Upload
dilla
View
347
Download
22
Embed Size (px)
Laporan Kasus
SIROSIS HEPATIS
OLEH
Andria Prima Rosyadi
0908113674
Pembimbing :
dr. Alex Barus, Sp.PD, FINASIM
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2013
PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat adanya nekrosis hepatoselular. Sirosis hati mengakibatkan terjadinya
35.000 kematian setiap tahunnya di Amerika. Di Indonesia data prevalensi sirosis
hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis
berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah
asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.1
Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau
C. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya
peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks
ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang
berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang
membentuk kolagen.1,2
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan
dan penanganan komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa
penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada fase
dini diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi dalam jangka panjang
dan mencegah timbulnya komplikasi.1,2
TINJAUAN PUSTAKA
1
1. Definisi Sirosis Hati
Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang
berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange (orange yellow), karena
terjadi perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk.3
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah
disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah
vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini
biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila
ditekan.3,4
Menurut Lindseth, Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan
nodul-nodul regenerasi sel hati. Sirosis hati dapat mengganggu sirkulasi sel darah
intra hepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi
hati.4
2. Anatomi dan Fungsi Hati
2.1. Anatomi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah.4
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum
teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. .
Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3
2
bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Hati
dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus
peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.3,4
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu Vena porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica
cabang dari arteri iliaca yang kaya akan oksigen.3,4
Gambar 2.1.Anatomi hati
2.2. Fungsi Hati
Hati selain salah satu organ ditubuh terbesar juga mempunyai fungsi yang
terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat
dilihat dari sel-sel dalam hati.1
Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;1
1. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan
garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2. Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3. Sebagai alat saringan (filter)
3
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh
intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.
Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi1
1. Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a. Pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak,
empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b. Alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati
menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri
tetapi untuk organ lainya juga.
c. Alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan
glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
d. Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun
endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara
oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
2. Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem
retikulo endothelial.
a. Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b. Membentuk a-globulin dan immune bodies
c. Alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau
makromolekuler.
3. Epidemiologi
Insiden sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik. Data di Indonesia, RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien dengan sirosis
hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian ilmu penyakit dalam dalam
kurun waktu tahun 2004. Di Medan, dalam kurun waktu 4 tahun di jumpai pasien
sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam.5
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun
2001 sebesar13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di
Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan
4
kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kita-kota besar di
Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%)
lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan
kelompok umur yang terbanyak. Ndraha melaporkan selama Januari –Maret 2009
di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan
36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.5
4. Klasifikasi Sirosis Hati
Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:6
a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya
dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnya
nodul, yaitu:1,6
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hati atas:6
a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis
alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai
akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.
5
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas. 6
a. Sirosis portal adalah sinonim dengan fatty, nutrional atau sirosis alkoholik.
b. Sirosis postnekrotik
c. Sirosis biliaris.
5. Faktor Risiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :1,7
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di
dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember
1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita
kekurangan protein hewani dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang
berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli,
petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah
menengah.
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis
40-50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40 % . sejumlah 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B
atau C.
6
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan biasanya terdapat pada orang-
orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser
Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari
seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis
sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai
pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik.
7
6 Patogenesis
Mekanisme terjadinya fibrosis pada penyakit sirosis sepenuhnya belum
diketahui, nekrosis yang terjadi pada sel hati yang meliputi daerah yang luas akan
menyebabkan kolaps pada daerah tersebut sehingga memicu timbulnya
pembentukkan kolagen. Tingkat awal yang terbentuk adalah septa pasif yang
dibentuk oleh jaringan retikuler penyangga yang dibentuk oleh jaringan retikuler
kemudian berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut yang demukian dapat
menghubungkan daerah porta yang satu dengan daerah porta yang lain atau antara
porta dan sentral.1,4
Pada tahap selanjutnya kerusakan parenkim dan peradangan yang terjadi sel
duktulus, sinusoif dan sel-sel retikuloendotelial di dalam hati akan memacu
terjadinya fibrogenesis yang akan menimbulkan septa yang aktif. Sel limfosit T
dan makrofag juga berperan dalam sekresi limfokin dan monokin yang dianggap
sebagai mediator fibrogenesis. Mediator ini dibentuk tanpa adanya nekrosis dan
inflamasi aktif. Septa akan menjalar menuju ke dalam paremkim hati yang
berawal dari daerah porta. Pembentukkan septa tingkat kedua ini yang
menentukan perjalanan progresif sirosis hati. Pada tingkat yang bersamaan
nekrosis parenkim akan memacu proses regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang
timbul akan menyebabkan ganguan pembentukan susunan jaringan ikat. Keadaan
regenerasi dan fibrogenesis yang terus berlanjut mengakibatkan perubahan pada
vascular dan kemampuan faal hati dan akhirnya terjadi fibrosis hepatis.1,4
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian memperlihatkan adanya
peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi.
Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika
terpapar faktor tertentu yang berlangsung terus menerus seperti hepatitis virus,
bahan hepatotoksik dll, maka sel stelata akan membentuk sel kolagen. Jika proses
ini berjalan terus makan fibrosis akan terus terbentuk di dalam sel stelata, dan
jaringan hati yang normal diganti oleh jaringan ikat.1,4
7 Gejala dan Tanda Klinis Sirosis Hati
8
1. Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada sirosis terjadi kerusakan
hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan
ikat yang difus.1,4
2. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:1,4
- Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi
ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit.
- Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.
- Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap
di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati.
8 Diagnosis
9
Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis
hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan
diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium dan USG. Pada
kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit
membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis
pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata
diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis
sudah tampak dengan adanya komplikasi.1,2
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan
dengan nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada
kedua konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan
rambut tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam
batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal
fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua
lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh
regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness
dan gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi
karena besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas
juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah.1,2
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang
meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST)
atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat
menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan
ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan
adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3
kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien
kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil
transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang
10
tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat
normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang
lanjut.1,2
Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati,
akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara
itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat
sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang
selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu
protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada
hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium
serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.3,4
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga
biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam
penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom
normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia
biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia
akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada
penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan
rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis,
dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun
memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung
pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi
ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada
penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang
tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui
pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis
dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.4
9. Komplikasi
11
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis
hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:1
1. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang
bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati
setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan
dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang
masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan
koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya
gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas
sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan
memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu
(tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-
aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan
ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.
2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi
porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis
sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun
pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-
20% untuk setiap episodenya.
3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien dengan cairan
asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki
kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan
rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya
translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran
bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli,
12
streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram
negatif lainnya. Diagnosis PBS berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,
dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan
kultur cairan asites yang positif.
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat
diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.
Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil
sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom
hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40
ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang
dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
5. Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa perdarahan pada saluran
cerna akibat pecahnya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang
dibuktikan melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi. Selain itu,
pasien juga diduga mengalami ensepalopati hepatikum karena mengalami
berbagai gangguan tidur selama menderita sakit ini.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan
kasus sirosis. Pada kasus sirosis hepatis pasien diberikan diet cair tanpa protein,
rendah garam, serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari.
Jumlah kalori harian dapat diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Diet protein
tidak diberikan pada pasien yang mengalami ensepalopati hepatikum, sehingga
pemberian protein yang dapat dipecah menjadi amonia di dalam tubuh dikurangi.
Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami
13
pasein tidak memberat. Diet cair dapat diberikan pada pasien yang mengalami
perdarahan saluran cerna. Hal ini dilakukan karena salah satu faktor resiko yang
dapat menyebabkan pecahnya varises adalah makanan yang keras dan
mengandung banyak serat. Selain melalui nutrisi enteral dapat diberi nutrisi secara
parenteral dengan pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%, dekstrosa 10%, dan
aminoleban.8
11 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai
pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Sistem
klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup
pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama
setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B
adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.8
Klasifikasi Child-Pugh
KlasifikasiNilai
1 2 3
Ensefalopati - Minimal Berat/koma
Asites - Mudah dikontrol Sulit dikontrol
Bilirubin <2 2-3 >3
Albumin >3,5 3 <3
PT <1,7 1,7-2,3 >2,3
LAPORAN KASUS
14
IDENTIFIKASI PASIEN
Nama pasien : Tn. NH Alamat : Rokan-Hulu
Umur : 39 tahun Pekerjaan : Petani
Jenis kelamin : Laki-laki MRS : 19 September 2013
Agama : Islam Tgl Pemeriksaan : 23 september 2013
MR : 82.65.97
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan muntah berwarna hitam sejak 1 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang:
- 3 bulan SMRS, pasien awalnya mengeluhkan perut semakin membesar
disertai kaki yang juga semakin membesar, pembesaran merata, badan terasa
semakin lemas, nafsu makan menurun. Pasien berobat ke dokter spesialis
penyakit dalam dan didiagnosis menderita penyakit liver. Pasien hanya rawat
jalan dan diberi obat.
- 1 minggu SMRS keluhan pasien mulai terasa berat dengan perut dan kaki
semakin membesar, nyeri pada ulu hati, nyeri tidak menjalar dan terasa
menyesak ke dada sehingga sulit bernafas, mual (+), muntah (-), BAK
berwarna seperti teh pekat, BAB tidak lancar, warna BAB kuning seperti
biasanya.
- 1 hari SMRS pasien tiba-tiba muntah muntah berwarna hitam disertai darah
segar, muntah ± 1 gelas ukuran 200 cc tidak disertai makanan, frekuensi
muntah 5 kali dari pagi sampai malam, Demam (+) badan terasa lemas, mual
(+) muntah (+), perut dan kaki semakin besar, nyeri pada ulu hati (+) nyeri
tidak menjalar ke bagian tubuh lain, sesak napas (+), BAK tidak lancar, BAB
tidak lancar, badan terasa semakin lemas, kemudian pasien dibawa ke RS
Bangkinang dan pasien di rujuk ke RSUD Arifin Achmad.
15
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit kuning saat umur 20 tahun
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat penyakit keluarga:
- Ayah pasien pernah menderita penyakit liver dan telah meninggal 20 tahun
yang lalu.
- Riwayat DM disangkal dalam keluarga
- Riwayat hipertensi disangkal dalam keluarga
Riwayat sosial ekonomi
- Pasien bekerja sebagai petani
- Pasien perokok berat dan sering minum alkohol sejak umur 20 tahun dan
terakhir minum 2 minggu SMRS.
PEMERIKSAAN FISIK (23-9-2013)
Status generalis
- Keadaan umum: tampak sakit sedang
- Kesadaran : komposmentis
- Keadaan gizi : sulit dinilai
- Vital sign :
o TD : 130/100 mmHg
o RR : 32 x/ menit
o Nadi : 88 x/ menit
o Suhu : 39,3o C
Pemeriksaan kepala leher:
- Palpebra udem : -/-
- Mata cekung : -/-
- Konjungtiva anemis : +/+
16
- Skelera ikterik : +/+
- Reflex cahaya : +/+
- Pupil : 3mm/3mm
- Lidah kotor : -
- Perbesaran KGB : -
- Peningkatan JVP : (+), 5 + 5 cm
Pemeriksaan paru:
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
penggunaan otot nafas tambahan (–)
pelebaran intercostals (-)
- Palpasi : vocal fremitus kiri dan kanan sama
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)
Pemeriksaan jantung:
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung kanan : linea parastenalis dekstra
batas jantung kiri : 2 jari linea midclavicula sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 dalam batas normal, murmur (-) , gallop (–)
Pemeriksaan abdomen:
- Inspeksi : Bentuk cembung, skar (-), mengkilat.
venektasi (-), spider nevi (-), tanda peradangan (-).
- Auskultasi : BU (+) terdengar lemah.
- Perkusi : Shifting dulless (+), Undulasi (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), perabaan hepar dan lien tidak dapat
dinilai
Pemeriksaan ekstremitas:
- Akral teraba hangat
17
- CRT < 2 detik
- Pitting edem (+/+) pada tungkai bawah.
- Eritema palmaris (-)
- Kuku terlihat putih (white nail)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap
(19-9-2013)
- WBC : 23,8 x 103 /ul - BILT : 1,10 mg/dL
- RBC : 1,62 x 106 /ul - URE : 138,1 mg/dL
- HGB : 5,2 g/dL - CRE : 2,41 mg/dL
- HCT : 15,9 % - AST : 136,9 U/L
- PLT : 34 x 103 /ul - ALT : 84 U/L
- ALB : 1,0 mg/dL
- GLU : 152 mg/dL
2. Pemeriksaan elektrolit
- Na+ : 134,6 mmol/L
- K+ : 4,40 mmol/L
- Cl : 106,9 mmol/L
(20-9-2013)
- CHOL : 82 mg/dl - AST : 262 u/L
- HDL : 26,8 mg/dl - ALT : 186 u/L
- BILD : 1,22 mg/dl - ALB : 1,46 mg/dL
- BILT : 2,82 mg/dl - LDL : 44,4 mg/dL
- URE : 150 mg/dl - BILI : 1,6 mg/dl
- CRE : 1,93 mg/dl - Globulin : 3,33 g/dl
RESUME
18
Tn. NH usia 39 tahun datang dengan keluhan hematemesis sejak 1 hari
SMRS. Volume muntah ± 1 gelas tidak disertai makanan. Ascites dan udem pada
kedua tungkai yang semakin jelas, demam (+), badan terasa lemas, nausea (+)
vomiting (+), nyeri pada ulu hati (+) dan nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh
lain, dispnea (+), BAK kurang lancar, BAB kurang lancar, badan terasa semakin
lemas, kemudian pasien dibawa ke RS Bangkinang dan pasien di rujuk ke RSUD
Arifin Achmad. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, konjungtiva
anemis, peningkatan JVP (+), perut tampak cembung dan mengkilat, bising usus
melemah, undulasi dan shifting dullnes (+). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil HGB: 5,2 g/dL , HCT: 15,9 %, PLT: 34 x 10 -3 /ul, ALB: 1,0
mg/dl, BILT: 1,10 mg/dl, URE: 138,1 mg/dl , CRE: 2,41 mg/dl, AST: 136,9 u/L ,
ALT: 84 u/L
DIAGNOSIS KERJA
Sirosis hepatis et. causa suspect hepatitis virus
RENCANA PEMERIKSAAN
- USG
- HBsAg
- Endoskopi
DAFTAR MASALAH
- Hematemesis
- Asites dan udem pada tungkai
- Anemia
- dispnea
- Demam
ANALISIS MASALAH
19
Tn.NH usia 39 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 19 September 2013
dengan keluhan utama muntah berwarna hitam disertai bercak darah sejak 1 hari
SMRS. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat
ditegakkan diagnosis pasien adalah sirosis hepatis.
Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan,
didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering
didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang
disertai penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan
yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut
yang membesar (asites), air kencing yang berwarna seperti teh, ikterus pada kedua
mata dan kulit, nyeri pada ulu hati.
Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga
perioteneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Asites yang
berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi melalui mekanisme transudasi yaitu
terjadi akibat volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa
ditambah hipoalbuminemia yang akan menyebabkan transudasi sehingga cairan
intravascular menurun. Pada kasus ini didapatkan kadar albumin pasien 1,0 mg/dl
(hipoalbuminemia) yang menyebabkan tekanan hidrostatik menurun sehingga
terjadi penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum (asites) dilihat dengan
adanya keluhan perut yang membesar dan ditandai dengan shifting dullness yang
positif.
Hematemesis dan Melena merupakan menifestasi klinik baik dari
perdarahan saluran cerna atas mapun saluran cerna bawah. Pada kasus sirosis
hepatis menifestasi perdarahan saluran cerna disebabkan oleh pecahnya varises
eosofagus (62%), ulkus peptikum (18%) dan erosi lambung (5%). Pada kasus ini
sumber perdarahan berasal dari pecahnya varises oesofagus. Untuk dapat
memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa endoskopi
ataupun esofagoskopi. Hati selain salah satu organ ditubuh terbesar juga
mempunyai fungsi yang terbanyak. Salah satu fungsi hati adalah mensintesis
albumin dan komponen penunjang pembentukan sel darah merah di hati. Pada
pasien dengan sirosis hepatis akan terjadi penurunan produksi albumin dan
20
komponen penunjang sel darah merah akibat kerusakan sel-sel parenkim hati
sehingga terjadi Hipoalbuminemia dan anemia.
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),
penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati
bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis
(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan
kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasil
penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari
sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan
30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai
penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum
ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat alkohol. Pada kasus ini sirosis
hepatis terjadi akibat infeksi virus hepatitis yang dikonfirmasi dari anamnesis
pada pasien didapatkan adanya riwayat sakit kuning 20 tahun.
RENCANA PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pasien sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penaganan komplikasi.
1. Nonfarmakologis
- Pemasangan NGT > puasa 1 hari, observasi pedarahan yg keluar.
- Tirah baring yaitu posisi tidur terlentang dengan kaki sedikit diangkat.
- diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/hari ,
batasi minum kurang dari 1 liter per hari.
- Kompres air hangat
2. Farmakologis
21
- IVFD RL 20 tpm
- O2 3 L/menit
- Triofusin 500 ml /12 jam
- Tranfusi PRC 4 labu target hb 10 g/dl
- Propanolol 2x10 mg
- Cefotaxim 2x500 mg
- Omeprazol 40 mg/12 jam
- Domperidon 3x1
- Spironolakton 2x100 mg
- Injeksi furosemid 20 mg/12 jam
- Inj alinamin f 3x2 amp
- Transfusi albumin
- Curcuma 3x1
Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon
diuretik dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema
kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis
20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada
respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.
FOLLOW UP
22
1. Senin, 23 September 2013
S : Perut dan kaki membesar, sesak napas, kedua mata kuning, nafsu makan
menurun, mual (+), muntah (-) BAK berwarna kuning pekat, BAB hitam
seperti aspal dan nyeri pada ulu hati.
O : TD : 130/100 mmHg HR : 88x/i RR : 32x/i T : 39,30 C
LP : 102 cm
BB : 72 Kg
A : Sirosis hepatis
P : Aminofusin hepar asnet
Domperidon 3x1
Spironolakton 2x100 mg
Injeksi furosemid 1x20 mg
Transfusi albumin
Curcuma 3x1
Cefotaxim 2x1
Kompres air hangat
2. Selasa, 24 September 2013
S : Perut membesar, kaki masih membengkak, kedua mata kuning, nafsu
makan menurun, mual (+) muntah (-). BAK berwarna kuning pekat, BAB hitam
seperti aspal dan nyeri pada ulu hati.
O : TD : 120/70 HR : 79x/i RR : 21x/i T : 36,30 C
LP : 102 cm
BB : 72 Kg/m2
Albumin: 2,0 mg/dl
A : Sirosis hepatis
P : Aminofusin hepar asnet
Spironolakton 3x100 mg
Injeksi furosemid 2x20 mg
Transfusi albumin
Curcuma 3x1
Domperidon 3x1
23
3. Rabu, 25 September 2013
S : Perut membesar, kaki masih membengkak, kedua mata kuning, nafsu
makan menurun,mual sudah berkurang, muntah (-) BAK berwarna kuning pekat,
BAB (-).
O : TD : 130/70 HR : 80x/i RR : 19x/i T : 36,10 C
LP : 101 cm
BB : 71 Kg/m2
Pemeriksaan HbsAg: reaktif
A : Sirosis hepatis
P : Aminofusin hepar asnet
Spironolakton 3x100 mg
Inj. Furosemid 2x20 mg
Curcuma 3x1
4. Kamis 26 September 2013
S : Perut membesar, kaki masih bengkak, mual (-), muntah (-),BAK (+)
warna kuning pekat, BAB (-).
O : TD : 120/80 HR : 83x/i RR : 19x/i T : 35,80 C
LP: 100 cm
BB: 71 kg/m2
A : Sirosis hepatis
P : Terapi lanjut + laxadin syrup 2 cth x 1
Juma’t, 27 September 2013
S : Perut membesar dan kaki masi bnegkak, mual (-), muntah (-), BAK
seperti biasa, BAB warna hitam (-)
O : TD : 120/80 HR : 83x/i RR : 19x/i T : 35,80 C
LP : 99 cm
BB: 70 kg/m2
A : Sirosis hepatis
P : Terapi lanjut + inj alinamin f 2 amp/8 jam
Sabtu, 28 September 2013
24
S : Perut membesar dan kaki masi bengkak mual (-), muntah (-), BAK
seperti biasanya, BAB (+) warna kuning spt biasa.
O : TD : 110/80 HR : 77x/i RR : 20x/i T : 360 C
A : Sirosis hepatis
P : Terapi lanjut
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in
the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009.
18(3):299- 302.
3. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/
978 1416032588.pdf.
4. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,
Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136
5. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/
185856- overview#showall .
6. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
7. Caroline R Taylor. 2011. Cirrhosis Imaging. http://emedicine.medscape.
com/article/366426-overview#showall.
8. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal
Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.
102:2086–2102.
26