Upload
haquynh
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI V DPR RI
DALAM RANGKA FOCUS GROUP DISCUSSION
UNTUK PENYEMPURNAAN RUU TENTANG JASA KONSTRUKSI
KE PROVINSI BALI
TANGGAL 6 – 7 MARET 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A Dasar Hukum
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; pada perubahan Pertama
Pasal 20, Pasal 20 A, Pasal 23;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
3. Peraturan DPR RI Nomor 01/DPR RI/I/2009-2010 tentang Tata Tertib.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI dalam rangka Focus Group Discussion
tentang RUU Jasa Konstruksi adalah:
Untuk melakukan pertemuan guna mengumpulkan pendapat, saran, masukan
terhadap RUU dimaksud langsung di lapangan dari para pemangku kepentingan di
Provinsi Aceh;
2. Tujuan dilaksanakannya Kunjungan Kerja adalah dalam rangka melaksanakan Fungsi dan
Tugas Dewan. Berdasarkan Keputusan DPR RI Nomor 01/DPR-RI/I/2009-2014 tentang
Peraturan Tata Tertib DPR RI, pada Pasal 53 ayat (1) tentang Tugas Komisi, dimana
disebutkan bahwa:
Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan,
penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang;
C. Lokasi dan Waktu
Dalam Masa Sidang III Tahun Sidang 2012 - 2013, Komisi V DPR RI melakukan Kunjungan
Kerja dalam rangka Focus Group Discussion RUU tentang Jasa Konstruksi ke Provinsi Bali
pada tanggal 6-7 Maret 2013. Dalam masa kunjungan tersebut, Komisi V DPR RI melakukan
pertemuan, penyerapan aspirasi, dialog, dan melakukan komunikasi intensif dengan Pemprov
Bali, perwakilan Civitas Academica dan pemangku kepentingan lainnya.
D. Tim Komisi V DPR RI:
Pimpinan dan Anggota Komisi V DPR RI yang ikut serta dalam Kunjungan Kerja Spesifik ini
adalah:
NO. N A M A FRAKSI NO.
ANGG.
1. H. MUHIDIN MOHAMAD SAID, SE. MBA. F-PG/KETUA TIM A-271
2. IR. H. MULYADI F-PD/WAKIL KETUA KOMISI A-434
3. USMAWARNIE PETER F-PD/ANGGOTA A-446
4. AGUNG BUDI SANTOSO, SH F-PD / ANGGOTA A-463
5. IR. SUTARIP TULIS WIDODO F-PD/ANGGOTA A-504
6. DRS. H. ELDIE SUWANDIE F-PG/ANGGOTA A-218
7. DRS. H. RISWAN TONY DK F-PG/ANGGOTA A-198
8. IR. DADOES SOEMARWANTO, M.ARCH F-PDIP/ANGGOTA A-381
9. HJ. SADARESTUWATI, SP, M.MA F-PDIP/ANGGOTA A-388
10. IR. H. TEGUH JUWARNO, M. SI F-PAN/ANGGOTA A-125
11. H. USMAN JA’FAR F-PPP/ANGGOTA A-311
12. DRS. MOHAMMAD TOHA, S. SOS, M.SI F-PKB/ANGGOTA A-154
13. GUNADI IBRAHIM F-GERINDRA/ANGGOTA A-22
Sedangkan mitra kerja Komisi V DPR-RI dari Kementerian Pekerjaan Umum yang ikut serta
dalam kegiatan Kunjungan Kerja Ke Provinsi BaliTim Pendamping, adalah sebagai berikut:
NO. NAMA JABATAN
1.
IR. ISMONO, MM
KEPALA PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN
KELEMBAGAAN, BP KONSTRUKSI,
KEMENTERIAN PU
2. DR. IR. PUTUT MARHAYUDI, MM.
KABID REGULASI DAN PERIZINAN PPUK,
BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI,
KEMENTERIAN PU
3. NANAN ABIDIN, S. KOM. M. Msi. KASUBAG. PBMN, BADAN PEMBINAAN
KONSTRUKSI, KEMENTERIAN PU
4. WARSONO, S. SOS PENGHUBUNG PUSKOM, KEMENTERIAN PU
5. NENI SAFRAINI FOTOGRAFER PUSKOM, KEMENTERIAN PU
BAB II
MASUKAN YANG DIHIMPUN OLEH TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI V DPR RI
DALAM RANGKA FOCUS GROUP DISCUSSION
RUU TENTANG JASA KONSTRUKSI KE PROVINSI BALI
A. Masukan dari Bpk. Keddy Setiada, Pembantu Dekan II, Fakultas Teknik Universitas
Udayana:
Setelah membaca materi yang tersaji di dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
Republik Indonesia tentang Jasa Konstruksi, Perkenankan kami menyampaikan beberapa hal
berikut ini:
1. Halaman 13: Alinea ketiga dari atas, kalimat terakhir berbunyi: “Selanjutnya, secara
sederhana system dan konteks konstruksi dapat digambarkan sebagai berikut”.
Pertanyaan:
a. Bagian uraian mana yang menggambarkan pernyataan dimaksud, karena pada
umumnya pernyataan sebagai berikut, diikuti oleh/dengan beberapa uraian (item),
sedangkan pada naskah ini, item-item tersebut tidak ada
b. Jika item-item yang dimaksud adalah materi yang tertulis pada no.2, no.3, dst
sampai denga no.8, maka tata cara penomorannya mestinya merupakan sub dari
no.1 tadi, yang diuraikan atas nomor-nomor a,b,c dst, sehingga jelas merupakan
bagian dari uraian atas pernyataan di atasnya
2. Halaman 15.
Sub judul nomor 3, Pembinaan Sektor Konstruksi.
Tanggapan/ Komentar:
a. Sebagian besar kandungan materi di sub judul ini adalah pengelolaan, sedangkan
tentang pembinaan ditampilkan dengan kurang lugas, misalnya di halaman 16,
alinea pertama dari atas: ... pemerintah perlu menetapkan apa yang menjadi urusan
pemerintah kaitannya dengan pembinaan konstruksi dan investasi. Berangkat dari
hal ini, maka aspek-aspek penting yang harus menjadi perhatian pemerintah akan
lebih jelas. Tanya: Di sini tidak ditunjukkan aspek-aspek penting tersebut
b. Tidak terlihat adanya peranan pembinaan dari pihak bukan pemerintah, misalnya
sesama asosiasi profesi
3. Halaman 19.
Sub judul No. 5. Produk Sektor Konstruksi.
Tanggapan/ Komantar:
Di nomor b, Konstruksi gedung bukan tempat tinggal, ada menyebut : Sekolah.
Tidakkah sebaiknya disebut bangunan untuk pendidikan? Karena bisa menyangkut
sekolah, kamus, balai diklat, dsb
Demikian pul di Nomor c. Konstruksi bangunan sipil ada antara lain disebut: tol, parkir,
bandar. Bukannya yang dimaksud adalah jalan tol, tempat parkir, bandara.
Hal lain adalah, apakah tidak perlu memunculkan produk sektor konstruksi berupa
pemetaan (surveying) , karena jasa ini bisa saja mencakup areal yang sangat luas
untuk ditangani oleh penyedia jasa. Misalnya penyiapan lahan transmigrasi,
pengembangan kota, kawasan, dsb
4. Halaman 25.
Sub Judul 8. Penyedia Jasa Peroragan.
Kalimat Pertama: “Undang-undang jasa konstruksi mengakui ... dst (Pasal 5 Ayat 1).
Pertanyaan: Undang-undang Jasa Konstruksi mana yang dimaksud? Nomor, tahun.
5. Halaman 37.
BAB III. EVALUSASI DAN ANALISIS PERATURA PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT.
Bab ini nampaknya dumaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan
ada hal-hal yanga agak khusus yang harus mendapat perhatian lebih, ketika akan
ditangani oleh jasa konstruksi. Jika demikian halnya apakah tidak perlu mengkaitkan
dengan undang-undang kepariwisataan (karena sektor pariwisata menunjukkan trend
positif dan semakin berkembang dari berbagai aspek).
Atau bagaiamana pula dengan Undang-undang tentang Badan Cagar Budaya, karena
benda cagar budaya memerlukan penanganan yang khusus.
6. Halaman 100.
BAB V: Sub A. Jangkauan dan Arah Peraturan.
Tertulis: Pengaturan Sektor Konstruksi, khususnya jasa konstruksi dimaksudkan untuk
memberikan landasan dan system pengelolaan dan penyelenggaraan jasa konstruksi
yang mampu: a,b,c,d,dan e. Di antara kelima hal tersebut, kelihatannya yang nomor c.
Perlindungan, merupakan hal yang tidak sejalan dengan 4 hal lainnya, karena keempat
hal lainnya berupa kata kerja (sebagai tuntutan kata mampu), sednagkan perlindungan
sendiri tidak menjelaskna kemampuan.
Demikian pula denga alinea yang menjelaskan masing-masing item, tidak terlihat
adanya penjelasan tentang: menghadirkan konstruksi berkelanjutan, sedangkan empat
hal yang lainnya ada.
7. BAB VI. PENUTUP
(Mohon maaf Judul Bab ini tidak sama dengan yang di DAFTAR ISI). Dan di DAFTAR
ISI, tertulis KESIMPULAN. Pendapat saya, barangkali yang di daftar isi seharusnya
mengalah untuk duganti dengan penutup.
Demikian yang bisa kami sampaikan, mudah-mudahan ada manfaatnya, dan jika ada
hal-hal yang tidak berkenan atau tidak tepat kami sampaikan, mohon dimaafkan.
Terima kasih.
B. Masukan dari Dr. Ir. I Wayan Parwata,MT, Dekan Fakultas Teknik Universitas
Warmadewa, Denpasar:
1. Mohon dikaji kembali, sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 angka
237, apakah Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi: 1)
sistematika nya sudah berubah; 2) sudah terjadi perubahan 50 %; dan 3) esensi
undang-undang nya sudah berubah. Kalau undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi tersebut sudah dikaji dari 3 aspek itu dan ternyata memang perlu
diganti, maka seyogyanya undang-undang tersebut perlu dikaji Draft Rancangan
Undang-undang Jasa Konstruksi yang baru.
2. Mohon ditambahkan kata “Pelaksanaan” dalam Bab I Pasal 1 ayat 1 dan 2, mohon
disesuaikan dengan bab yang lain dibelakangnya, antara lain pasal 69 ayat (a). Jasa
Konstruksi adalah layanan jasa pekerjaan konstruksi yang meliputi: pengkajian,
perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pembuatan, pengoperasian, pemeliharaan,
penghancuran, pembuatan kembali dan pengawasan. Coba cek di halaman 9, naskah
akademis tentang Definisi Konstruksi, Jasa Konstruksi, Industri/Sektor Konstruksi,
alinea pertama.
3. Pasal 51 ayat 1, disebutkan bahwa Sumber Daya Manusia di bidang jasa konstruksi
terdiri atas klasifikasi di bidang: a) Arsitektur; b) Sipil; c) Mekanikal; d) Elektrikal; dan e)
Tata Lingkungan. Kalau Interior dan Lansekap, kenapa tidak dimasukkan, padahal
interior dan lansekap bagian dari perencanaan dan perancangan. Interior
(Perancangan) sedangkan Lansekap (Perencanaan).
4. Pasal 10 ayat 3 (a): mohon dijelaskan secara lebih rinci mengenai teknologi sederhana
tepat guna, jangan hanya pada aspek sanitasi dan air minum saja (lihat bagian
penjelasan Pasal 10 Ayat 3 (a) bagian 3). Teknologi tepat guna itu kaitannya dengan
nilai ergonomis dalam rancang bangun dan peralatan dalam rumah tinggal atau ruang-
ruang bersama.
5. Pasal 90 mengenai pengaturan sanksi administrasi bagi tenaga ahli asing, bagaimana
dengan tenaga ahli lokal? Kenapa tidak ada pengaturannya?
6. Dalam naskah akademis disebutkan bahwa kedudukan Badan Akreditasi ada di pusat,
mengapa di daerah tidak ada, sebaiknya di daerah juga diperlukan adanya Badan
Akreditasi, kalau LPJK belum dianggap mampu atau berhak mengakreditasi.
7. Referensi (sumber data) mohon menggunakan tahun terbaru, minimal 5 tahun ke
belakang, sehingga lebih aktual dan representative dengan kondisi sekarang.
C. Masukan dari Bpk. W Subarata Duarsa, Ketua LPJKP Bali:
1. APRESIASI
DPR sudah bekerja dengan baik, merancang RUU dengan inisiatif dari DPR.
Menunjukkan perhatian Komisi V yang besar terhadap usaha jasa konstruksi.
2. ANGGAPAN YANG KURANG MENGHARGAI
a. Kurang tepat dalam memberikan kewenangan peraturan yang mandiri/independent
kepada masyarakat jakon yang dinilai belum siap . (hal 137/ alinea 2)
b. Penyebab kondisi buruk pelaksanaan UUJK adalah kelemehan implementasi dari
seluruh stakeholders
c. Dirasakan bahwa keberadaan Lembaga ini (LPJK) ini kurang efektif melakukan
pembinaan dan pengembangan usaha jasa konstruksi (hal. 32)
d. Penyelengaraan konstruksi masih terdapat kekurangan dan belum dapat memenuhi
tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika pengembangan
penyelengaraan konstruksi (Menimbang d)
3. ALASAN TERBENTUKNYA BAS JK
a. Untuk memisahkan antara fungsi regulator dan operator, memperpanjang masa
jabatan sendiri, mensertifikasi diri sendiri. Padahal anggota BAS JK dari perguruan
tinggi, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan, pengalaman jasa konstruksi minimal
10 tahun, yang dapat diwakili pakar. Sedangkan di LPJK sekarang USBU atau
USTK, hanya pengarah saja yang merupakan stakeholders, sedangkan pelaksana
asesornya betul-betul independent.Apa bedanya dengan BAS JK ? (hal 126 – 127)
b. Mengurangi ketidakjelasan tanggung jawab lembaga, sistem adminstrasi, keuangan
serta pertanggungjawaban sangat minim. Padahal setiap tahun LPJK
mempertanggungjawabkan kepada Kementerian PU, Gubernur, dan juga kepada
asosiasi
c. Kegagalan Konstruksi yang semakin banyak (hal, 35)
d. Korupsi, kolusi dan nepotisme semakin banyak yang disebabkan distorsi antara
struktur penyedia jasa dan pangsa pasar. Hal ini tergantung kepada pribadi masing-
masing (hal 35)
4. TUGAS DAN LEMBAGA KEUANGAN
Dengan dipangkasnya tugas Lembaga dengan dikeluarkannya tugas registrasi, maka
LPJK akan kehilangan sumber dana untuk menjalankan roda organisasi. Lembaga
dapat mengusahakan perolehan dana dari masyarakat jasa konstruksi yang
berkepentingan. Ini adalah pembubaran LPJK secara halus, karena masyarakat jasa
konstruksi adalah sebagian besar golongan ekonomi lemah yang tidak mungkin lagi
mengeluarkan dana untuk LPJK . Sekarang saja LPJKP kembang kempis menjalankan
roda organisasi, dengan catatan pengurus LPJK bekerja sukarela tanpa gaji.
5. PERUBAHAN ASMET MENJADI GEDUNG, SIPIL, KHUSUS
Dalam Permen PU No.8/ 2011 sudah ada usaha untuk merubah ASMET menjadi CPC
dengan klasifikasi pelaksanaan: Gedung,Sipil, Mekanikal, Elektrikal dan jasa pelaksana
lainnya. Dalam budang usaha jasa perencanaan dan pengawasan: arsitektur, rekayasa,
penataan ruang, dan jasa konsultansi lainnya. Rasanya klasifikasi dalam RUU ini
menjadi kurang lengkap apalagi kalau dikaitkan dengan siklus hidup produk:
pengkajian, perencanaan, perancangan, pembuatan, pengoperasian, pemeliharaan,
pemghancuran, pembuatan kembali dan pengawasan, yang menurut kami merupakan
pengembangan dari perencanaan, pelakasanaan dan pengawasan.
6. IDENTIFIKASI MASALAH
a. Pemahamana yang tidak sama antara stake holders terhadap demokratisasi
industri konstruksi. Masalah ini tidak perlu dengan mengadakan perubahan UU;
cukup dengan lebih banyak komunikasi untuk penyamaan pemahaman
b. Interpretasi yang berbeda terhadap peran pemerintah, peran masyarakat, dan
peran institusi masyarakat. Inipun tidak membutuhkan perubahan UU, cukup
dengan lebih banyak diskusi, sehingga seluruh stake holders memiliki interpertasi
yang sama
c. Rumusan yang kurang efektif mengenai klasifikasi dan kualifikasi BU
d. Di Lembaga terjadi konflik kepentingan. Kewenangan yang diberikan kepada BAS
JK juga dapat mengarah ke sana, tergantung kepada pribadimya sendiri
7. DOMAIN PENGELOLAAN SEKTOR KONSTRUKSI
Dianggap ada versi mempersempit sebagai domain kementerian PU sebagai pengelola
sektor konstruksi di Indonesia. Memang berkaitan dangan usaha industri, tata niaga,
modal, teknologi, sdm dan lain-lain, tetapi sebaiknya tetaplah PU sebagai pemegang
kepentingan mayor dalam fungsi dan tugasnya. Apalagi kalau sesuai dengan pemikiran
di atas, di dalam RUU tidak ada pasal yang mengatur industri, tata niaga, modal dan
lain-lain. (hal 97)
8. KETIDAKKONSISTENAN
a. BAS JK itu melakukan akreditasi asosiasi dan sertifikasi di bidang jasa konstruksi,
atau juga melaksanakan registrasi ? (Lihat Pasal 1, Naskah Akademik, pasal-pasal
dalam RUU yang berbeda satu sama lain ..... )
b. Usaha orang perorangan terdiri dari usaha kecil dan usaha menengah (pasal 18),
usaha orang perseorangan hanya dapat mengerjakan resiko kecil, teknologi
sederhana, biaya kecil (pasal 19) yang artinya usaha kecil.
c. Penilai Ahli harus memiliki sertifikat keahlian dan teregistrasi pada lembaga (pasal
44 ayat 4). Sertifikat keahlian siapa yang menerbitkan, registrasi di mana?
d. SDM (pasal 51) klasifikasi ASMET dengan jabatan operator, analis, ahli
e. Pasal 92. Kalau tak penuhi K3 dan berakibat kegagalan bangunan kenapa harus
pidana selama-lamanya 10 tahun dan denda 20%? Padahal pada pasal 50 ayat 1,
beda? Perdata menjadi pidana
9. DISKRIMNATIF
Sangsi hanya dikenakan pada penyedia jasa saja (pasal 79, 80, 81, 85, 86) padahal
yang mengeluarkan kualifikasi pekerjaan, izin usaha dan izin kerja itu badan lain.
10. KESIMPULAN
a. Tidak perlu membuat UU Jasa Konstruksi yang baru, kalau ada yang bisa
melengkapi dan menyempurnakan UU 18/1999, buatlah perubahan saja untuk
memperkuat jasa konstruksi.
b. Buatlah UU yang memuat garis-garis besar saja, yang nantinya dijabarkan lebih
lanjut dengan PP, Perpres, Permen atau aturan lainnya.
c. Kekayaan inteletual bukan hanya milik konsultan perencana, tapi juga pelaksana,
misalnya dalam metode pelaksanaan.
D. Masukan dari Bapak Ketut Gupta, LPJK Bali:
1. Kami menghormati dan memahami atas peran dan tugas DPR RI terkait dengan
rencana merubah/menyempurnakan UU Jasa Konstruksi no. 18/1999 yang sudah
berusia hampir 14 tahun ini.
2. Apa latar belakang dilakukan revisi/ perubahan UU Jasa Konstruksi No. 18/1999? Dan
apa ada jangka waktu berapa tahun sebuah UU yang sudah dibuat untuk dilakukan
perubahan dan apa saja parameternya/kriterianya?
Sebelum draft RUU Jasa Konstruksi ini dibuat apakah pernah dilakukan penjaringan
aspirasi/masukan dari kelompok masyarakat jasa konstruksi terkait substansi
perubahan yang diinginkan?
3. Dari sisi substansi rancanagn ini kami melihatnya sebagai upaya untuk
mengakomodasi aspirasi masyarakat jasa konstruksi dari kelompok tertentu yang
selama ini lebih banyak tidak terakomodasi terkait keberadaan pengurus LPJK yang
baru sesuai PP No 04 Tahun 2010 & Perubahannya No 92 Tahun 2010.
4. Dari sisi penyelengaraan jasa konstruksi (pasal 2) ada penambahan landasan
sebanyak 3 azas dari UU Jasa Konstruksi no 18/1999, yaitu kebebasan, pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dan kami mengusulkan azas kebebasan
yang dimaksud tentunya yang bertanguung jawab sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku
5. Sertifikasi usaha (pasal 26) bunyinya antara lain, sertifikasi klasifikasi dan kualifikasi
usaha jasa konstruksi diberikan oleh Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi
yang didanai oleh pemerintah. Apa dasarnya sehingga harus membentuk badan yang
baru bukan memberdayakan Lembaga yang sudah ada? Adakah sesuatu yang tidak
benar dalam proses sertifikasi yang dilakukan LPJK selama ini
6. Usaha dan masyarakat jasa konstruksi yang sesuai UU jasa konstruksi No. 18/1999
terkait perubahannya dikurangi tugasnya dari sisi sertifikasi dan registrasi dan
ditekankan pada fungsi Litbang, Diklat dan mediasi dan penilai ahli dengan sumber
pendanaan yang tidak dianggarkan oleh negara padahal tugasnya sangat berat, apa
kira-kira dasar pemikirannya pengurangan tugas dan fungsi ini?
7. Tugas Lembaga (Pasal 59): yang semula sesuai UU Jasa Konstruksi No. 18/1999 dan
PP No 04 Tahun 2010 dan perubahannya meliputi: Litbang, Diklat, Sertifikasi dan
Registrasi. Mediasi masalah hukum dan penilai ahli berubah menjadi hanya Litbang,
Diklat, mendorong perang mediasi & penilai ahli serta menunjuk dan menetapkan
penilai ahli. Apa dasarnya pengurangan kewenangan tugas Lembaga ini di perubahan
UU Jasa Konstruksi yang baru ini? (Karena proses rekruitmen pengurus juga dilakukan
melalui uji kelayakan dan kompetensi)
8. Sesuai Pasal 64 a (Tugas dan Wewenang) Badan Akreditasi dan Sertifikasi Usaha
Jasa Konstruksi melakukan akreditasi asosiasi badan usaha dan profesi, kira-kira
nantinya mengarah akan tugas apa yang nanti diberikan oleh Badan Akreditasi tersebut
kepada asosiasi badan usaha/profesi?
9. Terkait Bab VIII Pasal 58. Lembaga Pengembangan, siapa yang berwenang
membentuknya dan sumber pembiayaannya berasal dari mana?
10. Pasal 86. Siapa yang berwenang memberi sangsi terkait penyedia jasa yang melanggar
tidak memenuhi persyaratan izin usaha?
11. Pasal 87. Siapa yang berwenang memberi sangsi terkait pengguna jasa yang tidak
memberikan jaminan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan penyedia jasa
secara tepat jumlah dan tepat waktu?
E. Masukan dari Bapak Dr. Ir. I Wayan Parwata, M.T., Dekan Fakultas Teknik, Universitas
Warmadewa, Denpasar:
1. Mohon dikaji kembali, sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 angka
237, apakah Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi: 1)
sistematika nya sudah berubah; 2) sudah terjadi perubahan 50 %; dan 3) esensi
undang-undang nya sudah berubah. Kalau undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi tersebut sudah dikaji dari 3 aspek itu dan ternyata memang perlu
diganti, maka seyogyanya undang-undang tersebut perlu dikaji Draft Rancangan
Undang-undang Jasa Konstruksi yang baru.
2. Mohon ditambahkan kata “Pelaksanaan” dalam Bab I Pasal 1 ayat 1 dan 2, mohon
disesuaikan dengan bab yang lain dibelakangnya, antara lain pasal 69 ayat (a). Jasa
Konstruksi adalah layanan jasa pekerjaan konstruksi yang meliputi: pengkajian,
perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pembuatan, pengoperasian, pemeliharaan,
penghancuran, pembuatan kembali dan pengawasan. Coba cek di halaman 9, naskah
akademis tentang Definisi Konstruksi, Jasa Konstruksi, Industri/Sektor Konstruksi,
alinea pertama.
3. Pasal 51 ayat 1, disebutkan bahwa Sumber Daya Manusia di bidang jasa konstruksi
terdiri atas klasifikasi di bidang: a) Arsitektur; b) Sipil; c) Mekanikal; d) Elektrikal; dan e)
Tata Lingkungan. Kalau Interior dan Lansekap, kenapa tidak dimasukkan, padahal
interior dan lansekap bagian dari perencanaan dan perancangan. Interior
(Perancangan) sedangkan Lansekap (Perencanaan).
4. Pasal 10 ayat 3 (a): mohon dijelaskan secara lebih rinci mengenai teknologi sederhana
tepat guna, jangan hanya pada aspek sanitasi dan air minum saja (lihat bagian
penjelasan Pasal 10 Ayat 3 (a) bagian 3). Teknologi tepat guna itu kaitannya dengan
nilai ergonomis dalam rancang bangun dan peralatan dalam rumah tinggal atau ruang-
ruang bersama.
5. Pasal 90 mengenai pengaturan sanksi administrasi bagi tenaga ahli asing, bagaimana
dengan tenaga ahli lokal? Kenapa tidak ada pengaturannya?
6. Dalam naskah akademis disebutkan bahwa kedudukan Badan Akreditasi ada di pusat,
mengapa di daerah tidak ada, sebaiknya di daerah juga diperlukan adanya Badan
Akreditasi, kalau LPJK belum dianggap mampu atau berhak mengakreditasi.
7. Referensi (sumber data) mohon menggunakan tahun terbaru, minimal 5 tahun ke
belakang, sehingga lebih aktual dan representative dengan kondisi sekarang.
F. Masukan dari Bapak Ir. Made Sastra Wibawa, M.Erg, Universitas Mahasaraswati:
F.1. MASUKKAN UMUM.
1. Pengadaan Jasa Konstruksi tidak hanya dilakukan oleh dinas/instansi teknis
melainkan oleh berbagai dinas atau instansi yang ada sehingga ada kesan
penggarapannya tidak sama antara satu dengan lainnya, hal ini dimaksudkan
karena mereka tidak punya tenaga teknis terkait dengan bidang konstruksi.
2. Pemerataan untuk memperoleh proyek terutama yang pengadaannya lewat
pemerintah pusat, ada kecendrungan kontraktor lokal kurang mampu bersaing
dengan kontraktor pusat, sehingga seperti contoh proyek-proyek besar di Bali
hampir seluruhnya dikerjakan oleh kontraktor pusat, hal ini menyebabkan kontraktor
lokal lama kelamaan akan mati suri. Kalau dilihat dari segi kemampuan bersaing
sudah pasti yang di daerah akan kalah dibandingkan dengan yang di pusat. UU
Jasa Konstruksi harus dapat mengantisipasi hal-hal seperti ini, misalnya melalui
kemitraan.
3. Sertifikasi hendaknya diatur tidak harus seluruh SDM yang terlibat, terutama tenaga
kerja Sub Propesional yang cukup dituntut kemampuan skill untuk bidang
pekerjaannya, hal ini berbeda dengan tenaga kerja Propesional yang memang
harus dituntut kemampuan teknik, administrasi, dan birokrasi karena terkait dengan
pelaporan atau pertanggungjawaban bukan hanya fisik tetapi juga administratif.
F.2. MASUKAN UNTUK SETIAP BAB.
1. BAB. III PEMBINAAN
Pasal 4. Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah
terhadap pengembangan jasa konstruksi belum ada diatur tentang pengawasan
dan sanksi yang dapat diberlakukan terhadap pemerintah dan pemerintah daerah
apa bila dia gagal melakukan pembinaan.
2. BAB. IV USAHA JASA KONSTRUKSI
Pasal 27, ayat 1.c. Mengutamakan lebih banyak tenaga kerja Indonesia dari pada
tenaga kerja asing semestinnya lebih rinci diatur agar tidak gamang, misalnya
dengan perbandingan prosentase.
3. BAB, VI PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Pasal 44 dan Pasal 45 Penunjukkan dan penetapan “Penilai Ahli” dilakukan oleh
Lembaga perlu lebih diperjelas Lembaga yang dimaksud disini siapa ?
Pasal 48 ayat 2. Ditulis bahwa pengguna jasa bertanggung jawab terhadap
kegagalan bangunan yang disebabkan oleh pengguna jasa Kenapa konteks ini
tidak disamakan dengan Pasal 47 yang menyebutkan bahwa jika terjadi kegagalan
akibat kesalahan, maka perlu diberikan sanksi.
4. BAB. VII SUMBER DAYA MANUSIA
Pasal 51 ayat 1. Klasifikasi sumber daya manusia perlu ditambahkan lagi satu yaitu
bidang “GEO TEK” hal ini dimaksudkan bahwa bidang Sipil sudah demikian luas
sehingga bidang khusus yang sangat bahkan selalu bersentuhan dengan konstruksi
yaitu masalah kondisi tanah.
Pasal 53. Sertifikasi bagi sumber daya manusia cukup diberlakukan terhadap
tenaga profesinal saja, sedang tenaga sub professional tidak perlu, sebab pada
tenaga sub professional lebih banyak dituntut kemampuan skill bukan olah birokrasi
yang administratif, contoh: tukang, pekerja kasar.
5. BAB. VIII KELEMBAGAAN
Pasal 63 point c. Pengalaman dalam bidang konstruksi sekurang-kurangnya 10 Th.
perlu ditambahkan “yang dibuktikan dengan bukti riil yang dapat
dipertanggungjawabkan” misal SK, atau bukti lain yang sah.
Pasal 63 point e. Ditambahkan dengan “termasuk pejabat struktural di pemerintah
dan pemerintah daerah” hal dimaksudkan agar independen.
6. BAB. IX PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 70. Hendaknya ditambahkan dengan Forum jasa konstruksi dijadwalkan
secara rutin oleh pemerintah dan pemerintah daerah untuk menggali informasi
terhadap pengembangan jasa konstruksi, misal setahun sekali.
7. BAB. X PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 72. Belum dimasukan peranan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa
Konstruksi, Penilai Ahli, serta forum jasa konstruksi dalam menyelesaikan sengketa
yang terjadi, sedangkan di depan banyak sekali keterlibatannya dalam jasa
konstruksi ini. Logikanya jika terjadi sengketa yang terkait dengan bidangnya, maka
mereka diharapkan dapat membantu perselisihan pada tingkat awal sebelum
sampai di tingkat pengadilan.
8. BAB. XI SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 78 s/d Pasal 89 Ditulis bahwa jika pekerjaan tidak memenuhi kualifikasi
yang telah ditentukan pada point b. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi.
Jika hal ini ditempuh maka akan terjadi keterlambatan dalam proses pengerjaan
suatu proyek / kegiatan, lebih baik diganti dengan “melakukan perbaikan terhadap
pekerjaan agar sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan” bila hal ini tidak
ditempuh, maka sanksi berikutnya dapat diberlakukan.
G. Masukan dari Bapak Nyoman Suharya, Manajer Eksekutif, Badan Pelaksana LPJK
Provinsi Bali:
1. Sebelum ada UU Jasa Konstruksi Nomor: 18 Tahun 1999, Registrasi dan Sertifikasi
ditangani oleh pemerintah produknya berupa Daftar Rekanan Mampu (DRM). Pada
saat itu ditengarai/muncul opini ada kolusi antara badan usaha yang memohon Sertfikat
Badan Usaha(SBU) dengan pemerintah. Untuk mengantisipasi adanya kolusi tersebut
muncul opini agar Registrasi dan Sertifikasi diserahkan ke masyarakat jasa konstruksi
untuk independensinya. Kemudian terbit UU Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999
telah menyerap aspirasi hal tsb, dalam bentuk memberi tugas Lembaga meregistrasi
SBU/SKA/SKT. RUU Jasa Konstruksi akan mengembalikan tugas Registrasi dan
Sertifikasi ke Pemerintah yang ditangni oleh sebuah Badan Registrasi dan Sertifikasi.
Mohon pengembalian tugas registrasi dan sertifikasi ke pemerintah betul-betul
dipertimbangkan kembali.
2. Sesuai dengan RUU Jasa Konstruksi tsb, Tugas Lembaga hanya Diklat,Litbang dan
Mediasi. Lembaga tidak punya dana untuk tugas tsb. Berdasarkan pengalaman selama
ini tugas di Lembaga, kegiatan Diklat dan Litbang jalan kalau ada dana dari pemerintah
dalam hal ini Kementrian PU namun dananya dikelola langsung oleh pemerintah.
3. Berdasarkan hal tsb butir 1 dan 2, seyogyanya Diklat dan Litbang ditarik
kepemerintah,sedang Registrasi dan sertifikasi,mediasi tetap di Lembaga.
4. Penerbitan RUU Jasa Konstruksi sifatnya perubahan/penambahan/penguatan terhadap
UU Jasa Konstruksi Tahun 1999 yang dipandang masih lemah.
H. Masukan dari Bapak Lanang Parwita, S.T., M.T., Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Bali:
1. Bab 1 Ketentuan umum pada pasal 1 point 1 kata penghancuran saya usulkan diganti
menjadi pembongkaran
2. Pada pasal setelah point l (berwawasan lingkungan) kami usulkan untuk ditambahkan
point hemat energi
3. Secara umum point mengenai Sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan
Kerja dan Lingkungan (SMK3L) masih sangat minim di tampilkan
4. Pada pasal 11 sebaiknya keselamatan dan keamanan kerja saya usulkan diganti
menjadi keselamatan dan kesehatan kerja karena istilah ini sudah sangat biasa
digunakan dalam dunia jasa konstruksi selama ini
5. Pada pasal 12 perlu ditambahkan point pengawasan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja
6. Pasal 20 memberi ruang yang lebih besar kepada perusahaan berbadan hukum
mengambil lahan untuk perusahaan perseorangan, mhn lebih dipertegas
7. Pada bagian ketiga (pembukaan pasal 43) saya usulkan kata standar keselamatan
konstruksi dirubah menjadi standar keselamatan dan Kesehatan Kerja
8. Masukan umum lainnya sebaiknya RUU yang baru tetap memperhatikan peran
lembaga yang sdh ada sebelumnya seperti LPJK yang ada di Pusat dan tersebar di
masing-masing provinsi
9. Untuk pemerataan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan perlu
pemikiran pola kemitraan antara BUMN dan perusahaan lokal saat mengambil
pekerjaan konstruksi dalam skala besar
I. Masukan dari Ibu Ir. Putu Hermawati, Ketua BSK Diklat Politeknik Negeri Bali:
1. Pada KETENTUAN UMUM. Pasal 1 no, 1 dan 2 terdapat kata penghancuran yang
kesannya negatif sekali, maka agar diganti dengan kata pembongkaran
2. Pada KETENTUAN UMUM. Pasal 1 no. 9 terdapat istilah lembaga baru baru BASJK
(Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi), sedangkan banyak sekali lembaga
yang dibentuk atau ada seperti pada pasal 58-61, misalnya :
- Lembaga Pengembangan yang independen
- Asosiasi Profesi dan Asosiasi Badan Usaha di bidang jasa konstruksi
- Forum Jasa Konstruksi
Hal ini perlu juga dijelaskan dalam Ketentuan Umum.
Dalam hal ini juga nampak bahwa terlalu banyak ada lembaga dalam bidang jasa
konstruksi yang nanti dalam operasionalnya akan membawa ego kepentingan masing-
masing sehingga resiko bersinggungan dan mementingkan kelompoknya, sehingga
menjadi kurang sehat
3. Pada Bab III pasal 4, dan 7 disebut Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung
jawab atas pembinaan Jasa Konstruksi, perlu diperjelas Pemerintah Daerah yang
dimaksud Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota
4. Bab III, pasal 24 perlu diperjelas tentang izin usaha harus memiliki sertifikat yang
teregestrasi, dalam hal ini teregestrasi dimana?
5. Mulai pasal 26, pasal 53, pasal 61 dijelaskan pembentukan BASJK (Badan Akreditasi
dan Sertifikasi Jasa Konstruksi) yang merupakan badan yang dibentuk pemerintah dan
dibiayai APBN (sesuai pasal 67). Lembaga ini melakukan tugas utama yang selama ini
ditangani LPJKD bersama BSK maupun Asosiasi yaitu sertifikasi dan akreditasi
terhadap tenaga kerja dan badan usaha. Mengapa harus membentuk lembaga baru
dengan mengabaikan LPJKN, LPJKD yang selama ini sudah melakukan fungsi ini sejak
tahun 1999. Bukankan lebih baik mengoptimalkan fungsi lembaga yang sudah ada dan
berjalan dengan baik. Nampak juga pada pasal 65 bahwa pemerintah menginginkan
biaya sertifikasi masuk ke kas pemerintah melalui PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak), yang sangat berbeda dari UU sebelumnya dimana azasnya dari, oleh dan untuk
bidang jasa konstruksi dengan tujuan utama peningkatan kwalitas tenaga kerja dan
kegiatan jasa konstruksi bukan hanya pendapatan negara yang harus meningkat
6. Pada pasal 33, ayat 2 disebut Kontrak kerja konstruksi dapat memuat tentang
pemberian insentif. Perlu diperjelas insentif dari siap dan untuk siapa maksudnya
7. Pada pasa 44 ayat 4, disebut tentang penilai ahli harus memiliki sertifikat keahlian dan
teregestrasi pada Lembaga. Perlu diperjelas lembaga yang dimaksud
8. Pasal 47 disebut Penyedia jasa wajib mengganti/memperbaiki kegagalan kontrsuksi
disebabkan kesalahan sendiri atas biaya sendiri, namun penyedia jasa ada konsultan
dan kontraktor, Misal Konsultan salah desain menyebabkan pekerjaan yang ditangani
kontraktor terjadi kegagalan, dalam hal ini yang harus mengganti biaya apakah kosultan
yang mendesain, mengawasi atau kontraktornya?
9. Pasal 51 ayat 2, disebut kualifikasi SDM di bidang jasa konstruksi dalam jenjang
operator, teknisi/analis dan ahli, tentunya kualifikasi di bidang jasa konsultansi dan jasa
kontraktor harus dibedakan. Pasal 54 juga diwajibkan SDM memiliki ijin kerja dari
Pemda. Banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja dari ijasah,
sertifikat latih, sertifikat kompetensi, ijin kerja dsb, yang harus selalu diperbaharui dan
tentunya makan waktu, tenaga dan biaya.
10. Pasal 60, disebut Lembaga Pengembangan dapat mengusahakan perolehan dana dari
masyarakat jasa konstruksi, hal ini membeei peluang kepada KKN dan bukan
peningkatan kualitas.
J. Penutup
Demikian Laporan Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI ke Provinsi Bali pada Masa Sidang III
2012-2013 dalam rangka focus group discussion untuk penyempurnaan RUU Tentang Jasa
Konstruksi, yang dilaksanakan tanggal 6 - 7 Maret 2013. Selanjutnya Tim Kunjungan Kerja
Komisi V DPR RI akan menjadikan laporan ini sebagai masukan bagi Komisi V DPR RI
terutama sebagai bahan bagi fungsi Legislasi.
PIMPINAN KOMISI V DPR RI
WAKIL KETUA,
H. MUHIDIN M. SAID, SE, MBA