53
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI KE PROVINSI JAWA BARAT Masa Persidangan III Tahun Sidang 2018-2019 12 - 14 Maret 2019 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2019

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI Masa …dpr.go.id/dokakd/dokumen/K6-12-4b972a951c06979402597a875462… · LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VI DPR RI KE PT KIMIA FARMA

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI

    KE PROVINSI JAWA BARAT

    Masa Persidangan III Tahun Sidang 2018-2019 12 - 14 Maret 2019

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    2019

  • 1

    LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VI DPR RI

    KE PT KIMIA FARMA (PERSRO) Tbk & PT BIO FARMA (PERSERO) DI PROVINSI JAWA BARAT

    PADA MASA PERSIDANGAN IV TAHUN SIDANG 2018 – 2019 12 - 14 MARET 2019

    I. PENDAHULUAN

    A. DASAR

    Pasal 98 ayat (4) huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang

    MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah mengalami perubahan

    pertama dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 dan perubahan

    kedua dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018.

    Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR RI tanggal 4 Maret 2019

    mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR

    RI dalam Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2018 - 2019.

    Surat Tugas Nomor: ST/…/Kom.VI/DPR RI/I/2019 tentang Penugasan

    Anggota Komisi VI DPR RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Spesifik

    Pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2017 - 2018 ke Provinsi Jawa

    Barat.

    B. MAKSUD DAN TUJUAN

    Kunjungan Kerja Spesifik ini dimaksudkan untuk mengetahui kinerja, pokok-

    pokok kebijakan, tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh PT. Kimia

    Farma (Persero) Tbk dan PT Bio Farma (Persero) khususnya tentang kinerja

    operasional dan keuangan, aset perusahaan, jumlah anak perusahaan serta

    kondisi aktual yang tengah dihadapi perusahaan khsususnya di Provinsi

    Jawa Barat dengan tujuan untuk menjadi bahan masukan kepada

    Pemerintah guna ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.

  • 2

    C. SASARAN DAN OBYEK KUNJUNGAN KERJA

    1. Sasaran Kunjungan Kerja Spesifik dititikberatkan pada aspek:

    a. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan,

    khususnya yang berkaitan dengan bidang tugas mitra kerja Komisi

    VI DPR RI.

    b. Pengawasan, monitoring dan evaluasi kinerja, pokok-pokok

    kebijakan, tantangan dan permasalahan yang dihadapi PT Kimia

    Farma (Persero) Tbk dan PT Bio Farma (Persero) di Provinsi Jawa

    Barat khususnya tentang kinerja operasional dan keuangan, aset

    perusahaan, jumlah anak perusahaan, kondisi aktual yang tengah

    dihadapi perusahaan.

    c. Menampung aspirasi yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial

    perusahaan terhadap masyarakat sekitar, pengembangan industri,

    penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan

    masyarakat lokal.

    2. Objek yang dikunjungi dan dibahas meliputi:

    a. PT Kimia Farma (Persero) Tbk

    b. PT Bio Farma (Persero)

    D. WAKTU DAN ACARA KUNJUNGAN KERJA

    (Terlampir)

    E. ANGGOTA TIM KUNJUNGAN KERJA

    (Terlampir)

    II. KONDISI OBJEKTIF & PERMASALAHAN SPESIFIK

    A. Kondisi Objektif PT Kimia Farma (Persero) Tbk

    1. Profil Perseroan

    Sejarah Perseroan.

    Dimulai sejak tahun 1817 yang merupakan NV Chemicalien Handle

    Rathkamp & Co yang selanjutnya pada tahun 1958 dilakukan

    Nasionalisasi Eks Perusahaan Belanda dan di tahun 1969 menjadi PNF

    Bhinneka Kimia Farma (PNF Radja Farma, PNF Nakula Farma, PNF

    Bhinneka Kina Farma, dan PN Sari Husada). Selanjutnya pada tahun

    1971 Menjadi perseroan terbatas PT. Kimia Farma (Persero) dan di

  • 3

    tahun 2001 Perseroan menjadi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk pada 4

    Juli 2001 melalui IPO.

    Struktur Korporasi Perseroan.

    Korporasi Kimia Farma terdiri atas saham Pemerintah RI sebesar

    90,025% dan publik sebesar 9,975% dengan struktur korporasi yang

    terdiri dari: (i) Kimia Farma Trading & Distribution dengan komposisi KF

    99,99% dan KFA 0,001%; (ii) Kimia Farma Apotik dengan komposisi KF

    99,99% dan YKKKF 0,001%; (iii) Kimia Farma Labolatorium klinik

    dengan komposisi KF 99,99% dan YKKKF 0,001%; (iv) SIL dengan

    komposisi KF 51% dan PTPN VIII 49%; (v) KF-Mandiri inhealth dengan

    komposisi KF 10%, Jasindo 10%, penyertaan modal Bank Mandiri 80%;

    (vi) Kimia Farma Sungwun farmachopia dengan komposisi KF 75%, SWI

    5,19%, SWP 19,81%; (vii) Kimia Farma WAA Pharmacy KF 60%, MBM

    40%.

    Salah satu ekspansi yang telah dilakukan ialah mengakuisisi 60%

    saham perusahaan jaringan ritel farmasi di Arab Saudi, DaWaa Medical

    Limited Company, salah satu anak perusahaan Marei Bin Mahfouz

    (MBM) Group yang bergerak di bidang kesehatan yang ditopang oleh

    31 gerai apotek di Mekkah dan Jeddah, Arab Saudi. Melalui ekspansi ke

    pasar baru, KAEF berharap konstibusi penjualan ekspor untuk produk

    obat over the counter (OTC) dapat meningkat.

    Integrasi Bisnis Perseroan.

    Kimia farma mengintegrasikan end to end business dari hulu ke hilir

    yang diawali dari: (i) Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP)

    sebagai Manufaktur dan Marketing Bahan Baku Obat dimana 75%

    merupakan produk ekspor yang ditopang oleh 5 (lima) pabrik yang saat

    ini beroperasi dengan Research and Development guna pengembangan

    dan penelitian new product dan existing; (ii) National distribution Center

    (NDC) yang merupakan warehouse dan distributor Produk KF dan mitra

    pihak ketiga; (iii) Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) yang terdiri

    dari 47 Cabang yang menangani perdagangan dan distribusi produk KF

    dan produk mita pihak ketiga; (iv) Kimia Farma Apotek (KFA) dengan

    jaringan apotek terluas dan tersebar di Indonesia yang memiliki 1157

    outlet, 538 klinik kesehatan, 10 optik, serta Kimia Farma Dawaa yang

    merupakan Ritel Farmasi dan Alat Kesehatan di Arab Saudi juga Kimia

    Farma Diagnostik (KFD) dengan 55 Cabang, Flagship, Hub, dan Spoke.

  • 4

    Portofolio Bisnis Perseroan.

    PT Kimia Farma (Persero) Tbk yang bergerak di bidang Manufaktur dan

    Marketing Produk Farmasi dan Kimia memiliki jaringan layanan

    perusahaan yaitu 8 pabrik, 47 Trading & Distribution Center, 1157

    Apotek, 55 Diagnostic Lab, 538 klinik yang ditopang oleh; (i) Kimia

    Farma Trading & Distribution melalui 47 cabang perdagangan dan

    distribusi produk KF dan produk mitra pihak ketiga; (ii) Kimia Farma

    Apotek melalui 1157 Apotek, 538 Klinik Kesehatan, 55 Lab Klinik, 10

    Optik; (iv) Sinkona Indonesia Lestari sebagai Manufaktur dan Marketing

    Kina dan Turunannya dimana 97% produknya diekspor; (v) Kimia

    Farma Dawaa merupakan Ritel Farmasi dan Alat Kesehatan di Arab

    Saudi yang memiliki 34 gerai di Makkah, Madinah, dan Jeddah; (vi)

    Kimia Farma Sungwun Pharmacopia sebagai Manufaktur dan Marketing

    Bahan Baku Obat dimana 75% produk diekspor ke Korea, Jepang, dan

    Amerika Serikat.

    Saat ini Kimia Farma telah memiliki beragam sertifikasi yaitu; (i) Cara

    Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) untuk pabrik di Watodakan, Medan,

    Bandung, dan Jakarta; (ii) Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

    (CPOTB) untuk pabrik di Bandung dan Jakarta; (iii) Cara Pembuatan

    Bahan Baku Aktif Yang Baik (CPBBOB) untuk di pabrik kina SIL; (iv)

    Cara Distribusi Obab Yang Baik (CDOB) untuk Trading & Distribusi; (v)

    ISO 9001: 2008 untuk pabrik di Jakarta, Bandung, Watodakan, dan

    Medan; (vi) ISO 9001:2015 untuk pabrik di Semarang dan pabrik kina

    SIL; (vii) ISO 14000:2015 untuk di pabrik Watodakan; (viii) Food Safety

    System Sertification (FSSC) 22000 untuk di pabrik kina SIL;

    (ix)Certificate of Suitability untuk di pabrik kina SIL; (x) sertifikat Halal

    MUI untuk di pabrik Bandung, Semarang, Watodakan, dan pabrik kina

    SIL; (xi) Sertifikat kosher untuk pabrik kina SIL; (xii) Sertifikat Proper Biru

    untuk pabrik di Jakarta, Bandung, Watodakan, dan Medan.

    2. Kinerja Perseroan

    Laporan Posisi Keuangan

    Aset selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat dengan

    pertumbuhan tahunan majemuk atau CAGR (Compound Annual

    Grouth Rate) 24,25% yaitu di tahun 2014 sebesar Rp 3,194,664;

    tahun 2015 sebesar Rp 3,434,879; tahun 2016 sebesar Rp

    4,612,562; tahun 2017 sebesar Rp 6,096,149; dan tahun 2018

    sebesar Rp 9,460,427

  • 5

    Liabilitas selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat dengan

    CAGR 36,42% yaitu di tahun 2014 sebesar Rp 1,291,700; tahun

    2015 sebesar Rp 1,378,320; tahun 2016 sebesar Rp 2,341,155;

    tahun 2017 sebesar Rp 3,523,628; dan tahun 2018 sebesar Rp

    6,103,967.

    Ekuitas selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat dengan

    CAGR 12,02% yaitu di tahun 2014 sebesar Rp 1,902,964; tahun

    2015 sebesar Rp 2,056,560; tahun 2016 sebesar Rp 2,271,407;

    tahun 2017 sebesar Rp 2,572,521; dan tahun 2018 sebesar Rp

    3,356,459.

    Laba-Rugi Perseroan

    Penjualan selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat dengan

    CAGR sebesar 10,52% yaitu di tahun 2014 sebesar Rp 4,521,024;

    tahun 2015 sebesar Rp 4,860,371; tahun 2016 sebesar Rp

    5,811,503; tahun 2017 sebesar Rp 6,127,479; dan tahun 2018

    sebesar Rp 7,454,115.

    Laba Bersih selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat dengan

    CAGR 9,28 % yaitu di tahun 2014 sebesar Rp 257,836; tahun 2015

    sebesar Rp 265,550; tahun 2016 sebesar Rp 271,598; tahun 2017

    sebesar Rp 331,708; dan tahun 2018 sebesar Rp 401,793.

    Biaya Pokok Produksi selama 5 (lima) tahun terakhir terus menurun

    dengan CAGR 8,31% yaitu di tahun 2014 sebesar Rp 4,673,936;

    tahun 2015 sebesar Rp 3,925,600; tahun 2016 sebesar Rp

    3,947,607; tahun 2017 sebesar Rp 3,323,619; dan tahun 2018

    sebesar Rp 3,135,542.

    Beban Usaha selama 5 (lima) tahun terakhir terus menurun dengan

    CAGR 15,55% yaitu di tahun 2014 sebesar Rp 2,206,877; tahun

    2015 sebesar Rp 1,791,958; tahun 2016 sebesar Rp 1,479,784;

    tahun 2017 sebesar Rp 1,227,054; dan tahun 2018 sebesar Rp

    1,071,425.

    Kontribusi Perseroan

    Kontribusi Pajak selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat yaitu

    di tahun 2014 sebesar Rp 120,225 juta; tahun 2015 sebesar Rp

    176,863 juta; tahun 2016 sebesar Rp 119,299 juta; tahun 2017

    sebesar Rp 184,415 juta; dan tahun 2018 sebesar Rp 287,264 juta.

  • 6

    Dividen selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat yaitu di tahun

    2014 sebesar Rp 46,925 juta; tahun 2015 sebesar Rp 49,770 juta;

    tahun 2016 sebesar Rp 53,485 juta; tahun 2017 sebesar Rp 98,084

    juta

    Kebijakan Strategis

    a. Menyikapi Paket Kebijakan Ekonomi XI Tahun 2016, Inpres No.

    6/2016, dan Permenkes No. 17/2017 mengenai Kebijakan

    pemerintah untuk percepatan kemandirian farmasi nasional yang

    belum merangsang tumbuhnya industri Bahan Baku Obat (BBO)

    serta Rencana kebijakan TKDN Farmasi sebagai insentif bagi

    Industri BBO dalam negeri yang akan meningkatkan kepastian

    serapan produk BBO KFSP dan peluang produk KF pada pasar

    pemerintah (E–Catalogue), untuk itu Kimia Farma mendirikan KF

    Sungwun Pharmacopia.

    1) Review Product Plan

    a) Line Pharma (Capacity 15-30 MT/thn) untuk mendukung

    kebijakan konten lokal TKDN pada Simvastatin, Atorvastatin,

    Clopidogrel, Pantoprazole, Esomeprazole, Rabemeprazolen,

    Rosuvastatin, Sapogrelate, yang berorientasi pada:

    (i) High value product khususnya KF Product & Government

    Support;

    (ii) Export market dan Domestic market priority yang meliputi

    Atorvastatin, Simvastatin, Clopidogrel, Tenofovir,

    Efavirens, Lamivudine, Entecavir, Zidovudine,

    Nevirapine, Sofosbuvir, Rifampicin, Pantoprazole,

    PovidoneIodine, Esomeprazole, Rosuvastatin,

    Pregabalin.

    b) Line Non Pharma (Capacity 75-150 MT/thn) untuk menopang

    Market Demand Turbulence pada Lauoylysine, Argine

    Nitrate, Argine a-ketoglutalate, Milk Thistle, Thiamine

    dilaurylsulfate, Ceramide,1,2-henandiol dengan orintasi pada

    Intermediete Product yaitu BAPA, ACCA, ANCA

    2) Potensi Kontribusi Penurunan Impor API

    a) Pada tahun 2019, potensi penurunan impor 3,38% untuk

    Atorvastatin Calcium (1,2 MT), Simvastatin (4,4 MT),

    Clopidogrel bisulfate (4,3 MT).

  • 7

    b) Pada tahun 2020, potensi penurunan impor 7,19% untuk

    Tenofovir (5,0 MT), Efavirens (4,1 MT), Lamivudine (3,2 MT),

    Entecavir (0,4 Kg), Zidovudine (120 Kg), Nevirapine (4,9 MT),

    Sofosbuvir (NA), Rifampisin (29,2 MT), Pantoprazole (263

    Kg), Esomeprazole Mg (167 Kg), Povidone Iodine (129,3 MT)

    c) Pada tahun 2021, potensi penurunan impor 7,92% hingga

    15,44% untuk Rosuvastatin (186 Kg), Pregabalin (884 Kg),

    10 item Cephalosporin

    b. Menyikapi paket kebijakan ekonomi XI Point IV tentang

    Pengembangan Industri Kefarmasian dan Alat Kesehatan, INPRES

    No.6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi Dan

    Alat Kesehatan khususnya untuk menjamin ketersediaan sediaan

    farmasi untuk peningkatan pelayanan kesehatan (JKN),

    meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan di

    dalam negeri dan ekspor, serta mendorong penguasaan teknologi

    dan inovasi dalam bidang farmasi, untuk itu Kimia Farma

    mengoptimalkan pabrik di Banjaran dengan keunggulan high

    production capacity, integrated production process, high technology

    equipment comply with GMP, Automation process & facility with

    Internet of Things (IoT).

    1) Kapasitas Produksi Plant Banjaran

    a) Pharma Product menghasilkan Kapsul sebanyak 447.000.000

    Kapsul, Tablet dan Tablet Salut sebanyak 12.315.000.000

    Tablet, Serbuk Oral sebanyak 60.000 Kg, Cairan Oral

    sebanyak 1.500.000 Liter.

    b) Herbal Product menghasilkan Kapsul sebanyak 3.000.000

    Kapsul, Tablet dan Tablet Salut sebanyak 182.985.000

    Tablet, Serbuk Oral sebanyak 150.000 Kg, Cairan Oral

    sebanyak 1.860.000 Liter

    2) Kelas Terapi Produk Plant Banjaran menghasilkan produk-

    produk Antivirus, Antibakteri, Antifungi, Antituberkulosis,

    Antimalaria, Antikolesterol, Antihipertensi, Antidiabetik,

    Antidepresan, Antialergi, Antimigrain/Vertigo, Immunosupresan,

    Obat untuk Saluran Cerna, Obat untuk Saluran Nafas, Analgetik,

    Antipiretik, Antirematik, Antipirai, Obat yang mempengaruhi

    darah, Larutan Elektrolit, Nutrisi, Diuretik, Vitamin dan Mineral,

    serta obat untuk Gigi dan Mulut.

  • 8

    3. Pengembangan Bisnis Perseroan

    a. Aksi Korporasi

    1) PT Kimia Farma (Persero) Tbk. memacu penjualan ekspor pada

    tahun ini sebagai strategi diversifikasi pasar dan natural hedging.

    KAEF berkomitmen terus memperkuat penetrasi pasar luar

    negeri. Untuk mencapai target itu, KAEF fokus mengoptimalkan

    gerai eksisting, sembari tetap melakukan penambahan atau

    relokasi. Disisi lain, dinamisnya kurs berdampak terhadap pelaku

    industri farmasi mengingat hampir sebagian besar bahan baku

    farmasi masih impor. Untuk itu Kimia Farma perlu menerapkan

    beberapa strategi sentralisasi procurment, pembelian dalam

    jumlah besar di depan. Hal ini merupakan bentuk hedging yang

    dapat dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan valas yang tidak

    dapat diprediksi.

    2) PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan Rajawali Nusantara Indonsia

    telah menandatangani perjanjian jual beli 476,90 juta saham PT

    Phapros Tbk pada Rabu (13/2). Jumlah saham yang dibeli ini

    adalah keseluruhan kepemilikan Rajawali Nusantara pada

    Phapros yaitu 56,77% saham. sumber dana untuk pembelian

    saham Phapros didapatkan dari pinjaman perbankan dan dari

    kas internal.

    Kimia Farma membeli saham Phapros untuk untuk

    meningkatkan pangsa pasar dan juga menambah portofolio

    bisnis. Lewat akuisisi ini, Kimia Farma menargetkan kenaikan

    pangsa pasar di atas 6%. Selain itu, bertujuan untuk

    memperkaya portofolio produk obat dan alat kesehatan. Lebih

    lanjut aksi korporasi ini juga bertujuan untuk meningkatkan

    distribusi produk milik KAEF. Kimia Farma dapat

    memanfaatkan kanal distribusi Phapros dan lakukan efisiensi

    biaya baik untuk pemasaran maupun penelitian.

    Sebagai pemegang saham pengendali di Phapros, dampak

    terhadap kegiatan operasional Kimia Farma setelah ini ialah

    transaksi pengambilalihan saham Phapros akan membuat

    kapasitas produksi Kimia Farma secara konsolidasi

    meningkat dan membuat Perseroan dapat memenuhi

    permintaan terkait dengan sediaan farmasi (obat, kosmetik,

    bahan baku obat), alat kesehatan lainnya dengan lebih baik.

  • 9

    b. Sinergi antar BUMN

    1) PT Kimia Farma (Persero) Tbk menggandeng Bank Mandiri

    untuk menyediakan berbagai layanan perbankan yang

    terintegrasi bernama "Bank at Work". Melalui kerja sama

    tersebut, karyawan Kimia Farma semakin mudah dalam

    mendapatkan akses layanan finansial seperti asuransi dan

    investasi termasuk layanan co-branding kartu identitas BUMN

    farmasi tersebut dengan Bank Mandiri. Beberapa layanan yang

    bisa dinikmati yaitu Bank Syariah Mandiri, Mandiri Dana Pensiun

    Lembaga Keuangan, Mandiri Inhealth, Mandiri Tunas Finance,

    Mandiri Utama Finance, Mandiri Investasi, AXA Mandiri

    Financial Services, Mandiri AXA General Insurance, Mandiri

    Sekuritas, dan lainnya.

    2) PT Kimia Farma Tbk berencana akan membangun pabrik garam

    farmasi nasional. Pabrik yang berlokasi di Watudakon, Jombang,

    Jawa Timur ini merupakan pabrik bahan baku obat garam

    farmasi pertama di Indonesia. Saat ini suplai kebutuhan garam

    farmasi di Indonesia seluruhnya masih dipenuhi melalui

    importasi. Ini karena hingga saat ini belum ada industri dalam

    negeri yang memproduksi garam tersebut. Importasi garam

    farmasi dilakukan dari berbagai negara, seperti Jerman,

    Tiongkok, Australia, Selandia Baru, dan India. Adapun kapasitas

    pabrik garam farmasi direkomendasikan minimal 2.000 ton per

    tahun atau sekitar dua per tiga dari total pasar garam farmasi

    saat ini dan kapasitasnya dapat dioptimalkan menjadi 3.000 ton.

    Sementara itu, bahan baku berasal dari PT Garam. Garam

    farmasi merupakan bahan baku yang digunakan untuk

    memproduksi infus, produksi tablet, pelarut vaksin, sirup, oralit,

    cairan, cuci darah, minuman kesehatan, dan sebagainya. Dalam

    bidang kosmetika, garam farmasi dipakai sebagai bahan

    campuran pembuatan sabun dan shampoo.

    c. Transformasi Bisnis Kimia Farma

    1) Kimia Farma terus berupaya melakukan terobosan di tengah

    kompetisi industri farmasi yang semakin meningkat serta

    disrupsi seiring dengan penerapan program BPJS Kesehatan

    yang diprediksi memicu peningkatan permintaan obat generik,

    namun demikian tunggakan pembayaran obat masih

    menghantui produsen farmasi. Karenanya Kimia Farma

  • 10

    melakukan transformasi meliputi tiga area, yakni model

    business, operational process, dan customer experience,

    dengan ditopang tiga program prioritas, yakni peningkatan

    sumber daya manusia yang andal dan kompeten, digitalisasi,

    dan aliansi strategis. Transformsi digital dalam model bisnis dan

    operasional Kimia Farma ditujukan untuk memberikan

    kemudahan konsumen.

    Kimia Farma bergerak ke model bisnis platform untuk

    menyatukan ekosistem farmasi yang terdiri dari manufaktur,

    distribusi, apotek, laboratorium diagnostik, perbankan,

    asuransi, BPJS dan konsumen. Digitalisasi yang diterapkan

    adalah smart stock, menjamin ketersediaan obat di outlet

    Kimia Farma di seluruh Indonesia. Dengan smart stock, data

    persediaan obat di tidak lagi dicek secara manual. Sistem

    akan memonitor jumlah persediaan dan jumlah obat yang

    tersebar di seluruh apotek Kimia Farma di seluruh Indonesia.

    Jadi, pendistribusian obat akan efektif dan efisien sesuai

    dengan demand sehingga Tidak terjadi penumpukan obat

    sampai kadaluarsa dan kekurangan persediaan obat.

    Keuntungan smart stock adalah meningkatkan buying

    commitment dengan adanya pembuatan komitmen,

    performance monitoring, commitment watchlist dan supporting

    document. Centrilized purchasing meminimalisir perbedaan

    kompensasi dan benefit dalam pembelian obat langsung ke

    distributor.

    Dengan pembelian terpusat, pembelian dari outlet lebih

    terkontrol. Sistem secara otomatis akan menginformasikan

    jika barang/obat sudah berkurang atau habis jadi bagian

    pengadaan langsung mengorder obat melalui aplikasi,

    memantau proses pembelian hingga penerimaan obat di

    outlet.

    Selain itu, melalui resep elektronik dan jaminan ketersediaan

    obat; integrasi klinik, digitalisasi Kimia Farma mempermudah

    pasien dengan adanya integrasi klinik pasien klinik Kimia

    Farma A dapat memeriksakan diri ke Kimia Farma B, karena

    pasien memiliki id yang sama dan terintegrasi antar klinik.

    Semua data klien sudah tersimpan dalam database. Ini tak

  • 11

    hanya memudahkan pemeriksaan, tapi juga penulisan resep

    dan pembelin obat.

    Terkait operational process transformation, Kimia Farma juga

    menerapkan lean warehouse management untuk menghindari

    pemborosan dan meningkatkan nilai tambah produk. Ada

    monitory invetory oleh pusat ke seluruh outlet, hingga proses

    pengadaan dan pengembalian barang termonitor dalam

    sistem track and trace; sistem terintegrasi antara Kimia Farma

    dan BPOM dalam mengendalikan SCM sehingga masyarakat

    bisa aktif berpartisipsi mengecek keaslian obat.

    2) Kimia Farma juga mengembangkan program rujuk balik yang

    merupakan pelayanan kesehatan bagi penderita penyakit kronis,

    di fasilitas kesehatan dengan kondisi stabil dan masih

    memerlukan pengobatan yang dilaksanakan di faskes tingkat

    pertama atas rekomendasi atau rujukan dokter spesialis yang

    merawat. Manfaat rujuk balik bagi peserta BPJS adalah

    meningkatkan kemudahan akses dan pelayanan kesehatan

    yang mencakup akses promotif, preventif, kuratif, dan

    rehabilitatif. Juga meningkatkan hubungan dokter dan pasien

    dalam konteks hubungan yang holistik. Dalam data app terdapat

    buku kontrol berisi medical record pasien yang ada dalam

    pegangan pasien yang bisa dibawa ke manapun pasien berobat

    di klinik Kimia Farma seluruh Indonesia. Riwayat kesehatan

    yang didapat pasien dari klinik otomatis akan terekam

    dalam electronic health record yang bisa diakses konsumen di

    manapun kapanpun.

    Dalam aspek digitalisasi, pembuatan aplikasi Track & Trace

    yang bekerja sama dengan Badan POM telah memasuki

    tahap roll-out dimana aplikasi ini berfungsi untuk melindungi

    masyarakat terhadap pemalsuan produk obat dan makanan.

    Selain itu, juga dikembangkan e-commerce Apotek Kimia

    Farma melalui kimiafarmaapotek.co.id Kimia Farma Apotek

    juga melakukan kerja sama dengan layanan belanja pesan

    antar Go-Mart. Melalui Go-Mart layanan layanan belanja

    pesan antar Kimar Farma Apotek dapat diakses pelanggan di

    wilayah Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Bali, dan

    Makassar dengan lebih dari 250 pilihan lokasi Apotek Kimia

    Farma. Untuk membedakan layanan online Kimia Farma

  • 12

    Apotek dengan layanan online lain adalah akses hingga

    keunikan dan metode pembayaran yang bisa dilakukan oleh

    semua jenis payment gateway. Layanan online tersebut

    hanya untuk obat-obat dengan jenis umum tidak untuk resep

    dokter. Produk dilengkapi dengan Form Informasi Obat (FIO)

    yang berisi informasi tentang indikasi, cara dan aturan pakai,

    efek samping dan informasi obat lainnya yang ditulis langsung

    oleh apoteker.

    3) Kimia Farma bertransformasi menjadi healthcare company

    dengan membidik orang-orang yang membangun lifestyle sehat,

    bugar dan cantik serta mengembangkan one stop care service

    dan beauty clinic yang digunakan untuk apotek dan klinik

    pratama yang dilengkapi laboratorium dan hemodialisa. Pasien

    bisa mendapatkan fasilitas dokter umum, dokter spesialis, dan

    laboratorium di satu tempat saja sehingga semua kebutuhan

    pasien bisa terpenuhi.

    Kosmetik merupakan kebutuhan lifestyle. Pemilihan produk

    kosmetik mesti mempertimbangkan segi kecantikan sekaligus

    kesehatan. Label kosmetik PT Kimia Farma (Persero) Tbk,

    Marcks’ dan Venus. Marcks’ Teens hadir dengan produk Marcks’

    Teens Compact Powder dan Marcks’ Teens Micellar Water.

    Sementara itu, Venus Cosmetic menghadirkan Lip Series

    (Venus Soft Matte Lipcream dan Venus Water Shine Lipstick)

    dan Eyes Series (Venus Eyebrow, Venus Eyeliner, dan Venus

    Mascara).

    B. Kondisi Objektif PT Bio Farma (Persero)

    1. Profil Perseroan

    Sejarah Perusahaan

    Bio Farma didirikan dengan nama Parc Vaccinogen pada tanggal 6

    Agustus 1890 di Jakarta yang saat ini menjadi RSPAD Gatot

    Subroto dan pada tahun 1895 berubah namanya menjadi Parc

    Vaccinogene en Instituut Pasteur, selanjutnya di tahun 1902 kembali

    berubah nama menjadi Landskoepoek Inrichting en Instituut Pasteur

    dan pada tahun 1923 pindah ke Bandung.

    Pada saat penjajahan jepang namanya diganti menjadi Bandung

    Boeki Kenkyuso pada tahun 1942.

  • 13

    Pada tahun 1945 namanya diganti menjadi Lembaga Pasteur dan

    Gedung Cacar pindah dari Bandung ke Klaten selanjutnya di tahun

    1950 berada di bawah Kementerian Kesehatan RI. Seiring kebijakan

    Nasionalisasi perusahaan maka Lembaga Pasteur diubah menjadi

    Perusahaan Negara Pasteur pada tahun 1955 dan selanjutnya

    diubah namanya menjadi PN Bio Farma pada tahun 1961. Status

    Bio Farma berubah menjadi Perusahaan Umum pada tahun 1978

    dan di tahun 1997 hingga saat ini statusnya menjadi PT Bio Farma

    (Persero).

    Produk Bio Farma

    Pengembangan vaksin dimulai dari adanya beban penyakit yang disikapi

    melalui pengembangan bibit selama 3 tahun diikuiti pengembangan

    vaksin 3 tahun yang dilanjutkan dengan uji klinik 3 tahun, kemudian

    dilakukan skala produksi dalam 2 tahun yang meliputi proses perizinan,

    pq ke WHO, investasi dan sebagainya baru dilakukan vaksinasi selama 1

    tahun

    Vaccine: tOPV (10ds & 20ds), bOPV (10ds & 20ds), mOPV-1 (20ds),

    measles (10ds), Hepatitis B 0,5mL (1ds), Hepatitis B 1mL (1ds), TT

    (10ds), Bio TT (1ds), Td (10ds), Bio Td (1ds), DTP (10ds), DTP-HB10

    (10ds), DTP-HB-Hib/Pentadio (1ds, 5ds & 10ds)

    Bulk: Polio bulk, Measles bulk, Diphteria bulk, Tetanus bulk, Pertussis

    bulk, hib bulk.

    2. Kinerja Bio farma

    a. Jumlah negara penghasil vaksin menurun dari 63 negara pada

    tahun 1990 menjadi hanya 44 negara di tahun 2010. Penurunan

    tersebut karena pembuatan vaksin dianggap sebagai bisnis yang

    sangat kompleks terutama karena pengembalian investasi yang

    lambat dan risiko tinggi pada saat penelitian dan

    pengembangannya. Selanjutnya di tahun 2011, lebih dari 70%

    permintaan vaksin di dunia berasal dari China, India, dan Indonesia.

    b. Bio Farma merupakan satu-satunya produsen biotech di Indonesia,

    dibandingkan dengan negara lain yang memiliki lebih dari satu

    produsen di negaranya. Karena itu Bio Farma berencana untuk

    melakukan pengembangan bisnis antara lain di bidang

    pengembangan dan produksi produk plasma (blood product). Produk

    plasma yang akan diproduksi adalah albumin, immunoglobulin, dan

    faktor VIII yang dibutuhkan untuk kasus penyakit kronis dan

  • 14

    keganasan, pengobatan pemeliharaan pasien hemofili, serta

    penyembuhan infeksi maupun kegagalan sistem kekebalan tubuh.

    c. Bio Farma berkonsentrasi pada lima pilar percepatan, yaitu:

    Percepatan produk baru dengan semangat inovasi, On time project

    yang fokus, pengendalian biaya, penambahan pangsa pasar dalam

    negeri dan global serta peningkatan kompetensi SDM. Untuk itu Bio

    Farma melakukan penguatan R&D melalui Sistem Manajemen

    Inovasi yang meliputi produksi, proses dan strategi, yang dilakukan

    secara top down dan bottom up sebagai komitmen Bio Farma untuk

    mendukung inovasi industri farmasi di Indonesia menuju

    kemandirian produk obat termasuk produk biopharmaceutical

    dengan mengintegrasikan sistem Enterprise Resources Planning

    untuk perusahaan Bio Teknologi, serta menerapkan teknologi sistem

    track and trace yang dapat memonitor distribusi vaksin sejak dari

    pabrik sampai ke konsumen untuk menjamin risiko pemalsuan

    produk vaksin.

    d. Layanan terbaru imunisasi Bio Farma, yaitu Imunicare yang

    berbasis Customer Focus dan Friendly Experience dengan

    menyediakan vaksinasi Meningitis bagi Jamaah umrah. Imunicare

    merupakan bagian dari Klinik Pratama Bio Farma yang memberikan

    pelayanan kesehatan terpercaya melalui pelayanan

    vaksinasi. Dengan tagline Solution to Immunity, Imunicare hadir

    menawarkan jaminan pelayanan yang memuaskan dengan

    dukungan kualitas produk dan petugas medis yang

    terpercaya. Vaksin meningitis merupakan syarat yang ditetapkan

    oleh Pemerintah Arab Saudi bagi setiap warga negara yang akan

    pergi kesana untuk melaksanakan Ibadah Umrah dan Haji. Vaksin

    meningitis adalah vaksin wajib yang harus dilakukan calon jemaah

    umrah untuk melindungi risiko tertular meningitis meningokokus,

    suatu infeksi yang terjadi pada selaput otak dan sumsum tulang

    belakang.

    e. Bio Farma telah menerima status Pre-Qualification WHO (PQ-

    WHO), yaitu syarat pemenuhan standar mutu, keamanan, dan

    penggunaan secara internasional untuk produksi vaksin, vaksin yang

    diproduksi oleh Indonesia ini melingkupi 12 produk yang digunakan

    untuk program imunisasi dasar dan imunisasi nasional di masing-

    masing negara. Jadi sudah didistribusikan di lebih dari 140 negara.

  • 15

    Produk-produk lain yang sedang dikembangkan oleh Bio Farma:

    Vaksin rotavirus dan vaksin pneumococcal. Selain vaksin Bio

    Farma juga melakukan riset pengembangan protein rekombinan.

    Vaksin hepatitis B termasuk vaksin wajib dalam imunisasi.

    Proses pemberian vaksin dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu saat

    anak lahir, saat anak berusia satu bulan, dan saat anak berusia

    3-6 bulan, tetapi orang dewasa dari segala umur dianjurkan

    untuk menerima vaksin hepatitis B. (NNS)

    Vaksin polio tunggal (mOPV1) digunakan sebagai imunisasi

    tambahan untuk mengatasi secara cepat penyebaran/transmisi

    virus polio saat terjadi kejadian luar biasa (KLB), seperti terjadi

    di Indonesia tahun 2005. Vaksin tersebut dapat memutus mata

    rantai penularan virus polio dengan cepat. Sementara pada

    imunisasi rutin, tetap digunakan vaksin polio trivalen (tOPV).

    Vaksin polio tunggal selain menyebabkan kekebalan mukosa

    usus yang tinggi, juga merangsang peningkatan antibodi

    antipolio 1 lebih cepat dan tinggi di dalam darah dibandingkan

    dengan vaksin polio trivalent. Vaksin polio tunggal, pertama kali

    digunakan di Indonesia bersamaan Pekan Imunisasi Nasional

    (PIN) ke-5, November 2005 karena beberapa bulan sebelumnya

    terjadi KLB polio. Pemberian vaksin tersebut mengacu

    pengalaman negara Amerika, Yaman, dan India yang berhasil

    mengatasi KLB penyakit polio.

    3. Inovasi Bio Farma

    a. Bio Farma merupakan BUMN produsen Vaksin dan Antisera, saat ini

    berkembang menjadi perusahaan Lifescience, didirikan 6 Agustus

    1890. Dengan filosofi Dedicated to Improve Quality of Life, Bio

    Farma berperan aktif dalam meningkatkan ketersediaan dan

    kemandirian produksi Vaksin di negara-negara berkembang

    termasuk negara-negara Islam untuk menjaga keamanan

    kesehatan global (Global Health Security). Selama 128 tahun

    pendiriannya Bio Farma telah berkontribusi untuk meningkatkan

    kualitas hidup bangsa, baik di Indonesia maupun mancanegara.

    Lebih dari 140 negara telah menggunakan produk Vaksin Bio Farma

    terutama negara–negara berkembang, dan 50 diantaranya adalah

    Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam

    (OKI). Dengan kapasitas produksi lebih dari 2 miliar dosis per tahun,

    Bio Farma merupakan produsen vaksin terbesar di Asia Tenggara.

  • 16

    b. Inovasi yang dilakukan oleh Bio Farma di bidang produksi adalah

    melakukan optimasi dan efisiensi proses produksi guna

    meningkatkan kapasitas produksi antara lain peluncuran produk

    pentabio, yang sesuai dengan namanya, pentabio merupakan lima

    jenis vaksin dalam satu kemasan yang terdiri dari Vaksin Difteri,

    Tetanus, Pertusis, Hepatitis B dan Haemophilus Influenzae type b

    (DTP-HB-Hib). Selanjutnya melalui inovasi kemasan uniject

    dapat mengurangi jumlah limbah jarum suntik, kemasan vial,

    penghematan penggunaan energi dan sumber daya.

    Inovasi produk lainnya adalah vaksin Typhoid Conjugate (Vaksin

    untuk mencegah penyakit tifus) yang merupakan vaksin tifoid

    generasi baru. Vaksin ini dapat memberi kekebalan lebih lama

    terhadap penyakit tifus dari vaksin tifoid yang ada saat ini dan

    sudah bisa digunakan untuk anak usia dua tahun.

    Produk lainnya adalah vaksin Rotavirus yang digunakan untuk

    pencegahan terhadap penyakit diare yang disebabkan oleh

    kuman rotavirus pada bayi. Vaksin ini direncanakan akan

    diluncukan pada tahun 2020.

    c. Inovasi dibidang distribusi dilakukan melalui digitalisasi Track &

    Trace System sejak dari proses packaging di manufacturer,

    selanjutnya track produck dan authenticate di Distributor yang

    berfungsi untuk melindungi masyarakat terhadap pemalsuan produk

    d. Untuk menindaklanjuti pertemuan internasional The First Meeting of

    Heads of National Medicines Regulatory Authorities (NMRAs) yang

    dihadiri oleh Kepala Otoritas Medis dan Regulator negara Organisasi

    Kerjasama Islam (OKI) dan menghasilkan Deklarasi Jakarta yaitu

    komitmen bersama untuk mewujudkan kemandirian dalam bidang

    produksi obat dan vaksin dan juga akses untuk mendapatkannya,

    serta mewujudkan Sustainable Development Goals (SGDs) ke-3

    tentang Kesehatan dan Kesejahteraan yang baik, dan penelitian dan

    pengembangan vaksin dan obat-obatan untuk penyakit menukar dan

    penyakit tidak menular di negara berkembang, maka Bio Farma

    sebagai produsen lifescience dari negara anggota OIC yang sudah

    memiliki PQ-WHO, dan sebagai Centre of Excellence untuk vaksin

    dan Bioteknologi memerlukan ada percepatan untuk pembuatan

    vaksin halal. Secara bertahap Bio Farma akan membantu

    proses downstream pembuatan vaksin untuk salah satu perusahaan

  • 17

    di Arab Saudi. Kemudian, untuk bidang penelitian, Bio Farma akan

    menggandeng Tunisia dan Maroko

    e. PT Bio Farma (Persero) mengajak para akademisi untuk

    berkolaborasi dalam mencari potensi untuk riset produk-produk baru

    vaksin Bio Farma. Hingga kini sudah 14 vaksin produk Bio Farma

    yang diakui Badan Kesehatan Dunia WHO.

    Para peneliti dari Bio Farma, Universitas Indonesia, dan

    International Vaccine Institute (IVI) Korea, baru-baru ini

    mempublikasikan hasil uji klinis fase I dari vaksin baru (novel)

    yaitu vaksin konjugat tifoid. Uji klinis ini melibatkan orang

    dewasa dan anak-anak di Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa

    vaksin tersebut aman dan berpotensi menghasilkan respons

    imun protektif.

    Studi ini telah dilakukan bersama antara Rumah Sakit Cipto

    Mangunkusumo, Universitas Indonesia, dan Bio Farma, bekerja

    sama dengan IVI yang mengembangkan vaksin dan melakukan

    transfer teknologi pada produsen vaksin dan antisera di

    Indonesia. Saat ini, Studi fase II dari vaksin ini sedang

    berlangsung di Indonesia.

    Demam tifoid, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi,

    memiliki beban penyakit yang tinggi secara global, dan

    diperkirakan menyebabkan angka kematian hingga 200.000 per

    tahun. Vaksinasi tifoid merupakan pencegahan yang penting.

    Namun demikian, vaksin polisakarida tifoid konvensional (Vi-

    PS) ini tidak dianjurkan untuk anak di bawah usia 2 tahun.

    4. Kinerja Keuangan

    Laporan Posisi Keuangan

    Aset selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat yaitu di tahun

    2014 sebesar Rp 3,045miliar; tahun 2015 sebesar Rp 5,681miliar;

    tahun 2016 sebesar Rp 5,922miliar; tahun 2017 sebesar Rp

    6,449miliar; dan tahun 2018 sebesar Rp 7,401miliar

    Liabilitas selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat dengan

    liabiliatas lancar di tahun 2014 sebesar Rp 340miliar; tahun 2015

    sebesar Rp 457miliar; tahun 2016 sebesar Rp 453miliar; tahun 2017

    sebesar Rp 580miliar; dan tahun 2018 sebesar Rp 745milar. Adapun

    liabiliatas tidak lancar di tahun 2014 sebesar Rp 161miliar; tahun

  • 18

    2015 sebesar Rp 180miliar; tahun 2016 sebesar Rp 167miliar; tahun

    2017 sebesar Rp 220miliar; dan tahun 2018 sebesar Rp 693milar.

    Ekuitas selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat yaitu di tahun

    2014 sebesar Rp 2,544miliar; tahun 2015 sebesar Rp 5,044miliar;

    tahun 2016 sebesar Rp 5,302 miliar; tahun 2017 sebesar Rp

    5,650miliar; dan tahun 2018 sebesar Rp 5,963miliar.

    Laba-Rugi Perseroan

    Pendapatan selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat yaitu di

    tahun 2014 sebesar Rp 2,044miliar; tahun 2015 sebesar Rp

    2,346miliar; tahun 2016 sebesar Rp 2,316miliar; tahun 2017 sebesar

    Rp 3,012miliar; dan tahun 2018 sebesar Rp 3,235 miliar.

    Laba Kotor selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat yaitu di

    tahun 2014 sebesar Rp 1,264miliar; tahun 2015 sebesar Rp

    1,478miliar; tahun 2016 sebesar Rp 1,310miliar; tahun 2017 sebesar

    Rp 1,354miliar; dan tahun 2018 sebesar Rp 1,411 miliar.

    Laba Bersih selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat yaitu di

    tahun 2014 sebesar Rp 582miliar; tahun 2015 sebesar Rp 671miliar;

    tahun 2016 sebesar Rp 501 miliar; tahun 2017 sebesar Rp

    525miliar; dan tahun 2018 sebesar Rp 543miliar.

    Kontribusi Perseroan

    Kontribusi Pajak selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat yaitu

    di tahun 2014 sebesar Rp 333miliar; tahun 2015 sebesar Rp

    379miliar; tahun 2016 sebesar Rp 302miliar; tahun 2017 sebesar Rp

    538miliar; dan tahun 2018 sebesar Rp 720miliar.

    Dividen selama 5 (lima) tahun terakhir terus meningkat yaitu di tahun

    2014 sebesar Rp 229miliar (40% dari laba tahun buku 2013); tahun

    2015 sebesar Rp 145miliar (25% dari laba tahun buku 2014); tahun

    2016 sebesar Rp 235miliar (35% dari laba tahun buku 2015); tahun

    2017 sebesar Rp 150miliar (30% dari laba tahun buku 2016); tahun

    2018 sebesar Rp 236miliar (45% dari laba tahun buku 2017).

    5. Rencana Pengembangan Bisnis

    Arah Pengembangan Perusahaan

    1) Pengembangan Produk

    Prioritas utama mengimplementasikan strategi “way to pay”

    dalam 5 (lima) tahun kedepan yang difokuskan pada produk life

  • 19

    science yaitu vaksin dan antisera, biosimilar, stemcell based

    product, diagnostic kit, dan blood product.

    Mengingkatkan portofolio melalui kemitraan strategis di bidang

    riset, produksi, dan pemasaran

    2) Pengembangan Bisnis

    Percepatan pengembangan kapasitas produksi/manufaktur

    dengan menambah kapasitas dan meningkatkan kualitas produk

    serta mengefektifkan proses produksi.

    Mengembangkan infrastruktur dan perangkat pendukung

    pengembangan karyawan melalui penataan organisasi berbasis

    produk.

    Menerapkan kepatuhan terhadap regulasi internasional dan

    regulasi dalam negeri serta terhadap sistem mutu sesuai standar

    internasional.

    Mengembangkan kemampuan kemandirian bahan baku, riset,

    produksi, jaringan distribusi dan pelayanan kesehatan.

    3) Pengembangan Pemasaran

    Mempertahankan pasar dengan memenuhi permintaan

    pemerintah dan meningkatkan pasar swasta dan ekspor.

    Mengembangkan jaringan distribusi dan pelayanan di dalam dan

    di luar negeri.

    4) Pengembangan SDM

    Menciptakan keahlian utama yang dibutuhkan korporasi yaitu

    keahlian produk, perekayasaan produk, dan pengelolaan

    korporasi guna menunjang pengembangan bisnis.

    Pengembangan kompetensi, risetatau kehlian untuk

    pengembangan produk

    Menempatkan personil setingkat relationship manager di negara

    atau organisasi internasional yang menjadi stakeholders utama

    Menerapkan pengukuran kinerja berbasis KPI dan

    mengalokasikan biaya pengembangan SDM sebesar 5% per

    tahun

    5) Pengembangan Keuangan

  • 20

    Penyediaan pendanaan melalui internal funded yang

    menggunakan dana mandiri dari perusahaan maupun external

    funded dari luar perusahaan dengan funding mix yang termurah.

    Optimalisasi CAPEX dan pengendalian OPEX

    Rencana Pengembangan Bisnis

    Vaksin merupakn bisnis inti yang menjadi fokus utama Bio Farma

    terutama vaksin PCV13, sIPV, vaksin Typhoid, vaksin Rotavirus, dan

    vaksin Hepatitia-A. Sedangkan produk biosimilar, diagnostic kit, stem

    cell, dan blood product merupakan bisnis terkait yang dikembangkan

    oleh Bio Farma melalui riset jangka panjang.

    1) Pada tahun 2018, fokus di bidang vaksin dan antisera melalui

    partnership untuk produk varicella dan japanese enchephalitis, serta

    melalui kemitraan fill & finish untuk produk IPV

    2) Pada tahun 2019, mengembangkan pharmaceutical engineering &

    expertise di bidang JV Vial dan ampul melalui partnership untuk

    produk PCV13, EPO, Flubio Halal, Yellow Fever, Serum Rabies

    3) Pada tahun 2020, mengembangkan biosimilar melalui partnership

    untuk produk Diagnostik DM dan Diagnostik Serviks, serta melalui

    kemityraan fill & finish untuk produk enoxaparin

    4) Pada tahun 2021, mengembangkan blood product (albumin,

    immunoglobin, dan faktor vill) serta Diagnostic Kit melalui

    partnership untuk produk blood product, Hepatitis a, Stem Cell, dan

    Vac Rabies, serta melalui kemitraan fill & finish untuk produk flu

    quadrivalent dan MR. Adapun untuk produk nOPV2 melalui stock

    pile.

    5) Pada tahun 2022, mengembangkan stem cell based product dengan

    melaunching produk hasil riset yaitu Rotavirus dan melalui kemitraan

    fill & finish untuk produk PCV13.

    C. Permasalahan Spesifik

    1. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan dan Industri

    Farmasi

    a. UU No.36/2009 tentang Kesehatan

  • 21

    a. Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah

    satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan

    cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

    Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945;

    b. Bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan

    meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

    tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,

    partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan

    sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan

    dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional;

    c. Bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan

    kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan

    kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya

    peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi

    bagi pembangunan negara;

    d. Bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan

    wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus

    memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan

    tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun

    masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau

    serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,

    terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan

    meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk

    pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan

    penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau

    masyarakat.

    e. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-

    tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit,

    kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah

    keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat

    dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang

    mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

    yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.

    f. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

    kesehatan ditujukan untuk menghasilkan informasi kesehatan,

    teknologi, produk teknologi, dan teknologi informasi (TI)

    kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.

  • 22

    Pengembangan teknologi, produk teknologi, teknologi informasi

    (TI) dan Informasi Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan

    ketentuan hak kekayaan intelektual (HKI). Untuk penelitian

    penyakit infeksi yang muncul baru atau berulang (new emerging

    atau re emerging diseases) yang dapat menyebabkan

    kepedulian kesehatan dan kedaruratan kesehatan masyarakat

    (public health emergency of international concern/PHEIC) harus

    dipertimbangkan kemanfaatan (benefit sharing) dan penelusuran

    ulang asal muasalnya (tracking system) demi untuk kepentingan

    nasional.

    g. Yang dimaksud dengan teknologi kesehatan adalah cara,

    metode, proses, atau produk yang dihasilkan dari penerapan

    dan pemanfaatan disiplin ilmu pengetahuan di bidang kesehatan

    yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan,

    kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia.

    h. Kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri atas unsur

    perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, badan

    usaha, dan lembaga penunjang. Lembaga penelitian dan

    pengembangan kesehatan berfungsi menumbuhkan

    kemampuan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di

    bidang kesehatan.

    i. Yang dimaksud dengan uji coba adalah bagian dari kegiatan

    penelitian dan pengembangan. Penelitian adalah kegiatan yang

    dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis

    untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang

    berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau

    ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu

    pengetahuan dan teknologi serta menarik simpulan ilmiah bagi

    keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    j. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan

    teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu

    pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk

    meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan

    dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru.

    k. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali,

    disusun, dan dikembangkan secara sistematis dengan

    menggunakan pendekatan tertentu yang dilandasi oleh

    metodologi ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif, kualitatif,

  • 23

    maupun eksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala alam

    dan/atau gejala kemasyarakatan tertentu.

    l. Semua uji coba yang menggunakan manusia sebagai subjek uji

    coba wajib didasarkan pada tiga prinsip etik umum, yaitu

    menghormati harkat martabat manusia (respect for persons)

    yang bertujuan menghormati otonomi dan melindungi manusia

    yang otonominya terganggu/kurang, berbuat baik (beneficence)

    dan tidak merugikan (nonmaleficence) dan keadilan (justice).

    m. Uji coba pada manusia harus dilakukan dengan memperhatikan

    kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. Penelitian dan

    pengembangan yang menggunakan manusia sebagai subjek

    harus mendapat informed consent. Sebelum meminta

    persetujuan subyek penelitian, peneliti harus memberikan

    informasi mengenai tujuan penelitian dan pengembangan

    kesehatan serta penggunaan hasilnya, jaminan kerahasiaan

    tentang identitas dan data pribadi, metode yang digunakan,

    risiko yang mungkin timbul dan hal lain yang perlu diketahui oleh

    yang bersangkutan dalam rangka penelitian dan pengembangan

    kesehatan.

    n. Hewan percobaan harus dipilih dengan mengutamakan hewan

    dengan sensitivitas neurofisiologik yang paling rendah

    (nonsentient organism) dan hewan yang paling rendah pada

    skala evolusi. Keberhati-hatian (caution) yang wajar harus

    diterapkan pada penelitian yang dapat mempengaruhi

    lingkungan dan kesehatan hewan yang digunakan dalam

    penelitian harus dihormati.

    o. Norma yang diatur dalam batang tubuh UU No. 36/2009:

    Pasal 3: Pembangunan kesehatan bertujuan untuk

    meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

    sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

    masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi

    pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara

    sosial dan ekonomis.

    Pasal 14 ayat (1): Pemerintah bertanggung jawab

    merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan

    mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata

    dan terjangkau oleh masyarakat.

  • 24

    Pasal 17: Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan

    akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan

    kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat

    kesehatan yang setinggi-tingginya.

    Pasal 18: Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan

    dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk

    upaya kesehatan.

    Pasal 19: Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan

    segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien,

    dan terjangkau.

    Pasal 36 ayat (1): Pemerintah menjamin ketersediaan,

    pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan,

    terutama obat esensial;

    Pasal 36 ayat (2): Dalam menjamin ketersediaan obat

    keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan

    khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan

    yang berkhasiat obat.

    Pasal 37 ayat (1): Pengelolaan perbekalan kesehatan

    dilakukan agar kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan

    kesehatan terpenuhi;

    Pasal 37 ayat (2): Pengelolaan perbekalan kesehatan yang

    berupa obat esensial dan alat kesehatan dasar tertentu

    dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan, harga,

    dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan.

    Pasal 38 ayat (1): Pemerintah mendorong dan mengarahkan

    pengembangan perbekalan kesehatan dengan

    memanfaatkan potensi nasional yang tersedia;

    Pasal 38 ayat (2): Pengembangan sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) diarahkan terutama untuk obat dan vaksin baru

    serta bahan alam yang berkhasiat obat;

    Pasal 38 ayat (3): Pengembangan perbekalan kesehatan

    dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan

    hidup, termasuk sumber daya alam dan sosial budaya.

    Pasal 40 ayat (1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat

    yang secara esensial harus tersedia bagi kepentingan

    masyarakat;

  • 25

    Pasal 40 ayat (2) Daftar dan jenis obat sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan disempurnakan paling

    lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan perkembangan

    kebutuhan dan teknologi;

    Pasal 40 ayat (3): Pemerintah menjamin agar obat

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersedia secara merata

    dan terjangkau oleh masyarakat;

    Pasal 40 ayat (6): Perbekalan kesehatan berupa obat generik

    yang termasuk dalam daftar obat esensial nasional harus

    dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga

    penetapan harganya dikendalikan oleh Pemerintah.

    Pasal 98 ayat (1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus

    aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau;

    Pasal 98 ayat (2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian

    dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan,

    mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan

    bahan yang berkhasiat obat;

    Pasal 98 ayat (3) Ketentuan mengenai pengadaan,

    penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan

    farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu

    pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan

    Pemerintah;

    Pasal 98 ayat (4) Pemerintah berkewajiban membina,

    mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pengadaan,

    penyimpanan, promosi, dan pengedaran sebagaimana

    dimaksud pada ayat (3).

    Pasal 99 ayat (2) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-

    luasnya untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan,

    mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan sediaan

    farmasi yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan

    keamanannya;

    Pasal 99 ayat (3) Pemerintah menjamin pengembangan dan

    pemeliharaan sediaan farmasi.

    Pasal 100 ayat (1) Sumber obat tradisional yang sudah

    terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan,

  • 26

    pengobatan, perawatan, dan/atau pemeliharaan kesehatan

    tetap dijaga kelestariannya;

    Pasal 100 ayat (2) Pemerintah menjamin pengembangan dan

    pemeliharaan bahan baku obat tradisional .

    Pasal 101 ayat (1) Masyarakat diberi kesempatan yang

    seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan,

    mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat

    tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan

    keamanannya;

    Pasal 101 ayat (2) Ketentuan mengenai mengolah,

    memproduksi, mengedarkan, mengembangkan,

    meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional diatur

    dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 108 ayat (1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi

    pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

    pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian

    obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi

    obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

    tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

    mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan

    ketentuan peraturan perundang-undangan.

    b. PP No.51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

    1) Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk

    pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,

    penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,

    pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan

    informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

    tradisional.

    2) Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk

    meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

    bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

    optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana

    diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945.

    3) Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan

    pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai

  • 27

    peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian

    pelayanan, khususnya Pelayanan Kefarmasian.

    4) Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

    di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi

    Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi

    kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care)

    dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun

    dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan

    pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang

    benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk

    mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan

    pengobatan (medication error).

    5) Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik

    kefarmasian dirasakan belum memadai, selama ini masih

    didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan Pemerintah,

    dan belum memberdayakan Organisasi Profesi dan pemerintah

    daerah sejalan dengan era otonomi.

    6) Pemberian obat oleh dokter pada dasarnya mempunyai

    hubungan sangat erat dengan Pekerjaan Kefarmasian di mana

    obat pada dasarnya mempunyai fungsi mempengaruhi atau

    menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka

    penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan

    dan peningkatan kesehatan, oleh karena itu perlu dijaga

    kerahasiaannya dan agar tidak menimbulkan dampak negatif

    kepada pasien. (Penjelasan Pasal 30 Ayat (1)

    7) Standar kefarmasian pada sarana produksi adalah cara

    pembuatan yang baik (Good Manufacturing Practices), pada

    sarana distribusi adalah cara distribusi yang baik (Good

    Distribution Practices), dan pada sarana pelayanan adalah cara

    pelayanan yang baik (Good Pharmacy Practices). (Penjelasan

    Pasal 35 Ayat (3)

    8) Norma yang diatur dalam batang tubuh PP No.51/2009

    Pasal 4: Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk: (a)

    memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat

    dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan

    jasa kefarmasian; (b) mempertahankan dan meningkatkan

    mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan

  • 28

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

    peraturan perundangan-undangan; dan (c) memberikan

    kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga

    Kefarmasian.

    Pasal 8: Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa

    industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat

    tradisional, dan pabrik kosmetika.

    Pasal 9 ayat (1) Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang

    Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada

    bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu

    setiap produksi Sediaan Farmasi.

    Pasal 32: Pembinaan dan pengawasan terhadap audit

    kefarmasian dan upaya lain dalam pengendalian mutu dan

    pengendalian biaya dilaksanakan oleh Menteri.

    c. PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat

    Kesehatan

    1) bahwa pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan

    sebagai salah satu upaya dalam pembangunan kesehatan

    dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang

    disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat

    kesehatan yang tidak tepat serta yang tidak memenuhi

    persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;

    2) Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan

    untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh

    sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat dan/atau

    yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan

    kemanfaatan. Selain hal tersebut, sediaan farmasi dan alat

    kesehatan perlu dijamin ketersediaannya yang tersebar secara

    merata dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat

    dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan

    masyarakat.

    3) Selain hal tersebut, untuk menjamin terpenuhinya persyaratan

    mutu, keamanan dan kemanfataan sediaan farmasi dan alat

    kesehatan diatur persyaratan jaminan pemeliharaan mutu

    sediaan farmasi dan alat kesehatan.

    4) Sejalan dengan pengaturan persyaratan mutu, keamanan dan

    kemanfataan, maka sediaan farmasi dan alat kesehatan yang

  • 29

    telah diberikan ijin edar yang kemudian ternyata terbukti tidak

    memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan oleh

    menteri dicabut ijin edarnya dan ditarik dari peredaran.

    5) Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak obyektif,

    tidak lengkap dan/atau menyesatkan karena dapat

    mengakibatkan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan

    yang tidak tepat, peraturan pemerintah ini mengatur mengenai

    penandaan dan informasi sesiaan farmasi dan alat keshatan.

    Penandaan dan informasi tersebut harus memenuhi persyaratan

    obyektovitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.

    6) Yang dimaksud dengan obat adalah bahan atau paduan bahan

    yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem

    fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan

    diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit,

    pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi

    dan sediaan biologis.

    7) Yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau

    ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,

    bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari

    bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untk

    pengobatan berdasarkan pengalaman.

    8) Yang dimaksud dengan perdagangan dalam peredaran sediaan

    farmasi dan alat kesehatan adalah setiap kegiatan atau

    serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan/atau

    pembelian sediaan farmasi dan alat kesehatan dan kegiatan lain

    berkenaan dengan pemindahtanganan sediaan farmasi dan alat

    kesehatan dengan memperoleh imbalan.

    9) Pada dasarnya produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan

    hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki ijin

    usaha industri. Namun demikian, untuk sediaan farmasi yang

    berupa obat tradisional tertentu yang diproduksi oleh perorangan

    dikecualikan untuk memiliki ijin usaha industri tersebut.

    Pengecualian tersebut dimaksudkan untuk

    menumbuhkembangkan produksi sediaan farmasi yang berupa

    obat tertentu yang dilakukan perorangan sebagai upaya

    peningkatan kesehatan dan pengobatan yang secara turun

    temurun digunakan berdasarkan pengalaman. Yang dimaksud

  • 30

    dengan sediaan farmasi yang berupa obat tradisional tertentu

    antara lain usaha jamu gendong dan usaha jamu rumah tangga.

    10) Norma yang terdapat dalam batang tubuh PP No.72/1998

    Pasal 2 ayat (1): Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang

    diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi persyaratan

    mutu, keamanan, dan kemanfaatan

    Pasal 2 ayat (2): Persyaratan mutu, keamanan, dan

    kemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk :

    (a) Sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat

    sesuai dengan persyaratan dalam buku farmakope atau

    buku standar lainnya yang ditetapkan oleh Menteri; (b)

    Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional sesuai dengan

    persyaratan dalam buku Materia Medika Indonesia yang

    ditetapkan oleh Menteri; (c) Sediaan farmasi yang berupa

    kosmetika sesuai dengan peryaratan dalam buku Kodeks

    Kosmetika Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri; (d) Alat

    kesehatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh

    Menteri.

    Pasal 3: Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat

    diproduksi oleh badan usaha yang teleh memiliki izin usaha

    industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.

    Pasal 4 ayat (1): Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 3 tidak berlaku bagi sediaan farmasi yang berupa obat

    tradisional yang diproduksi oleh perorangan.

    Pasal 4 ayat (2): Ketentuan lebih lanjut mengenai produksi

    sediaan farmasi yang berupa obat tradisional oleh

    perorangan diatur oleh Menteri.

    Pasal 5 ayat (1): Produksi sediaan farmasi dan alat

    kesehatan harus dilakukan dengan cara produksi yang baik.

    Pasal 5 ayat (2): Cara produksi yang baik sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

    Pasal 17: Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang

    dimasukkan ke dalam dan dikeluarkan dari wilayah

    Indonesia untuk diedarkan harus memenuhi persyaratan

    mutu, keamanan dan kemanfaatan.

  • 31

    Pasal 23 ayat (1): Terhadap sediaan farmasi yang berupa

    obat yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan

    serta belum diproduksi di Indonesia, dapat dilakukan

    pemasukan ke dalam wilayah Indonesia selain oleh importir

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

    Pasal 23 ayat (2): Pemasukan sediaan farmasi yang berupa

    obat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat

    dilakukan untuk : (a) Keadaan darurat; (b) Atas

    pertimbangan dari tenaga kesehatan yang berwenang dalam

    pemberian pelayanan kesehatan; (c) Jumlahnya terbatas

    sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pemberian

    pelayanan kesehatan.

    Pasal 31: Iklan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang

    diedarkan harus memuat keterangan mengenai sediaan

    farmasi dan alat kesehatan secara obyektif, lengkap dan

    tidak menyesatkan.

    Pasal 32: Sediaan farmasi yang berupa obat untuk

    pelayanan kesehatan yang penyerahannya dilakukan

    berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada

    media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah

    farmasi.

    Pasal 49: Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan

    serta yang seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan

    masyarakat dan bahaya yang disebabkan oleh penggunaan

    sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat

    dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan

    kemanfaatan.

    Pasal 50: Peran serta masyarakat diarahkan untuk

    meningkatkan dan mendayagunakan kemapuan yang ada

    pada masyarakat dalam rangka pengamanan sediaan

    farmasi dan alat kesehatan.

    Pasal 51: Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui : (a)

    Penyelenggaraan produksi dan peredaran sediaan farmasi

    dan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu,

    keamanan dan kemanfaatan; (b) Penyelenggaraan,

    pemberian bantuan, dan/atau kerjasama dalam kegiatan

    penelitian dan pengembangan di bidang sediaan farmasi

  • 32

    dan alat kesehatan; (c) Sumbangan pemikiran dan

    pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan

    dan/atau pelaksanaan program pengamanan sediaan

    farmasi dan alat kesehatan; (d) Melaporkan kepada instansi

    pemerintah yang berwenang dan/atau melakukan tindakan

    yang diperlukan atas terjadinya penggunaan sediaan

    farmasi dan alat kesehatan yang tidak rasional dan/atau

    memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan;

    (e) Keikutsertaan dalam penyebarluasan informasi kepada

    masyarakat berkenaan dengan penggunaan sediaan farmasi

    dan alat kesehatan yang tepat serta memenuhi persyaratan

    mutu, keamanan dan kemanfaatan.

    Pasal 52: Peran serta masyarakat dapat dilakukan oleh

    perorangan, kelompok, atau badan yang diselenggarakan

    oleh masyarakat.

    d. INPRES No.6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri

    Farmasi dan Alat Kesehatan

    bahwa dalam mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya

    saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri melalui

    percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan,

    dinstruksikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,

    Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan

    Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Riset,

    Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Menteri Perindustrian, Menteri

    Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Badan Usaha Milik

    Negara, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kepala

    Badan Pengawas Obat dan Makanan; dan Kepala Lembaga

    Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, untuk:

    1) Mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan

    kewenangan masing-masing untuk mendukung percepatan

    pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, dengan:

    Menjamin ketersediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai

    upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka

    Jaminan Kesehatan Nasional;

    Meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat

    kesehatan di dalam negeri dan ekspor;

  • 33

    Mendorong penguasaan teknologi dan inovasi dalam bidang

    farmasi dan alat kesehatan; dan

    Mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi

    bahan baku obat dan alat kesehatan untuk pemenuhan

    kebutuhan dalam negeri dan ekspor serta memulihkan dan

    meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri.

    2) Menginstruksikan kepada Menteri Kesehatan untuk:

    Menyusun dan menetapkan rencana aksi pengembangan

    industri farmasi dan alat kesehatan;

    Memfasilitasi pengembangan industri farmasi dan alat

    kesehatan terutama pengembangan ke arah

    biopharmaceutical, vaksin, natural, dan Active

    Pharmaceutical Ingredients (API) kimia;

    Mendorong dan mengembangkan penyelenggaraan riset

    dan pengembangan sediaan farmasi dan alat kesehatan

    dalam rangka kemandirian industri farmasi dan alat

    kesehatan;

    Memprioritaskan penggunaan produk sediaan farmasi dan

    alat kesehatan dalam negeri melalui e-tendering dan e-

    purchasing berbasis e-catalogue;

    Mengembangkan sistem data dan informasi secara

    terintegrasi yang berkaitan dengan kebutuhan, produksi dan

    distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan, pelayanan

    kesehatan serta industri farmasi dan alat kesehatan;

    Menyederhanakan sistem dan proses perizinan dalam

    pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan; dan

    melakukan koordinasi dengan Badan Penyelenggara

    Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk meningkatkan

    kapasitas BPJS sebagai payer dan memperluas kontrak

    dengan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.

    3) Menginstruksikan kepada Menteri Keuangan untuk merumuskan

    kebijakan insentif fiskal yang mendukung tumbuh dan

    berkembangnya industri farmasi dan alat kesehatan.

    4) Menginstruksikan kepada Menteri Riset, Teknologi, dan

    Pendidikan Tinggi untuk:

  • 34

    Mengoordinasikan dan mengarahkan penelitian dan

    pengembangan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang

    berorientasi terhadap kebutuhan dan pemanfaatan; dan

    Melakukan dan mendorong pengembangan tenaga riset dan

    mendirikan fasilitas riset terutama studi klinik dan studi non-

    klinik dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga ahli,

    industri farmasi dan alat kesehatan.

    5) Menginstruksikan kepada Menginstruksikan kepada Menteri

    Perindustrian untuk:

    Menetapkan kebijakan yang mendukung pengembangan

    industri farmasi dan alat kesehatan;

    Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi

    kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN),

    dibidang farmasi dan alat kesehatan; dan

    Meningkatkan ketersediaan bahan baku kimia dasar dan

    komponen pendukung industri sediaan farmasi dan alat

    kesehatan.

    6) Menginstruksikan kepada Menteri Perdagangan untuk:

    Merumuskan kebijakan perdagangan dalam negeri dan luar

    negeri yang diperlukan guna mendukung pengembangan

    industri farmasi dan alat kesehatan; dan

    Memfasilitasi promosi sediaan farmasi dan alat kesehatan

    produksi dalam negeri untuk meningkatkan ekspor.

    7) Menginstruksikan kepada Menteri Pertanian menetapkan

    kebijakan pengembangan dan peningkatan ketersediaan bahan

    baku natural untuk memenuhi kebutuhan industri farmasi dan

    alat kesehatan.

    8) Menginstruksikan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara

    meningkatkan kemampuan badan usaha milik negara industri

    farmasi dan alat kesehatan untuk melakukan pengembangan

    biopharmaceutical, vaksin, natural, Active Pharmaceutical

    Ingredients (API) kimia dan alat kesehatan.

    9) Menginstruksikan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman

    Modal untuk:

  • 35

    Merumuskan kebijakan yang mendorong investasi pada

    sektor industri farmasi dan alat kesehatan; dan

    Memfasilitasi kerjasama investasi pada sektor industri

    farmasi dan alat kesehatan antara industri dalam negeri dan

    luar negeri.

    10) Menginstruksikan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan

    Makanan untuk:

    Memfasilitasi pengembangan obat dalam rangka

    mendukung akses dan ketersediaan obat untuk masyarakat

    sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam

    rangka Jaminan Kesehatan Nasional;

    Mendukung investasi pada sektor industri farmasi dan alat

    kesehatan melalui fasilitasi dalam proses sertifikasi fasilitas

    produksi dan penilaian atau evaluasi obat; dan

    Mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan kepatuhan

    terhadap regulasi dan standar dalam rangka menjamin

    keamanan, mutu dan khasiat serta peningkatan daya saing

    industri farmasi.

    11) Menginstruksikan kepada Kepala Lembaga Kebijakan

    Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk memprioritaskan dan

    mempercepat proses e-catalogue sediaan farmasi dan alat

    kesehatan dalam negeri.

    12) Menginstruksikan kepada Menteri Koordinator Bidang

    Pembangunan Manusia dan Kebudayaan melakukan koordinasi

    peningkatan penggunaan produk farmasi dan alat kesehatan

    sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan termasuk

    untuk mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.

    13) Menginstruksikan kepada Menteri Koordinator Bidang

    Perekonomian untuk:

    Melakukan koordinasi untuk terlaksananya percepatan

    pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan

    sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden ini; dan

    Memantau pelaksanaan Instruksi Presiden ini dan

    melaporkan kepada Presiden secara berkala setiap 6

    (enam) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

  • 36

    2. Peluang dan Tantangan Industri Farmasi

    a. Obat merupakan bagian penting dalam kesehatan masyarakat dan

    industri farmasi. Berdasarkan sifatnya obat-obatan ada yang

    mempunyai barang substitusi, tetapi ada pula yang tidak. Dengan

    sifat tersebut maka obat merupakan barang ekonomi strategis di

    rumah sakit. Berbagai rumah sakit melaporkan bahwa keuntungan

    dari obat yang dijual merupakan hal paling mudah dilakukan

    dibandingkan dengan keuntungan pada jasa lain, misalnya

    pelayanan laboratorium, radiologi, pelayanan rawat inap, ataupun

    pelayanan gizi.

    b. Seringkali muncul prasangka yang berkembang di masyarakat

    bahwa dokter menerima berbagai keuntungan dan fasilitas dari

    industri farmasi. Sementara itu, masyarakat sering mengeluh

    tentang mahalnya harga obat yang dibutuhkan justru pada saat

    orang sakit dan tidak mampu bekerja.

    c. Kompetisi dalam industri farmasi sangat dinamis, tergantung pada

    elastisitas harga dan sistem asuransi kesehatan, dan kebijakan

    pemerintah. Pola kerja untuk memproduksi obat pada industri

    farmasi dapat dibagi menjadi dua periode. Periode pertama adalah

    penelitian dasar dan pengembangan di laboratorium, merupakan

    investasi yang mempunyai risiko tinggi berupa kegagalan secara

    ilmiah. Periode kedua adalah tata niaga obat di masyarakat, undang-

    undang paten melindungi industri farmasi dari pesaing. Apabila

    masa paten selesai, maka pabrik obat lain boleh memproduksi

    dalam bentuk obat generik sehingga pendapatan akan turun.

    1) Mekanisme mendapat keuntungan ini dipengaruhi berbagai sifat

    khas industri farmasi yang tidak dijumpai pada industri lain.

    Salahsatu sifat tersebut adalah adanya Barriers to Entry yang

    akan mempengaruhi harga obat. Hambatan untuk masuk ke

    industri farmasi dilakukan dalam berbagai bentuk: (1) regulasi

    obat; (2) hak paten; dan (3) sistem distribusi.

    Hambatan pertama masuk pada industri farmasi adalah aspek

    regulasi dalam industri farmasi yang sangat ketat. Di Amerika

    Serikat regulator utama adalah Food and Drug Administration

    (FDA), sedang di Indonesia dipegang oleh Badan

    Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Proses pengujian

    obat di Amerika Serikat (termasuk dalam periode 1)

    berlangsung lama, bisa terjadi hingga 15 tahun dengan

  • 37

    proses yang sangat kompleks. Setelah menemukan formula

    kimia baru untuk menangani suatu penyakit, perusahaan obat

    harus melakukan uji coba pada binatang untuk mengetahui

    daya racun jangka pendek dan keselamatan obat.

    Selanjutnya, FDA akan memberikan persetujuan melakukan

    uji klinik yang tersusun atas tiga tahap. Tahap I dimulai

    dengan sekelompok kecil orang sehat dan berfokus pada

    dosis dan keamanan obat. Tahap II akan diberikan kepada

    sejumlah orang yang lebih banyak (sampai ratusan) yang

    mempunyai penyakit untuk menguji efikasi obat

    (kemanjurannya). Tahap III akan dilakukan ke ribuan pasien

    dengan berbagai latar belakang berbeda untuk menguji

    efikasi dan keselamatannya secara lebih terinci. Dapat

    dibayangkan betapa berat dan mahal proses ini.

    Faktor penghambat kedua adalah hak paten yang diberikan

    oleh pemerintah untuk industri farmasi yang berhasil

    menemukan obat baru. Contoh yang paling hangat adalah

    hak paten untuk obat Viagra® yang sangat menguntungkan

    karena pembelinya banyak dan harga tinggi. Dengan adanya

    kebijakan paten maka perusahaan farmasi baru harus

    mempunyai obat baru yang membutuhkan biaya riset tinggi

    atau memproduksi obat-obat generik yang sudah tidak ada

    patennya lagi dengan risiko banyak pesaing. Setelah sebuah

    obat habis waktu hak patennya, perusahaan-perusahaan lain

    dapat memproduksi obat serupa. Oleh karena itu, hambatan

    untuk masuk menjadi lebih rendah, dan harga dapat turun.

    Obat-obat ini disebut generik yang dampak terapinya sama

    dengan obat bermerek. Secara logika, paten memang

    ditujukan dalam usaha merangsang penelitian ilmiah untuk

    menemukan obat-obatan baru. Reuter Business Insight

    menggambarkan life-cycle produksi obat, bahwa ketika

    industri farmasi menikmati masa monopoli obat karena paten

    sekitar 17-25 tahun maka terdapat kebebasan bagi pabrik

    menetapkan harga setinggi mungkin untuk mendapatkan

    profit setinggi-tingginya.

    Hambatan ketiga untuk masuk adalah sistem jaringan

    distribusi dan pemasaran industri farmasi yang sangat

    kompleks. Jaringan sistem distribusi dan pemasaran

    mempunyai ciri menarik yaitu menggunakan konsep

  • 38

    ‘detailling’, yaitu perusahaan farmasi dengan melalui jaringan

    distributor melakukan pendekatan tatap muka dengan dokter

    yang berpraktik di rumah sakit ataupun praktik pribadi.

    Kegiatan detailing ini melibatkan banyak pihak dan

    mempunyai berbagai nuansa termasuk adanya komunikasi

    untuk mendapatkan situasi saling menguntungkan antara

    dokter dan industri farmasi. Dalam komunikasi ini terbuka

    kemungkinan terjadi bentuk kolusi antara dokter dan industri

    farmasi. Dengan bentuk pemasaran seperti ini, akan sulit bagi

    pemain baru masuk dalam industri farmasi.

    2) Di dalam masyarakat, sistem promosi dan pemasaran obat akan

    menambah mahalnya harga obat. Berbagai hal tersebut terkait

    secara kompleks sehingga sulit untuk menurunkan harga obat.

    Sebagai contoh, kebijakan memperpendek waktu paten, atau

    memberi lisensi kepada pabrik obat di negara sedang

    berkembang memproduksi obat secara murah ditentang keras

    oleh perusahaan obat. Logika yang dipergunakan adalah apabila

    kebijakan ini berjalan maka motivasi melakukan penelitian obat

    baru akan rendah. Dengan logika ini diperkirakan bahwa di

    dunia tidak akan ada penelitian baru mengenai obat, kecuali

    yang disponsori pemerintah tanpa ada hak paten yang optimal.

    3) Kebijakan obat generik ternyata tidak mampu menekan biaya

    obat secara signifikan. Graboswski dan Vernon (1992)

    melaporkan bahwa walaupun ada obat generik yang murah,

    produsen obat tetap menaikkan harga. Dalam hal ini terdapat

    loyalitas dokter terhadap merek-merek obat yang bukan generik.

    Hellerstein (1998) melaporkan bahwa hanya 29% resep ditulis

    dengan obat generik di Amerika Serikat. Keadaan ini dapat

    dipahami karena adanya teori dokter sebagai agen pasien dalam

    memilih obat dan informasi. Dalam teori agensi, para dokter

    tidak mendapat manfaat ekonomi dari penghematan harga obat.

    Sementara itu, berdasarkan informasi, para dokter tidak

    menerima informasi cukup mengenai efektivitas dan harga obat

    generik. Seperti yang diduga, dokter yang berada dalam sistem

    managed care lebih cenderung menulis obat generik. Hal ini

    disebabkan oleh tekanan sistem managed care dengan daftar

    formularium dan sistem insentif atau disinsentif untuk para

    dokter dalam peresepan obat, termasuk mensponsori

    pertemuan-pertemuan ilmiah, jurnal, bahkan penelitian-

  • 39

    penelitian ilmiah. Semua kegiatan ini tentunya dimasukkan

    dalam proses penetapan harga obat.

    4) Secara praktis harga obat memang sulit diturunkan. Di Indonesia

    keadaan menjadi lebih sulit karena pemerintah tidak mempunyai

    wewenang mengendalikan harga obat, berbeda dengan

    Pemerintah Italia atau Kanada yang mengatur harga obat yang

    beredar di negara itu, atau India yang mengatur harga obat yang

    dianggap sangat esensial, Indonesia tidak secara langsung

    mengatur harga obat bermerek (branded). Indonesia hanya

    membuat program obat generik yang harganya ditetapkan

    pemerintah.

    Dalam keadaan ini apa yang dapat dilakukan? Pendekatan

    pertama adalah menekan harga obat mulai dari fase riset

    hingga pemasaran. Penekanan ini dapat menggunakan

    berbagai bentuk, termasuk pembiayaan riset oleh

    pemerintah atau masyarakat. Di samping itu, diharapkan

    kerja sama antara perusahaan obat yang mempunyai sistem

    produksi dan distribusi baik dengan pemerintah untuk

    menyediakan obat murah terutama bagi masyarakat miskin

    (Wildus 2001). Pendekatan ini sedang dilakukan oleh TB

    Alliance, kelompok yang berusaha mengembangkan obat

    TB baru dengan dana campuran dari berbagai sumber,

    pemerintah, masyarakat, dan industri farmasi. Di samping

    itu, timbul usaha untuk memperpendek waktu paten, tetapi

    hal ini ditentang keras oleh industri obat.

    Pendekatan kedua adalah menggunakan pendekatan etika.

    Dalam hal ini Burton dkk (2001) menyatakan bahwa harus

    ada nilai normatif dalam bentuk etika yang dipunyai oleh

    sektor kesehatan dalam mengendalikan biaya obat. Nilai-

    nilai tersebut akan hadir apabila timbul kesadaran mengenai

    keterbatasan sumber daya untuk pengadaan obat, rasa

    kemanusiaan untuk menolong orang yang sakit dan

    sengsara, adanya hak pasien mendapatkan yang terbaik,

    kepercayaan bersama, dan adanya kesadaran mengenai

    pemilihan obat sebagai keputusan bersama. Apa yang

    diuraikan oleh Burton dkk(2001) merupakan harapan

    normatif yang disampaikan untuk sektor kesehatan dan

  • 40

    industri farmasi. Banyak pihak yang skeptis terhadap

    pendekatan normatif ini, tanpa suatu peraturan tegas.

    5) Velasquez (1998) menguraikan sebuah contoh etika bisnis

    perusahaan yang berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh

    Merck, perusahaan obat raksasa. Pada tahun 1979, Dr. William

    Campbell, seorang peneliti yang bekerja pada Merck and Co,

    menemukan bukti bahwa salah satu obat binatang Ivermectin®

    mungkin dapat membunuh parasit yang menyebabkan penyakit

    river blindness di Afrika dan Amerika Latin. Dr. Campbell dan

    timnya kemudian menghubungi Dr. P. Roy Vagelos, Chairman

    Merck mengenai hal ini. Penemuan ini menjadikan perdebatan di

    dalam Merck, apakah akan meneruskan penelitian ini dan

    mencobakannya ke manusia. Para manajer yang menentang

    menyatakan bahwa masyarakat miskin tidak akan mampu

    membeli obat ini. Di samping itu, timbul pertanyaan mengenai

    bagaimana ongkos distribusinya untuk mencapai penduduk

    miskin di pedalaman? Di samping itu, risiko Merck akan rugi

    besar karena dapat menghancurkan pasar obat binatang

    Ivermectin® yang mempunyai omzet 300 juta $ setahun. Dalam

    perdebatan ini, muncul isu moral yang menyatakan bahwa

    manfaat obat ini untuk manusia tidak dapat diabaikan.

    Pertimbangan ini akhirnya mengalahkan aspek untung-rugi

    sehingga nama Merck akan menjadi kenangan baik. Tentunya

    dalam hal ini akan timbul pengaruh positif untuk penjualan Merck

    di kelak kemudian hari. Memang pada jangka pendek, seolah

    etika akan bertabrakan dengan tujuan bisnis untuk

    menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Akan tetapi,

    dalam jangka panjang etika dan profit akan berjalan bersama.

    6) Praktik bisnis industri farmasi selalu saja dikaitkan dengan

    sejumlah isu etika. Penelitian Sillup, GP., and SJ. Porth. 2008.

    “Ethical Issues in The Pharmaceutical Industry : An Analysis of

    US Newspapers”. International Journal of Pharmaceutical and

    Healthcare. Vol 2 No 3, hal 163 – 180. Menyatakan bahwa ada

    enam isu etika yang terjadi pada industri farmasi, yakni terkait

    keamanan obat, kebijakan harga, pengungkapan data, kebijakan

    impor dan reimpor, desain studi klinis, dan terkait dengan

    pemasaran obat.

  • 41

    Hasil penelitian Ahmed, R.R and A. Saeed. 2012. “Pharma-

    ceutical Drug Promotions in Pakistan : Issues in Ethical and

    Non Ethical Practices”. Interdiciplinary Journal of

    Contemporary Research in Business. Vol 4 No 4, hal 149 –

    164. menyatakan bahwa telah terjadi praktik pemasaran tidak

    beretika di industri farmasi Pakistan dan harus segera

    dihentikan oleh semua stakeholders industri farmasi disana.

    Pelanggaran etika di farmasi juga terjadi pada aspek

    kekayaan intelektual seperti pelanggaran hak paten (Gewertz

    and Amado 2004).

    Pelanggaran praktik bisnis di industri farmasi juga terjadi di

    Indonesia terutama pada praktik kerjasama atau kontrak

    antara perusahaan farmasi dengan tenaga kesehatan. Kerja

    sama atau kontrak ini diperhitungkan sebagai biaya promosi

    yang kemudian dimasukkan ke biaya produksi sehingga biaya

    produksi menjadi tinggi dan harga obat menjadi mahal.

    Mahalnya harga obat menjadi tanggungan konsumen.

    Tentang dugaan banyaknya praktik pemasaran yang tidak

    sesuai dengan kode etik pemasaran dibenarkan oleh

    International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG),

    sebuah organisasi yang terdiri dari 24 perusahaan farmasi

    internasional yang berbasis riset di Indonesia (Purwo 2012).

    Akibat praktik kolusi tersebut harga oba