Upload
mestikarini-astari
View
416
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan kasus
Citation preview
PRESENTASI KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. SWUmur : 46 tahunJenis kelamin : Laki – lakiAgama : IslamPekerjaan : Karyawan SwastaAlamat : Kp. Bulu poncol
Tanggal Masuk RS : 12 maret 2015Tanggal Pemeriksaan : 16 maret 2015
II. Anamnesa
Keluhan UtamaLemah badan sebelah kiri
Riwayat Penyakit SekarangPasien datang rujukan dari RS Cibitung Medika dengan keluhan lemah badan sebelah kiri yang dirakan sejak 11 jam sebelum masuk RS. Lemah badan sebelah kiri dirasakan saat pasien akan tidur dan sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri kepala, bicara pelo (+), dan adanya mual, muntah dan penurunan kesadaran disangkal.Pasien bekerja sebagai pegawai swata dan pasien merupakan perokok.
Riwayat Penyakit DahuluPasien memiliki riwayat hipertensi tak terkontrol sejak 5 tahun yang lalu, riw. DM (-), riw. Stroke sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit KeluargaAyah pasien memiliki riwayat hipertensi
III. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum Kesan : Tampak sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4 M5 V6 Tanda vital
Tekanan darah: 160/110 mmHgNadi : 82 kali /menitPernapasan : 24 kali /menitSuhu : 36.8oC
Toraks Inspeksi
• Paru : Bentuk dada simetris saat statis dan dinamis• Jantung : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi• Paru : Tidak teraba adanya masa, fremitus taktil dan vocal simetris di
kedua lapang paru.• Jantung : Iktus kordis teraba di sela iga ke – 5 linea midklavikulars sinistra.
Perkusi• Paru : Sonor dikedua lapang paru, peranjakan paru (+)• Jantung :
Batas pinggang jantung terdapat di sela iga ke – 3 linea parasternalis sinistraBatas kanan jantung terdapat di sela iga ke – 4 linea sternalis dekstraBatas kiri jantung terdapat di sela iga ke – 5 linea midklavikularis sinistra
Auskultas• Paru : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru, tidak ada rhonki,
tidak ada wheezing.• Jantung : Bunyi jantung I dan II murni, regular
Abdomen• Inspeksi : Tampak datar, tidak ada kelainan kulit• Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekat, tidak teraba masa, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba• Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen• Auskultasi : Bising usus (+) normal
Pemeriksaan Psikiatris- Emosi dan effek : baik - Penyerapan : baik- Proses berfikir : baik - Kemauan : baik- Kecerdasan : baik - Psikomotor : baik
Pemeriksaan Neurologis1. Kepala :
• posisi : sesuai tempatnya• bentuk/ukuran : normocephal• penonjolan : (-)
2. Saraf Kranial N. olfaktorius ( N. I )
- Daya penciuman hidung : baik
N. opticus ( N. II ) OD OS- Tajam penglihatan : 6/6 6/6- Lapang penglihatan : baik baik- Funduskopi : baik baik
N. occulomotorius, N. trochlearis, N. abducen ( N.III-N.IV-N.VI )- Celah Kelopak mata :
Ptosis : (-) (-)Exopthalmus : (-) (-)
- Ptosis Bola Mata : (-) (-)- Pupil :
ukuran/bentuk : < 3mm / bulat isokor/anisokor : isokorReflek cahaya langsung : (+) (+)Reflek cahaya tidak langsung : (+) (+) Reflek Akomodasi : sulit dilakukan
- Gerakan bola mataParese kearah : (-)Nistagmus : (-)
N. trigeminus ( N. V )- Sensibilitas :- N. V1 : baik
- N. V2 : baik - N. V3 : baik
- Motorik : - inspeksi/palpasi : baik- Refleks dagu/masseter : baik
- Refleks cornea : baik
N. fascialis ( N. VII )- Motorik : M. Frontalis M. Orbik.oculi M. Orbik.oris
* istirahat : baik baik baik * gerakan mimik : baik baik baik- Pengecapan 2/3 depan lidah : baik
N. acusticus ( N. VIII )- Pendengaran : baik
- Test rinne/weber : baik - Fungsi vestibularis
N. glossopharingeus dan N. vagus ( N. IX dan N. X )- Posisi Arcus pharingeus (Istirahat/AAH) : sulit dinilai- Suara : normal- Reflek telan/muntah : normal- Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : normal- Bradikardi/takikardi : -
N. accesorius ( N. XI )- M. Sternocleidomastoideus : kanan lebih kuat daripada kiri- M. Trapezius : kanan lebih kuat daripada kiri
N. hipoglossus ( N. XII )- Atropi : (-)- Fasikulasi : (-)- Deviasi : (ke kanan)- Tremor : (-)
- Ataksia : (-)
3. Leher :- Tanda-tanda perangsangan selaput otak : - kaku kuduk : (-)
- kernig’s sign : (-)- laseque sign : (-)- Brudzinski : (-)
- kelenjar lymphe : tidak ada pembesaran- arteri karotis : - palpasi : dalam batas normal
- auskultasi : tidak terdapat bruit- kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
4. Abdomen :- Reflek kulit dinding perut : (+)
5. Kolumna Vertebralis :- inspeksi : dalam batas normal - palpasi : dalam batas normal- pergerakan : dalam batas normal - perkusi : dalma batas normal
6. Sistem motorik : Superior ka / ki Inferior ka / ki- Gerak : baik/melemah baik/melemah- Kekuatan otot : 5/4 5/4- Tonus : baik/↓ baik/↓- Klonus : tidak dilakukan tidak dilakukan
7. Reflek fisiologis : Dekstra Sinistra- Bicep : (+) (+)- Pattela : (+) (+)- Trisep : (+) (+)- Achiles : (+) (+)
8. Reflek patologi - Hoffman trommer : (-) / (-) - Babinsky : (-) / (-)- Chaddock : (-) / (-)- Oppenheim : (-) / (-)- Schaefer : (-) / (-)- Gordon : (-) / (-)- Gonda : (-) / (-)
9.Sensibilitas- Rasa raba : kanan lebih terasa daripada kiri- Rasa nyeri : kanan lebih terasa daripada kiri- Rasa suhu panas : tidak dilakukan - Rasa suhu dingin : tidak dilakukan
10. Propioseptif - Rasa sikap : baik- Rasa getar : baik
11. Pemeriksaan fungsi luhur :- memori : baik - fungsi eksekutif -fungsi bahasa : baik - fungsi psikomotorik (praksia) : baik - visuospasial : baik - kalkulasi : baik
- gnosis : baik
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hasil Laboratorium (09 Februari 2015)
KIMIA DARAH
Glukosa Sewaktu 104 <170 mg/dl
ELEKTROLIT
Na 139 136-145 mEq/l
K 2,8 3,3-5,1 mEq/l
Cl 92 98-106 mg/dl
Kesan : - Tampak lesi hiperdens berbatas tegas pada temporoparietal dextra
V. RESUMEPasien (Tn. SW, 46 tahun) datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan lemah
sebelah kiri sejak 11 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien merasa nyeri
kepala sebelum tidur. Riwayat hipertensi tidak terkontrol (+).
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Umum Kesan : Tampak sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4 M5 V6 Tanda vital
Tekanan darah: 160/110 mmHgNadi : 82 kali /menitPernapasan : 24 kali /menitSuhu : 36.8oC
Sistem motorik : Superior ki / ka Inferior ki / ka- Gerak : melemah/baik melemah/baik- Kekuatan otot : 4/5 4/5- Tonus : ↓/baik ↓/baik- Klonus : baik baik Reflek fisiologis : Dekstra Sinistra- Bicep : (+) (+)- Pattela : (+) (+)- Trisep : (+) (+)- Achiles : (+) (+)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM - Kalium dan Calsium ↓
PEMERIKSAAN PENUNJANGCT-ScanKesan : - Tampak lesi hiperdens berbatas tegas pada temporo parietal dextra
VI. DIAGNOSA- Diagnosis klinis : Hemiparesis sinistra- Diagnosis Topis : Cortex cerebri- Diagnosis Etiologis : Vaskular
VII. DIAGNOSA BANDING- Stroke Non Hemoragik- Stroke iskemik
VIII. TERAPI
Terapi Umum :- Infus Kaen 3A 16 tpm
- Anti Agregasi trombosit
- Analgetik
- Neuroportektor
IX. PROGNOSA- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad fungsionam : dubia ad malam
- Quo ad sanactionam : dubia ad malam
X. ANJURAN
- Fisioterapi - Diet rendah garam
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan fungsional
otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global,
berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak
didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara
lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea
II. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subaraknoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
c. Stroke in evolution / Progressing Stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler
III.FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan
usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11 – 20 %.
Orang yang berusia > 65 tahun memiliki risiko stroke sebesar 71 %,
sedangkat usia 65 – 45 tahun memiliki risiko 25 %, dan 4 % terjadi pada
orang berusia < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki dibanding
perempuan.
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit
putih.
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun, meningkatkan
risiko stroke
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan
terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang
terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya stroke pada
penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat
pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner,
kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati
meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali
serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan
benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke
dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena
stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk
terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas
dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang
semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan
juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi
terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di
dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di
jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl
meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.
g. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali.
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme
tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi
berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf
otak dan lain – lain. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko
terkena stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko
lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi)
dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan
dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri
akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang
stroke.
IV. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa :
1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :
a. Pendarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan
intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak
akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh
darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di
bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya
hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma
kecil – kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut
aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah
oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke
dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes
ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan
subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan
merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi
saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan
kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya
pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-
laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya
dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien
nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan
intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa
aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil
anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis,
pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering
meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke
dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke
dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering
berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum
biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan
hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh
fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan
ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang
terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang
kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan
awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume
darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul
gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens)
pada CT Scan.
b. Pendarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga
subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat,
penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini
umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat
rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi
arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di
sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera
mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak
yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik
akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat
pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan
penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif
berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign,
Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada
pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga
subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam
setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit neurologik
fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu
setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan
tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.
Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess :
Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
Derajat 1 : Sakit kepala ringan
Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang
meningeal dan kemungkinan adanya defisit saraf kranial
Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan defisit fokal neurologi
ringan
Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal
deserebrasi
Derajat 5 : Koma dalam, deserebrasi
2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan
gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu
dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang
pandang.
b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan
gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa
penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia,
defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu
dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang
pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem
vertebrobasiler.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung dari
area otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik
biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan
daripada tipe lain dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia,
disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita
sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya
dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota
tubuhnya
Rasa kesemutan di sebagian tubuh
Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer dominan
Kebutaan (amaurosis fugaks)
Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
Penglihatan ganda (diplopia)
Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot
ekstraokular
Pusing seperti berputar (vertigo)
Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
Kesulitan untuk menelan (disfagia)
Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese atau
tetraparese)
Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal
(hemianestesia) baik unilateral maupun bilateral
Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :
SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X tekanan
darah diastole) - (3 x atheroma) - 12
Scoring :
Kesadaran :
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
Muntah :
Tidak = 0; Ya = 1
Sakit kepala :
Tidak = 0; Ya = 1
Tanda – tanda atheroma :
Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1 (Diabetes
mellitus, angina, claudicatio intermitten).
Interpretasi hasil score :
> 1 : Stroke hemoragik
< -1 : Stroke non-hemoragik
-1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian status
neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang jelas.
Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan
gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada mengenal
hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa
gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan susunan motorik sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak
b. Penilaian tenaga otot otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
Refleks Babinsky
Refleks Oppenheim
Refleks Gordon
Refleks Schaefer
Refleks Gonda
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis,
trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah
(LED)
Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
Fungsi hati (SGOT/SGPT)
Urine Lengkap
Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
Asam Urat
Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum
adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi
atau aneurisma pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik.
Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen
< 95 %
Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas
Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia
( pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada
pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik seperti glukosa)
Optimalisasi tekanan darah
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan
pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena peningkatan
TIK
Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20° - 30°
o Hindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia
o Osmoterapi atas indikasi :
Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit,
diulang setiap 4 – 6 jam dengan target ≤ 310
mOsm/L.
Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila
perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi edema
otak dan tingginya TIK pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar
yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang
dapat menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan diikuti
oleh fenitoin loading dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit
Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan
dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertau demam harus diberikan obat
antipiretik dan diatas penyebabnya
Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau > 37.5°C
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan diberikan antibiotik
Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan
elektroklit)
Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal
untu pemeriksan CSF
Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).
2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200 mmHg
atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan
perfusi serebral ≥ 60 mmHg
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati –
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol
dan esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem) intravena
digunakan dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan TIK
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah
risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta pendarahan ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan hingga
TDS 140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS 160 – 180 mmHg sering digunakan
sebagai target TDS dalam mencegah risiko terjadinya vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru,
gagal ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS
160/90 mmHg pada 6 jam pertama.
3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.
a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau trombositopenia
berat sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor koagulasi atau
trombosit
Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
o FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor
pembekuan darah
b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
Tatalaksana umum :
o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah sebagai berikut :
Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
Tidah baring total dengan posisi kepala ditinggikan
30°, beri O2 2 – 3 LPM bila perlu
Hati – hati dalam penggunaan sedatif
Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem
kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang ada
o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
Lakukan penatalaksanaan ABC
Perawatan dilakukan di ruang intensif
Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi dan
menjamin jalan napas yang adekuat.
Hindari pemakaian sedatif
Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :
o Kontrol dan monitor tekanan darah
o Bed rest total
o Terapi antifibrinolitik :
Epsilon-aminocaproic acid : loading 4 mg IV,
kemudian diikuti dengan infus kontinu 1 gr/jam atau
asam traneksamat 1 gram IV kemudian dilanjutkan 1
gr setiap 6 jam sampai aneurisma tertutup atau
biasanya disarankan selama 72 jam.
Terapi umum :
o Berikan laxative untuk melunakkan feses secara reguler
o Analgetik :
Acetaminophen ½ - 1 gr/4 – 6 jam dengan dosis
maksimal 4 gr/4 – 6 jam
o Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :
Haloperidol IM 1 – 10 mg tiap 6 jam
Petidin IM 50 – 100 mg atau morfin SC atau IV 5 –
10 mg/4 – 6 jam
Midazolam 0.06 – 1.1 mg/KgBB/jam
Propofol 1 – 3 mg/KgBB/jam
VII. KOMPLIKASI
1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik,
pada intra dan extraseluler.
b. Vasospasme (terutama pada PSA)
Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh
sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat
langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau
produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri.
Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung,
disorientasi, ”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada
daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang
dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih berat.
c. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes
ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian
basal, darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie.
Dimana pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan
sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi
akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4
minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan
kesadaran dan inkontinen.
d. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat
kelainan osmotik.
2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :
a. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis
terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi
otak membaik kembali.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup
setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, patologi lesi, ukuran, patologi
lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik
memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada
stroke iskemik hanya 10%.