18
BAB I LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien Nama : Tn.A Usia : 51 tahun Agama : Islam MRS : 3 Juni 2015 3.2 Anamnesis Keluhan Utama : Keluar cairan dari hidung sebelah kanan sejak 3 bulan SMRS Riwayat Sakit Sekarang : Sejak 3 bulan terakhir, pasien mengeluh keluar cairan rongga hidung kanan. Sekret berwarna kuning kehijauan , kental, dan bau. Sering terasa ada cairan yang turun dari belakang hidung ke tenggorokan. Pasien juga mengeluh sakit kepala seperti ditusuk- tusuk yang hilang timbul. Nyeri dibawah mata kanan dan nyeri tekan pipi kanan juga dirasakan. Pendengaran telinga kanan menurun sejak 3 bulan terakhir. Keluhan demam dan batuk disangkalnya. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien mengaku belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. . 1

Laporan Kasus Sinusitis Maksila

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sinusitis Maksila

Citation preview

BAB ILAPORAN KASUS

3.1 Identitas PasienNama: Tn.AUsia: 51 tahunAgama: IslamMRS: 3 Juni 2015

3.2 AnamnesisKeluhan Utama: Keluar cairan dari hidung sebelah kanan sejak 3 bulan SMRSRiwayat Sakit Sekarang: Sejak 3 bulan terakhir, pasien mengeluh keluar cairan rongga hidung kanan. Sekret berwarna kuning kehijauan , kental, dan bau. Sering terasa ada cairan yang turun dari belakang hidung ke tenggorokan. Pasien juga mengeluh sakit kepala seperti ditusuk- tusuk yang hilang timbul. Nyeri dibawah mata kanan dan nyeri tekan pipi kanan juga dirasakan. Pendengaran telinga kanan menurun sejak 3 bulan terakhir. Keluhan demam dan batuk disangkalnya.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien mengaku belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. .

Riwayat Penyakit Keluarga: Pasien menyangkal riwayat penyakit kencing manis, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, asma di dalam keluarga. Riwayat Pengobatan Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat warung untuk menghlangkan sakit kepalanya

3.3 Pemeriksaan FisikKeadaan umum : tampak sakit sedangKesadaran : compos mentis Tanda Vital:Frekuensi nadi : 78 x/menit, reguler, isi cukup Tekanan darah : 130/80 mmHgFrekuensi nafas : 16 x/menit, regulerSuhu : 36,5 C (per axiller)Status Generalis:Kepala& Leher: normochepali, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Telinga/Hidung/Tenggorok: Status LokalisThorax: Cor :Inspeksi, ictus cordis tidak terlihatPalpasi, ictus cordis tidak terabaPerkusi, batas jantung dalam batas normalAuskultasi, S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-), Pulmo : Inspeksi, gerak simetris Palpasi, fremitus raba kanan = kiri Perkusi, sonor Auskultasi, vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen: Inspeksi, distensi (-)Palpasi, soefel, organomegali (-)Perkusi, timpaniAuskultasi, bising usus (+) normal.Ektremitas: edema (-/-), varises (-/-), akral hangat

Status Lokalis Telinga, hidung dan tenggorokan :TELINGA

AurikulaRadang (-), nyeri tekan tragus (-)Radang (-), nyeri tekan tragus (-)

Retroaurikula Radang (-), nyeri tekan (-)Radang (-), nyeri tekan (-)

Meatus akustikus eksternusMukosa hiperemi (-)Mukosa hiperemi (-)

Membran timpaniUtuh, hiperemis (-), reflex cahaya jam 5, warna putih mengkilat

Utuh, hiperemis (-), reflex cahaya jam 7, warna putih mengkilat

HIDUNG

Vestibulum Sekret (+), massa (-),hiperemis (+)Sekret (-), massa (-), hiperemis (-)

Konka inferiorHipertrofi (+), hiperemis (+) Hipertrofi (-), hiperemis (-)

Meatus nasi media Pus (-), polip (-) Pus (-), polip (-)

Kavum nasi Lapang Lapang

Mukosa Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Sekret Deviasi (-) Deviasi (-)

Septum normalnormal

FARING

Arkus faring DBNDBN

TonsilT1, hiperemi (-), kripta (-),detritus (-), permukaan rataT1, hiperemi (-), kripta (-),detritus (-), permukaan rata

UvulaSimetris, hiperemi (-), oedem (-)

Palatum moleSimetris, hiperemi (-)

Dinding faringMukosa halus, hiperemi (-), refleks muntah +/+

Regio Fasialis:Inspeksi: pembengkakan pipi (-), deformitas wajah (-)Palpasi: nyeri tekan maksila dextra (+)Perkusi : nyeri ketok maksila dextra (+)Pemeriksaan Gigi: Lengkap , caries gigi (-)3.4 Pemeriksaan Penunjang

Posisi PA menunjukkan air fluid level pada sinus maxillaris

DiagnosisSinusitis Maxilaris dextra

Penatalaksanaan Terapi: Antrostomi ( drainase + spoeling sinus ) Odontektomi Antibiotik Analgetik Monitoring: Perdarahan paska irigasi Tanda-tanda rekurensi (keluhan subjektif berulang) Mengatasi faktor penyebabRencana pemeriksaan Pemeriksaan CT-Scan kepala Prognosa Ad Vitam: dubia ad bonam Ad Fungsionam: dubia ad malam Ad Sanasionam: dubia ad malam

BAB IISINUSITIS

1.1 DefinisiSinusitis adalah radang pada mukoperios sinus paranasal. Peradangan ini meliputi sinus maksila (sinusitis maksila), sinus frontal (sinusitis frontal), sinus ethmoid (sinusitis ethmoid), dan sinus sphenoid (sinusitis sphenoid). Peradangan dapat mengenai beberapa mukoperios sinus paranasal saja, sedangkan peradangan yang mengenai semua mukoperios sinus paranasal disebut pansinusitis.

1.2 Anatomi sinus maksila

Sinus paranasal merupakan rongga-rongga yang terdapat di dalam maxilla os frontale, os sphenoidale, dan os ethmoidale. Sinus maksila merupakan sinus paranasalis terbesar. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila ( fosa kanina ), dinding posteriornya permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya prosesus alveolaris dan palatum.

1.3 Patogenesis sinusitis1.3.1 Faktor rhinogenInfeksi atau peradangan sinus umumnya terjadi sebagai kelanjutan infeksi hidung. Setiap kondisi dalam hidung seperti rhinitis akut dan infeksi, rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, polip nasi, deviasi septum nasi dan hipertrofi konka dapat menghambat aliran keluar cairan hidung cenderung menyebabkan infeksi dari sinus.Sinus-sinus tersebut dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks ostio-meatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi antimkrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan sehingga infeksi pada salah satu sinus dapat menyebabkan infeksi pada sinus yang lain. Bila terjadi edema pada organ pembentuk KOM, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak, Ostium dapat tersumbat, dan lendir tidak dapat dialirkan. Akibatnya tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadi transudasi dengan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, dinding-dinding sel dan proliferasi sel-sel kelenjar submukosa. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Keadaan ini disebut sinusitis akut dan memerlukan terapi antibiotik. Selanjutnya jika terapi tidak berhasil, maka mukosa akan semakin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik (irreversible) yaitu terjadi perubahan jaringan menjad hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista.Bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), Haemophylus influenza (20-40%), sedangkan pada sinusitis kronik faktor predisposisinya lebih berperan dan lebih condong pada bakteri gram negatif dan anaerob.

1.3.2 Faktor odontogenMerupakan penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang gigi tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Nathaniel Highmore yang menggunakan tentang tulang tipis yang membungkus antrum maksila dan memisahkannya dari soket gigi karena antrum maksila sering disebut sebagai antrum Highmore. Penyebab tersering adalah premolar 2 dan molar 3 (P2-M3). Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, melalui pembuluh darah dan limfe.

1.4 Gejala klinis1.4.1 Sinusitis akutGejala subyektif pada sinusitis akut ditandai dengan adanya tanda-tanda radang akut seperti demam, rasa lesu dan nyeri kepala yang memberat karena penimbunan sekret dalam rongga sinus akibat posisi tegak dalam waktu yang lama. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan mendadak. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri dirasakan di daerah vertex, oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Hidung tersumbat dan dapat dirasakan ingus kental mengalir ke nasofaring (post nasal drip).Gejala obyektif pada sinusitis akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit ringan pada daerah sinus yang berbatasan dengan sinus yaitu sinus maksila, frontal dan ethmoid anterior. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis, edema, dan mukopus pada meatus medius.

1.4.2 Sinusitis subakutGejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya saja tanda-tanda radang akutnya sudah reda dan perubahan histologi mukosa sinus masih reversibel.

1.4.3 Sinusitis kronisPada sinusitis kronis tidak terdapat tanda-tanda radang akut dan perubahan histologi, mukosanya sudah irreversibel. Gejala subyektif terdiri dari gejala klinis sinusitis kronis yang sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari gejala hidung ( hidung tersumbat, rinore, post nasal drip, gangguan penghidu ), nyeri kepala, gejala faring, gejala telinga, keluhan mata.

1.5 Pemeriksaan1.5.1 Pemeriksaan fisikInspeksi yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka, pipi sampai kelopak mata bawah, kelopak mata atas. Palpasi terdapat nyri tekan pada pipi dan nyeri ketuk gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis ethmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior tanda khasnya adalah adanya pus di meatus medius pada sinusitis maksila, ethmoid anterior dan frontal.Sedangkan adanya pus di meatus superior pada sinusitis ethmoid posterior dan sphenoid. Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksila dan frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti anthrum terisi pus atau mukosa anthrum menebal.

1.5.2 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologi rutin untuk memeriksa sinus paranasal ialah posisi waters (oksipitomental), terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan ethmoid. Posisi postero-anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid, dan ethmoid.Pemeriksaan radiologi khusus dapat dilakukan jika pemeriksaan radiologi rutin meragukan. Pemeriksaan ini terdiri atas radiologi dengan bahan kontras, USG, Computed Tomography Scanning (CT-Scan).

Sinoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam sinus maksila dengan menggunakan endoskopi. Endoskopi dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan alat ini dapat dilihat keadaan dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, keadaan mukosa apakah reversibel atau irreversibel dan keadaan ostium.

1.6 PenatalaksanaanTujuan terapi pada sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah kondisi penyakit menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih kembali.

1.6.1 Sinusitis akutPada sinusitis akut dapat diberikan obat-obatan antibiotik spektrum luas, analgetik atau antipiretik, dekongestan, dan mukolitik.

1.6.2 Sinusitis subakutPada sinusitis subakut dapat diberikan terapi konservatif diatas dan ditunjang dengan tindakan berupa : Diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave) Pungsi dan irigasi sinus maksila (anthrum maksila)Diperlukan tindakan untuk mengeluarkan sekret dari rongga sinus maksila yang dilakukan melalui ostium sinus maksila. Jalur irigasi biasanya terletak dibawah konka inferior, setelah sebelumnya dilakukan kokainisasi pada membran mukosa. Sedangkan jalur alternatif adalah melalui pendekatan sublabial dimana jarum ditusukkan melalui celah bukalis gusi menembus fosa insisiva. Irigasi secara berulang setiap minggu ini bertujuan untuk mengembalikan aktivitas normal mukosa. Jika mukosa tidak pulih, maka pus akan terbentuk lagi sehingga perlu pertimbangan pengobatan secara operatif.Kontra indikasi pungsi ini adalah tidak boleh dilakukan pada saat infeksi akut masih berlangsung oleh karena dapat mengakibatkan osteomielitis dan trauma pada maksila.

1.6.3 Sinusitis kronikPada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Selain itu, dekongestan oral atau topikal, analgetik, mukolitik, dan diatermi juga dapat diberikan bila perlu. Pada sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis yang disertai kista atau kelainan ireversibel, maka dapat dilakukan tindakan operasi.

Anthrostomi intranasalTindakan membuat lubang pada meatus inferior yang menghubungkan antara rongga hidung dan sinus maksila untuk drainase sekret dan ventilasi sinus maksila. Biasanya dilakukan pada penderita yang memerlukan irigasi berulang kali dan tidak dapat dilakukan irigasi sinus dengan anestesi lokal. Anthrostomi yang cukup baik ialah yang diameternya cukup lebar, permanen, dan letaknya serendah mungkin pada dasar hidung. Bersama anthrostomi dapat dilakukan operasi lain yang bertujuan untuk reseksi septum dan konkotomi. Caldwell-LucBila kerusakan mukosa sudah irreversibel dan gagal dengan penatalaksanaan konservatif.Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan sublabial kurang lebih dari 2 sentimeter diatas sulkus ginggivobukalis dari insisivus 2 hingga molar 1.Sayatan dilanjutkan sampai periosteum, kemudian periosteum dilepaskan dan mukosa pipi ditarik ke atas.Selanjutnya dibuat lubang pada fosa kanina dan melalui lubang tersebut mukosa yang irreversibel dibersihkan. Bedah Sinus Endoskopik FungsionalTindakan ini merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan tindakan operasi. Tujuannya adalah untuk membersihkan kelainan di KOM dengan mempergunakan endoskopi. Hal ini dilakukan pada sinusitis maksila kronis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus infeksi di sinus ethmoid anterior, terutama di infubdibulum ethmoid dan resesus frontal.

2.7 PrognosisJika penderita sinusitis tidak diobati, ia akan selalu menderita sakit ringan seumur hidupnya sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya. Dari waktu ke waktu akan terjadi eksaserbasi akut dan selalu ada kemungkinan bahwa peradangan akan meluas keluar dari batas sinus sehingga dapat menyebabkan komplikasi akibat sinusitis. Dengan pengobatan yang adekuat, maka prognosisnya akan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Endang Mangun kusumo, N Rifki. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar NH (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL, edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:2001.hal 120-4Mabry RL, Marple BF. The Medical Management of Sinusitis In: Rice DH, Schaefar SD (eds) Endoscopic Paranasal Sinus Surgery. 3th ed.Philadelphia: William & Wilkins;2004 p:95-104Dudley L. Paranasal sinus Infection. In: Ballenger JJ, Snow JB (eds). Otorhinolaryngology Head and neck Surgery. Baltimore: Williams & Walikins:1996. pp 163-70Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies LR,Higler PA, editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed.Philadelphia, PA: WB Saunders Company; 1989. p.173-90Kennedy E. Chronic Sinusitis. November 28, 2005. Available from:http://www.emedicine.com. Accessed June 14, 2015Abdel Razek OA, Poe D. Chronic Sinusitis Medical Treatment. June 7, 2004.Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June 14, 2015

12