal program yaitu tidak adanya penyusunan user requirement yang didokumentasi secara formal untuk dijadikan acuan dalam proses operasionalisasi sistem berikutnya. Selanjutnya, ineksistensi requirement tersebut mengakibatkan hilangnya satu mata rantai dalam proses pengolahan data sistem akuntansi pemerintahan. Hal ini pada akhirnya berdampak pada aplikasi sistem yang memiliki potensi problematik dalam hal validitas dan realibilitas data.

b. Belum dimanfaatkannya web-based programming Sistem pemrograman komputer dapat dilakukan baik melalui desktop-based yakni berbasis PC-client maupun melalui web-based yakni berbasis jejaring internet. Perbedaan antara kedua itu adalah untuk yang pertama diperlukan proses instalasi sehingga aksesibilitasnya terbatas; sedangkan cara kedua tidak memerlukan proses instalasi dan dapat diakses dari client manapun yang memenuhi syarat keamanan. Keunggulan di web-based programming adalah efisien dan efektif sesuai dengan filosofi web-based programming itu sendiri yakni single entry, single database, multi process dan multi output. Permasalahan yang ada adalah belum teroptimalisasinya web-based programming yang mengakibatkan ketidakandalan data akibat akses yang terbatas dan permasalahan yang terjadi pada tahapan instalasi program.

c. Pengendalian Internal Pengelolaan Data Elektronik yang belum memadai Pengendalian Internal Pengolahan Data Elektronik meliputi pengendalian otorisasi, pengendalian input, pengendalian proses, dan pengendalian output. Permasalahan pengendalian intern yang masih belum memadai antara lain mencakup pengendalian pengembangan aplikasi pendukung penyusunan LKPP, kelemahan dalam pengendalian computer operation, kelemahan dalam pengendalian IT security, kelemahan dalam aplikasi SAI, masih terdapat transaksi-transaksi yang tidak teridentifikasi kode satker maupun nomor dokumennya, dan tabel referensi pada aplikasi LKPP dan pendukung yang belum memadai.

d. Database yang masih tersebar IV.1.2.d. Jaringan dan kapasitas komputer yang minim di beberapa tempat

Jaringan dan kapasitas komputer adalah salah satu elemen yang penting dalam mengoptimalisasi implementasi sistem informasi yang ada. Masih

Page 32: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 25

lambatnya jaringan komputer dan bahkan kapasitas komputer yang tidak memadai dalam mengoperasionalkan sistem menjadi kendala tersendiri.

IV.1.3. Ketidakpatuhan terhadap peraturan yang telah ada

IV.1.3.a. Minimnya sanksi dan insentif

Sanksi yang tegas akan ketidakpatuhan terhadap peraturan termasuk tidak adanya insentif bagi pengelola keuangan yang tertib, mempengaruhi kinerja setiap unit/pengelola keuangan dalam melakukan tugas terkait dengan pelaporan keuangan. Sanksi dan insentif yang tegas dapat dijadikan motivasi pegawai dalam bekerja dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan.

IV.1.3.b. Ketidaktaatan dalam melakukan rekonsiliasi Adanya berbagai peraturan terkait dengan rekonsiliasi belum diimplementasikan oleh para pelaksana akuntansi.

IV.1.3.c. Ketidaktaatan dalam mengirimkan dokumen sumber Ketidaktaatan dalam mengirimkan dokumen sumber memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap angka suspen dalam LK. Ketidaktaatan pegawai dalam mengirimkan dokumen sumber antara lain disebabkan oleh kualitas SDM, tidak adanya pemahaman dari pegawai mengenai pentingnya tupoksi yang dilaksanakan pada pihak lain yang mengakibatkan, antara lain:

o Dalam transaksi pengeluaran, kerap ditemui ketidaktaatan petugas kantor pos dalam mengirimkan dokumen sumber ke KPPN yang mengakibatkan perbedaan data.

o Dalam transaksi pembiayaan, ketidaktaatan dalam mengirim data sumber terjadi pada saat Note of Disbursement (NOD) tidak dikirim oleh lender. Selain itu juga dapat terjadi kesalahan kirim sehingga Ditjen PU tidak melakukan pencatatan sementara Ditjen Perbendaharaan cq. Dit. PKN tetap melakukan pencatatan berdasarkan nota kredit yang diterima oleh bank koresponden.

IV.1.4. Kualitas SDM yang belum memadai

Reformasi bidang akuntansi yang secara teknis lebih sulit juga turut menciptakan demand yang lebih tinggi terhadap skilled labor. Kenyataan masih belum andalnya laporan keuangan mengindikasikan perlu adanya perbaikan pada kebijakan di bidang SDM. Kapasitas SDM khususnya kualitas SDM di bidang Akuntansi dan Pelaporan pada setiap Kementerian Negara/Lembaga perlu mendapat perhatian khusus karena SDM di bidang tersebut merupakan ujung tombak penyusunan LKPP. Dinamika yang terdapat dalam berbagai peraturan termasuk sistem yang terus berubah dalam rangka perbaikan mensyaratkan SDM yang mampu mengakomodasi perubahan tersebut.

Page 33: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 26

Berbagai masalah teknis yang membutuhkan keterampilan yang relatif sulit mensyaratkan adanya fasilitator dalam menyelesaikan berbagai permasalahan teknis tersebut. Minimnya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan antara lain mengakibatkan kurangnya kapasitas SDM di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan. Terkait dengan hal ini berbagai intervensi kebijakan telah dilakukan antara lain melalui pelaksanaan Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) di Departemen Keuangan, Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP), dan pelaksanaan Bimbingan Teknis. Namun demikian, kebijakan pengelolaan SDM pada Kementerian Teknis juga perlu diperhatikan untuk mendukung berbagai program peningkatan kapasitas SDM akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Permasalahan dalam bidang SDM ini terkait erat dengan alokasi dana yang dikucurkan bagi kegiatan di bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Pada lingkup Departemen Keuangan sendiri, penggunaan alokasi dana bagi kegiatan bidang AKLAP memiliki standar yang berbeda yang mengakibatkan hambatan bagi program sosialisasi, penyuluhan dan bimbingan teknis. IV.2. Analisis Tujuan Analisis tujuan dilakukan dengan mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai dengan membuat kalimat kontra (kalimat positif) dari pohon masalah. Berdasarkan permasalahan maka tujuan yang ingin dicapai dari Program untuk menekan atau menghapus suspen ini adalah sebagaimana tampak dalam diagram 4.2. Pohon Tujuan (lihat halaman 28). Tujuan secara luas adalah LKPP dengan opini yang diberikan oleh BPK sebagai indikasi semakin membaiknya proses pengelolaan keuangan negara. Salah satu pendukung dari tujuan tersebut adalah peningkatan SPI yang diharapkan menekan atau menghapus angka nominal suspen yang tercantum dalam Laporan Keuangan. IV.2.1. Sistem akuntansi yang memadai IV.2.1.a. Prosedur pencatatan yang jelas

a. Asumsi pencatatan yang jelas Walaupun telah diatur dalam SAP dan Bultek hal-hal terkait metode pencatatan, asumsi lebih teknis dalam pencatatan perlu diatur secara lebih jelas. Asumsi pencatatan seperti nilai bruto atau neto terutama terkait transaksi pembiayaan perlu diatur. Dalam tataran yang lebih luas, perlu diatur prosedur pencatatan dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan terjadinya situasi yang memungkinkan perbedaan pencatatan dimaksud.

b. Waktu pencatatan untuk menghindari time lag

Page 34: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 27

IV.2.1.b. Bagan Akun Standar termasuk kodefikasi yang mapan a. Formalisasi kode-kode yang dipakai dalam sistem akuntansi

Perlu dilakukan formalisasi kode-kode seperti kode bank, referensi dsb. Untuk itu perlu ditunjuk suatu unit berwenang dalam memformalisasikan kode-kode ini agar penyeragaman kode dapat dilakukan secara komprehensif termasuk diperlukannya aturan yang jelas dari proses updating kodefikasi dalam BAS.

b. Penunjukan unit berwenang juga mengambil contoh DJA sebagai unit berwenang menetapkan kode satuan satker. Diharapkan, unit yang melakukan formalisasi tersebut, menguasai terlebih dahulu sistem manajemen informasi dan akuntansi termasuk subsistem yang ada di dalamnya. Permasalahan kodefikasi juga dapat diatasi melalui peningkatan koordinasi dan komunikasi antar unit penetap kode

IV.2.1.c. Prosedur rekonsiliasi yang lengkap Terkait dengan permasalahan prosedur rekonsiliasi yang belum memadai, maka perlu diambil prompt response terhadap data/informasi yang tidak andal dan perlu ditindaklanjuti dengan prosedur rekonsiliasi. Penyusunan prosedur rekonsiliasi termasuk intensifikasi pelaksanaan rekonsiliasi perlu dilakukan dalam area penerimaan perpajakan, hibah, transfer ke daerah, bendahara, BUMN dan KKKS.

Page 35: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 28

Gambar 4.2. Skema “Pohon Tujuan” (Objectives tree)

Ket: Suspen merupakan salah satu penyebab disclaimer

LKPP Dengan Opini

Suspen=0

Data Keluaran Sistem Belum Andal Rekonsiliasi Efektif

Lemahnya SPI

1.1. Sistem Akuntansi yang Memadai 

1.2. Sistem Informasi yang Mapan

1.3. Peningkatan Kepatuhan Terhadap Peraturan

1.4. Kualitas SDM yang Memadai

1.4.a. Adanya Sense of

Ownershi

1.4.b. Kapasitas Di Bidang IT

dan Aklap yang Baik

1.3.c. Kontrol yang Kuat

1.3.b. Kejelasan Peraturan

1.3.a. Tegasnya Penerapan Sanksi dan Insentif

1.2.a. Terintegrasinya Sistem Aplikasi

1.2.b. Mapannya MPN sebagai salah satu alat Pengendalian

1.1.a. Prosedur Pencatatan yang Jelas

1.1.c. Prosedur Rekonsiliasi yang Lengkap

1.1.a.i. Kejelasan Asumsi yang Dipakai Dalam Pencatatan

1.1.a.ii. Aturan Waktu Pencatatan yang Memadai

1.1.a.iii Tersedianya Prosedur pencatatan Di Beberapa Area

1.2.c. Optimalisasi Implementasi Sistem Aplikasi

1.2.d. Jaringan dan kapasitas Komputer yang Memadai Di Beberapa Tempat

1.1.b. Bagan Akun Standar termasuk Kodefikasi yang Mapan

HASIL AKHIR 

ALAT

Page 36: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 29

IV.2.2. Sistem informasi yang mapan

IV.2.2.a. Integrasi sistem aplikasi penyusunan LKPP

Integrasi sistem informasi mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban perlu diupayakan dalam pengembangan sistem informasi yang ada yang diharapkan dapat menghapuskan adanya overlapping pengelolaan database. Salah satu signifikansi sistem informasi dalam penyusunan laporan keuangan adalah penyediaan laporan secara tepat waktu dan format yang dapat digunakan (usable form). Salah satu ciri sistem informasi yang mapan adalah terintegrasinya sistem informasi terutama terkait dengan reformasi yang sudah mulai mendesentralisasikan sistem (SAI) kepada masing-masing satker. Dengan adanya paradigma pengeluaran jangka menengah dalam penganggaran (MTEF), integrasi sistem informasi juga semakin diperlukan dalam mendukung kebutuhan masing-masing satker dalam menyesuaikan strategi alokasi sumber daya dengan target kinerja dalam rencana penganggaran multi tahun.

IV.2.2.b. Pengembangan dan perbaikan Modul Penerimaan Negara sebagai salah satu alat dalam sistem pengendalian intern Terkait dengan sistem informasi, perlu dilakukan penyempurnaan tool dalam rekonsiliasi antara data MPN dan SisPen, monitoring semua data per KPPN, yaitu data Seksi Vera yang direkonsiliasi dengan data seksi Bendum, monitoring data belanja antara SAI dan SAKUN, baik di tingkat satker, KPPN maupun di tingkat Pusat (Dit. APK dan Departemen).

IV.2.2.c. Optimalisasi implementasi sistem aplikasi Implementasi sistem aplikasi yang ada saat ini perlu dioptimalkan melalui: a. Proses pengembangan yang mengikuti System Development Life Cycle

(SDLC) b. Pemanfaatan web-based programming

Pemanfaatan web-based programming perlu dilakukan terutama dalam rangka peningkatan keandalan sistem dan kualitas data. Peningkatan ini diharapkan bisa tercapai dengan berfokus pada filosofi web-based programming itu sendiri sebagai sistem yang : • Single entry : bertujuan mengurangi error dan duplikasi data

sumber). • Single database:bertujuan meningkatkan konsistensi dan

reliabilitas data melalui supervisi/sekuritas yang lebih terpusat tetapi sekaligus efisien melalui akses yang luas.

• Multi process : bertujuan meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas sistem

• Multi output: bertujuan meningkatkan efisiensi c. Intensifikasi Pengendalian Intern Pengolahan Data Elektronik

Pengendalian Intern Pengolahan Data Elektronik meliputi pengendalian otorisasi, pengendalian input, pengendalian proses, dan pengendalian output. Pengendalian intern masih belum memadai.

Page 37: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 30

Permasalahan lain antara lain juga mencakup pengendalian pengembangan aplikasi pendukung penyusunan LKPP, kelemahan dalam pengendalian computer operation, kelemahan dalam pengendalian IT security, kelemahan dalam aplikasi SAI, masih terdapat transaksi-transaksi yang tidak teridentifikasi kode satker maupun nomor dokumennya, dan tabel referensi pada aplikasi LKPP dan pendukung yang belum memadai.

IV.2.2.d. Perbaikan Jaringan dan Kapasitas Komputer Karena jaringan dan kapasitas komputer adalah salah satu elemen yang penting dalam mengoptimalisasi implementasi sistem informasi yang ada, peningkatan kapasitas dan kualitas jaringan komputer (beserta dukungan pemeliharaannya) juga tidak kalah pentingnya dalam mewujudkan suatu sistem informasi akuntansi yang handal.

IV.2.3. Peningkatan kepatuhan terhadap peraturan yang ada Tujuan lain yang perlu dicapai untuk mengurangi angka suspen adalah meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan yang telah ada. 1. Meningkatkan ketaatan dalam melakukan rekonsiliasi dan verifikasi data 2. Meningkatkan ketaatan dalam mengirimkan dokumen sumber

Alternatif penyelesaian untuk dokumen sumber yang tidak dikirim oleh petugas kantor pos kepada KPPN antara lain dapat dilakukan dengan : • melakukan penyetoran juga di bank persepsi yang bersangkutan; • ada petugas di KPPN yang khusus menangani hal ini; • KPPN agar pro-aktif dalam melakukan konfirmasi kepada kantor-kantor

pos penerimaan. Secara umum, dalam mendukung ketaatan dalam pengiriman dokumen

sumber dapat diberlakukan melalui penerapan sanksi bagi para petugas yang tidak mengirimkan dokumen sumbernya secara tepat waktu. Untuk itu perlu disusun suatu aturan khususnya dalam area transaksi pembiayaan (hibah dan utang).

3. Menyusun SOP (Standard Operating Procedure) dalam pengolahan data dalam rangka akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.

4. Penerapan sanksi dan insentif Penerapan sanksi dan insentif seyogyanya tidak hanya menjadi retorika saja. Sanksi selalu melekat pada setiap peraturan yang ada, namun perlu adanya enforcement atas sanksi tersebut. Insentif perlu juga diperkenalkan sebagai upaya mendorong implementasi yang lebih efektif.

IV.2.4. Kualitas SDM yang memadai Berbagai solusi bagi peningkatan kapasitas SDM telah didiskusikan dan diusulkan dalam berbagai koordinasi antar organisasi. Salah satunya adalah Kesimpulan Rapat Koordinasi di Bidang Akuntansi dan Pelaporan Ditjen Perbendaharaan tahun 2009 yang menetapkan rekomendasi yang patut dikembangkan di bidang peningkatan kapasitas SDM sebagai berikut:

1. Melaksanakan Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) secara berkala dengan jumlah peserta yang ditargetkan

Page 38: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 31

2. Peserta yang lulus dari PPAKP harus bekerja kembali di tempat semula selama 5 (lima) tahun diusulkan untuk diubah menjadi dapat dimutasi ke tempat lain, sepanjang sesuai kompetensi dari diklat PPAKP yang telah dimilikinya

3. Meningkatkan partisipasi pelaksana dalam pemecahan masalah di bidang AKLAP

4. Memberdayakan pelaksana sebagai narasumber kegiatan sosialisasi, trouble shooter, bimbingan teknis, dll.

5. Remunerasi (insentif) yang memadai bagi petugas penyusun Laporan Keuangan di satker/kementerian/lembaga.

Pelatihan atau training diharapkan dapat menyamakan persepsi dari para peserta mengenai pentingnya data olahan dalam penyusunan LKPP dan dalam konteks pertanggungjawaban keuangan Pemerintah. Pelatihan atau training dapat memberikan pemahaman bagi para pelaksana akuntansi mulai dari tingkat paling rendah sampai dengan paling tinggi. Pada gilirannya pelatihan atau training juga akan meningkatkan kualitas SDM dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sehari-hari. Di samping itu, Rakor AKLAP juga telah merekomendasikan pentingnya peningkatan pemahaman Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W) dan Satuan Kerja (Satker) terhadap penyusunan laporan keuangan. IV.3. Analisis Strategi Berdasarkan analisis tujuan di atas, maka dapat diidentifikasi strategi yang diperlukan sebagai mana ditampilkan skema pohon strategi berikut (lihat Skema 4.3.) IV.3.1. Strategi kebijakan Strategi kebijakan meliputi penyempurnaan berbagai peraturan dan prosedur di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan. Belum diaturnya berbagai prosedur dan sistem akuntansi yang berakibat pada belum dapat dilaksanakannya proses pencatatan dan verifikasi yang tepat dari berbagai transaksi perlu direspon melalui penyusunan sistem akuntansi yang diperlukan. Untuk ini, Pemerintah perlu mengidentifikasi berbagai aturan yang belum diatur tersebut baik melalui survei di lapangan maupun melalui permasalahan yang setelah ditelusuri disebabkan oleh ineksistensi peraturan terkait dengan itu. Kebijakan baik berupa peraturan/prosedur dan seterusnya bersifat interpretatif. Dengan demikian perlu dibarengi dengan sosialisasi yang intens untuk menyamakan bahasa dan pemahaman atas substansi dari peraturan itu sendiri.

Page 39: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 32

Gambar 4.3. Skema “Pohon Strategi” (Strategic Tree)

Ket: Suspen merupakan salah satu penyebab disclaimer

1.1.Sistem Akuntansi yang Memadai 

1.2.Sistem Informasi yang Mapan

1.3.Peningkatan Kepatuhan Terhadap Peraturan

1.4.Kualitas SDM yang Memadai

1.1.a. Prosedur Pencatatan yang Jelas

1.1.b. Bagan Akun Standar termasuk Kodefikasi yang Mapan

1.1.c. Prosedur Rekonsiliasi yang Lengkap

1.2.a. Terintegrasinya Sistem Aplikasi

1.2.b. Mapannya MPN sebagai salah satu alat

1.2.c. Optimalisasi Implementasi Sistem Aplikasi

1.2.d. Jaringan dan Kapasitas Komputer yang Memadai Di Beberapa Tempat

1.3.a. Tegasnya Penerapan Sanksi dan Insentif

1.3.b. Kejelasan Peraturan

1.3.c. Kontrol yang Kuat

1.4.a. Adanya Sense of

Ownership

1.4.b. Kapasitas Di Bidang

IT dan Aklap yang

Baik

1.1.a.i. Kejelasan Asumsi yang Dipakai Dalam Pencatatan

1.1.a.ii. Aturan Waktu Pencatatan yang Memadai

1.1.a.iii Tersedianya Prosedur pencatatan Di Beberapa Area

Page 40: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 33

IV.3.2. Strategi IT Strategi IT perlu mendapat perhatian lebih, karena apabila ditelusuri penyebab suspen banyak yang terkait dengan IT (sistem informasi). Hal ini telah dimulai oleh Pemerintah dengan memperbaiki strategi sistem informasi yang menjadi salah satu poin dalam rencana tindak Pemerintah atas temuan BPK. Strategi IT yang fit dalam konteks penyusunan laporan keuangan perlu disusun dan dikembangkan dengan mengikutsertakan para stakeholders sebagai pelaksana yang mengetahui langsung keadaan di lapangan. Sebagai pedoman, strategi IT harus dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan pengguna dan tujuan dari aktivitas, harus bertujuan mengembangkan strategi sistem informasi yang terintegrasi dan menghindari pendekatan partial (yang memenuhi kebutuhan tertentu namun mempersulit penerapan sistem dalam konteks yang lebih luas), dan menjamin bahwa strategi tersebut sesuai dengan aturan dan proses yang berlaku.

Saat ini, Pemerintah khususnya Ditjen Perbendaharaan telah menyusun IT Strategi 2006-2008 yang berfungsi sebagai strategi teknologi informasi di lingkungan Ditjen Perbendaharaan tahun 2006-2008. IT Strategi tersebut terbagi dalam 3 (tiga) bagian yakni strategi di bidang pengembangan sistem informasi, strategi di bidang pengembangan teknologi dan komunikasi dan strategi di bidang pengembangan sumber daya manusia. Dalam kaitannya dengan upaya penurunan suspen, IT strategi ini melekat dan harus menjadi panduan dalam mengembangkan teknologi informasi pendukung aplikasi dan penerapan sistem akuntansi. Salah satunya adalah mengupayakan sinergi yang berorientasi sinkronisasi dan integrasi rangkaian aplikasi pendukung sistem keuangan pemerintah secara komprehensif, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pembukuan, pelaporan dan pertanggungjawaban.

IV.3.3. Strategi SDM Strategi SDM terkait dengan pengelolaan keuangan telah dilakukan oleh Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan. Namun demikian, untuk mengoperasikan sistem aplikasi membutuhkan dukungan SDM yang memiliki keterampilan khusus di bidang IT dan juga bidang Akuntansi. Permasalahan SDM sendiri dalam birokrasi merupakan masalah klasik yang salah satu solusi telah juga dilaksanakan dari waktu ke waktu oleh Depkeu yakni dengan melakukan training/pelatihan/bimbingan teknis dan sebagainya. Evaluasi mengenai pelaksanaan training/pelatihan itu sendiri seyogyanya menjadi feedback bagi pengembang pelatihan itu sendiri. Kendala yang ada di lapangan antara lain terlalu singkatnya waktu pelatihan dengan materi yang cukup banyak menghambat daya serap peserta pelatihan. Minimnya ownership mengenai reformasi itu sendiri turut mempengaruhi upaya peserta untuk terus meningkatkan keterampilannya sendiri di lapangan. Strategi SDM pada gilirannya harus dapat bersinergi dengan strategi yang lain.

Page 41: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 34

IV.4. Analisis Asumsi Asumsi adalah isu-isu penting yang dapat mempengaruhi kesuksesan dari suatu tujuan. Asumsi bisa benar bisa juga tidak benar, dan untuk menilai suatu asumsi itu benar perlu dianalisis untuk membantu menilai kelayakan suatu program/proyek yang ingin dilakukan. Jika asumsi itu benar, maka asumsi itu dimasukkan dalam logframe matriks, demikian juga sebaliknya yakni jika asumsi tidak benar maka asumsi itu seyogyanya tidak dimasukkan dalam matriks. Kecenderungan kesuksesan program yang dilakukan bergantung pada validnya asumsi yang diidentifikasi. Semakin valid asumsi maka semakin tinggi causal theory dari program itu sendiri. Asumsi dalam program penurunan suspen dalam LKPP adalah sebagai berikut: 1. Kondisi makroekonomi yang mendukung 2. Tidak adanya perubahan kebijakan akuntansi 3. Komitmen pimpinan

Pimpinan dalam organisasi memiliki peran yang penting dalam mencapai suatu tujuan. Dalam kaitannya dengan aktivitas yang ingin dilakukan, asumsi adanya komitmen pimpinan menjadi krusial. Tanpa adanya kesediaan pimpinan untuk menerapkan aktivitas dan komitmen yakni kemauan untuk mewujudkan aktivitas tersebut, maka kemungkinan pencapaian tujuan menjadi semakin kecil.

4. Kerjasama/koordinasi antar unit/institusi Berdasarkan analisis stakeholders yang telah dilakukan dapat dijustifikasi bahwa suspen merupakan isu yang melibatkan berbagai pihak baik pihak Kementerian Teknis (K/L), Departemen Keuangan dan juga pihak-pihak yang terkait dengan penerimaan dan pengeluaran seperti bank, kantor pos dan sebagainya. Dengan demikian, kerja sama dan koordinasi antar institusi sangat dibutuhkan agar program/kegiatan yang dilakukan dapat terlaksana dan mencapai tujuannya.

5. Tersedianya anggaran 6. Tersedianya IT experts 7. Kepatuhan terhadap peraturan 8. SDM yang memiliki kualifikasi untuk pelatihan 9. Permasalahan telah dianalisis dan telah diidentifikasi dengan baik 10. Dipatuhinya SDLC (System Development Life Cycle)

Pengembangan aplikasi tanpa mematuhi SDLC memberikan konsekuensi informasi yang tidak kompatibel dan tidak berkesinambungan. SDLC menjamin sistem yang bersinergi, dengan demikian diharapkan dapat mengurangi potensi terjadinya kesalahan (error) dan kegagalan (failure) dalam proses pengolahan data. Masih ditemukannya ketidakselarasan keperluan pengguna (detail requirement) dalam sistem aplikasi saat ini (contohnya sistem aplikasi SP2D, Bendum dan Vera) merupakan implikasi dari tidak dipatuhinya SDLC dalam pengembangan aplikasi. Di samping itu pada proses awal kerap tidak adanya penyusunan user requirement berakibat pada tahap operasionalisasi aplikasi dimana ketika pengguna mengalami masalah, mereka tidak memiliki panduan untuk menjawab permasalahan dimaksud. Ketiadaan dokumentasi formal menjadi permasalahan dalam

Page 42: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 35

sistem pengembangan aplikasi yang ada saat ini. Asumsi dipatuhinya SDLC diharapkan dapat meningkatkan probabilitas keberhasilan penerapan aplikasi yang sedang dikembangkan.

11. Penerapan reward and punishment yang jelas dan konsisten bagi penyelenggara akuntansi pemerintahan

IV.5. Logframe Matriks Logframe matriks didasarkan pada asumsi :’…jika hasil tercapai dan asumsi benar, maka tujuan dari kebijakan/proyek akan tercapai’ Perlu dipahami bahwa matrik LFA di bawah ini adalah ‘alat bantu’ dalam menganalisis. Dengan demikian, matriks ini dalam penyusunannya harus bersifat iterative dan terus diperbaharui. LFA ini berfungsi agar perencanaan tidak terlalu ‘kabur’ karena tidak adanya tujuan yang didefinisikan jelas. Kolom intervention logic menjadi kolom yang digunakan untuk memonitor atau mengevaluasi keberhasilan dari keseluruhan program ini. LFA dikembangkan dari pohon tujuan dan pohon strategi yang telah disusun. Adapun komponen dalam LFA adalah sebagai berikut: Asumsi: Kejadian, kondisi atau keputusan yang penting bagi keberlangsungan suatu proyek namun di luar kendali manajemen proyek; Aktivitas: kegiatan yang dilakukan dalam suatu proyek dalam mentransformasi input (dana, material) menjadi output (organisasi, bangunan); Tujuan: tujuan utama yang menjadi kontribusi proyek dalam jangka panjang dan menjelaskan alasan mengapa suatu proyek dilaksanakan; Input: dana, personil, material dan sebagainya yang diperlukan untuk menghasilkan output yang diinginkan. Lebih jelasnya, dapat dilihat tabel 4.3. (Matriks logframe) pada halaman berikut:

Page 43: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 36

Tabel 4.3. Matriks Logframe

Intervention Logic Indikator yang Dapat Diverifikasi Sumber Verifikasi Asumsi

Tujuan

LKPP dengan opini

Opini BPK

LHP BPK

LKPP

Kondisi makroekonomi yang stabil

Tidak adanya perubahan kebijakan akuntansi

Komitmen pimpinan

Sasaran

1. Peningkatan SPI

1. Adanya pengembangan sistem aplikasi LHP BPK Komitmen pimpinan

2. Adanya pengembangan sistem akuntansi

LKPP Kerja sama/koordinasi antar institusi yang baik

3. Jumlah peraturan terkait sistem akuntansi

Dokumentasi/laporan misalnya laporan pengadaan barang, laporan evaluasi pengembangan sistem dst

Tersedianya anggaran

4. Jumlah aturan terkait teknologi informasi Peraturan/SK/SE Tersedianya IT experts

5. Adanya pengembangan/revisi berbagai peraturan

Tersedianya SOP

2. Tidak adanya akun suspen 1. Nilai suspen yang menurun atau = 0 LHP BPK Komitmen pimpinan

2. Data yang dapat ditelusuri LKPP Kerjasama/koordinasi antar institusi

Berita Acara Rekonsiliasi Tersedianya SOP

Page 44: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 37

Hasil 1

Keluaran sistem yang andal

1. Kecocokan data yang dihasilkan dari dua sistem yang berbeda

Data keluaran sistem Kepatuhan terhadap peraturan

Berita Acara Rekonsiliasi

2. SDM di bidang IT dan akuntansi yang memadai

Laporan hasil training/pelatihan, Pelatihan Kantor Sendiri

Penempatan pegawai yang ikut training telah sesuai

LK K/L

Hasil 2

Rekonsiliasi yang efektif

Kecocokan data rekonsiliasi Berita Acara Rekonsiliasi Kepatuhan terhadap peraturan

Jumlah peraturan terkait rekonsiliasi Dokumentasi/laporan Kerja sama/koordinasi antar institusi

Jumlah peraturan terkait SOP Tersedianya SOP

Aktivitas Input/Sumber Daya

1. Pengembangan Sistem Akuntansi

a. Penyusunan prosedur/sistem akuntansi

1. SDM di bidang Akuntansi

2. Penanggung jawab program

3. Jaringan koordinasi

4. Peralatan dan perlengkapan

5. Dana operasional

1. Rencana program 2. Proposal anggaran

SDM yang memiliki kualifikasi untuk pelatihan,koordinasi dan kerjasama antar institusi, tersedianya anggaran dan masalah telah teridentifikasi dengan baik

b. Penyempurnaan prosedur pencatatan/sistem akuntansi yang sudah ada

c. Pengembangan BAS dan kodefikasi

d. Penentuan unit organisasi yang bertanggungjawab terhadap kodefikasi

Page 45: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 38

e. Penyempurnaan prosedur rekonsiliasi seperti penunjukkan koordinator rekonsiliasi pada Kanwil Perbendaharaan

f. Penyusunan SOP

2. Pengembangan Sistem Informasi

a. Integrasi sistem aplikasi 1. IT experts

2. Anggaran untuk pengadaan

3. Leader/pemimpin program

4. Technical assistance

5. Peer reviews

1. Rencana program

2. Proposal anggaran

SDM yang memiliki kualifikasi untuk IT, keinginan untuk koordinasi dan kerjasama, dipatuhinya SDLC ((System Development Life Cycle) dalam pengembangan aplikasi, tersedianya anggaran, identifikasi masalah

b. Pengembangan sistem aplikasi

c. Optimalisasi implementasi sistem aplikasi

b. Jaringan dan kapasitas komputer yang memadai

c. Penyempurnaan dan pengembangan tool MPN

d. Penyempurnaan dan pengembangan tool di KPPN

3. Pengembangan SDM

a. Pelaksanaan training 1. Anggaran untuk pelatihan

2. Koordinasi antar institusi

3. Kepemimpinan yang efektif

4. Anggaran untuk penerapan insentif

1. Rencana program

2. Proposal anggaran

SDM yang memenuhi prasyarat untuk pelatihan, keinginan untuk koordinasi dan kerjasama, permasalahan telah teridentifikasi dengan baik

b. Penerapan sanksi dan insentif

c. Pelaksanaan Pelatihan Kantor Sendiri secara periodik

Page 46: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 39

Bab V

Kesimpulan dan Rekomendasi Berbagai hal yang mengakibatkan terjadinya suspen berasal dari berbagai sumber yang berbeda-beda. Untuk itu, agar dapat melakukan intervensi yang efektif, perlu dilakukan peng-clusteran permasalahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa berbagai permasalahan yang berimplikasi pada nilai suspen berasal dari tiga hal yakni: (1) sistem dan kebijakan akuntansi; (2) teknologi informasi; dan (3) sumber daya manusia (SDM). Dengan demikian, strategi dalam menurunkan atau meniadakan nilai suspen dalam rangka peningkatan SPI yang harus dimiliki juga harus mengacu kepada tiga isu di atas. Berdasarkan uraian tersebut di atas, yakni analisis masalah yang di dalamnya termasuk need assessment, analisis tujuan, analisis strategi, analisis asumsi dan pengembangan matriks logframe, maka laporan ini memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut :

1. Penyusunan prosedur/sistem akuntansi 2. Penyempurnaan prosedur pencatatan/sistem akuntansi yang sudah ada 3. Pengembangan BAS dan kodefikasi 4. Penentuan unit yang bertanggung jawab pada kodefikasi 5. Penyempurnaan prosedur rekonsiliasi 6. Integrasi sistem aplikasi 7. Penyempurnaan sistem aplikasi yang sudah ada

a. Penyempurnaan tool dalam rekonsiliasi antara data MPN dan SisPen b. Pengadaan komputer dan perangkat terkait di semua lini

Pemerintahan yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan 8. Pelaksanaan training

Pelaksanaan pelatihan/training seperti Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) secara periodik, PPAKP dan sejenisnya

9. Peningkatan monitoring data. Peningkatan monitoring data antara lain monitoring semua data per KPPN, yaitu data Seksi Vera yang direkonsiliasi dengan data seksi Bendum, monitoring data belanja antara SAI dan SAKUN, baik di tingkat satker maupun KPPN maupun di tingkat Pusat (Dit. APK dan Departemen

10. Penerapan sanksi dan insentif yang tegas Untuk mengatasi permasalahan ketidakpatuhan terhadap peraturan diperlukan ketegasan dalam pemberian sanksi. Namun demikian insentif bagi para penyusun laporan keuangan juga perlu diberikan dalam mendorong pelaksanaan pekerjaan secara lebih efektif. Kinerja penyusun laporan keuangan memberikan dampak yang cukup luas bagi kredibilitas Pemerintah, untuk itu mekanisme reward juga perlu diatur bersama-sama dengan sanksi itu sendiri.

11. Melakukan analisis cost-benefit untuk menentukan resources yang digunakan

dalam implementasi aktivitas

Page 47: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 40

12. Mendorong tercapainya asumsi-asumsi yang telah diidentifikasi dalam matriks logframe sebagai kunci keberhasilan program.

Page 48: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen

Laporan Manajerial Perbendaharaan

“Kajian Terhadap Suspen dan Upaya Meningkatkan Keandalan Data Laporan Keuangan” 41

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Keuangan, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), 2004-2007, Jakarta Departemen Keuangan, 2009, Rencana Tindak Pemerintah terhadap Temuan BPK atas LKPP tahun 2008, Jakarta Diamond, J, 2006, Budget reform in emerging economies: the challenges and the reform agenda, IMF, Washington, D.C. European Commisssion, Project Cycle Management Guidelines, 2004, Brussels. Nordiawan, Deddi, 2006, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (beserta lampirannya), SetNeg RI, Jakarta Schiavo-Campo & Tomassi, 1999, Managing Government Expenditure, ADB Tim Perumusan Strategi Pokok dan Pemanfaatan Sistem dan Teknologi Informasi, IT Strategy Ditjen Perbendaharaan 2006-2008, Ditjen Perbendaharaan, Jakarta Widjajarso, Bambang dkk. 2006, Akuntansi Pemerintahan-Teori dan Praktik, LPKPAP BBPK Depkeu RI, Jakarta World Bank, 1998, Public Expenditure Management Handbook, Washington, D.C.

Page 49: Laporan Manajerial Perbendaharaan - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/2070/1/laporan... · Laporan Manajerial Perbendaharaan “Kajian Terhadap Suspen