Upload
andreas-octaviano
View
242
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan kasus
Citation preview
LAPORAN KASUS
SEORANG PASIEN DENGAN ASMA DALAM KEHAMILAN
Oleh :
dr. Arisita Carolina
BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KENDARI
2015
0
BAB I
PENDAHULUAN
Asma dapat menjadi masalah medis yang dapat terjadi selama kehamilan. Asma
merupakan penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemen
seluler yang mengakibatkan hiperresponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama pada malam
hari dan atau dini hari. Episode tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1-2
Seiring dengan peningkatan prevalensi asma di masyarakat, kejadian asma pada
kehamilan juga akan sering dijumpai. Di Indonesia, prevalensi asma berkisar 5-7%.
Prevalensi asma pada kehamilan pada kepustakaan terdahulu dilaporkan 0,4 sampai 1,3%,
sedangkan penelitian yang lebih mutakhir melaporkan sekitar 3,7 sampai 8,4%. Kepustakaan
lain menyatakan asma berpengaruh pada 1-9% wanita atau pada 200.000 -376.000 kehamilan
di Amerika setiap tahunnya. Di Australia dengan prevalensi asma tertinggi di dunia, pada
tahun 1995 didapatkan 12,4% wanita hamil dengan asma dan 8,8% mengalami eksaserbasi
dan menggunakan obat selama kehamilannya.2-5
Sampai saat ini patogenesis maupun etiologi asma belum diketahui dengan pasti.
Berbagai teori tentang patogenesis telah diajukan, tetapi yang paling disepakati oleh para ahli
adalah yang berdasarkan gangguan saraf otonom dan sistem imun. Faktor pemicunya dapat
berupa ekstrinsik (debu, spora, bunga, gas kimia, makanan) maupun intrinsik (herediter,
histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin).6
Penelitian juga menunjukkan bahwa ibu hamil yang menderita asma berat atau tidak
terkontrol secara statistik berhubungan erat dengan kejadian lahir prematur, berat badan lahir
rendah, hipoksia neonatus dan kematian di samping komplikasi ibu antara lain hiperemesis
gravidarum, perdarahan vagina, dan toksemia dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita
asma atau ibu yang asmanya terkontrol.7-8
Berdasarkan pada hal-hal tersebut di atas, akan dilaporkan sebuah kasus tentang asma
pada kehamilan yang ada di RS Bhayangkara Kendari.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Alamat : Jl. Chairil Anwar No.88
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk : 3 Desember 2014
Anamnesis
Alloanamnesis
Keluhan utama
Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak napas dirasakan hilang timbul
sejak 1 bulan yang lalu. Sesak napas bertambah berat pada malam hari dan berbaring
terlentang, sehingga mengganggu tidur. Sesak napas juga dialami ketika pasien batuk. Batuk
pasien berdahak dengan warna bening kental. Demam yang hilang timbul juga dikeluhkan
pasien sejak 1 bulan yang lalu.
Sesak napas memberat dalam 3 jam SMRS. Pasien dibawa ke IGD RS Bhayangkara
Kendari dan diberi pengasapan. Namun, keluhan sesak tidak berkurang sehingga pasienn
dirawat inap di ruang Melati.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat asma sejak kecil. Riwayat penyakit kronik lain disangkal.
2
Riwayat keluarga
Terdapat anggota keluarga dengan riwayat asma yaitu ayah pasien.
Riwayat obstetri
G5P4A1. HPHT 4-11-2014. Test pack (+). Pasien belum pernah memeriksakan kehamilannya.
Riwayat kebiasaan
Pasien tidak merokok maupun minum alkohol.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 32 x/menit
Suhu : 36,2C
Status generalisata
Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (+)
Mulut : mukosa basah, tidak pucat, faring tidak hiperemis
Leher
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler dengan eskpirasi memanjang, wheezing (+/+),
ronkhi (-/-), bunyi jantung I & II normal, murmur (-)
Abdomen
3
Inspeksi : bentuk normal, simetris, datar, scar (-)
Palpasi : lemas, tidak ada nyeri tekan, ballotement (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Ekstermitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tidak edema
Resume Masuk
G5P4A1 40 tahun hamil 4 minggu masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari
yang lalu, batuk (+) berdahak putih kental, demam (+) hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu.
Status praesens : Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 32 x/menit, suhu
36,2C
Pemeriksaan thoraks :
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler dengan eskpirasi memanjang, wheezing (+/+),
ronkhi (-/-), bunyi jantung I & II normal, murmur (-)
Diagnosis kerja : Asma dalam kehamilan
Sikap :
Masuk rumah sakit
O2 2-3 L/menit
IVFD RL 16 tpm
Inj. Deksamethason 1 ampul/12 jam
Ventolin MDI 2 kali semprot bila sesak
Nebulizer combivent 1 ampul/8 jam
Konsul dr. Y.P, Sp.P untuk perawatan lanjut
Follow up
4
4 Desember 2014
S : sesak (+) berkurang, batuk (+), demam (-), mual (+)
O : keadaan umum : sedang kesadaran: compos mentis
T: 120/80 mmHg N: 88 x/menit R: 28 x/menit S: 36C
Paru : Suara napas vesikuler, wh(+/+) minimal
A : Asma dalam kehamilan
P : Terapi lanjut
Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
Hasil laboratorium
Eritrosit : 3,85 x 106 / mm3
Leukosit : 11.600 / mm3
Trombosit : 656.000 / mm3
Hemoglobin : 11,5 g/dl
Hematokrit : 34,1 %
5 Desember 2014
S : sesak (+) berkurang, batuk (+), mual (+) berkurang
O : keadaan umum : sedang kesadaran: compos mentis
T: 120/80 mmHg N: 80 x/menit R: 24 x/menit S: 36C
Paru : Suara napas vesikuler, wh(+/+) minimal
A : Asma dalam kehamilan
P : Terapi lanjut
Mucoheksin tablet 3x1
Acc pulang sore
5
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didapatkan, seorang wanita dengan inisial R, G5P4A1 umur 40 tahun,
masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas. Yang akan di bahas di bagian ini :
1. Diagnosis
2. Penanganan
3. Komplikasi
4. Prognosis
Diagnosis
Diagnosis asma dalam kehamilan pada penderita ini didasarkan pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Pada kasus ini didapatkan adanya keluhan sesak napas yang memberat pada malam
hari dan berbaring terlentang serta batuk dengan dahak putih kental. Menurut kepustakaan,
asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
elemen seluler yang mengakibatkan hiperresponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama
pada malam hari dan atau dini hari.2 Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episode
batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat
di dada, dan pada asma alergi mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya
batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangannya pasien akan mengeluarkan sekret
baik yang mukoid, putih, atau kadang-kadang purulen.5
Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat asma sejak kecil serta riwayat penyakit
keluarga berupa ayah pasien juga menderita asma menguatkan penegakkan diagnosis asma
pada kasus ini.
Pada pemeriksaan fisik pasien asma sering ditemukan perubahan cara bernapas dan
terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan napas cepat,
kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di daerah leher, perut, dan dada. Pada
auskultasi dapat ditemukan mengi dan eskpirasi memanjang.9 Pada kasus ini didapatkan suara
ekspirasi memanjang dan wheezing pada auskultasi paru.
Volume paru tidak berubah selama kehamilan. Namun functional residual capacity
(FRC) mungkin berkurang. Demikian pula dengan pulmonary resistance juga berkurang
6
akibat relaksasi otot dada yang dipengaruhi hormon. Pasien secara fisiologik memang akan
merasa sesak karena sensitifitas pusat respirasi akibat progesteron meningkat.10
Menurut berat ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:5
1. Asma intermitten
Gejala intermiten (kurang dari satu kali seminggu), serangan singkat (beberapa jam
sampai beberapa hari), gejala asma pada malam hari kurang dari 2 kali sebulan, diantara
serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal, nilai APE (Arus Puncak Espirasi)
dan KVP1 (Kapasitas Vital Paksa) > 80% dari hasil prediksi, vanabilitas <20%.
2. Asma persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali seminggu, tetapi kurang dari 1 kali per hari, serangan
mengganggu aktivitas dan tidur, serangan asma pada malam hari lebih dari 2 kali per
bulan, nilai APE atau KVP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30%.
3. Asma persisten sedang
Gejala setiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, serangan asma pada malam
hari lebih dari 1 kali seminggu, nilai APE atau KVP antara 60-80% nilai prediksi,
variabilitas > 30%
4. Asma persisten berat
Gejala terus-menerus, sering mendapat serangan, gejala asma malam sering, aktivitas
fisik terbatas karena gejala asma, nilai APE atau KVP1 60% nilai prediksi, variabilitas >
30%
Penanganan
Penanganan asma pada kehamilan harus dilakukan secara cepat dengan tujuan
menghilangkah gejala dan menjaga fungsi normal paru. Beberapa aspek penting dalam
penanganan asma meliputi pencegahan, monitoring fungsi paru, dan terapi farmakologi yang
terbagi dalam empat komponen kunci manajemen asma dalam kehamilan sebagai berikut:11,12
1. Pengukuran secara objektif yang bertujuan untuk pemeriksaan dan monitoring
Pasien yang menderita asma persisten harus dievaluasi sedikitnya setiap sebulan
sekali selama kehamilan Alasannya karena menurut beberapa penelitian, 1/3 dari wanita
hamil dengan asma, perjalanan penyakit asmanya akan berubah. Evaluasi ini harus
meliputi riwayat frekuensi munculnya gejala, riwayat asma pada malam hari, kegiatan-
kegiatan yang sering dilakukan, kekambuhan, penggunaan obat-obatan, auskultasi paru,
dan pemeriksaan fungsi paru.
7
Tes spirometri sangat direkomendasikan pada saat awal pemeriksaan. Untuk
monitoring rutin dan follow up selanjutnya spirometri tetap dipersiapkan, namun
penilaian peak flow meter umumnya sudah cukup.
Wanita yang menderita asma persisten selama kehamilan harus mendapatkan
tambahan pengawasan dengan pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan antenatal
janin karena asma banyak dihubungkan dengan IUGR (Intra Uterine Growth
Retardation) dan persalinan preterm.
2. Menjauhkan pasien dari faktor-faktor yang dapat memperberat keadaan asma
Mengenali dan menjauhi faktor-faktor pencetus serangan asma akan
meminimalisir penggunaan obat-obatan.
3. Memberikan edukasi kepada pasien
4. Terapi farmakologi
Semua obat anti asma dapat digunakan secara luas, termasuk steroid sistemik, aman
buat kehamilan dan menyusui. Terapi yang kurang merupakan masalah utama dalam
penanganan wanita hamil dengan asma. Inhalasi merupakan terapi utama pengobatan asma.
-agonis menyebabkan relaksasi otot pernapasan. Anti inflamasi inhalasi dapat mengurangi
pelepasan mediator radang yang diyakini sebagai penyebab sekresi dan bronkospasme.4
Terapi standar konservatif yaitu adrenergik 2 agonis direkomendasikan untuk asma
ringan, adrenergik 2 agonis inhalasi atau oral diambah dengan anti inflamasi inhalasi
disarankan untuk asma sedang, dan -agonis dan kortikosteroid oral direkomendasikan untuk
asma yang berat.4
Pada pasien ini diberikan ventolin semprot yang merupakan mengandung salbutamol.
Salbutamol merupakan salah satu preparat agonis adrenoreseptor 2. Seperti
adrenalin/epinefrin, obat ini berkerja dengan menstimulasi reseptor 2 yang terdapat dalam
hati, otot polos, dan kelenjar pada banyak organ, termasuk uterus, paru-paru serta usus.
Penggunaan preparat aerosolnya merupakan terapi inisial pilihan dalam penanganan asma
pada kehamilan asalkan gejalanya dapat dikontrol dengan inhalasi kurang dari sekali per hari.
Preparat inhalasi salbutamol mulai bekerja dalam waktu beberapa menit dan lama kerjanya
berlangsung tiga hingga lima jam. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa preparat
inhalasi agonis adrenoreseptor 2 berbahaya bagi janin atau neonatus yang disusui ibunya.
Takikardia fetal atau neonatal, hipoglikemia, dan tremor yang dilaporkan terjadi lebih
cenderung karena pemakaian dengan dosis yang lebih tinggi dengan tujuan tokolisis.
Toleransi terhadap preparat ini dapat terbentuk pada pajanan yang berkali-kali dan
penggunaan yang teratur bisa memperburuk pengontrolan penyakitnya. Pemberian
8
kortikosteroid dapat membalikkan toleransi dan memulihkan efektivitas agonis
adrenoreseptor 2.13 Pada kasus ini diberikan tambahan suntikan kortikosteroid berupa
deksametason setiap 12 jam.
Pada pasien ini juga diberikan nebulizer combivent yang mengandung ipatropium
bromida dan salbutamol. Ipatropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik
(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja
asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak
bersifat sistemik. Sementara ipatropium bromida (semprot hidung) mempunyai efek
antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekersi kelenjar serosa dan seromukus
mukosa hidung. Ipatropium bromida digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan
bronkodilator lain (terutama adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan
bronkospasme yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif kronis, termasuk bronkitis
dan emfisema.14
Untuk kelanjutannya, persalinan pada ibu hamil dengan asma dapat dilakukan dengan
pervaginam (dengan kemungkinan percepatan kala dua) atau seksio sesaria (atas indikasi
obstetrik). Jika dilakukan anestesi, sebaiknya anestesi lokal/lumbal sehingga tidak terlalu
mengganggu proses pernapasan.6
Prognosis
Perubahan fisiologis selama kehamilan mengubah prognosis asma. Hal ini
berhubungan dengan perubahan hormonal selama kehamilan. Bronkodilatasi yang dimediasi
oleh progesteron serta peningkatan kadar kortisol serum bebas merupakan salah satu
perubahan fisiologis kehamilan yang dapat memperbaiki gejala asma, sedangkan
prostaglandin F2 dapat memperburuk gejala asma karena efek bronkokonstriksi yang
ditimbulkannya.15
Perubahan asma pada kehamilan dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu tetap saja,
membaik, atau dapat bertambah buruk.6 Pasien yang ringan (< 2 serangan per minggu)
mempunyai prognosis baik. Namun, bila berat maka risiko meningkat.10 Pada kasus ini
tergolong ringan jadi memiliki prognosis yang baik.
9
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan
banyak sel dan elemen seluler yang mengakibatkan hiperresponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan
batuk-batuk terutama pada malam hari dan atau dini hari. Episode tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan nafas dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
Asma dapat menjadi masalah medis yang dapat terjadi selama kehamilan.Asma
yang tidak terkontrol pada ibu hamil akan meningkatkan risiko kematian perinatal,
preeklampsia, kelahiran preterm, dan berat bayi lahir rendah. Besarnya risiko ini tidak
terlepas dari beratnya penyakit asma yang diderita oleh ibu.
B. Saran
Hendaknya diperlukan kerja sama antara tenaga kesehatan dengan pasien dalam
melakukan empat komponen kunci dalam manajemen asma dalam kehamilan untuk
dapat mengontrol penyakit tersebut. Keempat komponen itu adalah:
Pengukuran secara objektif yang bertujuan untuk pemeriksaan dan monitoring
Menjauhkan pasien dari faktor-faktor yang dapat memperberat keadaan asma
Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya
Terapi farmakologi
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Intiative For Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and
prevention, 2007.
2. Rai IB. Prevalensi Asma Eksaserbasi pada Ibu Hamil dan Pengaruhnya Terhadap Janin
dan Ibu di RSUP Sanglah Denpasar. J Peny Dalam. 2009;10(3): 186-9.
3. Murphy VE, Gibson PG, Smith R, Clifton VL. Asthma during pregnancy: mechanisms
and treatment implications. Eur Respir J. 2005;25: 731-50.
4. Kazzi AA. Pregnancy, asthma. Available from http://www.emedicine.com/linkus.htm.
Accessed on 01/01/2015
5. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam: Suyono S, Waspadji S, Lesmana L, Alwi I Setiani S,
Sundaru H, Djojoningrat D, Suhardjono, Sudoyo AW, Bahar A, Mudjadid E. Eds. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit UI; 2001. Hal.21-32.
6. Manuaba IBG, Manuaba IA Chandranita, Manuaba IBG Fajar. Pengantar Kuliah Obstetri.
EGC. 2003.
7. Schatz M, Dombrowski M P. Asthma in Pregnancy. N Engl J Med. 2009;360: 1826-9.
8. Tata LJ, Lewis SA, Mc Keever TM, et al. A Comprehensive analysis of adverse obstetric
and pediatric complications in women with asthma. Am J Respir Crit Care Med.
2007:175: 991-7.
9. Rengganis Iris. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Maj Kedokt Indon.
2008;58(11): 444-51.
10. Anonim. Kehamilan Dengan Asma. RSUD dr.H soemarmo Sosroatmodjo. 2010.
11. Frezzo T, Mc Mahon CL. Asthma and pregnancy. Available from http://www.fetal-
exposure.org/ASTHMA. Accessed on 01/01/2015
12. Jordan Sue. Farmakologi Kebidanan. EGC. 2004: 338-48.
13. Anonim. Working Group Report on Managing Asthma During Pregnancy :
Recommendation for Pharmacologic Treatment. Available on
http://www.nhlbi.nih.gov/health/prof/lung/asthma/astpreg/astpreg_full.pdf. Accessed on
01/01/2015.
14. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan RI. Parmateutical
Care untuk Penyakit Asma. 2007.
15. Price, Sylvia & Wilson Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. EGC. 2006.
11
16. Kant Surya, Ojha Shashank. Management of Asthma in Pregnancy. Ind J All Asth
Immun. 2006;20(2): 117-120.
17. Lim Angelina S, Stewart K, Abramson MJ, George J. Management of asthma in pregnant
women by general practitioners: A cross sectional survey. Available on
http://www.biomedcentral.com/1471-2296/12/121. Accessed on 01/01/2015.
12
LAMPIRAN
Gambar 1. Penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : pengobatan di rumah
MDI : Metode-dose inhaler
*Aktifitas janin di pantau melalui observasi jumlah tandangan janin apakah menurun sesuai dengan berjalannya waktu
13
Pengobatan Awal
Inhalasi MDI 2-4 semprot atau nebulizer boleh samapi 3x dengan selang waktu 15
Respon Baik
- Eksaserbasi ringan- APE > 80% prediksi- Tidak ada mengi / sesak napas- Respons terhadap inhalasi
agonis β2 bertahan selama 4 jam- Aktivitas janin wajar*
Pengobatan
- Agonis β2 inhalasi setiap 3-4 jam untuk 1-2 hari
- Pada pasien yang telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dosis ditingkatkan 2x nya untuk 7-10 hari
Respon Tidak Baik
- Eksaserbasi sedang- APE 50-80%
prediksi- Mengi / sesak napas
menetap- Aktivitas janin
menurun
Pengobatan - Tambahkan
kortikosteroid oral- Teruskan inhalasi
agonis β2 aksi pendek
Respons Buruk
- Eksaserbasi berat- APE <50% prediksi- Mengi / sesak napas
menonjol- Aktivitas janin menurun
Pengobatan
- Tambahkan kortikosteroid oral
- Ulangi inhalasi agonis β2 segera
- Bila distress pernapasan berat dan tidak responsive segera hubungi dokter dan pergi ke IGD
Hubungi dokter untuk instruksi berikutnya
Hubungi dokter untuk instruksi berikutnya
Kunjungi segera Instalasi Gawat Darurat
Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : di
Ruang Gawat Darurat dan Rumah Sakit
Rawat ICU
42 mmHg
Tabel 1. Langkah penanganan asma pada kehamilan
14
Penilaian Awal
Anamnesis, Pemeriksaan fisik (frekuensi napas, denyut jantung, penggunaan otot napas tambahan, auskultasi). APE atau VPE 1, saturasi oksigen dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi. Mulai pemeriksaan janin (pergunakan alat pemantau janin elektronik secara kontinyu dan atau profil biofisk bila kehamilan telah mencapai viabilitas janin.
VEP 1 atau APE > 50%
Agonis β2 kerja singkat dengan MDI atau nebulizer sampai dengan 3 dosis pada jam pertama
Oksigen untuk mencapai saturasi > 95%
Steroid oral bila tidak respons segera atau pasien telah minum steroid oral sebelumnya
VEP 1 atau APE < 50%
(Eksaserbasi Berat)
Agonis β2 kerja singkat dosis tinggi setiap 20 menit atau terus menerus selama 1 jam + ipatropium bromide inhalasi
Oksigen untuk mencapai saturasi > 95% Steroid oral sistemik
Ancaman / actual henti napas
Intubasi dan ventilasi mekanik dengan O2 100%
Agonis β2 kerja singkat + ipatropium bromide dengan nebulizer
Steroid intravena
PENILAIAN ULANG
Gejala, pemeriksaan fisik, APE, saturasi oksigen dan tes lainnya sesuai indikasi. Lanjutkan penilaian janin.
Eksaserbasi Sedang
VEP atau APE 50-80% prediksi terbaik. Pemeriksaan fisik : gejala sedang
Agonis β2 kerja singkat setiap 60 menit Steroid sistemik Oksigen untuk mempertahankan saturasi O2 > 95% Lanjutkan terapi selama 1-3 jam, sampai ada
perbaikan
Eksaserbasi Berat
VEP atau APE < 50% prediksi terbaik Pemeriksaan fisik : gejala sesak berat pada istirahat, penggunaan otot napas tambahan, retraksi dinding dada.
Agonis β2 kerja singkat setiap jam atau terus menerus + ipatropium bromide inhalasi
Oksigen Steroid sistemik
Respons Baik
VEP 1 atau APE > 70% Respons bertahan 60 menit setelah
pengobatan terakhir Tidak ada distress pernapasan Pemeriksaan fisik normal Pastikan kembali keadaan janin
Respons Tidak Komplit
VEP 1 atau APE > 50% tapi < 70%
Gejala ringan – sedang Lanjutkan penilaian janin
Respons Buruk
VEP 1 atau APE < 50% PCO2 >42 mmHg Pemeriksaan fisik : sesak hebat,
bingung, mengantuk Lanjutkan penilaian janin
Keputusan perawatan berdasarkan tiap individu
Dipulangkan ke rumah
o Lanjutkan terapi dengan agonis β2 kerja singkat
o Lanjutkan steroid oralo Mulai atau lanjutkan steroid
inhalasi sampai follow up selanjutnya
o Edukasi pasieno Tinjau ulang penggunaan obato Tinjau ulang / mulai rencana
tindakano Dianjurkan untuk tindak lanjut
secara ketat
Rawat di Rumah Sakit
o Inhalasi agonis β2 kerja singkat + ipatropium bromide
o Steroid oral atau intravenao Oksigeno Pantau VEP 1 atau APE, saturasi
oksigen, nadio Lanjutkan penilaian janin sampai
pasien stabil
Rawat di ICU
o Inhalasi agonis β2 kerja singkat setiap jam atau terus menerus + inhalasi ipapropium bromide
o Steroid intravenao Oksigeno Pikirkan kemungkinan intubasi
dan ventilasi mekaniko Lanjutkan penilaian janin sampai
pasien stabil
PERBAIKAN
Sebelum kehamilan Konseling mengenai pengaruh kahamilan dan asma, serta pengobatan. Penyesuaian terapi maintenance untuk optimalisasi fungsi respirasi,Hindari factor pencetus, alergen.Rujukan dini pada pemeriksaan antenatal.
Selama kehamilan Penyesuaian terapi untuk mengatasi gejala. Pemantauan kadar teofilkin dalam darah, karena selama hamil terjadi hemodilusi sehingga memerlukan dosis yang lebih tinggi.Pengobatn untuk mencegah serangan dan penanganan dini bila terjadi serangan.Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untuk menghindari efek sistemik pada janin.Pemeriksaan fungsi paru ibu.Pada pasien yang stabil, NST dilakukan pada akhir trimester II/awal trimester III.Konsultasi anestesi untuk persiapan persalinan.
Saat persalinan Pemeriksaan FEV1, PEFR saat masuk rumah sakit dan diulang bila timbul gejala.Pemberian oksigen adekuat.Kortikosteroid sistemik (hidrokortison 100 mg i.v. tiap 8 jam) diberika 4 minggu sebelum persalinan dan terapi maintenance diberikan selama persalinan.Anestesi epidural dapat digunakan selama proses persalinan. Pada persalinan operatif lebih baik digunakan anestesi regional untuk menghindari rangsangan pada intubasi trakea. Penanganan hemoragi pascapersalinan sebaiknya menggunakan uterotonika atau PGE2 karena PGE dapat merangsang bronkospasme.
Pascapersalinan Fisioterapi untuk membantu pengeluaran mucus paru, latihan pernapasan untuk mencegh atau meminimalisasi atelektasis, mnulai pemberian terapi maintenance.Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu mendapat obat antiasma termasuk prednisone.
(Dikutip dari : Williams Obstetrics 22nd ed, 2005)
Tabel 2. Terapi farmakologi asma selama kehamilan dan laktasi
Derajat Penyakit : Gambaran Klinis sebelum terapi atau kontrol
Pengobatan yang dibutuhkan untuk memelihara efek jangka panjang
Tahap 4Persisten Berat
Gejala harianGejala malamTerus menerus
Sering
APE atau VEP1Variabilitas APE
≤ 60%>30%
Pengobatan harian
Terapi yang dianjurkan :Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi,danβ-2 Agonis inhalasi kerja lama, danjika perluKortikosteroid tablet atau sirup(2mg/kg/hari, tidak>60mg/hari)Terapi alternatif :Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi,danTeofilin lepas lambat sampai kadarserum 5-12mcg/mL
Tahap 3PersistenSedang
setiap hari> 1 malam dlm 1
minggu
<60%-<80%
>30%
Terapi yang dianjurkan :Kortikosteroid inhalasi dosis rendah,danβ-2 Agonis inhalasi kerja lamaatau :Kortikosteroid inhalasi dosis sedang,jika perlu( terutama pada pasien serangan
15
berat berulang)Kortikosteroid inhalasi dosis sedangdanβ-2 Agonis inhalasi kerja lamaTerapi alternatif :Kortikosteroid inhalasi dosis rendahdanTeofilin atau antagonis reseptorleukotrien, jika perluKortikosteroid inhalasi dosis sedangdanTeofilin atau antagonis reseptorleukotrien
Tahap 2PersistenRingan
>2 hari dalam 1minggu
tetapi < setiaphari
>2 malam dalam1 bulan
≥80%
20%-30%
Terapi yang dianjurkan :Kortikosteroid inhalasi dosis rendahTerapi alternatif :KromolinAntagonis reseptor leukotrien, atauTeofilin lepas lambat sampai kadarserum 5-12mcg/mL
Tahap 1Intermitten
≤2 hari dalam 1Minggu
≤2 malam dalam1 bulan
≥ 80%
≤ 20%
Tidak diperlukan pengobatan harianBila terjadi serangan asma berat,dianjurkanpemberian kortikosteroid sistemikuntuk jangka waktu singkatPelega cepatBronkodilator kerja singkat : 2-4 semprot β-2 agonis inhalasi kerjasingkat,untuk mengatasi gejalasemua pasienIntensitas terapi tergantung pada berat serangan, jika intensitasnya lebih dari 3pengobatan dalam interval waktu 20 menit atau memerlukan terapi inhalasi, makadianjurkan pemberian kortikosteroid sistemikPenggunaan β-2 agonis inhalasi kerja singkat lebih dari 2 kali dalam 1minggu pada asma intermitten(setiap hari,atau kebutuhan inhaler yang meningkat pada asma persisten)menandakan peningkatan kebutuhan terapi kontrol jangka lama
Dikutip dari (NAEPP, 2005)
16
Tabel 3. Dosis pengobatan kontrol jangka lama selama kehamilan dan laktasiJenis Obat Sediaan Dosis Dewasa
Kortikosteroid inhalasiKortikosteroid sistemik Metilprednisolon
Prednisolon
Prednison
Beta-2 agonis inhalasi kerja lamaSalmeterol
Formoterol
Obat KombinasiFluticasone/Salmeterol KromolinKromolin
Antagonis Reseptor LeukotrienMontelukastZafirlukast MetilxantinTeofilin
tablet 2,4,8,16,32 mg
tablet 5 mg
5 mg/ 5 cc
15 mg/ 5 cctablet 1, 2,5, 5, 10, 20,50 mg5 mg/ cc5 mg/ 5 cc
MDI 21 mcg/puff DPI 50 mcg/puff DPI 12 mcg/ kapsulsekali pakai
DPI 100, 250 atau 500 mcg/50 mcg
MDI 1 mg/puff Nebulisasi 20 mg/ampul
tablet 10 mgtablet 10 atau 20 mg
cair, tablet lepas lambat dan kapsul
7,5-60 mg perhari sebagai dosistunggal di pagi harishort course "burst" sebagaikontrol40-60 mg perhari dosis tunggalatau dosis terbagiuntuk 3-10 hari
2 puff setiap 12 jam1 blister setiap 12 jam1 kapsul setiap 12 jam
1 puff 2 kali sehari : dosistergantung pada derajat berat asma
2-4 puff 3-4 kali sehari1 ampul 3-4 kali sehari
10 mg qhs40 mg perhari (20 mg tablet bid)
dosis dimulai 10 mg/kg/harisampai maks. 300 mgbiasanya maksimum 800mg/hari
Dikutip dari (NAEPP,2005)
17