Upload
yulia-devina
View
231
Download
2
Embed Size (px)
LAPORAN KASUS
PASIEN DENGAN CVA INFARK
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Neurologi
Di RST Dr. Soedjono Magelang
Disusun oleh:
Yulia Devina Suci Kusumastrini
01.209.6050
Pembimbing:
Letkol CKM dr. Heriyanto, SpS
BAGIAN ILMU SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
CVA INFARK
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Neurologi
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono
Disusun Oleh :
Yulia Devina Suci
1120221152
Telah Diseteujui Dan Dipresentasikan Pada Tanggal : November 2013
Magelang, November 2013
Dosen Pembimbing,
Letkol (CKM) dr. HERIYANTO, SpS
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan pada Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul CVA INFARK.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Neurologi Rumah
Sakit Tk. II Dr. Soedjono periode 28 Oktober 2013 – 23 November 2013.
Dalam usaha penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Letkol (CKM) dr. Heriyanto, SpS selaku pembimbing dalam penyusunan
makalah ini, paramedik serta seluruh staf di SMF Neurologi dan semua pihak yang turut
membantu dalam penyusunan makalah ini, serta kepada teman – teman yang selalu ada untuk
berbagi dalam berbagai hal.
Saya menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati saya menerima semua saran dan kritik yang
membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Magelang, November 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk gangguan serebrovaskuler, termasuk
infark cerebral, perdarahan intracerebral dan perdarahan subarahnoid. Menurut WHO (World
Health Organization), stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang
terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguang peredaran darah otak.
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.
Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia
menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta
orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen.
Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke
merupakan penyebab utama cacat menahun. Penggolongannya adalah 65-85% merupakan
stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik)
dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Tahun 2005
dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥ 18
tahun.
Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang
memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000
penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas
tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di
Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di
Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik
lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor risiko yang memicu
tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-
modifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic
Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral
kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia (PERDOSSI, 2004).
BAB II
STATUS PASIEN
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Suwarsih
Usia : 65 tahun
Tanggal Lahir : 8 Juni 1943
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pangangan RT 03 RW 012. Kel. Wates Kec. Mageang Utara,
Magelang
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 1 November 2013 pukul 08.00
I.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD dengan penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan penurunan kesadaran setelah terjatuh di kamar mandi 1 jam
sebelum masuk Rumah Sakit. Sesampainya di IGD pasien mengalami kejang ± 1
menit.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun pasien tidak mengetahui secara pasti
waktu pertama kali tekanan darahnya tinggi. Pasien mengatakan memiliki riwayat
stroke kurang lebih 5 bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus.
Riwayat Pengobatan :
Pasien mengatakan bahwa berobat ke puskesmas Ngablak dan ketika disana
pasien dipasang kateter, namun pasien dirawat di rumah saja. Keluarga pasien
maupun pasien tidak mengetahui jenis obat-obat yang diberikan di puskesmas.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak mengetahui adanya riwayat hipertensi dan stroke di keluarganya.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit berat.
Kesadaran/GCS : SoporoComa, E4VxMx
Tanda Vital :
Tekanan darah : 180/100
Nadi : 108 kali/menit
Pernafasan : 16 kali/menit
Suhu : 36.50 C
Suhu Rectal : 37.40 C
STATUS LOKALISATA
Kepala :
Pupil : Isokor, diameter 3 mm
Sianosis : -
Dispneu : -
Konjungtiva anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-
Leher :
Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal.
Thoraks :
Bentuk : Normochest, retraksi (-).
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Redup. Batas jantung dalam batas normal.
o Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-)
Paru :
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri.
o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-.
Abdomen :
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : Bising usus (+) 6 kali/menit.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran, tidak
ada nyeri tekan.
Perkusi : Timpani.
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin.
Ekstremitas Inferior
o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri.
o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin.
STATUS NEUROLOGI
GCS : E4VxMx
TANDA MENINGEAL :
Kaku kuduk : -
Kernig : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Brudzinski III : -
Brudzinski IV : -
NERVUS CRANIALIS :
1. N. Olfaktorius (N. I)
a. Pemeriksaan bau : DBN
2. N. Optikus (N. II)
a. Warna : Tidak dilakukan
b. Funduskopi : Tidak dilakukan
c. Tajam penglihatan : DBN
d. Lapang pandang (visual field) : DBN
3. N. Okulomotorius, N. Troklearis, N. Abducen (N. III, N. IV, N.VI)
a. Kedudukan bola mata saat diam : DBN
b. Gerakan bola mata : DBN
c. Pupil :
Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN
Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+
Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN
4. N. Trigeminus (N. V)
a. Sensorik : DBN
b. Motorik :
Merapatkan gigi : DBN
Buka mulut : DBN
Menggerakkan rahang : DBN
Menggigit tongue spatel kayu : Tidak dilakukan
c. Refleks :
Kornea : DBN
Maseter/mandibula : -
5. N. Facialis (N. VII)
a. Sensorik : DBN
b. Motorik :
Kondisi diam : Simetris
Kondisi bergerak :
a) Musculus frontalis : DBN
b) Musculus korugator supersili : DBN
c) Musculus nasalis : DBN
d) Musculus orbicularis oculi : DBN
e) Musculus orbicularis oris : DBN
f) Musculus zigomaticus : DBN
g) Musculus risorius : DBN
h) Musculus bucinator : DBN
i) Musculus mentalis : DBN
j) Musculus plysma : DBN
Sensorik khusus
a) Lakrimasi : Tidak dilakukan
b) Refleks stapedius : Tidak dilakukan
c) Pengecapan 2/3 anterior lidah : Tidak dilakukan
6. N. Stato-akustikus (N. VIII)
a. Suara bisik : DBN
b. Arloji : DBN
c. Garpu tala : Tidak dilakukan
d. Nistagmus : Tidak dilakukan
e. Tes Kalori : Tidak dilakukan
7. N. Glosopharingeus, N. Vagus (N. IX, N. X)
a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat : Uvula simetris
b. Inspeksi oropharing saat berfonasi : Uvula simetris
c. Refleks : Tidak dilakukan
d. Sensorik khusus :
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan
e. Suara serak atau parau : (-)
f. Menelan :
Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat : (-)
8. N. Acesorius (N. XI)
a. Kekuatan m. Trapezius : DBN
b. Kekuatan m. Sternokleidomastoideus : DBN
9. N. Hipoglosus (N. XII)
a. Keadaan diam : Lidah deviasi ke kiri
b. Keadaan gerak : Lidah deviasi ke kanan
PEMERIKSAAN MOTORIK
1) Observasi : DBN
2) Palpasi : Konsistensi otot kenyal
3) Perkusi : DBN
4) Tonus : DBN
5) Kekuatan otot :
5 0
5 0
a. Ekstremitas atas :
M. deltoid : +5/ 0
M. biceps brakii : +5/ 0
M. triceps : +5/ 0
M. brakioradialis : +5/ 0
M. pronator teres : +5/ 0
Genggaman tangan : +5/ 0
b. Ekstremitas bawah :
M. iliopsoas : +5 / 0
M. kwadricep femoris : +5 / 0
M. hamstring : +5 / 0
M. tibialis anterior : +5 / 0
M. gastrocnemius : +5 / 0
M. soleus : +5 / 0
PEMERIKSAAN SENSORIK
1) Eksteroseptik/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : DBN
2) Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : DBN
3) Kombinasi :
a. Stereognosis : Tidak dilakukan
b. Barognosis : Tidak dilakukan
c. Graphestesia : DBN
d. Sensory extinction : DBN
e. Loss of body image : (-)
f. Two point tactile discrimination : DBN
REFLEKS FISIOLOGIS
1) Refleks Superficial
a. Dinding perut /BHR : Tidak dilakukan
b. Cremaster : -
2) Refleks tendon/periostenum
a. BPR / Biceps : +2 / +2
b. TPR / Triceps : +2 / +2
c. KPR / Patella : +2 / +2
d. APR / Achilles : +2 / +2
e. Klonus :
Lutut/patella : -/-
Kaki/ankle : -/-
REFLEKS PATOLOGIS
a. Babinski : -/-
b. Chaddock : - / -
c. Oppenheim : - / -
d. Gordon : - / -
e. Schaeffer : - / -
f. Gonda : - / -
g. Stransky : - / -
h. Rossolimo : - / -
i. Hoffman : - / -
j. Tromner : - / -
k. Mendel-Bechtrew: - / -
REFLEKS PRIMITIF
a. Grasp refleks : - / -
b. Palmo-mental refleks : - / -
PEMERIKSAAN SEREBELLUM
a. Koordinasi
Asinergia /disinergia : (-)
Diadokinesia : (-)
Metria : (-)
Tes memelihara sikap
Rebound phenomenon : Sulit dievaluasi
Tes lengan lurus : Sulit dievaluasi
b. Keseimbangan
Sikap duduk : Sulit dievaluasi
Sikap berdiri :
Wide base / broad base stance : Sulit dievaluasi
Modifikasi Romberg : Sulit dievaluasi
Dekomposisi sikap : Sulit dievaluasi
Berjalan / gait :
Tendem walking : Sulit dievaluasi
Berjalan memutari kursi / meja : Sulit dievaluasi
Berjalan maju-mundur : Sulit dievaluasi
Lari ditempat : Sulit dievaluasi
c. Tonus : DBN
d. Tremor : (-)
PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
1. Aphasia : (-)
2. Alexia : (-)
3. Apraksia : (-)
4. Agraphia : (-)
5. Akalkulia : (-)
6. Fingeragnosia : (-)
7. Right-left disorientation : (-)
TES SENDI SACRO-ILIACA
a. Patrick’s : -/-
b. Contra patrick’s : -/-
TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS
a. Laseque : -/-
b. Sicard’s : -/-
c. Bragard’s : -/-
d. Minor’s : Sulit dievaluasi
e. Neri’s : Sulit dievaluasi
f. Door bell sign : -/-
g. Kemp test : Sulit dievaluasi
PEMERIKSAAN DISARTRIA
a. Labial : DBN
b. Palata : DBN
c. Lingual : DBN
I.4 RESUME
Pasien Perempuan usia 70 tahun datang ke IGD tanggal 1 November 2013 pukul
08.00 dengan keluhan penurunan kesadaran setelah terjatuh di kamar mandi. Pasien
mengatakan bahwa 3 hari SMRS pasien ke puskesmas dan dipasang kateter. Pasien
mengeluh lemas pada bagian tubuh sebelah kanan kurang lebih 5 bulan terakhir dan
aktivitas pasien hanya di tempat tidur. Pasien tidak mengeluhkan pusing, mual maupun
muntah. Keluarga pasien dan pasien menyangkal adanya riwayat trauma sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan stroke. Namun pasien tidak mengetahui tentang
riwayat diabetes melitus karena tidak pernah memeriksakan diri.
I.5 ASSESSMENT
1) Klinis : Hemiplegi sinistra, Kejang focal, Hipertensi, Diabetes Melitus,
Dislpidemia
2) Topis : Hemisfer cerebri dextra
3) Siriraj Stroke Score (SSS) : -1
4) Etiologi : CVA infark.
DD :
CVA Bleeding
Tumor kepala
I.6 PLANNING
1) Planning Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium darah
Darah lengkap
Fungsi ginjal
Fungsi hati
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 1 November 2013
Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi WBC 13,8 3,5 – 10,0 x 103 /uL RBC 4.65 3,50 – 5,50 x 106 /mm3 NHGB 13,2 11,0 – 15,0 NHCT 37.9 36,0 – 48,0 % NMCV 81 80,0 – 99,0 fL N
MCH 28.4 26,5 – 32,0 Pg NMCHC 34,9 32,0 – 36,0 g/dL NPLT 292 150-450 x 103 /uL NMPV 8.1 6,5 - 10,4 um3 NPDW 12.8 10,0 – 15,0 Fl NPCT 0,237 0,10 – 0,28 % NRDW 13.8 11,5 – 15,0 %
Pemeriksaan Hasil Batas Normal InterpretasiLYM% 30.8 20,0 – 40,0 % NMON% 4.9 4,0 – 10,0 L % NGRAN% 64,3 43,0 – 76,0 % NLYM# 4.2 1,2 – 3,2 x 103 /uL MON# 0,6 0,3 – 0,8 x 103 /uL NGRAN# 9.0 2,0 – 6,8 x 103 /uL
Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi GLUKOSA 251 70 – 115 mg/dL KOLESTEROL 299 0 - 200 TRIGLISERID 447 0 - 150 UREUM 36 8 – 50 mg/dL NKREATININ 0.9 0 – 1,3 mg/dL NASAM URAT 6.3 2.3 – 8.2 NSGOT 92 3 – 35 U/L NSGPT 96 8 – 41 U/L N
b. Pemeriksaan penunjang : CT Scan kepala tanpa kontras
Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala Tanpa Kontras Tanggal 1
November 2013
Kesan :
Lacunar infark cerebri ganglia basalis dan corona radiata sinistra
Hygroma subdural (minimal) bifronto-parietalis
Diagnosis Klinis : Suspek CVA Infark
2) Planning Terapi
Infus NS 14 tpm
Inj. Phenitoin 3 x 1 dalam NS 50 cc, 5 – 10 menit
Inj. Brainact 500 mg 4 x1
Inj. Lapibal 1 amp dalam 9 cc
Inj. Extrase 2 x 1
Bila kejang inj. Valium dalam ± 2 menit
Inj. Neurotam 4 x 3
Inj. Tamoliv 3 x 1 fl dalam 15 menit b/ panas
Inj. Ciprofloxacin 2 x 1 fl dalam 15 menit
Per oral :
o Tonicard 3 x 1
o B6 3 x 1
o Vaceo 1 x 1
3) Planning Monitoring
Observasi keadaan umum
Observasi tanda vital
Observasi kejang
4) Edukasi
Menjelaskan penyakit yang diderita.
Posisi berbaring 300
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap
dalam keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Follow Up
Tanggal S O A P1 -11 – 2013 - Kejang
- Ekstremitas sinistra tidak dapat digerakkan
- Sakit kepala (-)- Muntah (-)- Makan/minum -/-- BAB/BAK belum
Keadaan Umum : sakit berat Kesadaran : SoporoComa, E4VxMx Tanda Vitalo TD : 180/100 mmHg
o N : 106 x/menit
o RR : 16 x/menit
o S rectal : 37.40 C
Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu
(-) Thoraks
Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal.
o Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur
(-). Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-
kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-. Abdomen :
Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia
Topis : Hemisfer Cerebri Dextra
Etiologi : CVA Infark hari ke-1
Terapi Infus NS 14 tpm
Inj. Phenitoin 3 x 1
dalam NS 50 cc, 5 –
10 menit
Inj. Brainact 500 mg
4 x1
Inj. Lapibal 1 amp
dalam 9 cc
Inj. Extrase 2 x 1
Bila kejang inj.
Valium dalam ± 2
menit
Inj. Neurotam 4 x 3
Inj. Tamoliv 3 x 1 fl
dalam 15 menit b/
panas
Inj. Ciprofloxacin 2
x 1 fl dalam 15
menit
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak
teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas : Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin
Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.
o Akral dingin.
Motorik : 5 | 0 5 | 0 Sensorik : dbn R. Fisiologis :
BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2
R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-Oppenheim -/-
Per oral :
o Tonicard 3 x 1
o B6 3 x 1
o Vaceo 1 x 1
Monitoring Observasi keadaan
umum. Observasi tanda vital. Observasi kejang
Edukasi Posisi berbaring 300
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Tanggal S O A P
2-11 – 2013 - Kejang (-)- Ekstremitas
sinistra lemah- Panas (-)- Pusing (-)- Muntah (-)- Makan/minum
+/+- BAB (+) BAK (+)
Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E4V5M6
Tanda Vitalo TD : 170/70 mmHg
o N : 90 x/menit
o RR : 20 x/menit
o S : 36,20 C
Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dispneu (-) Thoraks
Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas
normal.o Auskultasi : S1 > S2, reguler,
murmur (-). Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris
kanan-kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-. Abdomen :
Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia
Topis : Hemisfer Cerebri Dextra
Etiologi : CVA Infark hari ke-2
Terapi Infus NS 14 tpm
Inj. Phenitoin 3 x 1
dalam NS 50 cc, 5 –
10 menit
Inj. Brainact 500 mg
4 x1
Inj. Lapibal 1 amp
dalam 9 cc
Inj. Extrase 2 x 1
Bila kejang inj.
Valium dalam ± 2
menit
Inj. Neurotam 4 x 3
Inj. Tamoliv 3 x 1 fl
dalam 15 menit b/
panas
Inj. Ciprofloxacin 2 x
1 fl dalam 15 menit
Per oral :
o Tonicard 3 x 1
o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien
tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas : Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Motorik : 5 | 0 5 | 0 Sensorik : dbn R. Fisiologis :
BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2
R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-Oppenheim -/-
o B6 3 x 1
o Vaceo 1 x 1
Monitoring Observasi keadaan
umum. Observasi tanda vital. Observasi Kejang
Edukasi Posisi berbaring 300
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Tanggal S O A P3–11 - 2013 - Kejang (-)
- Ekstremitas sinistra lemah
- Panas (-)- Pusing (-)- Muntah (-)- Makan/minum
+/+- BAB (+) BAK (+)
Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E4V5M6
Tanda Vitalo TD : 130/70 mmHg
o N : 84 x/menit
o RR : 20 x/menit
o S : 36,20 C
Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dispneu (-) Thoraks
Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas
normal.o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-).
Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris
kanan-kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-. Abdomen :o Inspeksi : Datar.
Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia
Topis : Hemisfer Cerebri Dextra
Etiologi : CVA Infark hari ke-3
Terapi Infus NS 14 tpm
Inj. Phenitoin 3 x 1
dalam NS 50 cc, 5 –
10 menit
Inj. Brainact 500 mg
4 x1
Inj. Lapibal 1 amp
dalam 9 cc
Inj. Extrase 2 x 1
Bila kejang inj.
Valium dalam ± 2
menit
Inj. Neurotam 4 x 3
Inj. Tamoliv 3 x 1 fl
dalam 15 menit b/
panas
Inj. Ciprofloxacin 2 x
1 fl dalam 15 menit
Per oral :
o Tonicard 3 x 1
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien
tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas : Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Motorik : 5 | 4 5 | 1 Sensorik : dbn R. Fisiologis :
BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2
R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-Oppenheim -/-
o B6 3 x 1
o Vaceo 1 x 1
Monitoring Observasi keadaan
umum. Observasi tanda vital.
Edukasi Posisi berbaring 300
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Tanggal S O A P4 -11 – 2013 - Kejang (-)
- Ekstremitas sinistra lemah
- Panas (-)- Pusing (-)- Muntah (-)- Makan/minum
+/+- BAB (+) BAK (+)
Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E4V5M6
Tanda Vitalo TD : 180/100 mmHg
o N : 84 x/menit
o RR : 20 x/menit
o S : 36,80 C
Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dispneu (-) Thoraks
Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas
normal.o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-).
Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris
kanan-kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-. Abdomen :o Inspeksi : Datar.
Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia
Topis : Hemisfer Cerebri Dextra
Etiologi : CVA Infark hari ke-3
Terapi Infus NS 14 tpm
Inj. Phenitoin 3 x 1
dalam NS 50 cc, 5 –
10 menit
Inj. Brainact 500 mg
4 x1
Inj. Lapibal 1 amp
dalam 9 cc
Inj. Extrase 2 x 1
Bila kejang inj.
Valium dalam ± 2
menit
Inj. Neurotam 4 x 3
Inj. Tamoliv 3 x 1 fl
dalam 15 menit b/
panas
Inj. Ciprofloxacin 2 x
1 fl dalam 15 menit
Per oral :
o Tonicard 3 x 1
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien
tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas : Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Motorik : 5 5 5 4 Sensorik : dbn R. Fisiologis :
BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2
R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-Oppenheim -/-
o B6 3 x 1
o Vaceo 1 x 1
Monitoring Observasi keadaan
umum. Observasi tanda vital Observasi Kejang
Edukasi Posisi berbaring 300
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Tanggal S O A P5 -11 – 2013 - Kejang (-)
- Ekstremitas sinistra lemah
- Panas (-)- Pusing (-)- Muntah (-)- Makan/minum
+/+- BAB (+) BAK (+)
Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E4V5M6
Tanda Vitalo TD : 180/100 mmHg
o N : 84 x/menit
o RR : 20 x/menit
o S : 36,80 C
Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dispneu (-) Thoraks
Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.
o Perkusi : Batas jantung dalam batas
normal.o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-).
Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris
kanan-kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.
o Perkusi : Sonor +/+.
o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-.
Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia
Topis : Hemisfer Cerebri Dextra
Etiologi : CVA Infark hari ke-35
Terapi Infus NS 14 tpm
Inj. Phenitoin 3 x 1
dalam NS 50 cc, 5 –
10 menit
Inj. Brainact 500 mg
4 x1
Inj. Lapibal 1 amp
dalam 9 cc
Inj. Extrase 2 x 1
Bila kejang inj.
Valium dalam ± 2
menit
Inj. Neurotam 4 x 3
Inj. Tamoliv 3 x 1 fl
dalam 15 menit b/
panas
Inj. Ciprofloxacin 2 x
1 fl dalam 15 menit
Abdomen :o Inspeksi : Datar.
o Auskultasi : Bising usus (+).
o Palpasi : Supel, hepar dan lien
tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.
Ekstremitas : Ekstremitas Superior
o Tidak tampak adanya edema dari
carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada
kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.
o Akral hangat.
Motorik : 5 5 5 5 Sensorik : dbn R. Fisiologis :
BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2
R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-
Per oral :
o Tonicard 3 x 1
o B6 3 x 1
o Vaceo 1 x 1
Monitoring Observasi keadaan
umum. Observasi tanda vital Observasi Kejang
Edukasi Posisi berbaring 300
Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.
Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Oppenheim -/-
BAB III
DASAR TEORI
DEFINISI
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok
Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular
Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-
tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai
dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989).
Sedangkan definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah manifestasi klinis
dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung
dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa
ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998).
Dari definisi diatas dapat kita simpulkan hal – hal yang harus kita perhatikan dalam
mendiagnosis suatu penyakit stroke ialah :
1. Adanya defisit neurologis yang sifatnya fokal atau global
2. Onset yang mendadak
3. Semata – mata akibat terganggunya peredaran darah di otak karena ischemic
atau perdarahan
4. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian
Hal di atas sangat penting diperhatikan karena banyak sekali penyakit yang berhubungan
dengan otak yang menimbulkan gejala yang serupa dengan stroke (stroke like syndrome).
EPIDEMOLOGI
Prevalensi stroke pada orang dewasa diatas 20 tahun pada tahun 2006 adalah
6.400.000 ( sekitar 2.500.000 pada jenis kelamin laki – laki dan wanita 3.900.000 pada
wanita). (NHANES 2003 – 06 dan NHLBI)
Setiap tahun sekitar 795.00 orang mengalami stroke. Sekitar 610.000 merupakan
serangan pertama dan 185.000 merupakan serangan ulang.(GCNKSS,NINDS,NHLBI)
Jika dirata – ratakan setiap 40 detik seseorang di Amerika Serikat terkena stroke.
(AHA compution based dari data terakhir)
Setiap tahun bertambah sekitar 55.000 wanita yang terkena stroke dibandingkan
dengan pria.(GCNKSS, NINDS)
Insidensi stroke pada pria lebih besar dari pada wanita saat usia muda namun tidak
pada usia tua. Rasio insidensi stroke pria/wanita pada usia 55-64 tahun adalah 1,25; pada usia
65 – 74 adalah 1,50; pada usia 75 – 84 adalah 1,07 dan pada usia diatas 85 tahun adalah 0,76.
(ARIC dan CHS studies)
Dari semua stroke, 87% merupakan stroke ischemic, 10% adalah perdarahan
intracerebral, dan 3 % adalah perdarahan subarachnoid.(GCNKSS,NINDS)
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.
Di Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari 1 Januari 1991 sampai
dengan 31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut : (1) angka insidensi stroke adalah
84,68 per 10.000 penduduk, (2) angka insidensi stroke wantia adalah 62,10 per 100.000
penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per 100.000 penduduk, (3) angka insidensi kelompok
umur 30 – 50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk, kelompok umur 51 – 70 tahun
adalah 142,37 per 100.000 penduduk; kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000
penduduk, (4) proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke
perdarahan intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarakhnoid (Lamsudin, 1998).
Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data
jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai
dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45
– 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien
perempuan 46,2% (Misbach, 1999).
Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, stroke menempati urutan pertama (52,5%) dari
semua penderita yang masuk rumah sakit di Bagian Ilmu Penyakit Saraf, dan angka
kematiannya 18,4% untuk stroke trombotik, serta 56,4% untuk perdarahan intraserebral
(Widjaja, 1999). Sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi mortalitas stroke
yang tertinggi adalah stroke perdarahan intra-serebral. Mortalitas untuk stroke jenis ini
sebesar 51,2% dari seluruh penderita stroke jenis ini. Kemudian disusul oleh stroke
perdarahan subarakhnoidal (46,7%) dan stroke iskemik akut atau infark (20,4%) dari jumlah
masing- masing jenis stroke tersebut (Lamsudin, 1998).
VASKULARISASI OTAK
1. Peredaran Darah Arteri
Otak menerima darah yang dipompakan dari jantung melalui arkus aorta yang
mempunyai 3 cabang, yaitu arteri brakhiosefalik (arteri innominata), arteri karotis komunis
kiri dan arteri subklavia kiri. Arteri brakhiosefalik dan arteri karotis komunis kiri berasal dari
bagian kanan arkus aorta. Arteri brakhiosefalik selanjutnya bercabang dalam arteri karotis
komunis kanan dan arteri subklavia kanan. Arteri karotis komunis kiri dan kanan masing-
masing bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna (kiri dan kanan) dan arteri
subklavia kiri dan kanan masing-masing mempunyai salah satu cabang yaitu vertebralis kiri
dan kanan. Aliran darah ke otak yang melalui arteri vertebralis berserta cabang-cabangnya
disebut sistem vertebrobasiler, dan yang melalui arteri karotis interna beserta cabang-
cabangnya disebut sistem karotis.1,2 Sistem karotis terdiri dari tiga arteri mayor, yaitu arteri
karotis komunis, karotis interna, dan karotis eksterna.3
Berikut ini merupakan gambar dari peredaran darah arteri mulai dari aorta sampai ke
arteri karotis interna.4
Gambar 1. Anatomi Peredaran Darah Arteri. 4
Gambar 2. Sistem Carotis. 5
Gambar 3. Vaskularisasi serebral 2
2. Anatomi Sistem Karotis
Sistem karotis memperdarahi mata, ganglia basalis, sebagian besar hipotalamus, dan
lobus frontalis, lobus parietalis, serta sebagian besar lobus temporal serebrum.6 Pada tingkat
kartilago tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna dan interna.7
Arteri Karotis Interna
Batang arteri karotis interna terbagi menjadi empat bagian, yaitu: 7
1. Pars servikalis
Berasal dari arteri karotis komunis dalam trigonum karotikum sampai ke dasar
tengkorak.
2. Pars petrosa
Terletak di dalam os petrosum bersama-sama dengan pleksus venosus karotikus
internus. Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di sisi depan ujung puncak piramid
pars petrosa hanya dipisahkan dari ganglion trigeminal yang terletak disisi lateral oleh
septum berupa jaringan ikat atau menyerupai tulang pipih.
3. Pars kavernosa
Melintasi ujung sinus kavernosus, membentuk lintasan berliku menyerupai huruf "S"
yang sangat melengkung, dinamakan Karotissphon. Di sisi medial, pars kavernosa
terletak berdekatan badan tulang baji di dalam suatu slur mendatar yang membentang
sampai dengan dasar prosesus klinoidesus anterior.
4. Pars serebralis
Dalam lamela duramater kranial arteri ini membentuk cabang arteri oftalmika, yang
segera membelok ke rostral dan berjalan di bawah nervus optikus dan ke dalam orbita.
Pembuluh darah ini berakhir pada cabang-cabang yang memberi darah kulit dari
dahi, pangkal hidung dan kelopak mata dan beranastomosis dengan arteri fasialis serta
arteri maksilaris interna, yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna.2
Cabang-cabang arteri karotis interna beserta fungsinya yaitu sebagai berikut:1,7
1. Pars petrosa
Arteri karotikotimpani, memperdarahi bagian anterior dan medial dari telinga
tengah.
2. Pars kavernosa
Arteri kavernosa, memperdarahi hipofisis dan dinding sinus kavernosus.
Arteri hipofise, memperdarahi hipofise.
Arteri semilunaris, memperdarahi ganglion semilunaris.
Arteri meningea anterior, memperdarahi duramater, fossa kranialis anterior.
3. Pars supraklinoid
Arteri oftalmika, memperdarahi orbita, struktur wajah yang berdekatan.
Arteri khoroidalis anterior, memperdarahi pleksus khoroideus, ventrikulus lateral
dan bagian yang berdekatan.
Arteri komunikans posterior, dengan cabang-cabang ke hipotalamus, talamus,
hipofise, khiasma optika. Arteri ini merupakan arteri penghubung antara arteri
karotis interna dan arteri serebri posterior.
4. Pada bagian akhir arteri karotis interna.
Arteri serebri anterior, memperdarahi korteks orbitalis, frontalis dan parietalis
serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri anterior yaitu :
Arteri striate medial / arteri rekuren Heubner, mengurus bagian rostroventral
nukleus kaudatus, putamen dan kapsula interna.
Arteri komunikans anterior, yang menghubungkan arteri serebri anterior kedua
sisi satu dengan lain.
Arteri frontopolaris, memperdarahi korpus kalosum, lobus frontalis pada
permukaan median dan superior dan superior permukaan lateral.
Arteri kallosomarginalis,
Arteri perikallosal, memperdarahi permukaan dorsal korpus kalosum.
Arteri parietalis, mengurus bagian permukaan medial lobus parietalis.
Arteri serebri media, memperdarahi korteks orbitalis, lobus frontalis, parietal dan
temporal serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri media yaitu. :
Arteri lentikulostriata dengan cabang kecil ke ganglia basalis.
Arteri orbitofrontalis lateralis, memperdarahi girus frontalis inferior dan
bagian lateral girus orbitalis.
Arteri pre-rolandika (arteri sulkus presentralis) arteri rolandika (arteri sulkus
sentralis). Kedua arteri ini mangurus vaskularisasi girus frontalis inferior,
girus frontalis medius, dan girus presentralis
Arteri parietalis posterior, memperdarahi girus postsentralis, lobulus parietalis
superior dan lobulus parietalis inferior.
Arteri angularis, memperdarahi girus angularis.
Arteri parietotemporalis, memperdarahi kulit kepala dan regio parietal.
Arteri temporalis posterior dan anterior memperdarahi kortek permulaan
lateral dari lobus temporalis.
Gambar 4. Aliran darah arteri pada bagian interior otak 2
Gambar 5. arteri carotis interna.4
Gambar 6. Arteri otak tampak medial dan basal. 4
3. sistem vertebrobasiler
Arteri vertebralis (VA) merupakan cabang pertama dari arteri subclavia. Setelah
keluar dari sudut kanan arteri subclavia, VA berjalan beberapa cm sebelum masuk kedalam
foramen intervertebralis dari C6. Setelah itu ia akan berjalan sepanjang foramen dari C6
hingga C1 dan melewati bagian superior dari arcus C1 dan menembus membran
atlantooccipital dan masuk kedalam rongga kepala. Saat berjalan kearah ventral dan superior,
ia memberikan cabang arteri cerebellar inferior posterior (PICA) sebelum akhirnya bersatu
dengan VA dari arah yang berlawanan pada pertengahan bagian ventral dari pontomedulary
junction untuk membentuk arteri basillaris (BA). BA akan bercabang membentuk dua arteri
cerebral posterior pada pontomesencephalic junction. Hubungan menuju sirkulasi anterior
melalui PCoA akan melengkapi sirkulus Willisi.
PICA merupakan cabang terbesar dari sirkulasi posterior (vertebrobasiller) dan
mensuplai medulla vermis inferior, tonsil, dan bagian inferior hemisfer cerebellum. PICA
juga sangat erat kaitannya dengan saraf kranial ke 9, 10, dan 11.
Arteri cerebellar inferior anterior (AICA) biasanya bermula dari distal dari
vertebrobasilary junction setinggi pontomedullary junction, mensuplai pons, pedunculus
cerebellar media, dan bagian tambahan cerebellum. Selain itu AICA juga terkait erat dengan
saraf kranial ke 7 dan 8.
Arteri cerebellar superior (SCA) berasal dari proksimal percabangan basilaris, dan
mensuplai otak tengah, pons sebelah atas, dan bagian atas cerebellum. Cabang dari SCA akan
membentuk anastomose dengan cabang dari PICA dan IACA pada hemisfer cerebellum dan
merupakan sumber potensial dari aliran kolateral.
Arteri cerebralis posterior (PCA) dibentuk oleh percabangan BA dan mensuplai otak
tengah bagian atas, thalamus posterior, bagian posteromedial lobus temporalis, dan lobus
occipitalis.
Sirkulus Willisi merupakan sirkulasi kolateral antara pembuluh darah intrakranial.
Terpisah dari kolateral ophtalmicus, terdapat beberapa tempat anastomose lain antara
pembuluh darah ekstra dan intrakranial, mencakup anastomose melalui arteri sphenopalatina,
arteri dari foramen rotundum dan cabang kecil yang biasanya ada pada tulang petrosus. Arteri
utama yang mensuplai dura adalah arteri meningea media dan cabang ascending arteri
pharyngeal, cabang dari sirkulasi eksternal. Terkadang dapat terbentuk anastomose antara
dura dan permukaan korteks. Sebagai tambahan, hubungan antara carotis dan vertebrobasillar
dapat terjadi.
4. Sistem Anastomose
Sirkulus arteri Willisi berasal dari karotis interna dan sistem arteri vertebralis. Pada
putaran ini arteri mernberikan cabang arteri komunikans posterior. Yang bergabung dengan
tunggul proksimal dari arteri serebri posterior dan membentuk bersama dengan arteri ini dan
arteri basilaris rostral, arkus posterior dari sirkulus Willisi
Karotis interna juga memberi cabang aa. Khoroidalis anterior sebelum karotis
berakhir dan terbagi menjadi aa. Serebri anterior dan media. Tunggul dari aa. Serebri anterior
segera mencembung ke garis tengah dan saling berhubungan melalui arteri komunikans
anterior. Jadi, arkus anterior dari sirkulus Willisi tertutup.7
Gambar 7. Sirkulus Arteriosus Willisi Dan Cabang-Cabangnya. 4
A. karotis A. Karotikotimpani : bagian anterior dan medial telinga
interna tengah
A. kavernosa : hipofise dan dinding sinus kavernosus
A. hipofise : hipofise
A. semilunaris : ganglion semilunaris
A. meningea anterior : duramater, fosa kranialis anterior
A. oftalmika : mata dan struktur wajah yang berdekatan.
A. khoroidalis anterior : pleksus khoroideus, ventrikel lateral
dan bagian yang berdekatan.
A. komunikans posterior beserta cabang-cabangnya:
hipotalamus, talamus, hipofise, khiasma optikum
A. serebri anterior beserta cabang-cabangnya: korteks orbitalis,
lobus frontalis pada permukaan medial dan
A. karotis superior, dan superior permukaan lateral, korpus
komunis kalosum, dan lobus parietalis.
A. serebri media: lobus frontalis bagian lateral dan inferior
termasuk area motorik 4 dan 6, dan area motorik brocca; lobus
parietal termasuk korteks sensorik dan supramarginal; lobus
temporalis superior dan insula- termasuk area sensorik
Wernicke
A. karotis eksterna
Skema 1. Percabangan arteri karotis interna. 7
KLASIFIKASI
Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya (WHO, 1989; Ali, et al,
1996; Misbach, 1999; Widjaja, 1999).
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai
cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa (Ali,
et al, 1996; Misbach, 1999). Adapun klasifikasi tersebut, antara lain :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intra serebral
ii. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
i. Stroke akibat trombosis serebri
ii. Emboli serebri
iii. Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA) ,pada bentuk ini gejala neurologik yang
timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu
24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND), gejala neurologik yang timbul
akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari
seminggu.
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke, gejala neurologik yang makin
lama makin berat.
d. Completed stroke, gejala klinis sudah menetap.
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Sistem karotis
Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
b. Sistem vertebrobasiler
Motorik : hemiparese alternans, disartria
Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
PATOFISIOLOGI ATHEROTROMBOTIK
Anatomi dan histologi pembuluh darah otak
Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.corotis interna dan A.
Vertobralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. A. carotis interna
masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus
akan bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau
sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian depan seebrum termasuk
sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna.
Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui foramen magnum dan
bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A. basilaris. Sistem ini biasa disebut sistem
vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus
dan 1/3 bagian belakang cerebrum.
Gambar. Suplai arteri ke otak
Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga kranium berpengaruh
dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah tersebut. Lesi aterosklerotik
mudah terjadi pada tempat percabangan dan belokan pembuluh darah, karena pada daerah-
daerah tersebut aliran darah mengalami peningkatan turbulensi danpenurunan shear stress
sehingga endotel yang ada mudah terkoyak.
Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapis yang berturut-turut dari
dalam ke luar dsb tunika intima, media dan adventisia. Bagian tunika intima yang
berhubungan dengan lumen pembuluh darah adalah sel endotel. Pada pembuluh darah yang
lebih besar, sel-sel endotel ini dilapisi oleh jaringan ikat longgar yang disebut jaringan
subendotel. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun
konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastik. Tunika meda dipisahkan dari tunika
intima oleh suatu membran elastis yang disebut lamina elastica interna, dan dari tunika
adventitia oleh lamina elastica externa.
Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabut-serabut
tersebut dapat dilewati oelh zat-zat kimia dan sel darah. Tunika adventisia terdiri dari
jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan
pembuluh darah kecil yang memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum).
Sel-sel otot polos pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam tunika
media dan masing-masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan
proteoglikan. Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena yang
setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun diameter vena pada
umumnya lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat menyerupai vena dalam hal ketebalan
dindingnya, namun mempunyai lamina elastica interna yang lebih tebal.
Gambar. Penampang Pembuluh Darah
Arteriosklerosis, Aterosklerosis, trombosis dan aterotrombosis
Arterioklerosis dan aterosklerosis
Arterioklerosis adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan adanya penebalan dan
hilangnya elastisitas arteri. Secara patologi anatomi, terdapat 3 jenis arterioklerosis,
yaitu:
1. Arterioklerosis, ditandai dengan pembentukan ateroma (palque di intima yang terdiri
dari lemak dan jaringan ikat.
2. Monckeberg’s medial calcific sclerosis, yang ditandai dengan kalsifikasi tunika
media, dan
3. Arterosklerosis, ditandai dengan adanya proliferasi atau penebalan dinding arteri
kecil dan arteriol. Karena aterosklerosis merupakan bentuk arterioklerosis yang paling
sering dijumpai dan paling penting, istilah arterioklerosis dan aterosklerosis sering
digunakan secara bergantian untuk menggambarkan kelainan yang sama.
Ada 3 proses biologis yang fundamentali yang berperan dalam pembentukan lesi
aterosklerosis, yaitu:
1. proliferasi sel oto polos di tunika intima, pengumpulan makrofag dan limfosit
2. pembentukan matriks jaringan ikat yang terdiri dari kolagen, serat-serat elastin dan
proteoglikan
3. akumulasi lemak terutama dalam bentuk kolesterol bebas dan esternya, baik dalam sel
maupun dalam jaringan sekitarnya
Gambar . Proses Atherosklerosis
Aterosklerosis dapat mengenai semua pembuluh darah sedang dan besar, namun yang
paling sering adalah aorta, pembuluh koroner dan pembuluh darah otak, sehingga Infark
miokard dan Infark otak merupakan dua akibat utama proses ini. Proses aterosklerosis
dimulai sejak usia muda berjalan perlahan dan jika tidak terdapat faktor resiko yang
mempercepat proses ini, aterosklerosis tidak akan muncul sebagai penyakit sampai usia
pertengahan atau lebih.
Aterosklerosis merupakan penyakit yang menyerang pembuluh darah besar dan
sedang. Lesi utamanya berbentuk plaque menonjol pada tunika intima yang mempunyai inti
berupa lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol) dan ditutupi oleh fibrous cap.
Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak, yaitu penumpukan lemak pada daerah
subintima. Lesi ini bahkan dijumpai pada bayi usia 3 tahun dan dikatakan pada orang yang
mengkonsumsi makanan dengan pola Barat, fatty streak sudah akan terbentuk sebelum usia
20 tahun. Secara mikroskopis, fatty streak tampak sebagai daerah berwarna kekuningan pada
permukaan dalam arteri, pada umumnya berbentuk bulat dengan θ1 mm atau berbentuk
guratan dengan lebar 1-2 mm dan panjang sampai 1 cm. Secara mokroskopis, fatty streak
ditandai dengan pengumpulan sel-sel besar yang disebut sel busa (foam cell) di daerah
subintima. Sel busa ini pada mulanya adalah makrofag yang memakan lemak kemudian
mengalami kematian inti sel. Lesi fatty sreak tidak mempunyai arti secara klinis namun
dipercaya sebagai prekursor lesi aterosklerosis yang lebih lanjut yang disebut fibrous plaque.
Fibrious plaque merupakan lesi aterosklerosis yang paling penting, karena merupakan
sumber manifestasi klinis penyakit ini. Lesi ini paling sering dijumpai di aorta abdominalis,
arteri coronaria, a. popitea, aorta descendens, a.karotis interna dan pembuluh darah yang
menyusun circulus willisi. Secara makroskopis, lesi ini menonjol kedalam lumen, berwarna
keabun/pucat. Secara mikroskofis terdiri dari kumpulan monosit, limfosit, sel busa dan
jaringan ikat. Juga dapat dijumpai bagian tengah lesi yang nekrotik berisi debris sel dan
kristal kolesterol. Pada lesi ini dapat juga dijumpai fibrous cap berupa kumpulan sel otot
polos dalam matriks jaringan ikat.
Manifestasi klinis yang dapat timbul mengikuti pembentukan fibrous plaque ini adalah:
1. kalsifikasi, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi kurang lentur dan mudah
pecah.
2. ulserasi pada permukaan plaque, yang dapat menyebabkan kaskade agregasi trombosit
yang pada akhirnya dapat membentuk trombus yang akan menyumbat pembuluh
darah dan menyebabkan gangguan aliran darah.
3. pada pembuluh darah yang besar, bagian dari ateroma yang terlepas dapat
menyebabkan emboli pada bagian distal pembuluh darah,
4. ruptur endotel atau kapiler yang memperdarahi plaque, yang dapat menyebabkan
perdarahan didalam plaque, dan
5. penekanan plaque terhadap tunika media yang dapat meyebabkn terjadinya atropi dan
berkurangnya jaringan elastis sehingga dapat mengakibatkan terbentuknya aneurisma.
Gambar. Manifestasi akibat plaque fibrosis pada pembuluh darah
Trombosis, trombogenesis dan trombolisis.
Trombosis adalah keadaan patologis dimana terjadi suatu pembekuan darah
(hemostasis) abnormal yang dapat menyebabkan terganggunya aliran darah ke daerah distal
peyumbatan. Dalam keadaan normal, hemostasis hanya terjadi jika ada cedera pada
pembuluh darah.
Cedera pembuluh darah akan diikuti dengan pelepasan komponen-komponen darah
kedalam matriks ekstraseluler yang kemudian akan menyebabkan trombosit mengalami
agregasi dan akhirnya akan mengaktifkan proses pembekuan darah ditempat terjadinya
cedera tersebut dan berakhir dengan pembentukan fibrin yang menstabilkan tempat cedera.
Cedera endotel pada pembuluh darah yang normal akan menyebabkan terjadinya
pembentukan fibrin, kemudian terjadi proses penyembuhan sehingga endotel kembali utuh
dan kembali bersifat non trombogenik.
Gambar. Mekanisme hemostasis
Pada plaque aterosklerosis, proses trombosis yang terjadi-karena sebab yang belum
diketahui- tidak diikuti dengan proses perbaiakan endotel sehingga plaque aterosklerosis
mempunyai kecendrungan yang tinggi untuk pembentukan trombus. Fibrin yang terbentuk di
plaque tersebut menyebabkan ukuran trombus yang terbentuk menjadi lebih besar, sehingga
lebih mempersempit lumen pembuluh darah.
Ada beberapa kelainan dalam tubuh yang menyebabkan kecendrungan untuk
terjadinya tombosis yitu kelainan genetis, aterosklerosis, kanker dan auto antibodi. Kelainana
genetis yang menyebabkan seseorang jadi lebih mudah mengalami trombosis adalah antara
lain defisiensi zat-zat inhibitor koagulasi intravskuler seperti antitrombin III, protein S dan
protein C. Sedangkan pada aterosklerosis, kecendrungan untuk terjadinya trombosis diduga
karena adanya ruptur atau visura pada plaque aterosklerosis yang dikuti dengan
vasokontriksi. Faktor-fakto ryg diduga ikut berperan dalam kejadian ini adalah kadar
kolestrol plasma. Faktor gesekan dalam pembuluh darah lokal, terpapaprnya permukaan
trombogenik dan efek vasokontriksi.
Trombogenesis terjadi pada tempat dimana terjadi kerusakan endotel yang
mengakibatkan jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik dan diakhiri dengan pembentukan
fibrin. Pada jalur intrinsik faktor XII (faktor Hageman) berubah mejadi faktor XIIa.
Selanjutnya faktor XIIa mengubah faktor XI menjadi faktor XIa. Kejadian ini terjadi pada
permukaan endotel.
Sedangkan proses berikut terjadi pada permukaan sel trombosit. Faktor Xia yang
berbentuk akan mengubah faktor IX menjadi faktor IXa dan pada gilirannya faktor IXa
mengubah faktor X menjadi faktor Xa. Perubahan faktor X menjadi Xa dapat diaktifkan
melalui jalur ekstrinsik. Jalur ini teraktifkan jika terjadi kerusakan jaringan. Pelepasan
tromboplastin jaringan (faktor III) dari jaringan yang rusak bersama-sama dengan faktor VII
dan ion Ca- 2 mengaktifkan faktor X. aktivasi faktor X melalui jalur ekstrinsik membutuhkan
waktu beberapa detik; sedangkan yang melalui jalur intrinsik membutuhkan waktu beberapa
menit.
Faktor Xa bersama-sama dengan faktor V, ion Ca-2 fospolipid yang ada pada sel
trombosit mengaktifkan faktor II (prottombin) dan mengubahnya menjadi trombin. Trombin
yang berbentuk dilepaskan dari sel trombosit dan kemudian mengubah faktor I (fibrinogen)
menjadi fibrin. Fibrin yang terbentuk kemudian mengalami stabilisasi secara kimia sehingga
relatif tidak dapat dipengaruhi aksi proteolisis yang dilakukan oleh plasmin.
Gambar. Proses pembekuan darah
Dalam tubuh terdapat beberapa jenis antikoagulan alami yang akan menghambat
proses trombogenesis ini, misalnya trombomodulin dan heparan sulfat yang terdapat pada
permukaan sel endotel yang utuh. Trombomodulin mengubah trombin menjadi protein C
yang mengaktofkan sistim fibrinolisis dengan faktor V dan VIII serta merangsang aktifator
plasminogen dari sel endotel. Sedangkan herparan sulfat yang terdapat dipermukaan sel
endotel yang utuh mencegah trombogenesis dengan caramengikat antitrombin III (ATEIII)
yang beredar dalam darah.
Pengahancuran trombus membutuhkan beberapa enzim yaitu:
1. plasminogen yang beredar dalam darah
2. aktifator plasminogen dalam jaringan (tissue – type plasminogen activator, tPA),
3. mengahambat palsmin dan tPA
tPA dihasikan oleh trauma lokal, dan faktor-faktor neurohumoral yang pada akhirnya
menyebabkan penghancuran fibirn menjadi fibrin degenaration produc (FDP). FDP ini akan
menghambat perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Plasmin juga menghidrolisis protrombin,
faktor V, VIII dan XII. Aktivitas plasmin dihambat secara alami oleh anti plasmin yang
terdapat dalam darah.
Aterogenesis
Sel sel yang berperan dalam aterogenesis
EndotelEndotel merupakan jaringan terluas dalam tubuh karena menutupi seluruh jaringan
pembuluh darah. Di arteri, endotel membentuk selapis sel yang kontinu dan tak terputus dan
merupakan barrier utama antara elemen darah dengan dinding pembuluh darah. Hubungan
antar selnya melalui tight junction & gap junction.
Transportasi zat melalui mekanisme endositosis. Pada endotel kapiler dijumpai
adanya terowongan transendotelial namun fungsinya dalam transport makromolekul belum
jelas. Diduga celah antar sel merupakan tempat potensi untuk transportasi zat, terutama saat
sel endotel mengalami cedera.
Sifat-sifat endotel antara lain:
Sangat selektif permiebel
Bersifat nontrombogenik
Metaboliemenya sangat aktif
Dapat membentuk beberapa macam zat vasoaktif yang bersifat vasokolato seperti
prostasiklin dan EDRF,maupun yang bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, faktor
VW danlain lain, faktor VIII.
Sel endotel bertumpu pada membran basalis yang tersusun terutama oleh kolagen tipe
4 dan molekul proteoglikan. Zat-zat ini diproduksi sendiri oleh sel endotel dan mungkin
berfungsi sebagai filter. Pada permukaan endotel terdapat reseptor- reseptor untuk berbagai
macam molekul, diantaranya untuk LDL, GF, dan mungkin untuk beberapa jenis zat lain.
Kemampuan khusus sel endotel yang berhubungan dengan aterogenesis adalah kemampuan
memodifikasi lipoprotein. LDL yang ditangkap oleh reseptor LDL endotel mengalami
oksidasi, masuk ke dalam sel endotel dan dikirim ke subintima.
LDL yang telah teroksidasi tersebut akan ditangkap oleh reseptor khusus di
permukaan makrofag yang disebut scavenger redeptor. LDL tersebut kemudian ditelan oleh
makrofag dan membentuk sel busa (foam cell).
Dalam keadaan normal, permukaan sel endotel mempunyai sifat anti trombotik
sehingga menghambat adhesi trombosit dan tidak mengaktifkan kaskade koagulasi. Namun
pada saat terjadinya inflamasi atau kerusakan sel endotel, sel sel ini akan mensintesis
danmensekresikan faktor-faktor yang bersifat protrombotik.
Sitikon merupakan zat yang dihasilkan pada reaksi inflamasi,yang merangsang
pembentukan dan sekresi zat-zat lain yang akan menarik leukosit yang beredar dalam darah
untuk mendekati tempat inflamasi seperti interleukin-8, ICAM-1 dan –2, VCAM-1, yang
merupakan regulator pengumpulan sel-sel leukosit ke permukaan pembuluh darah yang
mengalami gangguan.
Efek non trombogenik pada sel endotel terjadi karena:
Permukaan licin dilapisi oleh heparin sulfat
Kemampuannya menghasilkan derivat-derivat prostaglandin, terutama PGI2
(prostasiklin) yang merupakan vasodilator kuat yang efektif menghambat agregsi
trombosit
Juga menghasilkan vasodilator lain yang dikenal sabagai vasodilator terjuat yang
pernah ditemukan, yaitu EDRF (Endothelial Derived Relaxing Factor)
Menghasilkan zat fibrinolotik, termasuk plasminogen
Sedangkan efek trombogeniknya terjadi karena:
Faktor von Wilebrand yang dihasilkan oleh sel endotel yang cedera/rusak
Zat-zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi seperti endotelin, angiotensin
converting enzyme dan pDGF
Dalam tubuh, kedua efek ini berinteraksi dansecara dinamis menjaga homeostosis pembuluh
darah, sehingga secara normal pembuluh darah terjaga keutuhannya.
Sel otot polos
Merupakan sel yang berproliferasi pada lesi intermedial dan lanjut pada
aterosklerosis. Sel ini disebut sel mesenkin yang multi fungsi. Dulu diduga hanya berfungsi
untuk berkontraksi saja, umum belakangan diketahui bahwa sel ini mempunyai fungsi lain
yaitu:
Mempertahankan tonus arteri dengan berkontraksi. Kontraksi ini dipengaruhi oleh
epinefrin dan angiotensin (vasokonstriktor) serta prostasiklin dan EDRF (vasodilator)
Mensintesa dan mensekresi beberapa jenis kolagen dan proteoglikan
Mengandung reseptor berafinitas tinggi terhadap ligan-ligan tertentu, antara lain LDL,
insulin, stimulator pertumbuhan seperti PDGF dan inhibitor pertumbuhan seperti
transforming growth factor beta (TFG-β)
Bila dibiakkan dalam kultur jaringan, dapat dijumpai dua fenotip sel otot polos, yaitu
fenotipe kontraktif dan sintetik. Fenotipe kontraktil mengandung miofibril yang terdiri dari
aktin dan miosin dalam jumlah banyak. Tipe ini tak bereaksi terhadap zat-zat mitogen seperti
PDGF. Sedangkan fenotipe sintetik terjadi jika sel otot polos distimulasi terus. Sel-sel
tersebut akan kehilangan miofibrilnya dan membentuk retikulum endoplasma kasar danbadan
golgi dalam jumlahbanyak.
Sel otot polos fenotipe sintetik berkemampuan untuk membentuk protein - protein,
termasuk makromolekul pembentuk matriks jaringan ikat. Ke-2 fenotipe
Ini terdapat di kultur jaringan dan juga di dinding arteri invivo Untuk terjadinya perubahan
fenotip dari tipe kontraktil ke sintetik, sel otot polos harus bermigrasi ke tunika intima. Sel
otot polos yang sudah bermigrasi dan berubah fenotipe bukan hanya bereaksi terhadap zat
mitogen (PDGF dan lain - lain) , tetapi juga dapat menstimulasi dirinya sendiri dan sel-sel
lain disekelilingya.
Trombosit
Merupakan sel yang berperan penting dalam kaskade pembekuan darah. Sel ini
berdiameter 1-5 mikron, jumlah 150-400 ribu/ml,usianya 10 hari. Dalam keadaan normal,
selama beredar trombosit tidak saling menempel satu sama lain dan juga tidak akan
menempel pada permukaan sel endotel. Namun jika terdapat kerusakan sel endotel, trombosit
akan segera beragregasi.
Agregasi ini menyebabkan trombosit mengeluarkan kandungannya, antara lain PDGF,
sitokin, enzim proteolitik, ADP, serotin, histamin, anti heparin, β -trombomodulin
danepinefrin. Agregasi trombosit Akan mengaktifkan fosfolipase A2, yang akan bekerja pada
permukaan trombosit untuk mengkatalisis pelepasan asam arakidonat, yang oleh
endoperoksidase akan diubah menjadi prostaglandin peroksida siklik (PGG2 dan PGH2).
PGG2 oleh tromboksian sintetase diubah menjadi tromboksan (TxA2), sedangkan PGH2
menjadi PGE2. selain itu dari asam arakidonat dibentuk juga leukotrien yang dapat
mengikatkan respon inflamasi.
Sel Makrofag
Saat terjadi cedera endotel, monosit yang beredar dalam pembuluh dara tertarik oleh
zat kemotraktan yang dihasilkan oleh endotel sehingga monosit terangsang ke lapisan yang
selanjutnay bertindak sebagai scavenger cell (sel pengangkut sampah) untuk membuang zat
yang tidak berguna dengan cara fagositosis dan hidrolisis sintaseluler. Selain itu makrofag
dapat mensintesis dan mensekresi bermacam zat di antaranya interleukin, leukotrien dan
anion superoksida yang dapat berefek toksik terhadap sel lain. Sel ini juga dapat mensintesis
sedikitnya 6 macam faktor pertumbuhan, yaitu PDGF, interleukin, fibroblast growth factor
(FGF), epidermal growth factor (EGF), TGF- β dan M-CSF.
Akibat dari kemampuan sel ini, makrofag dianggap sebagai sel yang memegang kunci
untuk pembentukan jaringan ikat yang terbentuk pada proses inflamasi kronis dan juga
menjadi sumber sel busa yang banyak dijumpai pada lesi aterosklerosis.
Limfosit T
Limfosit T jenis CD8+ dan CD4+ ditemukan pada semua stadium lesi aterosklerosis.
Karena sel-sel tersebut merupakan sel yang biasa dijumpai pada respon imun seluler, diduga
pembentukan lesi aterosklerosis merupakan proses inflamasi, atau malah diduga merupakan
respon atoimun. Antigen yang berperan dalam aterogenesis sampai saat ini belum dapat
diidentifikasi. Ross (1999) mengemukakan bahwa kemungkinan besar antigen tersebut adalah
LDL teroksidasi (ox-LDL).
Hipotesis Aterogenesis
Terdapat 3 hipotesis aterogenesis, yaitu hipotesis respon terhadap cedera (respon to
injury hypotehsis), hipotesis lipoprotein (lipogenik) dan hipotesis monoklonal. Yang banyak
dianut saat ini adalah hipotesis yang pertama.
Menurut hipotesis ini, proses aterosklerosis berawal dari kerusakan / cedera (injury)
sel endotel. Cedera sel endotel ini dapat disebabkan oleh sebab mekanik (tekanan darah
dalam pembuluh dara), metabolik (hiperhomosisteinemi), imunologis (aterogenesis setelah
pencangkokan ginjal) atau akibat adanya zat-zat baig yang datang dari luar seperti LDL, atau
zat-zat yang disekresikan oleh endotel sendiri, makrofag dan/atau trombosit.
Manifestasi cedera sel endotel dapat bermacam-macam,antara lain disfungsi sel yang
menyebabkan gangguan permeabilitas endotel serta pelepasan zat vasoaktif danfaktor
pertumbuhan atau berkurangnya sifat nontrombogenik permukaan endotel.
Hiperlipidemi kronik dapat menyebabkan cedera toksik pada sel endotel karena
peningkatan LDL yang teroksidasi dan kolesterol. Keadaan hiperlipidemi kronik ini juga
menyebabkan perubahan sel endotel, leukosit yang beredar dalam darah dan juga mungkin
trombosit. Keadaan hiperkolesterolemi menyebabkan meningkatnya adhesi monosit ke
dinding endotel. Monosit yang menempel pada sel endotel ini kemudian menyusup di antara
sel endotel dan mengambil tempat di daerah subendotel untuk kemudian berubah menjadi
scavenger celi dan berubah bentuk menjadi makrofag. Makrofag berfungsi menelan dan
membersihkan lemak terutama LDL yang sudah teroksidasi tersebut melalui reseptor khusus
yang disebut reseptor scavenger. Sel scavenger ini kemudian menjadi sel busa yang
merupakan cikal bakal fatty streak.
Berkumpulnya makrofag di daerah subintima menyebabkan kerusakan endotel
bertambah. Sel-sel ini menghasilkan dan mensekresikan zat-zat yang bersifat toksik dan juga
metabolit yang bersifat oksidatif seperti LDL teroksidasi dan anion superoksida. Semuanya
ini dapat menyebabkan kerusakan / gangguan fungsi endotel berrtambah Makrofag dapat
mensintesis dan mensekresi paling tidak 4 jenis faktor pertumbuhan, yaitu PDGF, PGF, EGF-
like factor dan TGF β.
Keempat faktor pertumbuhan merupakan zat mitogen yang kuat dan dapat
merangsang migrasi dan proliferasi fibroblas serta sel otot polos yang pada akhirnya dapat
menyebabkan pembentukan jaringan ikat baru. Dari ke empat faktor tersebut, PDGF
memegang peranan yang paling penting karena efek kemotaktik dan mitogeniknya terhadap
sel otot polos. Selain itu sitokin ygdihasilkan juga merangsang rangkaian reaksi yang
menyebabkan trombosit dan monosit menempel pada tempat cedera.
Jika sel endotel rusak, dan jaringan ikat subendotel terpapar, trombosit yang beredar
dalam pembuluh dara akan terangsang untuk beragregasi membentuk satu trombus mural.
Selanjutnya hal ini akan merangsang trombosit yang beragregasi tersebut untuk
mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan seperti yang diproduksi dan disekresikan oleh
makrofag.
Sebagai tambahan, sel-sel otot polos yang bermigrasi dan berubah fenotipe
dari kontraktil menjadi sekrotik akan juga mengeluarkan sejenis PDGF jika dibiakkan di
kultur jaringan. Jika hal ini terjadi juga secara in vivo, sel-sel otot polos yang ada juga
berperan serta dalam pengembangan lesi aterosklerosis Sesuai teori ini, jika proses cedera
yang dialami sel endotel berhenti, maka sel endotel dapat memperbaiki dirinya sendiri, dan
lesi yang sudah terbentuk dapat mengalami regresi. Sebaliknya jika cedera itu terjadi
berulang-ulang atau terus menerus selama beberapa tahun. Lesi awal yang terbentuk akan
terus berkembang dan dapat menimbulkan gangguan klinis. Hal inilah yang menjadi dasar
mengapa kontrol faktor resiko menjadi sangat penting untuk pencegahan kejadian
aterosklerosis.
Faktor resiko aterosklerosis
Dari studi yang dilakukan terhadap sekelompok masyarakat di Framingham,
Massachusets yang dilakukan selama lebih dari 24 tahun, didapatkan beberapa faktor resiko
mayor untuk terjadinya aterosklerosis, yang terbagi atas faktor yang tidak dapat dimodifikasi
seperti usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit jantung dalam keluarga. Selain itu dikenal
juga faktor resiko minor seperti obesitas, gaya hidup bermalas malasan (sedentary life style)
dan stres.
Dari studi yang sama juga didapatkan bahwa 5 faktor mayor untuk penyakit jantung
koroner (PJK) juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya stroke, yaitu hipertensi, adanya
gejala klinis PJK, gagal jantung, adanya bukti PJK secara EKG atau radiologis dan atrial
fibrilasi.
Sedangkan kenaikkan kadar LDL dan rendahnya kadar LDL, walaupun secara
statistik sangat bermakna untuk kejadian PJK ternyata kurang bermakna untuk kejadian
stroke aterombotik. Dalam pembahasan mengenai faktor resiko stroke yang digolongkan ke
dalam faktor resiko pasti adalah merokok, konsumsi alkohol, hipertensi, DM dan kenaikan
kadar fibrinogen darah. Berikut akan diterangkan bagaimana faktor resiko yang
menyebabkan aterosklerosis:
Hipertensi
Mekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis tidak diketahui
dengan pasti, namun diketahui bahwa penurunan tekanan darah secara nyata menurunkan
resiko terjadinya stroke. Diduga tekanan darah yang tinggi merusak endotel dan emnaikkan
permeabilitas dinding pembuluh dara terhadap lipoprotein. Selain itu juga diduga beberapa
jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat
menginduksi perubahan seluler yang menyebabkan aterogenesis.
Dari banyak penelitian, didapatkan bahwa tekanan darah tinggi tidak berdiri sendiri,
namun meliputi beberapa penyakit lain, sehingga dikenal dengan istilah sindroma hipertensi
yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menjadi faktor resiko terjadinya
aterosklerosis. Yang termasuk dalam sindroma hipertensi adalah gangguan profil lipid,
resistensi insulin, obesitas sentral, gangguan fungsi ginjal. LVH dan penurunan kelancaran
aliran darah arterial.
Hiperlipidemi
Terdapat banyak bukti yang menyokong pendapat bahwa hiperlipidemi berhubungan
dengan aterogenesis. Orang yang menderita kelainan genetis yang menyebabkan tingginya
kadar kolesterol dalam darah biasanya akan mengalami aterosklerosis prematur bahkan tanpa
adanya faktor resiko lain pada orang tersebut. Selain itu kolesterol terbukti merupakan
komponen utama dalam plak aterosklerosis.
Jenis kolesterol yang paling berhubungan dengan aterogenesis adalah LDL,
sedangkan HDL dikatakan bersifat protektif terhadap penyakit jantung aterosklerosis karena
HDL berfungsi memfasilitasi pembuangan kolesterol.
Dari studi Framingham, didapatkan bahwa subyek dengan kadar kolesterol
total >265 mg% mempunyai resiko mendapat PJK 5 x lebih besar daripada orang – orang
dengan kadar kolesteral total <220 mg%. Namun demikian, hiperlipidemi tidak berhubungan
dengan peningkatan resiko stroke Infark.
Merokok
Mengapa rokok dapat menyebabkan aterosklerosis masih belum diketahui dengan
pasti. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa secara statistik merokok lebih berhubungan
dengan kejadian perdarahan subarakhnoid dari pada dengan stroke Infark aterombotik.
Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan aterogenesis karena merokok adalah:
1. stimulasi sistem saraf simpatis oleh nikotin
2. penggeseran O2 yang terikat dalam hemoglobin oleh CO2
3. reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh dara
4. meningkatnya adhesi trombosit, dan
5. meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang
terkandung di dalam rokok.
Selain itu, pada percobaan pada binatang ditemukan bahwa hipoksia merangsang
proliferasi sel otot polos, hal yang sama diduga terjadi pula pada orang yang merokok.
Peneliti lain menghubungkan merokok dengan kenaikan tekanan darah secara akut, kenaikan
reaktivitas trombosit dan penghambatan pembentukan prostasiklin serta kenaikan kadar
fibrinogen dalam plasma. Jumlah nikotin dan zat kimia yang dihisap oleh perokok bervariasi
sehingga sulit untuk menentukan secara langsung hubungan antara jumlah rokok yang
dihisap dengan resiko aterosklerosis, namun dipercaya bahwa semakin banyak rokok yang
dihisap, semakin tinggi resiko terkena penyakit aterosklerosis. Studi statistik menunjukkan
bahwa merokok berhubungan dengan proses aterogenesis ekstra dan intrakranial.
Pada studi Framingham didapatkan bahwa merokok merupakan faktoryang signifikan
untuk kejadian stroke Infark aterombotik pada laki-laki berusia dibawah 65 tahun. Penelitian
lain di Iowa mendapatkan bahwa perokok mempunyai resiko terkena stroke 1,6 kali lebih
banyak dari bukan perokok. Sedangkan dari penelitian Framingham perokok berat (>40
batang sehari) mempunyai resiko terkena stroke 2 x lipat dari perokok ringan (<10 batabg
sehari).
Beberapa peneliti menyebutkan hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan
resiko aterosklerosis, antara lain wanita yang merokok lebih dari 25 batang rokok resiko
relatif terkena semua jenis stroke adalah 3,7 sedangkan untuk terkena perdarahan
subarakhnoid resiko relatifnya lebih besar yaitu 9,8 dan tidak tergantung pada faktor resiko
lain seperti penggunaan kontrasepsi oral, hipertensi danalkohol.
Dari Honolulu Heart study dan the Nurses Health Study didapatkan resiko relatif
merokok pada lelaki 2,5 x dari orang normal dan pada wanita 3,1 x lipat. Dikatakan juga
bahwa penghentian kebiasaan merokok menurunkan resiko stroke secara signifikan dari
tahun ke tahun, bahkan setelah 5 tahun berhenti merokok, tingkat resiko terkena strokenya
menjadi hampir sama dengan yang bukan perokok.
Diabetes mellitus
DM telah terbukti sebagai faktor resiko yang kuat untuk semua manifestasi klinik
penyakit vaskuler aterosklerosis. Mekanisme peningkatan aterogenesis pada penderita DM
meliputi gangguan pada profil lipid, gangguan metabolisme asam arakidonat, peningkatan
agregasi trombosit, peningkatan kadar fibrinogen, gangguan fibrinolisis, disfungsi endotel,
glikosilasi protein dan adanya resistensi insulin hiperinsulinemi.
Fibrinogen
Peningkatan kadar fibrinogen plasma berhubungan dengan peningkatan resiko stroke,
namun masih belum jelas apakah peningkatan kadar fibrinogen ini merupakan faktor resiko
ataukah merupakan refleksi adanya aterosklerosis atau indikator adanya suatu reaksi
inflamasi, mengingat fibrinogen juga merupakan reaktan yang akan dikeluarkan dalam fase
akut suatu reaksi inflamasi.
Dari penelitian terakhir didapatkan beberapa faktor resiko tambahanseperti:
Lipoprotein (a) / Lp(a)
Lp(a) adalah suatu lipoprotein plasma yang kaya kolesterol (seperti LDL) dan
ditandai dengan adanya apo(a) yang dikontrol secara genetis. Lp(a) telah terbukti merupakan
faktor resiko independen untuk PJK dan stroke permatur. Lp(a) mempunyai struktur yang
homolog dengan plasminogen dengan proses trombosis. Lp(a) mempunyai struktur yang
homolog dengan plasminogen sehingga lp(a) dapat menghambat fibrinolisis karena adanya
kompetisi dengan plasminogen di reseptor plasminogen di permukaan sel endotel. Lp(a) juga
ternyata dapat mengatur ekspresi PAI-1 pada sel endotel sehingga menyebabkan
terhambatnya pembentukan plasmin karena aktivasi tPA terhambat. Penelitian lain juga
menemukan Lp(a) menghambat produksi dan sekresi tPA dari sel endotel sehingga aktivasi
plasminogen terhambat yang mengakibatkan terganggunya fibrinogen.
Lp(a) juga dianggap merangsang pertumbuhan plaque aterosklerosis dengan
menghambat aktivasi TGF β sehingga merangsang proliferasi sel otot polos.
Selain itu dinyatakan pula bahwa pembentukan kompleks yang tak larut
antara Lp(a) dengan kalsium pada lesi aterosklerosis dapat menambah pertumbuhan plaque.
Juga dilaporkan Lp(a) merangsang ekspresi molekul adhesi pada sel endotel. Hipotesis
terakhir menyebutkan bahwa kadar Lp(a) yang tinggi tidak bersifat aterogenik jika kadar
LDL tidak meningkat, sehingga Lp(a) bukan merupakan penyebab primer anterogenesis.
Uji saring Lp(a) untuk menentukan faktor resiko dianjurkan untuk penderita dengan
riwayat keluarga PJK, MI, stroke atau penderita hiperkolesterolemi familial dan disfungsi
ginjal dengan mikroalbuminemi, dan penderita dengan obesitas sentral.
LDL yang teroksidasi
Menurut hipotesis respon terhadap cedera LDL yang bersifat aterogenik adalah LDL
yang teroksidasi (ox-LDL). Fungsi utama LDL adalah mengangkut asam lemak tak jenuh,
vitamin yang larut dalam lemak dan kolestrol ke sel yang membutuhkannya. Selama
perjalanannya, LDL mengalami oksidasa dengan hasil metabolik yang bermacam-macam.
Jika LDL ada dalam jumlah yang banyak dalam pembuluh darah, ox-LDL ini akan
dijumpai dalam jumlah banyak pula dalam darah. Ox-LDL berbahaya bagi endotel dan sel
otot polos. Terhadap endotel, ox-LDL merangsang pengeluaran molekul adhesi dan zat
kemoktratan sehingga menyebabkan disfungsi endotel. Ox-LDL sendiri bersifat kemotaktik
terhadap monosit dan dapat menyebabkan pembentukan M-CSF (macrophage colony
stimulating factro).
Ox-LDL ditemukan secara imunohistokimia dalam makrofag yang ada pada lesi
aterosklerosis. Tubuh manusia memiliki mekanisme perlindungan terhadap oksidasi ini antara
lain melalui enzim-enzim SOD (superoksida dismutase) GPx (glutation peroksidase) selain
juga adanya zat-zat antioksidan dari makanan baik berupa vitamin E, flavonoid (dikandung
oleh sayuran, buah-buahan, the hijau), α-tokoferol, β-karoten dan lain-lain.
Inflamasi dan infeksi
Inflamasi dan infeksi berkaitan dengan aterogenesis, khususnya melalui aktivasi dan
proliferasi makrofag, sel endotel, dan sel otot polos pembuluh darah. Inflamasi dan infeksi
ditandai dengan dikeluarkannya berbagai macam protein plasma ke dalam darah, antara lain
CRP (C-reaactive protein) yang melipatgandakan sinyal sitokin. Kadar CRP berkolerasi
langsung dengan tingkat keparahan aterosklerosis koroner, serebral, dan arteri prifer. Dari 2
penelitan yang indipenden, disimpulkan bahwa kadar CRP dapat memprediksikan resiko
Infark miokard dan stroke dikemudian hari.
Selain CRP, zat lain yang meningkat pada inflamasi adalah molekul adhesi
seperti slCAM-1, sVCAM-1 dan s-selektum. Zat-zat ini merangsang penempelan monosit
pada dinding endotel, dimana hal ini merupakan tahap awal dari proses aterogenesis.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa molekul adhesi ini dapat menajdi faktor resiko
yang berdiri sendiri untuk penyakit kardiovaskuler dan stroke, dan yang secara statistik
paling bermakna menunjukkan hubungan dengan derajat aterosklerosis adalah kadar
sVCAM-1.
Infeksi kronis dari beberapa virus danbakteri diduga berhubungan dengan proses
aterosklerosis. Hal ini ditunjang dengan ditemukannya virus dan bakteri seperti
Cytomegalovirus, Chlamydia pneumoniae, dan helicobacter pylori pada plak aterosklerosis.
Hiperhomosisteinemi
Merupakan faktor resiko indipenden untuk terjadinta Infark miokard, stroke dan penyakit
vaskuler prifer. Dasar peningkatan resiko aterogenesis pada hyperhomosteinemia masih
belum jelas. Ada beberapa mekanisme yang diduga berhubungan, yaitu:
1. homosistein mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap endotel karena zat ini
dapat mengkatalisir produksi hidrogen peroksida,
2. homosistein meningkatkan oksidasi LDL,
3. homosistein meningkatkan proliperasi sel otot polos dan produksi kolagen,
4. homosistein meningkatkan resiko trombosis dengan cara menurunkan aktifitas AT-
III , menurunkan kadar faktor V dan VII, inhibisi aktivasi protein C, penurunan ikatan
tPA. Homosistein juga diketahui dapat menrunkan sintesis NO.
Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-1)
Resiko trombosis meningkat jika faktor-faktor koagulasi dan inhibitor fibrinolisis
meningkat. Gangguan fibrinolisis dapat meningkatkan proses aterogenesis dengan deposisi
fibrin dan trombosis pada lesi aterosklerosis. PAI-1 merupakan salah satu inhibitor
fibrinolisis yang penting.
Zat ini bekerja sebagai inhibitor primer terhadap tPA dan aktivator plasminogen type
urokinase. Peningkatan aktivitas PAI-1 merupakan prediktor indipenden untuk terjadinya
Infark miokard ulang dalam waktu 3 tahun kedepan. Banyak penelitian cross sectional
menemukan hubungan antara kadar PAI-1 dengan kadar fibrinogen, dan berkaitan juga
dengan sejumlah variabel sindroma resistensi insulin. Ditemukan juga bahwa kenaikan kadar
PAI-1 ini mempunyai dasar genetis.
ATEROSKLEROSIS PADA PEMBULUH DARAH OTAK
Proses aterosklerosis pada pembuluh darah otak sering kali mengakibatkan
penyumbatan yang berakibat terjadinya stroke Infark. Terdapat dua kemungkinan mekanisme
terjadinya stroke Iskemik. Tipe yang paling sering adalah lepasnya sebagian dari trombus
yang terbentuk di pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis.
Tombus ini menyumbat arteri yang terdapat disebelah distal lesi. Penyebab lain yang
mungkin adalah hipoperfusi jaringan disebelah distal pembuluh darah yang terkena proses
aterosklerosis yang dicetuskan oleh hipotensi dan jeleknya sirkulasi kolateral ke daerah distal
lesi aterosklerosis tersebut. Karena sumbatan yang terjadi biasanya berhubungan dengan
proses trombosis dan embolisme, stroke Infark karena proses aterosklerosis biasa disebut
stroke Infark aterombotik dan embolisme karena lepasnya bagian plque aterosklerosis dikenal
dengan istilah tromboemboli.
Gambar. Mekanise atherosklerotik, thrombus, dan tromboemboli
Tempat yang paling sering mengalami proses aterosklerosis adalah ostia A.
vertebralis, segmen proksimal dan distal A. basilaris serta pangkal pars syphon dan
supraclinoid A.karotis interna. Plak aterosklerosis yang mengalami ulserasi akan
menyebabkan pembentukan trombosis inta mural sehingga dapat menyebabkan stenosis.
Aliran darah ke otak akan menurun jika stenosis mencapai 80% dari diameter lumen.
Gambar. Lokasi tersering terjadinya oklusi di arteri
Sebagaimana diketahui plak ateromatossa merupakan lesi yang menonjol yang
ditutupi oleh fibrous cap. Sering juga dijumpai perdarahan kecil dan /atau pembentukan
trombus dipermukaannya yang meungkin akan makin mempersempit lumen pembuluh darah
yang terkena proses tersebut. Namun aterogenesis tidak selalu menyebabkan penurunan
aliran darh, karena pada kenyataannya sampai tahap tertentu lumen pembuluh darah
berdilatasi pada daerah yang mengalami obstruksi sebagai mekanisme kompensasi dari
pembuluh darah itu sendir terhadap berkurangnya aliran darah. Fenomena ini disebut
premodeling.
Penyumbatan pembuluh darah otak menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak.
Jika pengurangan tersebut sampai dibawah ambang batasnya akan
terjadinya satu serial proses iskemik di otak yang dapat berakhir dengan kematian sel-sel
saraf. Bila aliran darah ke otak terputus dalam waktu 6 detik, metabolisme neuronal
terganggu, lebhi dari 30 detik gambaran EEG mendatar, dlam 2 menitaktivitas jaringan otak
berhenti, dalam 5 menit kerusakan jaringan otak dimulai,dan lebih dari 9 menit manusia akan
meninggal.
Sintesa protein terhambat pada nilai ambang ± 0,55 ml/gr/min, disusul glikolisis
anaerob < 0,35 ml/gr/meningitis, rusaknya metabolisme energi ± 0,20 ml/gr/meningitis,
disertai kenaikan osmolalitas sel yang menyebabkan masuknya air dari ekstra ke intra seluler
(sehingga terbentuk edema sitotoksik yang kelak diikuti oleh edema pasogenik) dan
gangguan fungsi berupa penekanan aktivitas EEG.
Depolarisasi anoksik dari membran sel < 0,15 ml/gr/mrn. Dengan gangguan fungsi
cetusan potensial yang menghilang. Sedangkan kaskade iskemik yang menyebabkan
terjadinya kerusakan sel nueron dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
Gambar. Cascade neuronal injury akibat ischemic otak
II.1 STROKE / CEREBRAL VASKULAR ACCIDENT (CVA) INFARK
1) DEFINISI
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial
atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan hemodinamik.
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.
Pada kasus :
Pada pasien ini terjadi kelemahan pada ekstremitas kanan yang berlangsung lebih dari
24 jam serta dari hasil CT Scan kepala tanpa kontras menunjukan bahwa CVA infark.
Sehingga keadaan pasien ini mengarah ke CVA infark atau stroke hemoragik.
2) FAKTOR RISIKO
Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat
dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor
risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung
(fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang
aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
a. Hipertensi
Hipertensi berperan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan otak yang
terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arteriosklerosis sehingga
mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Baik hipertensi
sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor risiko terjadinya stroke.
Menurut The seventh report of the Joint National Committee on prevention,
detection, evaluation, dand treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat II.
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
Normal <120 dan <80
Prahipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100
b. Penyakit jantung
Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan fungsi jantung
secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung
derajat tekanan darah.3
Penyakit jantung tersebut antara lain:
Penyakit katup jantung
Atrial fibrilasi
Aritmia
Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy)
Kelainan EKG
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat menimbulkan beberapa
kelainan jantung berupa:
Edema pulmonal neurogenik
Penurunan curah jantung
Aritmia dan gangguan repolarisasi
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark serebri. Diduga
diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai
arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar, dan mulai lebih dini.
Infark serebri terjadi 2.5 kali lebih banyak pada penderita diabetes mellitus pria
dan empat kali lebih banyak pada penderita wanita dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus pada umur dan jenis kelamin yang sama.
d. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal ini berlaku
untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu, atau pipa) dan untuk semua tipe stroke
terutama stroke infark dan perdarahan subarachnoid. Merokok mendorong terjadinya
aterosklerosis yang selanjutnya memprovokasi terjadinya thrombosis arteri.
e. Faktor risiko lainnya, seperti tingginya kadar kolesterol dan asam urat, serta
kurang olahraga.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Riwayat keluarga
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi
gen sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam
keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada
usia 65 tahun.
b. Lain-lain: usia, jenis kelamin, dan ras/suku.
Faktor risiko yang belum terbukti adalah penyakit jantung, ruptur katup mitral,
ateroma arkus aorta, inaktivitas fisik, pola diet buruk, lipoprotein (a), konsumsi alkohol
berlebihan, antibodi antifosfolipid, hiperhomosisteinemia, kondisi hiperkoagulasi, terapi
hormon, kontrasepsi oral, hiperfibrinogenemia, penyalahgunaan narkoba, migrain, dan
displasia fibromuskuler.
Pada kasus :
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah usia dan jenis
kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah hipertensi.
3) PATOGENESIS
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan
Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika
suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah.
Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat
terjadi infark.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal
55ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark.
Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai
23 ml/100 gram per menit.
Stroke Trombolitik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan
oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan
pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri
kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
Penyakit trombo-oklusif merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
thrombosis serebral. Tanda-tanda thrombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah
awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau
kejang, dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum, thrombosis serebral tidak
terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
darah sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada
percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat-
tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai risiko dalam urutan
yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas,
dan basilaris bawah.
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepaskan enzim adenosine difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat
tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
Stroke Emboli
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak
bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita thrombosis.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung, sehingga masalah
yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak
dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya akan menyumbat bagian-bagian
yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus serebri adalah arteria serebri
media, terutama bagian atas.
Gambar. Perbedaan stroke trombosis dan emboli
4) MANIFESTASI KLINIS
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :
5) DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis stroke, pencitraan dengan CT-scan yang merupakan
pemeriksaan baku emas (Gold Standard).
Akronim dari FAST adalah cara mudah untuk mengingat tanda-tanda stroke :
(F) ACE : minta pasien untuk tersenyum. Lihat sisi wajah yang turun.
(A) RMS : minta pasien untuk mengangkat kedua tangan. Lihat jika satu tangan turun
dengan cepat.
(S) PEECH: minta pasien untuk mengulangi kalimat yang mudah. Lihat jika ternyata
pasien menjadi cadel dan kalimat yang diulang tidak benar.
(T) IME: jika pasien menunjukkan tanda-tanda tersebut, waktu sangat penting. Sangat
penting untuk ke rumah sakit secepat mungkin.
Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa
trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
Onset atau awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang beraktivitas Istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri kepala +++ ±
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ ±
Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,
kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
Pemeriksaan Neuro-radiologik
o Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat
membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan
terutama pada fase akut. Pada CT Scan dapat memperlihatkan
adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
Gambar. CT Scan kepala stroke akut dan kronik
o Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu,
atau bila scan tak jelas. Angiografi serebral dapat membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
o Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu
membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan
intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).
o MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark atau
hemoragik.
Gambar. MRI kepala stroke akut
Gambar. MRI kepala stroke kronik
o EEG : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
o Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena.
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan
darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila
perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit,
Doppler, Elektrokardiografi (EKG).
Siriraj Stroke Score (SSS)
Cara penghitungan :
SSS = (2,5x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) - (3 x atheroma) – 12
Nilai SSS Diagnosis>1 Perdarahan otak
< -1 Infark otak-1 < SSS < 1 Diagnosis meragukan (gunakan kurva atau CT Scan)
Skor Gajah Mada
6) DIAGNOSIS BANDING
1. Stroke perdarahan intra serebral
2. Encephalopathy hypertensive
3. Trauma kepala
4. Tumor otak
5. Encephalopathy metabolic
PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIK
Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007):
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
f. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik
harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.
Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah,
tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan
saturasi oksigen.
g. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi,
dapat diberikan obat-obat vasopressor.
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal
Derajat kesadaran
Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama
stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
Elevasi kepala 20-30º.
Hindari penekanan vena jugulare
Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial
1 mg/kgBB IV.
Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar
e. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin
loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi
profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila
kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya.
Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,
analisa urin, AGDA dan elektrolit.
Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap
1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.
Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan
diganti bila terjadi kekuranngan.
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.
Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.
Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun.
Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan
fraktur)
Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
4. Penatalaksanaan medik yang lain
Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.
Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.
Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.
Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
Rehabilitasi
Edukasi keluarga.
Discharge planning.
TERAPI STROKE ISKEMIK
Terapi Umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan
hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg
% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2
kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8
jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥
110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi Khusus :
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika
didapatkan afasia).
Obat Parenteral untuk Terapi Emergensi Hipertensi pada Stroke Akut
Obat Dosis
Mula
kerja
Lama
kerja
Efek samping
Keterangan
Labetolol 20-80 mg iv bolus setiap 10 menit atau 2 mg/menit infus kontinyu
5-10 menit
3-6 jam
Nausea, vomitus, hipotensi, blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme
Terutama untuk kegawatdaruratan hipertensi, kecuali pada gagal jantung akut
Nikardipin
5-15 mg/jam infus kontinyu
5-15 menit
Sepanjang infus berjalan
takikardi Larut dalam air, tidak sensitif terhadap cahaya, vasodilatasi perifer dengan tanpa menurunkan aktivitas pompa jantung
Diltiazem 5-40 µg/kg/menit infus kontinyu
5-10 menit
4 jam Blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama usia
Krisis hipertensi
lanjut
Obat Oral untuk Terapi Urgensi Hipertensi pada Stroke Akut
Jenis Obat
RuteMula kerja
Lama kerja
Dosis dewasa
Frekuensi Pemberian
Efek samping
Nifedipin Oral
Bukal
15-20 menit
5-10 menit
3-6 jam
3-6 jam
10 mg
10 mg
6 jam
20-30 menit
Hipotensi, nyeri kepala, takikardia, pusing, muka merah
Captopril Oral
SL
15-30 menit
5 menit
4-6 jam
2-3 jam
6,25-25 mg
6,26-25 mg
30 menit
30 menit
Hiperkalemia, insufisiensi ginjal, hipotensi dosis awal
Clonidin Oral 30 menit
8-12 jam
0,1-0,2 mg
12 jam Sedasi
Prazosin Oral 15-30 menit
8 jam 1-2 mg 8 jam Sakit kepala, fatique, drowsiness, weakness
7) KOMPLIKASI
Banyak pasien mendapat kelemahan fisik yang tersisa dan disertai dengan nyeri dan
spastisitas. Tergantung dari tingkat keparahan gejala dan seberapa banyak bagian tubuh
yang terlibat, kelemahan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan untuk berjalan, untuk
berdiri dari kursi, untuk makan sendiri, untuk menulis atau menggunakan computer, untuk
menyetir, dan aktivitas lainnya.
PENCEGAHAN
Pasien yang telah terserang stroke untuk pertama kali, memiliki risiko yang tinggi
untuk mendapat serangan stroke berulang. Cara untuk mecegah rekurensi dari stroke
yakni:
Perubahan gaya hidup
Berhenti merokok
Makan makanan sehat: diet kaya buah dan sayuran, tinggi kalium, dan rendah
lemah jenuh, masukan natrium (garam) kurang dari 2300 mg/hari.
Berolah raga (30 menit, minimal satu kali seminggu)
Menjaga berat badan ideal
Membatasi asupan alkohol.
Terapi antiplatelet dan antikoagulan untuk pencegahan stroke:
Pencegahan primer (jika terapi yang diberikan sebelum terjadinya stroke):
Untuk laki-laki atau perempuan yang tidak memiliki faktor risiko stroke,
tidak ada bukti bahwa aspirin dapat membantu pencegahan.
Perempuan usia 55 – 79 tahun dapat meminum aspirin harian jika memiliki
risiko stroke atau serangan jantung.
Laki-laki usia 45 – 79 tahun dapat meminum aspirin harian jika memiliki
risiko stroke atau serangan jantung.
Untuk perempuan dan laki-laki usia 80 tahun atau lebih, tidak diketahui
apakah meminum aspirin untuk pencegahan stroke memilik keuntungan
yang lebih besar daripada risiko perdarahan traktus digestivus atau
perdarahan otak.
Pencegahan sekunder (jika terapi yang diberikan untuk pencegahan stroke ulang):
Dapat diberikan aspirin saja atau aspirin disertai obat-obatan anti-clotting
seperti dipyridamole (Persantine, atau aggrenox) dua kali sehari.
Dapat digunakan klopidogrel sebagai pengganti aspirin, untuk pasien
dengan arteri koroner yang menyempit atau telah memiliki stent.
Mengkombinasi aspirin dengan klopidogrel bersama-sama tidak memiliki
efek yang menguntungkan tetapi meningkatkan risiko terjadinya
perdarahan.
Obat antikoagulan (warfarin) dapat digunakan sebagai pencegahan stroke pada
pasien dengan fibrilasi atrial. Pemberian warfarin memiliki risiko terjadinya
perdarahan, tetapi keuntungan yang didapatkan lebih besar daripada risikonya.
Risiko terjadinya perdarahan lebih tinggi jika terapi warfarin dimulai dengan
dosis yang tinggi dan dengan periode terapi yang lama. Pemeriksaan protrombin
time (PT) dan international normalized ratio (INR) dapat digunakan untuk
memonitor koagulasi darah.
Kontrol diabetes
Pasien dengan diabetes harus mencapai kadar gula darah puasa kurang dari 110
mg/dl dan HbA1C kurang dari 7%.
Kontrol tekanan darah
Pasien dengan diabetes, chronic kidney disease, atau aterosklerosis harus
mencapai tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
Kolesterol LDL yang rendah
American Heart Association merekomendasikan pasien yang memiliki stroke iskemik
atau TIA untuk meminum obat statin untuk menurunkan kadar kolesterol. Kebanyakan
pasien harus mencapai kadar LDL kurang dari 100 mg/dl. Pasien dengan faktor risiko
multipel harus mencapai kadar LDL kurang dari 70 mg/dl.
PROGNOSIS
Lebih dari 75% pasien dapat bertahan hidup pada serangan stroke pertama selama
tahun pertama, dan lebih dari separuh bertahan di bawah 5 tahun. Banyak penderita pasca
stroke dapat kembali ke fungsi mereka sebelumnya, tetapi 25% lainnya memiliki disability
ringan dan 40% memiliki disability sedang-berat.
Risiko untuk rekurensi dari stroke ini sendiri sangat tinggi pada minggu-minggu
pertama dan bulan pertama setelah stroke. Tetapi sekitar 25% pasien yang memiliki
serangan stroke pertama kali, akan mendapat serangan kembali dalam 5 tahun kemudian.
Faktor risiko untuk terjadi rekurensi stroke:
Usia yang tua
Adanya bukti arteri yang terblok (riwayat penyakit jantung koroner, penyakit
arteri carotid, penyakit arteri perifer, stroke iskemik, atau TIA).
Stroke hemoragik atau embolik
Diabetes
Alkoholisme
Penyakit katup jantung
Fibrilasi atrial
DAFTAR PUSTAKA
1. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
2. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
3. Departemen Saraf. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi. Edisi
Kedua. Jakarta: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. 2007.
4. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga Medical
Series. 2007.
5. MIMS. Edisi ke-121. 2012.
6. Adams HP Jr, del Zoppo G, Alberts MJ, Bhatt DL, Brass L, Furlan A, et al. guidelines
for The Early Management Adults With Ischemic Stroke: a Guideline From The
American Heart Association. Circulation. 2007 May 22; 115 (20): e478 - 534