56
1 LAPORAN KUNJUNGAN SPESIFIK KOMISI II DPR RI KE PROVINSI SUMATERA UTARA DALAM RANGKA PERPPU PILKADA PADA MASA PERSIDANGAN IV TAHUN SIDANG 2015 2016 TANGGAL 16 APRIL 2016 I I II II II II II II II II II II I DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

LAPORAN KUNJUNGAN SPESIFIK KOMISI II DPR RI KE PROVINSI … · 2019-04-15 · DPR, DPD dan DPRD untuk dapat mencalonkan diri sebagai calon kepala ... Menjadi Undang Undang serta melaksanakan

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

LAPORAN KUNJUNGAN SPESIFIK KOMISI II DPR – RI

KE PROVINSI SUMATERA UTARA

DALAM RANGKA PERPPU PILKADA

PADA MASA PERSIDANGAN IV TAHUN SIDANG 2015 – 2016

TANGGAL 16 APRIL 2016

I

I

II

II

II

II

II

II

II

II

II

II

I

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA

2

LAPORAN KUNJUNGAN SPESIFIK KOMISI II DPR – RI

KE PROVINSI SUMATERA UTARA

DALAM RANGKA PERPPU PILKADA

PADA MASA PERSIDANGAN IV TAHUN SIDANG 2015 – 2016

TANGGAL 16 APRIL 2016

I. PENDAHULUAN

A. DASAR KUNJUNGAN SPESIFIK

Komisi II DPR RI telah melakukan kunjungan spesifik ke Universitas Sumatera

Utara dalam rangka menghimpun pendapat/saran dari para pakar/akademisi

terkait pembahasan rencana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor

1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota Menjadi Undang Undang. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu

langkah pengawasan Komisi II DPR RI terkait kesiapan pilkada serentak yang

akan diselenggarakan pada tahun 2017 yang akan datang.

Permasalahan pelaksaaan pilkada 9 Desember 2015 terjadi kendala diseluruh

Indonesia dan merupakan permasalahan kompleks sehingga sangat penting

untuk membenahi aturan pelaksanaan pilkada. Permasalahan yang terjadi

antara lain:

1. Persyaratan pencalonan baik dari partai politik maupun dari perseorangan,

2. Sengketa partai politik yang juga menjadi kendala pada saat pengusungan

pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik,

3. Penyelesaian sengketa pencalonan yang berjenjang dan waktu yang

panjang sehingga menghambat pelaksanaan pilkada dan bahkan berakibat

pada penundaan pelaksanaan pilkada,

4. Terjadinya calon tunggal di beberapa daerah,

5. Penyelesaian sengketa hasil pemilihan melalui peraturan MK yang tidak

sesuai dengan yang disyaratkan undang-undang,

6. Maraknya politik uang yang tidak dapat dilakukan penyelesaian dan

pemberian sanksi,

7. Putusan MK yang juga kontrofersi yaitu dengan keharusan mundur anggota

DPR, DPD dan DPRD untuk dapat mencalonkan diri sebagai calon kepala

daerah/wakil kepala daerah yang disetarakan dengan keharusan mundur

dari PNS/TNI POLRI tetapi petahana tidak diharuskan mundur

3

8. Putusan MK mengenai syarat calon perseorangan yang tidak lagi

berdasarkan jumlah penduduk tetapi berdasarkan jumlah DPT P

9. Putusan MK mengenai mantan narapadina yang boleh mencalonkan diri

menjadi Kepala daereh/wakil kepala daerah yang mengoreksi putusan MK

sebelumnya

10. Pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah apakah harus

dilaksanakan secara serentak atau tidak

11. Ketentuan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dilarang

menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan

12. Penyelesaian penanganan pelanggaran dalam Pilkada apakah harus dapat

meniru selayaknya Pemilu DPR, DPD, dan DPRD yang harus sudah

selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum penetapan hasil akhir

13. Putusan MK terkait ketentuan-ketentuan dalam Pilkada yang terlah

dibatalkan apakah dapat diserahkan kepada pembentuk undang-undang

sepenuhnya untuk merumuskannya kembali ketentuan-ketentuan tersebut.

Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan pilkada

serentak 9 Desember 2015 diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan

dalam rencana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi

Undang Undang.

Tim kunjungan Komisi II DPR RI ke Provinsi Sumatera Utara berjumlah 15

orang Anggota. Tim kunjungan kerja didampingi oleh 1 (satu) tenaga ahli dan

3 (tiga) staf dari Sekretariat Komisi II DPR RI, dan 1 (satu) Legal Drafter.

B. WAKTU KUNJUNGAN SPESIFIK

Kunjungan spesifik dilaksanakan pada tanggal 16 s/d 18 April 2016. Komisi II

DPR RI telah melakukan kunjungan spesifik ke Universitas Sumatera Utara

dalam rangka menghimpun pendapat/saran dari para pakar/akademisi terkait

pembahasan rencana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

Menjadi Undang Undang serta melaksanakan tugas dan fungsi dewan,

dibidang pengawasan.

4

II. HASIL KUNJUNGAN

A. Pandangan Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum.

Pendahuluan

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (sering disebut dengan istilah

pemilihan Kepala Daerah dan disingkat dengan Pilkada dan atau Pemilukada),

pengaturannya dalam sejarah perundang-undangan di Indonesia selalu

diintegrasikan dalam UU Pemerintahan Daerah. Hanya setelah lahirnya UU

Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

dipisahkan menjadi tersendiri dalam sebuah undang-undang. UU No 22 Tahun

2014 ini kemudian telah digantikan oleh Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang

selanjutnya dengan UU Nomor 1 Tahun 2015 telah berubah menjadi undang-

undang, dan selanjutnya telah pula diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2015

yang telah dilaksanakan dengan terjadinya pemilihan umum kepala daerah

(pilkada) secara serentak pada beberapa daerah provinsi dan daerah

kabupaten/kota sebanyak 264 daerah (8 Provinsi dan 222 Kabupaten, 34 Kota)

pada tanggal 9 Desember 2015 yang lalu.

Babakan Perundang-Undangan Daerah

1. Berdasarkan UUD 1945 periode I

a. UU Nomor 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah

b. UU Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah

2. Berdasarkan KRIS 1949

UU Nomor 44 Tahun 1950 tentang Negara Indonesia Tenggara Timur (NIT)

3. Berdasarkan UUD Sementara 1950

UU Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok- pokok Pemerintahan Daerah

4. Berdasarkan UUD 1945 periode II setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959

a. Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintahan

Daerah

b. Penpres Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Gotong Royong (DPRDGR)

c. UU Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah

d. UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah

e. UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

5. Berdasarkan UUD 1945 Amandemen (Perubahan)

a. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

5

b. UU Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Perppu Nomor 3 Tahun 2005

tentang Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2004 menjadi Undang-Undang

c. UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32

Tahun 2004

d. UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota

e. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

f. UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang

g. UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 menjadi Undang-

Undang

h. UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015

tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Pemilihan Kepala Daerah Pasca Lahirnya Pasal 18 ayat (4) UUD 1945

Amandemen kedua (tahun 2000) UUD 1945 diantaranya telah melahirkan

Pasal 18 ayat (4) yang berbunyi : “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-

masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten , dan kota dpilih

secara demokratis” Pemilihan Kepala daerah (dan wakil Kepala daerah) pasca

Amandemen Kedua UUD 1945 dan sebelum lahirnya UU Nomor 32 Tahun

2004 telah terjadi beberapa cara pemilihannya, diantaranya adalah:

1. Untuk Propinsi Aceh berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam, jabatan kepala daerah baik untuk Propinsi,

Kabupaten dan Kota dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah masing-

masing (Pasal 12 dan 15 UU Nomor 18 Tahun 2001).Coraknya adalah

menganut sistem pemilihan secara langsung.

2. Untuk Propinsi Sumatera Utara hingga Propinsi Maluku berdasarkan UU

Nomor 22 Tahun 1999, pemilihan kepala daerah dan wakilnya adalah

melalui lembaga DPRD. Sehingga coraknya adalah mengikuti sistem

pemilihan secara tidak langsung.

3. Untuk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ber-dasarkan UU Nomor 3

Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, jabatan

Kepala Daerah Propinsinya yakni Gubernur diangkat oleh Presiden yang

berasal dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu (kesultanan

Yogyakarta dan Paku Alaman). Dengan syarat-syarat mengikuti kecakapan,

kejujuran dan kesetiaan dan mengingat adat istiadat di daerah itu dengan

masa jabatan yang tidak terikat pada masa jabatan waktu tertentu.

6

4. Untuk Propinsi Papua berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua, khusus untuk pemilihan Gubernur dan

Wakilnya ditetapkan melalui sebuah Peraturan Daerah khusus yang akan

mengatur tata cara pemilihan. Tidak disebutkan apakah dipilih secara

langsung atau melalui DPRD, namun keberadaan Majelis Rakyat Papua

memegang peranan sangat penting untuk memberikan pertimbangan dan

persetujuan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPR

Propinsi. Majelis Rakyat Papu ini berasal dari orang-orang Papua asli yang

terdiri atas wakil-wakil adat, wakil agama, dan wakil-wakil perempuan

masing-masing 1/3.

Dari keempat ketentuan tersebut di atas, terdapat pluralisme hukum

dalam hal pemilihan kepala daerah, dalam konteks ketentuan UUD 1945

dapat dibenarkan. Pluralisme hukum adalah terdapatnya berbagai ketentuan

hukum yang mengatur hal yang sama yang diberlakukan kepada beberapa

kelompok masyarakat disebabkan perbedaan suku, agama, kelompok sosial,

maupun berbeda kepentingan (ekonomi, sosial, budaya, politik,). Setelah

keluarnya UU Nomor 32 Tahun 2004 barulah terdapat unifikasi hukum dalam

pengaturan tentang pemilihan kepala daerah. Meskipun telah tercapai

unifikasi hukum dalam sistem pemilihan kepala daerah, namun masih

terdapat juga pengecualiannya, diantaranya :

1. Untuk Daerah istimewa Yogyakarta berdasarkan UU Nomor 13 Tahun

2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tidak

melalui pemilihan baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan

melalui penetapan DPRD DIY atas Sultan Hamengku Buwono sebagai

calon Gubernur dan Adipati Paku Alam sebagai calon Wakil Gubernur

selama 5 (lima) tahun namun tidak terikat 2 (dua) kali periodesasi (Lihat

Pasal 18, 24, dan 25 UU Nomor 13 Tahun 2013)

2. Untuk pemilihan Gubernur, Bupati, dan Kota di wilayah Provinsi Aceh

berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, selain

calon-calon kepala daerah tersebut berasal dari partai politik (nasional) dan

gabungan partai politik, serta calon perseorangan, juga bisa diikuti oleh

partai politik lokal yang hanya ada di Provinsi Aceh.

3. Untuk pemilihan Gubernur DKI Jakarta, seorang calon Gubernur

dinyatakan sebagai pemenang jika telah memiliki jumlah suara pemilih

sebesar 51 %

7

Pandangan tentang Sistem Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

Berdasarkan undang-undang yang mengatur tentang pemilihan kepala

daerah seperti diuraikan di atas, maka supaya persoalan pemilihan kepala

daerah ini tidak semata-mata merupakan persoalan Pemerintah Pusat saja

melalui kebijakan politiknya dalam bentuk Undang-Undang, dan juga harus

memperlihatkan kepentingan politik lokal pada jalannya pemerintahan daerah,

maka diusulkan supaya masalah pengaturan pemilihan kepala daerah ini

hanya garis besarnya saja diatur dalam bentuk Undang-Undang sedangkan

sistem dan teknis pemilihannya sebaiknya diserahkan kepada bentuk

Peraturan Daerah. Jika pandangan diatas dapat diterima, maka dapat

dihindarkan seringkalinya terjadi pergantian Undang-Undang tentang

pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh pembentuk Undang-Undang

(DPR dan Presiden) sesuai dengan kepentingan politik nasional yang acapkali

bersifat kepentingan politik sesaat sesuai dengan kepentingan politik rezim

yang sedang berkuasa baik di DPR maupun Presiden.

Dengan diberikannya wewenang pengaturan pemilihan kepala daerah

kepada Daerah-daerah dalam bentuk Peraturan daerah, maka pelaksanaan

otonomi daerah sebagai tuntutan reformasi ketatanegaraan dan Perubahan

kedua UUD 1945 akan semakin menguat dan memberikan bentuk

pelaksanaan desentralisasi pemerintahan sesuai UUD 1945 itu sendiri

Pemilihan kepala daerah yang dapat diatur melalui Peraturan Daerah masing-

masing Daerah sebagai implementasi delegasi perundang-undangan dari

Undang-Undang Pemerintahan Daerah, dapat berwujud :

1. Pemilihan Kepala Daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat di

Daerah, dan

2. Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD masing-masing Daerah (pemilihan

secara tidak langsung).

Kedua bentuk pemilihan kepala daerah diatas, pada hakekatnya adalah sesuai

dengan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945

Dalam prakteknya, pemerintahan daerah nantinya dapat melakukan

eksperimen dalam mencari bentuk pemilihan kepala daerah yang pas dan

cocok dengan perkembangan situasi dan kondisi pelaksanaan otonomi daerah

dan perkembangan ekonomi dan politik serta perkembangan tingkat

pendidikan masyarakat daerah yang signifikan dengan pelaksanaan hak-hak

politiknya dalam mewujudkan demokrasi lokalnya. Pemerintah Pusat melalui

kebijakan penga-turan hanya perlu melakukan bantuan super-visi dan

anggaran bila terjadi kendala secara teknis dalam pelaksanaan pemilihan

kepala daerah seperti yang diatur dalam masing-masing Peraturan Daerah.

Sehingga akan terwujud desentralisasi asimetris tidak hanya pelaksanaan

8

urusan-urusan pemerintahan yang menjadi otonomi daerahnya, melainkan

termasuk juga dalam hal pelaksanaan pemilihan pimpinan masing-masing

daerah yaitu kepala daerahnya.

Pandangan terhadap Revisi UU No. 8 Tahun 2015

Pasca pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak tahap pertama

pada tanggal 9 Desember 2015 yang lalu, telah melahirkan berbagai

ketimpangan dan kerumitan dalam pelaksanaannya, sehingga pembentuk

Undang-Undang berkeinginan untuk melaku-kan revisi terhadap UU Nomor 8

Tahun 2015 yang hanya baru berjalan sekitar 9 bulan sejak Undang-Undang

ini disahkan pada tanggal 18 Maret 2015.

1) Hasil pengamatan dan evaluasi pelaksanaan pilkada serentak tanggal 9

Desember 2015 di Provinsi Sumatera Utara, pada umumnya berjalan

dengan baik dan sukses, kecuali dalam beberapa pilkada kabupaten dan

kota mengalami beberapa persoalan sebagai berikut:

a) Parpol yang berseteru atau berkonflik dalam kepengurusan, yang

membuat tahapan pilkada terganggu dan menimbulkan sengketa

hukum seperti pada Pilkada kabupaten Humbang Hasundutan dimana

adanya 2 (dua) pasangan calon dari Partai Golkar

b) Pilkada Siantar adanya pasangan calon yang berkonflik hingga ke

PTUN dan PT.TUN yang hingga sekarang belum terlaksana juga

pilkadanya

c) Pilkada Simalungun akibat wakil bupati yang terjerat hukum, namun

tetap dilaksanakannya pilkada di kabupaten ini pada tanggal 10

Februari 2016 walaupun tertunda dari pilkada serentak tanggal 9

Desember 2015

d) Rendahnya tingkat partisipasi pemilih pada pilkada kota Medan yang

dibawah 25 %

e) Hal-hal yang menjadi hambatan bagi Panwaslih Kabupaten/Kota pada

pelaksanaan Pilkada yaitu

(1) Keterbatasan anggaran pengawasan untuk Panwaslih

Kabupaten/Kota yang disiapkan oleh Pemerintah Daerah

khususnya terkait dengan honorarium Panitia Pengawas

Pemilihan pada setiap tingkatan serta anggaran sosialisasi dan

program peningkatan kapasitas SDM Panitia Pengawas

Pemilihan ;

(2) Keterlambatan dalam proses penandatanganan Naskah

Perjanjian Hibah Daerah (NPHD);

9

(3) Status ad hoc Kelembagaan Panitia Pengawas Pemilihan

Kabupaten/Kota. Sifat adhoc tersebut berdampak pada kesulitan

yang harus dihadapi baik yang berkenaan dengan organisasi

maupun dalam menjalankan program pengawasan Pemilihan

Kepala Daerah;

(4) Tumpang tindihnya peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah

dalam pengelolaan Dana Hibah khususnya terkait dengan Masa

Tugas Panitia Pengawas pada setiap tingkatan. Sebaiknya

pengelolahan dan laporan pertanggungjawaban penggunaan

Dana Hibah merujuk pada Standar Biaya APBN demi kesamaan

pelaporan pertanggungjawaban.

(Sumber data dari Bawaslu Provinsi Sumatera Utara)

Tanggapan terhadap permasalahan pilkada tahun 2015 yang terjadi,

antara lain:

a. Persyaratan pencalonan dari parpol, pada umumnya berjalan dengan baik,

tetapi bila dibandingkan dengan pilkada pada masing-masing kabupaten

dan kota di Provinsi Sumatera Utara pada masa-masa sebelumnya, maka

pilkada kali ini minim peserta pilkada baik dari parpol maupun dari calon

perseorangan. Hal ini disebabkan ketentuan dalam UU ASN dan UU

Pilkada yang membatasi bagi PNS, anggota POLRI dan TNI yang harus

mengundurkan diri dari statusnya. Demikian juga bagi para pejabat negara

di DPR RI, DPRD, dan di lembaga negara lainnya termasuk di BUMN dan

BUMD harus mengundurkan diri apabila ingin mencalonkan dirinya

sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah.

b. Sengketa parpol pada umumnya disebabkan karena konflik parpol yang

mempunyai kepengurusan kembar di tingkat nasional yang berimplikasi

menjadi terhambatnya proses pencalonan dan menjadi ajang sengketa

para calon dari parpol yang berkonflik, sehingga untuk itu perlu dirumuskan

masalah parpol yang berkonflik baik ditingkat Pusat maupun Daerah

secara tegas dalam Revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 ini termasuk

pemberian sanksi administratif maupun pelibatan dalam pilkada yang akan

datang.

c. Penyelesaian sengketa pencalonan yang ber-jenjang dan memakan

waktu yang panjang, karena disebabkan tidak dilaksanakannya secara

konsekwen ketentuan Pasal 144 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015 dimana

dinyatakan Keputusan Bawaslu dan Panwaslu yang merupakan keputusan

terakhir dan mengikat. Namun bisa digugat lagi ke PTTUN bahkan kasasi

ke MA RI, yang membuat semakin lamanya proses peradilan yang

mengadili sengketa proses pencalonan antarpeserta calon pilkada. Oleh

10

sebab itu ketentuan Pasal 154 UU Nomor 1 Tahun 2015 patut untuk

dipertimbangkan supaya dicabut atau dibatalkan saja.

d. Terjadinya calon tunggal dibeberapa daerah, karena ketentuan Pasal 40

UU No. 1 Tahun 2015 yo UU No. 8 Tahun 2015, dimana pada ayat (1) nya

yang mengatur tentang parpol atau gabungan parpol yang mendaftarkan

pasangan calon hanya mengatur persyaratan minimal saja yakni 20 % dari

jumlah kursi DPRD atau 25 % akumulasi suara sah dalam pemilihan

anggota DPRD di daeran ybs. Seharusnya ketentuan Pasal ini juga

menambah ketentuan yang mengatur batas maksimal misalnya 30 %,

sehingga parpol atau gabungan parpol hanya bisa mengajukan pasangan

calon 20 % sampai 30 % saja, diatas batas maksimal tidak dibenarkan.

Ketentuan ini akan membuat parpol atau gabungan parpol lainnya

mempunyai kesempatan untuk mencalonkan pasangan calon lainnya. Di

lain pihak untuk calon perseorangan, perlu dipermudah persyaratannya.

Jadi ketentuan yang dimuat dalam Draft RUU Pilkada pada Pasal 41 yang

bersumber dari Putusan MK RI (dengan berdasarkan perhitungan DPT)

patut disambut gembira, meskipun bila dibanding-kan dengan ketentuan

semula dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 persentasenya lebih kecil, yakni

untuk calon Gubernur, Bupati, dan Walikota dari jalur perseorangan

berkisar antara 3 sampai 6,5 % dari jumlah penduduk.

e. Penyelesaian sengketa hasil pilkada menurut ketentuan Pasaln 157 ayat

(1) UU Nomor 8 Tahun 2015 adalah badan peradilan khusus, namun

sebelum terbentuknya badan peradilan ini maka penyelesaiannya di MK

RI, oleh sebab itu konsekwensinya adalah setiap sengketa pilkada harus

diselesaikan berdasarkan PMK yang sengaja dibentuk oleh MK RI untuk

menyelesaikan perkara sengketa pilkada. Oleh sebab itu supaya jangan

ada anggapan bahwa PMK tidak sesuai dengan ketentuan yang

disyaratkan oleh undang-undang, maka harus disegerakan membentuk

badan peradilan khusus itu beserta dengan hukum acaranya.

f. Putusan MK RI yang mengharuskan mundur bagi anggota DPR, DPD, dan

DPRD untuk mencalonkan diri dalam pilkada harus disambut gembira

karena wujud dari kesetaraan pada calon dari PNS, TNI, dan POLRI yang

harus mengundurkan diri dari statusnya sebagai PNS, TNI, POLRI. Jika

perlu juga ditambah dengan pengaturan bagi pegawai/pejabat perusahaan

swasta (BUMS), sehingga calon pilkada hanya diikuti oleh para pengurus

dan anggota parpol yang tidak menjabat jabatan baik dipemerin-tahan

maupun BUMN, BUMD dan BUMS. Untuk jangka panjang ini akan baik

bagi pertumbuhan dan pembinaan parpol.

g. Ketentuan bahwa parpol atau gabungan parpol dilarang menerima

imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan, harus disambut

positif, karena seharusnya dari kehadiran sebuah parpol yang diinginkan

rakyat adalah parpol yang mencetak kadernya menjadi pemimpin bangsa

11

dan daerah, bukan sebagai lembaga perantara untuk warga yang mau

mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Parpol harus membiayai setiap

kadernya dalam proses pencalonan sampai pemilihan

Beberapa Masukan dalam RUU

1. Pasal 40A ayat (1) tidak perlu dijadikan materi muatan dalam RUU ini

karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 40 ayat (3), yaitu parpol atau

gabungan parpol yang mengusulkan pasangan calon hanya berlaku untuk

parpol yang memperoleh kursi di DPRD. Kecuali jika diinginkan parpol

yang baru terdaftar di Kemenkum HAM bisa mendaftarkan pasangan

calonnya adalah seperti pencalonan dan pemilihan Presiden (yang akan

dilaksanakan pada tahun 2019 yang akan datang)

2. Ketentuan Pasal 40A ayat (2) sebaiknya ditiadakan saja dan digantikan

dengan ketentuan bahwa “Dalam hal terjadi sengketa kepengurusan partai

politik, maka partai politik tersebut tidak bisa diikutkan dalam pilkada

sampai konflik parpol itu selesai dengan pendaftaran kepengurusan yang

sah di Kemenkum HAM”. Ketentuan itu akan memberikan pelajaran yang

amat berharga bagi para pengurus parpol dalam mengelola parpolnya agar

menyingkirkan kepentingan pribadi atau kelompok yang ada pada parpol

tersebut. Disamping itu tidak akan menyandera penyelengara pilkada

dalam melaksanakan tahapan-tahapan pilkada sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

3. Ketentuan Pasal 45 ayat (1) dalam kalimat ... disertai dengan penyampaian

kelengkapan dokumen persyaratan. Diganti dengan kalimat ... wajib

menyerahkan (atau membawa) seluruh salinan dokumen persyaratan.

Dalam praktek sering terjadi pasangan calon dengan sengaja tidak

melengkapi dokumen persyaratan ini karena tidak ada pengaturan yang

mewajibkannya, sehingga penyeleng-gara pilkada baik KPUD maupun

Bawaslu dan Panwaslu mengalami kesulitan.

4. Ketentuan Pasal 54A ayat (1) huruf c dan d pada kalimat Partai Politik atau

Gabungan Partai Politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon

pengganti. Sebaiknya diikuti dengan ketentuan sanksi bagi parpol atau

gabungan parpol tersebut tidak boleh mengusulkan pasangan calon pada

pemilihan dan dapat menmgusulkan kembali setelah pemilihan berikutnya

(seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 40 ayat (5) RUU Pilkada ini)

5. Ketentuan Pasal 107 dan Pasal 109 yang menambahkan satu ayat pada

ayat (3). Perlu ada pengaturan jika calon tunggal pada pemilihan Bupati,

Walikota, dan Gubernur tidak memperoleh suara 50 % atau lebih dari

jumlah suara sah, apakah pemilihan diulang dengan calon tunggal tersebut

atau calon tunggal

12

6. tersebut tidak dibenarkan lagi mencalonkan diri dalam tahapan pilkada

ulangan ? Ketentuan Pasal 157 tentang pembentukan badan peradilan

khusus ini harus dipertegas oleh RUU ini tanggal pembentukannya. Jadi

jangan hanya diserahkan kepada pembentuk Undang-Undang kapan

melahirkan UU badan peradilan khsus ini. Kemudian ketentuan tentang

kewenangan MK RI ini sebaiknya diatur tersendiri dalam Bab Ketentuan

Peralihan, supaya ada ketegasan juga bahwa wewenang MK RI hanya

bersifat sementara menyidangkan perselisihan hasil pilkada.

B. Pandangan Armansyah

Pandangan Umum

Pengaturan tentang Pemerintahan Daerah di Indonesia setelah

kemerdekaan 17 Agustus 1945, telah mengalami proses perkembangan yang

cukup panjang. Sampai saat ini tidak kurang dari Sembilan kali diadakan

perubahan terhadap Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan

Daerah. Perubahan yang penting secara subtansial adalah pengaturan

mengenai susunan Pemerintahan Daerah, kadar desentralisasi dalam

pelaksanaan otonomi daerah dan mengenai pemilihan Kepala Daerah. Sejak

tahun 2014 mengenai pemilihan Kepala Daerah telah diatur dalam undang-

undang yang terpisah dengan undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Dalam melaksanakan Pemerintahan Daerah peranan Kepala Daerah

sangat penting, keberhasilan suatu daerah dalam melaksanakan otonomi

daerah sangat tergantung pada Kepala Daerah. Kepala Daerah yang

melaksanakan urusan pemerintahan di daerah dan bertanggung jawab atas

pelaksanaan pemerintahan daerah.

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai peranan yang

sangat strategis dalam rangka pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan,

pemerataan, kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan serasi antara

pemerintah pusat dan daerah, serta antar daerah untuk menjaga keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukan figur Kepala

Daerah yang mampu mengembangkan inovasi, berwawasan ke depan dan

siap melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Konsekwensi logis dari

ketentuan tersebut adalah bahwa pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah dilaksanakan secara demokratis, artinya keberadaan Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah harus memperoleh legitimasi masyarakat secara

penuh. Di sisi lain pemilihan Kepala Daerah tersebut sebagai manivestasi dari

13

pada wujud kedaulatan rakyat pada tingkat daerah yaitu, Provinsi, Kabupaten,

dan Kota dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.1

Kepala Daerah mempunyai kedudukan yang sangat penting dan

menonjol pada suatu struktur pemerintahan daerah. Ia adalah orang pertama

dan paling utama dalam mengkordinasikan aspek perwakilan pada proses

pemerintahan daerah. Sedemikian penting peranan kepala Daerah dalam

menyelenggarakan pemerintahan daerah.2

Partei dan Olsen,3 menyatakan bahwa akibat dari pelaksanaan

desentralisasi, maka seorang Kepala Daerah harus berkualitas sebagai

seorang “generalist”, sebaliknya sebagai alat pemerintah pusat, maka ia

diharapkan menjadi “specialist”.

Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah, seorang Kepala Daerah

dalam implementasi pola kepemimpinannya seharusnya tidak hanya

berorientasi pada tuntutan untuk memperoleh kewenangan yang sebesar-

besarnya, tanpa menghiraukan makna Otonomi Daerah itu sendiri yang lahir

dari suatu kebutuhan akan efisiensi dan efektifitas manajemen

penyelenggaraan pemerintahan, yang bertujuan untuk memberi pelayanan

yang lebih baik kepada masyarakat.4 Saat ini dunia sedang dikurung oleh

kebudayaan global yang tidak dapat dihindarkan. Tidak ada suatu masyarakat

atau bangsa di dunia ini yang dapat mengisolasikan diri dari gelombang

globalisasi yang sedang melanda secara kuat ke semua negara di dunia.

Karena itu Kepala Daerah harus menghadapinya dengan merumuskan strategi

yang dapat mengadopsi nilai-nilai global yang relevan dan mengadopsi nilai-

nilai baru tersebut dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam

masyarakat.5

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang Kepala Daerah

haruslah orang yang memiliki pengetahuan yang cukup, mengetahui

persoalan-persoalan daerah, mempunyai wawasan yang luas dalam upaya

menjalin hubungan dengan pemerintah pusat maupun dengan pemerintah

daerah lainnya, mempunyai wawasan ke depan demi kemajuan daerah, dan

mempunyai kemauan yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat daerah.

1 Titik Triwulan Tutik, Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Dalam Sistem

Pemilu Menurut UUD 1945,(Jakarta, Prestasi Pustaka, 2006), hal 6. 2 S H. Sarundajang, Pemerintahan daerah di Berbagai Negara,( Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1997), h 126. 3 Partei dan Olsen, dalam Yosef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,

(Jakarta, Rajawali, 1991), h 66. 4 J. Kaloh, Kepala Daerah, (Jakarta, Garamedia Pustaka Utama, 2003), h 15-16

5 ibid, h 20.

14

Sejak diundangkannya UU No 32 Tahun 2004, Kepala daerah dipilih

langsung oleh rakyat. Ada beberapa pertimbangan penting dalam pemilihan

Kepala Daerah secara langsung yaitu :6

1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena,

Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, bahkan Kepala Desa selama ini

telah dipilih secara langsung.

2. Pilkada langsung merupakan perwujudan Undang Undang Dasar 1945,

seperti telah diamanatkan Pasal 18 ayat (4), Gubernur, Bupati, dan

Walikota, masing-masing sebagai Kepala pemerintahan daerah dipilih

secara demokratis.

3. Pilkada langsung dipandang sebagai sarana pembelajaran demokrasi

(politik) bagi rakyat. Proses pelaksanaan mulai pendataan sampai akhirnya

pelantikan Kepala Daerah dinilai sebagai media pembelajaran praktik

berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran

kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang

benar sesuai dengan hati nuraninya.

4. Pilkada langsung dipandang sebagai sarana untuk memperkuat otonomi

daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga oleh pemimpin

lokal.

5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi

kepemimpinan nasional.

Pandangan senada menyatakan, daerah sebagai bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam melakukan

pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, seharusnya sinkron

dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yaitu pemilihan secara

langsung. Di samping alasan tersebut, ada beberapa alasan lain, yang

mengaruskan kita melakukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yaitu

sebagai berikut :7

1. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat.

2. Legitimasi yang sama antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

dengan DPRD.

3. Kedudukan yang sejajar antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

dengan DPRD.

4. Mencegah terjadinya politik uang.

Dari pendapat tersebut di atas terlihat bahwa walaupun Pasal 18 ayat (4)

UUD 1945 tidak menentukan secara tegas bahwa pemilihan Kepala Daerah

6 Samsul Wahidin, Hukum Pemerintahan Daerah Mengawasi Pemilihan Umum Kepala Daerah, (Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2008), h 139-140. 7 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung,

(Jakarta, Rajawali, 2005), h 53-55.

15

harus dipilih secara langsung, telah diputuskan bahwa pemilihan Kepala Daerah

dilakukan secara langsung, sebab mempunyai banyak kebaikan-kebaikan.

Pandangan terhadap RUU

1. Berdasarkan Teori Perundang-undangan

Pasal 18 ayat (7) UUD 1945, berbunyi susunan dan tata cara penyelenggaraan

pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Dari ketentuan tersebut,

maka untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah harus diatur dengan

undang-undang. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, maka

diundangkanlah UU No 32 Tahun 2004, UU No 23 Tahun 2014, Perpu No 2

Tahun 2014, UU No. 2 Tahun 2014, dan UU No 9 Tahun 2015. Mengenai

pengaturan pemilihan Kepala Daerah tidak diatur dalam dalam UUD 1945,

melainkan diatur dalam undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah, yaitu

terlihat dalam Pasal 62 UU No 9 tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas

UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yang berbunyi,

ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah diatur dengan undang-undang.

Dalam hal ini yang menjadi persoalan adalah, undang-undang yang

diperintahkan untuk dibentuk diundangkan lebih dahulu dari undang-undang

yang memerintahkan. Seharusnya apabila ada pasal dalam undang-undang

yang memerintahkan untuk membentuk suatu undang-undang, maka undang-

undang yang memerintahkannya telah terlebih dahulu diundangkan. Sampai

sekarang tidak dipahami kenapa undang-undang tentang pemilihan Kepala

Daerah diundangkan terlebih dahulu dibandingkan dengan undang-undang

tentang pemerintahan daerah.

2. Pasal Demi Pasal

a. Mengenai usul perubahan “Pasal 7”, diusulkan bukan hanya huruf g,s,

dan huruf t yang diubah, tapi huruf “e” juga hendaknya diubah, yaitu tentang

syarat umur. Dalam huruf e disebutkan, berusia paling rendah 30 (tiga

puluh) tahun untuk calon Gubernur dan Calon wakil Gubernur, serta 25

(dua puluh lima) tahun untuk calon Bupati dan calon Wakil Bupati serta

calon Walikota dan Calon Wakil Walikota. Diusulkan bahwa syarat umur

ditambah “5 (lima)” tahun untuk masing-masing calon Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah. Dasar pertimbangan adalah bahwa usia yang

ditetapkan belum cukup matang untuk dapat melaksanakan tugas sebagai

Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah. Sebagaimana telah

dikemukakan di atas bahwa tugas Kepala Daerah sangat berat, apalagi

dewasa ini tantangan yang dihadapi semakin banyak dan komplek.

16

Mengenai usul perubahan huruf “g”, terlihat kalimat yang sulit dipahami.

Diusulkan dihapuskan saja, karena sudah ada putusan MK mengenai

Pasal 7 huruf g. Mengenai huruf “r” yang diusulkan untuk dihapus, dalam

hal ini sebenarnya tak perlu dihapus, karena memberitahukan pencalonan

pada atasan bukanlah hal tabu, melainkan sesuatu yang sesuai dengan

moral, janganlah melakukan sesuatu yang penting dilakukan secara diam-

diam. Untuk usulan “huruf s dan t”, kata menyatakan mengundurkan diri

diganti dengan kata, “menyatakan berhenti”. Hal ini dilandasi pemikiran,

apabila kata mengundurkan masih kurang tegas, dan memerlukan proses,

apakah setuju atau tidak setuju.

b. Mengenai Usulan penambahan 1 (satu) ayat pada “Pasal 40, yaitu ayat

(5)”, tentang pemberian sanksi kepada partai politik, berkaitan dengan

tidak mengajukan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,

sebenarnya tidak diperlukan. Merupakan hak parpol untuk mengusulkan

pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Partai Politik

yang tidak mengusulkan pasangan calon akan rugi sendiri, rakyat akan

menilai keberadaan Partai Politik tersebut, dan konsekwensinya akan

kehilangan kepercayaan rakyat.

“Pasal 40 A” sebenarnya tidak diperlukan, untuk ayat (1), sudah diatur

dalam Pasal 40, sedangkan untuk ayat (2) apabila diatur dapat

mengakibatkan, a bahwa pemerinah mempunyai kesempatan yang besar

untuk campur ke dalam Partai Politik, b dengan adanya ayat ini ada

kemungkinan perpecahan dalam partai Politik akan mudah terjadi.

Dimisalkan ada kelompok yang bertikai mempunyai hubungan baik dengan

Kementerian akan dengan cepat mendaftarkan kepengurusan partai

kelompoknya kepada Kementerian, agar dapat mendaftarkan pasangan

Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

c. “Pasal 41” berkaitan dengan perubahan ayat (1) dan (2), terlihat akan

ketakutan Partai Politik terhadap calon perseorangan. Kenapa persentase

syarat dukungan harus dinaikkan, kalau diperhatikan syarat dukungan

dalam undang-undang terdahulu sebenarnya sudah cukup berat. Pada

kesempatan ini diusulkan agar persentase jumlah dukungan tidak

dibedakan antara daerah yang jumlah penduduknya banyak atau sedikit,

misalnya ditetapkan 5% syarat dukungan untuk calon Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daerah di setiap daerah.

d. “Pasal 107”, dalam rancangan undang-undang ditambah 1 (satu) ayat,

sebaiknya ditambah 2 (dua) ayat, sehingga Pasal 107 menjadi 4 (empat)

ayat. Ayat (4) berbunyi, Dalam hal hasil pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota

hanya diikuti 1 (satu) pasangan calon dan mayoritas pemilih tidak setuju

terhadap pasangan calon tersebut, pemilihannya akan dilaksanakan pada

17

pemilihan serentak berikutnya. Bunyi ayat ini diambil dari Pasal 201 ayat

(7a).

e. “Pasal 166”, adanya usul penambahan ayat (1a), sebenarnya tidak

diperlukan, sebab sudah diatur dalam ayat (1). Pengamanan pemilihan

sudah termasuk pada kegiatan pemilihan. Apabila dianggab kurang jelas

mengenai pembagian pendanaan pemilihan antara APBN dan APBD, telah

dijawab dalam ayat (3).

f. “Pasal 187 A ayat (2)” tidak diperlukan, kalaupun harus diatur maka

ancaman hukumannya maupun ancaman dendanya harus dibedakan,

misalnya ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda

paling sedikit Rp 500.000,- (lima ratus ribu), atau paling banyak Rp

1.000.000,-(satu juta). Apabila ayat (2) masih ada dan tidak diubah, sudah

dapat dipastikan tidak dapat dijalankan.

g. “Pasal 201” mengenai usul perubahan dengan menambahkan ayat (7a),

tidak diperlukan karena materi ayat (7a) lebih sesuai dimuat dalam ayat (4),

Pasal 107

3. Jawaban Atas Pertanyaan berkaitan Permasalahan Pilkada 2015.

a. Persyaratan pencalonan dari Partai Politik, apabila ketentuan Pasal 40

dianggap terlalu berat dapat saja dirubah dengan ketentuan, misalnya

menjadipersyaratan perolehan kursi 15% (lima belas persen) dari jumlah

kursi DPRD atau 20% (dua puluh persen) dari akumulasi perolehan suara

sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Untuk persyaratan perorangan, sesuai dengan pandangan terhadap Pasal

41 rancangan undang-undang, maka persayaratan untuk calon perorangan

tidak usah dibedakan jumlah persen dukungannya untuk daerah yang

jumlah penduduknya banyak maupun sedikit, yaitu mendapat dukungan

5% dari masyarakat. (pertanyaan huruf a)

b. Apabila ada partai politik yang bersengketa yang mengakibatkan terjadinya

kepengurusan ganda, dan persoalannya sudah diserahkan ke Pengadilan,

maka partai politik tersebut idak dibenarkan mencalonkan Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah, bukan meminta pengesahan dari Kementerian

tentang kepengurusan yang mana diakui pemerintah. (pertanyaan huruf b)

c. Mengenai terjadinya calon tunggal di beberapa daerah, biasanya terjadi

apabila calon petahana sangat populer di daerah tersebut dan dianggab

berhasil dalam menjalankan pemerintahan daerah. Dengan keadaan yang

demikian menimbulkan rasa pesimis dari pihak lain untuk mencalonkan

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dengan tidak adanya calon lain,

baik dari Partai Politik maupun calon perorangan mengakibatkan calon

18

hanya satu. Berdasarkan Keputusan MK, pemilihan tetap dilakukan.

(pertanyaan huruf d)

d. Penyelesaian sengketa hasil pemilihan melalui peraturan MK yang tidak

sesuai dengan yang disyaratkan undang-undang. Bahwa salah satu

kewenangan MK, adalah menyelesaikan sengketa hasil pemilu. Dalam

melaksanakan kewenangannya MK haruslah berdasarkan pada UUD

1945. UU No 8 Tahun 2011 tidak mengatur secara lengkap mengenai

hukum acara, sehingga, MK mengeluarkan Peraturan Mahkamah

Konstitusi, misalnya Peraturan Mahkamah Konstitusi No 4 Tahun 2015

Tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan

Gubernur, Bupati, Dan Walikota Dengan Satu Pasangan Calon. Dalam

membentuk peraturan tersebut MK haruslah berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang ada. (pertanyaan huruf e)

e. Maraknya politik uang dalam pemilukada tak dapat diselesaikan, sulit

dalam pemberian sanksi. Hal ini disebabkan bahwa untuk membuktikannya

sulit, walaupun disadari bahwa hal itu ada dan sudah merupakan rahasia

umum. (pertanyaan huruf f)

f. Putusan MK yang dianggab kotrofersi tentang keharusan mundur anggota

DPRD, DPD, dan DPD untuk dapat mencalonkan diri sebagai calon Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah. Sebagaimana kita ketahui bahwa MK

mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

Putusan Mk langsung mengikat sejak putusan diucapkan. Dalam membuat

keputusan MK harus berpedoman pada UUD 1945. Dengan keharusan

bahwa setiap mengambil keputusan berdasarkan UUD 1945, maka fungsi

MK adalah, menjaga konstitusi, menafsirkan konstitusi, melindungi hak

asasi manusia, dan melindungi hak konstitusional warga negara.

(pertanyaan huruf g)

g. Pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dapat dilakukan

secara serentak, atau tidak hal ini tergantung apakah pemilihannya

dilakukan dalam waktu yang sama atau tidak. Apabila pemilihan di satu

daerah tertunda karena satu dan lain hal, maka ada kemungkinan

pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dapat dilakukan pada

waktu yang lain. Jangan karena ada permasalahan dari satu daerah

mengganggu daerah yang lain. (pertanyaan huruf j)

h. Putusan MK tentang pengujian undang-undang, yang mengakibatkan ayat,

pasal atau bagian dalam satu undang-undang tidak mempunyai kekuatan

mengikat, maka tidak dapat dilakukan upaya hukum untuk melawan

keputusan tersebut. Dengan adanya keputusan MK yang membatalkan

tentang sesuatu , sedangkan persoalan tersebut perlu diatur, untuk

mencegah terjadinya kekosongan hukum maka perlu dibentuk undang-

undang baru. Dalam UU No 12 Tahun 2011, Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan, dinyatakan bahwa salah satu materi

19

undang-undang adalah tindak lanjut atas putusan MK. (pertanyaan huruf

m).

C. Pandangan Drs. Zakaria, M.SP

1. Bagaimana hasil pengamatan dan hasil evaluasi pada pelaksanaan pilkada

serentak tahun 2015 di Provinsi Sumatera Utara serta saran

perbaikan/masukan bagi pelaksanaan pilkada serentak tahun 2017.

Jawabannya:

Kualitas Pilkada serentak tahun 2015 di Provinsi Sumatera Utara sangat

rendah, hal ini dapat dilihat dari sudut:

a. Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati, Pasangan Calon

Walikota dan Wakil Walikota yang bermaslah sehingga terjadi penundaan

Pilkada.

b. Pasangan Calon yang dibatalkan oleh KPU Kabupaten, kemudian digugat

oleh Panwaslu Kabupaten untuk ditetapkan sebagai Calon.

c. Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Peserta Pemilu terhadap

larangan, tetapi tidak sanksi yang dapat diberikan kepada yang

melanggarnya.

d. Sedikit pemilih yang terdaftar dalam DPT datang ke TPS untuk memilih.

e. Kinerja Penyelenggara Pemilu (KPU dan Panwas) rendah.

f. Munculnya dualisme kepengurusan Partai Politik.

Saran:

a. Perekrutan Penyelenggara Pemilu (anggota KPU dan anggota PANWAS)

harus transparan dan terbebas dari kepentingan pihak-pihak.

b. Diperlukan Kepengurusan Partai Politik yang stabil dan kompak.

c. Jangan usulkan Pasangan Calon yang bermasalah.

d. Para pemimpin (Gubernur, dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,

Walikota dan Wakil Walikota) dan Pemimpin lainnya harus menunjukkan dan

memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.

e. Hukum harus ditegakkan secara adil.

f. Hindari janji-janji yang muluk-muluk dan tidak logis kepada masyarakat.

g. Munculkan Pasangan Calon yang berkualitas, jujur, dan disukai masyarakat.

20

2. Bagaimana tanggapan terhadap Permasalahan pilkada tahun 2015 yang terjadi antara lain: a) persyaratan pencalonan baik dari partai politik maupun dari perseorangan,

Jawaban:

Orang yang akan dicalonkan sebagai calon harus diseleksi dengan baik,

dan jangan calonkan orang yang bermasalah.

b) sengketa partai politik yang juga menjadi kendala pada saat pengusungan

pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik.

Jawaban:

Partai Politik yang masih dalam sengketa tidak dibolehkan mengajukan

pasangan Calon.

c) penyelesaian sengketa pencalonan yang berjenjang dan waktu yang

panjang sehingga menghambat pelaksanaan pilkada dan bahkan berakibat

pada penundaan pelaksanaan pilkada,

Jawaban:

Pencalonan yang mengalami sengketa dibatalkan saja pencalonannya.

d) Terjadinya calon tunggal di beberapa daerah,

Jawaban:

Calon tunggal itu sangat tidak baik. Untuk menghindari terjadinya calon

tunggal, maka persyaratan calon dari Legislatif, TNI, Kepolisian, dan dari

PNS harus mungundurkan diri dari anggota Legislitif, anggota TNI, anggota

Kepolisian, dan dari PNS harus dicabut dan diganti dengan mengundurkan

diri sementara (cuti/tidak aktif) selama pencalonan.

e) Penyelesaian sengketa hasil pemilihan melalui peraturan MK yang tidak

sesuai dengan yang disyaratkan undang-undang,

Jawaban:

Kejadian seperti itu sangat tidak baik, oleh karena itu harus dicari jalan

keluar secepatnya. Bila hal tersebut berlangsung terus akan merusak

tatanan hokum kita. Untuk apa Undang-undang Pemilu dibuat, kalau dalam

penyelesaian sengketa Pemilu tidak dipakai, dan yang dipakai peraturan

MK. Artinya dalam Pemilu kita terjadi dualism peraturan. Dualisme

kepengurusan Partai Politik saja sudah membuat pelaksanaan Pemilu

berantakan, apa lagi bila peraturan perundang-undangannya terjadi

dualism, seperti apa jadinya wajah Pemilu itu.

21

f) Maraknya politik uang yang tidak dapat dilakukan penyelesaian dan

pemberian sanksi,

Jawaban:

1) Perlu dilakukan pendefinisian tentang politik uang dan indikatornya harus jelas (terukur).

2) Batalkan calon yang memberikan uang sebagai calon dalam Pilkada dan harus dilaksanakan secara tegas.

3) Beri sanksi pidana kepada pemilih yang menerima uang dan harus dilaksanakan secara tegas.

g) Putusan MK yang juga kontrofersi yaitu dengan keharusan mundur

anggota DPR, DPD dan DPRD untuk dapat mencalonkan diri sebagai calon

kepala daerah/wakil kepala daerah yang disetarakan dengan keharusan

mundur dari PNS/TNI POLRI tetapi petahana tidak diharuskan mundur,

Jawaban:

Diminta MK untuk meninjau dan merubah kembali keputusannya tentang

keharusan mundur bagi anggota Legislatif, anggota TNI, anggota Kepolisian,

dan PNS tidak perlu karena sebagai anggota peluang untuk memanfaatkan

fasiltas Pemerintah, memaksa bawahan tidak bisa, kecuali sebagai pimpinan

atau unsur pimpinan. Sebagai anggota cukup dengan mengundurkan

sementara atau cuti, atau tidak aktif selama masa pencalonan. Tetapi untuk

petahana wajib mengundurkan diri secara permanen, karena petahana

memiliki peluang yang sangat besar untuk menggunakan fasilitas Pemerintah

dan memaksa bawahannya untuk mendukung dirinya.

h) putusan MK mengenai syarat calon perseorangan yang tidak lagi berdasarkan

jumlah penduduk tetapi berdasarkan jumlah DPT.

Jawaban:

Saya sependapat dengan putusan MK tersebut, karena lebih adil dan sangat

logis. Dikatakan adil karena pasangan calon yang diusung Partai Politik atau

gabungan Partai Politik berdasrkan suara pemilih yang sah. Dikatakan logis

karena pasangan calon perorangan harus mencari dukungan dari anggota

masyarakat yang mempunyai hak pilih (sudah berumur 17 tahun atau sudah

menikah), dengan cara mengumpulkan KTP. Persoalannya tidak semua orang

yang berumur 17 tahun atau sudah menikah pada saat pemungutan suara

dimasa itu punya KTP.

i) putusan MK mengenai mantan narapadina yang boleh mencalonkan diri

menjadi Kepala daereh/wakil kepala daerah yang mengoreksi putusan MK

sebelumnya.

22

Jawaban:

Saya sependapt dengan putusan MK, karena orang yang sudah dihukum atas

kesalahannya sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya, maka orang

tersebut sudah menebus kesalahannya berarti dia sudah tidak bersalah lagi.

Dengan demikian orang tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama

dengan orang lain. Artinya dia punya hak untuk memilih dan dipilih.

j) pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah apakah harus dilaksanakan

secara serentak atau tidak;

Jawaban:

Kalau pemilihannya sudah dilakukan secara serentak dan penetapan

keputusan terpilih juga dilakukan secara serentak, maka pelantikannya juga

harus dilakukan secara serentak. Itu lah sebabnya calon dari petahana wajib

mundur secara permanen dari jabatannya setelah ditetapkan sebagai calon.

Oleh karena itu kedepan perlu ditetapkan periode masa jabatan kepala daerah

5 (lima) tahun, tetapi pelaksanaannya 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan.

Sedangkan masa yang 6 (enam) bulan lagi dilaksanakan oleh Plt atau Plh.

k) ketentuan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dilarang menerima

imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan;

Jawaban:

Saya sangat setuju dengan ketentuan tersebut, sehingga calon yang diusung

oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak punya beban baik secara

moral maupun material. Bila calon terpilih menjadi kepala daerah dan wakil

kepala daerah tidak perlu lagi berpikir dan berusaha untuk mengembalikan

modal.

l) penyelesaian penanganan pelanggaran dalam Pilkada apakah harus dapat

meniru selayaknya Pemilu DPR, DPD, dan DPRD yang harus sudah selesai

paling lama 5 (lima) hari sebelum penetapan hasil akhir; dan

Jawaban:

Menurut saya tidak harus, namun kalau mau mengikuti atau meniru pola

penyelesaian pelanggaran pada Pemilu Legislatif (DPR RI, DPD, dan DPRD)

agar efisien dan efktif sah-sah saja.

23

m) putusan MK terkait ketentuan-ketentuan dalam Pilkada yang terlah dibatalkan

apakah dapat diserahkan kepada pembentuk undang-undang sepenuhnya

untuk merumuskannya kembali ketentuan-ketentuan tersebut.

Jawaban:

Tampaknya, MK selalu menjadi masalah dalam pelaksanaan Pemilu, apakah

dalam kontek Pilpres, Pileg, atau Pilkada. Undang-undang yang sudah

ditetapkan untuk pelaksanaan Pilpres, Pileg, dan Pilkada selalu diubah oleh

MK melalui keputusannya. Hal ini berdampak terhadap pelaksanaan Pemilu,

sehingga Pemilu yang dilakukan menjadi carut-marut. Sehubungan dengan hal

tersebut, khusus mengenai Undang-undang tentang Pemilihan Umum sebelum

di tetapkan disarankan kepada DPR RI untuk membahasnya dengan MK dan

setelah itu baru ditetapkan oleh DPR RI. Dengan demikian MK tidak perlu

membuat keputusan-keputusan terhadap Pemilu yang berlawanan dengan

Undang-undang Pemilu.

24

Tanggapan dan Masukan

No Pasal Isi Pasal Bunyi Pasal Pengusulan Perubahan Kedua Tanggapan 1 2 3 4 5

1 7

Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon

Gubernurdan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan

Calon WakilBupati, serta Calon Walikota dan Calon

Wakil Walikotaadalah yang memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar

Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan

Republik Indonesia;

c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat

atasatau sederajat;

d. Dihapus.

e.Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk

Calon

Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua

puluhlima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon

Wakil Bupatiserta Calon Walikota dan Calon Wakil

Walikota;

f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil

pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;

g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan

putusanpengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetapkarena melakukan tindak pidana yang

diancam denganpidana penjara 5 (lima) tahun atau

lebih;

h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan

putusan

Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon

Gubernurdan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan

Calon WakilBupati, serta Calon Walikota dan Calon

Wakil Walikotaadalah yang memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar

Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan

Republik Indonesia;

c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan

tingkat atasatau sederajat;

d. Dihapus.

e. Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun

untuk CalonGubernur dan Calon Wakil

Gubernur serta 25 (dua puluhlima) tahun untuk

Calon Bupati dan Calon Wakil Bupatiserta

Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;

f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil

pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;

g.tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan

keputusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetapatau bagi mantan terpidana

telah secara terbuka dan jujur mengemukakan

kepada public bahwa yang bersangkutan mantan

terpidana;

h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan

putusan

Pengusulan Perubahan Kedua RUU.No.1 Tahun 2015

terhadap Ketentuan dalam Pasal 7 ada yang perlu

ditinjau kembali yaaitu : Pasal 7 huruf c, huruf e, huruf

s, dan huruf t. Kemudian pada huruf s dan huruf t disip

1 (satu) ayat sehingga berbunyi sebagai berikut:

c.berpendidikan paling rendah S1

(sarjana). Alasannya :

1. Untuk memimpin kehidupan

masyarakat yang luas dan beraneka ragam

kepentingan, status dalam wilayah

Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Negara tidak

cukup hanya bersandar pada pendidikan dasar,

diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang

luas, untuk itu diperlukan orang-orang harus

berpendidikan tinggi. Selain itu untuk

mendapatkan calon pemimpin yang

berpendidikan tinggi (sarjana) dewasa ini dan

yang akan datang sangatlah mudah.

2.Dewasa ini sudah banyak anggota

TNI, Kepolisian, anggota Legislative, PNS, dan

anggota masyarakat lainnya yang sudah sarjana.

3. Secara filosofis, semakin tinggi tingkat

pendidikan sesorang semakin luas

pengetahuannya, semakin sistematis cara berpikir

dan bertindaknya.

4. Para pemimpin punya tugas dan

kewajiban membuat kebijakan dan memerintah,

untuk itu diperlukan cara berpikir dan bertindak

yang sistematis.

25

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap;

i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang

dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian;

j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;

k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara

perseorangan dan/atau secara badan hukum yang

menjaditanggung jawabnya yang merugikan

keuangan negara;

l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap;

m.memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki

laporanpajak pribadi;

n. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati,

dan

Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam

jabatanyang sama untuk Calon Gubernur, Calon

Bupati, danCalon Walikota;

o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati,

dan

Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil

Bupati, dan Calon Wakil Walikota;

p.berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil

Gubernur,Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan

Wakil Walikota yangmencalonkan diri di daerah lain

sejak ditetapkan sebagaicalon;

q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat

Bupati, dan penjabat Walikota;

r. tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana;

s. memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur,

WakilGubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota,

dan WakilWalikota kepada Pimpinan Dewan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap;

i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang

dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian;

j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;

k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara

perseorangan dan/atau secara badan hukum yang

menjaditanggung jawabnya yang merugikan

keuangan negara;

l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap;

m.memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki

laporanpajak pribadi;

n. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati,

dan

Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam

jabatanyang sama untuk Calon Gubernur, Calon

Bupati, danCalon Walikota;

o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati,

dan

Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil

Bupati, dan Calon Wakil Walikota;

p. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil

Gubernur,Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan

Wakil Walikota yangmencalonkan diri di daerah

lain sejak ditetapkan sebagaicalon;

q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat

Bupati, dan penjabat Walikota;

r.dihapus;

s.menyatakan secara tertulis pengunduran diri

sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat

bagianggota Dewan Perwakilan Rakyat,

e. Berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun

untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur serta 30 (tiga puluh) tahun untuk

Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta

Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

Alasannya :

1. Untuk memimpin masyarakat banyak dan

beranekaragam dari berbagai aspek diperlukan

calon pemimpin yang banyak pengalamannya,

punya integrita, punya reputasi, dan sebagainya.

Kesemuanya itu membutuhkan waktu.

2. Masyarakat kebanyakan suka dengan gaya

kepemimpinan yang Patternalis (kebapaan). Jadi

pemimpin itu dianggap sebagai orang tua. Itu

sebabnya pemimpin itu disebut sebagai orang

yang di tua kan.

3. Kebiasaan dalam masyarakat (budaya) Pucuk

pimpinan selalu dicari dari kalangan yang sudah

berpengalaman (sudah banyak merasakan asam

garam dalam kehidupanya) dan sudah berumur.

4. Mencari pemimpin yang berumur muda 25 (dua

puluh lima) tahun tetapi memiliki sifat-sifat dan

kriteria seperti yang dikemukakan di atas sangat

sulit.

5. Kedepan peluang orang yang berumur 25 (dua

puluh lima) tahun untuk menjadi pucuk pimpinan

di Kabupaten/Kota sangat besar. Peluang yang

besar itu terjadi karena fasilitas orang tuanya.

Pada Pilkada yang lalu sudah muncul fenomena

tersebut.

26

Perwakilan Rakyat bagianggota Dewan Perwakilan

Rakyat, kepada PimpinanDewan Perwakilan Daerah

bagi anggota Dewan PerwakilanDaerah, atau kepada

Pimpinan Dewan Perwakilan RakyatDaerah bagi

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

t.mengundurkan diri sebagai anggota Tentara

NasionalIndonesia, Kepolisian Negara Republik

Indonesia, danPegawai Negeri Sipil sejak

mendaftarkan diri sebagaicalon;dan

u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara

ataubadan usaha milik daerah sejak ditetapkan

sebagai calon.

anggota Dewan Perwakilan Daerah dan anggota

Dewan PerwakilanRakyat Daerah, sejak

ditetapkan sebagai pasangan calon peserta

Pemilihan; t.menyatakan secara tertulis pengunduran diri

sebagai anggota Tentara NasionalIndonesia,

Kepolisian Negara Republik Indonesia,

danPegawai Negeri Sipil serta Kepala Desa atau

sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan

calon peserta Pemilihan;dan

u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara

ataubadan usaha milik daerah sejak ditetapkan

sebagai calon.

s.menyatakan secara tertulis pengunduran diri

sementara (tidak aktip/cuti) sebagai anggota

Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan

Daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, sejak ditetapkan sebagai pasangan

calon peserta Pemilihan sampai ditetapkannya

hasil Pemilihan;

s1.menyatakan secara tertulis pengunduran diri

sebagai pimpinanbagi calon yang masuk

kedalam unsur pimpinan Dewan Perwakilan

Rakyat, unsur pimpinan Dewan Perwakilan

Daerah dan unsur pimpinan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, sejak ditetapkan sebagai

pasangan calon peserta Pemilihan;

t. menyatakan secara tertulis pengunduran diri

sementara (tidak aktip/cuti) sebagai anggota

Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara

Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil

sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta

Pemilihan sampai ditetapkannya hasil

Pemilihan;

t1. menyatakan secara tertulis pengunduran diri

sebagai pimpinan bagi calon yang masuk

kedalam unsur pimpinanpada lembaga Tentara

Nasional Indonesia, lembaga Kepolisian Negara

Republik Indonesia, dan lembaga Pemerintah

lainnya serta Kepala Desa atau sebutan lain

sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta

Pemilihan;

27

Alasannya:

1. Sumber daya manusia Indonesia yang potensial

banyak berdomilisi pada lembaga Legislatif, TNI,

Kepolisian, dan Pegawai Negeri Sipil yang

menyebar pada lembaga Pemerintah lainnya.

2. Peluang untuk ditetapkan menjadi pucuk pimpinan

Daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur untuk

Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk

Kabupaten, serta Walikota dan Wakil Walikota

untuk Kota) sangat kecil, sehingga orang-orang

yang potensial pada lembaga tersebut punya resiko

yang amat besar bila tidak terpilih menjadi Kepala

Daerah.

3. Sedangkan sumber daya yang berasal diluar

lembaga (legislative, TNI, Kepolisian, PNS) seperti

pengusaha atau organisasi swasta lainnya tidak

punya resiko sama sekali dalam hal kedudukan atau

usaha yang mereka lakukan sehari-hari.

4. Oleh karena itu menurut hemat saya sangatlah

bijaksana bila anak bangsa ini untuk tidak menyuruh

anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi,

Kabupaten/Kota, anggota TNI , anggota Kepolisian,

dan PNS sebagai anggota biasa apa bila mereka

mencalonkan diri sebagai calon Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah (Gubernur dan Wakil

Gubernur untuk Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati

untuk Kabupaten, serta Walikota dan Wakil

Walikota untuk Kota).

Selanjutnya Pengusulan Pasal 7 huruf a, huruf b, huruf

f, huruf h, huruf I, huruf j, huruf k, huruf l, huruf m,

huruf n, huruf o, dan huruf u saya setuju.

28

2 27A

Tugas dan wewenang Bawaslu dalam penyelenggaraan

Pemilihan, yaitu sebagai berikut.

a. Menyusun dan menetapkan pedoman teknis

pengawasan untuk setiap tahapan Pemilihan;

b. Memfasilitasi pelaksanaan tugas Bawaslu Provinsi

dan Panwas Kabupaten/Kota dalam melanjutkan

pengawasan Pemilihan jika Bawaslu provinsi dan

Panwas Kabupaten/Kota tidak dapat

menindaklanjutkan pengawasan Pemilihan secara

berjenjang;

c. Menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu provinsi

kepada KPU terkait terganggunya tahapan

Pemilihan Gubernur; dan;

d. Melakukan evaluasi pengawasan pelaksanaan

Pemilihan.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 27A diusulkan perlu ditambah 1 (satu)

huruf, yaitu huruf e yang berbunyi sebagai berikut :

Panwas Kabupaten/Kota wajib membentuk Panwas

Kecamatan dan PPL sebelum tahapan Pemilu

dilakukan

Selanjutnya Pengusulan Pasal 27A huruf a, huruf b,

huruf c, dan huruf d, saya setuju.

3 30

Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:

a.mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang

meliputi:

1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data

kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih

Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;

2.pencalonan yang berkaitan dengan

persyaratan dan tata cara pencalonan;

3. proses dan penetapan calon;

4. pelaksanaan Kampanye;

5. perlengkapan Pemilihan dan

pendistribusiannya;

6. pelaksanaan pemungutan suara dan

penghitungan suara hasil Pemilihan;

7. mengendalikan pengawasan seluruh proses

penghitungan suara;

8. penyampaian surat suara dari tingkat TPS

sampai ke PPK;

Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:

a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan

yang meliputi:

1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan

data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih

Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;

2. pencalonan yang berkaitan dengan

persyaratan dan tata cara pencalonan;

3. proses dan penetapan calon;

4. pelaksanaan Kampanye;

5. perlengkapan Pemilihan dan

pendistribusiannya;

6. pelaksanaan pemungutan suara dan

penghitungan suara hasil Pemilihan;

7.mengendalikan pengawasan seluruh

Proses penghitungan suara;

8. penyampaian surat suara dari tingkat TPS

sampai ke PPK;

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 30, diusulkan sebelum huruf a ditambah

1 (satu) huruf, huruf a angka 6, angka 8 diubah, dan

diantara angka 8 dan angka 9 ditambah angka 8a, 8b

yang bebunyi sebagai berikut:

ao. Panwas Kabupaten/Kota membentuk Panwas

Kecamatan dan PPL 1 (satu) bulan sebelum

tahapan pertama penyelenggaraan Pemilu dimulai.

Hal ini harus dilakukan sebelum Pemilu, Selama

ini Panwas Kecamatan dan PPL pembentukannya

setelah tahapan Pemilu sudah selesai

pelaksanaannya beberapa tahapan.

6. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan

suara hasil Pemilihan di TPS;

8. penyampaian surat suara hasil Pemilihan dari

tingkat TPS sampai ke KPU Kabupaten/Kota

29

9. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh

KPU Provinsi, Kabupaten, dan Kota dari seluruh

Kecamatan; dan

10. pelaksanaan penghitungan dan

pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan

Pemilihan susulan;

b. menerima laporan dugaan pelanggaran

terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan

mengenai Pemilihan;

c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa

penyelenggaraan Pemilihan yang tidak mengandung

unsur tindak pidana;

d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU

Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk

ditindaklanjuti;

e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi

kewenangannya kepada instansi yang berwenang;

f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar

untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang

berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang

mengakibatkan terganggunya tahapan

penyelenggaraan Pemilihan oleh penyelenggara di

Provinsi, Kabupaten, dan Kota;

g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut

rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada

anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota,

sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi dan

KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan

tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan

penyelenggaraan Pemilihan yang sedang

berlangsung;

h.mengawasi pelaksanaan sosialisasi

penyelenggaraan Pemilihan; dan

9. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh

KPU Provinsi, Kabupaten, dan Kota dari

seluruh Kecamatan; dan

10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan

suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan

Pemilihan susulan;

11. Pelaksanaan penetapan hasil Pemilihan

Bupati/Walikota

b. menerima laporan dugaan pelanggaran

terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan

mengenai Pemilihan;

c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa

penyelenggaraan Pemilihan yang tidak

mengandung unsur tindak pidana;

d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU

Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk

ditindaklanjuti;

e.meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi

kewenangannya kepada instansi yang berwenang;

f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai

dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu

yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan

yang mengakibatkan terganggunya tahapan

penyelenggaraan Pemilihan oleh penyelenggara di

Provinsi, Kabupaten, dan Kota;

g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi

Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota

KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota,

sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi

dan KPU Kabupaten/Kota yang terbukti

melakukan tindakan yang mengakibatkan

terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan

yang sedang berlangsung;

untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota;

8a. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK

dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati

dan Wakil Bupati atau Pemilihan Walikota dan

Wakil Walikota;

8b.penyampaian surat suara hasil Pemilihan dari

tingkat TPS sampai ke KPU Provinsi untuk

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;

10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara

ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan

Gubernur, bupati/Walikota;

Selanjutnya Pengusulan Pasal 30 huruf a angka 1, 2, 3,

4, 5, 7, 9, dan 11 huruf b, c, d, e, f, g, h, dan huruf

i,saya setuju.

30

i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

h. mengawasi pelaksanaan sosialisasipenyeleng-

garaan Pemilihan; dan

i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

4 33

Tugas dan wewenang Panwas Kecamatan dalam

Pemilihan meliputi:

a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di

wilayah Kecamatan yang meliputi:

1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data

kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih

Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;

2. pelaksanaan Kampanye;

3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;

4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara

hasil Pemilihan;

5. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK;

6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK

dari seluruh TPS; dan;

7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara

ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan

susulan;

b. mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada

KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;

c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap

tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan

oleh penyelenggara Pemilihan sebagaimana

dimaksud pada huruf a;

d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK

untuk

ditindaklanjuti;

e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi

kewenangannya kepada instansi yang berwenang;

Tugas dan wewenang Panwas Kecamatan dalam

Pemilihan meliputi:

a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di

wilayah Kecamatan yang meliputi:

1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data

kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih

Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;

2. pelaksanaan Kampanye;

3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;

4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara

hasil Pemilihan;

5. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke

PPK;

6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh

PPK dari seluruh TPS; dan;

7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara

ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan

susulan;

b. mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari

PPK

kepada KPU Kabupaten/Kota;

c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap

tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang

dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan

sebagaimana dimaksud pada huruf a;

d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK

untuk ditindaklanjuti;

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 33, diusulkan pada huruf a angka 4

diubah, yang berbunyi sebagai berikut :

4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara

hasil Pemilihan di TPS;

Selanjutnya Pengusulan Pasal 33 huruf a angka 1, 2,

3, 5, 6, 7, huruf b, c, d, e, f, g, dan huruf h, saya

setuju.

31

f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan

Pemilihan;

g. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang

atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang

mengandung unsur tindak pidana Pemilihan; dan

h. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi

kewenangannya kepada instansi yang berwenang;

f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan

Pemilihan;

g. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang

atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang

mengandung unsur tindak pidana Pemilihan; dan

h. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

5 40

(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat

mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan

perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari

jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima

persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam

pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang

bersangkutan.

(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik

dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan

ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua

puluh persen) dari jumlah kursi DPRD sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi

DPRD menghasilkan angka pecahan maka

perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan

pembulatan ke atas.

(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik

mengusulkan pasangan calon menggunakan

ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua

puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara

sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan

itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang

memperoleh kursi di DPRD.

(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat

mendaftarkan calon jika telah memenuhi

persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua

puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25%

(dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan

suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di

daerah yang bersangkutan.

(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai

Politik dalam mengusulkan pasangan calon

menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit

20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi

jumlah kursi DPRD menghasilkan angka pecahan

maka perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan

pembulatan ke atas.

(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai

Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan

ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua

puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara

sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan

itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang

memperoleh kursi di DPRD.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 40 saya setuju.

32

(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

mengusulkan 1 (satu) calon, dan calon tersebut tidak

dapat diusulkan lagi oleh Partai Politik atau

gabungan Partai Politik lainnya.

(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

mengusulkan 1 (satu) calon, dan calon tersebut

tidak dapat diusulkan lagi oleh Partai Politik atau

gabungan Partai Politik lainnya.

(5) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai

Politik memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak

mengusulkan pasangan calon, Partai Politik atau

gabungan Partai Politik tersebut tidak boleh

mengusulkan pasangan calon pada Pemilihan

berikuutnya dan dapat mengusulkan kembali

setelah Pemilihan berikutnya.

6 40A

(1) Partai Politik yang dapat mendaftarkan pasangan

calon adalah Partai Politik yang terdaftar pada

kementrian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi

manusia dan memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 40.

(2) Dalam hal terjadi sengketa kepengurusan partai

Politik, Partai Politik yang dapat mendaftarkan

pasangan calon adalah Partai Politik yang susunan

kepengurusannya terdaftar pada kementrian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

hukum dan hak asasi manusia sampai terdapat

putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap atas sengketa kepengurusan

Partai Politik tersebut dan kepengurusannya

didaftarkan pada kementrian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang

hukum dan hak asasi manusia.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 40A saya setuju.

7 41 Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d,

33

(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai

Calon Gubernur jika memenuhi syarat dukungan

dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai

dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus

didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah

persen);

b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari

2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan

6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 5% (lima persen);

c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari

6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan

12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus

didukung paling sedikit 4% (empat persen);

d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari

12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus

didukung paling sedikit 3% (tiga persen); dan

e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada

huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d tersebar di

lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah

Kabupaten/Kota di Provinsi dimaksud.

(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai

Calon Bupati dan Calon Walikota, jika memenuhi

syarat dukungan dengan ketentuan:

a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk

sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh

ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5%

(enam koma lima persen);

b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih

dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai

dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus

didukung paling sedikit 5% (lima persen);

(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri

sebagaiCalon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur jika memenuhi syarat dukungan jumlah

penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat

pada daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan

pada Pemilu sebelumnya, dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat

pada daftar pemilih tetap sampai dengan

2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 10 % (sepuluh persen);

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang

termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari

2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan

6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 8,5% (delapan setengah

persen);

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat

pada daftar pemilihtetap lebih dari 6.000.000

(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000

(dua belas juta) jiwa harus didukung paling

sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang

termuat pada daftar pemilihtetap lebih dari

12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus

didukung paling sedikit 6,5% (enam

setengah persen); dan

e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada

huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d tersebar

di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah

Kabupaten/Kota di Provinsi dimaksud.

(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri

sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati

serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota

serta ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d diubah

yang berbunyi sebagai berikut:

(1) b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat

pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000

(dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000

(enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit

8,5% (delapan koma lima persen);

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat

pada daftar pemilihtetap lebih dari 6.000.000

(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua

belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit

7,5% (tujuh koma lima persen);

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat

pada daftar pemilihtetap lebih dari 12.000.000

(dua belas juta) jiwa harus didukung paling

sedikit 6,5% (enam koma lima persen); dan

(2) b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang

termuat pada daftar pemilihtetap lebih dari

250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai

dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus

34

c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih

dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai. dengan

1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 4% (empat persen);

d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih

dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 3% (tiga persen); dan

e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada

huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar

di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah

Kecamatan di Kabupaten/Kota dimaksud.

(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang

disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk

Elektronik atau surat keterangan tanda penduduk

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

hanya diberikan kepada 1 (satu) calon

perseorangan.

jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk

yang mempunyai hak pilih dan termuat pada

daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan pada

Pemilu sebelumnya, dengan ketentuan:

a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang

termuat pada daftar pemilihtetapsampai

dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu)

jiwa harus didukung paling sedikit 10%

(sepuluh persen);

b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang

termuat pada daftar pemilihtetaplebih dari

250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai

dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus

didukung paling sedikit 8,5% (delapan

setengah persen);

c. Kabupaten/Kota dengan jumlah pendudukyang

termuat pada daftar pemilihtetap lebih dari

500.000 (lima ratus ribu) sampai. dengan

1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);

d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang

termuat pada daftar pemilihtetaplebih dari

1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 6,5% (enam setengah persen);

dan

e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada

huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar

di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah

Kecamatan di Kabupaten/Kota dimaksud.

(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang

disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk

Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/ atau

didukung paling sedikit 8,5% (delapan koma

lima persen);

cKabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang

termuat pada daftar pemilihtetap lebih dari

500.000 (lima ratus ribu) sampai. dengan

1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 7,5% (tujuh koma lima persen);

e. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk

yang termuat pada daftar pemilihtetap lebih

dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 6,5% (enam koma lima persen);

Alasannya :

Penulisan angka dengan menggunakan huruf harus

ditulis sesuai dengan lambing angka tersebut.

Selanjutnya Pengusulan ketentuan dalam Pasal 41 ayat

(1) huruf a, huruf e, dan ayat (2) huruf a, huruf e, ayat

(3), dan ayat (4) saya setuju.

35

identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangan calon

perseorangan.

8 45

(1) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon

WakilGubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon

WakilBupati, serta pasangan Calon Walikota dan

Calon WakilWalikota disertai dengan penyampaian

kelengkapandokumen persyaratan.

(2) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi:

a. surat pernyataan, yang dibuat dan

tandatanganioleh calon sendiri, sebagai bukti

pemenuhan syaratcalon sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 huruf a,huruf b, huruf n, huruf o,

huruf p, huruf q, huruf s,

huruf t, dan huruf u;

b. surat keterangan hasil pemeriksaan

kemampuansecara rohani dan jasmani dari tim

dokter yangditetapkan oleh KPU Provinsi atau

KPUKabupaten/Kota, sebagai bukti pemenuhan

syaratcalon sebagaimana dimaksud dalam Pasal

7 huruf f;

c. surat tanda terima laporan kekayaan calon

dariinstansi yang berwenang memeriksa laporan

kekayaanpenyelenggara negara, sebagai bukti

pemenuhansyarat calon sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 huruf j;

d. surat keterangan tidak sedang memiliki

tanggunganutang secara perseorangan dan/atau

secara badanhukum yang menjadi

tanggungjawabnya yangmerugikan keuangan

(1) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon

WakilGubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon

WakilBupati, serta pasangan Calon Walikota dan

Calon WakilWalikota disertai dengan

penyampaian kelengkapandokumen persyaratan.

(2) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud

padaayat (1) meliputi:

a. surat pernyataan, yang dibuat dan

ditandatanganioleh calon sendiri, sebagai bukti

pemenuhan syaratcalon sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 huruf a,huruf b, huruf g, huruf n,

huruf o, huruf p, huruf q,huruf s, huruf t, dan

huruf u;

b. surat keterangan:

1. hasil pemeriksaan kemampuansecara rohani

dan jasmani dari tim dokter yangditetapkan

oleh KPU Provinsi atau

KPUKabupaten/Kota, sebagai bukti

pemenuhan syaratcalon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf f;

2. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hokum tetap dari Pengadilan

Negeri yang wilayah hukumnya meliputi

tempat tinggal calon atau bagi mantan

terpidana telah secara terbuka dan jujur

mengemukakan kepada public bahwa yang

bersangkutn mantan terpidana dari

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 45 saya setuju.

36

negara, dari Pengadilan Negeriyang wilayah

hukumnya meliputi tempat tinggal calon,sebagai

bukti pemenuhan syarat calon

sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7 huruf k;

e. surat keterangan tidak dinyatakan pailit dari

Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya

meliputitempat tinggal calon, sebagai bukti

pemenuhan syaratcalon sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 huruf l;

f. surat keterangan tidak sedang dicabut hak

pilihnyaberdasarkan putusan pengadilan yang

telahmempunyai kekuatan hukum tetap, dari

PengadilanNegeri yang wilayah hukumnya

meliputi tempattinggal calon, sebagai bukti

pemenuhan syarat calonsebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 huruf h;

g. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak atas

namacalon, tanda terima penyampaian

SuratPemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

WajibPajak Orang Pribadi atas nama calon,

untuk masa5 (lima) tahun terakhir, dan tanda

bukti tidakmempunyai tunggakan pajak dari

Kantor PelayananPajak tempat calon yang

bersangkutan terdaftar,sebagai bukti pemenuhan

syarat calon sebagaimanadimaksud pada dalam 7

huruf m;

h. daftar riwayat hidup calon yang dibuat dan

ditandatangani oleh calon perseorangan dan

bagicalon yang diusulkan dari Partai Politik

ataugabungan Partai Politik ditandatangani oleh

calon,pimpinan Partai Politik atau pimpinan

gabunganPartai Politik;

pemimpin redaksi media massa local atau

nasional dengan disertai buktinya, sebagai

bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf g;

3. tidak sedang dicabut hak pilihnya

berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hokum tetap dari

Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya

meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti

pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf h;

4. tidak pernah melakukan perbuatan tercela

yang dibuktikan dengan surat keterangan

catatan kepolisian, sebagai bukti

pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf i:

5. tidak sedang memiliki tanggungan hutang

secara perseorangan dan/atau secara badan

hokum yang menjadi tanggungjawabnya

yang merugikan keuangan Negara, dari

Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya

meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti

pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf k:

6. tidak dinyatakan pailit dari Pengadilan

Negeri yang wilayah hukumnya meliputi

tempat tinggal calon, sebagai bukti

pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf l:

c. surat tanda terima laporan kekayaan calon

dariinstansi yang berwenang memeriksa

laporan kekayaanpenyelenggara negara,

37

i. fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik

denganNomor Induk Kependudukan;

j. fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh pihak

yang berwenang, sebagai bukti emenuhan syarat

calonsebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf

c;

k. surat keterangan tidak pernah dijatuhi pidana

penjaraberdasarkan putusan pengadilan yang

telahmemperoleh kekuatan hukum tetap,

karenamelakukan tindak pidana yang diancam

denganpidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih

dariPengadilan Negeri yang wilayah hukumnya

meliputitempat tinggal calon, sebagai bukti

pemenuhan syaratcalon sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 huruf g;

l. pas foto terbaru Calon Gubernur dan Calon

WakilGubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil

Bupati, sertaCalon Walikota dan Calon Wakil

Walikota; dan

m. Dihapus.

n. naskah visi dan Calon Gubernur dan Calon

WakilGubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil

Bupati, sertaCalon Walikota dan Calon Wakil

Walikota.

sebagai bukti pemenuhansyarat calon

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf j;

d. fotokopi:

1. ijazah yang telah dilegalisir oleh pihak yang

berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat

calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

huruf c;

2. kartu nomor pokok wajib pajak atas nama

calon, tanda terima penyampaian surat

pemberitahuan tahunan pajak penghasilan

wajib pajak orang pribadi atas nama calon,

untuk masa 5 (lima) tahun terakhir, dan

tanda bukti tidak mempunyai tunggakan

pajak dari kantor pelayanan pajak tempat

calon yang bersangkutan terdaftar, sebagai

bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf m;

3. kartu tanda penduduk elektronik dengan

nomor induk kependudukan;

e. daftar riwayat hidup calon yang dibuat dan

ditandatangni oleh calon perseorangan dan bagi

calon yang diusulkan dari Partai Politik atau

gabungan Partai Politik ditandatangani oleh

calon, pimpinan Partai Politik atau pimpinan

gabungan Partai Politik;

f. pas foto terbaru Calon Gubernur dan Calon

Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil

Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil

Walikota;

g. naskah visi dan Calon Gubernur dan Calon

Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil

Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil

Walikota.

38

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pemenuhan persyaratan dan kelengkapan

dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.

9 54A

(1) Pemilihan 1 (satu) pasngan calon dilaksanakan

dalam hal memenuhi kondisi :

a. Setelah dilakukan penundaan dan sampai

dengan berakhirnya masa perpanjangan

pendaftaran, hanya terdapat 1 (satu) pasangan

calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil

penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan

memenuhi syarat;

b. Terdapat lebih dari 1 (satu) pasangan calon yang

mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian

hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang

dinyatakan memenuhi syarat dan setelah

dilakukan penundaan sampai dengan

berakhirnya masa pembukaan kembali

pendaftaran tidak terdapat pasangan calon yang

mendaftar atau pasangan calon yang mendaftar

berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak

memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya

terdapat 1 (satu) pasangan calon;

c. Sejak penetapan pasangan calon sampai dengan

saat dimulainya masa kampanye terdapat

pasangan calon yang berhalangan tetap, Partai

Politik atau Gabungan Partai Poltik tidak

mengusulkan calon/pasangan calon pengganti

atau calon/pasangan pengganti yang diusulkan

dinyatakan tidak memenuhi syarat yang

mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu)

pasangan calon;

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 54A saya setuju.

39

d. Sejak dimulainya masa kampanye sampai

dengan hari pemungutan suara terdapat

pasangan calon yang berhalangan tetap, Partai

Politik atau Gabungan Partai Politik tidak

mengusulkan calon/pasangan calon pengganti

atau calon/pasangan calon pengganti yang

diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat

yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu)

pasangan calon; atau

e. Terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi

pembatalan sebagai peserta Pemilihan yang

mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu)

pasangan calon.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

Pemilihan 1 (satu) pasangan calon diatur dengan

Peraturan KPU.

10 71

(1) Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan

Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang

membuat keputusan dan/atau tindakan yang

menguntungkan atau merugikan salah satu calon

selama masa Kampanye.

(2) Petahana dilarang melakukan penggantian pejabat 6

(enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.

(3) Petahana dilarang menggunakan program dan

kegiatan Pemerintahan Daerah untuk kegiatan

Pemilihan 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya

berakhir.

(4) Dalam hal petahana melakukan hal sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana

dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU

Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

(1) Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan

Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang

membuat keputusan dan/atau tindakan yang

menguntungkan atau merugikan salah satu calon

selama masa Kampanye.

(2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil

Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota

dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam)

bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon

sampai dengan akhir masa jabatan kecuali

mendapat persetujuan tertulis dari Menteri

(3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil

Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota

dilarang menggunakan program dan kegiatan

Pemerintahan Daerah untuk kegiatan Pemilihan 6

(enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 71 saya setuju. Namun dalam

pengawasannya sangat sulit dilakukan, karena

indicator dan kriterianya tidak jelas. Oleh sebab itu

perlu dibuat indicator yang jelas.

Kalau indicator yang jelas dan tegas tidak dibuat tidak

ada gunanya ketentuan Pasal 71, karena bila dilanggar

tidak bisa diberi atau dijatuhkan sanksi.

40

calon sampai dengan penetapan pasangan calon

terpilih.

(4) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati

atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil

Walikota selaku petahana melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),

petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan

sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU

Kabupaten/Kota.

11 73

(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan

dan/atau memberikan uang atau materi lainnya

untuk mempengaruhi Pemilih.

(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan

sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU

Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan

pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi

pidana sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan

dan/atau memberikan uang atau materi lainnya

untuk mempengaruhi Pemilih.

(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan

sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU

Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

(2a) Dalam hal calon yang ditetapkan sebagai pasangan

calon terpilih terbukti melakukan pelanggaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hokum tetap dikenai sanksi pembatalan

sebagai pasangan calon terpilih oleh KPU

Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan dikenai

sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan

pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 73 saya setuju.

41

pidana sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

12 85

(1) Pemberian suara untuk Pemilihan dapat

dilakukan dengan cara:

a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau

b. memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara

secara elektronik.

(2) Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dilakukan berdasarkan prinsip

memudahkan Pemilih, akurasi dalam penghitungan

suara, dan efisiensi dalam penyelenggaraan

Pemilihan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian

suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan KPU.

(1) Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan

dengan cara:

a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau

b. memberi suara melalui peralatan Pemilihan

suara secara elektronik.

(2) Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dilakukan berdasarkan

prinsip memudahkan Pemilih, akurasi dalam

penghitungan suara, dan efisiensi dalam

penyelenggaraan Pemilihan.

(2a) Pemberian suara secara elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan

mempertimbangkan keseiapan Pemerintah Daerah

dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat

berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah.

(2b) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon

yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian

pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi

syarat, pemberin suara untuk Pemilihan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa setuju

atau tidak setuju.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dengan Peraturan KPU.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 85 saya setuju.

13 107

(1) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta

pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota

yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan

sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil

Bupati terpilih

(1) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati

serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil

Walikota yang memperoleh suara terbanyak

ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan

Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon

Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih.

42

serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil

Walikota terpilih.

(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang

sama untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, pasangan

calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang

lebih merata penyebarannya di seluruh kecamatan di

abupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai pasangan

Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan

Calon Walikota danCalon Wakil Walikota terpilih.

(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang

sama untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati

serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota,

pasangan calon yang memperoleh dukungan

Pemilih yang lebih meratapenyebarannya di seluruh

kecamatan di kabupaten/kota tersebut ditetapkan

sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil

Bupati serta pasangan Calon Walikota danCalon

Wakil Walikota terpilih.

(3) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon

Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan

Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota peserta

Pemilihan memperoleh suara 50 % (lima puluh

persen) atau lebih dari jumlah suara sah ditetapkan

sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil

Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon

Wakil Walikota terpilih.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 107 saya setuju.

14 109

(1) Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur yang memperoleh suara terbanyak

ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan

Calon Wakil Gubernur terpilih.

(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang

sama untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, pasangan calon yang memperoleh

dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya

di seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut

ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan

Calon Wakil Gubernur terpilih.

(1) Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur yang memperoleh suara terbanyak

ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan

Calon Wakil Gubernur terpilih.

(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang

sama untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, pasangan calon yang memperoleh

dukungan Pemilih yang lebih merata

penyebarannya di seluruhkabupaten/kota di

provinsi tersebut ditetapkan sebagai pasangan

Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur

terpilih.

(3) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon

Gubernur dan Calon Wakil Gubernur peserta

Pemilihan memperoleh suara 50 % (lima puluh

persen) atau lebih dari jumlah suara sah ditetapkan

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 109 saya setuju.

43

sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur terpilih.

15 133A

Pemerintah daerah wajib mengembangkan kehidupan

demokrasi berupa meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam menggunakan hak pilih.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 133A saya setuju.

16 153

Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan

sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara

Pemilihan antara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan

Calon Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU

Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya

Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU

Kabupaten/Kota.

Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan

sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara

Pemilihan antara Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta

Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan

KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota sebagai

akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi

dan/atau KPU Kabupaten/Kota.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 153 saya setuju.

17 157

1) Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan

diadili oleh badan peradilan khusus.

(2) Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan

serentak nasional.

(3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil

Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah

Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan

khusus.

(4) Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan

pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan

suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota

kepada Mahkamah Konstitusi.

(5) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada

Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh

empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan

suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi dan KPU

Kabupaten/Kota.

1) Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan

diadili oleh badan peradilan khusus.

(2) Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud

padaayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan

Pemilihanserentak nasional.

(3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara

hasilPemilihan diperiksa dan diadili oleh

MahkamahKonstitusi sampai dibentuknya badan

peradilan khusus.

(4) Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan

pembatalan penetapan hasil penghitungan

perolehansuara oleh KPU Provinsi dan KPU

Kabupaten/Kotakepada Mahkamah Konstitusi.

(5) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan

kepadaMahkamah Konstitusi sebagaimana

dimaksud padaayat (4) paling lama 3 x 24 (tiga kali

dua puluhempat) jam sejak diumumkan penetapan

perolehan suarahasil Pemilihan oleh KPU Provinsi

dan KPUKabupaten/Kota.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 157 saya setuju.

44

(6) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada

ayat (5) dilengkapi alat bukti dan Keputusan KPU

Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tentang hasil

rekapitulasipenghitungan suara.

(7) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) kurang lengkap, pemohon

dapatmemperbaiki dan melengkapi permohonan

paling lama3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam

sejak diterimanyapermohonan oleh Mahkamah

Konstitusi.

(8) Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara

perselisihansengketa hasil Pemilihan paling lama 45

(empat puluhlima) hari sejak diterimanya

permohonan.

(9) Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana

dimaksudpada ayat (8) bersifat final dan mengikat.

(10) KPU Provinsi dan/atau KPUKabupaten/Kota

wajibmenindaklanjuti putusan Mahkamah

Konstitusi.

(6) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud

padaayat (5) dilengkapi alat bukti dan Keputusan

KPU Provinsidan KPU Kabupaten/Kota tentang

hasil rekapitulasipenghitungan suara.

(7) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) kurang lengkap, pemohon

dapatmemperbaiki dan melengkapi permohonan

paling lama3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam

sejak diterimanyapermohonan oleh Mahkamah

Konstitusi.

(8) Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara

perselisihansengketa hasil Pemilihan paling lama 45

(empat puluhlima) hari kerja sejak diterimanya

permohonan.

(9) Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana

dimaksudpada ayat (8) bersifat final dan mengikat.

(10) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota

wajibmenindaklanjuti putusan Mahkamah

Konstitusi.

18 160A

(1) Dalam hal DPRD Provinsi tidak enyampaikan

pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan

Wakil Gubernur terpilih, Presiden melalui Menteri

dapat melakukan pengesahan pengangkatan

pasangan

calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih

berdasarkan usulan KPU Provinsi melalui KPU.

(2) Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak

menyampaikan pengesahan pengangkatan pasangan

calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon

Walikota dan WakilWalikota terpilih, Menteri

melalui Gubernur sebagai wakil Pemerintah dapat

melakukan pengesahan pengangkatan pasangan

(1) Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan

pengesahan pengangkatan pasangan calon

Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, dalam

waktu 7 (tujuh) hari semenjak KPU Provinsi

menyampaikan penetapan pasangan calon

Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih kepada

DPRD Provinsi, Presiden melalui Menteri dapat

melakukan pengesahan pengangkatan pasangan

calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih

berdasarkan usul KPU Provinsi melalui KPU.

(2) Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak

menyampaikan pengesahan pengangkatan

pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 160A saya setuju.

45

calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon

Walikota dan Wakil Walikota terpilih berdasarkan

usulan KPU Kabupaten/Kotamelalui KPU Provinsi.

(3) Pengesahan pengangkatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dalam waktu

paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya

usulan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pengesahan pengangkatan pasangan calon terpilih

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan

ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota

terpilih, dalam waktu 7 (tujuh) hari semenjak

KPU Kabupaten/Kota menyampaikan penetapan

pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta

pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota

terpilih kepada DPRD Kabupaten/Kota, Menteri

melalui Gubernur dapat melakukan pengesahan

pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil

Bupati serta pasangan calon Walikota dan Wakil

Walikota terpilih berdasarkan usul KPU

Kabupaten/Kota melalui KPU Provinsi.

(3) Dalam hal Gubernur tidak menyampaikan

penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

kepada Menteri, Menteri dapat melakukan

pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati

dan Wakil Bupati serta pasangan calon Walikota

dan Wakil Walikota terpilih berdasarkan usulan

KPU Kabupaten/Kota melalui KPU Provinsi.

(4) Pengesahan pengangkatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari sejak

diterimanya usulan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pengesahan pengangkatan pasangan calon terpilih

sebagai mana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan

ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

19 162

(1) Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161

ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun

terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya

dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama

hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(2) Bupati dan Walikota sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama 5

(1) Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161

ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun

terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya

dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama

hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(2) Bupati dan Walikota sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama 5

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 162 saya setuju.

46

(lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan

sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan

yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(3) Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan

penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah

Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam

jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak

tanggal pelantikan.

(lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan

dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam

jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa

jabatan.

(3)Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang

melakukan penggantian pejabat di lingkungan

Pemerintah Daerah Provinsi atau

Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam)

bulan terhitung sejak tanggal pelantikan, kecuali

mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

20 164

(1) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil

Walikota dilantik oleh Gubernur di ibu kota Provinsi

yang bersangkutan.

(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati

dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil

Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.

(3) Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak

dapat melaksanakan sebagaimana dimaksud pada

ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil

alih kewenangan Gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat.

(1) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil

Walikota dilantik oleh Gubernur di ibu kota

Provinsi yang bersangkutan.

(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan

Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil

Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.

(3) Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak

dapat melaksanakan sebagaimana dimaksud pada

ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil

alih kewenangan Gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat.

(4) Pelantikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dapat dilaksanakan di ibu kota Negara.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 164 saya setuju.

21

164A

(1) Pelantikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

163 dan Pasal 164 dilaksanakan secara serentak.

(2) Pelantikan secara serentak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan pada akhir masa jabatan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota periode

sebelumnya yang paling akhir.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 164A ayat (2) diusulkan untuk dirubah

dan berbunyi sebagai berikut:

(2) Pelantikan secara serentak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat 1 (satu)

bulan setelah KPU Provinsi dan KPU

Kabupaten/Kota menetapkan pasangan Calon

Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih,

pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati

47

terpilih, serta pasangan Calon Walikota dan Calon

Wakil Walikota terpilih.

Alasannya :

Semua Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,

Calon Bupati dan Calon Wakil Bupat, serta Calon

Walikota dan Calon Wakil Walikota yang petahana

sudah menyatakan berhenti dari jabatannya

164B

Presiden sebagai pemegang tanggung jawab akhir atas

penyelenggaraan urusan pemerintahan dapat melantik

Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil

Walikota secara serentak.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 164B saya setuju.

22 165

Ketentuan mengenai tata cara pelantikan Gubernur dan

Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan WakilWalikota diatur dengan Peraturan

Presiden.

Ketentuan mengenai tata cara dan waktu pelantikan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan WakilWalikota diatur

dengan Peraturan Presiden.

23 166

(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan dapat

didukung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara

sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(2) Ketentuan mengenai dukungan Anggaran

Pendapatan

Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan

kegiatan

Pemilihan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan

Belanja Daerah diatur dengan Peraturan Menteri.

(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada

Anggarran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan

dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundng-undangan.

(1a) Pendanaan kegiatan pengamanan Pemilihan

dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara.

(2) Ketentuan mengenai dukungan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana

dimasud pada ayat (1) dan ayat (1a) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan

kegiatan Pemilihan yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah diatur dengan

Peraturan Menteri.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 166 saya setuju.

48

24 174

Ketentuan Pasal 174 tetap, dengan perubahan

Penjelasan Pasal 174 berbunyi sebagaimana tercantum

dalam penjelasan Pasal demi Pasal Undang-Undang ini

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 174 saya setuju.

25 176

(1) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil

Walikota berhalangan tetap, berhenti, atau

diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil

Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui

mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD

Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan

usulan dari Partai Politik/Gabungan Partai Politik

pengusung.

(2) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil

Walikota berasal dari calon perseorangan, pengisian

Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota

dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-

masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur,

Bupati, dan Walikota.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pengusulan dan pengangkatan calon Wakil

Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil

Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan

Wakil Walikota berhalangan tetap, berhenti, atau

diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil

Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui

mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD

Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan

usulan dari Partai Politik/Gabungan Partai Politik

pengusung.

(1a) Partai Politik atau gabungan Partai Politik

pengusung mengusulkan 2 (dua) orang Calon Wakil

Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota

kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(2) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan

Wakil Walikota berasal dari calon perseorangan,

pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan

Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme

pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan

DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan

Gubernur, Bupati, dan Walikota.

(2a) Dalam hal sisa masa jabatan kurang dari 18

(delapan belas) bulan, tidak dilakukan pengisian

Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil

Walikota.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pengusulan dan pengangkatan calon Wakil

Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil

Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 176 ayat (2) diusulkan untuk diubah dan

berbunyi sebagai berikut:

(2) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan

Wakil Walikota berasal dari calon perseorangan,

pengisiannya disulan oleh Gubernur, Bupati, dan

Walikota, kemudian masing-masing DPRD

Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota memberikan

persetujuan. .

Alasannya:

Agar wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil

Walikota memiliki pandangan, sikap, dan tindakan

yang sejalan dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Selanjutnya Pengusulan Perubahan Kedua terhadap

Ketentuan dalam Pasal 176 ayat (1), ayat (1a), ayat

(2a), dan ayat (3), saya setuju.

49

26

187A

(1) Setiap orang dengan sengaja menjanjikan atau

memberikan uang atau materi lainnya sebagai

imbalan kepada Warga Negara Indonesia baik

secara langsung ataupun tidak langsung untuk

mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan

hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara

tertentu sehingga suara menjadi tidak sah,

memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon

tertentu dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling

lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling

sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih

yang dengan sengaja menerima pemberian atau

janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 187 ayat (2) diusulkan untuk diubah

dengan pidana dan denda yang lebih ringan.

Alasannya:

Pemilih yang menerima pemberian uang atau janji

hanya dilakukan sekali terhadap yang memberi uang

atau terhadap yang berjanji.

Sedangkan yang memberi uang atau yang menjanjikan

dapat dilakukannya kepada banyak orang. Oleh karena

itu sank pidananya dan dendanya tidak boleh

disamakan.

187B

Anggota Partai Politik atau anggota Gabungan Partai

Politik yang dengan sengaja melanggar ketntuan

larangan menerima imbalan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 47 dipidana dengan pidana penjara paling

sengkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60

(enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp

25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 187B saya setuju.

27 190A

Setiap orang, Penyelenggara Pemilihan, atau

perusahaan yang dengan sengaja mencetak surat suara

melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

80 ayat (1) dipidana dengan pidana paling singkat 24

(dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam

puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling

banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 190A saya setuju.

50

190B

Setiap orang dan/atau lembaga yang dengan sengaja

melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 47 ayat (5), dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan

pidana penjara paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan

dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 190B saya setuju.

28 198A

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindak

kekerasan atau menghalang-halangi Penyelenggara

Pemilihan dalam melaksanakan tugasnya, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)

bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan

denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta

rupiah) dan paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga

puluh enam juta rupiah).

29 201

(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang

masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan

bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun

2016 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang

sama padabulan Desember tahun 2015.

(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang

masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai

dengan bulan Desember tahun 2016 dan yang

masajabatannya berakhir pada tahun 2017

dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama

pada bulan Februari tahun 2017.

(3) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan

(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang

masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan

bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun

2016 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang

sama pada bulan Desember tahun 2015.

(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang

masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai

dengan bulan Desember tahun 2016 dan yang

masa jabatannya berakhir pada tahun

2017dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang

sama pada bulan Februari tahun 2017.

(3) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 201 ayat (3) diusulkan untuk diubah dan

berbunyi sebagai berikut:

(3) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang

masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan

tahun 2019 dilaksanakan pada tanggal dan bulan

yang sama pada bulan Januari tahun 2019.

Alasannya:

Supaya Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,

Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta

Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota petahana,

dimana masa tugasnya habis di bulan Desember tahun

2019 tidak terlalu lama masa pengunduran dirinya

51

Gubernurdan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang

masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan

tahun 2019 dilaksanakan pada tanggal dan bulan

yang sama padabulan Juni tahun 2018.

(4) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota

dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015

dilaksanakan pada tahun 2020.

(5) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota

dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2017

dilaksanakan pada tahun 2022.

(6) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota

dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018

dilaksanakan pada tahun 2023.

(7) Pemungutan suara serentak nasional dalam

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati

dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil

Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia dilaksanakan pada tanggal dan

bulan yang sama pada

tahun 2027.

(8) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur,

diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan

pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan

Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(9) Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota,

diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang

masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan

tahun 2019 dilaksanakan pada tanggal dan bulan

yang sama pada bulan Juni tahun 2018.

(4) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan

tahun 2015 dilaksanakan pada bulan September

tahun 2020.

(5) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan

tahun 2017 dilaksanakan pada bulan Juni tahun

2022.

(6) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan

tahun 2018 dilaksanakan pada bulan September

tahun 2023.

(7) Pemungutan suara serentak nasional dalam

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati

dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil

Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan

September tahun 2027.

(7a) Dalam hal hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan Wakil Walikota hanya diikuti oleh

1 (satu) pasangan calon dan mayoritas Pemilih

tidak setuju terhadap pasangan calon tersebut,

pemilihannya akan dilaksanakan pada pemilihan

serentak berikutnya.

sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan

Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 201 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5),

ayat (6), ayat (7), ayat (7a), ayat (8), ayat (9), dan ayat

(10) saya setuju.

52

jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan

pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan

Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat

(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan

Peraturan KPU.

(8) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur,

diangkat pejabat Gubernur yang berasal dari

jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan

pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan

pearuran perundang-undangan.

(9) Untuk mengisi kekosongan jabatan

Bupati/Walikota, diangkat pejabat

Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan

pimpinan tinggi pratama sampai dengan

pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan

ketentuan pearuran perundang-undangan.

(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan

Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat

(7), dan ayat (7a) diatur dengan Peraturan KPU.

30 201A

(1) Dalam hal terdapat sengketa tata usaha Negara

Pemilihan calon Gubernur dan calon Wakil

Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati,

serta calon Walikota dan calon Wakil Walikota

yang belum memperoleh kekuatan hokum tetap,

waktu pemungutan suara serentak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 201 tetap dilaksanakan dan

hanya ditunda untuk Pemilihan yang bersengketa.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan

penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan KPU.

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 201A saya setuju.

31 205B

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua

Peraturan Perundang-undangan yang merupakan

peraturan pelaksanaan dari undang-Undang Nomor 8

Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Pengusulan Perubahan Kedua terhadap Ketentuan

dalam Pasal 205B saya setuju.

53

Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Noor 5678), dinyyatakan masih

tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan

ketentuan dalam Undang-Undang ini.

54

IV. PENUTUP

Demikian laporan hasil kunjungan kerja Komisi II DPR RI di Provinsi Sumatera

Utara pada tanggal 16 sampai dengan 18 April 2016. Semoga dapat ditindaklanjuti

dan bermanfaat bagi semua pihak. Kepada semua pihak yang membantu

terselenggaranya kunjungan spesifik ini, kami ucapkan terima kasih.

55

56