18
LAPORAN KASUS MANAJEMEN PRE-OPERATIVE AIRWAY PADA PASIEN YANG DILAKUKAN GENERAL ANESTHESIA DENGAN TINDAKAN EXPLORATORY LAPAROTOMY Oleh: Rifqi Aulia Destiansyah 0910713031 Pembimbing: dr. Ristiawan Muji Laksono, Sp.An LABORATORIUM SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG 2014

Laporan Kasus - Peritonitis With GA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

GA

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

LAPORAN KASUS

MANAJEMEN PRE-OPERATIVE AIRWAY PADA

PASIEN YANG DILAKUKAN GENERAL ANESTHESIA

DENGAN TINDAKAN EXPLORATORY

LAPAROTOMY

Oleh:

Rifqi Aulia Destiansyah

0910713031

Pembimbing:

dr. Ristiawan Muji Laksono, Sp.An

LABORATORIUM SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR

MALANG

2014

Page 2: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi yang berarti pembiusan, merupakan kata berasal dari bahasa Yunani

an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa". Secara umum

berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan

berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi

digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes, Sr pada tahun 1846.

Terdapat beberapa jenis anestesi, antara lain lokal / infiltrasi, blok / regional, umum /

general. Anestesia umum adalah tindakan menghilangkan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat dapat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesia

yang ideal terdiri dari: hipnosis (hilang kesadaran), analgesi (hilang rasa sakit), dan

relaksasi.

Persiapan pra-bedah harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya efek samping

dari anestesia. Tujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka

kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan.

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor risiko terjadinya

kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesi seharusnya mengunjungi pasien sebelum

pasien dibedah untuk menyiapkan pasien agar pasien dalam keadaan bugar pada waktu

pasien dibedah. Berbagai penilaian harus dibuat termasuk anamnesis yang lengkap,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sehingga kebugaran fisik pasien dapat

diklasifikasi. Klasifikasi yang digunakan berasal dari The American Society of

Anesthesiologists (ASA).

Anestesi pada pembedahan darurat menghadapkan ahli anestesi dengan sejumlah

tantangan tersendiri. Dengan tingkat aspirasi yang tinggi dalam kasus-kasus darurat dan

pasien dengan gangguan kesadaran. Antasida dan obat-obatan prokinetic belum

menunjukkan hasil yang memuaskan dalam menurunkan kejadian aspirasi. Sebuah anestesi

datang di beberapa unik.

Tindakan dalam penanganan anestesi dalam keadaan darurat merupakan masalah

tersendiri. Masalah yang paling sering ditemui adalah pencegahan aspirasi isi lambung

dalam beberapa tipe operasi darurat. Anastesi untuk pasien dengan kondisi emergensi

Page 3: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

terutama pasien trauma, pasien dengan cedera kepala, pasien kebidanan untuk operasi

sesar darurat yang perlu penanganan khusus.

Durante operasi, dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat satu hingga dua jam

sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun

dari anestesia. Setelah itu, dilakukan induksi anestesia yaitu membuat pasien dari sadar

menjadi tidak sadar sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.

Sebelum memulai induksi anestesia selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang

diperlukan sehingga seandainya terjadi kegawatan dapat diatasi dengan cepat dan baik.

Setelah itu rumatan anestesia dapat dikerjakan dengan secara intravena atau dengan

inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi dan biasanya mengacu pada trias

anestesia yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan

agar pasien selama bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.

Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi Amerika Serikat (ASA) pada 1986 menentukan

monitoring standar untuk oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu badan perianestesia untuk

semua kasus termasuk anestesia umum, analgesia regional dan pasien dalam keadaan

diberikan sedativa sehingga informasi organ vital selama peri anestesia dapat dimonitoring.

Setelah pembedahan, pemulihan dari anestesia umum atau dari analgesia regional

secara rutin dikelola di kamar pulih atau unit perawatan pasca anestesi (RR, Recovery

Room atau PACU, Post Anesthesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesia secara

bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Sering ditemukan hal-hal tidak menyenangkan akibat

stres pasca bedah atau pasca anestesia yang berupa gangguan napas, gangguan

kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang perdarahan.

Page 4: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peritonitis

2.1.1 Definisi

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga

perut/peritoneum. Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi

akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen seperti apendisitis, salpingitis,

perforasi ulkus gastroduodenal, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Pada

keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil.

Kontaminasi yang terus-menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi dan adanya

benda asing atau enzim pencernaan aktif merupakan faktor yang memudahkan terjadinya

peritonitis.

2.1.2 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari peritonitis adalah penderita tampak tidak bergerak, bunyi

usus hilang, nyeri pada saat batuk, nyeri pada saat gerak, nyeri pada saat lepas, terdapat

defans muskuler, serta terdapat tanda infeksi seperti panas tinggi, leukositosis, perubahan

mental seperti takut, gelisah atau somnolen (Ibrahim, 2004)

2.2 Manajemen Jalan Nafas (Airway)

Pada pasien dalam keadaan anestesia posisi terlentang dan tidak sadar, tonus otot

jalan napas atas, otot genioglossus hilang sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan

menyebabkan obstruksi jalan napas baik total maupun parsial. Keadaan ini sering terjadi

dan harus cepat diketahui serta dikoreksi dengan beberapa cara misalnya manuver triple

jalan nafas, pemasangan pharyngeal airway, pemasangan laryngeal mask airway (LMA),

pemasangan endotracheal tube (ETT). Obstruksi juga dapat disebabkan karena spasme

laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri atau rangsangan oleh

sekret.

Tanda-tanda obstruksi jalan nafas:

Suara nafas tambahan (Stridor, gargling, snoring)

Nafas cuping hidung

Retraksi trakea

Retraksi dinding dada

Page 5: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

Tidak adanya udara ekspirasi

1. Triple Airway Maneuver

Manuver ini terdiri dari :

Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital

Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula

Mulut dibuka

Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan nafas bebas sehingga gas atau udara lancar masuk trakea lewat hidung atau mulut.

2. Pharyngeal Airway

Jika manuver triple kurang berhasil, maka dapat dipasang oro-pharyngeal airway (OPA)

atau naso-pgaryngeal airway (NPA).

OPA : berbentuk pipa pipih lengkung seperti huruf C berlubang di tengahnya dengan

salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah kalau

pasien menggigit lubang tetap paten sehingga aliran udara tetap terjamin. OPA juga

dipasang bersama pipa trakea atau sungkup laring untuk menjaga patensi kedua alat

tersebut dari gigitan pasien.

NPA : berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari bahan karet lateks lembut.

Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi

dengan jelly.

3. Face mask

Face mask mengantar udara/gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke

jalan nafas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk

bernafas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke

trakea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam bergantung usia

dan pembuatnya. Ukuran 03 untuk bayi baru lahir, 02-01 untuk anak kecil, 2-3 untuk

anak besar dan 4-5 untuk dewasa. Sebagian sungkup muka dari bahan transparan

supaya udara ekspirasi kelihatan (berembun) atau kalau ada muntahan atau bibir

terjepit terlihat.

4. Laryngeal Mask Airway

Page 6: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

LMA adalah alat jalan nafas berbentuk sendo terdiri dari pipa besar berlubang dengan

ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembangkempiskan seperti balon

pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek

dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten. Cara pemasangan LMA dapat

dilakukan dengan atau tanpa bantuan laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan

tujuan di antaranya supaya dapat dipasang langsung tanoa bantuan alat dan dapat

digunakan jika intubasi trakea diramalkan mengalami kesulitan. LMA memang tidak

dapat mengganti kedudukan intubasi trakea, tetapi terletak di antara sungkup mua dan

intubasi trakea. Pemasangan hendaknya menunggu anestesia cukup dalam atau

menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring.

Setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa nafasnya tergigit maa dapat dipasang

gulungan kain kasa atau OPA.

5. Endotracheal Tube

ETT atau pipa trakea mengantar gas anestesi langsung e dalam trake dan biasanya

dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut

(endotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

6. Laringoskopi dan intubasi

Fungsi laring adalah mencegah benda asing masuk ke paru.

Kesulitan memasukan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi yang dijumpai.

Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan

maksimal menurut Malampati dibagi menjadi 4 gradasi :

Gradasi Pilar faring Uvula Palatum Molle

1 + + +

2 - + +

3 - - +

Page 7: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

4 - - -

Indikasi intubasi trakea :

Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima

glotis sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan trakea antara pita suara

dan bifukarsio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai

berikut:

Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun : kelainan anatomi, bedah

khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan nafas dan lain-lain

Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi. Misalnya, saat resusitasi

memungkinan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang

Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

Kesulitan intubasi:

1) Congenital : Pierre Robin syndrome.

2) Anatomical : variasi dari gigi, dagu, mandibula, leher yang pendek dan tebal,

kehamilan

3) Acquired : e.g. scarring, swelling, malignancy, rheumatoid arthritis.

Komplikasi intubasi :

Selama intubasi : trauma gigi-geligi, laserasi bibir gusi laring, merangsang saraf

simpatis, intubasi bronkus, intubasi esofagus, aspirasi, spasme bronkus

Setelah ekstrubasi: spasme laring, aspirasu, gangguan fonasi, edema glotis-

subglotis, infeksi laring faring trakea.

2.3 Breathing management

Jenis-jenis gangguan nafas :

1. Hipoventilasi

Page 8: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

pada pasien hipoventilasi dapat diberikan oksigen dengan :

nasal canule 2-3lpm dapat meningkatkan fraksi 30%

simple mask 6-8lpm dapat meningkatkan fraksi 60%

NRBM 2-3lpm dapat meningkatkan fraksi 80%

Bag mask/Jackson reese 2-3lpm dapat meningkatkan fraksi 100%

2. Aspirasi paru

Aspirasi paru dapat disebabkan oleh cairan yang masuk ke trakea dan bronkus,

menyebabkan terjadinya oksigen sulit masuk ke alveoli sehingga darah di kapiler

paru kurang membawa O2. Pada pasien dengan aspirasi paru harus segera

dilakukan :

Mengeluarkan cairan dengan cara meletakkan posisi kepala lebih rendah, tepuk-

tepuk dada, bantu batuk, apabila ada alat bantu suction dapat digunakan untuk

mengeluarkan cairan.

Beri O2

Beri nafas buatan

3. Apneu / gagal nafas

Pada pasien dengan gagal nafas harus segera dilakukan rescue breathing. Ada

beberapa cara memberikan nafas bantuan :

Mouth to mouth

Bag valve mask (ambubag)

Intubasi trakea

Ventilator

Page 9: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. Saiful Anwar

Usia : 25 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Pasuruan

Berat Badan : 52 kg

Register : 11180xxx

Dirawat di : R.19

Tanggal dilakukan Anestesi : 5 Juni 2014

Lama anestesi : ± 2 jam 30 menit (00.30 - 03.00)

Diagnosis pra bedah : Peritonitis Generalisata dt Appendicitis Akut Perforata

Jenis pembedahan : Eksplorasi Laparotomi

Jenis anestesi : General Anaesthesia (GA) via Intubasi

3.2 Pre-Operasi (5 Juni 2014)

3.2.1 Anamnesa Pre-Operasi

A (Alergy) : Tidak didapatkan Alergi terhadap obat, asma (-)

M (Medication) : Selama 1 minggu dirawat di RSI Aisyah Malang diberikan obat-

obaran seperti Ranitidin, Ondansentron, Antrain, Magtral syrup.

P (Past History of Medication) : Riwayat DM (-), HT (-), icterus (-), pasien tidak

pernah mengecek riwayat penyakitnya.

L (Last Meal) : Pasien terakhir makan ± 2 hari SMRS, mual (+), muntah (-)

Page 10: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

E (Elicit History) : Nyeri perut di seluruh lapangan perut kanan bawah yang diawali

dengan nyeri di ulu hati sejak 1 minggu SMRS.

3.2.2 Pemeriksaan Fisik Pre-Operasi

B1 : Airway paten, nafas spontan, RR 24x/mnt, Rh (-), Wh(-),

mallampati 1, leher ektensi bebas, jarak tiromental lebih dari 6 cm, buka mulut lebih dari 3 jari,

B2 : akral hangat, kering, merah, nadi 90x/mnt, TD 120/80, CRT < 2",

S1S2 single regular, murmur (-)

B3 : GCS 456, pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+

B4 : BAK (+), kateter urin (+), urin warna kuning (+), produksi urine 500cc

(dibuang)

B5 : slight distended, rigid, BU (+) menurun, defance muscular (+)

B6 : edema (-)

3.2.3 Pemeriksaan Laboratorium Pre-Operasi

Darah Lengkap

Hb :13,0 gr/dl (N : 11 - 16,5 gr/dl)

Leukosit : 9.000 /µl (N : 3.500 - 10.000 /µl)

Trombosit : 310.000 /µl (N : 142.000 - 424.000 /µl)

Hematokrit: 40,40 % (N : 35,0 - 50,0 %)

Serum Elektrolit

Natrium : 132 mmol/l (N : 136 - 145 mmol/l)

Kalium : 4.3 mmol/l (N : 3,5 - 5,0 mmol/l)

Chlorida : 99 mmol/l (N : 98 - 106 mmol/l)

Faal Hemostasis

PPT : 10,7 detik (Kontrol 11,0 detik)

APTT : 21,6 detik (Kontrol 26,4 detik)

Faal Ginjal

Ureum : 17,90 mg/dL (N: 16,6 – 48,5)

Creatinine : 0,98 mg/dL (N: <1,2)

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium, maka pasien ini dikategorikan ke dalam ASA 2 dengan masalah slight distended abdomen dan hiponatremi (132)

Page 11: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

Rencana tindakan anestesi = GA (intubasi)

3.3 Durante Operasi

3.3.1 Laporan Anestesi Durante Operatif

Jenis anestesi : General anaesthesia

Teknik anestesi : Intubasi

Lama anestesi : 00.30 - 03.00

Lama operasi : 01.00 - 02.30

Premedikasi :1. Kalnex 1g

2. Metoclopramide 1mg

3. Ranitidin 50mg

4. Ketorolac 30mg

5. Ondansentron 4g

3.3.2 Pemberian Cairan

Cairan masuk:

Pre operatif : RL 690 cc

Durante operatif : RL 1610 cc

Cairan keluar:

Perdarahan : + 300 cc

Produksi urin : Preoperatf : 500 cc (dibuang)

Durante operatif : 300 cc

EBV: 3640 cc

ABL: 1400 cc

M: 92 cc/jam

O6: 312cc

3.4 Postoperatif

3.4.1 Laporan Anestesi Postoperatif di RR jam 00.30

Page 12: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

Keluhan pasien: m ual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (-)

Pemeriksaan fisik:

B1: Airway paten, nafas spontan dengan O2 nasal canul 3 lpm, RR

20x/menit, RH(-),Wh(-).

B2: akral hangat, kulit merah, nadi 91x/menit, TD 123/81 mmHg

B3: GCS 456, pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+

B4: DC (+) Produksi Urin 50cc/2 jam

B5: BU (+), soefl, mual (-), muntah (-)

B6: mobilitas terbatas

Terapi Pasca Bedah

IVFD NS:D51/2 NS = 2:1

Inj ciprofloxacin 2x400mg

Inj metronidazole 3x500mg

Inj ketorolac 3x30mg

Inj ranitidin 2x50mg

Inj metoclopramide 3x10mg

Inj alinamin F 1x1 amp

3.4.2 R. 19

6/6/2014===========

B1: airway paten, RR 16x/menit, RH(-), Wh(-), oksigen 8 lpm

B2: akral hangat, Nadi 70 x/menit, TD 120/80 mmHg

B3: GCS 456, pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+

B4: DC(+) PU: 200cc/24 jam

B5: BU (+), soefl, mual (-), muntah (-)

B6: mobilitas terbatas

Terapi:

IVFD NS:D51/2 NS = 2:1

Inj ciprofloxacin 2x400mg

Inj metronidazole 3x500mg

Page 13: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

Inj ketorolac 3x30mg

Inj ranitidin 2x50mg

Inj metoclopramide 3x10mg

Inj alinamin F 1x1 amp

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada tanggal 5 Juni 2014, pasien Sdr. Saiful Anwar, laki-laki berusia 26 tahun datang

ke Instalasi Rawat Darurat RSSA Malang dengan rujukan dari RSI Aisyiyah Malang dengan

keluhan utama nyeri pada seluruh bagian perut sejak 1 minggu, bersifat progresif dan

awalnya hanya di ulu hati kemudian semakin lama semakin menyebar dan semakin sakit.

Dari anamnesis didapatkan pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-

obatan, pemakaian obat jangka panjang disangkal, juga tidak memiliki riwayat DM,

hipertensi maupun asma sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

B1 : Airway paten, nafas spontan, RR 16-20x/mnt, Rh (-), Wh(-), , leher ektensi bebas,

jarak tiromental lebih dari 6 cm, buka mulut lebih dari 3 jari, ronchi (-), wheezing (-)

B2 : akral hangat, kering, merah, nadi 88x/mnt, TD 125/75, CRT < 2", S1S2 single

regular, murmur (-)

B3 : GCS 456, pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+

B4 : BAK spontan (+), urin warna kuning (+), produksi urine 1200cc (dibuang)

B5 : BU (+) mual (-), muntah (+) defans muskular (+) distended (+)

B6 : akral hangat

Dari pemeriksaan fisik di atas, pasien tidak dalam kondisi shock. Dan dari hasil

laboratorium didapatkan kelainan berupa hiponatremia senilai 132 mg/dl. Sehingga dari

seluruh hasil pemeriksaan, pasien dikategorikan sebagai ASA 2 dengan distensi abdomen

dan hiponatremia.

Operasi eksplorasi laparotomi dilakukan pada tanggal 5 Juni 2014, telah dilakukan

visite pre-operasi pada pasien, dengan diagnosis peritonitis generalisata et causa

appendisitis perforata. Pada pasien direncanakan untuk dilakukan general anestesi dengan

teknik intubasi.

Dalam menilai jalan nafas terdapat beberapa tahap yang harus dikerjakan, dimulai

dari membuka jalan nafas terlebih dahulu, evaluasi jalan nafas (look, listen,feel),periksa

jalan nafas apakah ada benda asing atau tidak jika ada maka lakukan finger swep,

selanjutnya pertahankan jalan nafas jika sudah dipastikan bahwa airwaynya patent.

Page 14: Laporan Kasus - Peritonitis With GA

Dari pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, pasien masih mampu melakukan

komunikasi, itu membuktikan bahwa jalan nafas pasien tersebut masih patent. Pada pasien

ini tidak didapatkan kelainan pada airway maupun breathing tapi untuk mencegah terjadinya

hipoksia, pasien diberikan tambahan oksigen, berupa nasal canule 3 lpm untuk mencegah

terjadinya hipoksia pada pasien.

BAB V

PENUTUP

Pada tanggal 5 Juni 2014, pasien Sdr. Saiful Anwar, laki-laki berusia 26 tahun datang

ke Instalasi Rawat Darurat RSSA Malang dengan rujukan dari RSI Aisyiyah Malang dengan

keluhan utama nyeri pada seluruh bagian perut sejak 1 minggu, bersifat progresif dan

awalnya hanya di ulu hati kemudian semakin lama semakin menyebar dan semakin sakit.

Dari seluruh hasil pemeriksaan, pasien dikategorikan sebagai ASA 2 dengan distensi

abdomen dan hiponatremia. Operasi eksplorasi laparotomi dilakukan pada tanggal 5 Juni

2014, telah dilakukan visite pre-operasi pada pasien, dengan diagnosis peritonitis

generalisata et causa appendisitis perforata. Pada pasien direncanakan untuk dilakukan

general anestesi dengan teknik intubasi.

Pada pasien ini diberikan pemberian oksigen dengan nasal canul 3 lpm saat pre

operasi, durante operasi hingga post operasi, dengan tujuan mencegah terjadinya hipoksia.