laporan kuljar dyah

Embed Size (px)

Citation preview

ACARA I STERILISASI ALAT DAN PEMBUATAN MEDIA KULTUR

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Salah satu bidang biologi yang berkembang saat ini adalah dalam teknologi biologi di bidang pertanian. Bioteknologi di bidang pertanian telah berkembang pesat, salah satu bukti nyata adalah kultur jaringan. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel jaringan atau organ tanaman dalam kondisi aseptis secara in vitro. Ciri utama teknik kultur jaringan adalah kondisi kultur yang aseptis, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap, dan kondisi lingkungan kultur yang disesuaikan dengan kondisi yang dibutuhkan tanaman. Lingkungan yang sesuai dapat dipenuhi dengan menentukan media tumbuh yang sesuai dan penempatan pada kondisi yang terkendali berkaitan dengan intensitas dan periodisitas, cahaya, temperatur, dan kelembaban serta keharusan sterilisasi. Dalam melakukan teknik kultur jaringan sterilisasi alat merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Ha ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi aseptis dan supaya mencegah terjadinya kontaminasi. Sterilisasi alat dapat dilakukan dengan pemanasan secara langsung diatas api atau dibakar atau dengan pemasan menggunakan autoklaf selama 30 menit pada suhu 115C - 135C. Hal ini akan mematikan mikroba-mikroba yang dapat menjadi lontaminan selama proses kultur jaringan berlangsung. Media kultur jaringan merupakan faktor penting penentu

keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Media kultur secara fisik dapat berbentuk padat atau cair. Media berbentuk padat menggunakan pemadat media seperti agar Berbagai komposisi media

1

kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Media kultur yang memenuhi syarat adalah yang mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu, sumber energi (sukrosa), serta mengandung berbagai macam vitamin dan ZPT. Selain itu media kultur jaringan juga telah disesuaikan ukuran tingkat keasaman (pH) sesuai dengan derajat keasaman yang dibutuhkan. Dalam pembuatan media. Semua komponen yang ada di dalam media berada dalam bentuk larutan stock. Larutan stock merupakan larutan bahan-bahan komponen media yang besarnya telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi sehingga larutan stock ini berfungsi sebagai salah satu cara untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil. Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan stock. Untuk itulah tahapan pembuatan larutan stock merupakan tahapan yang sangat penting dalam metode kultur jaringan agar tidak terjadi kesalahan dalam penimbangan bahan-bahan kimia yang akan digunakan. Media merupakan faktor penentu yang paling penting dalam perbanyakan dengan teknik kultur jaringan. Media merupakan tempat pertumbuhan aksplan yang akan dikulturkan sehingga pembuatan media harus dibuat dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi eksplan yang akan dikulturkan. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang akan digunakan harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf selama 30 menit pada suhu 115C - 135C.

2

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa kondisi yang aseptic merupakan syarat yang mutlak dalam tahapan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Oleh karena itu tahapan sterilisasi harus dilaksanakan dalam praktikum kali ini. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.

2. Tujuan Tujuan praktikum acara yang pertama ini adalah : 1. Mengetahui prosedur sterilisasi alat-alat penanaman 2. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media kultur jaringan 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara pertama ini berjudul sterilisasi alat dan pembuatan media kultur ini dilaksanakan pada : Waktu praktikum Tempat : Kamis , 6 Oktober 2011 : Laboratorium Kultur jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka 1. Pembuatan Media Media merupakan faktor penentu yang paling penting dalam perbanyakan dengan teknik kultur jaringan. Media merupakan tempat pertumbuhan aksplan yang akan dikulturkan sehingga pembuatan media harus dibuat dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi eksplan yang akan dikulturkan. Media dibuat untuk mengoptimalkan pertumbuhan dari eksplan yang di kulturkan dengan menggunakan komposisi yang telah

3

direncanakan sebelumnya. Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog MS (1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen media kultur yang lengkap sebagai berikut : Air distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven. Hara-hara makro dan mikro. Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy. Vitamin, asam amino dan bahan organic lain. Zat pengatur tumbuh. Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan. Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media. ( Endang Yuniastuti. 2008: 5) Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf. (http: www.iptek. net.id/ ind/?ch=isti&id=221) Dalam teknik kultur jaringan dikenal berbagai macam media dasar yang penamaannya berdasarkan nama penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dan memperoleh hasil yang berarti. Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain media dasar Murashige dan Skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir semua jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai dan legume lainnya, media dasar White (1934) sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat, media dasar

4

Vacin dan Went (1949) digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media dasar Nitsch dan Nitsch (1969) digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel, media dasar Schenk dan Hildebrandt (1972) untuk kultur jaringan tanaman monokotil, media dasar WPM (Woody Plant Medium, 1981) khusus untuk tanaman berkayu, media dasar N6 (1975) untuk serealia terutama padi. Dari sekian banyak media dasar di atas, yang paling banyak digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS). Media kultur terdiri dari beberapa atau seluruh komponen berikut: garam-garam anorganik, vitamin, gula, asam amino, persenyawaan kompleks alamiah, buffer, arang aktif, zat pengatur tumbuh (hormon), dan bahan pemadat media yaitu agar. Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada kultur jaringan sangat menentukan keberhasilan kultur. Penelitian pada berbagai macam jenis tanaman, baik tanaman sayuran, buah-buahan ataupun tanaman

perkebunan menggunakan metode Mohr untuk pemakaian ZPT, yaitu penggunaan kombinasi ZPT antara kelompok sitokinin dan kelompok auksin. (http://www.sinarharapan.com) Formula dasar untuk media kultur jaringan telah ditetapkan oleh berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Media kultur jaringan dibuat untuk menyediakan nutrisi dan mengatur pertumbuhan yang optimal untuk tanaman yang spesifik. Formulasi media yang dikembangkan oleh Toshio Murashige dan rekan kerjanya , sering dikenal dengan media MS (Murashige dan Skoogs), mungkin merupakan media yang terbaik dari beberapa media yang telah diketahui, dan digunakan sebagian besar pada tanaman herba. Woody plant medium (WPM), dikembangkan oleh Brent Mc Cown dan Greg Lloyd, didesign sesuai dengan nama yang cocok yaitu optimal untuk kultur jaringan tanaman berkayu. Tabel di bawah ini menunjukkan berat atomic dari elemen kimia yang pada umumnya digunakan dalam teknik kultur jaringan yaitu :

5

Elemen Boron Kalsium Karbon Klor Kobalt Tembaga Hidrogen Iod Besi Magnesium Mangan Molibdenum Nitrogen Oksigen Potassium Kalium Natrium Belerang Seng

Simbol B Ca C Cl Co Cu H I Fe Mg Mn Mo N O P K Na S Zn

Berat Atomic 10.811 40.08 12.01115 35.453 58.9332 63.54 1.00797 126.9044 55.847 24.312 54.938 95.94 14.0067 15.9994 30.9738 39.102 22.9898 32.064 65.37

(Lydiane Kyte & John Kleyn. 1996: 62-64)

6

Untuk perbanyakan klonal, pada umumnya dipakai media dasar Murashige dan Skoog. Media tersebut mempunyai konsentrasi garam anorganik yang tinggi dibandingkan medium lainnya terutama ion NH4 dan NO3. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa pengurangan komponen senyawa penyusun media berpengaruh baik terhadap

pertumbuhan biakan tanaman dalam botol (Husni, 1997). Di bawah ini merupakan tabel komposisi salah satu media yang paling umum digunakan yaitu Murashige and Skoogs (Media MS). Komponen Unsur makro NH4NO3 KNO3 CaCl2.2H2 O MgSO4.2H2O KH2PO4 Unsur mikro KI H3BO3 MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O Na2SO4.2H2 O CuSO4.5H2 O CoCl2.6H2 O 0,830 6,200 22,300 8,600 0,250 0,025 0,025 1.650 1.900 440 370 Komposisi

7

Na2EDTA FeSO4.7H2 O Vitamin dan Asam amino Thiamin Asam nikotinat Pyridoxin HCl Glycine Asam sistein Asam pantotenat Myo-inositol Sukrosa Agar

37,200 27,800

1,000 0,500 0,500 2,000 50,000 3,000 100,000 30,000 70,000

( Buletin Teknik Pertanian Vol 9 , Nomor 1, 2004) 2. Sterilisasi Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa saja yang dapat tembus uap air dan tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar antara 1101210C. Sterilisasi yang umum dilakukan dapat berupa: a. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat bejana/ruang panas (oven dengan temperatur 170o 180oC dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas).

8

b. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin). c. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain adalah melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba). Sterilisasi dengan autoklaf adalah salah satu metode sterilisasi dengan uap air dibawah tekanan. Kapas penyumbat, kasa, perlatan laboratorium, plastik penutup, peralatan gelas, penyaring, air, dan media nutrisi dapat disterilisasi dengan autoklaf. Hampir semua mikroba mati bial terkena uap yang sangat panas dari autoklaf selama 10-15 menit/ semua obyek hendaknya disterilisasi pada suhu 121C dan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit (Torres, 1989). Etil alcohol (70-90%) sangat berguna untuk mengusap permukaan tempat pelaksanaan, membilas tangan, dan mencelupkan peralatan dengan atau tanpa pembakaran. Alcohol mudah terbakar, sehingga harus sangat hati-hati saat menggunakannya diatas api. Kalsium atau Natrium hipoklorit digunakan sebagai sterilisasi peralatan dan sebagai desinfektan bagi jaringan tanaman tanpa melukainya (Afriastini, 2004). Alat sterilisasi baik media maupun peralatan yang digunakan untuk proses isolasi dan penanaman eksplan yang sering digunakan adalah autoklaf. Tipe autoklaf yang dapat digunakan untuk sterilisasi ada bermacam-macam, mulai dari yang sederhana sampai digital (terprogram). Autoklaf yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan kompor atau api Bunsen. Dengan autoklaf sederhana ini, tekanan dan temperatur diatur dengan jumlah panas dari api. Kelemahan autoklaf ini adalah bahwa perlu penjagaan dan pengaturan panas secara manual, selama masa sterilisasi dilakukan. Tetapi

9

autoklaf ini mempunyai keuntungan: sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran listrik yang sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang, serta lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf. Autoklaf yang lebih komplit menggunakan sumber energi dari listrik. Alatnya dilengkapi dengan timer dan thermostat. Bila pengatur automatis ini berjalan dengan baik. Maka autoklaf dapat dijalankan sambil mengerjakan pekerjaan lain. Kelemahannya adalah bila salah satu pengatur tidak bekerja, maka pekerjaan persiapan media menjadi sia-sia dan kemungkinan menyebabkan kerusakkan total pada autoklaf. Sebagai sumber uap, juga berasal dari air yang ditambahkan ke dalam autoklaf dan didihkan. Untuk laboratorium komersial, diperlukan autoklaf dengan

kapasitas besar dan sumber uap biasanya dari boiler yang terpisah. Autoklaf ini sangat cepat dan dapat diprogam waktu sterilisasi, serta waktu pendinginan. Setelah sterilisasi bahan atau alat selesai, temperatur dan tekanan autoklaf diturunkan secara perlahan-lahan dalam waktu 15-20 menit. Pada autoklaf yang programmable, panas ini diatur secara atomatis. Tetapi pada autoklaf yang sederhana hal ini harus diatur secara manual. Pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air. Temperature sterilasi biasanya 121o C, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm.Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama menyebabkan : 1. Penguraian gula 2. Degradasi vitamin dan asam-asam amino. 3. Inaktifasi sitokinin zeatin riboside. 4. Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar. ( Lydiane Kyte & John Kleyn. 1996 : 169)

10

Autoklaf gas atau listrik portable pada umumnya mempergunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf, sedangkan autoklaf besar pada laboratorium komersil pada umumnya menggunakan uap dari boiler sentral. Bagian-bagian autoklaf : 1. Panci luar. 2. Panci dalam tempat meletakkan botol dengan alur tempat saluran uap. 3. Tutup beserta penunjuk tekanan dan saluran uap. 4. Katup pengeluaran uap. 5. Pengunci atau klem. Dalam sterilisasi aquadest, lebih efektif bila digunakan wadah yang mempunyai volume antara 300 500 ml. Isi wadah tersebut sampai 80% volume, dan tutup dengan kertas, serta kencangkan dengan karet gelang. Media disterilkan dalam autoklaf. Untuk aquadest sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya erlemeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif. Waktu sterilisasi sama dengan waktu untuk sterilisasi alat-alat waktu 30 menit pada tekanan 15 psi. atau 1 atm. Untuk media kultur yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada temperatur 121oC, tekanan antara 15 psi atau 1 atm dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume media. Untuk 15-50 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran 50-100 ml, sterilisasi dilakukan pada tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Untuk 20 botol volume 1 liter membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 34 menit, 10 botol volume 2 liter memerlukan waktu 37 menit, 5 botol 4 liter waktu yang digunakan 52 menit. Dengan waktu yang lebih lama. Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, cairan didalamnya mendidih dan meluap (bubbled up).

11

Untuk bahan-bahan yang heat-labile dalam bentuk larutan, sterilisasi dilakukan dengan menyaring larutan melalui filter yang mempunyai ukuran pori 0.20-0.22 um. Diameter filter yang bermacammacam tergantung dari volume larutan yang ingin disterilkan. Untuk volume larutan 10 ml, dipergunakan filter yang dipasang di ujung jarum suntik. Bahan yang heat labile antara lain : GA3, Thiamin-HCL, Capanthothenate, Antibiotik: carbenocilin. Botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah, biasanya disterilkan dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih, dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 160o C. Setelah disterilkan dapat langsung digunakan. Bila botol akan disimpan untuk beberapa lama, maka sewaktu sterilisasi, mulut botol harus ditutup dengan alumunium foil. (http://www.iptek.net)

C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja 1. Alat a. Pembuatan Larutan Stock Timbangan analitik Sendok Erlenmeyer b. Pembuatan Media Tanam Timbangan analitik Botol-botol kultur Magnetik stirrer pH meter Gelas piala Pipet Plastik pp 0,3 mm Karet gelang Kertas label

12

c. Sterilisasi Autoklaf 2. Bahan a. Pembuatan Larutan Stock Bahan-bahan kimia untuk nutrisi, vitamin, FeEDTA, ZPT Aquadest b. Pembuatan Media Tanam Aquadest Larutan stock, terdiri atas hara makro dan mikro, vitamin, serta ZPT Agar-agar Gula NaOH 1N dan HCl 1 N 3. Cara Kerja a. Pembuatan Larutan Stock 1. Larutan Stock Media Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relative kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan yang disebut sebagai larutan stock. Larutan stock merupakan larutaaan bahan-bahan komponen media yang besarnya telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Sehingga larutan stock ini berfungsi untuk memudahkan

penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan bahanbahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil. Langkah-langkah pembuatan larutan stock meliputi : (1). Menimbang bahan-bahan kimia yang telah dikalikan menjadi beberapa kali konsentrasi, misalnya untuk unsure hara makro

13

dikalikan 20 dan unsur hara mikro dikalikan 100 kali konsentrasi. (2). Melarutkan bahan-bahan kimia tersebut ke dalam aquadest dengan volume tertentu, misalnya 500 ml. (3). Memasukkan masing-masing larutan ke dalam botol dan menyimpan ke dalam refrigerator. 2. Larutan Stock Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Zat pengatur tumbuh hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit sekali. Biasanya zat pengatur tumbuh ini dibuat dengan kepekatan 1-10 mg/ml . Cara membuat larutan stock masingmasing ZPT adalah sebagai berikut : (1). Menghitung kebutuhan bahan BAP 100 ppm sebanyak 300 ml adalah sebagai berikut : 100 ppm = 100 mg/l = 30 mg/0,3 l = 30 mg/300 ml (2). Menghitung kebutuhan bahan IBA 100 ppm sebanyak 100 ml adalah sebagai berikut : 100 ppm = 100 mg/l = 10 mg/0,1 l = 10 mg/100 ml (3). Melarutkan bahan dengan Alkohol atau NaOH 1 N kemudian ditambah dengan aquadest sampai 300 ml untuk BAP dan 100 ml untuk IBA. (4). Memasukkan masing-masing larutan tersebut ke dalam botol dan menyimpannya ke dalam refrigerator.

b. Pembuatan Media Kultur Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan

14

perkembangan tanaman yang dikulturkan. Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog MS (1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen media kultur yang lengkap sebagai berikut : Air distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven. Hara-hara makro dan mikro. Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy. Vitamin, asam amino dan bahan organic lain. Zat pengatur tumbuh. Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan. Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media. Dalam praktikum kali ini, media yang digunakan adalah media Murashige dan Skoogs (MS) yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm dan IAA 0,5 ppm. Media tersebut digunakan untuk penanaman eksplan oleh mahasiswa. Langkah-langkah pembuatan media (1 liter) adalah sebagai berikut : (1). Mengambil masing-masing larutan stock sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan memasukkannya ke dalam gelas piala. (2). Mengambil larutan stock ZPT sesuai dengan perlakuan, misalnya : Untuk membuat media 1 L dengan konsentrasi BAP 2 ppm, maka volume larutan stock yang diambil adalah : V1 x M1 = V2 x M2 = 20 ml/L

V1 X 100 ppm = 1000 ml x 0,5 ppm V1 Untuk membuat media 1 L dengan konsentrasi IAA 0,5 ppm, maka volume larutan stock yang diambil adalah : V1 x M1 V1 x 100 ppm = V2 x M2 = 1000 ml x 0,5 ppm

15

V1

= 5 ml/L

Ket : V1 : volume larutan stock yang diambil V2 : volume media yang akan dibuat M1 : dosis larutan stock yang tersedia M2 : dosis media yang akan dibuat Menambah aquadest sampai 1000 ml Menambah gula sebanyak 30 gr Mengatur pH dalam kisaran 5,8- 6,3 dengan menambahkan beberapa tetes NaOH untuk menaikkan pH atau HCl untuk menurunkan pH. Pada saat pengukuran pH, larutan media diaduk dengan magnetic stirrer. Menambahkan agar-agar 8 gr kemudian dididihkan. Menuangkan larutan media ke dalam botol-botol kultur kurang lebih 25 ml tiap botol. Menutup botol berisi larutan media dengan plastik. c. Sterilisasi Alat dan Media Kultur Sterilisasi alat dan media kultur jaringan dilakukan secara bersamaan menggunakan autoklaf. Langkah-langkah sterilisasi alat dan media kultur jaringan : Membungkus alat-alat kultur seperti petridish, pisau scalpel dan pinset dengan kertas koran. Memasukkan botol-botol berisi media dan alat-alat kultur yang telah dibungkus kertas koran ke dalam autoklaf untuk proses sterilisasi pada suhu 121 C, tekanan 1,5 kg/cm2 selama 45 menit. Menyimpan alat-alat kultur dalam oven. Menyimpan media pada rak penyimpan media yang bertujuan untuk mengantisipasi ada tidaknya kontaminasi pada media sehingga dapat dicegah penggunaan media yang telah terkontaminasi pada saat penanaman.

16

D. Hasil Dan Pembahasan Praktikum acara I betujuan untuk mengetahui prosedur sterilisasi alat-alat penanaman dan mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media kultur jaringan. Pada praktikum ini semua media berhasil dibuat ditandai dengan terbentuknya media agar yang padat ( tidak cair ) dan steril ( tidak ditemui kontaminan jamur dan bakteri ). Secara umum, bahan yang digunakan untuk membuat media biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormone. Selain itu perlu ditambahkan bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi baik jenis maupun jumlahnya, tergantung dengan kultur jaringan yang akan dilakukan. Ciri-ciri media yang baik pada kultur jaringan: 1. 2. 3. 4. Media padat, dan tidak lembek Memiliki pH yang sesuai untuk kehidupan tanaman Mengandung semua unsure hara yang diperlukan tanaman Jika diperlukan dapat ditambahkan dengan ZPT untuk perlakuan Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan tergantung pada jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormone. Selain itu perlu ditambahkan bahan tambahan seperti agar, gula, dan lainlain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi baik jenis maupun jumlahnya, tergantung dengan kultur jaringan yang akan dilakukan. Pada percobaan kali ini media yang dibuat adalah media Murashige and Skoogs dengan komposisi :

Komponen Unsur makro NH4NO3

Komposisi

1.650

17

KNO3 CaCl2.2H2 O MgSO4.2H2O KH2PO4 Unsur mikro KI H3BO3 MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O Na2SO4.2H2 O CuSO4.5H2 O CoCl2.6H2 O Na2EDTA FeSO4.7H2 O Vitamin dan Asam amino Thiamin Asam nikotinat Pyridoxin HCl Glycine Asam sistein

1.900 440 370

0,830 6,200 22,300 8,600 0,250 0,025 0,025 37,200 27,800

1,000 0,500 0,500 2,000 50,000

18

Asam pantotenat Myo-inositol Sukrosa Agar

3,000 100,000 30,000 70,000

Pada pembuatan media harus diperhatikan pH- nya yaitu harus dijaga pada pH 5,8 sampai 6,3 dengan penambahan KOH atau NaOH untuk menaikkan pH dan dan HCl untuk menurunkan pH. pH harus dijaga pada 5,8 sampai 6,3 sebab pada kawasan pH ini merupakan pH yang optimum untuk penyerapan hara oleh tanaman. Pada praktikum kali ini dilakukan penambahan HCl sebanyak kurang lebih 5 tetes karena campuran media yang didapat terlalu basa dan setelah dilakukan penambahan HCl dilakukan pula penambahan NaOH sebanyak 2 tetes karena pH yang didapat terlalu asam. Media yang terlalu asam menyebabkan media sukar mengendap. Namun harus juga dihindari penambahan HCl dan NaOH secara berlebihan karena akan mengurangi tingkat keberhasilan pembuatan media. Setelah media masak dan dituang di botol-botol kultur serta ditutup plastik, media dimasukkan dalam autoklaf untuk disterilisasi. Pada praktikum ini semua media berhasil dibuat ditandai dengan terbentuknya media agar yang padat ( tidak cair ) dan steril ( tidak ditemui kontaminan jamur dan bakteri ). Jadi dapat disimpulkan bahwa praktikum sterilisasi dan pembuatan media berhasil. Gambar hasil sterilisasi dan pembuatan media oleh praktikan dapaat dilihat di bawah ini.

19

Gambar 1. media kultur jaringan

Dalam proses sterilisasi memungkinkan dapat terjadi kegagalan sterilisasi seperti : Ketidakberhasilan sterilisasi akibat adanya salah satu atau beberapa kunci pada autoklaf yang tidak menutup dengan sempurna sehingga tekanan yang timbul dari autoklaf bocor ke luar. Kegagalan sterilisasi akibat sebelum tekanan dalam autoklaf menurun dan semua air yang ada di autoklaf belum habis autoklaf sudah terbuka sehingga dapat menimbulkan ledakan atau kerusakan klep pengatur tekanan pada autoklaf. Kegagalan sterilisasi dapat dihindari dengan jalan mengikuti semua ketentuan dan prosedur pelaksanaan sterilisasi meliputi penggunaan alat dan pelaksanaan prosedur sterilisasi.

E. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan yang disebut sebagai larutan stock. Larutan stock ini berfungsi untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil.20

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Syarat utama keberhasilan kultur in vitro adalah menghindari kontaminasi yang dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur . Kontaminasi umumnya disebabkan oleh sterilisasi media yang kurang sempurna, lingkungan kerja dan pelaksanaan atau cara kerja saat penanaman (kecerobohan pelaksana), eksplan, molekul-molekul atau benda-benda asing berukuran kecil yang jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah penanaman dan ketika diletakkan di ruang kultur. Agar kontaminasi tidak terjadi maka faktor-faktor tersebut harus berada dalam kondisi aseptik. Kondisi aseptik dapat dicapai dengan metode sterilisasi. Secara umum, metode sterilisasi dikelompokkan dalam metode sterilisasi pemanasan kering menggunakan oven, metode sterilisasi pemanasan basah menggunakan autoklaf, metode ultrafiltrasi dengan menggunakan filter milipore (digunakan untuk hormone dan ZPT), metode sterilisasi dengan bahan kimia bisa menggunakan alkohol 70 % atau 80 %, metode sterilisasi laminar air flow cabinet menggunakan sinar UV. 2. Saran Dari pembahasan dan kesimpuan yang telah ditarik, saran yang dapat penulis sampaikan untuk praktikum-praktikum yang akan dating tentang pembuatan larutan stock, media tanam, dan sterilisasi yaitu antara lain : 1. Larutan stok sebaiknya dibuat untuk menghindari terjadinya kesalahan penimbangan sebab bahan-bahan kimia untuk membuat media diperlukan dalam jumlah yang sedikit.

21

2. Pada pembuatan media harus diperhatikan jenis eksplan yang akan dikulturkan sehingga dapat memilih dan menentukan media yang tepat yang akan digunakan. 3. Pada tahap sterilisasi harus diperhatikan betul tahapan-tahapan dan prosedur sterilisasi agar dapat meminimalisir kegagalan sterilisasi.

22

DAFTAR PUSTAKABernice, M. Martin.1994. Tissue Culture Technique. USA : Boston University Herawan, T dan M. Naiem. 2006. Pengaruh Jenis Media dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Perakaran pada Kultur Jaringan Cendana (Santalum album Linn.). Jurnal Agrosains 19(2) : 103-109. Husni, A. 1997. Perbanyakan dan Penyimpanan Tanaman Inggu melalui Kultur Jaringan. Buletin Plasma Nuftah II(1) : 9. Rahardja, P.C. 1995. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar Swadaya. Jakarta. Torres, K.C. 1989. Tissue Culture techniques for Horticultural Crops. Von Hostrand Reinheld. New York. Yuniastuti, Endang.2008. Buku Petunjuk Praktikum Kultur Jaringan. Surakarta : UNS Press

23

ACARA II KULTUR JARINGAN MAWAR (Rosa sp)

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Mawar (Rosa sp.) merupakan tanaman bunga hias berupa herba dengan batang berduri. Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam perkembangannya, menyebar luas dari daerahdaerah beriklim dingin (subtropis) dan panas (tropis). Mawar (Rosa hybrida L.) dijuluki ratu segala bunga karena keindahannya, keanggunannya, dan keharumannya. Tanaman hias ini memiliki nilai ekonomi tinggi, diminati konsumen, dan dapat

dibudidayakan secara komersial dan terencana sesuai dengan permintaan pasar (Santika 1996). Berdasarkan kegunaannya, mawar dikelompokkan ke dalam mawar bunga potong, mawar taman, mawar tabur, dan mawar bahan kosmetik. Volume penjualan bunga mawar potong paling tinggi dibandingkan dengan bunga potong lainnya (BCI dan Nehem 1987). Permintaan bunga mawar potong meningkat terutama pada hari-hari besar. Berdasarkan perkembangan permintaan bunga potong di Jakarta pada tahun 1999, mawar menempati peringkat ketiga setelah anggrek dan gladiol, yaitu 4.952.000 tangkai/ tahun. Pada bulan Juli 2000, permintaan bunga mawar potong lokal dan introduksi masing-masing 127.500 dan 10.200 tangkai dengan harga Rp177,18/tangkai untuk mawar local dan Rp1.359,50/tangkai untuk mawar introduksi (Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga/Tanaman Hias 2000). Sentra produksi mawar di Indonesia adalah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Komar dan Effendi 1995). Pengembangan bunga potong di Indonesia tergolong lambat karena adanya kendala dalam pengadaan

24

benih. Tanaman mawar dapat diperbanyak dengan setek, cangkok, okulasi, dan penyambungan. Petani umumnya memperbanyak tanaman mawar dengan penyambungan. Namun, perbanyakan dengan

penyambungan menghadapi masalah batang bawah banyak yang terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Kultur jaringan merupakan salah satu alternatif dalam perbanyakan tanaman mawar. Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan dapat menghasilkan benih dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, seragam, dan bebas penyakit. Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh jenis eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, dan komposisi media yang digunakan. Pada dasarnya, semua tanaman dapat diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkan pada media yang sesuai. Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan. Sitokinin digunakan untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksiler atau merangsang pertumbuhan tunas adventif (Yusnita 2004). Menurut Raharja (1993), sitokinin termasuk hormon yang dapat mempengaruhi pembelahan sel pada jaringan tanaman yang ditumbuhkan pada media buatan. Mengingat manfaat bunga yang demikian besar, sudah saatnya memproduksi bunga yang berkualitas. Indikasi ini terlihat dari permintaan konsumen terhadap bunga potong bukan saja terjadi pada hari-hari besar tetapi kini bunga potong dibutuhkan hampir setiap hari (Sanjaya, 1996). Permintaan pasar sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas komoditas yang dihasilkan petani. Konsumen akan cenderung memilih produk yang mempunyai kualitas lebih tinggi, yang tersedia di pasar, hal ini akan merugikan petani apabila ketersediaan varietas unggul di tingkat petani tidak disediakan dan terdesak oleh komoditas import. Mawar merupakan komoditas hortikultura yang bernilai tinggi, yang banyak diminati konsumen dan dapat dibudidayakan secara

25

komersial. Permintaan mawar sebagai bunga potong meningkat pada hari raya dan keagamaan dan tahun baru. Pengembangan bunga potong, terutama mawar di Indonesia tergolong lambat karena adanya kendala dalam penyediaan bibit. Selain itu, kegiatan penelitian tanaman hias yang semakin berkembang belum diimbangi dengan kegiatan pengelolaan atau konservasi plasma nutfah yang memadai. Pada kultur jaringan mawar (Rosa sp.) digunakan bahan tanam berupa ruas-ruas batang muda tanaman mawar. Hal ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan ruas batang muda mawar bertujuan untuk mendapatkan organ yang masih juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.

2. Tujuan Praktikum acara kedua ini bertujuan untuk : a. Mengetahui teknik perkembangbiakan atau mengembangbiakkan mawar secara teknik kultur jaringan (in vitro). b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan mawar. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara II yang berjudul Kultur Jaringan Mawar (Rosa sp) ini dilaksanakan pada : Waktu Tempat :Selasa, 11 Oktober 2011 :Laboratorium kultur jaringan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Suarakarta

26

B. Tinjauan Pustaka Auksin adalah kelompok senyawa yang mampu menyebabkan pemanjangan sel pada jaringan tunas muda. Auksin juga berpengaruh pada pertumbuhan buah dan pembentukan akar. Dalam konsentrasi rendah, auksin merangsang pemanjangan sel, tetapi dalam konsentrasi tinggi malah berfungsi sebaliknya. ZPT yang sering digunakan dari golongan auksin antara lain IAA, IBA, 2,4 D. hormon ini harus dipakai dalam konsentrasi yang tepat karena konsentrasi yang terlalu berlebihan menyebabkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (Rahardja, 1988). Semua jaringan tanaman terdapat hormon ABA yang dapat dipisahkan secara kromatografi. Senyawa tersebut merupakan inhibitor B kompleks. Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi dan absisi. Beberapa peneliti akhirnya menemukan senyawa yang sama yaitu asam absisat (ABA) (Wattimena 1992). Mawar (Rosa hybrida L.) biasa diperbanyak secara vegetatif, sedangkan secara generatif hanya ditujukan untuk pemuliaan. Perbanyakan mawar bunga potong umumnya

diperbanyak secara okulasi, okulasi mata tunas atau okulasi mata berkayu. Okulasi mata tunas dilakukan pada saat kulit batang bawah mudah dikelupas. Pada saat tersebut sel-sel tanaman dan sel-sel kambium tersebut sedang dalam keadaan aktif (Anonim, 2008). Dalam budidaya in vitro (kultur jaringan), menginduksi kalus merupakan salah satu langkah penting, setelah itu diusahakan agar terjadi diferensiasi akar dan tunas. Proses terjadinya kalus sampai diferensiasi berbedabeda, tergantung pada bagian tanaman yang dipakai sebagai eksplan, metode budidaya in vitro, juga zatzat tanaman yang di bubuhkan pada media dasar. Untuk mendapatkan kalus penggunaan eksplan dari daun umumnya lebih menguntungkan dari pada eksplan batang. Masalah yang perlu diantipasi adalah generasi kalus menjadi planlet. Untuk mendapatkan kalus, zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan adalah 2,4D dari golongan auksin dan BAP dari golongan sitokinin (Ibrahim et al, 2004).

27

Pada 0 ppm BAP tidak ada satupun kalus yang terbentuk. Nilai tertinggi dijumpai pada pemberian 4 ppm BAP dengan menghasilkan prosentase kalus terbentuk sebesar 69,7%, yang berbeda sangat nyatadengan pemberian 0 ppm BAP. Hasil penelitian menunjukkan bahwapada konsentrasi 104 ppm BAP sinergis dengan pemberian 15 ppm CCC sehingga menghasilkan prosentase kalus tertinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi BAP hingga 4 ppm terjadi peningkatan prosentase kalus. Tetapi setelah itu, makin tinggi konsentrasi BAP dalam media tumbuh makin menurun prosentase kalus yang terbentuk (Sofia, 2007).

C. Alat, Bahan, Dan Cara Kerja 1. Alat a. LAFC lengkap dengan lampu Bunsen b. Petridsh dan botol-botol kultur c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes 2. Bahan a. Eksplan : mawar (Rosa sp.) b. Media kultur c. Alkohol 96 % d. Aquadest steril e. Spirtus f. Chlorox (sunclin) g. Agrept dan Dithane 3. Cara Kerja a. Persiapan eksplan b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC) y Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira 12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 3 menit y Membilas eksplan dengan aquadest steril

28

c. Penanaman eksplan y Membuka plastik penutup botol media kultur y Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset selalu dibakar diatas api y Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi d. Pemeliharaan y Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur y Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya y Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi y Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari y Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali y Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

29

D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil pengamatan Table : 2.1 Pertumbuhan dan perkembangan eksplan mawar (Rosa sinensis) pada media MS eksplan tanggal akar Mawar (Rosa sp) 12 okt 2011 14 Okt 2011 18 Okt 2011 21 Okt 2011 24 Okt 2011 27 Okt 2011 31 Okt 2011 1 Nov 2011 Prosentase keberhasilan = 0/1 X 100 % = 0% Eksplan mengering sedikit demi sedikit dan kemudian mati. Saat muncul (HST) tunas daun kalus akar Jumlah tunas daun Tidak ada tunas yang tumbuh, keterangan

Sumber : hasil pengamatan

30

Gambar 2.1 : Hasil pengamatan kultur jaringan mawar Keterangan : Praktikum tidak berhasil ( keberhasilan praktikum 0 % ), eksplan mengering dan mati. Ditemukan beberapa kontaminan 2. Pembahasan Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah mawar ( Rosa sp ). Bagian yang digunakan adalah bagian batang yang masih berwarna hijau, bagian ini merupakan bagian yang bersifat meristematis. Hal ini didasarkan pada sifat sel dari bagian tersebut memiliki sel-sel yang belum terspesialisasi fungsinya (memiliki sifat totipotensi). Selain itu pada bagian ini juga masih aktif membelah. Sehingga dapat lebih mudah untuk dikulturkan. Dalam media untuk menumbuhkan eksplan mawar terlebih dahulu ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktivitas kultur jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis dan

mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini IBA berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP (6-benzylaminopurine). Dalam aktivitas kultur jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas,

31

menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong pembentukan klorofil pada kalus. Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan mawar diperoleh

bahwa eksplan belum mampu membentuk akar, tunas, maupun kalus. Hal ini terjadi karena terjadinya kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam,

keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media atau eksplan. Kontaminan terutama jamur dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral. Pada penanaman eksplan mawar dalam praktikum ini terdapat kontaminan yang berupa jamur dengan warna coklat dengan jumlah yang sangat banyak dan menutupi eksplan. Hal ini menyebabkan pertumbuhan eksplan menjadi terganggu. Pada penanaman eksplan mawar tidak ada yang membentuk akar, tunas, daun, maupun kalus. Hal ini dikarenakan adanya kontaminasi, oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya kontaminasi eksplan dan media harus dijaga agar tetap steril yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan. Kegagalan dalam praktikum tersebut dapat kita analisa, mungkin disebabkan oleh : 1. Sterilitas yang kurang ( Baik dari segi Laboratorium, praktikan, maupun alat bahan yang digunakan ) 2. Dalam pelaksanaan praktikum masih ada praktikan yang berbincang bincang dengan praktikan lain. 3. Proses yang masih keliru, ini disebabkan karena praktikan masih dalam tahap belajar tentang kultur jaringan sehingga masih banyak yang belum dikuasai.

32

E. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara II adalah : a. Eksplan dan media terkontaminasi dengan ditandai adanya jamur dan bakteri. b. Penggunaan media yang sesuai dan keadaan yang aseptik mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. c. Faktor yang penyebab kontaminasi adalah sterilisasi yang kurang sempurna dari media atau eksplan dan kecerobohan manusia. d. Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. e. Fungsi dari IBA yaitu berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan tunas. f.Kematian eksplan disebabkan karena media dan eksplan yang terkontaminasi serta peralatan yang kurang steril.

g. Pada akhir pengamatan tidak terbentuk akar, tunas, daun, dan kalus. 2. Saran a. Harus diperhatikan prosedur pelaksanaan sterilisasi baik alat maupun bahan yang digunakan harus disterilisasi sehingga benarbenar steril. b. Pemeliharaan eksplan harus diperhatikan dengan benar.Sebaiknya bahan eksplan yang digunakan dipilih dari jaringan tanaman yang masih muda (meristem) yang masih aktif membelah

33

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Mawr Hias. http://warintek.progressio. Or. Id : diakses tanggal 15 Desember 2007 Ashari, Sumeru. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Indonesia University Press. Jakarta. Handayati, W, Darliah, I. Mariska dan R. Purnamaningsih. 2001. Peningkatan Keragaman Genetik Mawar Mini Melalui Kultur In Vitro dan Iradiasi Sinar Gamma. Jurnal Ilmiah : Berita Biologi. 5(4) : 365-371. Hoesen, D. S. H. 2001. Perbanyakan dan penyimpanan Kultur Sambung Nyawa(Gynura procumbers) dengan Teknik In Vitro. J. Ilmiah : Berita biologi. 5(4) 279-285. Martin, B. M. 1994. Tissue Culture Techniques : An Introduction. Birkhavser Inc. Boston. Prihardini, P.E.R., T. Sudaryono dan S. Purnomo. 2003. Komposisi Media dan Eksplan Untuk Inisiasi Poliferasi Salak Secara Invitro. Jurnal Penelitian Hortikultura. Vol 5(2):15-24. Tjitrosoepomo,Gembong.1949.Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta.Yogyakarta : UGM Press

34

ACARA III KULTUR JARINGAN NANAS (Ananas comusus)

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Prospek penerapan teknik kultur in vitro tanaman nanas di Indonesia cukup bagus terutama untuk mengatasi permasalahan perbanyakan nanas Si Madu yang kemungkinan me-rupakan

pertumbuhan sel mutan dari tanaman khimera. Masalah yang dihadapi dalam perbanyakan vegetatif nanas Si Madu secara konvensional adalah timbulnya keragaman sehingga sifat pohon induknya tidak dapat dipertahankan. Melalui jalur embrio-genesis, karakteristik nanas Si Madu diharapkan dapat dipertahankan. Dalam hal ini tanaman (planlet) yang dihasil-kan dari jalur embriogenesis berasal dari satu sel sehingga terjadinya khimera dapat dihindari Kultur jaringan merupakan salah satu alternatif dalam perbanyakan tanaman nanas. Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan dapat menghasilkan benih dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, seragam, dan bebas penyakit. Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh jenis eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, dan komposisi media yang digunakan. Pada dasarnya, semua tanaman dapat diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkan pada media yang sesuai. Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan. Sitokinin digunakan untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksiler atau merangsang pertumbuhan tunas adventif (Yusnita 2004). Menurut Raharja (1993), sitokinin termasuk hormon yang dapat mempengaruhi

35

pembelahan sel pada jaringan tanaman yang ditumbuhkan pada media buatan. Nanas diperbanyak dengan mahkota atau stek. Secara umum bahan penanaman yang baik digunakan untuk pertumbuhan dan pembuahan yang seragam. Untuk nanas yang ditanam untuk pasar buah segar dan dimana semua bahan tanam bernilai, campuran tipe tunas dapat digunakan. Propagasi vegetatif dengan tunas daun, dimana setiap satu buku dari mahkota atau sulur yang masak dapat memproduksi bibit merupakan teknik yang berguna untuk menyediakan lebih dari 40 bibit per tunas, terutama dari mahkota daunnya. Penanaman dengan kultur jaringan telah dikembangkan, terutama introduksi baru klon atau hibrid. Penanaman biasanya dalam 2 garis dengan parit yang lebar (Anonim, 2003). 2. Tujuan Tujuan dari praktikum kultur jaringan nanas (Ananas comusus) ini adalah : a. Mengetahui teknik kultur jaringan nanas. b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan nanas. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara ketiga ini yaitu kultur jaringan nanas (Ananas comusus) dilaksanakan pada : Waktu Tempat : Selasa, 11 Oktober 2011 : Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B.

Tinjauan Pustaka Suatu aturan sederhana yang mungkin dapat digunakan sebagai pegangan adalah bahwa kita harus menggunakan tanaman sumber eksplan yang sehat dan tumbuh kuat, memilih jaringan yang muda dan menggunakan eksplan yang cukup besar, tetapi meskipun demikian, banyak pengecualian-pengecualiannya. Sehingga kadang-kadang perlu

36

melakukan langkah coba-coba bila akan mengkulturkan suatu species atau varietas tanaman yang belum pernah dilakukan sebelumnya (Wetherel, 1988). Kontaminasi dari eksplanlah yang paling sulit diatasi karena dalam hal ini metode sterilisasi harus selektif. Walaupun sterilisasi telah dilakukan dengan berbagai cara, namun kadang-kadang kontaminasi tetap saja terjadi. Dalam hal ini dikarenakan pada eksplan telah terjadi kontaminasi internal. Cara penggulangannya dilakukan treatment pada tanaman yang akan dijadikan sebagai sumber eksplan. Treatment-nya adalah dengan mengisolasi eksplan, disemprot dengan bakterisida, fungisida selama 3 bulan setiap hari dengan konsentrasi 150-200 mg/l (Anonim, 2008). Proses pemberian hormon harus memperhatikan jumlah dan konsentrasinya agar didapatkan sistim perakaran yang baik dalam waktu relatif singkat. Konsentrasi dan jumlah hormon ini sangat tergant ung pada faktor-faktor sepert umur bahan stek, waktu/lamanya pemberian hormon, cara pemberian hormon, jenis tanaman dan sistim stek yang digunakan (Yasman dan Smits, 1988). Berdasarkan pengalaman kelompok auksin yang baik untuk perakaran terutama untuk tanaman kehutanan

Dipterocarpaceae adalah dari kelompok IBA (Indole Butyric Acid) (Irwanto, 2001). 17 Nanas diperbanyak dengan mahkota atau stek. Secara umum bahan penanaman yang baik digunakan untuk pertumbuhan dan pembuahan yang seragam. Untuk nanas yang ditanam untuk pasar buah segar dan dimana semua bahan tanam bernilai, campuran tipe tunas dapat digunakan. Propagasi vegetatif dengan tunas daun, dimana setiap satu buku dari mahkota atau sulur yang masak dapat memproduksi bibit merupakan teknik yang berguna untuk menyediakan lebih dari 40 bibit per tunas, terutama dari mahkota daunnya. Penanaman dengan kultur jaringan telah dikembangkan, terutama introduksi baru klon atau hibrid. Penanaman biasanya dalam 2 garis dengan parit yang lebar (Anonim, 2003).

37

.

C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja 1. Alat a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen b. Petridish dan botol-botol kultur c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes. 2. Bahan a. Eksplan : nanas (Ananas comusus) b. Media kultur c. Alkohol 96 % d. Aquadest steril e. Spirtus f. Chlorox (sunclin) g. Agrept dan Dithane 3. Cara Kerja a. Persiapan eksplan b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC) y Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira 12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 2 menit y Membilas eksplan dengan aquadest steril

c. Penanaman eksplan y y Membuka plastik penutup botol media kultur. Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar diatas api. y Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi. d. Pemeliharaan y Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.

38

y

Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.

y

Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi.

e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi y y y Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan. D. Hasil Dan Pembahasan 1. Hasil pengamatan Table :3.1 Pertumbuhan dan perkembangan eksplan nanas (Ananas comusus) pada media MS eksplan tanggal Saat muncul (HST) Jumlah Keterangan

akar tunas daun kalus akar tunas daun Nanas (Ananas 12 okt 2011 Tidak ada tunas yang tumbuh, Belum ada kontaminan

comusus) 14 Okt 2011 18 Okt 2011 21 Okt 2011 24 Okt 2011 27 Okt 2011 31 Okt 2011

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Mulai terdapat

-

-

-

-

-

-

-

kontaminan berupa

-

-

-

-

-

-

-

bakteri berwarna

39

1 Nov 2011

-

-

-

-

-

-

-

hijau Terjadi peningkatan jumlah kontaminan pada hari selanjutnya

Prosentase keberhasilan = 0/1 X 100 % = 0 % Sumber : hasil pengamatan

Gambar 3.1 : hasil pengamatan kultur jaringan nanas Keterangan : Praktikum tidak berhasil ( keberhasilan praktikum 0 % ), banyak kontaminan yang ada.

2. Pembahasan Pada acara tiga, eksplan yang dipilih adalah nanas (Ananas comusus). eksplan yang digunakan sebagai bahan tanam yaitu bagian mahkotanya yang berwarna hijau. Eksplan diambil dengan cara mengupas daun pada mahkota sampai habis dan didapatkan bagian tengah dari tunas nanas yang berwarna putih, kemudian dipotong menjadi empat bagian. Hal ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang

40

digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan mahkota bertujuan untuk mendapatkan organ yang masih juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot. Pada awal pengamatan tepatnya pada minggu pertama, belum terlihat adanya kontaminan dimungkinkan karena sterilisasi yang dilakukan sudah benar yaitu dengan melakukan penyemprotan spiritus secara teratur. Namun mulai minggu kedua sudah nampak adanya kapang/jamur yang berwarna kehijauan tumbuh di permukaan media dimana tiap harinya semakin melebar. Munculnya kontaminan jamur berwarna hijau disebabkan karena disekitar sudah mulai banyak media kultur yang terkontaminasi cendawan/jamur dan belum dibersihkan. Kontaminan pada terutama yang

akan tumbuh secara

cepat

media

mengandung gula, vitamin, dan mineral. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa prosentase keberhasilan untuk kultur jaringan dengan eksplan daun nanas adalah 0 %. Hal tersebut karena dari eksplan tidak tumbuh akar, tunas maupun daun. Keadaan ini dimungkinkan karena zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan belum berpengaruh secara maksimal sehingga belum ada tanda-tanda tentang pertumbuhan eksplan. ZPT yang digunakan dalam percobaan ini adalah IBA dan BAP. Fungsi dari IBA adalah mempengaruhi pembentukan akar, sedangkan BAP berperan dalam pembentukan tunas. Dalam media untuk menumbuhkan eksplan nanas terlebih dahulu ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktifitas kultur jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses

41

embriogenesis dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini IBA berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP (6benzylaminopurine). Dalam aktivitas kultur jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, serta mendorong proliferasi meristem ujung. Kegagalan dalam praktikum tersebut dapat kita analisa, mungkin disebabkan oleh : 1. Sterilitas yang kurang ( Baik dari segi Laboratorium, praktikan, maupun alat bahan yang digunakan ) 2. 3. Dalam pelaksanaan praktikum masih ada praktikan yang berbincang bincang dengan praktikan lain. Proses yang masih keliru, ini disebabkan karena praktikan masih dalam tahap belajar tentang kultur jaringan sehingga masih banyak yang belum dikuasai

E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara III adalah : a. Eksplan dan media terkontaminasi dengan ditandai adanya jamur dan bakteri. b. Penggunaan media yang sesuai dan keadaan yang aseptik mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. c. d. e. Faktor yang penyebab kontaminasi adalah sterilisasi yang kurang sempurna dari media atau eksplan dan kecerobohan manusia. Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan tunas. f. Kematian eksplan disebabkan karena media dan eksplan yang terkontaminasi serta peralatan yang kurang steril. g. Pada akhir pengamatan tidak terbentuk akar, tunas, daun, dan kalus.

42

2. Saran a. Harus diperhatikan prosedur pelaksanaan sterilisasi baik alat maupun bahan yang digunakan harus disterilisasi sehingga benarbenar steril. b. Pemeliharaan eksplan harus diperhatikan dengan benar.Sebaiknya bahan eksplan yang digunakan dipilih dari jaringan tanaman yang masih muda (meristem) yang masih aktif membelah

43

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Ananas comosus. http://www.proseanet.org . Diakses pada tanggal 22 Desember 2008. Hadioetomo, P.S. 1990. Mikrobia Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia. Jakarta. Hardiati, S., S. Purnomo, Y. Meldia, I. Sukmayadi, dan Kartono. 2003. Karakterisasi dan Evaluasi Beberapa Aksesi Melati. J. Hort 13(3) : 157-168. Moore, T.C. 1990. Biochemistry and Physiology of Plant Hormone. SpringerVerlag. Berlin. Wetter, L. R and F. Corstabel. 1982. Plant Tissue Culture Methods. The Prairie Regional Laboratory of The National Research. Widiastuti, D dan Anggraini, S. 1994. Pengaruh Air Kelapa Terhadap Pembentukan Protocorm Like Bodies (PLBS) dari Anggrek Vanda dalam Medium Cair. Jurnal Hortikultura. Vol 4(2):71-73.

44

ACARA IV KULTUR JARINGAN PISANG (Musa paradisiaca)

A. Pendahuluan 1. Latar BelakangPisang merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Propinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu daerah produksi dan wilayah potensial dikembangkannya tanaman pisang. Produksi pisang rata-rata untuk Kalimantan Selatan tahun 1995 1999 adalah 20.571,8 ton, pada tahun 2000 adalah 11.731 ton, dan pada tahun 2001 adalah 16.589 ton dengan luas panen 8.150 Ha (BPS, 2002). Jenis pisang yang dikenal di Kalimantan Selatan antara lain pisang manurun (kepok), pisang mauli (uli), pisang talas dan pisang raja. Pisang kepok dan talas sering dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk kolak pisang atau pisang goreng, sedangkan pisang mauli (uli) sering dihidangkan sebagai pencuci mulut dalam acara selamatan dan perkawinan. Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit mendapatkan bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat. Salah satu keunggulan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan adalah sangat dimungkinkan mendapatkan bahan tanam dalam jumlah besar dalam waktu singkat (Priyono et al., 2000). Dalam kultur jaringan pisang, sampai saat ini yang banyak dikenal adalah kultur dengan eksplan bonggol. Apabila dibandingkan dengan jantung pisang maka mendapatkannya lebih mudah dan jumlah eksplan yang didapat lebih banyak bahkan mencapai 200 eksplan setiap jantung pisang, serta lebih kecil resikonya terhadap kontaminasi sebab bukan berasal dari tanah dan tertutup rapat oleh kelopak.

Pada praktikum ini eksplan yang digunakan adalah tanaman Musa paradisiaca yaitu bagian bonggol tapi pada bagian bawah yang merupakan jaringan tebal yang meristematis yaitu jaringan yang masih aktif mengalami pembelahan.

45

2. Tujuan Praktikum acara kelima yaitu kultur jaringan sansivieria ini bertujuan untuk : a. Mengetahui teknik kultur jaringan pisang b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan pisang.

3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara keempat yaitu kultur jaringan pisangini dilakukan pada : Waktu Tempat : Selasa, 11 Oktober 2010 : Laboratorium kultur jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka Tanaman pisang mempunyai ciri spesifik yang mudah dibedakan dari jenis tanaman lainnya. Tanamannya terdiri dari daun, batang (bonggol), batang semu, bunga, dan buah. Pisang termasuk keluarga musaceae, salah satu anggota ordo scitamineae. Morfologi tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapislapis. Lapisan ini sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan air (sukulenta) sehingga lebih tepat disebut batang semu (pseudostem). Daun pisang Cavendish berwarna hijau tua. Lembaran daun (lamina) pisang lebar dengan urat daun utama menonjol berukuran besar sebagai pengembangan dari morfologis lapisan batang semu (gedebog). Batang pisang sesungguhnya terdapat didalam tanah, yaitu yang sering disebut bonggol. Pada sepertiga bagian bonggol sebelah atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan. Bunga pisang yang disebut tongkol yang disebut jantung. Bunga ini muncul dari primordia yang terbentuk pada bonggolnya, perkembangan primordia bunga memanjang keatas hingga menembus inti batang semu dan keluar diujung batang semu tersebut. Panjang Tandan 60 -

46

100 cm dengan berat 15 - 30 kg. Setiap tandan terdiri dari 8 - 13 sisiran dan setiap sisiran ada 12 - 22 buah. Daging buah putih kekuningan, rasanya manis agak asam, dan lunak. Kulit buah agak tebal berwarna hijau kekuningan sampai kuning muda halus. Umur panen 3 - 3,5 bulan sejak keluar jantung. Salah satu tanaman buah-buahan yang diperbanyak secara komersial dengan teknik kultur jaringan adalah pisang. Pisang biasanya diperbanyak secara vegetatif menggunakan anakan atau bonggolnya. Ukuran anakan yang cukup besar menyulitkan transportasi bibit dari satu tempat ke tempat penanamannya. Anakan yang diproduksi oleh satu induk pisang ukuran dan umurnya beragam, sehingga sangat sulit untuk memperoleh anakan berukuran seragam dalam jumlah memadai untuk perkebunan pisang secara komersial. Perbanyakan klonal pisang dengan teknik kultur jaringan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Metode dan tahapan perbanyakan yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini serupa dengan metode perbanyakan lainnya. Teknik yang umum digunakan adalah kultur meristem (meristem culture) atau kultur pucuk (shoot culture), selain itu telah dicoba juga untuk mengkulturkan tangkai bunga inflorescence muda pisang. Pisang Cavendish di Indonesia lebih dikenal dengan Pisang Ambon Putih. Perbanyakan tanaman pisang secara kultur jaringan bertujuan untuk mendapatkan bibit bermutu dalam jumlah banyak dan cepat selama kurun waktu tertentu. Ditinjau dari tujuan tersebut maka adanya bibit kultur jaringan akan mampu mendukung pengembangan kebun agribisnis dalam skala luas. Bibit pisang kultur jaringan adalah bibit yang dihasilkan melalui biakan jaringan (sel meristem) pada media buatan dalam laboratorium (in vitro). Untuk menghasilkan bibit kultur jaringan yang bermutu, perlu didukung oleh beberapa komponen, yaitu prasarana, bahan kimia untuk pembuatan media, varietas unggul dan tenaga ahli. Prasarana berupa laboratorium yang memenuhi syarat, rumah kaca atau plastik untuk membesarkan bibit yang masih sangat kecil (plantlet), serta peralatan. Menurut George dan Sherrington (1984) keberhasilan dalam kultur jaringan sangat ditentukan oleh medium yang digunakan. Media yang

47

digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini umumnya adalah media MS. Untuk merangsang pertumbuhan tunas pada eksplan, zat pengatur tumbuh umumnya ditambahkan ke dalam media kultur. Sitokinin BAP (Benzil Amino Purin) umumnya digunakan pada kisaran konsentrasi 3 - 6 ppm tergantung varietas, dengan atau tanpa kombinasi dengan auksin. Keasaman media umumnya adalah 5,5 sampai 6. Inisiasi merupakan proses awal dalam kegiatan kultur jaringan sehingga akan menjadi penentu keberhasilan kultur. Proses pertama dalam inisiasi adalah pengambilan eksplan atau bahan kultur dari lapangan, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan sterilisasi eksplan (Anonim, 2002). Aklimatisasi dilakukan apabila tanaman telah di sub kultur sebanyak 4-5 kali. Akan tetapi, bisa saja dilakukan sebelum 12 kali sub kultur hal ini dikarenakan adanya permintaan pasar yang meningkat. Media aklimatisasi disterilisasi dengan cara pengukusan selama 6 jam, hal ini dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme yang ada pada media aklimatisasi sehingga pada saat planlet ditanam di media tersebut tidak akan terkena bakteri/ atau jamur. Selain itu juga, media disemprot terlebih dahulu dengan larutan bakterisida sehari sebelum media digunakan hal ini bertujuan untuk menghindari adanya bakteri-bakteri yang tumbuh dan berkembang pada media selama media disimpan. Aklimatisasi dilakukan selama 4 minggu di dalam sungkup untuk mendapatkan tanaman yang siap di pindah ke lapangan terbuka.

C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja 1. Alat a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen b. Petridish dan botol-botol kultur c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes. 2. Bahan a. Eksplan : Pisang (Musa paradisiaca ) b. Media kultur c. Alkohol 96 %

48

d. Aquadest steril e. Spirtus f. Chlorox (sunclin) g. Agrept dan Dithane 3. Cara Kerja a. Persiapan eksplan b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC) y Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira 12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 2 menit y Membilas eksplan dengan aquadest steril

c. Penanaman eksplan y y Membuka plastik penutup botol media kultur. Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar diatas api. y Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi. d. Pemeliharaan y y Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur. Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya. y Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi. e. Pengamatan selama 4 minggu, meliputi y y y Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

49

D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel : 4.1 Pertumbuhan dan perkembangan eksplan pisang (Musa paradisiaca) pada media MS eksplan Tanggal Saat muncul (HST) Ak ar Pisang (Musa 12 okt 2011 tuna s dau n kalu s aka r Jumlah tun as da un Tidak ada tunas yang tumbuh, Belum ada kontaminan Keterangan

paradisia 14 Okt ca) 2011

18 Okt 2011 21 Okt 2011 24 Okt 2011 27 Okt 2011 31 Okt 2011 1 Nov 2011

-

-

-

-

-

-

-

Media mulai terkontaminasi oleh

-

-

-

-

-

-

-

jamur berwarna putih yang makin

-

-

-

-

-

-

-

lama merusak media dan

-

-

-

-

-

-

-

menyerang eksplan sebelum eksplan

-

-

-

-

-

-

-

sempat menumbuhkan

-

-

-

-

-

-

-

tunas

Prosentase keberhasilan = 0/1 X 100% = 0%

Sumber : hasil pengamatan

50

Gambar 4.1 : hasil pengamatan kultur jaringan pisang Keterangan : Praktikum tidak berhasil ( keberhasilan praktikum 0 % ), banyak kontaminan yang ada. 2. Pembahasan Pada acara empat, eksplan yang dipilih adalah bagian bonggol pisang (Musa paradisiaca) yang memiliki daerah meristematis sehingga masih aktif membelah. Dari bonggol tersebut, dibelah menjadi beberapa bagian dan dijadikan eksplan. Syarat eksplan harus memiliki bagian meristematis yang berada di tengah bonggol agar nantinya memiliki kemampuan untuk tumbuh. Pemilihan ini disesuaikan dengan konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi sehingga dapat membentuk tumbuha yang utuh. Dalam media untuk menumbuhkan eksplan pisang terlebih ndahulu ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam akrtivitas kultur jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis dan memerlakukan dan melalai kuasa kesetabilan genetik

51

sel tambahan dalam hal ini IBA berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedang BAP (6 benzylaminopurine). Dalam aktivitas kultur jaringan BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong pembentukan klorofil pada kalus. Berdasarkan data diatas eksplan pisang memiliki persentasi keberhasilan sebesar 0 %. Hal ini karena eksplan tidak mengalami

pertumbuhan akar, tunas dan daun yang dimungkinkan karena pemberian IBA dan BAP belum memberi pengaruh terhadap pembentukan tunas dan akar. Selain tidak terdapat tanda-tanda pertumbuhan, di dalam media kultur juga mulai muncul kontaminasi yang berupa bakteri berwarna putih susu. Diameter koloni bakteri yang hidup pada permukaan media diameternya melebar setiap harinya. Adanya bakteri dimungkinkan karena disekitar sudah mulai banyak media kultur yang terkontaminasi dan belum dibersihkan sehingga menulari media kultur yang lain. Pada eksplan pisang tampak berwarna coklat, ini mengindikasikan terjadi kematian jaringan (browning). Kematian jaringan dimungkinkan karena perendaman di clorox terlalu lama. Sterilisasi bahan harus dilakukan dengan tepat, apabila perendaman chlorox terlalu lama maka jaringan dari bahan tanam akan mengalami kematian (browning) sehingga tidak mampu membentuk individu baru, sedangkan apabila sterilisasi terlalu singkat maka bahan tanam yang digunakan akan membawa bibit bibit kontaminasi. Setelah dilakukan analisa, kegagalan terssebut kemungkinan

disebabkan oleh hal berikut : 1. Sterilitas yang kurang (baik dari segi laboratorium, praktikan, maupun alat bahan yang digunakan). 2. Adanya kesalahan pad saat penanaman eksplan

52

Seringnya tangan keluar dari LAFC dapat mengakibatkan eksplan dan media dapat terkontaminasi 3. Terlalu lama merendam eksplan dalam clorox 4. Dalam melakukan percobaan belum sepenuhnya memenuhi prosedur yang benar. Saran agar untuk ke depannya kultur jaringan dengan eksplan pisang dapat berhasil adalah dengan cara memperhatikan dalam pemilihan eksplan. Bonggol tunas pisang yang dipilih harus benar-benar yang muda dan baru muncul agar sifat meristematiknya masih baik. Selain itu, lingkungan juga harus dijaga agar tetap dalam kondisi aseptik. Kontaminasi biasanya disebabkan karena faktor dari luar (lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan eksplan. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunakan spirtus. Tempat penyimpanan juga

berpengaruh terhadap tingkat kontaminasi pada kultur yang lain yaitu saat suatu kultur telah terkontaminan sebaiknya cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan sehingga tidak mengkontaminan atau menular pada kultur yang lain.

E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara IV ini adalah : a. Eksplan dan media terkontaminasi dengan ditandai adanya jamur dan bakteri. b. Penggunaan media yang sesuai dan keadaan yang aseptik mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. c. Faktor yang penyebab kontaminasi adalah sterilisasi yang kurang sempurna dari media atau eksplan dan kecerobohan manusia. d. Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP.

53

e. Fungsi dari IBA yaitu berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan tunas. f. Kematian eksplan disebabkan karena media dan eksplan yangterkontaminasi serta peralatan yang kurang steril.

g. Pada akhir pengamatan tidak terbentuk akar, tunas, daun, dan kalus. 2. Saran a. Harus diperhatikan prosedur pelaksanaan sterilisasi baik alat maupun bahan yang digunakan harus disterilisasi sehingga benarbenar steril. b. Pemeliharaan eksplan harus diperhatikan dengan benar.Sebaiknya bahan eksplan yang digunakan dipilih dari jaringan tanaman yang masih muda (meristem) yang masih aktif membelah

54

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Kultur Jaringan. www.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 30 Desember 2010 Anonim, 2003. Berkebun Pisang Secara Intensif. Redaksi Trubus, Penebar Swadaya. Jakarta . Gunawan. L. W, 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB Bogor. Irawati. 2005. Pembentukan Kalus dan Embriogenesis Kultur Pelepah daun Caladium hibrida. J. Ilmiah. 7(5):257-260. Supriati Y. I. Mariska dan S. Hutami. 2005. Mikropropagasi Sukun (Artocarpus communis Forst.) Tanaman Sumber Karbohidrat Alternaria. J. Ilmiah : Berita Biologi.7(4):207-214. Sutahu suyanti, B. Sc, 2004. Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Penenbar Swadaya, Jakarta. Wetter, L. R. and Corstabel. 1982. Plant Tissue Culture Methods. The Prairie Regional Laboratory of The National ResearchCouncil of Canada. Canada.

55

ACARA IV SUB KULTUR ANGGREKA. Pendahuluan 1. Latar Belakang Dalam industri florikultura dunia, anggrek memiliki nilai ekonomi tinggi karena bentuknya unik, warnanya menarik dan daya tahannya lebih lama daripada bunga potong komersil lainnya seperti mawar, anyelir dan gladiol. Keunikan karakternya yang khas menjadikan kehadiran anggrek di dalam suatu rangkaian bunga potong sulit digantikan oleh bunga lain (Nurmalinda dkk, 1999). Sebagai salah satu daerah penyebaran anggrek, Indonesia memiliki kekayaan alam dengan ragam plasma nutfah yang besar. Diperkirakan sekitar 5000 jenis anggrek spesies tersebar di hutanutan Indonesia (Edhi Sandra, 2001). Namun potensi ini belum dimanfaatkan secara proporsional, hal inidapat dilihat dari nilai ekpor anggrek Indonesia yang hanya 3 juta US$ per tahun. Angka tersebut termasuk kcil jika dibandingkan dengan nilai ekspor Negara tetangga Singapura 7,7 juta US$ dan Thailand 50 Juta US$. Sementara potensi perdagangan dunia 150 juta US$ per tahun (BI, 2004). Rendahnya produksi anggrek Indonesia antara lain disebabkan kurang tersedianya bibit bermutu, budidaya yang kurang efisien srta penanganan pasca panen yang kurang baik (Widiastoety, 2001). Potensi pasar anggrek dunia diperkirakan akan semakin meningkat di tahuntahun mendatang seiring dengan semakin berkembangnya hibrida dan tipe-tipe baru anggrek (Griesbach, 2002). Beberapa petani anggota Asosiasi Petani Anggrek Indonesia (APAI) telah melakukan persilangan-persilangan untuk mengembangkan

anggrek-ngrek hibrida, persilangan antar spesies yang pada umumnya sulit dilakukan atau tingakt kegagalan tinggi telah mampu dilakukan pada spesies tertentu (Ayub, komunikasi pribadi 2003). Persilangan56

persilangan juga telah dilakukan oleh para hobiis, kolektor maupun anggota Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI). Persilangan yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan warna, bentuk,ukuran dan tekstur yang bervariasi (American Orchid Society, 1998). Biji anggrek hasil persilangan memerlukan perlakuan tertentu dalam tahap perkecambahan, hal ini terjadi karena biji anggrek tidak memiliki endosperm sebagai cadangan makanan sehingga membutuhkan jenis jamur tertentu untuk membantu perkecambahannya secara alami, diduga jamur tersebut menyediakan sumber karbohidrat, auksin dan vitamin untuk anggrek (Arditti dkk, 1982 dikutip Vij dkk, 2000). Pada tahun 1922, Knudson telah berhasil mengecambahkan biji Cattleya secara in vitro menggunakan karbohidrat yang sesuai pada medium kultur (Vij dkk, 2000). Sejak saat itu, perkembangan anggrek hibrida mnjadi lebih cepat. Perkecambahan biji anggrek yang telah dilakukan secara in vitro menimbulkan masalah baru bagi para petani anggota APAI, karena mereka belum memiliki fasilitaskultur jaringan. Beberapa anggota APAI dan PAI telah bersedia bekerja sama untuk penyediaan buah anggrek untuk dikecambahkan, diharapkan bilamana telah diperoleh hasil penelitian berupa metode dan medium perkecambahan terbaik maka terbuka peluang kerjasama persemaian biji anggrek hasil persilangan yang dilakukan oleh anggota APAI maupun membuka pelayanan persemaian biji anggrek yang melayani para hobiis ataupun anggota masyarakat lainnya. Permintaan anggrek pada umumnya berupa bibit botolan, tanaman pot dan bunga potong. Untuk memenuhi permintaan tersebut diperlukan tanaman anggrek dalam jumlah besar. Usaha untuk memperoleh tanaman anggrek dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat (rapid multiplication) dapat dilakukan melalui kultur in vitro. Diharapkan dengan teknik kultur in vitro maka permasalahan ketergantungan pada bibit impor yang selama ini terjadi di Indonesia dapat diatasi

57

2. Tujuan Tujuan dari praktikum sub kultur Mengetahui teknik sub kultur untuk beberapa jenis eksplan yang tersedia. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara 6 (sub kultur) dilaksanakan pada : Waktu Tempat : Kamis , 20 Oktober 2011 : Laboratorium kultur jaringan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka Subkultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan (Wetherell, 1976). Pada dasarnya subkultur kita memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Pada dasarnya subkultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur jaringan. Subkultur dilakukan karena beberapa alasan berikut: 1. Tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol 2. Tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga pertumbuhannya berkurang 3. Tanaman mulai kekurangan hara 4. Media dalam botol sudah mongering Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman yang harus segera atau relatif cepat disubkultur adalah jenis pisangpisangan, alokasia, dan caladium. Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema. (Yusnita, 2003).

58

Untuk tanaman yang diperbanyak dengan multifikasi tunas, maka subkultur dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya atau melakukan penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek, pisang, dan tanaman lain yang satu tipe pertumbuhan. Untuk tanaman yang tipe pertumbuhannya dengan pemanjangan batang maka subkultur bisa dilakukan dengan memotong tanaman perruas tanaman yang ada. Namun jika ada planlet yang masih terlalu kecil dan beresiko tinggi untuk dipotong, maka subkulturnya cukup dilakukan dengan dipisahkan dari induknya dan ditanam kembali secara terpisah. Contoh tanamannya adalah jati, krisan, dan tanaman lain yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang sama. kita dapat menghitung kecepatan produksi tanaman dengan mengetahui kecepatan tanaman melakukan multifikasi hingga siap disubkultur.

C. Alat, Bahan Dan Cara Kerja 1. Alat o Laminar air flow cabinet o Petridish dan botol-botol kultur o Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil dan pisau pemes 2. Bahan o Eksplan anggrek (Dendrobium sp)

o Media kultur o Alkohol 96% o Aquadest steril o Spirtus 3. Cara Kerja o Melakukan penanaman eksplan Membuka plastik penutup botol media kultur Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api. Mendekatkan mulut botol dengan api untuk menghindari kontaminasi o Melakukan pemeliharaan eksplan

59

Menempatkan botol botol berisi eksplan di rak-rak kultur. Menjaga suhu, kelembaban, dan cahaya di lingkungan luar botol Melakukan penyemprotan pada botol-botol kultur dengan spirtus , 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi. o Melakukan pengamatan selama 4 minggu, yang diamati : Melakukan pengamatan setiap hari saat muncul muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST) Melakukan pengamatan 1 minggu sekali pada jumlah akar, tunas dan daun. Melakukan deskripsi kalus pada akhir pengamatan o Melakukan perhitungan prosentase keberhasilan pada akhir pengamatan

D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Table 6.1 Pertumbuhan dan perkembangan eksplan anggrek eksplan tanggal Saat muncul (HST) akar tunas daun kalus akar Jumlah tun dau as anggrek 21 okt 2011 24 Okt 2011 n Tidak ada tunas yang tumbuh, Belum ada kontaminan 26 Okt 2011 28 Okt 2011 31 Okt 2011 Media mulai terkontaminas i oleh bakteri dan eksplan mati menguning Keterangan

60

Prosentase keberhasilan = 0/1 X 100 % = 0 % Sumber : hasil pengamatan

Gambar 6.1 : hasil pengamatan sub kultur anggrek Keterangan : Praktikum tidak berhasil ( keberhasilan praktikum 0 % ), terdapat kontaminan dan eksplan mati 2. Pembahasan Sub kultur merupakan kegiatan pemindahan eksplan dari media biakan ke media kultur baru. Dalam praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik sub kultur pda anggrek . Teknik pada percobaan ini yaitu mengambil eksplan dari suatu media kemudian memindahkannya pada media kultur yang baru dengan pinset yang steril. Selama penanaman mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi Subkultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Pada dasarnya subkultur kita memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Pada dasarnya subkultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur jaringan. Subkultur dilakukan karena beberapa alasan berikut: 1. Tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol 2. Tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga pertumbuhannya berkurang

61

3. Tanaman mulai kekurangan hara 4. Media dalam botol sudah mengering Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman yang harus segera atau relatif cepat disubkultur adalah jenis pisang-pisangan, alokasia, dan caladium. Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema. (Pelatihan, 2009) Untuk tanaman yang diperbanyak dengan multifikasi tunas, maka subkultur dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya atau melakukan penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek, pisang, dan tanaman lain yang satu tipe pertumbuhan. Untuk tanaman yang tipe pertumbuhannya dengan pemanjangan batang maka subkultur bisa dilakukan dengan memotong tanaman perruas tanaman yang ada. Namun jika ada planlet yang masih terlalu kecil dan beresiko tinggi untuk dipotong, maka subkulturnya cukup dilakukan dengan dipisahkan dari induknya dan ditanam kembali secara terpisah. Contoh tanamannya adalah jati, krisan, dan tanaman lain yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang sama. kita dapat menghitung kecepatan produksi tanaman dengan mengetahui kecepatan tanaman melakukan multifikasi hingga siap disubkultur. Berdasarkan hasil pengamatan pada sub kultur anggrek diperoleh bahwa hanya satu eksplan yang mampu bertahan hidup dan tumbuh sampai akhir pengamatan.Sedangkan eksplan yang lain rata-rata tidak bisa bertahan hidup dan tidak dapat tumbuh Hal ini terjadi karena pada media ditumbuhi jamur ditandai dengan adanya warna hitam pada media .Kontaminan yang berasal dari cendawan dan bakteri ini akan tumbuh secara cepat pada media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral. Kejadian ini dimungkinkan sekali karena bahan tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan

62

suplemenmedia yang beragam , penggunaan bahan sterilisasi , pengirisan, penggunaan api dan lain- lain. Berdasarkan data diatas eksplan anggrek memiliki prsentase keberhasilan sebesar 0 % tidak ada eksplan yang mengalami pertambahan jumlah daun , akar, dan pertambahan tinggi . Hal ini disebabkan rata-rata eksplan mengalami kontaminasi oleh jamur .Kontaminasi ini disebabkan karena faktor dari luar (lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan eksplan. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan ) agar tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunakan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan terhadap jamur yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan Selain itu lingkungan tempat penyimpanan juga berpengaruh pada kontaminasi pada kultur yang lain yaitu saat suatu kultur telah terkontaminan sebaiknya cepat dikeluarka dari tempat penyimpanan sehingga tidak mengkontaminan atau menular pada kultur yang lain. Kegagalan dalam praktikum tersebut dapat kita analisa, mungkin disebabkan oleh : 1 Sterilitas yang kurang ( Baik dari segi Laboratorium, praktikan, maupun alat bahan yang digunakan ) 2 3 Dalam pelaksanaan praktikum masih ada praktikan yang berbincang bincang dengan praktikan lain. Proses yang masih keliru, ini disebabkan karena praktikan masih dalam tahap belajar tentang kultur jaringan sehingga masih banyak yang belum dikuasai

E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara II adalah :

63

a.

Eksplan dan media terkontaminasi dengan ditandai adanya jamur dan bakteri.

b.

Penggunaan

media

yang sesuai

dan

keadaan yang

aseptik

mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. c. Faktor yang penyebab kontaminasi adalah sterilisasi yang kurang sempurna dari media atau eksplan dan kecerobohan manusia. d. e. Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan tunas. f. g.Kematian eksplan disebabkan karena media dan eksplan yang terkontaminasi serta peralatan yang kurang steril.

Pada akhir pengamatan tidak terbentuk akar, tunas, daun, dan kalus.

2. Saran Untuk meningkatkan presentase keberhasilan, sebaiknya bagi praktikan harus lebih memperhatikan untuk menjaga kesterilan, baik untuk peralatan maupun media itu sendiri, sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari atau ditekan seminimal mungkin.

64

DAFTAR PUSTAKA

Budiarta, Atat. 2004. Dasar Dasar Kultur Jaringan. Cianjur: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Pertanian Anonym. 2005. Budidaya Tanaman Anggrek. http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/ , diakses pada tanggal 11 desember 2011 Wetherell. 1976. Tahapan-tahapan Kultur Jaringan. www.kultujaringan.blogspot.com, diakses pada tanggal 11 desember 2011 Yusnita. 2003. Tahapan-tahapan Kultur Jaringan. www.kultujaringan.blogspot.com , diakses pada tanggal 11 desember 2011 Yusnita. 2004. Tahapan-tahapan Kultur Jaringan. www.kultujaringan.blogspot.com, diakses pada tanggal 11 desember 2011

65