50
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman HEMASTEMESIS MELENA ET CAUSA SIROSIS HEPATIS CHILD PUGH B KOMPLIKASI RUPTUR VARISES ESOFAGUS Dipresentasikan oleh: Masita Sirappa 03.37498.00154.09 Pembimbing: dr. RR Ignatia Sinta Murti, Sp.PD M.Kes 1

laporan kasus ilmu penyakit dalam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus ilmu penyakit dalam

Citation preview

Page 1: laporan kasus ilmu penyakit dalam

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Laporan KasusFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

HEMASTEMESIS MELENA ET CAUSA SIROSIS HEPATIS CHILD PUGH B

KOMPLIKASI RUPTUR VARISES ESOFAGUS

Dipresentasikan oleh:Masita Sirappa

03.37498.00154.09

Pembimbing:

dr. RR Ignatia Sinta Murti, Sp.PD M.Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan KlinikPada Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

2010

1

Page 2: laporan kasus ilmu penyakit dalam

BAB IPENDAHULUAN

Sirosis hepatic adalah penyakit kronis hati, di mana terjadi destruksi dan

regenerasi difus sel-sel parenkim hati (disorganisasi arsitektur lobular dan

vascular) dan peningkatan pertumbuhan jaringan ikat. Struktur normal hati

digantikan dengan regenerasi nodul dan dikelilingi oleh jaringan ikat yang

terbentuk secara berlebihan. Sirosis sebenarnya merupakan kondisi dinamis antara

proses kerusakan sel (nekrosis), fibrosis serta penggantian sel yang rusak dengan

pembentukan nodul. Keadaan ini sangat mengganggu pasokan bahan nutrisi,

oksigen dan bahan metabolik pada berbagai daerah di hati yang dapat memacu

iskemia maka terjadinya sirosis yang lebih lanjut.

Kondisi klinisnya sering berupa gangguan fungsi hati akibat

menghilangnya hepatosit dan hipertensi portal serta dapat berkembang menjadi

karsinoma hepato selular. Hipertensi portal adalah komplikasi sirosis hepatis yang

merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan

penyakit hati kronis tersebut. Perdarahan akut varises pada hipertensi portal

menyebabkan mortalitas antara 5%-50%.

Perdarahan varises gastroesofageal adalah sebuah komplikasi mayor

hipertensi portal akibat sirosis dengan angka kejadian 10-30% dari seluruh

perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan varises berhubungan dengan

kesakitan dan kematian yang lebih substansial daripada penyebab perdarahan

lain dengan biaya RS yang lebih tinggi. Lebih dari 30% episode perdarahan awal

bersifat fatal dan 70% yang selamat akan mengalami perdarahan ulang. Selain itu

angka keselamatan setahun setelah perdarahan varises dapat buruk (32-80%)

2

Page 3: laporan kasus ilmu penyakit dalam

BAB IILAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Umur : 42 tahun

Alamat : Pampang RT.12

Pekerjaan : Petani

Status : Menikah

MRS : 04 Juli 2010

ANAMNESIS (auto- dan aloanamnesis)

Keluhan Utama : Muntah darah

Riwayat Penyakit Sekarang

Muntah darah dialami pasien sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.

Muntah darah sebanyak 3 kali berwarna hitam seperti kopi, tidak bergumpal dan

jumlahnya sekitar 1 ½ gelas aqua setiap muntah. Muntah terjadi secara tiba-tiba

tidak didahului batuk, nyeri ulu hati, mual, maupun demam.

Keluhan tersebut menyebabkan kondisi pasien melemah, bahkan susah

untuk bangkit dari tempat tidur. Setelah muntah pasien merasa nyeri di ulu hati

dan susah untuk makan karna perut terasa penuh apabila diisi makanan akibat

perut pasien yang membesar. Kondisi ini semakin berat sehingga pasien

memutuskan untuk ke RS AWS.

Saat datang ke RS muntah darah berhenti namun pasien mengeluh BAB

berwarna hitam seperti aspal, cair dan lengket, bau busuk, jumlah ±½ gelas aqua

tiap BAB dapat terjadi 5-6 kali/hari, keluhan ini disertai nyeri pada seluruh perut,

dan badan lemas.

Sebelumnya pasien telah dirawat di RS dan baru KRS 1 minggu keluhan

diatas muncul. Saat kunjungan pertama pasien dirawat dengan keluhan perut

membesar dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu, keluhan ini muncul secara

perlahan dan pasien merasa sesak, dan nyeri terutama perut kanan atas, diikuti

badan lemas, pusing, nafsu makan menurun sebelumnya 6 bulan yang lalu pasien

pernah merasa matanya kuning yang didahului oleh demam yang tidak terlalu

3

Page 4: laporan kasus ilmu penyakit dalam

tinggi, terasa nyeri di perut kanan atas dan kencing berwarna merah seperti teh

namun pasien tidak berobat.

Riwayat Penyakit Dahulu

Masuk Rumah Sakit

1. Tanggal 18 Juni dirawat di RS. AW. Sjahranie

dengan keluhan perut membesar, dirawat selama 3 minggu, kondisi pasien

belum membaik namun pasien meminta pulang karena alasan biaya (saat

itu pasien dianjurkan untuk melakukan terapi ligasi varises esophagus,

namun terkendala oleh masalah biaya. Anjuran ini berdasarkan atas hasil

pemeriksaan gastroscopy ditemukan varises esophagus grade III, red

Cherry spot (+), gastrospati hipertensiva (+), varises fundal (-), duodenum

normal)

Hepatitis (?)

Malaria (-)

Hipertensi (-)

Diabetes Mellitus (-)

Jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Hepatitis (-)

Hipertensi (-)

Diabetes Mellitus (-)

Jantung (-)

Riwayat Kebiasaan dan Psikososial

Riawayat alkohol sejak muda,

Riwayat merokok (+) berhenti sejak lebih dari 10

tahun yang lalu.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

4

Page 5: laporan kasus ilmu penyakit dalam

Kesadaran : Composmentis

Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang

Status gizi : Baik (BMI 24,22)

BB : 70 kg, TB : 170 cm

Tanda Vital

Nadi : 70 x/menit

Tekanan darah: 90/60 mmHg

Pernafasan : 20 x/menit, reguler

Suhu : 370C, aksiler

Kepala dan Leher

Bentuk kepala : Normocephaly, spider angioma (-)

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+), refleks

cahaya (+ ) D= S, pupil isokor (3mm/3mm), lensa jernih

Hidung : Deviasi septum (-/-)

Mulut : Bibir kering, lidah kotor, tonsil & faring normal, fetor

hepatikum (-)

Telinga : Bentuk normal

Leher :Trakhea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran KGB (-/-), JVP tidak meningkat.

Thorax

Pulmo

Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi ICS (-)

Palpasi : Pergerakan simetris, Fremitus raba (D=S)

Perkusi : Sonor di semua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler, Ronki (-/-), wheezing (-/-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak ICS V MCL sinistra

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba ICS V MCL sinistra

Perkusi : Batas jantung

Kanan : ICS III right parasternal line dextra

Kiri : ICS V left midclavicular line sinistra

5

Page 6: laporan kasus ilmu penyakit dalam

Auskultasi : S1:S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Cembung, peristaltik tak tampak, venektasi (+) caput

medusa (-)

Palpasi : Soefel, distended (+), nyeri tekan epigastrium (+), massa

(-) hepar dan lien dan ginjal sulit dievaluasi,

Perkusi : Timpani, Shifting Dullness (+)

Auskultasi : Bising usus normal.

Ekstremitas

Atas

Akral hangat, clubbing finger (-), Palmar eritema (-), edema (-),cyanotic(-)

Bawah

Akral hangat, Edema pretibial (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Lengkap

Hb : 5,7 g/dl

RBC : 3,04

Leukosit : 10.400 /mm3

Hematokrit : 31,5 %

Trombosit : 203.000 /mm3

2. Marker hepatitis ( HBsAg (+), Anti HCV (-)

Pro Thrombin Time = 2,6

3. Kimia Darah LengkapPemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hasil

GDS 92 Protein tot 6,9

SGOT 77 Albumin 2,4

SGPT 72 Globulin 4,1

ALP - Kolesterol 157

GAMA GT 40 TG -

Bil total 1,9 HDL -

Bil direk 0,9 LDL -

Bil indirek 1,0 Asam urat 3,5

Natrium 138 Ureum 26,8

Kalium 4,4 Kreatinin 0,6

6

Page 7: laporan kasus ilmu penyakit dalam

Chloride 95

4. USG Abdomen

Kesimpulan:

1. Chirrosis Hepatic + Ascites massive

5. Hasil Gastroscopy

7

Page 8: laporan kasus ilmu penyakit dalam

- Kesimpulan : Varises esophagus grade III, red cherry spot (+), Gastropati hypertensive

(+), fundal varises (-), duodenum normal

Diagnosa Banding

– Tukak Esofagus

– Gastritis erosive

– Carsinoma Gaster

– Tukak Duodeni

Diagnosa kerja :

Hemastemesis melena et causa chirosis hepatis child pugh B komplikasi varises

esophagus et causa hepatitis B kronik + ascites massive

Penatalaksanaan :

à IVFD Ringer Laktat 20 tpm

à Vitamin K injeksi 3x1 amp

à Propanolol 2X10mg

à Spinorolakton 200mg/hari (0-1-0)

à Furosemid 100mg/hari(1-0-0)

à Transfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb>9

à Omeparzole 2x1 tab

à Ranitidine Injeksi 1 amp/12 jam

8

Page 9: laporan kasus ilmu penyakit dalam

à Kalnex Injeksi 3x1 gr

PROGNOSIS

Functionam : Dubia ad malam

Vitam : Dubia ad malam

Lembar Observasi Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium

4/07/10 05/07/10 6/07/10 7/07/10 8/7/10 4/7/09 7/7/09 10/7/09

WBC 11.400 13.000 16.500 18.200 8.800 11.000 17.300 8.700

RBC 1,87 1,7 1,7 2,35 3,63 3,91 3,98 2,85

HGB 9,9—5,7 5,5 5,4 7,3 9,8 11,4 11.6 8,3

HCT 20,8 18,0 17,9 21,8% 34,0 35,9 36,4 25,3

PLT 204.000 170.000 137.000 132.000

0

198.000 245.00

0

247.000 150.000

GDS 110 82 66

SGOT 92

SGPT 77

ALP 72

Gama GT -

Bil. Total -

Bil. Direk 1,9

Bil. Indirek 0,9

Protein Total 1,0

Albumin 2,8 3,2 2,4

Globulin 4,4

Kolesterol 95

TG -

HDL -

LDL -

Asam urat -

Uureum 101,7 157,5 139,2

Creatinin 3,2 3,7 1,7

Natrium 137 140 144 147

Kalium 4,7 4,1 4,7 5,1

Chloride 97 110 120 124

HBs Ag (+)

Anti HCV (-)

9

Page 10: laporan kasus ilmu penyakit dalam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah chirrosis hepatic diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal

dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan

warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan

sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati

yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami

fibrosis. Chirrosis hepatic adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi

pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami perubahan

menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar

parenkim hati yang mengalami regenerasi.

2.2 Anatomi Hepar

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan

epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hati adalah organ intestinal

terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa

dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang

menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada

sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas

dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan

terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum

minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena

porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik

kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh

adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang

berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang

berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena cava sampai

kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan

adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas

reseksi. Secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli,

10

Page 11: laporan kasus ilmu penyakit dalam

setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus

yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.

Hati adalah organ terbesar dan terpenting di dalam tubuh. Organ ini

penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi lain antara lain :

1. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari saluran

pencernaan.

2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing

lainya.

3. Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah dan

untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.

4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.

5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal

6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak

7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin

2.3 Insidens

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan

dengan wanita sekita 1,5 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara umur 30 – 59

tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun. Umumnya penderita sirosis

hepatis dirawat karena timbulnya penyulit berupa hipertensi portal sampai pada

pendarahan saluran cerna bagian atas akibat pecahnya varises esophagus, asites

yang hebat dan ikterus. Dalam perjalanan penyakitnya, walaupun dikatakan

11

Page 12: laporan kasus ilmu penyakit dalam

kerusakan hepar pada penyakit sirosis hepatis bersifat irreversible, tetapi dengan

pengobatan yang baik maka pembentukan jaringan ikat dapat dikurangi dan

peradangan yang terjadi dapat dihentikan.

2.3 Klasifikasi

Sirosis diklasifikasikan dengan ber-bagai cara berdasarkan atas morfologi,

makroskopik, mikroskopik, etiologi serta kondisi klinisnya. Beberapa klasifikasi

dapat di lihat pada tabel.(1)

Tabel 1. Klasifikasi sirosis hepaticKlasifikasi Penyebab terseringKlasifikasi morfologi makroskopik

- Mikronoduler- Makronoduler- Campuran

ALD, HHCVH, ALHSemua etiologi yang lain

Klasifikasi histologik- Sirosis bilier (periporta)- Sirosis paska nekrotik- Sirosis kardiak- Sirosis porta

PBC, EHBA, SBC, PSCVH, AIHVO, BCALD, MLD

Klasifikasi berdasarkan kondisi klinik- Terkompensasi- Dekompensasi- Aktif- Tak aktif

ALD (alcoholic liver disease), HHC (hereditary hemo chromatosis), VH (viral hepatitis), AIH (auto immune hepatitis), PBC (primary sclerosing cholangitis), EHBA (extra hepatic biliary atresia), VO (vaso-occlusive), BC (budd chiary), MLD (metabolic liver disease), CC (cryptogenic cirrhosis), DIH (drug-induced hepatitis).

2.4 Patofisiologi

Pada sirosis hepatis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan

tekanan vena porta, akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa

esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan

darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam

vena, maka vena tersebut menjadi vasodilatasi (disebut varises). Varises dapat

pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat

mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung,

12

Page 13: laporan kasus ilmu penyakit dalam

dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan

mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan

curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba

mempertahankan perfusi. Jika volume darah tidak digantikan , penurunan perfusi

jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi

metabolsime anaerobik, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan

memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang

mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

2.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta

perkembangan tingkat kegagalan hepatoselullar dan fibrosisnya. Manifestasi

klinis sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan

hipertensi porta.

Gejala yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah

tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan

penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar

eritem, spider nevi.

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:

1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah

2. Asites, edema pada tungkai

3. Hipertensi portal

4. Kelelahan

5. Kelemahan

6. Kehilangan nafsu makan

7. Gatal

8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati

yang sakit.

Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai

cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai

sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk

metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua

sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan

bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak,

13

Page 14: laporan kasus ilmu penyakit dalam

stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada

keadaan koma.

Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-

hari disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik)

harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet

seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu,

misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam

Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat di bagi 2 bentuk.

a. Stadium kompensata.

Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering

ditemukan secara kebetulan.

b. Stadium dekompensata.

Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata

melibatkan berbagai sistem.

à Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti mual, muntah

dan anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat terjadi akibat mal-

absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat malnutrisi yang terjadi. Nyeri

abdomen dapat terjadi karena gall-stones, refluk gastroesophageal atau karena

hepatomegali.Hematemesis serta hema-tokezia dapat terjadi karena pecahnya

varises esophagus ataupun akibat hipertensi porta.

à Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan

gangguan pembekuan darah.

à Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya perfusi

pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang

menurun serta terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang

menyebabkan perobahan perfusi paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia

ditemukan pada 2%-30% dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat

terjadi karena hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik.

à Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output

yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic

blood flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi

sistemik.

14

Page 15: laporan kasus ilmu penyakit dalam

à Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam mensintesis

atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada adolesen dapat

ditemukan penurunan libido serta impontensia karena penurunan sintesis

testeron di hepar. Dapat terjadi feminisasi berupa ginekomastia serta

kurangnya pertumbuhan rambut.

à Pada sistim neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel

hati. Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor),

gangguan kesadaran dan emosi.

à Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang

dapat menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang paling

sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan. Kelainan yang

ditemukan sering berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikulo-endo-

telial, opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas pro-liferatif

monosit. Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi

jarang yang lebih dari 38ºC dan tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotik.

Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor

(TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi.

à Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa mal-nutrisi, anoreksia, mal-

absorbsi, hipo-albuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak.

Sering pula terjadi hipo-kalemia karena hilangnya kalium melalui muntah,

diare atau karena pengaruh pemberian diuretik.

à Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang

mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada

hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga

didapatkan spider angiomata.

à Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan

terdapatnya peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar

kalium total dalam tubuh. Terjadinya hiper aldosteron yang disertai kurangnya

masukan makanan, serta terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat

memperberat terjadinya hipo-kalemia. Kondisi hipo-kalemia ini dapat

menyebab-kan terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan peningkatan

absorbsi amonia dan alkalosis.

15

Page 16: laporan kasus ilmu penyakit dalam

2.5 DiagnosisDiagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan anamnesa, klinis,

pemeriksaan penunjang (Laboratorium, USG abdomen).

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit menegakkan

diagnosis sirosis hati. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan

diagnosis dengan adanya asites, edema pretibial, splenomegali, vena kolateral,

eritema palmaris.

Pemeriksaan laboraturium dapat ditemukan kadar Hb yang rendah

(anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia.

Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak.

Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif. Kadar albumin rendah. Terjadi bila

kemampuan sel hati menurun. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau

terjadi kerusakan sel hati. masa protrombin yang memanjang menandakan

penurunan fungsi hati. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi

menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen. Pemeriksaan marker

serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg,

HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya. Pemeriksaan alfa feto protein

(AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi

transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan noninvasif, aman dan mempunyai

ketepatan yang tinggi. Gambaran USG pada sirosis hepatis tergantung pada berat

ringannya penyakit. Keterbatasan USG adalah sangat tergantung pada

subjektifitas pemeriksa dan pada sirosis pada tahap awal sulit didiagnosis.

Pemeriksaan serial USG dapat menilai perkembangan penyakit dan mendeteksi

dini karsinoma hepatoselular. Pemeriksaan scaning sering pula dipakai untuk

melihat situasi pembesaran hepar dan kondisi parengkimnya.

Diagnosis pasti sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik

jaringan hati yang di dapat dari biopsi.

2.6 Komplikasi

Sirosis dapat terjadi secara fungsional, anatomi ataupun neoplastik. Kelainan

fungsi hepatoselular disebabkan gangguan kemampuan sintesis, detoksifikasi

ataupun kelaian sistemik yang sering melibatkan organ ginjal dan endokrin.

16

Page 17: laporan kasus ilmu penyakit dalam

Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk

parengkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya

hipertensi portal, dengan perubahan alur pembuluh darah balik yang menuju

viseral berupa pirau baik intra maupun ekstra hepatal.

Sirosis yang dibiarkan dapat berlanjut dengan proses degeneratif yang

neoplastik dan dapat menjadi karsinoma hepato-selular.

Komplikasi dari sirosis dapat berupa kelainan ginjal berupa sindroma

hepatorenal, nekrosis tubular akut. Juga dapat terjadi ensefalopati, perdarahan

varises, peritonitis bakterialis spontan.

2.7 Terapi

Prinsip terapi sirosis hepatic adalah :

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori,

protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi

komplikasi seperti ;

1. Astises

17

Page 18: laporan kasus ilmu penyakit dalam

2. Spontaneous bacterial peritonitis

3. Varises esofagus

4. Hepatorenal syndrome

5. Ensefalophaty hepatic

Ascites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

- Istirahat

- Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet

rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka

penderita harus dirawat.

- Diuretik. Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet

rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang

dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian

diuretic adalah hipokalemi dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic,

maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis

rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan

dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kombinasikan dengan

furosemid. Antagonis aldosteron seperti spironolakton dengan dosis awal 1

mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1 mg/kgbb /hari sampai dosis maksimal 6

mg/kgbb /hari. Pengobatan diuretik berhasil bila terjadi keseimbangan cairan

negatif 10 ml/kgbb/hari dan pengurangan berat badan 1%-2%/hari. Bila hasil

tidak optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari

dapat dinaikan pula sampai 6 mg/kgbb/hari.

- Pengobatan konservatif tidak berhasil, maka dapat dilakukan parasintesis.

Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan

catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang

dikeluarkan. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C protrombin < 40%,

serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan

natrium urin < 10 mmol/24 jam.

Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan

parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan

18

Page 19: laporan kasus ilmu penyakit dalam

asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati

stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyaki timbul selama

masa perawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90%

Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba

ini beraasal dari usus. Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins

Generasi III (Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara

oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan

Norfloxacin (400mg/hari)selama 2-3 minggu.

Hepatorenal Sindrome

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang

berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit,

perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa :

Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan

yang nefrotoxic.Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan

perbaikan dan fungsi ginjal.

Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai

keadaan pasien stabil,

dalam keadaan ini maka dilakukan :

- Pasien diistirahatkan daan dipuasakan

- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya

yaitu :

untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan,

evaluasi darah.

- Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,Vitamin K,

Vasopressin.dan Somatostatin

Untuk mencegah perdarahan berulang yang umum dilakukan adalah

endoskopi terapi baik skleroterapi maupun ligasi. Tatalaksana rumatan untuk

mencegah perdarahan prinsipnya sama dengan pendekatan farmakologis tetapi

19

Page 20: laporan kasus ilmu penyakit dalam

tanpa penggunaan somatostatin. Obat yang di pakai adalah Beta blocker. Dapat

juga di pakai kombinasi vasokonstriktor dan vasodilator

Ensefalopati Hepatik

Penentuan diet pada penderita sirosis hati sering menimbulkan dilema. Di

satu sisi, diet tinggi protein untuk memperbaiki status nutrisi akan menyebabkan

hiperamonia yang berakibat terjadinya ensefalopati. Sedangkan bila asupan

protein rendah maka kadar albumin dalam darah akan menurun sehingga terjadi

malnutrisi yang akan memperburuk keadaan hati. Untuk itu, diperlukan suatu

solusi dengan nutrisi khusus hati, yaitu Aminoleban Oral. Aminoleban Oral

mengandung AARC kadar tinggi serta diperkaya dengan asam amino penting lain

seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi khusus hati ini akan

menjaga kecukupan kebutuhan protein dan mempertahankan kadar albumin darah

tanpa meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia. Pada penderita sirosis hati

yang dirawat di rumah sakit, pemberian nutrisi khusus ini terbukti mempercepat

masa perawatan dan mengurangi frekuensi perawatan.

Dengan nutrisi khusus ini diharapkan status nutrisi penderita akan terjaga,

mencegah memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati

hepatik sehingga kualitas serta harapan hidup penderita juga akan membaik.

Manajemen Nutrisi

Diet Garam Rendah I (DGR I)

Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau

hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur.

Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet

garam rendah I ini adalah 200-400 mg Na.

Diet Hati I (DH I)

Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat

diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien,

makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi

(30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral

dengan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu

20

Page 21: laporan kasus ilmu penyakit dalam

leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum

sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari.

Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu

sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam

atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites

hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I.

Untuk menambah kandungan energi, selain makanan per oral juga diberikan

makanan parenteral berupa cairan glukosa.

Diet Hati II (DH II)

Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien

dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan

dalam bentuk lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak

sedang (20-25% dari kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna.

Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang

kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan

sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet

mengikuti pola Diet Rendah garam I.

Diet Hati III (DH III)

Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada

pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis

hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak,

mi9neral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau

air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I

2.8 Prognosis

Prognosis pasien sirosis ditentukan oleh kelainan dasar yang

menyebabkannya, perubahan histopatologis yang ada serta komplikasi yang

terjadi. Pasien sirosis memang merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan

transplatasi hati karena memang secara anatomis tidak dapat disembuhkan.

Salah satu pegangan untuk memperkirakan prognosis penderita dapat

menggunakan kriteria Child yang dihubungkan dengan kemungkinan meng

hadapi operasi. Untuk Child A, mortalitas antara 10%-15%, Child B kira-kira

21

Page 22: laporan kasus ilmu penyakit dalam

30% dan Child C lebih dari 60%. Prognosis jelek juga dihubungkan dengan

hipoprotrombinemia persisten, asites terutama bila membutuhkan dosis diuretik

tinggi untuk mengontrolnya, gizi buruk, ikterus menetap, adanya komplikasi

neurologis, perdarahan dari varises esophagus dan albumin yang rendah

22

Page 23: laporan kasus ilmu penyakit dalam

BAB IVPEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 42 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan

utama muntah darah. Keluhan ini dialami pasien sejak 5 jam sebelum masuk

rumah sakit. muntah darah sebanyak 3 kali berwarna hitam seperti kopi, tidak

bergumpal dan jumlahnya sekitar 1 ½ gelas aqua setiap muntah. Muntah terjadi

secara tiba-tiba tidak didahului batuk, nyeri ulu hati, mual, maupun demam.

Keluhan tersebut menyebabkan kondisi pasien melemah, bahkan susah untuk

bangkit dari tempat tidur. Setelah muntah pasien merasa nyeri di ulu hati dan

susah untuk makan karena perut terasa penuh apabila diisi makanan akibat perut

pasien yang membesar. Kondisi ini semakin berat sehingga pasien memutuskan

untuk ke RS AWS. Saat datang ke RS muntah darah berhenti namun pasien

mengeluh BAB berwarna hitam seperti aspal, cair dan lengket, bau busuk, jumlah

±½ gelas aqua tiap BAB dapat terjadi 5-6 kali/hari, keluhan ini disertai nyeri pada

seluruh perut, dan badan bertambah lemas.

Sebelumnya pasien telah dirawat di RS dan baru KRS 1 minggu keluhan

diatas muncul. Saat kunjungan pertama pasien dirawat dengan keluhan perut

membesar dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu, keluhan perut membesar,

dirawat selama 3 minggu, kondisi pasien belum membaik namun pasien meminta

pulang karena alasan biaya (saat itu pasien dianjurkan untuk melakukan terapi

ligasi varises esophagus, namun terkendala oleh masalah biaya. Anjuran ini

berdasarkan atas hasil pemeriksaan gastroscopy ditemukan varises esophagus

grade III, red Cherry spot (+), gastrospati hipertensiva (+), varises fundal (-),

duodenum normal). Saat itu pasien didiagnosa ascites et causa sirosis hepatis

child pugh B dengan komplikasi Varises Esofagus Grade III. Sebelumnya 6 bulan

yang lalu pasien pernah merasa matanya kuning yang didahului oleh demam yang

tidak terlalu tinggi, terasa nyeri di perut kanan atas dan kencing berwarna merah

seperti teh namun pasien tidak berobat.

Referensi menyebutkan bahwa pasien dengan sirosis hepatis dapat terjadi

gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah dan anoreksia sering, nyeri

abdomen refluk gastroesophageal atau karena hepatomegali. Hematemesis serta

23

Page 24: laporan kasus ilmu penyakit dalam

melena dapat terjadi karena pecahnya varises esophagus ataupun akibat hipertensi

porta.

Sesuai dengan referensi, pada pasien ini didapatkan tanda-tanda mual,

muntah dan anoreksia, nyeri abdomen, hematemesis melena yang disebabkan

karena rupturnya varises esophagus.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ditemukan perut cembung

dan saat perkusi terdapat ascites. Hepar sulit dievaluasi karena adanya ascites dan

nyeri hipokondorium kanan saat ditekan. Dari kepala dan leher tampak anemis

dan ikterik. Pada kulit tampak kuning, sianosis dan pucat.

Literatur menyatakan bahwa pada pemeriksaan fisik kemungkinan

ditemukan hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang mengkerut dan

noduler, terdapat ascites, limpa sering teraba membesar terutama pada hipertensi

porta . Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga didapatkan

spider angiomata.

Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosa pada pasien ini antara

lain dilakukan pemeriksaan laboratorium, Anemia (Hb 5,7 g/dl), Leukosit

(10.400 /mm3), Hematokrit : 31,5 %, Trombosit (203.000 /mm3), Marker

hepatitis ( HBsAg (+), SGOT, SGPT dan gamma GT meningkat, terdapat

hipoalbumin.

Pemeriksaan laboraturium dapat ditemukan kadar Hb yang rendah

(anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia.

Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak.

Kadar albumin rendah, terjadi bila kemampuan sel hati menurun. masa

protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati. Pemeriksaan

marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti

HBsAg.

Hasil pemeriksaan ultrasonografi didapatkan chirrosis hepatic dan ascites.

Sedangkan dari pemeriksaan endoscopi didapatkan Varises esophagus grade III,

red cherry spot (+), Gastropati hypertensive (+), fundal varises (-), duodenum

normal. Literatur menyebutkan pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk

melihat sirosis hepatis tergantung pada berat ringannya penyakit. Keterbatasan

USG adalah sangat tergantung pada subjektifitas pemeriksa dan pada sirosis pada

24

Page 25: laporan kasus ilmu penyakit dalam

tahap awal sulit didiagnosis. Pemeriksaan serial USG dapat menilai

perkembangan penyakit dan mendeteksi dini karsinoma hepato-selular.

Pemeriksaan scaning sering pula dipakai untuk melihat situasi pembesaran hepar

dan kondisi parenkimnya. Pemeriksaan endoskopi untuk membedakan apakah

perdarahan yang terjadi disebabkan oleh varises atau non-varises.

Diagnosa pada pasien ini adalah hemastemesis melena et causa sirosis

hepatis child pugh B dengan komplikasi ruptur Varises Esofagus. dilakuakan

anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang mendukung untuk

ditegakkannya diagnosis tersebut.

Penatalaksanaan pada pasien dengan sirosis hepatis pada prinsipnya adalah

secara simpmtomatis, suportif dan bergantung pada telah terjadi komplikasi atau

belum. Pasien sirosis yang telah mengalami komplikasi maka perlu diberikan

pengobatan spesifik Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas

bedrest, diet rendah garam untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet

rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita

harus dirawat. Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet

rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1

kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah

hipokalemi dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama

diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan

dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum

tercapai maka dapat kombinasikan dengan furosemid.

Pengobatan konservatif tidak berhasil, maka dapat dilakukan parasintesis.

Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan

catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang

dikeluarkan. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C protrombin < 40%,

serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan

natrium urin < 10 mmol/24 jam.

Penatalaksanaan pada pasien ini lebih mengarah kepada penatalaksanaan

simptomatis dan komplikasi dari sirosis hepatis. Penatalaksanaan pada pasien ini

meliputi:

à IVFD Ringer Laktat 20 tpm

à Vitamin K injeksi 3x1 amp

25

Page 26: laporan kasus ilmu penyakit dalam

à Propanolol 2X10mg

à Spinorolakton 200mg/hari (0-1-0)

à Furosemid 100mg/hari(1-0-0)

à Transfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb>9

à Omeparzole 2x1 tab

à Ranitidine Injeksi 1 amp/12 jam

à Kalnex Injeksi 3x1 gr

Pada hari ke 10 perawatan dilakukan punksi ascites sebanyak 4 liter dan

kondisi pasien setelah punksi dalam batas normal. Hal ini dilakukan karena terapi

konservatif sudah maksimal namun cairan ascites tidak berkurang.

Pemberian diuretik pada pasien ini sesuai dengan literatur yaitu pemberian

dimulai dengan dosis minimal dan perlahan ditingkatkan dan jika dosis maksimal

tidak berhasil maka perlu dikombinasikan dengan furosemid. Pemberian ranitidin

intra vena bisa mencegah erosi lambung, sedangkan vitamin K diperlukan pada

penderita dengan masa protrombin memanjang. Sedangkan pemberian propanolol

bertujuan supaya preventif perdarahan primer maupun sekunder. Pemberian

kalnekx untuk mencegah degradasi fibrin, pemecahan platelet. penambahan

kerapuhan vaskular dan pemecahan faktor koagulasi dengan efek secara klinis

berkurangnya jumlah perdarahan, mengurangi waktu perdarahan dan periode

perdarahan.

Penatalaksanaan pada pasien sudah sesuai dengan literature, namun tidak

optimal karena masalah biaya, saat kunjungan pertama sebaiknya pasien telah

dilakukan ligasi untuk mencegah pecahnya varises esofagus. Saat ini pasien telah

setuju untuk dilakukan ligasi namun ascites belum terkontrol maka merupakan

kontra indikasi untuk dilakukan ligasi, oleh karena itu ascites pada pasien ini perlu

dikontrol terlebih dahulu kemudian dilakukan ligasi. Namun pasien untuk

kunjungan kedua kalinya minta pulang paksa atas permintaan keluarga pasien

sehingga penatalaksanaan pada pasien ini menjadi tidak optimal.

Prognosis pada pasien ini malam dihubungkan dengan asites yang tidak

respon terhadap diuretik tinggi untuk mengontrolnya, gizi buruk, ikterus menetap,

adanya komplikasi neurologis, perdarahan dari varises esophagus dan albumin

yang rendah.

26

Page 27: laporan kasus ilmu penyakit dalam

BAB VKESIMPULAN

Dilaporkan laki-laki 42 tahun dengan diagnosis adalah hemastemesis

melena et causa sirosis hepatis child pugh B dengan komplikasi ruptur Varises

Esofagus berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Selama dirawat di

rumah sakit pasien mendapatkan penanganan yang adekuat, namun karena telah

terjadi komplikasi sampai saat ini pasien masih dirawat dan mengalami

perburukan kondisi. Prognosis pada pasien ini dubia ad malam dihubungkan

dengan asites yang tidak respon terhadap diuretik tinggi untuk mengontrolnya,

gizi buruk, ikterus menetap, adanya komplikasi neurologis, perdarahan dari

varises esophagus dan albumin yang rendah. Mengenai Varises esofagus dari

pasien ini belum adekuat namun keluarga pasien minta pulang paksa.

27

Page 28: laporan kasus ilmu penyakit dalam

DAFTAR PUSTAKA

1. Justina M. 2006. Perdarahan Varises Gastroesofageal pada Hipertensi Portal dakam Cermin Dunia Kedokteran Hal.150 Jilid 2. Dokter Umum RS Mitra Keluarga, Jawa Barat : BekasiDiakses tanggal 10 Juli 2010

2. Nurdjnah S.2006. Sirosis Hepatis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Hal 443-446, Editor Aru W Sudoyo. FKUI : Jakarta

3. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.online : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/Pedarahanvarises.pdf/.Diakses tanggal 10 Juli 2010

4. Dianne Yusri, Hernofialdi. Hipetensi Portal dalam majalah kedokteran andalas. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas: Padang. Online : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13HipertensiPortal128.pdfDiakses tanggal 10 Juli 2010

5. Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Online : http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf. Diakses tanggal 10 Juli 2010

6. Gordis, Enoch (2007). Alcohol Metabolism. National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism. Retrieved 26 April 2005 from http://www.niaaa.nih. gov/publications/aa35.htmDiakses tanggal 13 Juli 2010

7. Ala I. Sharara, M.D, Don C. Rockey, M.D.2001. Gastroesophageal Variceal Hemorrhage. Division of Gastroenterology, Department of Medicine, American University of Beirut Medical. Online : NEJMDiakses tanggal 13 Juli 2010

.

28

Page 29: laporan kasus ilmu penyakit dalam

04/07/2010S:

Muntah darah segar 3x dirumah,BAB hitam(+) >5x saat RS, nyeri ulu hati(+)

O:CMTD 90/60 mmHgN 108 x/I, RR 20 x/I, T 370CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NTE (+),shfting dullness(+), BU(+) N, edema ektremitas (-)

A:Hemastemesis melena e.c CH child

pugh B

P: IVFD Ringer Laktat 20 tpmVitamin K injeksi 3x1 ampTransfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb>9Kalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabRanitidin inj 1 amp/12 jam

05/07/2010

S: Muntah darah segar (-) dirumah,BAB hitam >7x, nyeri ulu hati, sesak nafas

OCMTD 90/50 mmHgN 92 x/I, RR 24 x/I, T 370CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)me>, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B

PIVFD Ringer Laktat 20 tpmVitamin K injeksi 3x1 ampTransfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb>9Kalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCek Hb cyto

06/07/2010SBAB hitam >10x, nyeri seluruh perut, mual(-),muntah(-),sesak nafas,demam (+)O

CMTD 90/60 mmHgN 100 x/I, RR 24 x/I, T 37,60CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)me>, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD Ringer Laktat 20 tpmVitamin K injeksi 3x1 ampTransfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb>9Kalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccCek Hb cyto

07/07/2010SBAB hitam (-), nyeri seluruh perut, sesak nafas,badan lemah(+), perut membesarO

CMTD 100/70 mmHgN 112 x/I, RR 24 x/I, T 37,10CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)N, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD Ringer Laktat 20 tpmVitamin K injeksi 3x1 ampTransfusi stopKalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccMetronidazole inf 500cc/12jam

1

Page 30: laporan kasus ilmu penyakit dalam

08/07/2010SBAB hitam>2x, nyeri seluruh perut<<, sesak nafas <<,badan lemah(+), perut membesarO

CMTD 100/70 mmHgN 112 x/I, RR 24 x/I, T 37,10CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)N, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD D5 % Asal netesVitamin K injeksi 3x1 ampKalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccMetronidazole inf 500cc/12jamSpironolakton 200mg 0-1-0Transfusi PRC 1 kolf

09/07/2010SBAB hitam 1x, nyeri seluruh perut<<, sesak nafas <<,badan lemah(+), perut membesarO

CMTD 100/70 mmHgN 112 x/I, RR 24 x/I, T 37,10CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)N, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD D5 % Asal netesVitamin K injeksi 3x1 ampKalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccMetronidazole inf 500cc/12jamSpironolakton 200mg 0-1-0Transfusi stop

10/07/2010SBAB hitam (-), nyeri seluruh perut(+) sesak nafas (-), O

CMTD 100/70 mmHgN 112 x/I, RR 24 x/I, T 37,10CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)N, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD D5 % Asal netesVitamin K injeksi 3x1 ampKalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccMetronidazole inf 500cc/12jamSpironolakton 200mg 0-1-0

11/07/2010SBAB hitam (-), nyeri seluruh perut(+) sesak nafas (-), O

CMTD 100/70 mmHgN 112 x/I, RR 24 x/I, T 37,10CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)N, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD D5 % Asal netesVitamin K injeksi 3x1 ampKalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccMetronidazole inf 500cc/12jamSpironolakton 200mg 0-1-0

2

Page 31: laporan kasus ilmu penyakit dalam

12/07/2010SBAB hitam (-), nyeri seluruh perut(+) sesak nafas (-), O

CMTD 100/70 mmHgN 112 x/I, RR 24 x/I, T 37,10CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)N, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD D5 % Asal netesVitamin K injeksi 3x1 ampKalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccMetronidazole inf 500cc/12jamSpironolakton 200mg 0-1-0Propanolol 2x10mgFurosemid 100mg 1-0-0

13/07/2010SBAB hitam (-), nyeri seluruh perut(+) sesak nafas (-), O

CMTD 100/70 mmHgN 112 x/I, RR 24 x/I, T 37,10CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)N, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD D5 % Asal netesVitamin K injeksi 3x1 ampKalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccSpironolakton 200mg 0-1-0Propanolol 2x10mgFurosemid 100mg 1-0-0

14/07/2010SBAB hitam (-), nyeri seluruh perut(+) sesak nafas (-), O

CMTD 100/70 mmHgN 112 x/I, RR 24 x/I, T 37,10CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)N, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD D5 % Asal netesVitamin K injeksi 3x1 ampKalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccSpironolakton 200mg 0-1-0Propanolol 2x10mgFurosemid 100mg 1-0-0Punksi Ascites 4 L wrna kuning jernih

15/07/2010SBAB hitam (-), nyeri seluruh perut(+) sesak nafas (-), O

CMTD 100/70 mmHgN 112 x/I, RR 24 x/I, T 37,10CAn+/+, ikt +/+Rh (-/-), Wh (-/-)S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), NT(+) seluruh abdomen, BU(+)N, edema ektremitas (-)

AHemastemesis melena e.c CH child pugh B PIVFD D5 % Asal netesVitamin K injeksi 3x1 ampKalnex Injeksi 3x1grOmeparzole 2x1 tabCefotaxime inj 3x1grSolac 2x30ccSpironolakton 200mg 0-1-0Propanolol 2x10mgFurosemid 100mg 1-0-0

3

Page 32: laporan kasus ilmu penyakit dalam

4