23
LAPORA PRAKTIKUM KIMIA FISIK II KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINER Nama : Marena Thalita Rahma NIM : 121810301031 Kelompok : 5 Kelas : A Asisten : Siti Rofiqoh LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014

Laporan Kesetimbangan Uap Cair Marena T.R

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Kesetimbangan Uap Cair Sistem Biner

Citation preview

  • LAPORA PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

    KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINER

    Nama : Marena Thalita Rahma

    NIM : 121810301031

    Kelompok : 5

    Kelas : A

    Asisten : Siti Rofiqoh

    LABORATORIUM KIMIA FISIK

    JURUSAN KIMIA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS JEMBER

    2014

  • BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Larutan adalah campuran homogen yang berwujud cair. Larutan terdiri dari zat

    terlarut dan pelarut. Zat terlarut memiliki komposisi yang lebih kecil sedangkan pelarut

    memiliki komposisi yang lebih besar dalam larutan. Larutan terbagi menjadi dua macam,

    larutan ideal dan larutan non ideal. Larutan dikatakan ideal apabila larutan tersebut

    tercampur secara homogen pada seluruh sistem mulai dari faksi mol 1-0 dan memenuhi

    hukum Roult. Larutan encer adalah campuran homogen dengan jumlah pelarut lebih

    banyak dibandingkan dengan jumlah zat terlarutnya. Larutan inilah yang tidak memenuhi

    hukum Roult.

    Campuran dapat digambarkan dengan diagram. Diagram ini biasa disebut dengan

    diagram fase. Diagram fase ini menggambarkan daerah pada tekanan dan suhu tertentu

    serta bersifat stabil. Batas-batas campuran dalam dua atau lebih fasa akan dapat

    menunjukkan posisi fase pada komponen yang ada di dalamnya dan dalam keadaan

    kesetimbangan. Keadaan masing-masing komponen juga dapat diamati sifatnya apakah

    tergolong larutan ideal yang mengikuti hukum Roult atau tidak. Percobaan ini akan

    mempelajari sifat lartan biner pada posisi kesetimbangan uap-cair menggunakan aquades

    dan etanol.

    1.2 Tujuan

    Tujuan percobaan adalah mempelajari sifat larutan biner dengan membuat diagram

    temperatur versus komposisi, dengan menentukan kadar alkoholnya.

  • BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)

    2.1.1. Aquades

    Aquades memiliki rumus kimia H2O. Satu molekul aquades tersusun atas dua atom

    hidrogen yang terikat secara kovalen. Aquades memiliki kemampuan untuk melarutkan

    banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan banyak

    macam molekul organik. Aquades merupakan bahan kimia yang berwujud cair, tidak

    berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada keadaan standar. Massa molarnya adalah

    18,01528 g/mol. Titik didih aquades sebesar 100C (373,15 K) sedangkan titik lelehnya

    0C (273,15 K). Massa jenisnya 1000 kg/cm3 dan viskositasnya 0,001 Pa/s (20C). Sifat

    dari bahan ini adalah non-korosif untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak berbahaya pada

    kulit, non-permeator oleh kulit, tidak berbahaya dalam kasus konsumsi. Bahan ini juga

    tidak berbahaya dalam kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya yaitu non-iritasi untuk

    paru-paru dan non-korosif terhadap mata (Anonim, 2014).

    2.1.2. Etanol

    Etanol merupakan bahan kimia yang berwujud cair, mempunyai bau seperti alkohol

    dari yang ringan sampai kuat. Etanol mempunyai titik didih sebesar 78,5C atau setara

    dengan 173,3F dan titik lelehnya sebesar -114,1C atau setara dengan -173,4F. Suhu

    kritis yang dimiliki oleh etanol adalah 243C setara dengan 469,4F. Massa jenis etanol

    yang terukur yaitu 0,8. Etanol mempunyai tekanan uap 5,7 kPa (@ 20C). Massa jenis uap

    etanol sebesar 1.59. Kelarutan etanol terdapat dalam beberapa medium antara lain air,

    metanol, dietil eter, aseton. Bahan yang harus dihindarkan dari sumber api. Etanol bersifat

    stabil, namun reaktif dengan agen oksidasi, asam, alkali. Etanol bersifat non korosif di

    depan kaca (Anonim, 2014).

    2.2 Tinjauan Pustaka

    Reaksi kimia kebanyakan berlangsung dalam lingkungan berair, oleh karenanya

    penting untuk memahami sifat-sifat larutan. Larutan adalah campuran homogen dari dua

    atau lebih zat, di mana zat yang lebih banyak disebut pelarut dan yang lebih sedikit disebut

    zat terlarut. Molekul-molekul saling terikat akibat adanya tarik-menarik antar molekul

    pada cairan dan padatan. Bila suatu zat (zat terlarut) larut dalam zat lainnya (pelarut),

    partikel zat terlarut akan menyebar ke seluruh pelarut. Partikel ini menempati posisi yang

  • biasanya ditempati oleh molekul pelarut. Pelarutan ini berlangsung dalam tiga tahap

    berbeda. Tahap 1 ialah pemisahan molekul pelarut, dan tahap 2 adalah pemisahan molekul

    zat terlarut. Kedua tahap ini memerlukan input energi untuk memutuskan tarik-menarik

    antar molekul, dengan demikian tahap ini adalah tahap endotermik. Pada tahap 3 molekul

    pelarut dan molekul zat terlarut bercampur. Tahap ini dapat bersifat eksotermik atau

    endotermik (Chang, 2003).

    Ukuran jumlah atau bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol komponen terhadap

    jumlah mol semua komponen yang ada disebut dengan fraksi mol. Misalnya suatu larutan

    mengandung zat A dan zat B, maka fraksi mol untuk masing-masing zat yaitu:

    XA =

    XB =

    Jumlah fraksi mol kedua zat adalah satu. Fraksi mol tidak memiliki dimensi (satuan), hal

    ini sesuai dengan persamaan diatas di mana satuannya saling meniadakan (Chang, 2003).

    Materi terdiri dari tiga wujud, yaitu cair, padat, dan gas. Setiap wujud ini disebut

    fasa, yang merupakan bagian homogen suatu sistem yang bersentuhan dengan bagian

    sistem yang lain dengan batas yang jelas. Perubahan fasa yaitu peralihan dari satu fasa ke

    fasa lain, terjadi apabila energi ditambahkan atau dilepaskan. Perubahan fasa merupakan

    perubahan fisis yang ditandai dengan perubahan dalam keteraturan molekul. Molekul-

    molekul dalam wujud padat memiliki keteraturan tertinggi, dan molekul-molekul dalam

    fasa gas memiliki keacakan tertinggi (Chang, 2003).

    Komponen adalah spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut

    dalam larutan biner. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas, atau campuran gas

    adalah fasa tunggal, kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan yang dapat campur secara

    total membentuk fasa tunggal. Es adalah fasa tunggal (P =1), walaupun es itu dapat

    dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil. Campuran es dan air adalah sistem dua fasa

    (P =2) walaupun sulit untuk menentukan batas antara fasa-fasanya (Atkins, 1996).

    Sistem biner terdiri atas pasangan cairan campur sebagian yaitu cairan yang tidak

    bercampur dalam semua proporsi pada semua temperatur. Sistem biner fenol-akuades

    merupakan sistem yang memperlihatkan sifat kelarutan timbal balik antara fenol dan

    akuades pada temperatur tertentu dan tekanan tetap. Kelarutan adalah jumlah maksimum

    zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Pelarut umumnya merupakan suatu

    cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Sistem disebut biner karena terdiri

    atas dua komponen yaitu fenol dan akuades. Sistem biner fenol- akuades tergolong fasa

  • padat-cair, fenol berupa padatan dan akuades berupa cairan. Kelarutan sistem ini akan

    berubah apabila dalam campuran itu ditambahan salah satu komponen penyusunnya yaitu

    fenol atau akuades. Temperatur mempengaruhi komposisi kedua fasa pada kesetimbangan.

    Kemampuan bercampurnya fenol dan aquades akan bertambah apabila temperatur

    dinaikkan (Atkins, 1996).

    Komponen pelarut mendekati murni maka komponen itu berperilaku sesuai dengan

    Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol Hukum

    Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Hukum ini semakin dipatuhi jika

    komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. (Atkins, 1996).

    Larutan encer yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya

    tidak mengikuti Hukum Roult. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum

    Henry, bukan Hukum Roult (Petrucci, 1992).

    Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial, komponen yang mempunyai

    tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya, hingga terjadi perbedaan

    komposisi antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan

    sebagai kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu

    akan mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap

    (Alberty, 1987).

    Gambar 2.1. Diagram fasa untuk air

    Diagram fasa adalah diagram yang menggambarkan daerah-daerah tekanan dan

    temperatur di mana berbagai fasa bersifat stabil. Batas-batas fasa menunjukan nilai-nilai

    tekanan dan temperatur di mana dua fasa berada dalam kesetimbangan. Titik kritis yaitu

    titik pertemuan antara temperatur kritis (Tc) dan tekanan kritis (Pc). Tc yaitu temperatur di

  • mana batas antara dua fasa menghilang dan Pc yaitu tekanan di mana Tc terjadi. Sistem

    biner di atas Tc menjadi fasa tunggal dan tidak ada lagi bidang pemisah (Atkins, 1996).

    Beberapa sistem mempunyai temperatur kritis atas (Tuc) dan temperatur kritis bawah

    (Tlc). Tuc adalah batas atas temperatur di mana terjadi pemisahan fasa. Di atas temperatur

    batas atas, kedua komponen benar-benar bercampur. Temperatur ini ada karena gerakan

    termal yang besar dan menghasilkan kemampuan campur yang lebih besar pada kedua

    komponen. Tlc adalah batas bawah temperatur di mana terjadi pemisahan fasa. Di bawah

    temperatur batas bawah kedua komponen bercampur dalam segala perbandingan dan di

    atas temperatur itu kedua komponen membentuk dua fasa. Salah satu contohnya adalah air

    dan trietilamina. Dalam hal ini, pada temperatur rendah kedua komponen lebih dapat

    bercampur karena komponen-komponen itu membentuk kompleks yang lemah, pada

    temperatur lebih tinggi kompleks itu terurai dan kedua komponen kurang dapat bercampur

    (Atkins, 1996).

    Gambar 2.2. Diagram fasa cair uap

    Larutan ideal banyak dipakai sebagai model. Larutan ini sedemikian rupa sehingga

    interaksi antara partikel lain jenis sama dengan yang sejenis. Interaksi itu berupa daya tolak

    atau daya tarik sesamanya. Hal ini berarti bahwa partikel satu komponen tidak

    mempengaruhi partikel lain didekatnya. Energi yang dikandung komponen larutan sebelum

    dan sesudah tercampur sama sehingga H pencampuran nol artinya dalam pencampuran

    tidak ada kalor yang diserap atau dilepaskan (Syukri,1999).

    Pengertian dari larutan ideal untuk membandingkan larutan-larutan yang biasa

    didapat yaitu larutan non ideal. Larutan cairan ideal merupakan suatu larutan zat cair biner.

    Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik antara molekul-molekulnya sama, artinya gaya

  • tarik antar molekul pelarut dan zat terlarut, sama dengan gaya tarik molekul pelarutnya

    atau molekul zat terlarutnya (Sukardjo, 1989).

    Salah satu syarat larutan gas ideal adalah memenuhi hukum Roult yang berbunyi

    sebagai berikut tekanan uap pelarut (PA) pada permukaan larutan besarnya sama dengan

    hasil kali tekanan uap pelarut murni (P0

    A) dengan fraksimol pelarut tersebut didalam

    larutan (XA). Secara matematis hukum ini dapat ditulis sebagai

    PA = XA P0

    A

    Bila zat yang diukur mudah menguap (volatil) sehingga tekanan uapnya dapat diukur,

    maka tekanan uap zat terlarut dapat dicari dengan rumus yang serupa yaitu:

    PB = XB P0B

    Bila diasumsikan bahwa sistem hanya mengandung dua komponen (A dan B), maka

    tekanan uap total (P) dari sistem dapat dicapai menggunakan hukum Dalton yaitu:

    P = PA + PB

    P = XA P0

    A + XB P0B

    Larutan yang sepenuhnya memenuhi hukum Raoult sangat jarang ditemui, hal ini

    disebabkan ideal pada larutan berarti interaksi antara semua komponen adalah sama dan

    ini sukar unuk dipenuhi

    (Bird, 1993)

    Larutan dikatakan sebagai larutan ideal apabila:

    1. Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 1-0

    2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen komponen dicampur

    membentuk larutan ( H pencampuran = 0 )

    3. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama dengan jumlah

    komponen yang dicampurkan ( V pencampuran = 0 )

    4. Memenuhi hukum Raoult

    P1 = X1 p0

    Keterangan :

    P1 = Tekanan uap larutan

    p0 = Tekanan uap pelarut murni

    X1 = mol fraksi larutan

    (Tim Kimia Fisik, 2014)

    Sifat komponen larutan ideal yang satu akan mempengaruhi sifat komponen yang

    lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponennya.

  • Contoh, sistem benzena toluena. Sedangkan larutan non ideal adalah larutan yang tidak

    memiliki sifat yang telah disebutkan diatas. Larutan dibagi menjadi dua golongan :

    a. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan

    menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem

    aseton karbondisulfida.

    b. Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan

    menghasilkan titik didih minimum pada sistim campuran itu. Contoh : sistem

    benzene etanol dan sistem aseton khloroform

    (Tim Kimia Fisik, 2014).

    Komposisi larutan dalam percobaan ini merupakan harga mol fraksi larutan untuk

    membuat diagram T X maka harga X ditentukan pada tiap titik didih dengan mengukur

    indeks biasnya pada beberapa komposisi tertentu dari larutan. hal ini dapat dilakukan

    dengan membuat grafik standar komposisi vs indeks bias terlebih dahulu. Misalnya

    mencampurkan a ml aseton dengan berat jenis 1 dengan b ml. Kloroform dengan berat

    jenis 2, maka komposisinya :

    X1 = (a 1/M1) / (a1/ M1) + (b2/M2)}

    Keterangan :

    M1 = berat molekul Aseton = 58

    M2 = Berat molekul kloroform = 119,5

    (Tim kimia fisik, 2014).

  • BAB 3. METODE PRAKTIKUM

    3.1 Alat dan Bahan

    3.1.1 Alat

    Piknometer

    Erlenmeyer

    Labu ukur

    Satu set alat destilat

    Pemanas

    Termometer

    Erlenmeyer

    Gelas beaker

    Gelas ukur

    3.1.2 Bahan

    Etanol

    Akuades

    3.2 Cara Kerja

    dibuat larutan etanol: aquades dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%,

    60%, dan 70% dengan volume 25 mL.

    diambil 10 mL untuk penentuan berat jenis menggunakan piknometer.

    didestilasi sisanya (15 mL) dan dicatat suhu untuk tetesan pertama destilat.

    diambil destilat dengan pipet lalu ditentukan konsentrasi alkohol menggunakan

    sensor alkohol beserta residunya untuk setiap konsentrasi.

    dibuat grafik standar komposisi lawan suhu

    Etanol dan akuades

    Aquades

    Hasil

    aquades

  • BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    Konsentrasi

    (%)

    Massa

    jenis(g/ml)

    Fraksi

    mol

    Titik didih

    (C)

    Kadar alkohol

    destilat(%)

    Kadar alkohol

    residu(%)

    10 0,829 0,0613 85 24,322 0,204

    20 0,900 0,149 83 43,927 1,426

    30 0,867 0,838 80 29,629 7,326

    40 0,775 0,721 75 24,780 21,877

    50 0,798 0,491 74 34,462 14,777

    60 0,744 0,684 70 36,429 33,291

    70 0,673 1,00 67 43,438 0

    Akuades 0,800 - 100 - -

    4.2 Pembahasasn

    Sistem biner merupakan sebuah larutan yang terdiri dari dua komponen yaitu pelarut

    dan zat terlarut. Pelarut merupakan komponen yang memiliki jumlah lebih besar,

    sedangkan zat terlarut adalah komponen dengan jumlah lebih kecil. Pelarut dan zat terlarut

    ini dapat membentuk kesetimbangan di dalam reaksinya bergantung dengan komponen di

    dalamnya. Percobaan ini tentang kesetimbangan uap-cair pada sistem biner.

    Kesetimbangan uap cair terbentuk apabila jumlah uap yang dihasilkann pada suatu

    komponen dan cairan sama.

    Tujuan percobaan ini adalah mempelajari larutan biner dengan membuat diagram

    temperature dan menentukan kadar alkoholnya. Bahan yang digunakan adalah alkohol

    (etanol) dan aquades untuk membuat sistem binernya. Etanol yang memiliki tiitk didih

    lebih rendah dibandingkan air akan menguap terlebih dahulu dan membentuk

    kesetimbangan uap-cair dengan aquades.

    Etanol yang digunakan adalah etanol 70%. Larutan ini mula-mula diencerkan dengan

    aquades menjadi konsentrasi 10 %, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%. Larutan etanol dengan

    masing-masing konsentrasi tersebut kemudian dihitung massa jenisnya dengan

    menggunakan piknometer. Massa yang dihitung adalah massa piknometer kosong terlebih

    dahulu kemudian dihitung massa piknometer yang diisi dengan etanol dengan masing-

    masing konsentrasi tersebut. Selisih yang didapatkan kemudian dibagi spek volume pada

    piknometer yaitu 9,735 cm3. Massa jenis ini kemudian digunakan untuk menentukan fraksi

  • mol dari masing-masing konsentrasi. Fraksi mol merupakan satuan konsentrasi yang

    menyatakan perbandingan antara jumlah mol salah satu komponen larutan (jumlah mol zat

    pelarut atau jumlah mol zat terlarut) dengan jumlah mol total larutan.

    Hasil yang didapatkan seharusnya semakin besar konsentrasi suatu larutan makan

    akam fraksi mol etanol juga semakin besar. Hal ini dikarenakan konsentrasi menunjukkan

    banyaknya jumlah etanol dalam larutan etanol dimana larutan etanol merupakan campuran

    etanol murni dengan air, sehingga konsentrasinya berbanding lurus dengan fraksi mol.

    Namun, hasil yang didapatkan pada percobaan ini tidak menunjukkan adanya

    kecenderungan peningkatan fraksi mol sebanding dengan konsentrasi. Hal ini disebabkan

    pengukuran massa piknometer dan massa larutan tidak dilakukan pengukuran massa yang

    lebih akurat dan tidak dilakukan presisi sehingga pengukuran massa piknometer kosong

    disamaratakan. Hasil dari pengukuran massa larutan tersebut mengalami kecenderungan

    naik turun. Faktor lain yang mungkin terjadi disebabkan piknometer yang digunakan tidak

    menggunkanan termometer sebagai penutup yang menyebabkan larutan etanol menguap

    khususnya dengan konsentrasi yang lebih besar sehingga massa etanol yang didapatkan

    mengalami pemurunan. Larutan etanol dengan konsentrasi yang lebih besar dapat

    mengalami penurunan disebabkan pada larutan dengan konsentrasi yang besar memiliki

    jumlah partikel yang banyak pula sehingga semakin banyak pula etanol yang akan mudah

    menguap.

    Larutan sebanyak kurang lebih 15 mL kemudian didistilasi. Distilasi merupakan

    proses dimana pemisahan dua komponen dalam larutan biner yang berdasarkan perbedaan

    titik didih. Komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih

    dahulu. Uap yang dihasilkan akan memasuki kondensor. Kondensor berfungsi sebagai

    pendingin uap, sehingga akan mengubah uap dari komponen yang lebih volatil menjadi

    menjadi wujud cair kembali. Uap yang telah mencair kembali ini akan mengalir dan

    tertampung di dalam labu distilat yang pada percobaan ini menggunakan erlenmeyer.

    Selama proses distilasi diamati suhu pada saat distilat menetes untuk pertama kalinya.

    Suhu ini dicatat sebagai titik didih komponen volatil. Proses distilasi ini dilakukan mulai

    dari konsentrasi terendah.

    Hasilnya adalah titik didih etanol mengalami penurunan seiring bertambahnya konsentrasi.

    Hal ini disebabkan larutan dengan konsentrasi yang rendah mengandung sedikit yang

    terlarut dan memiliki jumlah pelarut yang lebih banyak sehingga titik didihnya lebih

    cenderung lebih tinggi karena jumlah aquades yang merupakan pelarut memiliki titik didih

    100C dan hasilnya akan sedikit lebih rendah dibawah titik didih air. Larutan dengan

  • konsentrasi yang lebih tinggi memiliki jumlah zat terlarut yang lebih banyak dan akan

    menurunkan titik didih larutan lebih besar sehingga titik didih akan mengalami penurunan

    seiring bertambahnya konsentrasi. Hasil yang didapatkan ini seharusnya linier yang

    menunjukkan penurunan titik didih etanol terhadap peningkatan konsentrasi (dengan

    peningkatan fraksi mol yang semakin banyak pula). Penurunan titik didih tersebut dapat

    dilihat dalam grafik di bawah ini,

    Grafik 4.1 Kurva Hubungan Fraksi Mol terhadap Suhu

    Proses distilasi kemudian dilanjutkan dengan uji kadar alkohol. Uji kadar alkohol ini

    dilakukan pada distilat dan residu etanol pada masing-masing konsentrasi. Distilat

    merupakan hasil distilasi dimana berisi komponen yang lebih volatil yaitu etanol. Tren

    hubungan antara fraksi mol etanol dengan kadar alkohol adalah berbanding lurus. Fraksi

    mol etanol yang semakin besar memiliki kadar alkohol dalam distilat juga makin besar

    karena titik didihnya makin rendah (Atkins, 1996). Hal ini disebabkan semakin besar

    konsentrasinya maka semakin banyak volume atau zat terlarut di dalam larutan sehingga

    semakin banyak distilat yang dihasilkan. Hasil kadar alkohol terhadap faksi mol dapat

    dilihat pada grafik di bawah ini,

    y = -14,959x + 84,715 R = 0,6146

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    0 0,5 1 1,5

    Suh

    u (

    C)

    Fraksi mol (X)

    Hubungan fraksi mol dengan temperatur

    Series1

    Linear (Series1)

  • Grafik 4.2 Hubungan Kadar Alkohol dalam Destilat terhadap Fraksimol

    Uji kadar alkohol juga dilakukan pada residu. Kadar alkohol pada residu akan

    menurun seiring dengan semakin besarnya fraksi mol etanol. Hal ini dikarenakan semakin

    besar fraksi mol etanol maka semakin banyak etanol yang berubah menjadi uap dan

    dikondensasikan kemudian tertampung pada labu distilat, sehingga menyebabkan residu

    minim mengandung etanol dan hanya tersisa air (Atkins, 1996). Hubungan kadar alkohol

    dalam residu terhadap fraksi mol ditunjukkan pada grafik di bawah ini,

    Grafik 4.3 Hubungan Kadar Alkohol dalam Residu terhadap Fraksi Mol

    y = 3,3662x + 31,959 R = 0,0213

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

    %al

    koh

    ol d

    est

    ilat

    Fraksi mol

    Hubungan Kadar Alkohol (distilat) terhadap Fraksi Mol

    Series1

    Linear (Series1)

    y = 10,491x + 5,3601 R = 0,0832

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    0 0,5 1 1,5

    %al

    koh

    ol r

    esi

    du

    Fraksi mol

    Hubungan fraksi mol dengan residu

    Series1

    Linear (Series1)

  • Namun, pada hasil percobaan didapatkan hasil yang nilai yang naik turun dan tidak

    sesuai dengan literatur yang ada. Hal ini terjadi disebabkan kesalahan praktikan. Kesalahan

    tersebut antara lain pengukuran massa piknometer kosong tidak dicatat secara pasti pada

    masing-masing konsentrasi. Hal tersebut berpengaruh pada fraksi mol yang didapatkan

    sehingga fraksi mol yang seharusnya meningkat justru mengalami naik turun. Proses

    distilasi yang seharusnya dilakukan mulai pada konsentrasi yang lebih rendah terhadap

    konsentrasi yang lebih tinggi tidak dilakukan. Konsentrasi 20% dilakukan di akhir proses

    distilasi sehingga mempengaruhi hasil sensornya. Kesalahan ini seharusnya bisa dihindari

    apabila praktikan lebih hati-hati dan teliti dalam melakukan pengukuran.

  • BAB 5. PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Adapun kesimpulan yang didapatkan pada percobaan ini adalah,

    1. Larutan etanol dan air merupakan larutan biner yang dapat membentuk kesetimbangan

    uap cair.

    2. Kadar alkohol yang didapatkan seharusnya mengalami peningkatan pada destilat dan

    mengalami penurunan pada residu.

    5.2 Saran

    Adapun saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah

    1. Praktikan harus hati-hati dan tidak boeh ceroboh dalam menggunakan alat.

    2. Pengukuran massa piknometer dilakukan setiap pengukuran massa pada setiap

    konsentrasi.

    3. Proses distilasi dilakukan mulai dari konsentrasi terendah.

    4. Pengukuran kadar etanol menggunakan sensor sebaiknya dilakukan mulai dari

    konsentrasi terkecil.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Alberty, A. R.1987. Kimia Fisika Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga.

    Atkins, P. W.1999. Kimia Fisika Jilid 2.Jakarta: Erlangga.

    Bird, Tony. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

    Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.

    Material Safety data Sheet. 2014. Ethanol MSDS . [Serial Online]. http://www.

    sciencelab.com/ msds.php?msdsId=78675455. [diakses pada tanggal 20 Oktober

    2014].

    Material Safety data Sheet. 2014. Aquades MSDS. [Serial Online]. http://www.

    sciencelab.com/msds.php?msdsId=5656478. [diakses pada tanggal 20 Oktober

    2014].

    Petrucci, Ralp H. 1992. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga.

    Soekardjo. 1989. Kimia Fisik. Jakarta : PT Rineka Cipta.

    Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid II. Jakarta : Erlangga.

    Tim Penyusun Kimia Fisik. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember: Universitas

    Jember.

  • LAMPIRAN

    1.PENGENCERAN

    a. 10% etanol

    M1 . V1 = M2 . V2

    70 . V1 = 10 . 25

    V1 =

    V1 = 3,6 mL

    b. 20% etanol

    M1 . V1 = M2 . V2

    70 . V1 = 20 . 25

    V1 =

    V1 = 7,1 mL

    c. 30% etanol

    M1 . V1 = M2 . V2

    70 . V1 = 30 . 25

    V1 =

    V1 = 10,7 mL

    d. 40% etanol

    M1 . V1 = M2 . V2

    70 . V1 = 40 . 25

    V1 =

    V1 = 14,1 mL

    e. 50% etanol

    M1 . V1 = M2 . V2

    70 . V1 = 50 . 25

    V1 =

    V1 = 17,8 mL

    f. 60% etanol

    M1 . V1 = M2 . V2

    70 . V1 = 60 . 25

    V1 =

    V1 = 21,4 mL

    g. 70% etanol

    M1 . V1 = M2 . V2

    70 . V1 = 70 . 25

    V1 =

    V1 = 25 mL

    MASSA JENIS

    a. 10% etanol

    b. 20% etanol

    c. 30% etanol

    d. 40% etanol

  • e. 50% etanol

    f. 60% etanol

    g. 70% etanol

    h. Akuades

    C. Fraksi Mol

    Konsentrasi

    (10%)

    Volume alkohol yang

    ditambahkan (mL) Volume akuades

    10 3,6 21,4

    20 7,1 17,9

    30 10,7 14,3

    40 14,1 10,9

    50 17,8 7,2

    60 21,4 3,6

    70 25 0

    a. Etanol (alkohol) 10%

  • = 0,0613

    b. Etanol (alkohol) 20%

    = 0,149

    c. Etanol (alkohol) 30%

    = 0,838

    d. Etanol (alkohol) 40%

    = 0,721

  • e. Etanol (alkohol) 50%

    = 0,491

    f. Etanol (alkohol) 60%

    = 0,684

    g. Etanol (alkohol) 70%

    =

    = 1

  • Uji kadar alkohol

    Komposi

    si etanol

    (%)

    Komposisi alkohol

    Residu

    Komposisi alkohol

    Destilat

    10 24,322 0,204

    20 43,927 1,426

    30 29,629 7,326

    40 24,780 21,877

    50 34,462 14,777

    60 36,429 33,291

    70 43,438 0

    Grafik:

    y = 3,3662x + 31,959 R = 0,0213

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    0 0,5 1 1,5

    %al

    koh

    ol d

    est

    ilat

    Fraksi mol

    Hubungan fraksi mol dengan destilat

    Series1

    Linear (Series1)

  • y = 10,491x + 5,3601 R = 0,0832

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    0 0,5 1 1,5

    %al

    koh

    ol r

    esid

    u

    Fraksi mol

    Hubungan fraksi mol dengan residu

    Series1

    Linear (Series1)

    y = -14,959x + 84,715 R = 0,6146

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    0 0,5 1 1,5

    tem

    pe

    ratu

    r

    Fraksi mol

    Hubungan fraksi mol dengan temperatur

    Series1

    Linear (Series1)