Upload
praprimadani-mursyid
View
3.674
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gigi dan rongga mulut dapat menjadi fokus infeksi yang kemudian
mempengaruhi kondisi sistemik seseorang. Salah satu faktor yang
menyebabkan hal tersebut adalah penjalaran atau penyebarannya ke organ lain.
Hal ini menjadi sangat penting untuk dipelajari karena seorang dokter
diharuskan menatalaksana pasien secara holistik, di mana di dalamnya
termasuk eradikasi sumber infeksi, menghentikan penyebaran infeksi, dan
mengatasi infeksi yang telah timbul. Oleh karena itu, proses penyebaran infeksi
dari satu fokus ke organ lain perlu untuk dipelajari. Rongga mulut memiliki
berbagai macam organisme yang berkembang. Oleh karena itu, kemungkinan
rongga mulut menjadi fokus infeksi cukup besar apalagi bila terdapat
ketidakseimbangan antara faktor host, agen, dan lingkungan.
Pembengkakan yang terjadi rongga mulut yang dapat terlihat baik secara
intraoral maupun ekstraoral merupakan salah satu tanda adanya infeksi, dan
apabila diawali oleh rasa sakit gigi pada daerah yang mengalami
pembengkakan maka dapat dicurigai terjadi infeksi odontogenik.
Infeksi odontogenik adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam sulcus
gingival, dan mukosa mulut. Etiologi tersering adalah bakteri kokus aerob
gram positif, kokus anaerob gram positif, dan batang anaerob gram negative.
Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan
periodonititis. Jika bakteri mencapai jaringan yang lebih dalam melalui
nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi
odontogenik.
Apabila perkembangbiakan telah terjadi maka, pada jaringan akan
mengalami berbagai macam infeksi, mulai dari yang ringan sampai yang
sangat berat bahkan dapat berakibat fatal seperti: Abses, Selulitis juga
Phlegmon atau Ludwigs Angina.
B. Tujuan
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
tentang gambaran klinis infeksi odontogenik pada regio oromaksilofasial dan
penyebarannya, serta tindakan bedah mulut minor yang dikombinasikan
dengan pengobatan simtomatis.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan gambaran klinis tentang infeksi oromaksilofasial
2. Menjelaskan penyebaran infeksi oromaksilofasial
3. Menjelaskan prinsip perawatan dengan tindakan bedah mulut minor
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
Seorang pasien wanita berusia 19 tahun, datang ke klinik gigi dengan keluhan
rasa sakit yang kompleks pada pipi sebelah kanan bawah belakang, disertai
pembengkakan, dan kemerahan, tidak bisa membuka mulut optimal. Pasien
merasa demam. Awalnya empat hari yang lalu pasien mengalami sakit gigi yang
luar biasa.
Kata / kalimat kunci
Wanita usia 19 tahun
Rasa sakit yang kompleks
Pipi sebelah kanan bawah belakang
Pembengkakan
Kemerahan
Tidak bisa membuka mulut optimal
Demam
4 hari yang lalu pasien mengalami sakit gigi yang luar biasa
Pertanyaan - pertanyaan penting
1. Apa yang dimaksud dengan infeksi odontogenik, macam – macam infeksi
odontogenik, serta bagaimana gambaran klinisnya?
2. Apa saja etiologi dari infeksi?
3. Bagamana mekanisme penyebaran infeksi?
4. Apa kasus ini ada hubungannya dengan pertumbuhan gigi M3, mengingat
di skenario dinyatakan bahwa rasa sakit kompleks pada pipi sebelah kanan
bawah belakang?
5. Bagaimana hubungan terjadinya trismus (tidak bisa membuka mulut
optimal) dengan pipi bengkak?
6. Mengapa pasien mengalami gejala demam?
7. Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus?
8. Bagaimana perawatan yang tepat pada kasus?
9. Antibiotik apa saja yang dapat digunakan pada terapi infeksi?
10. Bagaimana evaluasi yang dilakukan stelah perawatan?
INFEKSI ODONTOGENIK
Definisi 1
Infeksi: masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme didalam tubuh yang
menyebabkan kerusakan pada sel-sel dan jaringan tubuh
Infeksi odontogenik: infeksi yang disebabkan oleh kerusakan gigi akibat dari
adanya kerusakan pada gigi.
Macam-macam : 1
A. Infeksi orofasial akut
- Abses odontogenik
Abses odontogenik akut menimbulkan gejala sakit yang kompleks,
pembengkakan, kemerahan supurasi, gangguan pengecapan dan bau
mulut. Keluhan utama adalah rasa sakit dengan nyeri tekan regional
yang ekstrem yang tidak mempan diobati dengan analgesik biasa
secara nyata mengganggu pada waktu makan, tidur, dan pada waktu
melakukan prosedur hiegene mulut.
- Infeksi jaringan Lunak
Banyak infeksi jaringan lunak odontogenik dan non-odontogenik pada
mulanya melibatkan periosteum dengan membentuk abses (abses
subperiostal) atau merupakan pengembangan dari periostitis. Regio
subperiosteal, karena sifat anatomisnya yang terbatas mudah terkena
penyebaran infeksi dari tulang atau infeksi yang terjadi sebagai
komplikasi sesudah mengalami kelukaan.
Selulitis
Pada kondisi akut , peradangan diffuse masuk ke jaringan ikat
longgar yang ditemukan dibawah kulit.
Pada mulanya, pembengkakan yang terjadi pada selulitis terbatas
pada daerah tertentu yaitu satua atau dua ruangan fasial yang tidak
jelas batasnya.
Gambaran klinis : karakteristik dari penyakit ini yaitu edema, sakit
kepala dan kemerahan pada kulit.
Pada tahap awal, selulitis terasa lunak atau kenyal saat palpasi,
tanpa kemunculan pus, sementara pada tahap lebih berat, dapat
terjadi supurasi. Pada tahap ini, pus berada pada sisi focus kecil
pada jaringan dalam.
Ludwig’s angina merupakan infeksi/selulitis bilateral yang parah,
yang mengenai region servikal, sublingual, submandibular,
disertai pergeseran posisi lidah dan kemungkinan tersumbatnya
saluran pernapasan.
Gambaran klinisnya yaitu menimbulkan kesulitan menelan yang
parah, berbicara dan bernapas, pengeluaran saliva. Keterlibatan
bilateral dari ruang mandibular dan submental menghasilkan rasa
sakit yang parah, tanpa fluktuasi yang nyata, karena pus berada
pada daerah yang dalam jaringan, saat keterlibatan bilateral dari
ruang sublingual menyebabkan rasa sakit edema pada dasar mulut
dan lidah. Pembengkakan pada sublingual menyebabkan lidah
terangkat, menempati semua rongga mulut dan tertekan ke
belakang sehingga menekan epiglottis dan menyebabkan obstruksi
jalan napas.
- Infeksi jaringan keras
Osteitis akut
Apabila tidak terjadi dry soket, osteitis akut pada struktur tulang
orofasial hampir tidak akan terjadi. Walaupun salah satu faktor
etiologi alveolitis adlah mikoroorganisme , keberadaannya
dimanifestasikan dengan adanya respon inflamatorik akut kadang-
kadang pernanahan serta kehancuran jaringa tulang.
Osteomielitis akut
Yaitu komplikasi yang jarang terjadi dari suatu tindakan bedah,
fraktur mandibula, atau trauma yang lain, mengakibatkan
kehancuran sejumlah besar tulang yang berlangsung dengan cepat.
B. Infeksi Orofasial Kronis
Sifat kronis dari suatu infeksi ditentukan oleh virulensi kuman, pertahanan
tubuh hospes, bagian yang diserang terapi, dan durasi. Pathogen yang
virulensinya tinggi cenderung menimbulkan infeksi akut sedangkan yang
virulensinya rendah cenderung menimbulkan infeksi yang bersifat kronis.
Dengan pertahanan tubuh yang hospes yang efektif atau terapi yang benar,
suatu infeksi yang akut bisa dikurangi menjadi subakut atau kronis, dapat
bertahan seperti itu atau akhirnya sembuh. Durasi yang lama dan bersifat
kronis hampir sinonim dan mengandung makna bahwa keseimbangan
hospes/pathogen mengalami gangguan. Indicator klinis utama pada
jaringan lunak sehubungan denagn kekronisan adalah terbentuknya
jaringan granulasi dan terjadinya fistulasi yang bisa mendrainase daerah
yang mengalami infeksi kronis.
- Infeksi Jaringan Lunak
Infeksi kronis yang sering terjadi diakibatkan oleh beberapa faktor
yaitu lingkungan dan candida.
Lingkungan: Infeksi kronis pada region orofasial biasanya melibatkan
jaringan periodontal/mukosa. Jaringan pendukung gigi dan jaringan
pembatas rongga mulut terpapar lingkungan yang serupa misalnya
kehangatannya dan kelembabannya, merupakan tempat organism
pathogen, terpapar terus menerus terhadap trauma fisik ataupun kimia
(rokok, makanan yang pedas, dan lain-lain), keberadaan debris (plak).
Candida: Organisme yang sering mengakibatkan infeksi jaringan
lunak adalah golongan jamur dan yang paling sering adalah candida.
Apabila seorang sedang menjalani terapi antibiotic, steroid, obat-
obatan imunosupresif atau obat-obat khemoterapeutik, terapi radiasi,
atau menderita penyakit tertentu, candida yang ada akan
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menjadi parasit.
Aktinomikosis
Aktinomikosis disebabkan oleh bacterium ramping berbentung
batang, gram positif dan anaerob, takni Actinomyces israelii yang
memiliki beberapa karakteristik seperti jamur sederhana, misalnya
kecendrungan membentuk koloni dan filament di dalam jaringan.
Herpes
Herpes labialis kambuhan merupakan manifestasi yang paling
sering timbul pada infeksi herpes simpleks
- Infeksi Jaringan Keras
Osteomielitis
Osteomilitis adalah keradangan difus yang mengenai periosteum,
tulang korikal, dan komponen-komponen tulang konselus.
Osteomilitis dikelompokkan menjadi akut atau kronis, supuratif
atau non-supuratif, sklerotik, dan berdasarkan etiologi spesifiknya
Osteomielitis kronis
Biasanya tidak disertai rasa sakit yang hebat, tetapi hanya perasaan
tidak nyaman saja. Pembengkakan yang terjadi ukurannya
bervariasi, dan biasanya berhubungan dengan fistula dan drainase
nanah.
Patogenesis osteoradionekrosis
Patogenesis osteoradionekrosis adalah bentuk osteomielitis
akut/kronis yang pada kebanyakan kasus sebenarnya bisa dicegah.
Terapi radiasi pada struktur orofasial akan mengubah suplai darah
ke region tersebut dan berkurangnya aliran saliva.
- Abses merupakan suatu tahap infeksi dalam jaringan dimana sel-sel
mengalami inflamasi disertai leukosit, kalau sudah terjadi fluktuasi dapat
dilakukan insisi.
- Cellulitis berasal dari bahasa latin Cellula yang berarti ruang kecil. Cellulitis
merupakan infeksi yang menyebar pada jaringan, dan ditandai dengan
inflamasi eksudat dan edema.
- Ludwig”s Angina (nama lain dari rasa tercekik dan susah bernapas) atau
Phlegmon merupakan Celulitis bilateral yang berkembang cepat pada ruang
sublingual dan submaksilla.
Macam-macam infeksi odontogenik : 2
1. Abses periodontal
Merupakan inflamasi purulen akut atau kronis yang berkembang dari
keberadaan poket periodontal.Secara klinis, karakteristiknya yaitu adanya
edema yang berlokasi dibagian pertengahan dari gigi,sakit, dan kemerahan
dari gingiva. Gejala-gejala ini tidak separah dengan abses dentoalveolar
akut.
Perawatan dari abses periodontal abses ini sederhana dan memerlukan
insisi,diteruskan kegingival sulcus dengan probe atau scalpel, dari poket
periodontal yang akan menjadi penghalang. Insisi dapat juga dilakukan
pada gingiva, lebih spesifik, titik yang paling menonjol dari
pembengkakan atau dimana fluktuasi terbesar berada.
2. Abses dentoalveolar akut
Merupakan inflamasi purulen akut yang mengenai jaringan
periapikal,dimunculkan oleh gigi nonvital,khususnya ketika mikroba
keluar dari saluran akar gigi yang terinfeksi kedalam jaringan
periapikal. Secara klinis, karakteristiknya diklasifikasikan dalam
gejala lokal dan sistemik.
Gejala lokal
Sakit. Keparahan dari rasa sakit bergantung pada tahap
perkembangan dari inflamasi. Pada tahap awal rasa sakit tumpul
dan berlanjut dan lebih buruk selama perkusi dari respon gigi atau
ketika berkontak dengan gigi antagonis. Jika sakit sangat parah dan
berdenyut, itu berarti akumulasi dari pus berada dalam tulang atau
dibawah periosteum. Pengurangan dari rasa sakit dimulai pada saat
pus perforasi dari periosteum dan keluar ke jaringan lunak.
Edema. Edema muncul diluar atau didalam mulut dan itu biasanya
berlokasi pada bukal dan lebih jarang pada palatal atau lingual. Pada
tahap awal pembengkakan lunak dari jaringan lunak pada sisi yang
terpengaruhi dapat diamati, disebabkan oleh reaksi refleks
pengaturan saraf pada jaringan,khususnya pada periosteum.
Pembengkakan ini muncul sebelum supurasi, terutama di area
dengan jaringan longgar, seperti pada regio sublingual, bibir atau
kelopak mata. Biasanya edema lunak dengan kemerahan pada kulit.
Selama tahap akhir, pembengkakan berfluktuasi, khususnya pada
mukosa dari kavitas oral. Tahap ini dianggap paling cocok untuk
drainase dan insisi dari abses.
Gejala lain. Ada kecenderungan pada elongasi dari gigi yang terlibat
dan sedikit kegoyangan,gigi terasa memiliki perbedaan bersar ketika
disentuh ,sementara kesulitan menelan juga dapat diamati.
Gejala sistemik
Gejala sistemik yang biasanya dapat diamati:demam,dengan suhu
39-400,dingin, malaise dengan sakit pada otot dan
persendian,anoreksia,susah tidur,mual dan muntah. Tes
laboratorium menunjukkan leukositosis atau jarang dengan
leukopenia, yang meningkatkan laju sedimentasi eritrisit,andraised
C-reactive protein (CRP) level.
Komplikasi
Jika inflamasi tidak dirawat dengan segera, beberapa komplikasi
yang mungkin timbul: trismus,lymphadenitis,limphnodes,osteomilitis,
bakterimia,dan septicemia.
3. Abses intraalveolar
Lokasi anatomic. Merupakan inflamasi purulent akut, yang berkembang
pada region apical dari gigi di tulang cancelous.
Etiologi. Biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginfeksi gigi pada
maksila dan mandibula.
Gambaran klinis. Karakteristik dari gejalanya berupa kondisi rasa sakit
berdenyut yang parah,gigi goyang dan ada rasa goyang dari gigi
penyebab.
4. Abses subperiosteal
Lokasi anatomic. Abses subperiosteal melibatkan akumulasi terbatas dari
pus yang semi-fluktuant. Lokasinya berada diantara tulang dan
periosteum, pada bukal,palatal atau region lingual,berhubungan dengan
gigi yang menyebabkan infeksi.
Etiologi. Abses tipe ini sebagai akibat dari penyebaran abses intraalveolar,
ketika pus perforasi pada tulang dan menjadi tetap dibawah periosteum.
Gambaran kilinis. Karakteristiknya yaitu edema ringan, rasa sakit yang
parah disebabkan tegangan dari periosteum,dan sensitive selama palpasi.
5. Abses submukosa
Lokasi anatomi. Abses ini berlokasi tepatnya dibawah bukal atau labial
mukosa vestibula pada maksila atau mandibula,dan juga region palatal
atau lingual,, masing-masing ke gigi yang bertanggungjawab terhadap
infeksi.
Etiologi. Faktor yang bertanggungjawab pada abses intraalveolar juga
menyebabkan abses tipe ini. Gigi yang normalnya dianggap
bertanggungjawab terhadap perkembangan dari abses palatal adalah molar
dan insisivus lateral dari maksila.
Gambaran klinis. Pembengkakan pada mukosa dengan fluktuasi nyata
yang terlihat, sensivitas selama palpasi, dan penghilangan dari mukobukal
fold pada area infeksi. Sepanjang palatal abses menjadi kekhawatiran,
pembengkakan secara nyata dibatasi, masing- masing pada gigi yang
terlibat. Mukosa terlihat kemerah-merahan,sementara sensivitas dapat
diamati selama palpasi dan fluktuasi.
6. Abses subkutaneus
Lokasi anatomi. Abses ini lokasinya pada berbagai area muka dibawah
kulit, dengan karakteristik pembengkakan yang biasanya berfluktuasi.
Etiologi. Ini merupakan akibat dari penyebaran infeksi dari tempat utama
yang tidak segera dirawat.
Gambaran klinis. Edema dapat diamati, yang kebanyakan berupa batas
yang jelas, kulit terlihat kemerah-merahan dan ketika penekanan
dilakukan, lubang dapat dengan mudah terbentuk.
7. Abses pada dasar dari bibir atas
Lokasi anatomi. Abses ini berkembang pada jaringan ikat longgar pada
dasar dari bibir atas di region anterior dari maksila, dibawah celah pear-
shaped.
Etiologi. Ini biasanya disesbabkan oleh infeksi dari saluran akar pada gigi
anterior maksila.
Gambaran klinis. Karakteristik dari infeksi ini yaitu pembengkakan dan
protrusi dari bibir atas, yang diikuti oleh penyebaran difus dan
menghilangkan kedalaman dari mucobucal fold.
8. Abses fossa kanina
Lokasi anatomi. Fossa kanina, yang dimana abses tipe ini berkembang,
merupakan ruang kecil antara musculus levator labii superior dan
musculus levator anguli oris.
Etiologi. Infeksi dari saluran akar premolar dan khususnya pada kaninus
dari maksila yang dianggap bertanggungjawab terhadap perkembangan
dari abses pada fossa kanina.
Gambaran klinis. Karakteristiknya yaitu edema, berlokasi di region infra
orbital,dan menyebar kearah medial canthus dari mata, kelopak mata
bawah, dan sisi dari hidung hingga sudut dari mulut. Ini juga dapat
menghilangkan nasolabial fold dan agaknya pada mucobukal fold.
Edema pada region infraorbital menimbulkan sakit bila dipalpasi, dan
kemudian pada kulit menjadi tegang dan licin yang disebabkan supurasi,
disamping itu kulit menjadi kemerahan.
9. Abses bukal
Lokasi anatomi. Pada ruang dimana abses ini berkembang berada
diantara musculus buccinators dan masseter. Pada atas, berhubungan
dengan ruang pterygopalatina,dan bawahnya ruang pterygomandibular.
Penyebaran dari pus pada ruang bukal bergantung pada posisi apical dari
gigi yang bertanggung jawab yang berhubungan dengan musculus
buccinators.
Etiologi. Abses bukal ini mungkin disebabkan oleh saluran akar dari gigi
posterior mandibula dan maksila.
Gambaran klinis. Karakteristiknya yaitu pembengkakan dari pipi, yang
diperpanjang dari lengkung zygomatic hingga tepi inferior dari
mandibula, dan dari tepi anterior dari ramus ke sudut mulut. Kulit terlihat
tegang dan merah, dengan atau tanpa fluktuasi pada abses. Bila diabaikan,
mungkin bisa menyebabkan drainase spontan.
10. Abses infratemporal
Lokasi anatomi. Ruang dimana abses ini berkembang pada superior
extension dari ruang ptrygomandibular. Lateral, ruang ini dibatasi oleh
ramus mandibula dan musculus temporalis,sementara medial, ini dibatasi
oleh musculus pterygoideus medialis dan lateralis, dan ini berlanjut
dengan fossa temporal. Struktur anatomi yang penting, nervus
mandibular, nervus mylohyoid, nervus lingual, nervus bukal, nervus
chorda tmpani, dan arteri maksilaris, ditemukan pada ruang ini. Bagian
dari pterygoid venous plexus juga ditemukan didalam ruang ini.
Etiologi. Infeksi pada ruang infra temporal mungkin disebabkan oleh
nfeksi dari saluran akar pada gigi posterior dari maksila dan mandibula,
melalui ruang ptrygomandibular, dan mungkin juga akibat dari blok
nervus alveolar superior posterior dan alveolaris inferior.
Gambaran klinis. Trismus dan sakit selama membuka mulut dengan
penyimpangan latera terhadap sisi yang dipengaruhi, edema pada region
anterior dari telinga dengan perluasan keatas lengkung zygomaticus, dan
juga edema pada kelopak mata yang diamati.
11. Abses temporal
Lokasi anatomi. Ruang temporal berada pada superior kelanjutan dari
ruang infratemporal. Ruang ini dibagi kedalam ruang superficial dan
dalam. Pada ruang temporal superficial dibatasi lateral oleh fascia
temporal dan medial oleh musculus temporalis, sementara ruang temporal
dalam ditemukan diantara permukaan medial dari muskulus temporalis
dan tulang temporal.
Etiologi. Infeksi pada ruang temporal disebabkan oleh penyebaran infeksi
dari ruang infratemporal dengan yang terkait dengannya.
Gambaran klinis. Karakteristiknya yaitu rasa sakit, edema pada fascia
temporalis, trismus(pada musculuc temporalis dan medial pterygoid yang
terlibat), dan sakit selama palpasi pada edema.
12. Abses mental
Lokasi anatomi. Akumulasi dari pus pada ruang ini berlokasi pada region
anterior dari mandibula, dekat tulang, dan lebih spesifik, dibawah
musculus mentalis dengan penyebaran infeksi kearah symphisis menti.
Etiologi. Infeksi ini biasanya sebagai akibat dari infeksi gigi mandibular
anterior (insisivus).
Gambaran klinis. Rasa sakit pembengkakan pada area dagu dapat
diamati,sementara kemudian kulit menjadi licin dan merah.
13. Abses submental
Lokasi anatomi. Ruang submental dimana abses ini berkembang dibatasi
pada superior oleh musculus mylohyoid, lateral dan pada kedua sisi oleh
perut anterior dari musculus digastricus, inferior oleh lapisan superficial
dari deep cervical fascia yang berada diatas tulang hyoid, dan terkahir,
oleh musculus platysma dan lembaran penutup kulit. Ruang ini
mengandung vena jugularis anterior dan submentallymphanodes.
Etiologi. Infeksi pada ruang submental biasanya berasal dari gigi
mandibular anterior atau sebagai akibat penyebaran infeksi dari ruang
anatomi yang lain ( mental, sublingual, submandibular).
Gambaran klinis. Infeksi muncul dengan peningkatan durasi dan rasa sakit
edema submental, yang kemudian mungkin berfluktuasi atau mungkin
bisa menyebar melalui tulang hyoid.
14. Abses sublingual
Ada dua ruang sublingual diatas musculus mylohyoid, kekanan dan kekiri
dari garis tengah. Ruang ini dibagi oleh ketebalan fascia. Abses yang
terbentuk pada ruang ini diketahui sebagai abses sublingual.
Lokasi anatomi. Ruang sublingual pada bagian atas dibatasi oleh mukosa
pada dasar mulut,bagian bawah oleh musculus mylohyoid,bagian anterior
dan lateral oleh permukaan sebelah dalam badan mandibula, medial oleh
septum lingual,dan posterior oleh tulang hyoid.
Ruang ini mengandung saluran submandibular (Wharton’s duct),glandula
sublingual,nervus lingual dan sublingual, cabang terminal dari arteri
lingual dan bagian dari glandula submandibular.
Etiologi. Gigi yang sebagian besar berperan terhadap infeksi ruang
sublingual yaitu gigi anterior mandibula,premolar dan molar pertama,
yang apeksnya ditemukan diatas perlekatan musculus mylohyoid. Juga,
infeksi dapat menyebar ke ruang ini dari ruang lain yang berdampingan
dengan yang berhubungan dengannya ( submandibular, submental, lateral
pharyngeal).
Gambaran klinis. Abses sublingual muncul dengan karakteristik
pembengkakan pada mukosa pada dasar mulut, menyebabkan
pengangkatan dari lidah kearah palatal dan lateral. Sulkus lingual
mandibula menghilang dan mukosa tampak berwarna kebiru-biruan.
Pasien berbicara dengan kesulitan, karena edema, dan pergerakan dari
lidah yang menimbulkan rasa sakit.
15. Abses submandibular
Lokasi anatomi. Ruang mandibular dibatasi pada bagian lateral oleh
garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior
musculus digastricus, posterior oleh ligament stylohyoid dan perut
posterior dari musculus digastricus, superior oleh musculus
mylohyoid dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan superficial dari
deep servikal fascia. Ruang ini mengandung glandula saliva
submandibular dan submandibular lymphanodes.
Etiologi. Infeksi pada ruang ini berasal dari molar kedua dan ketiga
dari mandibula,jika apeksnya ditemukan dibawah perlekatan dari
musculus mylohyoid. Ini juga dapat sebagai akibat dari penyebaran
infeksi dari ruang sublingual atau submental.
Gambaran klinis. Infeksi ini menimbulkan pembengkakan sedang
pada area submandibular, yang tersebar, memunculkan edema yang
lebih besar yang lama dan kemerahan pada lapisan kulit, Juga, sudut
dari mandibula hilang, sementara sakit selama palpasi dan trismus
sedang disebabkan oleh keterlibatan dari musculus pterygoid yang
dapat diamati.
16. Abses submasseter
Lokasi anatomi. Ruang dimana abses ini berkembang potongan
bercelah dan lokasinya diantara musculus masseter dan permukaan
lateral dari ramus mandibula. Posterior dibatasi oleh glandula
parotis, dan anterior dibatasi oleh mukosa area retromolar.
Etiologi. Infeksi pada ruang ini berasal dari molar ketiga mandibula
(pericoronitis), dan jarang disebabkan oleh abses yang berpindah.
Gambaran klinis. Karakteristiknya yaitu edema yang terasa sakit
ketika dilakukan penekanan pada region musculus masseter, yang
memanjang dari tepi pada ramus mandibula hingga tepi anterior
dari musculus masseter. Juga trismus yang parah dan
ketidakmampuan untuk mengpalpasi sudut mandibula dapat
diamati. Intraoral, muncul edema pada area retromolar dan tepi
anterior dari ramus. Abses ini jarang berfluktuasi, sementara dapat
memunculkan gejala umum (generalized).
17. Abses Pterygomandibular
Lokasi anatomi. Ruang ini dibatasi lateral oleh permukaan medial
dari ramus mandibula, medial oleh musculus pterygoideus medialis,
superior oleh musculus pterygoideus lateralis, anterior oleh raphe
pterygomandibular, dan posterior oleh glandula parotis. Ruang
pterygomandibular mengandung mandibular neurovascular bundle,
nervus lingual, dan bagian dari bukal fat pad. Ini berhubungan
dengan pterygopalatal, infratemporal, submandibular, dan ruang
lateral pharyngeal.
Etiologi. Abses pada ruang ini utamanya disebabkan oleh infeksi dari
gigi molar ketiga mandibular atau sebagai akibat dari blok nervus
alveolaris inferior, jika penembusan dari jarum pada sisi yang
terinfeksi ( pericoronitis).
Gambaran klinis. Trismus yang parah dan edema ringan ekstraoral
dibawah sudut dari mandibula dapat diamati. Intraoral, edema pada
palatum lunak pada sisi yang terinfeksi dapat muncul, displacement
pada uvula dan dinding lateral pharyngeal, sementara terjadi
kesulitan dalam menelan.
18. Cellulitis (Phlegmon)
Lokasi anatomi. Pada kondisi akut, peradangan diffuse masuk ke jaringan
ikat longgar yang ditemukan dibawah kulit.
Etiologi. Ini dapat merupakan akibat dari infeksi gigi apa saja dan
biasanya juga disebabkan oleh infeksi campuran. Mikroorganisme yang
terlibat yaitu aerob dan anaerob streptococcus dan staphylococcus.
Gambaran klinis. Karakteristik dari penyakit ini yaitu edema, sakit kepala
dan kemerahan pada kulit. Edema, yang garis tepinya menyebar dan tidak
tegas, mungkin muncul diarea yang berbeda pada muka dan lokasinya
bergantung pada gigi penyebab infeksi. Sebagai contoh, jika gigi posterior
mandibula yang terlibat, edema muncul pada submandibular, dan pada
kasus yang berat, penyebaran kearah pipi atau sisi yang berlawanan,
memberikan kesan yang jelek/seram pada wajah. Ketika infeksi berasal
dari gigi anterior mandibula, edema melibatkan bibir atas, yang
menimbulkan karakteristik protrusi.
Pada tahap awal, selulitis terasa lunak atau kenyal saat palpasi, tanpa
kemunculan pus, sementara pada tahap lebih berat, dapat terjadi supurasi.
Pada tahap ini, pus berada pada sisi focus kecil pada jaringan dalam.
19. Ludwig’s Angina
Lokasi anatomi. Ludwig’s angina merupakan infeksi akut selular dan
karakteristiknya denagn keterlibatan bilateral dari ruang submandibular
dan sublingual, hingga keruang submental. Jika pada masa lalu kondisi ini
bersifat fatal, maka pada sekarang ini perawatan bedah dan terapi
antibiotic dapat mengeiminasi kefatalan.
Etiologi. Penyebab terbanyak dari penyakit ini yaitu infeksi periapikal
atau periodontal dari gigi mandibular, khususnya yang akarnya ditemukan
dibawah musculus mylohyoid.
Gambaran klinis. Penyakit ini menimbulkan kesulitan menelan yang
parah, berbicara dan bernapas, pengeluaran saliva, dan meningkatkan
temperature. Keterlibatan bilateral dari ruang mandibular dan submental
menghasilkan rasa sakit yang parah, tanpa fluktuasi yang nyata, karena
pus berada pada daerah yang dalam dari jaringan, saat keterlibatan
bilateral dari ruang sublingual menyebabkan rasa sakit edema pada dasar
mulut dan lidah. Bagian sepertiga tengah dari lidah terangkat kearah
palatum, sementara bagian anterior mengarah keluar dari mulut..
Pembengkakan pada sublingual menyebabkan lidah terangkat, menempati
semua rongga mulut dan tertekan ke belakang sehingga menekan epiglotis
dan menyebabkan obstruksi jalan napas. Gejala obstruksi pada pasien
dengan pembengkakan yang keras seperti papan (Board – Like) terlihat
jelas pada leher dalam, gejala lain yaitu trismus, odontalgia disfagi,
demam, disfoni.
ETIOLOGI TERJADINYA INFEKSI 3
Infeksi microbial,misalnya bakteri piogenik,virus
Reaksi hipersensivitas, terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi
mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihnya reaksi imun yang akan
merusak jaringan.
Agen fisik, kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat
melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion,terbakar atau dingin yang
berlebihan (frostbite).
Bahan kimia iritan dan korosif, bahan kimiawi yang menyebabkan korosif
(bahan oksidan,asam, basa) akan merusak jaringan, yang kemudian akan
meprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab
infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan
langsung mengakibatkan radang.
Nekrosis jaringan, aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan
berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah yang
bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan.
Kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya
infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respon akut.
PERTUMBUHAN M3 YANG TIDAK SEMPURNA SEBAGAI
SALAH SATU PENYEBAB TERJADINYA INFEKSI 4
Infeksi bakteri pada jaringan di sekitar gigi yang baru tumbuh sebagian.
Poket yang terbentuk di sekitar gigi yang erupsi sebagian memungkinkan
terjadinya infeksi pada gigi yang bersangkutan
Gigi molar tiga merupakan gigi yang sering kali terlibat
Trauma yang berasal dari gigi molar atas yang berkontak dengan
operkulum di atas molar ketiga rahang bawah merupakan faktor yang
memperparah lesi.
Akibatnya terjadi pembengkakan di bawah dan di atas sudut mandibula
dapat disertai pus yang keluar dari operkulum tersebut.
Pada insiden ini ditemukan kesulitan membuka mulut.
PENYEBARAN INFEKSI RONGGA MULUT 5
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui
beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi
melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan langsung infeksi dalam jaringan, dan
penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau
teraspirasinya materi infektif.
1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)
Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya
merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan
kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke
dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin
meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya
organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena yang berasal
dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang
menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena
maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema
menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak
berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah,
memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala
atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap
infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis
internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan.
Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat
menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi
tertentu.
2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)
Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan
aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar
ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh
darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis
tersebut tidak ditemukan pada rahang bawah.
Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Sumber infeksi KGB regional
Gingiva bawah Submaksila
Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental, servikal profunda
Jaringan submukosa bibir atas dan bawah Submaksila
Gingiva dan palatum atas Servikal profunda
Pipi bagian anterior Parotis
Pipi bagian posterior Submaksila, fasial
Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi
penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau
leher atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya.
1. Perluasan langsung infeksi dalam jaringan
Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material septik atau
organisme ke dalam tulang atau sepanjang bidang fasial dan jaringan penyambung
di daerah yang paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan selulitis sejati, di
mana pus terakumulasi di jaringan dan merusak jaringan ikat longgar, membentuk
ruang (spaces), menghasilkan tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh
barier anatomik. Ruang tersebut bukanlah ruang anatomik, tetapi merupakan
ruang potensial yang normalnya teriis oleh jaringan ikat longgar. Ketika terjadi
infeksi, jaringan areolar hancur, membentuk ruang sejati, dan menyebabkan
infeksi berpenetrasi sepanjang bidang tersebut, karena fasia yang meliputi ruang
tersebut relatif padat.
Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:
Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan
osteomyelitis. Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering
pada rahang bawah. Di rahang atas, letak yang saling berdekatan antara
sinus maksila dan dasar hidung menyebabkan mudahnya ketelibatan
mereka dalam penyebaran infeksi melalui tulang.
Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi
perluasan tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan
lunak dan kemudian membentuk abses. Di rahang atas proses ini
membentuk abses bukal, palatal, atau infraorbital. Selanjutnya, abses
infraorbital dapat mengenai mata dan menyebabkan edema di mata. Di
rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan abses bukal. Apabila
pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa
terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar atau
peritonsilar.
Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya
yang membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf,
serta karena adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar,
sehingga infeksi dapat menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan
klasifikasi dari Burman:
Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
Regio submandibula
Ruang (space) sublingual
Ruang submaksila
Ruang parafaringeal
Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum dihubungkan
oleh fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke dada.
Infeksi menyebar sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan
meliputi pus di area ini. Pada regio infraorbita, edema dapat sampai
mendekati mata. Tipe penyebaran ini paling sering melibatkan rahang
bawah karena lokasinya yang berdekatan dengan fasia.
1. Penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan
Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat menimbulkan
tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi produk septik
dapat menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia. Absorbsi
limfogenik dari fokus infeksi dapat menyebabkan adenitis akut dan selulitis
dengan abses dan septikemia. Penyebaran hematogen terbukti sering
menimbulkan infeksi lokal di tempat yang jauh.
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas atas
dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat
memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan
diabetes melitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang
jelas walaupun pasien memiliki sistem imun yang normal. Pneumonia dapat
disebabkan oleh aspirasi material infeksi, terutama pada kelainan periodontal yang
lanjut. Tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket periodontal
dan flap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral, selain
dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menghambat respon
tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB tersebut.
II.2 Lokasi Fokus Oral
Kondisi mulut yang patologis yang sering menjadi sumber infeksi adalah:
Pulpa terdegenasi yang masih vital, infeksi periapikal dengan gigi yang
sudah tanpa pulpa, dan gigi nonvital
Kista
Infeksi residual setelah ekstraksi
Gigi impaksi atau gigi yang tererupsi sedemikian dan terjadilah
periocoronitits
Gingivitis, stomatitis, dan gingivitis nekrotikans ulsertafif
Pocket periodontal, terutama ketika supurasi
Furred dan fissured tongue
Tonsil lingua terinfeksi
PENYEBAB TERJADINYA TRISMUS PADA KASUS PIPI
BENGKAK 1
Ruang mandibula posterior meliputi submaseterik dan pterigomandibular.
Keduanya berhubungan dengan ramus. Ruang submaseterik terletak di sebelah
lateral ramus sedangkan ruang pterigomandibular terletak di sebelah medial ramus
dan dibatasi oleh m. Pterygoideus medialis. Regio molar bawah merupakan
sumber utama infeksi untuk kedua ruang posterior tersebut. Apabila regio ini
mengalami infeksi akut, maka sering diikuti trismus. Thrismus merupakan
dampak dari pembengkakan pada ramus mandibula yang mengenai otot masseter.
DEMAM SEBAGAI MANIFESTASI SISTEMIK TERJADINYA INFEKSI 1
Manifestasi sistemik yang utama dari infeksi adalah demam, temperature mulut
diatas 37,5 F (dianggap febril). Keadaan tersebut disebabkan endoktoksin bakteri,
ekstrak leukosit, hipermetabolisme, defisiensi cairan atau kombinasi dari hal-hal
tersebut.
PENEGAKAN DIAGNOSA 4
RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat penyakit terdiri dari 3 tahapan :
1. Tahap perkenalan yang singkat
Sapa pasien
Hilangkan kecanggungan
Catat data pasien termasuk nama, jenis kelamin, tanggal lahir atu
umur (penyakit yang berhubungan dengan usia, sebagian besar
penderita kanker mulut berusia 40 tahun ke atas), alamt, nomor
telepon, pekerjaan (pendidikan, status sosial ekonomi)
Pada iagnose diketahui : jenis kelamin perempuan, usia 19 tahun
2. Mendengarkan keluhan pasien
Keluhan ini merupakan sebab mengapa pasien datang ke dokter gigi
Keluhan pasien pada scenario : rasa sakit yang kompleks serta pembengkakan
pada pipi sebelah kanan bawah belakang, dan tidak iag membuka mulut
secara optimal.
3. Tanya jawab terstruktur
Riwayat keluhan utama
Terdiri atas berbagai pertanyaan sebagai berikut
Kapan pertama kali keluhan tersebut dirasakan?
Sudah berapa lama pasien mengalami pembengkakan?
Apakah ada rasa sakit? (rasa sakit menunjukkan adanya infeksi
misalnya abses atau selulitis, trauma atau infeksi sekunder karena
tumor ganas dan kista. Lesi lain biasanya tidak menimbulkan rasa
sakit)
Pernahkah ada cairan yang keluar dari lesi? (pada infeksi akan keluar
caran secara spontan, intraoral atau ke daerah wajah)
Apakah ada rasa raba yang hilang (tanpa rasa) di bibir bawah atau
wajah? (dapat menunjukkan adanya lesi yang berkembang dengan
cepat atau pembuluh saraf yang langsung terlibat)
Pada iagnose diketahui awalnya 4 hari yang lalu pasien mengalami rasa
sakit gigi yang luar biasa. Setelah itu, terjadi pembengkakan pada sisi
sebelah kanan bawah belakang dan pasien mengeluhkan ada rasa sakit
yang kompleks
Riwayat medis
Dapat memberikan tanda penting untuk diagnosis
Riwayat medis yang tidak lengkap dapat menimbulkan risiko bagi
kesehatan pasien, dokter gigi, juga staf pendukung lainnya.
Riwayat gigi terdahulu
Seberapa sering anda menyikat gigi dan berapa lama?
Seberapa sering anda mengunjungi dokter gigi sebelumnya?
Kapan terakhir mengunjungi dokter gigi anda dan apa yang dilakukan
oleh dokter gigi tersebut?
Pernahkah anda bermasalah dengan perawatan sebelumnya?
Dari riwayat gigi terdahulu dapat diketahui bahwa kemungkinan infeksi
dapat disebabkan oleh perawatan endodontic sebelumnya (apabila gigi
yang mengalami sakit pernah dirawat endodontic dan ternyata terjadi
kegagalan perawatan namuntidak cepat ditnggulangi sehingga terbentuk
abses).
Perawatan gigi sebelumnya juga dapat berhubungan dengan anastesi.
Riwayat keluarga
Bila dicurigai akan adanya diagnosis yang melibatkan kondisi herediter,
tambahakan catatan rinci tentang kesehatan, usia, dan riwayat medis dari
orang tua, kakek – nenek, saudara kandung, dan anak – anak.
Riwayat sosial
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran tentang gaya hidup
pasien yang memungkinkan berpengaruh besar pada kesehatan umum dan
kesehatan gigi pasien.
PEMERIKSAAN KLINIS
Pemeriksaan klinis terdiri atas 3 tahapan utama :
1. Pengamatan penampilan dan kesehatan umum pasien
2. Pemeriksaan ekstraoral
Kepala, wajah, leher
Mata
Bibir
Nodus limfatik
Kelenjar saliva
Sendi temporo mandibula
Otot – otot pengunyahan
3. Pemeriksaan intraoral
Lapisan mukosa
Lidah
Dasar mulut
Palatum durum dan palatum molle
Kelenjar saliva
Aliran saliva
Periodontium
Gigi geligi
Tahap – tahap pemeriksaan pada kasus pembengkakan :
Dengan hati – hati lakukan palpasi pada pembengkakan untuk
mencari asal lesi, misalnya tulang, kulit, kelenjar limfatik.
Catat ukuran, bentuk, dan warna lesi,
Perhatikan apakah ada nyeri tekan, kemerahan atau rasa panas
(menunjukkan adanya inflamasi atau infeksi)
Periksa konsistensi
Lunak : contohnya lipoma, udema
Kenyal : contohnya epulis fibrosa, selulitis
Sangat keras : contohnya kanker metastasis
Periksa fluktuasi. Menunjukkan adanya cairan dalam lesi,
misalnya abses dan kista pada jaringan lunak.
Tentukan apakah pembengkakan itu melekat pada kulit di
atasnya dengan cara menggeser kulit di atas lesi. Bila ada
perlekatan kemungkinan lesi tersebut adalah abses atau
keganasan.
RADIOGRAFI
Pemeriksaan ini membantu menegakkan iagnose, yakni pada gambaran radiografi
dapat terlihat abses, kista ataupun tumor. Selain itu, apabila abses berkembang
semakin parah atau sampai pada tahap selulitis, maka akan terjadi kerusakan pada
tulang alveolar. Pada gambaran radiografi dapat terlihat sejauh mana kerusakan
tulang terjadi.
Apabila inflamasi disebabkan oleh impaksi M3, maka pada ro foto dapat pula
diketahui posisi M3 yang sangat berperan dalam penentuan perawatan
selanjutnya.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN (KULTUR)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan jenis mikroorganisme atau bakteri
yang menyebabkan infeksi, bakteri gram positif aerob atau gram ocalio anaerob.
Sehingga juga memudahkan dalam antibiotic yang akan digunakan.
Hasil diagnosis
Dari kata kunci yang didapatkan pada skenario, kemungkinan terjadi
infeksi odontogenik (gigi yang sakit merupakan vocal infeksi), dimana terjadi
inflamasi dan terbentuk abses.
Adapun pembengkakan (abses) yang mungkin terjadi dengan gejala trismus,
demam, dan terjadi pada region bawah belakang di antaranya :
Abses dentoalveolar akut
Abses submandibular
Abses submasseter
Abses pterigomandibular
PENANGANAN YANG TEPAT PADA KASUS 2
Prinsip Perawatan Infeksi.
Untuk menangani infeksi dentoalveolar akut, maupun abses fasial, berikut ini
beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan:
Dilakukan pemeriksaan riwayat kesehatan pasien secara detail
Drainase pus, disaat pus terdapat pada jaringan. Ini dicapai: (1) melalui
saluran akar (2) dengan insisi intraoral (3) dengan insisi ekstraoral (4)
sepanjang alveolus pada pencabutan. Tanpa evakuasi pus, misalnya
dengan pemberian antibiotic saja, infeksi tidak dapat dihilangkan.
Melakukan pengeburan pada gigi yang menjadi sumber infeksi selama
inflamasi tahap inisial, untuk mengeluarkan eksudat melalui saluran akar,
bersamaan dengan terapi panas. Pada cara ini, dihindari penyebaran
inflamasi dan rasa sakit pada pasien. Drainase juga bisa dilakukan dengan
trepanasi pada tulang bagian bukal disaat saluran akar tidak dapat
dijangkau.
Antisepsis terhadap daerah yang akan dilakukan insisi dengan larutan
antiseptik.
Dilakukan anastesi pada daerah yang akan dilakukan insisi dan drainase
abses, dengan teknik blok dan juga anestesi infiltrasi peripheral di sekitar
area yang terinflamasi, untuk menghindari resiko terhadap mikroba yang
mungkin menyebar ke jaringan yang lebih dalam.
Perencanaan insisi, agar:
Cedera terhadap pembuluh nadi dan pembuluh darah besar serta
nervus bisa dihindari.
Drainase yang cukup. Insisi dilakukan superficial, pada titik
terendah dari akumulasi purulen, untuk menghindari rasa sakit
pada pasien dan sebagai jalan keluar pus (sesuai dengan gaya
gravitasi)
Insisi sebaiknya tidak dilakukan pada daerah yang kelihatan,
dengan alas an estetik; jika mungkin, insisi dilakukan secara
intraoral.
Insisi dan drainase abses seharusnya dilakukan pada waktu yang
tepat. Yakni, pada saat pus telah terakumulasi pada jaringan lunak
dan berfluktuasi selama palpasi, yaitu pada saat dilakukan
penekanan dengan ibu jari dan jari tengah, terdapat pergerakan
seperti gelombang, oleh cairan didalam abses. Jika insisi dilakukan
secara premature, biasanya terdapat sedikit perdarahan, rasa sakit
tidak hilang dan edema tidak reda.
Lokalisasi pus yang tepat pada jaringan lunak (jika tidak terdapat
fluktuasi) dan insisi drainase harus dilakukan setelah interpretasi dari
beberapa data; misalnya, pastikan bagian yang paling lunak di
pembengkakan selama palpasi, kemerahan pada kulit atau mukosa dan
titik rasa yang paling sakit pada saat dilakukan penekanan. Area ini
diindikasikan sebagai daerah insisi superficial dengan menggunakan
scalpel. Jika tidak terdapat indikasi dari akumulasi pus, bisa dilakukan
kumur-kumur dengan air hangat chamomile untuk meningkatkan
perkembangan abses dan untuk memastikan bahwa abses telah matang.
Hindari aplikasi kompres panas secara ekstraoral, karena ini dapat
memberikan peningkatan resiko pada pengeluaran pus melalui kulit
(drainase spontan).
Drainase abses pertama-tama dilakukan dengan hemostat yang digunakan
pada kavitas dengan ujung yang tertutup, kemudian dimasukkan ke dalam
kavitas secara perlahan-lahan dan ujungnya dibuka. Pada saat yang sama,
jaringan lunak pada region tersebut dipijat secara perlahan, untuk
memudahkan keluarnya pus.
Penempatan rubber drain didalam kavitas dan dilengkapi dengan
penjahitan serta sedikit bagian dari ujugn rubber drain pada bagian yang
telah di insisi, bertujuan agar insisi tetap terbuka untuk drainase lanjutan
dari akumulasi yang baru
Pencabutan pada gigi yang menyebabkan infeksi secepat mungkin, untuk
memastikan dengan segera drainase dari material inflamasi dan eliminasi
dari bagian yang terinfeksi. Ekstraksi dihindari jika gigi dapat
dipertahankan, atau jika ada peningkatan resiko terhadap komplikasi yang
serius pada kasus dimana pencabutan gigi sangat susah.
Pemberian antibiotic, disaat pembengkakan menyebar, dan khususnya jika
pasien merasa demam, dan infeksi menyebar ke daerah fasial, tanpa
memperhatikan apakah terdapat adanya pus atau tidak. Terapi antibiotic
biasanya empiris, sebab pada kenyataannya butuh waktu untuk meperoleh
hasil dari kultur sampel. Karena, mikroorganisme yang sering terdapat
pada infeksi odontogenik yaitu streptococci (aerob dan anaerob), penicillin
tetap menjadi antibiotik yang dipilih untuk perawatan.
Penanganan abses dentoalveolar akut
insisi abses intraoral dan penempatan hemostat untuk memfasilitasi drainase pus
Penempatan karet drain pada kavitas dan stabilisasi dengan jahitan pada satu sisi
insisi.
Penanganan abses Submandibular
insisi kulit untuk drainase abses submandibular.
Insersi hemostat dan eksplorasi rongga abses untuk drainase pus.
Stabilisasi drain karet Foto klinis post-operatif
Penanganan abses submasseter
Perawatan untuk abses ini pada dasarnya intraoral, dengan insisi yang dimulai
pada prosessus coronoideus dan berjalan sepanjang tepi anterior dari ramus kearah
mucobuccal fold, kurang lebih sejauh molar kedua. Insisi juga mungkin dapat
dilakukan pada ekstraoral pada kulit, dibawah sudut dari mandibula. Pada kasus
kedua, hemostat diinsersikan, yang mana dilanjutkan sejauh pusat dari supurasi
dan hingga dapat berkontak dengan tulang. Karena abses jauh dari akumulasi
purulent, sering ini sulit untuk dialirkan, menyebabkan frekuensi untuk sakit lagi.
Abses submasseter. A. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke dalam ruang
submasseter. B. Foto klinis pembengkakan ekstraoral pada sisi kiri.
Penanganan abses pterygomandibular
Insisi untuk drainase dilakukan pada mukosa pada oral kavitas dan, lebih spesifik
sepanjang mesial puncak temporal. Insisi seharusnya panjang 1,5 cm dan dalam
3-4mm. Hemostat lengkung lalu diinsersikan , yang mana diarahkan ke posterior
dan lateral hingga berkontak dengan permukaan medial dari ramus. Abses
didrainase, sehingga pus dapat dikeluarkan melalui shaft instrument.
Ilustrasi gambar yang menunjukkan penyebaran abses dentoalveolar ke dalam
ruang fascial yang saling berhubungan, di sepanjang crest temporal mesial.
Panjang insisi 1,5 cm dan kedalamannya mencapai 3-4 cm. Diinsersikan curved
hemostat, yang diarahkan ke posterior dan lateral sampai berkontak dengan sisi
medial ramus. Dilakukan drainase abses, sehingga pus dapat keluar melalui shaft
instrumen.
Insisi untuk drainase abses pterigomandibular
TERAPI ANTIBIOTIK 1
Terapi antibiotic yang dilakukan secara luas mengakibatkan meningkatnya jumlah
pasien yang alergi dan resistensi beberapa organism terhadap obat. Dua hal
tersebut harus dipertimbangkan apabila akan melakukan terapi dengan antibiotik.
Selain itu sebaiknya didapatkan riwayat lengkap sebelumnya, karena respons
negative yang terjadi pada pengobatan sebelumnya bukan merupakan jaminan
bahwa pengobatan selanjutnya aman, yakni tidak terjadi laergi silang pada
kelompok obat tertentu yang akan diberikan. Pemberian antibiotic terutama secara
oral bisa mereduksi flora gastrointestinal yang terlibat dalam sintesis vitamin K.
Apabila seseorang mempunyai kelainan pembekuan darah yang disebabkan
karena penyakit hepar, atau terapi warfarin (Coumadin), maka terapi antibiotic
dapat menyebabkan tertundanya proses pembekuan darah atau terjadi perdarahan
spontan. Belumnya bukan merupakan jaminan bahwa pengobatan selanjutnya.
Penggunaan antibiotik
Apabila memungkinkan, sebaiknya pemilihan obat didasarkan pada hasil
smear/pewarnaan gram, kultur dan tes sensitivitas. Antibiotic yang dipilih
diresepkan dengan dosis yang adekuat dan jangka waktu yang memadai. Dosis
subklinis tidak efektif dan bisa mengakibatkan terjadinya resistensi pada bakteri
pathogen tertentu. Kombinasi antibiotic tertentu misalnya satu atau dua macam
obat yang biasanya digunakan di Rumah Sakit untuk infeksi-infeksi yang serius.
Terapi antibiotic kombinasi yang biasanya dilakukan adalah suatu antibiotic
spectrum luas dengan obat yang termasuk dalam kelompok aminoglikosid. Untuk
merawat infeksi dengan baik biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan
perawatan bedah, supportif, dan antibiotik.
Penicillin
Penicillin adalah antibiotic yang paling sering digunakan. Baik yang alami
maupun semisintetis mempunyai aktivitas bakteriosidal spectrum luas, dan
bekerja dengan kalan mengganggu pembentukan dan keutuhan dinding sel
bakteri. Penicillin adalah obat utama untuk mengobati sebagian besar penyakit
infeksi orofasial dan untuk profilaksis pada pasien risiko tinggi terhadap infeksi,
apabila tidak ada riwayat alergi.
Erythromycin
Erythromycin adalah antibiotic yang penting karena bisa digunakan untuk orang
yang alergi terhadap penicillin. Erythromycin efektif terhadap bakteri gram positif
yang peka terhadapnya. Obat ini biasanya tidak efektif untuk bakteri gram
negative. Erythromycin menghambat sintesis protein pada bakteri, bisa bersifat
bakteriostatis terhadap bakteri tertentu dan bakteriosid terhadap bakteri yang lain.
Cephalosporin
Cephalosporin secara structural dan farmakologis mirip dengan penicillin, yang
bisa menjelaskan reaksi alergnik-silang antara kedua kelompok tersebut
(kemungkinannya 5-10%, tetapi bisa lebih rendah apabila diberikan secara oral).
Cephalexin, cephaloglycin, cefadroxil, cephradine bisa digunakan secara oral dan
bisa diabsorbsi dengan baik di dalam saluran gastrointestinal. Cephalosporin
bersifat bakterisid terhadap sebagian besar jenis Streptococcus dan
Staphylococcus tetapi tidak efektif terhadap sebagian coccus gram negatif dan
batang yang sering terlibat dalam infeksi orofasial. Cephalosporin jangan
digunakan sebagai antibiotic utama tetapi sebaiknya digunakan sebagai cadangan
untuk kasus-kasus dimana tes sensitivitas menunjukkan bahwa obat tersebut
adalah yang paling efektif.
Lincosamide
Clindamycin yang merupakan suatu derivate dari lincomycin, bisa diabsorpsi
dengan cepat apabila diberikan secara oral, dan mencapai konsentrasi maksimum
dalam darah selama ½-1 jam. Secara umum kegunaannya sangat dibatasi yakni
pada orang yang menderita kelainan ginjal. Clindamycin bersifat bakterisid, yatu
dengan cara menghambat sintesis protein. Walaupun clindamycin efektif terhadap
sebagian bakteri gram positif, indikasinya terutama untuk perawatan infeksi yang
disebabkan oleh coccus gram positif anaerob dan batang gram negative.
Clindamycin dicadangkan untuk infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri
anaerob yang rentan terhadap obat ini, dan pada kasus dimana respon terhadap
penicillin kurang baik. Indikasi lainnya dalah pada pasien yang mengalami infeksi
yang parah dan alergi terhadap penicillin.
Metronidazole
Metronidazole adalah anti protozoa mulut (Trichomonas, Entamoeba) dan anti-
bakteri. Cara kerja bakteriosidnya dengan jalan mengganggu sintesis DNA. Obat
ini bisa diabsorpsi dengan baik apabila diberikan secara oral, dan terserap dengan
baik pada kebanyakan cairan dan jaringan tubuh termasuk saliva dan cairan
serebrospinal. Metronidazole efektif untuk bakteri anaerob. Apabila digunakan
pada kasus campuran (anaerob dan aerob), maka perlu ditambahkan antibiotic
yang sesuai untuk infeksi aerob. Pada kondisi penyakit hepar yang parah,
dosisnya dikurangi. Efek samping yang paling sering terjadi adalah mual, disertai
dengan sakit kepala, anoreksia dan kadang-kadang muntah.
Tetracyclin
Tetracycline merupakan obat yang bersifat bakteriostatis yang bekerja dengan
jalan menghambat sintesis protein. Tetracycline tidak dianjurkan sebagai obat
utama untuk infeksi orofasial yang serius. Obat ini sebaiknya digunakan apabila
tes sensitivitas menunjukkan perlunya pemberian obat tersebut, atau obat lain
tidak ada, atau pasien alergi terhadap obat utama. Untuk membantu absorpsinya,
sebaiknya obat ini diminum 1-2 jam sebelum atau sesudah makan. Tetracycline
yang digunakan selama odontogenesis, yaitu pertengahan kedua masa kehamilan
sampai anak berumur 8 tahun, bisa mengakbatkan perubahan warna pada gigi
(kuning, abu-abu, coklat).
Obat-obatan topical biasanya sering diberikan dalam b entuk kombinasi dengan
yang lain supaya spektrumnya lebih luas misalnya Bacitracin, Neomycin,
Gramicidine, Polymyxin B atau kombinasi lainnya.
EVALUASI SETELAH PERAWATAN (1,6)
Setelah dilakukan pembedahan dilakukan, maka dokter gigi akan memberikan
obat-obat paska operasi agar penyembuhan luka akibat pembedahan mudah
sembuh , namun tugas dokter gigi tidak hanya sampai dengan pemberian obat-
obatan, tetapi juga harus mengevaluasi hasil perawatan, apakah obat yang telah
diberikan telah sesuai atau apakah ada komplikasi-komplikasi yang terjadi setelah
pembedahan. Ada pun yang mungkin terjadi setelah pembedahan, yaitu:
1. alergi terhadap pemberian obat antibiotik
pemberian antibiotik penicillin sering menimbulkan reaksi alergi terhadap
pasienn, dan ketika evaluasi perawatan da pasien mengalami alergi
terhadap antibiotik yang diberikan yaitu penicillin maka dapat diganti
dangan antibiotik erythromycin.
Erythromycin
Indikasi : digunakan untuk mengobati bakteri seperti abses gigi akut,
terutama mereka yang alergi terhadap penicillin.
Sediaan: 250 mg dan 500 mg tablet , 250 mg kapsul, oral suspensi 125
mg/5 ml,250mg/5ml dan 500mg/5m/ serta 1 g bubuk untuk rekontruksi
intervena
Dosis: 200-500 mg empat kali sehari. Anak-anal dibawah umur 8 tahun 50
% dari dosis dewasa
Kontra indikasi : untuk pasien yang mengalami penyakit hati.
Efek : reaksi hipersensitivitas, nyeri dada, gangguan pendengaran (1)
2. Trismus
Trismus: jika setelah pembedahan dan masih trismus maka dapat
dilakakuna heat therapy dilakukan pengompresan kurang lebih 20 menit
setiap jam sampe gejala mereda. Dan bias juga dilakukan pemijitan di
daerah temporo mandibular join
3. Hematome
Hematome: jika hematome terbentuk beberapa jam setelah pembedahan
bias dilakukan cold packs eksraoral dan pemberian antibiotik untuk
mencegah infeksi dan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit
4. Ecchymosis
Ecchymosis: tdk ada pengobatan khusus akan hilang beberapa hari
5. Edema
Edema adalah komplikasi sekunder dari trauma jaringan lunak.
Pembengkakan normal selama 28-72 stlh pembedahan tapi akan merdah
setelah 3-4 hr pasca operasi. Ditandai dengan kulit halus dan pucat dan
tegang. Jika pembedahan dilakukan di rahang atas maka edema bias
sampai di bawa kelopak mata. Perawatan pertama bs dilakukan
pengopresan dengan cold packs ektraoral, selama 4-6 kemudian bila tidak
hilang maka kmgkinan biasa terjadi fibrosis dan simphisis pemberian
atnibiotik dan fibrinolitic (trenaxam
BAB III
KESIMPULAN
Infeksi: masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme didalam tubuh yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel dan jaringan tubuh
Infeksi odontogenik: infeksi yang disebabkan oleh kerusakan gigi akibat dari adanya kerusakan pada gigi.
Perkembangan infeksi odontogenik
Abses merupakan suatu tahap infeksi dalam jaringan dimana sel-sel mengalami inflamasi disertai leukosit, kalau sudah terjadi fluktuasi dapat dilakukan insisi.
Cellulitis berasal dari bahasa latin Cellula yang berarti ruang kecil. Cellulitis merupakan infeksi yang menyebar pada jaringan, dan ditandai dengan inflamasi eksudat dan edema.
Ludwig”s Angina (nama lain dari rasa tercekik dan susah bernapas) atau Phlegmon merupakan Celulitis bilateral yang berkembang cepat pada ruang sublingual dan submaksilla.
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan langsung infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.
Dari kata kunci yang didapatkan pada skenario, kemungkinan terjadi infeksi odontogenik (gigi yang sakit merupakan vocal infeksi), dimana terjadi inflamasi dan terbentuk abses.
Adapun pembengkakan (abses) yang mungkin terjadi dengan gejala trismus, demam, dan terjadi pada region bawah belakang di antaranya :
Abses dentoalveolar akut Abses submandibular Abses submasseter Abses pterigomandibular
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
.
2. Fragiskos, F. D. Oral surgery. Berlin : Springer-Verlag Berlin Heidelberg,
2007. P. 206-37.
3. Patologi umum dan sistemik. Vol. 1/ J.C.E. Underwood ; editor edisi bahasa
Indonesia, Sarjadi – Ed. 2 – Jakarta : EGC, 1999. Hal. 232-3
4. Birnbaum, warren. Dunne, Stephen.M. Diagnosis kelainan dalam mulut. Alih
bahasa : hartono ruslijanto. Jakarta. EGC. 2009. P.122-4
5. http://lawalangy.wordpress.com/2007/06/09/mengenal-tanda-sepsis-akibat-
infeksi-odontogenik/. 2007.
6. Mecchan. J. G, Seymour . R. A. Drug dictionary for dentistry. New york,
oxford university press, 2002.